BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN...

34
42 BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN TAHUN 1925-1943 A. Awal Munculnya Toneel di Batavia Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang keberadaannya sangat diperlukan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kesenian merupakan sesuatu yang hidup senapas dengan mekarnya rasa keindahan yang tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran saja. 1 Seni dalam kehidupan budaya dan masyarakatnya memiliki dimensi dan fungsi yang multi. Sebagai sosok seni, ia adalah ekspresi estetik manusia yang merefleksikan pandangan hidup, cita-cita, realitas ke dalam karya, yang penghayatnya. Menurut salah seorang informan, seni pertunjukan merupakan ekspresi dari perseorangan atau komunitas dalam mempertunjukkan dirinya secara visual dalam berbagai ruang, baik ruang ekonomi, sosial, maupun politik, yang kemudian dikemas dalam suatu bingkai yang digabung dalam suatu perilaku perseorangan maupun publik. Umar Kayam menyebutkan seni pertunjukan itu lahir dari masyarakat, dan ditonton oleh masyarakat. Artinya ia lahir dan dikembangkan ditengah, oleh, dan untuk masyarakat. Oleh karena itu seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang, tidak bisa, dipengaruhi oleh sistem-sistem yang ada, seperti 1 Timbul Haryono, “Sekilas Tentang Seni Pertunjukan Masa Jawa Kuna: Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah Kebudayaan volume 1 tahun 1999. Yogyakarta, Yayasan Study Jawa. Hal 92.

Transcript of BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN...

Page 1: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

42

BAB III

TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN

TAHUN 1925-1943

A. Awal Munculnya Toneel di Batavia

Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang keberadaannya

sangat diperlukan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kesenian

merupakan sesuatu yang hidup senapas dengan mekarnya rasa keindahan yang

tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai

dengan ukuran saja.1 Seni dalam kehidupan budaya dan masyarakatnya memiliki

dimensi dan fungsi yang multi. Sebagai sosok seni, ia adalah ekspresi estetik

manusia yang merefleksikan pandangan hidup, cita-cita, realitas ke dalam karya,

yang penghayatnya. Menurut salah seorang informan, seni pertunjukan

merupakan ekspresi dari perseorangan atau komunitas dalam mempertunjukkan

dirinya secara visual dalam berbagai ruang, baik ruang ekonomi, sosial, maupun

politik, yang kemudian dikemas dalam suatu bingkai yang digabung dalam suatu

perilaku perseorangan maupun publik.

Umar Kayam menyebutkan seni pertunjukan itu lahir dari masyarakat, dan

ditonton oleh masyarakat. Artinya ia lahir dan dikembangkan ditengah, oleh, dan

untuk masyarakat. Oleh karena itu seni pertunjukan yang tumbuh dan

berkembang, tidak bisa, dipengaruhi oleh sistem-sistem yang ada, seperti

1 Timbul Haryono, “Sekilas Tentang Seni Pertunjukan Masa Jawa Kuna:

Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

Kebudayaan volume 1 tahun 1999. Yogyakarta, Yayasan Study Jawa. Hal 92.

Page 2: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

43

kekuasaan, sistem kepercayaan, sistem sosial, dan lain sebagainya.2 Munculnya

seni pertunjukan asal mulanya dari kegiatan ritual yang dibutuhkan oleh manusia

setelah ia mampu memikirkan tentang keberadaannya di dunia. Oleh karena tidak

mampu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan

masalah keduniawian, ia beralih kepada kepercayaan akan perlindungan oleh

leluhur dan kekuatan-kekuatan yang ada di alam semesta, yang mengatur alam

dan kehidupan manusia. Kekuatan-kekuatan itu dibayangkan sebagai dewa atau

roh, dimana manusia dapat meminta pertolongan sewaktu diperlukan, misalnya

pada waktu terjadi wabah penyakit, bencana alam, kekeringan, dan sebagainya.

Untuk menjalin hubungan dengan kekuatan-kekuatan tersebut dilakukan

pemujaan atau persembahayangan dan tindakan-tindakan yang bersifat ritual,

yang dimaksudkan untuk lebih meyakinkan dirinya dan masyarakat sekitarnya

akan terjadinya hubungan spiritual itu. Untuk itu, ucapan-ucapan diperkuat dan

diperindah menjadi nyanyian yang kemudian dibantu dengan iringan suara benda-

benda seadanya seperti kayu dan bambu. Namun dalam perkembangan

selanjutnya benda-benda tersebut ada yang dibuat dari logam. Dengan nyanyian

lebih lama maka terciptalah ritma (irama), demikian pula dengan perubahan-

perubahan nada, maka terciptalah lagu. Lagu dan ritme mengundang gerak badan

pada waktu melakukan upacara, dengan demikian maka terciptalah seni tari dan

seni karawitan bersamaan dengan ritual yang dilaksanakan. Semua hal yang

dilakukan itu sempat ditonton oleh masyarakat, sehingga tanpa sengaja terciptalah

2Gelar, “Pengantar Redaksi Seni Pertunjukan Ritual dan politik”, Gelar

vol 2 no 1 Oktober 1999, Hlm. iv.

Page 3: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

44

seni pertunjukan.3 Dengan berkembangnya jaman seni pertunjukan tidak hanya

sebagai sebuah ritual suatu masyarakat, seni pertunjukan juga menjadi sebuah

hiburan bagi masyarakat.

Perkembangan seni pertunjukan pada umumnya disebabkan oleh adanya

pengaruh dari budaya luar sebagai akibat pengaruh eksternal. Apabila

dibandingkan dengan sejarah seni pertunjukan di dunia, sebenarnya seni

pertunjukan Indonesia yang dimiliki oleh lebih dari 200 juta manusia ini belum

begitu tua usianya. Ada empat bangsa yang lebih tua perkembangan seni

pertunjukannya dari pada seni pertunjukan Indonesia, yang dalam proses

pembentukannya memiliki pengaruh yang cukup besar pada seni pertunjukan

Indonesia, yaitu bangsa India, bangsa Arab, bangsa Cina, dan bangsa Barat

(Eropa). Sebagai bangsa yang dalam proses perkembangannya belum begitu tua,

tak dapat dielakkan bahwa seni pertunjukan Indonesia mendapat pengaruh dari

keempat budaya bangsa tersebut. Oleh karena itu wajarlah apabila sebagai akibat

dari pengaruh budaya-budaya besar itu Indonesia menjadi sangat kaya akan seni

pertunjukan.4

Dengan banyaknya gempuran pengaruh dari bangsa-bangsa asing dalam

seni pertunjukan di Indonesia membuat bermacam seni pertunjukan yang digemari

masyarakat dari seni pertunjukan tradisional sampai modern. Seni pertunjukan

modern atau tontonan panggung yang terus digemari masyarakat kelas bawah

sejak akhir abad ke-19 adalah berupa tiruan opera yang dijejali banyak sisipan

3Sujarno dkk, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi, dan

Tantangan, (Yogyakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata DIY, 2003).

Hlm. 23-24. 4 Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi, (Jakarta:

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

1998). Hlm. 2.

Page 4: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

45

adegan hiburan.5 Tiruan opera atau biasa disebut teater adalah segala aktvitas atau

kegiatan dalam seni pertunjukkan baik secara kelompok atau perorangan. Teater

sendiri cenderung menunjukkan pengertian tentang lakon. Jadi sebuah lakon baik

dengan naskah atau tanpa naskah.6 Karena teater sendiri adalah bagian dari sebuah

kebudayaan. Selain itu kebudayaan adalah proses dan struktur dalam kehidupan

manusia. Sejarah kebudayaan sangat menarik karena mampu menunjukkan aspek-

aspek estetis, etis, serta ideasional dalam kehidupan manusia.7

Kisah perjalanan teater modern Indonesia sesungguhnya dimulai sejak

tahun 1891. Karena pada tahun itu tontonan panggung Stamboel sangat dikenal

masyarakat. Orang saat itu lebih mengenal istilah stamboel ketimbang teater.

Istilah-istilah mengenai teater selalu berubah dari tahun ke tahun. Di tahun 1900

istilahnya adalah Komedie. Selanjutnya ada istilah opera pada tahun 1910. Istilah

tadi hanya berkembang dikalangan masyarakat perkotaan kelas menengah ke

bawah, terutama orang Indonesia, China, dan Arab. Kaum-kaum terpelajar lebih

mengenal istilah toneel. Sekitar tahun 1925, kata sandiwara merujuk kepada

istilah teater saat itu. Sedangkan pengenalan kata drama mencuat pada tahun

1950. Istilah teater sendiri beredar pada saat tahun 1970an. Biarpun secara

kronologis terdapat penyebutan yang berbeda-beda mengenai teater, tetapi pada

dasarnya semua merujuk pada suatu pementasan manusia diatas panggung

5 Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950, (Jakarta: Komunitas

Bambu, 2009), hlm. 3. 6 Bakdi Soemanto, Jagat Teater (Yogyakarta: Media Pressindo, 2001),

hlm. 9. 7 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah

(Jakarta: PT Gramedia, 1993), hlm. 199.

Page 5: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

46

berdasarkan cerita yang dimainkan.8 Pada mulanya tontonan panggung di

Indonesia, khususnya di Jawa mempunyai pengaruh yang kuat dari Belanda dan

Melayu. Sekitar tahun 1800, masyarakat Batavia sangat gemar dengan teater Ut

Desint yang dikelola langsung oleh orang Belanda. Teater Ut Desint mementaskan

sebuah lakon dari William Shakespere, yaitu Othelo. Ditambah satu lakon

gembira penabuh genderang. Ketenaran mereka mampu bertahan sampai tahun

1830an. Akan tetapi ketenaran Ut Desint tidak mampu menjangkau masyarakat

pribumi. Hal tersebut dapat dipahami karena selera publik pribumi tentunya begitu

berbeda dengan kalangan Belanda.9 Sehingga mengurangi minat masyarakat

pribumi untuk menikmati pertunjukan Teater Ut Desint. Kurangnya minat

masyarakat juga bisa karena faktor perbedaan selera setiap golongan

masyarakatnya. Pada tahun 1891 munculah perkumpulan Komedie Stamboel yang

pertama kali di Surabaya oleh August Mahieu, pemuda Indo (peranakan Belanda)

yang mempunyai bakat nyanyi dengan suara tenor. Kata “Komedie” disini bukan

sebagai terjemahan dari comedy, cerita lucu, melainkan komedi dalam artian

pertunjukan. Perkumpulannya ini dibiayai oleh Yap Goan Thay.10 Sedangkan

pimpinan artistik dipegang oleh Cassim yang dulu penah bergelut di teater

bangsawan. Kelompok Komedie Stamboel merupakan representasi teater rakyat

kota yang terdiri dari bermacam-macam ras.11 Penamaan Komedie Stamboel

8 Jakob Sumardjo, Kesusastraan Melayu-Rendah Masa Awal (Yogyakarta:

Galang Press, 2004), hlm. 138-139. 9 Jakob Sumardjo, Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama

Indonesia (Bandung: STSI Press, 1992), hlm. 91. 10Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950, (Jakarta: Komunitas

Bambu, 2009), hlm. 5. 11 Jakob Sumardjo, “Teater Indonesia Era 1900-1945”, dalam Tommy F.

Awuy (et.al), Teater Indonesia: Konsep, Sejarah, Problema, (Jakarta: Dewan

Kesenian Jakarta, 1999), hlm. 213.

Page 6: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

47

karena anak buah Mahieu mengenakan topi merah orang Turki yang berkuncir

hitam. Di Indonesia orang menamakan topi itu Stamboel. Kata Stambul adalah

kesalahan ucap dari Istambul, ibukota Turki (Konstantinopel).12 Komedie

Stamboel dipentaskan dengan cerita dari The Arabian Night dan menggunakan

bahasa Melayu saat dipanggung. Mahieu menambahkan dengan nuansa, selera,

dan orientasi Barat.13 Repertoar terdiri dari cerita 1001 Malam yang ditambah

dengan cerita Barat, klasik maupun modern, seperti Hamlet karya Shakespeare,

De Koerier van Lyon dan semacamnya.14 Dengan ceritanya mengenai kehidupan

raja-raja dengan pakaian gemerlapan yang membuat penoton bisa mengkhayal

kehidupan yang indah, karena kebanyakan penontonnya rakyat kecil. Namun,

August Mahieu sadar bahwa pementasannya berada di tanah Jawa, karena itu

Komedie Stamboel menampilkan repertoar cerita lokal. Seperti Nyai Dasima, Si

Conat, Rencong Aceh, Anak Tiong, Bercerai Kasih.15 Namun pilihan reperoar ini

tidak memuaskan penonton, sebab penonton sudah terbiasa dengan menyaksikan

fantasi kostum di panggung, sehingga penyajian pakaian sehari-hari di panggung

tidak menarik perhatian. Jadi jelas bahwa penonton teater stamboel adalah

penonton yang membutuhkan hiburan, melihat dan mendengarkan hal-hal yang

tak biasa.16

12 Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 5. 13 Matthew Issac Cohen, The Komedie Stamboel : Popular Theatre in

Colonial Indonesia, 1891-1903, (Ohio: Ohio University Press, 2006), hlm. 133. 14Op. cit., hlm. 6. 15Sebuah buku atau tepatnya antologi sastra yang dieditori Pramoedya

Ananta Toer memuat cerita-cerita diatas, diantaranya Nyai Dasima dan Si Conat.

Lihat Pramoedya Ananta Toer, Tempo Doeloe : Antologi Sastra Pra Indonesia,

(Jakarta : Lentera Dipantara, 2003). 16Jakob Sumardjo (1992), Op. cit., hlm.108.

Page 7: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

48

Gambar 1. Foto Maria Oord, Peran perempuan dalam Stamboul Comedy

1905-1915.

(Sumber: troppenmusseum.nl)

Kegiatan awal Komedie Stamboel didalam ajang untuk merebut hati para

penonton harus bersaing dengan kelompok-kelompok sirkus serta berbagai grup

komedi lain. Awal pergerakan mereka dimulai dengan pentas keliling Jawa dari

tahun 1891-1892. Mereka berkeliling ke kota-kota yang menjadi pusat

kebudayaan lokal seperti Yogyakarta, Surakarta, Batavia serta Semarang. Akan

tetapi pentas pertama tetap dilaksanakan di kota asalnya, yaitu Surabaya.17

Seluruh kelompok Mahieu terdiri dari 45 orang, yang juga termasuk kuli dari

17 Matthew Issac Cohen, Op. cit., hlm. 22.

Page 8: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

49

Madura untuk mendirikan tenda dan hal-hal lain yang digunakan.18 Kinerja

perusahaan dari Mahieu banyak dihadiri oleh hampir setiap orang Eropa, bahkan

pejabat senior dengan didampingi wanita mereka. Mahieu memiliki bisnis dengan

cara yang sangat rapi. Meskipun bahasa Melayu sebagai bahasa resmi, tapi justru

bahasa Oriental sudah ada, namun kurang berkembang.19 Dapat dilihat bahwa

pertunjukan Stamboel dapat menjadi acara yang mewah, tetapi juga setiap

golongan masyarakat pun bisa menikmatinya.

Gambar 2.Foto para pemain stambul.Tahun 1920.

(Sumber: KITLV)

Pertunjukan Mahieu ternyata digemari di seluruh Pulau Jawa, terutama di

Batavia. Seperti yang dituliskan di surat kabar Het Nieuws Van Den Dag 20 Juli

1901 yang berisikan artikel iklan acara Stamboel dengan bertuliskan “kami akan

18Surat Kabar Java Bode 20 November 1863, hlm. 2, Koleksi Delpher

Kranten Belanda. 19Surat Kabar De Indische Courant 6 November 1926, hlm. 13, Koleksi

Delpher Kranten Belanda

Page 9: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

50

senang untuk melaporkan pertunjukan pada malam ini oleh perusahaan Komedi

Stambul Sinar India, karena mempunyai cerita yang menarik berdasarkan fakta

yang telah terjadi, bertempat di Pasar Minggu dekat Meester Cornelis pada waktu

itu. Ceritanya berjudul Balas dendam anak kepada Ibu tirinya. Kami berharap

untuk para seniman yang rajin dan rendah hati dari Komedi Stamboel pada malam

ini dapat menarik khalayak yang ramai”.20 Dari artikel tersebut terlihat bahwa

Komedie Stamboel pimpinan A.Mahieu mendapat banyak perhatian dari media

yang membuat mereka semakin terkenal.

Gambar 3.Foto seniman Komedie Stamboel yang berperan sebagai pasangan

pemburu.Tahun 1920.

(Sumber: KITLV)

20Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 20 Juli 1901, hlm. 2, Koleksi

Delpher Kranten Belanda

Page 10: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

51

Dengan berkembangannya Komedie Stamboel membuat banyak orang

yang meniru dengan mendirikan perkumpulan lain, seperti Komedie Opera

Stamboel, Opera Srie Permata, Opera Bangsawan, Indra Bangsawan dan lain-lain.

Para peniru ini pemainnya hanya orang Pribumi, tapi menggunakan pola resep

Mahieu dalam penyajian nomor-nomor hiburannya, yakni tari cabaret, dansa

tango, tablo, dan sebagainya yang serba ala Barat.21 Semakin banyaknya

perkumpulan Stamboel August Mahieu meninggalkan Komedie Stamboel pada

tahun 1906. Ia pergi menuju ke Bumiayu (Tegal), tidak lama setelah itu, Mahieu

meninggal dunia karena malaria. Tampaknya akhir dari Komedie Stamboel mulai

terlihat, karena Cassim penata artistik pertunjukkan juga kembali ke asalnya,

Penang.22 Biarpun Komedie Stamboel buatan A. Mahieu bubar, penggiat-penggiat

teater Stamboel tetap meneruskan tradisi yang dipelopori oleh Komedie Stamboel.

Mantan pekerja serta pemain di Komedie Stamboel mendirikan perkumpulan lain,

karena masyarakat saat itu masih berminat dengan pertunjukkan seperti Stamboel.

Sampai tahun 1925, perkumpulan opera yang menonjol adalah

perkumpulan Union Dhalia Opera pimpinan Tengku Katam. Nama operanya itu

terkadang ditambah dengan “of Medan”, karena berasal dari Medan. Konon,

Tengku Katam ini adalah bangsawan raja-raja Deli. Akan tetapi, sejak 1925 yang

mencuat namanya adalah Miss Riboet Orion pimpinan Tio Tek Djin dan setahun

berikutnya berdiri pula perkumpulan The Malay Opera Dardanella pimpinan A.

Piedero. Tio dan Piedro melakukan pembaruan-pembaruan dalam cara penyajian

dan repertoarnya. Mereka menyederhanakan jumlah babak dengan membuat

21Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 5. 22 Jakob Sumardjo, Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama

Indonesia (Bandung : STSI Press, 2004), hlm. 109.

Page 11: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

52

repertoar baru, yakni cerita-cerita tentang masa kini.23 Dengan pembaruan yang

dilakukan oleh Miss Riboet dan Dardanella, maka era Opera Stamboel telah

beralih ke era “toneel”, istilah Belanda untuk kata sandiwara. Cerita yang

disajikan adalah cerita kehidupan modern, dialognya tidak lagi yang dibawakan

dengan nyanyian dan jumlah babaknya sangat dikurangi. Akan tetapi, selingan

masih cukup banyak.24

B. Perkembangan Toneel di Batavia

Dua perkumpulan besar toneel atau sandiwara berdiri pada 1925 dan 1926,

Miss Riboet Orion dan Dardanella. Mereka menjadi terkenal karena mempunyai

pemain-pemain yang piawai dalam setiap pentas, tidak hanya itu cerita-cerita yang

dibawakan lebih realis, dan mereka mempunyai pemimpin yang karismatik. Di era

toneel mereka merombak beberapa tradisi yang ada di era stambul, seperti:

1. Pembagian episode, atau bedrif, atau adegan dan babak, lebih diperingkas

dari pembagian yang umum terjadi pada stambul.

2. Adegan memperkenalkan diri para tokoh-tokohnya sebelum main

dihapuskan.

3. Selingan berupa nyanyian dan tariin di tengah adegan juga dihapuskan.

4. Sebuah lakon diselesaikan dalam satu malam pertunjukan saja.25

Rombongan sandiwara ini juga mulai menggunakan naskah untuk

diperankan di atas pentas, menggunakan panggung pementasan, serta mulai

mengenal peran seseorang yang mirip sutradara (pada masa itu lazim disebut

23Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13. 24Ibid., hlm. 17. 25 Jakob Sumardjo,Op. cit., hlm. 114.

Page 12: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

53

programma meester, peran ini dimainkan oleh pemimpin perkumpulan).26 Dengan

segala perubahan yang dilakukan oleh kedua perkumpulan ini, menjadikan

mereka dikenal sebagai kebangkitan sandiwara modern di Indonesia.

1. Kelompok Toneel

Kelompok toneel yang terkenal pada saat itu adalah perkumpulan toneel

Miss Riboet Orion berdiri di Batavia oleh Tio Tek Djin pada tahun 1925. Ia

adalah anak Cina kaya yang berpendidikan tinggi saat itu, SMA Ekonomi. Nama

Miss Riboet diambil dari nama Primadona perkumpulan itu, yang juga merupakan

istri dari Tio. Pada waktu itu, pemuda Tio jatuh cinta pada Primadona bernama

Miss Riboet yang kongsinya bermain di Taman Hiburan Orion, Pekalongan, milik

orang tuanya. Kemudian, Tio Tek Djin mendirikan sendiri kongsi yang diberi

nama menurut nama sang primadona.27 Selain sebagai istri Tio, Miss Riboet juga

terkenal dengan permainan pedangnya. Ia sangat menonjol ketika memerankan

seorang perampok perempuan dalam lakon Juanita de Vega karya Antoinette de

Zerna.28 Kemudian perkumpulan ini menjadi terkenal dengan nama Miss Riboet

Orion. Perkumpulan ini semakin mengibarkan bendera ketenarannya setelah

masuk seorang wartawan bernama Njoo Cheong Seng dan istrinya Fifi Young.

Tio dan Njoo melakukan perubahan dalam cara penyajian dan repertoarnya.

Mereka menyederhanakan jumlah babaknya. Njoo banyak membuat repertoar

baru untuk Miss Riboet Orion.29 Karena Njoo merupakan seorang wartawan ia

menggunakan pers untuk mempromosikan “toneel”. Kemudian menjadikan Miss

26Fandy Hutari, Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal: Kumpulan Esai

Seni, Budaya, dan Sejarah Indonesia (Yogyakarta: INSISTPress, 2011), hlm. 8. 27Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13. 28Fandy Hutari, Op. cit., hlm. 9. 29Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13.

Page 13: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

54

Riboet sebagai primadona antara 1929-1931. Ia menjadi bahan pembicaraan

dihampir seluruh pers Cina, Belanda, dan Indonesia.

Perkumpulan Miss Riboet Orion semakin terkenal dengan pembawaan

sandiwara yang berbeda dari pada Stamboel milik Mahieu, sehingga dapat

dikatakan bahwa perkumpulan ini memang dasar dari kemajuan teater di

Indonesia. Dengan Tio yang merupakan seorang terpelajar dan dia juga

mendapatkan penulis naskah yang juga wartawan Nyoo Cheong Seng. Maka

derap ke arah bentuk teater modern yang mengacu kepada bentuk teater Barat

telah dimulai.30 Di mana-mana mereka menuai sukses besar. Mereka mencoba

memainkan adegan baru yang sesuai dengan cerita didaerah yang mereka

kunjungi, seperti saat di Kalimantan dengan bergaya orang Dayak.31 Bisa dibilang

Miss Riboet Orion mempunyai gaya tersendiri dalam melakukan pertunjukan,

sehingga para penggemarnya tidak bosan dan selalu antusias jika mereka

melakukan pertunjukan. Setiap pentasnya mereka selalu memberikan

pengumuman di iklan-iklan koran dan tampil tidak hanya satu malam, bahkan bisa

tampil selama 9 malam,32 sehingga para penggemarnya bisa terpuaskan saat

mereka berada di suatu kota.

30Jakob Sumardjo,Op. cit., hlm. 116. 31Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 19 Juli 1935, hlm. 6, Koleksi

Delpher Kranten Belanda. 32Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 12 Agustus 1931, hlm. 6, Koleksi

Delpher Kranten Belanda.

Page 14: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

55

Gambar 4. Gambar iklan pertunjukan Miss Riboet Orion yang akan tampil di

Theater Pancoran, Batavia, dalam koran Nieuws Van Den Dag 29 Juni 1928.

(Sumber: Delpher Kranten)

Pesona perkumpulan Miss Riboet Orion memang sangat memukau, karena

kemahiran pemain mereka Miss Riboet yang juga merupakan istri dari Tio Tek

Djin. Dalam setap iklan penampilannya di koran nama Miss Riboet selalu menjadi

topik utama. Miss Riboet adalah seorang wanita yang cantik, disetiap

pertunjukannya dia tidak hanya menggunakan bahasa Melayu dan Jawa, juga

menunjukkan kemahirannya menggunakan bahasa Belanda, Inggris, Cina, dan

bernyanyi menggunakan bahasa Turki.33

33Surat Kabar De Urye Pers 11 Desember 1948, hlm. 4, Koleksi Delpher

Kranten Belanda.

Page 15: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

56

Gambar 5. Gambar Iklan Plat Gramofon cap Beka dalam surat kabar Sin Po, 9

November 1928.

(Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional Indonesia.)

Peran Miss Riboet sangat penting dalam perjalanan perkumpulan Miss

Riboet Orion, tidak hanya sering dijadikan peran utama dalam setiap pentas, tetapi

menjadi pemain penting dalam setiap pertunjukan karena setiap perkumpulan ini

mempunyai pemain kuncinya masing-masing. Nama Miss Riboet Orion semakin

terkenal karena dengan ketenarannya, namanya banyak dipakai dalam iklan-iklan

di surat kabar, salah satunya iklan Gramofon yang menggunakan nama Miss

Riboet Orion untuk memasarkan produk Gramofon.

Pada tahun 1935 menjadi perjalanan tersukses perkumpulan Miss Riboet

Orion dengan mengadakan acara amal sebagai memperingati ulang tahun yang

kesepuluh Miss Riboet Orion. Banyak pejabat-pejabat tinggi yang datang ke acara

Page 16: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

57

tersebut, dengan mementaskan toneel yang berjudul “Gagak Solo”.34 Cerita

“Gagak Solo” menjadi cerita yang sangat digemari dan menjadi pertunjukan

andalan perkumpulan Miss Riboet Orion seperti tertulis di artikel dalam surat

kabar Het Nieuws Van Den Dag, "Gagak Solo" dipentaskan di Batavia untuk

kedelapan kalinya dan menuai sukses besar untuk Miss Riboet dan semua pemain

nya.35 Walaupun Miss Riboet Orion mempunyai banyak cerita yang bagus dan

disukai para penontonnya, cerita “Gagak Solo” menjadi cerita andalan mereka

disetiap penampilannya. Cerita ini pertama di tampilkan pada 30 Oktober 1931 di

Batavia, seperti yang tertulis dalam iklan di surat kabar Het Nieuws Van Den Dag

bahwa cerita “Gagak Solo” merupakan sebuah drama terbaru yang kuat tentang

kehidupan pangeran ceritanya lebih berwarna dan menarik.36

34Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 17 Agustus 1935, hlm. 6, Koleksi

Delpher Kranten Belanda. 35Ibid 36Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 22 Oktober 1931, hlm. 8, Koleksi

Delpher Kranten Belanda.

Page 17: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

58

Gambar 6.Gambar reklame iklan Miss Riboet Orion yang memainkan cerita

“Gagak Solo”.

(Sumber: Delpher Kranten)

Segala perubahan yang dilakukan oleh Miss Riboet Orion menjadi suatu

perkembangan teater modern yang lebih menarik dari sebelumnya. Namun, toneel

masih dianggap sebagai hiburan semata bagi masyarakat, yang seharusnya

merupakan kesenian yang patut di kembangkan. Seperti yang di tuliskan kritikus

teater bernama Tzu You yang menulis tentang Orion di Majalah Sin Po tahun

1939, mejelaskan bahwa ”Miss Riboet Orion” bisa menjadi sebuah perkumpulan

Page 18: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

59

toneel yang berarti, tapi ia terlalu ikutin kesukaan publik. Ia tidak berani buat

hadepin publik atau coba ajak publik menghargai toneel sebagai kesenian. Ia

beranggapan kebanyakan penonton, terutama kaum perempuan, belum bisa

menghargai toneel, masyarakat datang hanya untuk hiburan saja.37 Dari kritikan

itu dapat dilihat bahwa masyarakat lebih mementingkan kesenangan dari pada isi

cerita, berbeda dengan kaum terpelajar yang lebih mementingkan naskah karya

sastra dramanya dibandingkan pertunjukkannya.

Gambar 7. Gambar iklan Dardanella. Tahun 1929.

(Sumber: troppenmusseum.nl)

37Jakob Sumardjo,Op. cit., hlm. 115.

Page 19: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

60

Di tengah kepopuleran Miss Riboet Orion, berdiri kumpulan sandiwara

Dardanella di Siduarjo pada 21 Juni 1926. Sebagaimana Miss Riboet Orion,

Dardanella juga telah melakukan perubahan besar pada dunia sandiwara.38

Pimpinan perusahaan opera ini berada di tangan orang keturunan Eropa yaitu, Mr

A. Piedro, yang telah memperoleh ilmu sandiwara di Eropa, dengan beberapa

corak opera Rusia dan kabaret ansambel yang berpengalaman.39 A. Piedro

mempunyai nama asli Willy Klimanof. Ayahnya adalah pemain sirkus yang tewas

waktu melakukan pertunjukan di Singapura.

Gambar 8. Foto A. Piedro pemimpin perkumpulan The Malay Opera Dardanella,

Sin Po, no. 870, hlm. 11.

(Sumber: Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950)

38Fandy Hutari, Op. cit., hlm. 9. 39Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 23 Oktober 1930, hlm. 5, Koleksi

Delpher Kranten Belanda.

Page 20: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

61

Gambar 9.The Malay Opera Dardanella.Gambar iklan tahun 1929, Dardanella

yang menyebutkan, Bahwa perkumpulan pimpinan A. Piedro ini berbeda dari

pada yang lainnya.

(Sumber: troppenmusseum.nl)

Pada waktu itu, Piedro masih kecil dan dibawa ibunya ke Jawa. Ketika di

Batavia, Piedro bisa mendapatkan biaya hidup dari bermain akrobat pada acara

hiburan di bioskop, sebelum pertunjukan film dimulai. Piedro memang

mempunyai bakat showmanship yang besar. Dardanella yang ia dirikan langsung

mencuat. Dardanella bekerja berdasarkan pembaharuan Orion. Pementasan

berdasarkan cerita asli yang lebih padat dan ringkas, terarah dan terencana. Seperti

dalam gambar 6 menunjukkan bahwa Dardanella merupakan perkumpulan toneel

yang baru dan berbeda. Ia dengan cerdik menarik penyanyi keroncong yang

sedang naik namanya, Tan Tjen Bok. Tan menjadi penyanyi idola di kalangan

Cina peranakan, sehingga ia bisa menarik penonton kalangan Cina. Piedro

mengekspos Tan Tjen Bok sebagai bintang action lewat cerita-cerita yang dikutip

dari film Amerika, seperti The Thief of Bagdad, Mark of Zoro, Don Q, The Count

Page 21: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

62

of Monte Christo, The Three Musketers, dan lain-lain. Maka, orang menggelari ia

sebagai “Douglas Fairbank of Java”.

Gambar 10. Foto Tan Tjen Bok, bintang Dardanella. Tahun 1930.

(Sumber: troppenmusseum.nl)

Fairbank adalah pemain Amerika popular yang terkenal dalam permainan

action dan mahir main anggar, seperti dalam film The Mark of Zorro (1920) atau

The Thief of Bagdad (1924).40 Seperti halnya di perkumpulan Miss Riboet Orion

40Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13-17.

Page 22: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

63

yang mempunyai bintang besarnya yaitu Miss Riboet, Dardanella juga

mempunyai bintang-bintang besar. Di Dardanella terkenal juga dengan bintang-

bintang cemerlang dengan sebutan “Big Five”: Ferry Kock, Dewi Dja, Tan Tjen

Bok, Riboet II, dan Astaman. Untuk mereka, Piedro mengarangkan naskah-naskah

modern tentang kehidupan masa itu di Hindia, seperti Annie Van Mendoet, Ross

Van Serang, Fatima, Rentjong Atjeh, North of Borneo.41

Gambar 11. Foto Andjar Asmara, seorang redaktur majalah Doenia Film yang

memilih bergabung dengan Dardanella, gambar ini dipasang di majalah Doenia

Film, ketika mengucapkan selamat tinggal sebagai redaktur yang akan memasuki

Dardanella.

(Sumber: Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950)

41Ibid., hlm. 17

Page 23: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

64

Seorang wartawan dari majalah Doenia Film bernama Andjar Asmara

yang mempunyai perhatian besar pada pembaruan tontonan panggung saat itu,

menganggap Dardanella bukan perkumpulan “Stambulan” yang mengutamakan

bisnis. Tetapi, “berikhtiar mempertinggi derajat permainan toneel, mempertinggi

pandangan orang banyak terhadap kedudukan toneel dan artis-artis bumiputera”.

Oleh sebab itu, Andjar bergabung dengan Dardanella sejak November 1930.42

Andjar Asmara kemudian meninggalkan pekerjaannya sebagai wartawan di

majalah Doenia Film.Seperti, halnya Njoo Cheong Seng di Miss Riboet, Andjar

kemudian menjadi tangan kanan Piedro.43 Andjar sangat atusias dalam kemajuan

sandiwara modern seperti yang tertulis dalam buku Misbach alasan Andjar

Asmara bergabung dengan Dardanella yaitu “untuk menolong dan menunjang

dengan kesanggupan yang ada pada saya guna kemajuan “Toneel Melajoe”.44

Dalam Dardanella ini, Andjar menjabat sebagai penulis naskah dan bagian

terpenting yaitu bidang reklame. Namun demikian, dalam Dardanella Andjar

bukan hanya bertanggung jawab di bidang reklame, melainkan member saham

besar dalam membuat Dardanella setingkat lebih tinggi dari perkumpulan lainnya.

Ia memperkenalkan naskah-naskah yang agak berat untuk memenuhi tuntutan

publik terpelajar atas seni toneel.

Tidak hanya terkenal di Jawa Timur, Dardanella mulai banyak dikenal di

seluruh Indonesia terlebih di Batavia yang merupakan pusat kota. Pada tahun

1929, untuk pertama kalinya Dardanella mengadakan pertunjukan di Batavia.45

Mereka mempertunjukan cerita-certia dari film-film yang sedang ramai, namun

42Ibid,.hlm. 20. 43Fandy Hutari, Op. cit., hlm. 10. 44Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 20. 45Fandy Hutari, Op. cit., hlm. 10.

Page 24: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

65

sama halnya dengan Miss Riboet Orion mereka mulai memainkan cerita-cerita

tentang kehidupan sehari-hari. Dengan mempertunjukkan cerita-cerita tentang

kehidupan yang ada dalam masyarakat ini membuat toneel semakin digemari,

karena masyarakat dapat terbawa dalam alur cerita yang dibawakan.

Gambar 12. Foto Tan Tjen Bok bintang Dardanella tahun 1933, selain mempunyai

suara merdu tan juga ahli dalam memainkan anggar.

(Sumber: troppenmusseum.nl)

Para pemain Dardanella yang biasa dijuluki The Big Five mempunyai

peranan penting dalam setiap pertunjukannya, mereka mempunyai keahlian

masing dalam setiap cerita yang dimainkan, seperti Tan Tjen Bok yang tidak

Page 25: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

66

hanya piawai memainkan peran Leo van De Brink dalam cerita Dr. Samsi, ia juga

ahli dalam peran yang masih memainkan anggar-anggaran, selain itu peran yang

kuat ia mainkan adalah orang tua dalam Medan 1890-1930 dan sebagai Swart

dalam Annie van Mendoet.

Gambar 13. Foto Astaman ketika berperan sebagai De Strijdende Adelaar, salah

satu personil Big Five dari Dardanella. Pada 1950-an nanti, ia juga menjadi

pemain film.

Sumber: Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950)

Page 26: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

67

Gambar 14.Foto Ferry Kock, Miss Dja, and Ali Jugo. Bintang Dardanella, tahun

1940.

(Sumber: troppenmusseum.nl)

Lalu ada Miss Dja dalam cerita Dr. Samsi yang memerankan peran utama

wanita.46 Kemudian Riboet II dalam Roses of Yesterday, Hawaitha, Annie van

Mendoet dan Mati Hidoep, Astaman dalam Annie van Mendoet dan sebagai Cia

Hp Sien dalam Perantaian 99, Sedangkan Ferry Kock sebagai pemuda Hawaii

dalam Hawaitha. Peran-peran yang mereka perankan sesuai dengan keahlian

mereka dalam berakting dan sangat disukai para penonton karena pembawaan

mereka dalam memerankan setiap lakon, maka dari itu mereka menjadi pionir

dalam setiap pertunjukan Dardanella.

46Bataviaasch Nieuwsblad,.Op. cit., hlm.3.

Page 27: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

68

Gambar 15. Foto Miss Dja’ salah satu primadona Dardanella, Ia terus menjadi Sri

panggung Dardanella sampai kongsi ini mengembara ke Eropa dan Amerika.

Akhirnya, ia menjadi istri Piedro dan menetap di Amerika sampai akhir hayatnya.

(Sumber: Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950)

Walaupun sebenarnya ada banyak perkumpulan toneel di Hindia Belanda,

Dardanella dan Miss Riboet adalah dua perkumpulan besar yang merajai dunia

panggung sampai pertengahan tahun 1930-an. Mereka saling bersaing dalam

dunia sandiwara modern di Indonesia, baik dalam naskah, nomor-nomor hiburan,

maupun cara penyajiannya. Persaingan untuk meraih perhatian public antara

Page 28: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

69

kedua perkumpulan ini terjadi di Batavia pada tahun 1931.47 Persaingan mereka

sebenarnya mulai terlihat ketika dua perkumpulan ini saling memperebutkan nama

salah satu pemainnya yaitu “Miss Riboet”, karena dari kedua perkumpulan ini

sama-sama mempunyai nama Riboet. Ketika itu Dardanella yang sedang tampil di

Surabaya, didatangi oleh Tio Tek Djin yang ingin menuntut A. Piedro selaku

pemimpin Dardanella terkait nama pemainnya “Riboet”. Tio berkata kepada

Piedro, “Kami tidak senang Tuan menggunakan nama yang sama, nama Riboet

juga untuk pemain Tuan. Kami menyampaikan gugatan, Miss Riboet hanya ada

satu dan dia sekarang sedang bermain di Batavia.”48 Dengan begitu, Piedro

mengganti nama Riboet di Dardanella menjadi Riboet II. Wujud persaingan antara

Miss Riboet Orion dan Dardanella ini adalah pecahnya perang reklame.

Dardanella memajukan Dr. Samsi sebagai lakon andalan mereka, sedangkan Miss

Riboet Orion dengan Gagak Solo. Dalam persaingan ini, Dardanella

mengandalkan A. Piedro, Andjar Asmara, dan Tan Tjen Bok, sedangkan Miss

Riboet Orion mengandalkan Tio Tek Djin, Nyoo Cheong Seng, dan A. Boellaard

van Tuijl, sebagai pemimpinnya. Wartawan dalam kedua perkumpulan itu bekerja

dan memutar otak untuk membuat reklame propaganda yang, sedapat-dapatnya,

mempengaruhi pikiran publik.49 Kedua perkumpulan ini terus bersaing hingga

sekitar tahun 1930-an, masa kejayaan Dardanella dan Miss Riboet mulai

menyusut di dunia toneel. Tahun 1932 Miss Riboet kehilangan Nyoo Cheong

Seng dan istrinya Fifi Young yang keluar dari kelompok tersebut dan lebih

memilih bergabung dengan Dardanella. Riwayat perkumpulan Miss Riboet Orion

47Fandy Hutari, Op. cit., hlm. 12. 48Ibid,. 49Ibid,.hlm. 12-13.

Page 29: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

70

berakhir pada tahun 1934. Dardanella menjadi semakin besar dengan

bertambahnya personil dalam kelompok tersebut. Setahun berselang, A. Piedro

memutuskan untuk mengadakan perjalanan ke Siam, Burma, Sri Lanka, India, dan

Tibet, untuk memperkenalkan pertunjukan-pertunjukan mereka. Seperti yang

tertulis dalam artikel surat kabar De Sumatra Post, bahwa perusahaan Dardanella

akan melakukan tur besar yang diberi nama Tour d’Orient, hingga ke Jepang

sebagai tujuan akhirnya.50 Namun, dalam perjalanannya itu Dardanella tidak

hanya melakukan sandiwara, melainkan tarian-tarian Indonesia seperti Serimpi,

Bedoyo, Golek, Jangger, Durga, Penca, Minangkabau, Keroncong, Penca Sunda,

Nyanyian Ambon, dan Tarian-tarian Papua. Tour d’Orient ini juga menjadi

perjalanan terakhir Dardanella yang setelah itu, mereka bubar. Kisah dari dua

raksasa pencetus toneel yang merupakan awal mulanya kemajuan sandiwara

modern Indonesia inipun berakhir. Walaupun bubarnya Miss Riboet Orion dan

Dardanella merupakan dua perkumpulan yang mempopulerkan era toneel, dan

kemudian toneel atau opera di Indonesia terus berkembang hingga mulailah era

sandiwara modern Indonesia yang lebih baik serta semakin digemari masyarakat.

2. Acara dan Pementasan

Setiap acara seni pertunjukan selalu di gelar dengan bermacam-macam

cara penyajian yang berbeda-beda. Seperti pertunjukan wayang kulit yang

biasanya di tampilkan diruangan terbuka dengan menggunakan panggung kecil

dan untuk menikmatinya penonton duduk secara lesehan, namun ada juga

pertunjukan wayang yang tampil di sebuah gedung-gedung pertunjukan yang

50Surat Kabar De Sumatra Post 27 Agustus 1934, hlm. 3, Koleksi Delpher

Kranten Belanda.

Page 30: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

71

biasanya tampil di acara-acara khusus. Sama halnya dengan seni pertunjukan lain,

pertunjukan toneel juga membutuhkan tempat atau gedung untuk pertunjukannya.

Walaupun toneel merupakan hiburan yang merakyat, yang pertunjukannya

tidak hanya untuk masyarakat kelompok kelas atas saja, dan bahkan lebih di

peruntukkan masyarakat kelas bawah, karena masyarakat sangat membutuhkan

hiburan yang mudah di serap. Toneel biasanya juga ditampilkan di ruang publik

dan acara khusus, seperti di acara tahunan di Batavia yaitu pasar Gambir. Seperti

yang di tuliskan di surat kabar Pandji Poestaka menyebutkan Miss Riboet pun

akan turut mengembirakan penonton di Pasar Gambir.51

Gambar 16. Foto Gedung Theater Glodok, yang kemudian beralih fungsi menjadi

Bioskop Orion, Glodok.Sekarang menjadi Pasar Harco.

(Sumber: Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950)

51Surat Kabar Pandji Poestaka19 Agustus 1939, hlm. 3, Perpustakaan

Nasional Indonesia.

Page 31: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

72

Setiap pertunjukan toneel dilakukan ditempat yang khusus. Miss Riboet

Orion dan Dardanella ketika mempertunjukkan toneel di Batavia biasa

menggunakan gedung pertunjukan yang sama. Gedung yang biasa mereka pakai

antara lain, Gedung Thalia, Thalia Theater adalah gedung pertunjukan yang sering

dikunjungi konsi stambul. Gedung ini terletak di mulut Mangga Besar.52 Selain itu

gedung lain yang sering dipakai untuk pertunjukan, ada Schouwburg Batavia,

Theater Glodok,dan Theater Pantjoran.Seperti dalam iklan pada Gambar 4, yang

menunjukan tempat tampilnya Miss Riboet Orion di Theater Pantjoran. Pemilihan

gedung tersebut karena, memiliki bangunan panggung berbentuk prosceneum

yang memisahkan penonton dengan pemain.53 Karena kebanyakan penikmat

toneel ketika itu masyarakat kelas menengah kebawah, maka Miss Riboet Orion

dan Dardanella menggunakan gedung-gedung tersebut yang berposisi di pusat

kota, namun dekat dengan pemukiman masyarakat menengah kebawah.

Dekorasi panggungnya menggunakan tirai-tirai yang dapat di angkat dan

turunkan sebagai tanda dimulai dan ditutupnya sebuah pertunjukan. Penggunaan

panggung berbentuk prosceneum ini merupakan adaptasi dari kebudayaan

Belanda saat itu.54

Karena pertunjukan toneel ini tidak hanya sebagai hiburan saja, namun

sebagai mata pencaharian bagi setiap perkumpulan. Maka, di setiap

pertunjukkannya di pungut biaya dengan membeli tiket masuk setiap acaranya.

Pada teater tradisi kebiasaan semacam ini tidak ada. Semua penonton tidak usah

membayar, karena teater tradisional diselenggarakan dalam tempat terbuka,

52Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13. 53Jakob Sumardjo,Op. cit., hlm. 99. 54Ibid

Page 32: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

73

berbeda dengan toneel yang diselenggarakan di gedung-gedung pertunjukan.55

Harga kisaran tiket pertujukan biasanya sebesar f 2, harga tiket dapat dilihat pada

gambar 4.

Gambar 17. Adegan dari drama berjudul “Annie van Mendoet”, dipentaskan pada

tahun 1930 oleh perusahaan Dardanella di Batavia.

(Sumber: geheugenvannederland.nl)

Unsur cerita toneel erat kaitannya dengan peristiwa-peristiwa sezaman.

Meskipun demikian tidak jarang pula mereka memainkan cerita masa lampau baik

dari luar negeri maupun dari dalam negeri sendiri. Pada dasarnya, meskipun

mengambil cerita zaman lampau, selalu ada unsur-unsur yang berkaitan dengan

55Ibid., hlm. 100.

Page 33: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

74

zamannya sendiri.56 Miss Riboet Orion yang mempunyai penulis naskah Nyoo

Cheong Seng banyak membuat cerit-cerita kehidupan sehari-hari seperti Saidja,

Barisan Tengkorak, R.A. Sumiati, Gagak Solo, Gandrung Bali, Panji

Semirang,Tueng Balah, Tengkorak, Kiamat, Gagak Lodra, Bentan Telani & Dewi

Shinta; Drama syair, Timoeriana.57 Walaupun pada awalnya cerita-cerita tentang

kehidupan sehari-hari belum begitu menarik minat penonton, karena penonton

sebelumnya sudah terbiasa dengan cerita-cerita stamboel yang lebih menonjolkan

pakaian pemain yang gemerlapan dan cerita-cerita Raja-raja. Berbeda dengan

Dardanella di awal kemunculannya pertama di Batavia, mulanya lakon-lakon

yang dimainkan adalah cerita-cerita berdasarkan film-film yang sedang ramai

dibicarakan orang, seperti Robin Hood, The Mask of Zorro, The Three

Musketeers, The Black Pirates, The Thief of Baghdad, Roses of Yesterday, The

Sheik of Arabia, Vera, dan Graaf de Monte Christo. Ketika Dardanella kembali

memasuki Batavia pada 1931, cerita yang pertama ditonjolkan adalah Dr. Samsi.58

Cerita Dr. Samsi yang ditulis oleh Andjar Asmara ini telah sukses besar dalam

setiap pertunjukannya59 dan mereka mulai menghadirkan cerita-cerita kehidupan

di Indonesia, seperti Annie van Mendoet, Lilie van Tjikampek, De Roos van

Tjikembang60 dan lainnya. Cerita Dr.Samsi yang kemudian menjadi cerita utama

setiap pertunjukannya ini, menceritakan pada skandal seorang dokter dengan juru

rawatnya yang menghasilkan seorang anak. Rahasia ini diketahui oleh juru rawat

pria, Leo van de Brink, seorang Indo Belanda dari Kemayoran. Leo

56Ibid 57Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13. 58Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 20. 59Surat Kabar Bataviaasch Nieuwsblad 19 Mei 1934, hlm. 3, Koleksi

Delpher Kranten Belanda. 60Misbach Yusa Biran, Op. cit.

Page 34: BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0510004_bab3.pdf · Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

75

memanfaatkan pengetahuannya untuk memeras sang dokter. Peran utama wanita

dalam cerita ini diperankan oleh Miss Dja. Adapun peran Leo van De Brink yang

lagaknya menjengkelkan, tapi bisa menimbulkan tawa dipegang oleh Tan Tjen

Bok yang memerankannya sangat bagus.61

Gambar 18. Adegan dari drama berjudul “Annie van Mendoet”, dipentaskan pada

tahun 1930 oleh perusahaan Dardanella di Batavia.

(Sumber: geheugenvannederland.nl)

61Ibid,.hlm. 23.