BAB III PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KERAJINAN … · berkembang dengan membuat meja, kursi dan...
Transcript of BAB III PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KERAJINAN … · berkembang dengan membuat meja, kursi dan...
43
BAB III
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KERAJINAN
BONGGOL JATI DI DESA BANGUNREJO KIDUL TAHUN
1997-2014
A. Latar Belakang Keberadaan Kerajinan Bonggol Jati
Kabupaten Ngawi merupakan daerah yang memiliki wilayah hutan jati
yang sangat luas, sehingga hasil kayu jati begitu melimpah. Di masa sekarang ini,
penggunaan kayu dan kebutuhan akan kayu juga sangat tinggi sehingga
mengakibatkan penimbunan limbah kayu yang begitu banyak. Limbah kayu,
seperti bonggol atau akar, dahan dan ranting jati biasanya digunakan sebagai kayu
bakar untuk keperluan sehari-hari, namun ada sebagian kelompok masyarakat
memanfaatkan limbah tersebut menjadi sebuah hasil karya seni yang memiliki
nilai jual tinggi.
Pada wilayah Kecamatan Kedunggalar, khususnya wilayah Desa
Bangunrejo Kidul memiliki wilayah hutan yang cukup luas. sehingga banyak
warga masyarakatnya yang memanfaatkan kekayaan sumber daya alam untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Daerah Bangunrejo Kidul merupakan salah satu
desa yang letaknya dipinggiran hutan KPH Ngawi. Selain bekerja di bidang
pertanian, masyarakat Desa Bangunrejo Kidul juga bekerja sebagai pengrajian
ukiran kayu, misalnya seperti kerajinan dari bonggol kayu jati. Dengan
memanfaatkan limbah dari kayu habis tebang yang dibiarkan begitu saja, beberapa
masyarakat mulai menciptakan suatu karya seni yang akan memiliki nilai jual.
44
Dalam konteks ketenagakerjaan industri kecil adalah kegiatan ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, atau menjadi bagian maupun tidak langsung dari usaha menengah
dan berdasarkan kriteria jumlah tenaga kerja berjumlah 10-49 orang.1 Di dalam
industri kecil dikenal sebutan para pekerja atau buruh kerja yang menangani
pekerjaan industri kecil kerajinan. Buruh pekerja adalah orang yang bekerja untuk
orang lain yang mempunyai suatu usaha kemudian mendapatkan upah atau
imbalan sesuai dengan kesepakatan sebelum upah biasanya diberikan secara
harian maupun bulanan tergantung dari hasil kesepakatan yang disetujui.
Sedangkan pengusaha adalah seorang yang bekerja secara mandiri dengan
pemilikan modal dan sarana kerja yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan
keluarganya dengan pemengusahakan pembuatan kerajinan-kerajinan yang
dikerjakan oleh para buruh pekerja.2
Berdasarkan pemahaman atas industri kecil, buruh pekerja dan pengusaha,
latar belakang munculnya kerajinan di Desa Bangunrejo Kidul Kecamatan
Kedunggalar pada umumnya dimulai dengan usaha yang bersifat mencoba-coba
untuk sekedar kerja sambilan dan menambah penghasilan sehari-hari. Karena
banyaknya akan keperluan yang harus dicukupi, masyarakat sekitar berupaya
untuk meningkatkan taraf hidupnya. Minat dan motivasi yang dimiliki oleh para
1 Irsan Azhari Shaleh., Industri Kecil Sebuah Tinjauan dan Perbandingan,
(Jakarta: LP3ES, 1986), hlm. 17.
2 Wijono Ardianto., 2014., Industri Kecil Mebel Di Sragen Pada Tahun
1985-2005. Skripsi, Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, hlm. 31.
45
pengrajin dalam memilih pekerjaan sebagai pengrajin bonggol jati ini didorong
karena potensi hutan yang melimpah.3 Namun, fenomena yang terjadi sekarang ini
adalah pekerjaan tersebut justru menjadi mata pencaharian pokok setelah hasilnya
dirasa lebih menguntungkan dari pada bertani.
Di luar pekerjaan sebagai petani, masyarakat dituntut untuk menyesuaikan
diri dengan situasi dan kondisi, dalam hal ini menyangkut situasi dan kondisi
lingkungan kerja. Dimana pada akhirnya lingkungan alam sekitar akan
memberikan alternatif yang dapat digunakan manusia untuk mencukupi
kebutuhannya.4 Pergeseran mata pencaharian dari bidang pertanian ke bidang non
pertanian, terutama pada sektor informal menandakan adanya sifat kelenturan
masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan struktur sosial yang baru.
Kemunculan sentra industri kerajinan bonggol kayu jati di Desa Bangunrejo Kidul
sendiri tidak banyak yang mengetahui kapan tepatnya, namun menurut Rupiati
pemilik UD. Rahmat Jati, usaha kerajinan ini berkembang pesat sejak tahun 2004
silam. Hal ini ditandai dengan banyak bermunculan perajin dan semakin
variatifnya produk-produk yang dihasilkan. Dalam hal ini, kebanyakan pengrajin
belajar secara otodidak dengan melihat produk yang dihasilkan oleh perajin lain di
3 Wawancara dengan Sukardi selaku Kaur Umum Desa Bangunrejo Kidul
tanggal 18 Juli 2016.
4 Gatot Murni, Sistem Ekonomi Tradisional Sebagai Wujud Tanggapan
Masyarakat Terhadap Lingkungannya, (yogyakarta: Dokumentasi Kebudayaan
Daerah), hlm. 15.
46
Bojonegoro, Madiun dan Jepara hingga perajin mampu untuk berkreasi sendiri
dan menciptakan karyanya sendiri.5
Sementara itu, yang menjadi alasan beberapa penduduk berpindah profesi
dari petani menjadi peranjin diantaranya adalah karena faktor kebutuhan hidup.
Kebanyakan penduduk yang sekarang bekerja sebagai perajin atau buruh beralih
pekerjaan dikarenakan penghasilannya dari sektor pertanian tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Misalnya saja pada awal
tahun 2000-an penghasilan sebagai buruh tani (pemacul, pembajak sawah atau
sejenisnya) memiliki penghasilan sekitar Rp.15.000 hingga Rp.20.000 per
harinya, itupun mereka hanya bekerja ketika musim panen hingga musim tanam
tiba selebihnya para buruh tani kebanyakan menganggur hingga musim panen tiba
kembali. Hal ini berbeda jika mereka bekerja sebagai perajin. Mereka akan
mendapatkan gaji tetap setiap bulannya dengan kisaran gaji perharinya sekitar
Rp.20.000 hingga Rp.35.000 per harinya tergantung jenis pekerjaan yang
dikerjakannya.6
Selain itu, alasan lain mereka adalah terbatasnya lahan pertanian.
Bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya akan kebutuhan akan
perumahan menyebabkan tanah pertanian di Desa Bangunrejo Kidul semakin
sempit. Dengan demikian pekerjaan di bidang kerajinan bonggol kayu jati
menjadi salah satu alternatif yang dipilih penduduk. Hal ini dikarenakan
5 Wawancara dengan Rupiati selaku pemilik UD. Rahmat Jati tanggal 3
September 2016.
6 Wawancara dengan Suhadi selaku tenaga kerja di UD. Rahmat Jati
Tanggal 3 September 2016.
47
banyaknya limbah kayu berupa bonggol kayu dan potongan batang-batang kayu
jati kecil yang tidak diambil oleh pihak perhutani setelah penebangan kayu,
sehingga mereka memanfaatkanya untuk produk kerajinan yang bernilai jual
tinggi. Awalnya hanya di buat kerajinan ukir-ukiran saja. Hingga akhirnya
berkembang dengan membuat meja, kursi dan hiasan dinding.7
Selain kedua alasan tersebut, alasan lainya adalah karena ajakan orang lain
atau yang bersifat coba-coba saja. Hal ini seperti hal yang sudah dijelaskan diatas,
dimana beberapa masyarakat dalam menambah penghasilannya mereka mencoba
sesuatu pekerjaan yang baru seperti bekerja sebagai perajin bonggol kayu jati. Hal
ini mereka lakukan karena adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dan keinginan mereka untuk menjadi orang yang sukses.
B. Perkembangan Kerajinan Bonggol Jati Tahun 1997-2014
Perkembangan kerajinan bonggol jati di Desa Bangunrejo Kidul dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan. Sejalan dengan perihal tersebut, maka
bagaimanapun lambatnya perkembangan kerajinan bonggol kayu jati di Desa
Bangunrejo Kidul memiliki pengaruh baik dari dalam maupun dari luar. Terlebih
lagi peningkatan dan perkembangan itu didorong oleh adanya faktor sosial
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan adanya tuntutan
dalam pemenuhan kebutuhan, maka dalam kehidupannya manusia menggunakan
7 http://radarmadiun.co.id/detail-berita-3393-dusun-ngubalan-dijuluki-
kampung-perajin-kayu-jati.html. (diakses pada tanggal 14 November 2016).
48
akal pikiran untuk mencapai hasil yang diinginkan. Hal ini serupa dengan apa
yang terjadi di dalam kehidupan para perajin bonggol kayu jati di Desa
Bangunrejo Kidul dalam usahanya untuk menyesuaikan perkembangan zaman
ikut mempengaruhi pula terhadap jenis pekerjaan yang dilakukan, baik dalam hal
yang menyangkut peralatan serta hasil barang yang dihasilkan, masalah kualitas
dan jenis produksi yang dihasilkan, jumlah serta perluasan daerah yang menjadi
target pemasaran.
Perkembangan kerajinan bonggol jati di Desa Bangunrejo Kidul ini terbagi
menjadi 3 periode. Dalam menentukan periode ini menggunakan teori siklus
ekonomi yang pertama kali menyajikan kerangka analisis dan dasar teori sebagai
landasan pemikiran modern ilmu siklus ekonomi. Selain itu, menurut Dornbusch
dalam bukunya Makroekonomi yang menggambarkan siklus bisnis dapat
digambarkan sebagai gelombang naik-turun aktivitas ekonomi, yang terbagi
menjadi empat elemen yaitu: siklus menaik, titik puncak, gerakan menurun dan
titik terendah. Adapun tahap perkembangan Usaha kerajinan bonggol jati di
Bangunrejo Kidul adalah sebagai berikut:
1. Periode Tahun 1997-2001 (Tahap Perintisan)
Keberadaan dan perkembangan akan kerajinan bonggol kayu jati di Desa
Bangunrejo Kidul tidak spontan tumbuh begitu saja, tetapi dalam proses
pertumbuhanya melalui tahap-tahap tertentu untuk menjadikan sebuah industri
kerajinan bonggol kayu jati bertahan sampai sekarang dan menjadi mata
pencaharian bagi sebagian penduduk. Rendahnya penghasilan dan kerasnya
49
perjuangan dalam menafkahi keluarganya membuat petani di desa pinggiran
hutan, khususnya Desa Bangunrejo Kidul enggan menekuni pekerjaan bertani.
Kondisi demikian serupa dengan apa yang dialami oleh salah seorang
pengusaha bernama Sri Utami. Ia bersama dengan suaminya Prasetyo memulai
usahanya sekitar tahun 1995. Sebelum membuka usahanya di bidang kerajinan
dari bonggol kayu jati ini, ia sempat pergi merantau ke Surabaya untuk bekerja
sebagai buruh pabrik di sana. Namun ia memutuskan untuk kembali ke kampung
halamanya dan memulai usaha baru dengan memanfaatkan bonggol hasil
tebangan kayu jati yang sudah tidak dibutuhkan oleh pihak perhutani. Pada masa
awal perintisan usahanya memang sedikit kurang menguntungkan, karena dalam
proses pemasarannya masih dengan cara tradisional yaitu dengan berkeliling dari
desa ke desa sehingga hasil yang diperolehnya tidak memenuhi target karena
belum banyak konsumen yang minat akan hasil produknya.8 Sementara itu, dalam
masa awal menjalankan usahanya di bidang kerajinan ini ia mengalami banyak
pasang surut yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti masalah permodalan
yang terbatas, kurang tenaga kerja dan terbatasnya tempat pemasaran ketika itu.
Terjadinya peralihan kekuasaan pemerintah Orde Baru menuju Reformasi
dijadikan momentum bagi masyarakat hutan untuk melakukan penebangan liar
dan perusakan besar-besaran. Dari tahun 1998 hingga 2000, penjarahan kayu jati
di hutan milik negara marak di hampir seluruh wilayah Jawa. Bagi sebagian
masyarakat desa hutan yang menganggur, membabat kayu jati hutan negara
8 Wawancara dengan Sri Utami selaku pemilik UD. Cahaya Jati tanggal 3
september 2016
50
merupakan pilihan untuk mendapatkan penghasilan yang sulit dielakkan. Rata-
rata tiap orang bisa memperoleh pemasukan Rp.25.000 hingga Rp.50.000 per
harinya dari berdagang hasil kayu curian. Dari peristiwa ini semakin hari makin
banyak orang yang menjarah hutan jati,9 tak terkecuali di hutan jati di Desa
Bangunrejo Kidul. Namun pekerjaan sebagai blandong kayu tidaklah dapat
dijadikan mata pencaharian bagi penduduk sekitar sehingga mereka lebih memilih
untuk menjadi buruh atau tenaga kerja dan pengrajin bonggol kayu jati. Di
samping itu, dengan adanya peristiwa ini membuat produksi kerajinan dari
bonggol kayu jati menjadi sedikit terhambat karena pihak perhutani memblokade
tempat yang menjadi penghasil bahan baku utama dalam produksi kerajinan ini,
sehingga pengusaha sulit untuk mendapatkan bahan bakunya.
Pada sekitar tahun 2001-an usaha kerajinan bonggol kayu jati mulai
menampakkan perkembangannya lagi, dimana bermunculan beberapa pengusaha
baru yang juga terjun di bidang kerajinan bonggol kayu jati. Dalam kurun waktu
1997 hingga 2001 ini dapat dikatakan sebagai awal perkembangan di dalam usaha
kerajinan bonggol kayu jati.
Dalam sebuah industri kecil maupun kerajinan, ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya suatu industri kecil atau
kerajinan alam. Dalam hal ini beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tumbuh
dan berkembangnya industri kerajinan bonggol jati adalah:
9 Gaban, dkk., 2006, Mengajak Petani Miskin Bangkit Mandiri. Geliat
Pinggir Hutan: Langkah Panjang Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis
Masyarakat di Jawa. (http://www.infojawa.org/modules/katalog/pdfs/malang.pdf.
diakses pada 19 Juni 2016)
51
a. Bahan Baku
Desa Bangunrejo Kidul merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Potensi Desa Bangunrejo Kidul yang begitu
beragam, diantaranya adalah lahan pertanian yang subur dan keberadaan kawasan
hutan KPH Ngawi yang semakin membantu penduduk sekitar dalam memenuhi
kebutuhan sehari-harinya. Ketersediaan akan bahan baku yang melimpah,
membuat para pengrajin semakin mengembangkan usahanya di bidang kerajinan
kayu jati. Bahan baku merupakan faktor terpenting dalam setiap proses produksi.
Ketersediaan akan bahan baku yang melimpah akan memperlancar proses
produksi dan akan berpengaruh juga pada peningkatan hasil produksi. Hal ini juga
terjadi pada suatu industri kerajinan bonggol kayu jati, dimana untuk
memproduksi kerajinan bahan baku utama berupa bonggol atau limbah kayu jati
yang tidak terpakai sangat diperlukan.
Bonggol kayu jati merupakan akar kayu jati sebagai sisa hasil penebangan,
baik yang sudah lama maupun yang masih baru.10
Arti dari kata bonggol menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bonjol pada batang kayu dan sebagainya.
Selain itu di beberapa daerah bonggol sering disebut dengan gembol yang berarti
akar pada batang pohon (umumnya pada kayu jati) yang tersisa dari proses
penebangan, dimana sisa penebangan ini biasanya menyisakan batang dasar
10
Roky Budi Wahana., 2011., Seni Patung Kawi Design Blora: Kajian
Proses Produksi dan Bentuk Estetis, Skripsi. Semarang: Fakultas Bahasa dan
Seni, Universitas Negeri Semarang, hlm. 61.
52
pangkal pohon setinggi 30-50 cm dari permukaan tanah hingga ke bagian akar
yang berada di dalam tanah.11
Gambar 2
Bonggol Kayu Jati Kering
Sumber: http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1266318303/bonggol
Pada masa awal kemunculan industri kerajinan bonggol kayu jati ini yaitu
sekitar tahun 1997-an, dimana pengusaha kerajinan ketika itu sangat mudah untuk
mendapatkan bahan baku. Mereka hanya perlu mengumpulkan bonggol-bonggol
kayu jati yang tertinggal di hutan karena ketika itu belum memiliki manfaat
11
http://kratonpedia.com/article.detail/2012/4/27/269/Berburu.Gembol.Hut
an.Jati.Ngobalan.html (diakses tanggal 10 November 2016).
53
ekonomis dan biasanya hanya digunakan sebagai kayu bakar oleh masyarakat
sekitar hutan.12
Dalam proses untuk mendapatkan bahan baku berupa bonggol jati, biasanya
masyarakat secara berkelompok dan bekerja sama menggali bonggol jati yang
masih tertimbun di dalam tanah. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk
menggali bonggol jati antara satu hingga dua hari, tergantung seberapa dalam
bonggol jati tertimbun di dalam tanah dan seberapa besarnya bonggol tersebut.
Gambar 3
Proses Pengambilan Bonggol Jati di Dalam Tanah
Sumber: http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1266318303/bonggol
12
Wawancara dengan Yusuf Wibisono selaku pemilik UD. Bamma Agasta
tanggal 3 September 2016.
54
Untuk bahan baku bonggol kayu jati yang digunakan adalah bonggol kayu
jati tua dan mati yang sudah terkelupas kulitnya. Hal ini dikarenakan bonggol
kayu jati yang sudah mati dan terkelupas kulitnya memiliki kandungan air yang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan bonggol kayu jati yang baru saja
ditebang.13
Pada dasarnya ada dua jenis bonggol kayu jati yang banyak dicari dan
digunakan sebagai bahan baku yang baik, yaitu bonggol kayu jati dengan gembol
air dan gembol duri. Gembol adalah jenis penyakit pada kayu jati yang sulit untuk
dipahat.14
Dari keunikan gembol inilah yang membuat kerajinan bonggol kayu jati
memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Selain bahan baku utama yang berasal dari sumber kekayaan alam, beberapa
bahan pendukun juga diperlukan untuk membuat kerajian, diantaranya adalah
Natrium Hiplokorit (NaOcl) atau yang sering disebut dengan zat pemutih. Bahan
ini digunakan untuk membersihkan akar dan membuat efek fosil dengan
campuran amoniak yang dapat membuat warna kayu menjadi kusam.15
Bahan
penunjang lain yang digunakan dalam produksi kerajinan bonggol kayu jati adalah
berupa lem kayu yang digunakan sebagai perekat, melamin atau politur yang
digunakan sebagai pewarna kayu atau pelapis kayu agar terlihat mengkilat dan
tidak cepat rusak dan berjamur.
13
Wawancara dengan Suparno selaku tenaga kerja di UD. Cahaya Jati
tanggal 3 September 2016.
14 Roky Budi Wahana., op.cit, hlm. 62.
15 Ibid.
55
b. Tempat Usaha
Dalam melaksanakan proses produksi kerajinan limbah jati di Desa
Bangunrejo Kidul, tempat atau bengkel bekerja merupakan faktor yang paling
penting dalam proses pembuatan kerajinan kayu. Kebanyakan para pengusaha di
Desa Bangunrejo Kidul mempunyai emperan yang luas di depan atau samping
rumahnya. Emperan ini digunakan untuk menunjang jalannya produksi kerajinan.
Hal ini dikarenakan selain rumah mereka memiliki pekarangan yang luas dalam
mendukung proses produksi, pengusaha juga dapat melakukan pengawasan secara
langsung terhadap kinerja pekerjanya. Sehingga apabila terdapat kekurangan-
kekurangan dan proses pembuatan ataupun terjadi kesalahan, secepat mungkin
dapat diatasi sehingga tidak merusak kualitas barang yang diproduksi.
Keuntungan lain yang didapatkan adalah terciptanya hubungan baik antara
pengusaha dengan pekerja atau pengrajin, sehingga akan memberikan suasana
yang nyaman di dalam lingkungan usaha.
Dalam pembuatan kerajinan, tempat yang terbuka sangat dibutuhkan dalam
proses produksinya, karena sangat menunjang bagi kesehatan tubuh para
pekerjanya dari efek debu kayu.16
Ketika melaksanakan proses produksi, para
pekerja dibuatkan gubuk-gukuk kecil sebagai tempat untuk melakukan
pekerjaannya. Selain itu, fungsi dari gubuk-gubuk itu adalah sebagai tempat
menyimpan alat-alat produksi, seperti gergaji dan pasah.
Sedangkan untuk memasarkan hasil kerajinannya, para pengusaha membuat
lapak atau tempat usaha yang berada di pinggiran jalan raya Ngawi –Solo di tepi
16
Wijono Ardianto.,op.cit, hlm. 39
56
hutan produksi milik Perum Perhutani Ngawi. Segala dari hasil souvenir berupa
hasil kerajinan dari limbah kayu jati ini diperjual belikan di pasar tradisional yang
terletak dipinggiran hutan jati di wilayah Banjarejo. Selain sebagai galeri untuk
menjual barang-barang hasil kerajinan, Pasar Banjarejo juga memiliki koleksi rusa
hutan yang terletak di belakang pasar. Dengan demikian potensi yang dimiliki
pasar Banjarejo sangat tinggi untuk menarik pengunjung dan meningkatkan
pendapatan ekonomi mereka.17
c. Pengusaha
Pengusaha merupakan salah satu faktor terpenting dalam menentukan
proses produksi. Tanpa hadirnya pengusaha, maka suatu usaha tidak akan
berjalan. Pengusaha memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja.
Mengingat pertumbuhan penduduk semakin pesat sehingga mengakibatkan
peluang kerja yang semakin sedikit. Oleh karena itu, usaha industri kerajinan
tidak boleh dianggap remeh.18
Pengusaha di sini mempunyai peranan sebagai majikan dalam pembuatan
kerajinan bonggol kayu jati dan memiliki beberapa pekerja terampil di bidangnya
untuk melakukan produksi. Keahlian pengusaha dalam membuat kerajinan
umumnya diperoleh dari bekerja ditempat pengusaha sebelumnya yang
17
Nugrahaningdyah Martina S.P., 2013, Transformasi Masyarakat Hutan
Di Wilayah KPH Ngawi Tahun 1966-1998. Skripsi. Surakarta: Fakultas Sastra
dan Seni Rupa, Uns, hlm. 53
18 Siti Yun Afifa., 2014. Industri Kerajinan Serat Alam Di Kulon Progo
Tahun 1996-2012. Skripsi. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Uns, hlm
51.
57
memproduksi kerajinan sejenis. Keahlian dan keterampilan dalam membuat
kerajinan dianggap sangat dibutuhkan karena pengusaha dalam aktivitas kerjanya
turun langsung mengawasi pekerjanya dan kadang-kadang turut serta ikut dalam
proses produksi kerajinan.19
Dilihat dari segi pendidikannya, kebanyakan pengusaha memiliki latar
belakang pendidikan setara atau setingkat SMP atau SMA/MA/STM, namun ada
juga yang lulusan perguruan tinggi. Kenyataanya ada beberapa pengusaha yang
memiliki pendidikan rendah, namun mereka tidak terlalu memikirkan hal tersebut,
karena mereka mengandalkan pengalamannya dalam menjalankan usahanya. Hal
yang terpenting dalam kasus ini adalah mereka memiliki sikap optimis dan
semangat kerja yang lebih tinggi sehingga keberhasilan akan dapat diraih.20
Dalam hal ini, pendidikan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam
menjalankan usahanya terutama dalam hal pemasaran, menejemen perusahaan
dan komunikasi dengan pelanggan. Selain pendidikan formal, pengusaha juga
mendapatkan pelatihan keterampilan dan pendidikan informal yang diadakan oleh
pemerintah, misalnya seperti bimbingan tentang bagaimana mengelola perusahaan
yang baik, penciptaan desain baru yang lebih kreatif dan beragam.
d. Tenaga Kerja
19
Ibid.
20 Wawancara dengan Partono selaku pemilik UD. Karya Jati Tanggal 3
September 2016.
58
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang mempunyai
peranan sangat penting terhadap kelancaran suatu produksi, karena tenaga
berhubungan langsung dengan proses produksi, dimana posisinya sebagai
pelaksana atas dasar perintah majikan atau pengusaha. Dalam hal ini, akan terjalin
hubungan yang sangat erat antara tenaga kerja dan majikan. Keduanya akan
saling membutuhkan, seperti tenaga kerja membutuhkan pekerjaan dan majikan
membutuhkan orang untuk melaksanakan proses produksi. 21
Pada awalnya, tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin adalah anggota
keluarga sendiri dan masyarakat sekitar yang bekerja sebagai buruh tani. Mereka
beralih profesi menjadi pengrajin kayu karena dirasa penghasilan hanya menjadi
buruh tani saja tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Kebanyakan
pengrajin adalah laki-laki, karena dalam sekali proses produksi seperti mengukir
akan membutuhkan waktu yang lama dan kesabaran yang tinggi. Tingkat
pendidikan para tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin ukiran kayu
bervariasi, dari lulusan tingkat SD, SLTP dan SLTA. Dari perbedaan tingkat
pendidikan tersebut tidak menjadi hal yang perlu dipermasalahkan, karena yang
terpenting adalah adanya rasa tanggung jawab dari karyawan atas tugasnya
masing-masing.
e. Permodalan
Dalam menjalankan usaha di bidang kerajinan yang memiliki nilai
ekonomis akan membutuhkan modal yang cukup untuk mendukung kelancaran
21
Siti Yun Afifa., op.cit, hlm. 55.
59
suatu kegiatan di bidang yang dijalankan. Dalam hal ini modal dibagi menjadi
dua, yaitu: modal tetap dan modal lancar.
Modal lancar adalah yang dimiliki pengusaha berupa uang, rekening bank
dan persediaan bahan baku. Dalam proses produksi, pengusaha mendapatkan
modal dari berbagai cara antara lain adalah modal pribadi, pinjaman kerabat,
pinjaman koperasi serta pinjaman dari bank. Pada masa awal-awal produksi
pengusaha memperoleh modal awal dari modal pribadi dan meminjam modal dari
kerabatnya dengan perjanjian tertentu yang disepakati kedua belah pihak. Mereka
masih belum mau untuk meminjam uang ke bank atau koperasi simpan pinjam,
dengan alasan takut jika tidak bisa menyetori kreditan dan bunganya akan
semakin bertambah banyak.22
Misalnya saja Sri Utami, dalam masa awal perintisan usahanya besarnya
biaya yang dikeluarkannya ketika itu adalah sekitar Rp. 3.000.000,00. Dimana
untuk menambah modal yang diperlukan ketika itu adalah sebesar
Rp.1.000.000,00 sedangkan ia hanya memiliki uang sebanyak Rp. 2.000.000,00,
maka untuk menambah modalnya itu ia meminjam uang kepada saudaranya.23
Selain modal lancar, modal tetap juga sangat diperlukan. Modal tetap ini
berupa tanah dan bangunan yang dimiliki pengusaha serta alat-alat yang
digunakan dalam proses produksi.
22
Wawancara dengan Rupiati selaku pemilik UD. Rahmat Jati tanggal 3
September 2016.
23 Wawancara dengan Sri Utami selaku pemilik UD. Cahaya Jati tanggal 3
September 2016.
60
Namun, seiring dengan banyaknya kebutuhan dan mahalnya akan bahan
baku utama, pengusaha mulai mencoba untuk meberanikan menimjam uang di
bank atau koperasi. Dengan adanya pinjaman ini pengusaha merasa sangat
terbantu karena dengan modal yang tinggi akan membuat proses produksi menjadi
semakin banyak dan akan meningkatkan hasil pemasaran produk.
f. Proses Produksi
Proses produksi merupakan bagian inti dari keseluruhan kegiatan produksi.
Tanpa adanya proses proses produksi suatu keiatan produksi tidak akan berjalan
dengan lancar. Proses produksi merupakan suatu pendayagunaan segala sumber
yang tersedia untuk mewujudkan hasil yang terjamin baik kualitas maupun
kuantitas, terkelola dengan baik sehingga merupakan komoditi yang dapat
digunakan. Pada awal masa perkembangan industri kerajinan proses produksi
kerajinan dari bonggol kayu jati masih manual dikerjakan olek tenaga manusia
semua serta masih belum menggunakan listrik. Dilihat dari alat-alat yang
digunakan juga masih sangat sederhana dan tidak ada yang menggunakan listrik
sehingga memerlukan waktu yang lama dalam proses produksinya.
Alat-alat yang sering dipergunakan ketika itu oleh para perajin diantaranya
adalah palu besi kecil, palu besar, pemotong paku, gergaji, pasah dan amplas
kertas. Untuk proses penciptaan kerajinan bonggol kayu jati dilakukan melalui
beberapa tahap, yaitu persiapan bahan, alat dan proses pembuatan. Dalam proses
pertama yang dilakukan perajin adalah mempersiapkan bahan baku utama yaitu
berupa bonggol kayu jati dan bahan baku pendukungnya seperti zat pemutih kayu,
61
lem kayu serta melamin atau politur. Kemudian yang selanjutnya adalah
mempersiapkan alat-alat yang diperlukan dalam proses pemotongan kayu seperti
gergaji, alat pahat, palu kayu, amplas, gerinda dan sebagainya.
Pada proses pembuatan kerajinan dari bonggol kayu jati dilakukan di
tempat produksi. Para perajin dengan didampingi pemilik usaha memilih bahan-
bahan yang layak dan berkualitas bagus untuk digunakan sebagai bahan baku
utama. Kemudian kayu-kayu tersebut dijemur dan setelah kering dipotong-potong
sesuai dengan ukuran dan dibuat pola sesuai dengan bentuk kerajinan yang akan
dibuat. Bahan bonggol kayu yang sudah diambil dan dipisahkan tadi kemudian
dibersihkan dari kotoran seperti tanah-tanah yang masih menempel dengan
natrium hipoklorit atau zat pemutih dan selanjutnya adalah proses pembuatan.
Dalam proses pembuatan, ada beberapa tahapan yang diawali dengan
memahat sesuai dengan pola yang telah dirancang sebelumnya. Dalam hal ini,
perajin diharuskan memperhatikan bentuk bonggol kayu jati. Perajin akan
membuat desain terdahulu pada sebuah kertas, namun kebanyakan perajin akan
langsung membuat pola pada bonggol kayu dengan menggunakan spidol atau
kapur. Setelah merancang pola, perajin akan langsung memahat sesuai polanya.
Setelah membentuk bonggol kayu jati sesuai dengan polanya, proses
selanjutnya adalah memberikan ukiran-ukiran pada kayu yang sudah dipola tadi.
Untuk mendapatkan hasil ukiran yang baik, diperlukan ketelitian dan ketepatan
dalam membuat detail ukiran. Hal terakhir yang dilakukan dalam proses ini adalah
membuat goresan-goresan kecil pada setiap detail hasil kerajinan, dimana akan
diberi torehan garis dengan menggunakan pahat, misalnya saja dengan
62
memberikan kesan bulu-bulu pada bentuk kerajinan berupa burung, dibuat pola
mata dan lain sebagainya.
Setelah selesai membuat aksen torehan adalah menyelesaikan ukiran. Pada
tahap ini akan dilakukan pengontrolan dan pengecekan masing-masing bentuk
mungkin terjadi kejanggalan pada produk. Setelah selesai melalui tahap
pengontrolan, maka proses selanjutnya adalah proses finishing. Pada tahapan ini
merupakan proses yang menentukan hasil yang terbaik suatu karya seni kerajinan.
Dalam hal ini dilakukan pengamplasan pada bagian-bagian yang seharusnya
halus, baik secara manual maupun menggunakan gerinda. Tahapan yang terakhir
adalah memberikan pelapisan menggunakan melamin atau dengan politur
tergantung permintaan dari konsumen. Hal ini dilakukan untuk menjaga tekstur
kayu agar awet dan tidak mudah berjamur.
g. Hasil Produksi
Produk kerajinan yang dihasilkan oleh pengrajin di Desa Bangunrejo Kidul
awalnya hanya menghasilkan kerajinan dalam bentuk meja dan kursi saja. Hal ini
dikarenakan masih belum banyak pengusaha yang menggeluti usaha ini sehingga
produk yang dihasilkan masih sebatas karya milik beberapa pengusaha saja dan
belum banyak inovasinya.
63
Gambar 4
Contoh Hasil Kerajinan Meja Ukir
Sumber: www.Sinarngawi.com
h. Pemasaran
Dalam dunia perindustrian pemasaran akan suatu produk dianggap sangat
penting, karena berkaitan dengan mempertahankan kelangsungan suatu usaha.
Pemasaran merupakan segala bentuk aktivitas untuk memindahkan barang dari
tangan produsen ke tangan konsumen.24
Dalam proses pemasaran agar berjalan
dengan lancar, seorang pengusaha diharuskan pintar dalam melihat situasi dan
kondisi kebutuhan pasar dan barang yang dihasilkan harus berkualitas dengan
24
M. Manulang., Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Yogyakarta: Liberty,
1969), hlm. 210.
64
suatu desain yang berbeda dan bervariasi agar para konsumenya tidak jenuh dalam
membelinya.
Pada masa awal berdirinya industri kerajinan bonggol kayu jati, kebanyakan
pengusaha dalam memasarkan produknya adalah dengan cara berkeliling
kampung dan desa-desa sekitarnya untuk menjajakan daganganya. Selain itu,
pengusaha juga menawarkan produknya dengan meminta bantuan teman-temanya
agar ikut menawarkan produk kerajinannya.
2. Periode Tahun 2002-2007 (Tahap Perkembangan)
Dalam suatu kegiatan usaha seperti usaha kerajinan bonggol kayu jati akan
mengalami peningkatan dari masa ke masa. Dengan adanya dorongan dari faktor
sosial dan ekonomi membuat pengrajin kerajinan bonggol kayu jati berbuat
sesuatu yang lebih baik sehingga berdampak pada suatu perkembangangan yang
signifikan. Awal perkembangannya yaitu pada tahun awal 2002, hal ini ditandai
dengan kemunculan beberapa usaha kerajinan serupa dan berbagai macam kreasi
dan inovasi produk baru berbahan baku bonggol kayu jati. Misalnya saja seperti
yang pada awalnya bonggol kayu jati hanya dibuat meja, kursi dan hiasan dinding
kini makin beragam produk yang dihasilkan seperti pahatan berbentuk patung
kuda, perabotan rumah, miniatur mobil dan sebagainya. Pada periode ini, dalam
proses produksi pengrajin masih menggunakan alat-alat tradisional. Misalnya saja
dalam proses menghaluskan kerajinan, pengrajin masih menggunakan amplas
kertas sehingga dalam proses penghalusan memerlukan waktu yang lebih lama.
65
Pada pertengahan tahun 2003 hingga tahun 2004, usaha kerajinan berbahan
baku bonggol kayu jati ini mengalami kemajuan yang lumayan pesat. Hal ini
terbukti dengan semakin beragam bentuk dan desain yang diproduksi oleh para
pengrajin. Selain itu, usaha kerajinan ini sudah memiliki pasar tersendiri. Para
pengusaha berkumpul di sebuah pusat galeri yang dibentuk bersama dengan lokasi
di sekitar pinggiran hutan KPH Ngawi di jalan Ngawi- Solo Km 16. Di tempat ini
para pengusaha mendirikan kios sederhana dan dijadikan tempat memasarkan
produk kerajinannya.25
Di tahun 2006, usaha pariwisata Kabupaten Ngawi mulai dikembangkan,
hal ini juga akan berimbas pada pemasaran hasil kerajinan dari bonggol kayu jati.
Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi tahun
2006-2010 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah yang berisi
rencana-rencana pengembangan dan pembangunan Kabupaten Ngawi yang salah
satunya adalah dalam bidang pariwisata dengan meningkatkan jumlah kunjungan
wisata. Dengan demikian, maka pemasaran kerajinan dari bonggol jati akan
semakin luas dengan adanya wisatawan yang datang ke Kabupaten Ngawi.
Terlebih lagi, lokasi galeri “terbuka” yang terletak di jalan utama lintas provinsi
ini membuat proses pemasaran menjadi semakin maju. Misalnya saja ketika turis
mancanegara dari Yogyakarta yang akan melanjutkan liburanya ke Bali, maka
mereka akan melintasi jalur ini dan tak sedikit yang mampir untuk membeli
produk kerajinan dari bonggol kayu ini atau hanya sekedar mampir untuk melihat-
25
Wawancara dengan Rupiati selaku pemilik UD. Rahmat Jati tanggal 3
September 2016.
66
lihat saja.26
Dengan demikian pemasaran produk akan meningkat dan bahkan
beberapa pengusaha sudah bisa mengekspor produknya.
Memasuki tahun 2007 terjadi krisis ekonomi Amerika, dimana keadaan ini
mengakibatkan dolar melemah yang dibuktikan dengan merosotnya harga emas
dan juga anjloknya saham-saham. Namun kondisi ini tidak begitu berpengaruh
pada usaha kerajinan dari bonggol kayu jati, karena usaha kerajinan ini dalam
proses produksinya bahan baku utamanya di dapat dari hutan sekitar dan masih di
dalam negeri, hanya saja konsumen yang berasal dari luar negeri seperti Inggris
dan Perancis membatasi jumlah pesanannya.27
Pada periode ini beberapa faktor pendukung dalam kelangsungan usaha
kerajinan dari bonggol jati adalah sebagai berikut:
a. Bahan Baku
Pada periode ini untuk mendapatkan bahan baku berupa bonggol jati tidak
semudah periode pada awal perintisan usaha. Hal ini dikarenakan terjadinya
pembalakan liar di banyak hutan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Karena
kejadian tersebut membuat pihak perhutani menjadi lebih waspada dan lebih
memperketat dalam menjaga wilayah hutan. Namun kondisi demikian tidak
membuat para pengusaha kerajinan bongol jati di Desa Bangunrejo Kidul menjadi
putus asa, karena dengan adanya LMDH di wilayah hutan KPH Ngawi sangat
membantu pengusaha dalam mendapatkan bahan bakunya.
26
Wawancara dengan Sri Utami selaku pemilik UD. Cahaya Jati tanggal 3
September 2016.
27 Wawancara dengan Anto selaku tenaga kerja di UD. Cahaya Jati
Tanggal 3 September 2016.
67
Pada masa ini bahan bonggol jati ini diperoleh melalui dua cara, yaitu
membeli dari perum Perhutani dengan cara membeli blok tempat yang telah
dibatasi oleh pihak Perhutani di hutan, untuk diambil limbah kayunya saja. Cara
yang kedua adalah dengan mencari dan membeli dari pengepul kayu hutan atau
melalui LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Hal ini tentu saja berbeda
dengan
Namun seiring perkembangan zaman dan meningkatnya harga dan
kebutuhan akan kayu jati, bahan baku bonggol jati juga semakin mahal harganya
dan semakin susah didapatkan. Untuk harganya sendiri tergantung kesepakatan
antara kedua pihak, yaitu kisaran Rp. 150.000 hingga Rp.500.000.
b. Tenaga Kerja
Pada periode ini kerajinan bonggol jati sudah menunjukkan
perkembangannya yang cukup pesat, sehingga kebutuhan akan tenaga kerjanya
juga semakin meningkat. Oleh karena itu, pengusaha mencoba untuk menawarkan
pekerjaan kepada para penduduk Desa Bangunrejo Kidul. Dalam proses
perekrutannya tidak ada kriteria khusus, namun bagi calon tenaga kerja
diharuskan memiliki kemauan yang tinggi dan mau bekerja keras. Tenaga kerja
yang bekerja sebagai pengrajin tidak hanya mereka yang berdomisili di Desa
Bangunrejo Kidul saja, namun ada beberapa pengrajin dari luar desa.28
28
Wawancara dengan Partono selaku pemilik UD. Karya Jati Tanggal 3
September 2016.
68
Untuk penetapan waktu kerja sendiri adalah dimulai dari pukul 08.00 pagi
hingga pukul 16.00 sore. Para pekerja juga diberi waktu istirahat dari pukul 12.00
hingga pukul 13.00 siang. Sementara untuk hari sabtu jam kerja mulai dari pukul
08.00 pagi hingga pukul 15.00 sore dan hari minggu libur.
Setiap pengusaha kerajinan umumnya memiliki 10 sampai 30 orang pekerja.
Dimana setiap pekerja memiliki pembagian khusus untuk setiap proses
pekerjaannya, diantaranya seperti kepala produksi, pematung atau pengukir,
bagian pengamplasan, sanding (finishing) dan penjaga galeri atau yang bekerja
serabutan. Untuk upah yang diberikan berbeda-beda setiap tenaga kerjanya. Hal
ini disesuaikan dengan jenis pekerjaannya sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
Misalnya saja untuk yang bekerja sebagai perajin diberi upah Rp. 50.000,00
perhari, hal ini akan berbeda upahnya dengan yang hanya bekerja di bagian
pengamplasan yang tentunya upahnya akan sedikit lebih kecil.29
Namun ada juga
yang sistem upahnya diberikan berdasarkan sistem borongan dalam
pengerjaannya, dimana hal ini disesuaikan dengan kesepakatan yang telah
disetujui antara pengusaha dengan tenaga kerjanya.30
c. Hasil Produksi
Pada masa ini terjadi peningkatan hasil produksi usaha kerajinan di Desa
Bangunrejo Kidul. hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah pengusaha
29
Wawancara dengan Muryani selaku pemilik Sugeng Craft tanggal 3
September 2016.
30 Wawancara dengan Nurita selaku tenaga kerja UD. Rahmat Jati tanggal
3 September 2016.
69
yang ada, sehingga memunculkan jenis produk kreativitas yang baru dan semakin
beragam. Seiring dengan perkembangan waktu dan kemajuan teknologi pengrajin
menjadi semakin berinovasi menciptakan hasil-hasil kerajinan baru berupa hiasan
dinding, replika rusa, replika kuda, vas bunga dan sebagainya. Produk-produk ini
mereka ciptakan dari sisa-sisa kayu bekas yang tidak terpakai setelah hasil
pembuatan meja dan kursi. Pengrajin berupaya memanfaatkan kayu-kayu sisa
tersebut hingga sekecil mungkin.
Gambar 5
Hasil Kerajinan Produk Inovasi Baru Pengrajin
Sumber: Galeri pengrajin
3. Periode Tahun 2008-2014 (Tahap Kemapanan)
Pada tahun 2008 hingga 2014 merupakan tahap kemapanan bagi usaha
kerajinan bonggol kayu jati di Desa Bangunrejo Kidul, karena kerajinan ini
semakin berkembang dan semakin banyak minat masyarakat sekitar untuk
menjadi pengrajin kerajinan dari bonggol kayu jati. Jumlah keseluruhan usaha ini
70
di Desa Bangunrejo Kidul pada periode ini sekitar 25 unit, dengan setiap usaha
rata-rata memiliki pekerja kurang lebih sekitar 20-30 orang. Misalnya saja seperti
usaha yang didirikan Sri Utami bersama suaminya yang diberi nama UD. Cahaya
Jati, pada awal pendiriannya Sri Utami hanya mampu menjual 2 hingga 3 set meja
dengan omset Rp. 5.000.000 hingga Rp. 10.000.000 perbulan karena tidak setiap
harinya bisa laku terjual, namun sekarang dengan beragamnya produk yang ia
miliki omset yang ia dapatkan dalam setiap bulanya mencapai Rp. 80.000.000
hingga Rp.150.000.000 dengan jumlah pekerja sebanyak 20 orang.31
Meningkatnya hasil produksi dan pendapatan tidak hanya dialami oleh Sri
Utami saja, namun keadaan serupa juga dialami oleh pengusaha lain seperti
Rupiati dan Muryani. Muryani sendiri mengaku bila hasil penjualan untuk
sepasang meja dan kursi harganya bisa mencapai Rp.10.000.000 hingga
Rp.20.000.000 tergantung bentuk dan ukurannya, sedangkan dalam sebulan ia
bisa menjual sepasang meja dan kursi hingga 5 buah, maka omset yang ia
dapatkan bisa mencapai Rp.100.000.000 dengan jumlah pekerja yang ia miliki
sekitar 40 orang yang terbagi menjadi tenaga kerja ukir, tenaga kerja amplas atau
finishing dan penjaga galeri. Hal ini tentu jauh lebih besar di bandingkan dengan
jumlah pendapatan yang di dapatkan Muryani ketika ia masih tahap awal
perintisan usaha kerajinannya, dimana ketika itu ia hanya memproduksi hanya
satu atau dua set meja dan kursi. Selain itu dalam proses produksi kerajinannya,
31
Wawancara dengan Sri Utami selaku pemilik UD. Cahaya Jati tanggal 3
September 2016.
71
usaha Muryani ini hanya dikerjakan oleh suaminya dan dibantu oleh saudara
sepupunya saja sehingga dalam proses prosuksinya masih terbatas.32
Sementara itu, dengan berkembangnya usaha dalam bidang kerajinan jati di
Desa Bangunrejo Kidul tidak hanya terjadi peningkatan pada pengusaha dan hasil
produksinya saja, namun juga pada tenaga kerjanya. Hal ini dikarenakan dengan
keinginan pengusaha untuk meningkatkan hasil produksinya, maka kebutuhan
akan tenaga kerja juga akan meningkat. Menurut Partnono yang merupakan salah
seorang tenaga kerja di UD. Cahaya Jati, dalam beberapa tahun terakhir ini,
selama ia bekerja sebagai tenaga pahat kayu terjadi peningkatan dalam
penyerapan tenaga kerja di bidang kerajinan ini, misalnya saja pada masa awal
tahun 2002, dimana ia bekerja pertama kali di UD. Cahaya Jati sebagai tenaga
pahat, ketika itu ia hanya bekerja dengan 4 orang rekannya yang masing-masing
terbagi menjadi 3 tenaga pahat dan 2 tenaga kerja finishing. Namun sekarang ini
seiring dengan banyaknya produk yang harus dihasilkan maka pemilik usaha ini
menambah jumlah tenaga kerjanya menjadi 20 orang yang terdiri atas 12 orang
tenaga pahat, 6 orang tenaga finishing dan 2 orang tenaga kerja yang membantu di
galeri.33
Dengan demikian, berkembangnya usaha kerajinan bonggol jati di Desa
Bangunrejo Kidul secara keseluruhan maka jumlah pengrajin yang ada adalah
32
Wawancara dengan Muryani selaku pemilik Sugeng Craft tanggal 3
September 2016.
33 Wawancara dengan Partono selaku Tenaga Kerja di UD. Cahaya Jati
tanggal 3 September 2016.
72
kurang-lebih sebanyak 25 pengusaha dan jumlah tenaga kerja sebanyak 450
orang.34
Perkembangan usaha kerajinan dari bonggol kayu jati yang sangat pesat ini
mulai mendapat sorotan dari Pemerintah Kabupaten Ngawi. Pemkab daerah yang
diwakili oleh Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian Kabupaten Ngawi yang
bekerja sama dengan pihak Perhutani Kabupaten Ngawi mulai mengadakan
penyuluhan untuk memaksimalkan proses produksi. Selain itu Dinkopumkm
Kabupaten Ngawi juga memberikan bantuan berupa alat-alat yang mempermudah
proses produksi, namun dalam pembagian alat-alat ini masih belum bisa merata
karena banyak dari pengrajin yang masih belum mendapatkannya.35
Dalam periode ini terdapat beberapa faktor pendukung yang membuat usaha
kerajinan dari bonggol jati di Desa Bangunrejo Kidul menjadi semakin
berkembang hingga ke mancanegara, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Tenaga Kerja
Dalam periode ini jumlah tenaga kerja yang di butuhkan dalan usaha
kerajinan bonggol jati semakin bertambah banyak, yaitu di sekitar 450 orang
yang bekerja di sektor ini.36
Sehingga dengan banyaknya tenaga kerja yang
bekerja membuat hasil produksi juga meningkat dan semakin berkualitas. Oleh
karena itu, pengusaha tidak akan kesulitan dalam memenuhi permintaan pasar
34
Monografi Desa Bangunrejo Kidul tahun 2014
35 Wawancara dengan Partono selaku pemilik UD. Karya Jati tanggal 3
September 2016.
36 Monografi Desa Bangunrejo Kidul tahun 2014
73
yang juga semakin banyak. hal ini jelas memberikan keuntungan bagi pengusaha
dengan banyaknya hasil produksi maka pendapatan yang diperoleh pengusaha
juga akan meningkat.
b. Pemasaran
Seiring dengan perkembangan waktu dan dirasa dengan berjualan keliling
kampung tidak efektif dalam proses pemasaran, para pengusaha mulai mendirikan
lapak-lapak disekitar hutan KPH Ngawi. Secara umum, pemasaran kerajinan
bonggol kayu jati dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pemasaran langsung
dan pemasaran tidak langsung.
Pemasaran Secara Langsung
Pemasaran secara langsung merupakan upaya pemasaran yang dilakukan
dengan cara hasil produksi yang diperoleh langsung dari pengusaha sebagai
produsen utama kepada konsumen tanpa adanya perantara. Pada umumnya
pemasaran secara langsung ini dilakukan oleh pengusaha yang telah memiliki
tempat khusus untuk berjualan atau galeri sendiri. Mereka akan memajang hasil
produksinya agar dapat dikunjungi oleh konsumennya. Dengan adanya galeri ini
akan memudahkan konsumen dalam memilih dan menentukan sendiri desain dari
kerajinan dari kayu jati sesuai yang diinginkan. Para pengusaha membuat lapak
atau tempat usaha yang berada di pinggiran jalan raya Ngawi – Solo yang sering
disebut dengan pasar Banjarejo. Di sini beberapa pengusaha yang ada di Desa
Bangunrejo Kidul dan beberapa dari desa sekitar memasarkan berbagai macam
produknya.
74
Dalam pemasaran jenis ini akan memberikan keuntungan bagi pengusaha
dan konsumennya, karena harga yang ditawarkan tidak memerlukan penambahan
laba yang dipungut dari pihak ketiga atau perantara. Selain itu , konsumen juga
dapat memesan sendiri bentuk dan ukuran akan kerajinan sesuai dengan
keinginannya. Biasanya pembeli akan mendatangi sendiri galeri atau bahkan
datang ke rumah produksi untuk memesan produk kerajinan yang diinginkannya.
Konsumen akan membuat perjanjian tertentu dengan pengusaha mengenai harga
dan lamanya proses produksi.37
Gambar 6
Pusat Galeri Milik Pengusaha
Sumber: Galeri Pengrajin di Pasar Banjarejo
37
Wawancara dengan Muryani selaku pemilik Sugeng Craft tanggal 3
September 2016.
75
Pemasaran Secara Tidak Langsung
Pemasaran secara tidak langsung adalah pemasaran yang dilakukan,
dimana konsumen mendapatkan barang produsi secara tidak langsung dari
pengusaha melainkan dari pihak perantara seperti pedagang besar dan juga
artshop. Dalam hal ini, biasanya pemasaran akan melibatkan pedagang besar atau
pengepul yang telah memiliki tempat pemasaran sendiri.
Untuk pemasaran produk kerajinan Bonggol kayu jati tidak hanya meliputi
pasaran lokal saja seperti Solo, Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, Bali dan
Kalimantan, namun beberapa pengusaha sudah mampu melakukan ekspor keluar
negeri seperti ke Jepang, Perancis, Belanda, Malaysia dan Turki. Terlebih lagi
beberapa pengusaha (IKM) sudah mengantongi ijin SVLK (Sistem Verifikasi
Legalitas Kayu) dan memiliki ETPIK (Eksportir Terdaftar Produk Industri
Kehutanan) dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri maka usahanya
diharapkan akan semakin berkembang dan pemasarannya menjadi lebih luas lagi.
Di Kabupaten Ngawi sendiri awalnya hanya ada 2 IKM yang berhasil
mendapatkan SVLK, yaitu Caniffa Galerry dan UD. Karya Jati.38
Salah satu pengusaha yang sudah mengekspor produk kerajinannya adalah
milik Partono. Dalam mengekspor produknya ini, Partono menggunakan jasa dari
agen eksportir dengan cara bayar dimuka. Namun tak jarang juga ada beberapa
turis yang datang langsung ke galerinya untuk melihat-lihat produknya dan jika
mereka tertarik akan langsung membeli barang yang diinginkannya. Biasanya jika
38
Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 14/
Daglu/Kep/12/2014.
76
barang yang beli berupa souvenir, seperti hiasan dinding dan tas kayu maka
mereka akan langsung membawanya. Tetapi bila barang yang dipesanya dalam
jumlah yang besar maka akan dikirim sebagai barang ekspor.39
Dalam upaya memasarkan produk-produknya pengusaha juga
memperkenalkan produknya dengan cara mengikuti berbagai macam pameran
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun instansi swasta. Dalam hal ini,
mengikuti pameran di berbagai event dianggap sebagai sarana pemasaran yang
sangat baik, karena pameran ini dapat dijadikan sebagai ajang untuk menarik
minat pengunjung pameran terlebih diperuntukkan pada investor asing dan juga
media perluasan jaringan pemasaran baik melalui surat kabar maupun media
elektronik. Akses pemasaran akan semakin terbuka lebar ketika pengusaha
kerajinan mengikuti beragam pameran dan membangun jaringan melalui
pemasaran secara online.40
Misalnya saja seperti pameran yang diadakan di Aston
Hotel madiun, dimana dalam kegiatan ini berkumpul pengrajin dari wilayah
Madiun, Magetan dan Ngawi untuk memamerkan hasil karya dari produk-produk
UKM-nya masing-masing.41
Selain faktor-faktor yang mendukung tumbuh dan berkembangya
kerajinan bonggol kayu jati, terdapat beberapa faktor penghambat yang ikut
39
Wawancara dengan Partono selaku tenaga di UD. Karya Jati tanggal 3
September 2016.
40 Wawancara dengan Muryani selaku pemilik Sugeng Craft tanggal 3
September 2016.
41 http://radarmadiun.co.id/detail-berita-1300-tarik-wisatawan-viapameran-
-.html (diakses pada tanggal 14 November 2016).
77
mempengaruhi kelancaran proses produksi kerajinan dari bonggol kayu jati,
diantaranya adalah faktor cuaca dapat menjadi penghambat dalam proses produksi
seni kerajinan bonggol kayu jati. Jika cuaca sedang buruk, seperti hujan setiap
harinya atau cuaca sering mendung akan menghambat dalam proses penjemuran
kayu. Dalam proses produksi, diperlukan persiapan awal dengan menjemurbahan
baku selama beberapa hari hingga kandungan air yang ada di dalam bonggol
benar-benar kering, oleh karena itu cuaca yang panas sangat diperlukan. Jika
cuaca sedang dalam keadaan yang kurang mendukung, maka akan diperlukan
waktu yang lebih lama dari yang biasanya. Sehingga bila terdapat banyak pesanan
yang dalam tahap finishing menggunakan politur maka akan berdampak pada
proses pengeringan yang semakin lama.42
Selain itu, faktor cuaca juga akan berpengaruh pada konsumen. Jika waktu
pengerjaannya semakin lama karena terhambat oleh cuaca, maka akan mengubah
kesepakatan awal yang telah disepakati bersama yaitu mengenai waktu
pengerjaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pengrajin biasanya meminta
tenggang waktu yang lebih lama sekitar dua atau tiga hari sesuai dengan
kerumitan produk yang akan dikerjakan.
42
Wawancara dengan Rupiati selaku pemilik UD. Rahmat Jati tanggal 3
September 2016.
78
C. Upaya Pengembangan Kerajinan Bonggol Jati
Dalam pengembangan suatu industri kesil maupun kerajinan dipengaruhi
oleh adanya faktor pendorong. Apabila semakin besar faktor tersebut maka
semakin cepat pula perkembangannya. Beberapa faktor ng menjadi pendorong
perkembangan industri kerajinan bonggol kayu jati di Desa Bangunrejo Kidul
adalah sebagai berikut:
1. Pengusaha
Dalam usaha mengembangkan suatu usaha, peran pengusaha sangat
mendominasi dalam kelangsungan usahanya. Dimana para pengusaha selaku
pengrajin dalam mencapai keberhasilannya dituntut untuk memiliki etos kerja
yang tinggi. Etos adalah hal yang abstrak pada diri manusia yang berwujud non
materi, karena merupakan sikap mendasar pada diri manusia atau bisa disebut
watak kebudayaan milik masyarakat, sehingga etos bisa dicerminkan keluar dalam
kehidupan.43
Sedangkan etos menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
sifat, nilai dan adat istiadat khas yang memberikan watak kepada suatu golongan
sosial dalam masyarakat.44
Dalam hal ini, etos kerja merupakan semangat kerja yang menjadi ciri khas
keyakinan seseorang atau golongan dalam suatu masyarakat. keberhasilan yang
dapat diraih oleh para pengrajin kerajinan bonggol kayu jati merupakan kerja
keras dan usaha ulet yang selama ini dilakukan. Keuletan serta kerja keras
43
Taufik abdullah., op.cit., Hlm 2.
44 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Penyusunan Kamus
Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm.
237.
79
merupakan cerminan dari seseorang yang taat dalam menjalankan perintah
agamanya. Oleh sebab itu, kesadaran akan beragama juga mempunyai potensi
sebagai pendorong yang sedikit banyak menyangkut kenyataan sosial ekonomi.45
2. Pemerintah
Upaya dalam mengembangkan industri kecil dan kerajinan tidak hanya
melibatkan masyarakat, tetapi pemerintah juga memiliki peranan yang penting
dalam pengembangan industri kecil dan kerajinan. Dalam proses meningkatkan
kualitas dan membantu kelancaran usaha kerajinan bonggol kayu jati di Desa
Bangunrejo Kidul, pemerintah membantu dengan cara melakukan usaha
pembinaan dan bantuan antara lain:
a. Keterampilan usaha
Perbaikan sumber daya manusia merupakan salah satu cara yang dapat
meningkatkan kualitas produk suatu industri kerajinan, baik untuk pekerja
maupun pengusahanya sendiri. Pemerintah memberikan penyuluhan-penyuluhan
kepada pengusaha dan pekerja industri kerajinan. Pogram pemerintah tersebut
dilaksanakan melalui Dinas Perindustrian, Koperasi dan UMKM Kabupaten
Ngawi dan dibantu oleh pihak perhutani kabupaten Ngawi. Penyuluhan ini
bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan para pengusaha ataupun pekerja dalam
meningkatkan kualitas hasil produksi. Pihak Dinas Perindustrian, Koperasi dan
UMKM Kabupaten Ngawi memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang cara
mendapatkan mutu produksi yang bagus dan cara pemasaran yang baik.
45
Taufik abdullah., op.cit., hlm. 14
80
b. Permodalan
Modal merupakan unsur yang sangat penting dalam mendirikan suatu
usaha. Tanpa adanya modal usaha tidak bisa berjalan. Modal dapat diartikan
sebagai suatu kolektivitas dari alat produksi yang masih berlangsung dalam proses
produksi industri tersebut memegang peranan penting yang berhubungan dengan
proses produksi.46
Dalam industri kerajinan bonggol kayu jati ini, pemerintah
memberikan bantuan permodalan dalam bentuk pemberian pinjaman kredit
kepada pengusaha melalui perantara bank yang telah ditunjuk oleh pemerintah.
Misalnya saja seperti yang dilakukan oleh Sri Utami. Dalam membuat usahanya
semakin berkembang besar, ia melakukan pinjaman modal ke Bank Jatim
setempat dengan bungan ringan atau sering disebut dengan Kredit Usaha Rakyat
(KUR). Dengan adanya tambahan modal ini maka dalam proses produksi
kerajinan akan semakin meningkat dan diharapkannya usahanya juga akan lebih
berkembang lagi.47
46
Bambang Riyanto., Dasar-Dasar Pembelanjaan Usaha, (Yogyakarta:
Yayasan Gadjah Mada, 1994), hlm.12.
47 Wawancara dengan Sri Utami selaku pemilik UD. Cahaya Jati tanggal 3
September 2016.