BAB III METODOLOGI PENELITIANrepository.sari-mutiara.ac.id/26/5/CHAPTER III-V.pdfSebanyak 5 g kalium...

23
39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian ini meliputi determinasi tumbuhan, pengumpulan sampel, pengolahan sampel, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak dengan cara maserasi, setelah itu diukur volume total urin tikus, pengujian diuretik secara oral pada tikus putih jantan. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANAVA (analisa variansi) satu jalan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan di tiap perlakuan. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasi Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan pada bulan Juli-Agustus 2017. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang hewan, sarung tangan dan tempat minum hewan uji, alat-alat gelas laboratorium, alat maserasi, aluminium foil, blender (National), neraca kasar (Ohaus), neraca listrik ( Mettler Tolledo), neraca hewan (GW-1500), freeze dryer, rotary evaporator, mortar dan stamfer, sudip, spatula, oral sonde tikus, spuit 3 ml dan 10 ml, kertas saring, wadah penampung volume urin modifikasi. UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

Transcript of BAB III METODOLOGI PENELITIANrepository.sari-mutiara.ac.id/26/5/CHAPTER III-V.pdfSebanyak 5 g kalium...

  • 39

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    Metode penelitian ini meliputi determinasi tumbuhan, pengumpulan sampel,

    pengolahan sampel, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia,

    pembuatan ekstrak dengan cara maserasi, setelah itu diukur volume total urin tikus,

    pengujian diuretik secara oral pada tikus putih jantan. Data yang diperoleh dianalisis

    dengan ANAVA (analisa variansi) satu jalan untuk mengetahui ada atau tidaknya

    perbedaan di tiap perlakuan.

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasi Fakultas Farmasi dan Ilmu

    Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan pada bulan Juli-Agustus 2017.

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Alat

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang hewan, sarung

    tangan dan tempat minum hewan uji, alat-alat gelas laboratorium, alat maserasi,

    aluminium foil, blender (National), neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Mettler

    Tolledo), neraca hewan (GW-1500), freeze dryer, rotary evaporator, mortar dan

    stamfer, sudip, spatula, oral sonde tikus, spuit 3 ml dan 10 ml, kertas saring, wadah

    penampung volume urin modifikasi.

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 40

    3.2.2 Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun salam

    (Syzygium polyanthum), aquadest, tablet furosemid, CMC (carboxy metal cellulose)

    0,5 %. Bahan-bahan kimia yang berkualitas pro analisis dengan produksi E.Merck,

    yaitu etanol 95%, asam nitrat, natrium klorida 0,9%, asam sulfat, asam klorida, eter,

    kloroform, natrium sulfat andhidrat, timbale ( II ) asetat, isopropanol, etil asetat,

    serbuk seng, serbuk magnesium, besi ( III ) klorida, asam asetat andhidrat, metanol,

    perak nitrat, kalium kromat.

    3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi

    3.3.1 Besi ( III) klorida 10% b/v

    Sebanyak 10 gr besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml

    (Farmakope Indonesia, 1979).

    3.3.2 Asam klorida 2 N b/v

    Sebanyak 72,93 gr asam klorida (p) diencerkan dengan air suling sampai 1000

    ml (Farmakope Indonesia, 1979).

    3.3.3 Natrium hidroksida 2 N b/v

    Sebanyak 80,02 gr kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling

    hingga 1000 ml (Farmakope Indonesia, 1979).

    3.3.4 Timbal (II) asetat 0,4 M b/v

    Timbal (II) asetat sebanyak 15,7 gr dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml

    (Farmakope Indonesia, 1979).

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 41

    3.3.5 Pereaksi Molish

    Sebanyak 3 gr ᵅ-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga

    100 ml (Materia Medika Indonesia, 1978).

    3.3.6 Pereaksi Mayer

    Sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian

    ditambahkan larutan 1,36 g merkuri (II) klorida dalam 60 ml air. Larutan dikocok dan

    ditambahkan air suling hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia, 1978).

    3.3.7 Pereaksi Bouchardat

    Sebanyak 4 g kalium iodide dalam 20 ml air suling kemudian ditambahkan 2

    g iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling hingga 100 ml (Materia

    Medika Indonesia, 1978).

    3.3.8. Pereaksi Dragendorff

    Sebanyak 8 g bismuth nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml kemudian

    dicampur dengan larutan kalium iodide sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling.

    Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan

    diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia, 1978).

    3.3.9. Natrium klorida 0,9 % b/v

    Sebanyak 0,9 g natrium klorida dilarutkan dalam air suling 100 ml

    (Farmakope Indonesia, 1979).

    3.3.10. Natrium klorida 0,0113 N

    Natrium klorida sebanyak 665,0 mg (setelah dioven pada T 1100C selama 2

    jam) dilarutkan dalam air suling 100 ml di dalam air suling 100 ml di dalam labu ukur

    1000 ml, lalu ditambahkan air suling sampai pada tanda tara (Basset et al, 1994).

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 42

    3.3.11. Perak nitrat 0,0141 N

    Perak nitrat sebanyak 2,395 g dilarutkan dalam air suling 100 ml didalam labu

    ukur 1000 ml, lalu ditambahkan air suling sampai pada tanda tara (Basset et al, 1994)

    3.3.12. Kalium kromat 5%

    Sebanyak 5 g kalium kromat dilarutkan dalam air suling 100 ml ( Basset et al,

    1994 ).

    3.4 Penyiapan Sampel

    Penyiapan sampel meliputi determinasi tumbuhan, pengumpulan sampel, dan

    pengolahan sampel.

    3.4.1 Determinasi Tumbuhan

    Determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanese (MEDA)

    Universitas Sumatera Utara, Medan. Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran

    1.

    3.4.2 Pengumpulan Sampel

    Sampel diambil dengan cara purposif artinya tanpa membandingkan dengan

    daerah lain. Sampel diambil dari Kelurahan Pujidadi Kecamatan Binjai Selatan.

    Gambar dapat dilihat pada lampiran 2.

    3.4.3 Pembuatan simplisia

    Simplisia yang telah dikumpulkan dicuci dengan air mengalir sampai bersih,

    setelah itu ditiriskan dan disebarkan diatas kertas perkamen sehingga airnya terserap.

    Kemudian sampel ditimbang sebagai berat basah sebanyak 9 kg lalu dikeringkan pada

    suhu kamar atau diangin-anginkan terhindar dari pengaruh sinar matahari secara

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 43

    langsung. Simplisia disebut sudah kering jika simplisia diremas akan hancur,

    kemudian ditimbang sebagai berat kering yaitu 2,9 kg, selanjutnya simplisia diserbuk

    dengan blender. Disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari panas dan

    sinar matahari.

    3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol

    Pembuatan ekstrak etanol daun salam dilakukan dengan metode maserasi

    dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Caranya, sebanyak 500 g serbuk simplisia

    daun salam dimasukkan kedalam bejana kaca kemudian dituangi cairan penyari

    sebanyak 375 mL sampai semua simplisia terendam dan di tutup dibiarkan selama 5

    hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk kemudian disaring, ampas

    dimaserasi dengan 125 mL etanol 70% disimpan dalam bejana tertutup di tempat

    sejuk, terlindung dari cahaya matahari selama 2 hari, kemudian di enaptuangkan.

    Maserat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator ± 400C

    kemudian dipekatkan (Ditjen POM, 1979).

    3.6 Karakterisasi Simplisia

    Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi, penetapan kadar abu total,

    penetapan kadar abu tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari larut dalam air,

    penetapan kadar sari larut dalam etanol, pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan

    mikroskopik dan pemeriksaan organoleptis.

    3.6.1. Penetapan Kadar Abu Total

    Zat ditimbang ±2 g dengan seksama dan dimasukkan kedalam krus porselin

    bertutup yang telah dipijar dan ditara, kemudian ditarakan. Kurs dipijar perlahan-

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 44

    lahan sampai arang habis kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh

    bobot yang tetap (Ditjen POM, 2000).

    3.6.2. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam

    Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 ml

    asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam

    dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu dicuci dengan air panas. Kemudian

    residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot tetap, didinginkan dan

    ditimbang beratnya (Ditjen POM, 2000).

    3.6.3 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

    Sebanyak 5 g simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform

    (2,5 ml kloroform dalam akuades sampai 1000ml) dengan menggunakan labu

    bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan

    selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrate hingga kering dalam cawan dangkal

    berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 1050 hingga bobot tetap.

    Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang

    telah dikeringkan diudara (Materia Medika Indonesia, 1978).

    3.6.4. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

    Sebanyak 5 g simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95%

    dengan menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sekali-kali dikocok

    selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan

    menghindarkan Sejumlah 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar

    rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 1050 hingga bobot tetap. Hitung kadar

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 45

    dalam persen sari yang larut dalam etanol, dihitung terhadap bahan yang telah

    dikeringkan diudara (Materia Medika Indonesia, 1978).

    3.6.5. Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik Simplisia

    Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada daun salam dengan mengamati

    morfologi luar. Pemeriksaan organoleptis terhadap tumbuhan meliputi pemeriksaan

    bau, warna dan rasa dari daun salam.

    3.7. Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia

    Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia diawali dengan pemeriksaan

    organoleptis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan golongan alkaloida,

    glikosida, saponin, tanin, dan steroida/triterpenoida.

    3.7.1. Pemeriksaan Alkaloida

    Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam

    klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit

    kemudian didinginkan dan disaring. Diambil 3 tabung reaksi, kemudian masukkan 3

    tetes filtrat kedalam masing-masing tabung.

    Tabung I : ditambahkan 1-3 tetes pereaksi Mayer LP menghasilkan endapan

    putih/kuning

    Tabung II : ditambahkan 1-3 tetes pereaksi Bouchardat menghasilkan endapan

    coklat hitam

    Tabung III : ditambahkan 1-3 tetes pereaksi Dragendorff menghasilkan endapan

    merah bata

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 46

    Jika terdapat endapan putih dengan 2 atau 3 dari pengujian diatas, maka

    simplisia tersebut dinyatakan mengandung alkaloid (Marjoni, 2016).

    3.7.2. Pemeriksaan Saponin

    Sebanyak 0,5 g simplisia dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu

    ditambahkan 10 ml air suling panas kemudian didinginkan. Setelah itu kocok kuat-

    kuat selama 10 detik, terbentuk buih atau busa setinggi 1-10 cm dan tidak hilang

    selama tidak kurang dari 10 detik. Pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N

    buih atau busa tidak hilang maka simplisia tersebut mengandung saponin (Marjoni,

    2016).

    3.7.3. Pemeriksaan Flavonoida

    Sebanyak 10 g serbuk simplisia dipanaskan dengan 10 ml air panas,

    dididihkan selama lebih kurang 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Diambil 5

    ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml

    amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan

    terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alcohol (Marjoni,

    2016).

    3.7.4. Pemeriksaan Tanin

    Sebanyak 0,5 g simplisia diekstrak menggunakan 10 ml aquadest, kemudian

    hasil ekstraksi disaring dan filtrat yang diperoleh diencerkan dengan aquadest sampai

    tidak berwarna. Hasil pengenceran diambil sebanyak 2 ml, kemudian ditambahkan

    dengan 1-2 tetes besi (III) klorida. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman, maka

    simplisia tersebut dinyatakan mengandung tanin (Marjoni, 2016).

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 47

    3.7.5 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

    Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml N-Heksana selama 2 jam.

    Kemudian disaring dan diuapkan dalam cawan penguap, sisanya ditambahkan 2 tetes

    asam asetat anhidrat dan 1 tetes pekat. Jika terdapat warna ungu atau merah

    kemudian berubah menjadi warna hijau biru maka simplisia tersebut dinyatakan

    mengandung steroida triterpenoida (Marjoni, 2016).

    3.8 Penyiapan Bahan Uji, Kontrol dan Obat Pembanding

    Ekstrak etanol daun salam dibuat dalam bentuk suspensi CMC 0,5 %, dosis

    EEDS 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb dan 300 mg/kg bb. Obat pembanding furosemid

    dosis 3,6 mg/kg bb dibuat dalam bentuk suspensi. Kontrol yang digunakan adalah

    suspensi CMC 0,5 %.

    3.9 Pembuatan Suspensi CMC-Na 0,5%

    Sebanyak 0,5 % CMC ditaburkan kedalam lumpang yang berisi aquadest yang

    panas sebanyak 10 ml gerus cepat hingga diperoleh masa yang transparan, kemudian

    setelah kembang digerus lalu diencerkan dengan sedikit air, kemudian dimasukkan

    kedalam labu tentukur 100 ml, kemudian volumenya dicukupkan hingga 100 ml.

    3.10 Pembuatan Suspensi Furosemid

    Furosemid sebanyak 40 mg yang telah digerus halus dimasukkan ke dalam

    lumpang kemudian ditambahkan suspensi CMC-Na 0,5% sedikit demi sedikit sambil

    terus digerus, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, volumenya

    dicukupkan 10 ml. hingga didapatkan konsentrasi 0,4% suspensi furosemid.

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 48

    3.11. Pembuatan Suspensi Ekstrak

    Ekstrak etanol daun salam 1 g ditambahkan suspensi CMC-Na 0,5% sedikit

    demi sedikit sambil terus digerus lalu masukkan kedalam labu tentukur 50 ml,

    kemudian dicukupkan volumenya hingga 50 ml.

    3.12 Hewan Percobaan

    Hewan pecobaan yang digunakan didalam percobaan ini adalah tikus putih

    jantan yang sehat dengan berat badan antara 200-250 g sebanyak 25 ekor, dibagi

    dalam 5 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.

    3.13 Persiapan Hewan Percobaan

    Hewan pecobaan yang digunakan di dalam percobaan ini adalah tikus putih

    jantan yang sehat dan di aklimatisasi selama 2 minggu.

    Tikus diletakkan di dalam kandang yang terbuat dari silinder plastik yang

    dihubungkan dengan corong besar dan botol penampung dibawahnya untuk

    menampung urin yang dikeluarkan. Volume urin yang dieksresikan dicatat selama 6

    jam.

    Tikus yang memenuhi kriteria seleksi ialah tikus dengan

    ×100%

    Lamanya percobaan adalah 6 jam (Ditjen POM Depkes RI,1993)

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 49

    3.14 Prosedur Kerja Untuk Pengujian Farmakologi

    Tikus dipuasakan tidak diberi makan selama ±18 jam dengan tetap diberi

    minum,kemudian bobot tikus ditimbang. Masing-masing tikus diberi perlakuan yang

    di bagi menjadi 5 kelompok yaitu :

    Kelompok I : diberi suspensi CMC-Na 0,5% (kontrol negatif),

    Kelompok II : diberi suspensi furosemid 3,6 mg/kg bb (kontrol positif)

    Kelompok III : diberi suspensi bahan uji coba EEDS dosis 100 mg/kg bb

    Kelompok IV : diberi suspensi bahan uji coba EEDS dosis 200 mg/kg bb

    Kelompok V : diberi suspensi bahan uji coba EEDS dosis 300 mg/kg bb

    Tikus diletakkan di dalam kandang metabolik yang dimodifikasi terbuat dari

    silinder plastik yang dihubungkan dengan corong besar dan botol penampung

    dibawahnya untuk menampung urin. Volume urin yang dieksresikan dicatat selama 6

    jam sebagai urin total (Ditjen POM, 1993).

    3.15 Analisis Data

    Data-data hasil pengamatan efek ekstrak etanol daun alpukat sebagai diuretik

    pada tikus putih dianalisis dengan metode ANAVA (analisis variansi) satu jalan

    dengan tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan di

    tiap perlakuan.

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 50

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Identifikasi Tanaman

    Identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Medanese (MEDA) Universitas

    Sumatera Utara. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa tanaman yang diteliti adalah

    daun salam (Syzygium polyanthum). Hasil identifikasi tanaman

    4.2 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi

    4.2.1 Hasil Pemeriksaan Organoleptik dan Makroskopik

    Hasil pemeriksaan organoleptis simplisia daun salam menggunakan panca

    indra dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa. Daun salam berbentuk

    lonjong sampai bulat telur pada helaian daun, pagkal dang ujung daun meruncing,

    tepi daun rata, pertulangan menyirip dan permukaan atas daun licin. Warna daun

    hijau tua segar pada permukaan atas dan berwarna hijau muda pada permukaan

    bawah serta berwarna kecoklatan pada daun yang sudah kering. Bau aromatik lemah

    serta rasa nya khelat.

    4.2.2 Hasil pemeriksaan Mikroskopik

    Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun salam berupafragmen

    epidermis bawah, hablur kalsium oksalat, fragmen epidermis atas, rambut penutup,

    pembuluh kayu dengan penebalan bentuk spiral dan tangga dan mesofil. Pemeriksaan

    mikroskopik dilakukan untuk mengetahui jaringan penyusun dari simplisia tanaman

    dengan mengamati ciri-ciri mikroskopik di bawah mikroskop, sehingga dapat

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 51

    digunakan untuk memastikan kebenaran dari simplisia yang digunakan dalam

    penelitian.

    Gambar 4.1 Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun salam

    4.2.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

    Hasil karakterisasi serbuk simplisia Daun salam (Syzygium polyanthum) dapat

    dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini :

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 52

    Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun salam

    NO Parameter Hasil % Panduan(FHI)

    1 Kadar sari larut air 25,3% >24,6%

    2 Kadar sari larut dalam etanol 26,3% >24,3%

    3 Kadar abu total 1,6% 24,3% yang berarti memenuhi

    syarat. Kadar abu total simplisia adalah 1,6% yang berarti memenuhi persyaratan

    umum yaitu

  • 53

    tanin, uji flavonoid, uji saponin hasil pengamatan positif dengan warna biru untuk uji

    tanin, jingga untuk uji flavonoid dan busa stabil pada uji saponin. Untuk uji steroid

    hasil negatif berupa filtrat berwarna kuning.

    4.4 Hasil Pengujian Efek Diuretik

    Pengujian efek diuretik ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum) dan

    parameter volume urin terhadap tikus putih jantan.Jumlah urin yang diukur

    bermanfaat menentukan adanya gangguan kelainan dalam keseimbangan cairan

    tubuh. Volume urin berkaitan pada penggunaan diuretik karna dapat menyebabkan

    terjadinya diuresis. Diuretik adalah obat yang dapat menambah volume urin

    (Soekardjo, 1995).

    Tabel 4.3 Data rata-rata volume urin kumulatif tiap jam pengamatan.

    Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)

    1 2 3 4 5 6

    CMC-Na 0,5% 0,14 0,15 0,25 0,32 0,33 0,32

    S Furosemide 3,6 mg/kg bb 2,30 1,89 1,24 3,20 2,75 3,89

    EEDS 100 mg/kg bb 0,88 1,20 1,35 0,79 1,32 1,27

    EEDS 200 mg/kg bb 1,20 1,38 1,42 1,02 1,53 1,32

    EEDS 300 mg/kg bb 2,28 1,70 1,19 2,90 2,41 3,28

    Data volume urin kumulatif pada tabel 3.3 dapat dilihat pada volume urin secara

    keseluruhan selama waktu pengamatan 6 jam. Berdasarkan data kumulatif diatas,

    kelompok perlakuan

    sebagai kontrol negatif sebanyak 0,32 ml, kelompok

    perlakuan S.Furosemid sebagai kontrol positif diperoleh sebanyak 3,89 ml, sedangkan

    kelompok EEDS 100 mg/kg bb sebanyak 1,27 ml, kelompok EEDS 200mg/kg bb

    sebanyak 1,32 ml dan kelompok EEDS 300 mg/kg bb sebanyak 3,28 ml.

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 54

    Data hasil volume urin kumulatif pada tabel 3.3 menunjukkan kelompok

    perlakuan CMC-Na 0,5% menunjukkan data paling rendah yaitu 0,32 ml. Hal ini

    terjadi karna CMC-Na 0,5% tidak dapat meningkatkan jumlah ekskresi urin.

    Kelompok perlakuan S.Furosemid 3,6 mg/kg bb menunjukkan rata-rata volume urin

    kumulatif yang lebih tinggi yaitu 3,89 ml dibandingkan dengan kelompok EEDS 100

    mg/kg bb dengan rata-rata volume urin yaitu 1,27 ml, EEDS 200 mg/kg bb dengan

    rata-rata volume urin yaitu 1,32 ml dan EEDS 300 mg/kg bb dengan rata-rata volume

    urin yaitu 3,28 ml. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan EEDS 300

    mg/kg bb memiliki efek diuretik yang hampir sama dengan S.Furosemid dosis 3,6

    mg/kg bb yang diamati dari jam ke 1-6 terdapat penambahan volume urin ± 1,5 ml

    tiap jam.

    Volume urin rata-rata setiap jam selama waktu 6 jam, dapat dilihat pada

    gambar 3.2.

    Gambar 3.2 Volume urin rata-rata

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    4.5

    1 2 3 4 5 6

    Volume urin tiap jam (ml)

    CMC-Na 0,5%

    S Furosemid 3,6 mg/kgbb

    EEDS 100 mg/kg bb

    EEDS 200 mg/kg bb

    EEDS 300 mg/kg bb

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 55

    Gambar 3.2 menunjukkan bahwa pada jam ke-6, semua sediaan uji dan

    kelompok S.Furosemid dosis 3,6 mg/kg bb sudah menunjukkan efek diuretik. EEDS

    dosis 300 mg/kg bb sangat bagus dibandingkan dengan EEDS 200 mg/kg bb dan

    EEDS dosis 100 mg/kg bb. Hal tersebut sudah terlihat pada jam ke-1 volume urin

    EEDS dosis 300 mg/kg bb 2,28 ml mempunyai aktivitas diuretik yang hampir sama

    dengan S.Furosemid dosis 3,6 mg/kg bb 2,30 ml. Hal tersebut menunjukkan onset of

    action dari EEDS dosis 300 mg/kg bb dan S.Furosemid dosis 3,6 mg/kg bb memiliki

    efek yang sama. S.Furosemid mempunyai onset 2,0 sampai 1 jam setelah pemberian

    secara oral dengan durasi 2-6 jam.

    Senyawa metabolit sekunder yang berperan pada aktivitas diuretik EEDS ini

    adalah flavonoid, tanin dan saponin. Mekanisme kerja flavonoid sebagai diuretik

    yaitu mengeluarkan simpanan natrium dari dalam tubuh dan mengubah keseimbangan

    Na, dengan demikian terjadilah peningkatan volume urin. Tanin merupakan sebagai

    diuretik yaitu dengan menghambat rearbsorpsi Na⁺ dan K⁺ sehingga terjadi

    peningkatan elektrolit ditubulus sehingga terjadi diuresis, saponin merupakan

    senyawa untuk merangsang ginjal untuk meningkatkan absorbsi diuretik. Dengan

    demikian kandungan flavonoid, tanin dan saponin yang terkandung dalam EEDS

    dapaat menimbulkan efek diuretik.

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 56

    Pengukuran volume urin pada jam ke-1 sampai pada jam ke-6 pada setiap

    kelompok uji dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

    Tabel 4.4 Hasil pengukuran volume urin jam ke-1 pada tikus kelompok uji.

    NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)

    T.I T.II T.III T.IV T.V

    1 CMC-Na 0,5% 0,25 0,28 0,31 0,27 0,41

    2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 1,25 1,72 2,75 3,43 2,81

    3 EEDS 100 mg/kg bb 1,12 1,22 1,13 2,19 1,31

    4 EEDS 200 mg/kg bb 1,21 1,37 1,16 2,21 2,13

    5 EEDS 300 mg/kg bb 1,24 1,56 2,24 2,31 2,28

    Keterangan T.I-T.III = Tikus 1-Tikus 3

    Gambar 4.3 Volume urin jam ke-1 pada tikus putih jantan.

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    T.I T.II T.III T.IV T.V

    Volume urin tiap jam (ml)

    1 CMC-Na 0,5%

    2 S.Furosemid 3,6 mg/kgbb

    3 EEDS 100 mg/kg bb

    4 EEDS 200 mg/kg bb

    5 EEDS 300 mg/kg bb

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 57

    Tabel 4.5 Hasil pengukuran volume urin jam ke-2 pada tikus kelompok uji.

    NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)

    T.I T.II T.III T.IV T.V

    1 CMC-Na 0,5 % 0,23 0,31 0,42 0,27 0,30

    2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 1,20 2,40 2,90 3,24 3,60

    3 EEDS 100 mg/kg bb 0,90 1,14 1,25 2,41 2,32

    4 EEDS 200 mg/kg bb 1,12 1,22 1,30 2,62 2,21

    5 EEDS 300 mg/kg bb 1,15 2,20 2,36 3,19 2,98

    Keterangan T.I-T.III = Tikus 1-Tikus 3

    Gambar 4.4 Volume urin jam ke-2 pada tikus putih jantan.

    Tabel 4.6 Hasil pengukuran volume urin jam ke-3 pada tikus kelompok uji.

    NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)

    T.I T.II T.III T.IV T.V

    1 CMC-Na 0,5 % 0 0 0,3 0 0

    2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 2,45 1,92 3,10 3,42 3,00

    3 EEDS 100 mg/kg bb 1,08 1,60 1,78 2,04 1,68

    4 EEDS 200 mg/kg bb 1,64 1,68 1,20 2,52 2,18

    5 EEDS 300 mg/kg bb 2,04 1,88 2,86 3,08 2,80

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    T.I T.II T.III T.IV T.V T.VI

    Volume urin tiap jam (ml)

    1 CMC-Na 0,5 %

    2 S.Furosemid 3,6 mg/kgbb

    3 EEDS 100 mg/kg bb

    4 EEDS 200 mg/kg bb

    5 EEDS 300 mg/kg bb

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 58

    Gambar 4.5Volume urin jam ke-3 pada tikus putih jantan.

    Tabel 4.7 Hasil pengukuran volume urin jam ke-4 pada tikus kelompok uji.

    NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)

    T.I T.II T.III T.IV T.V

    1 CMC N-a 0,5 % 0,3 0,2 0,5 0,7 0

    2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 2,86 2,48 2,52 2,76 2,82

    3 EEDS 100 mg/kg bb 2,04 1,42 1,60 1,96 1,68

    4 EEDS 200 mg/kg bb 2,16 1,92 1,82 2,24 2,02

    5 EEDS 300 mg/kg bb 2,26 1,98 2,14 2,32 2,48

    Gambar 4.6 Volume urin jam ke-4 pada tikus putih jantan.

    00.5

    11.5

    22.5

    33.5

    T.I T.II T.III T.IV T.V

    Volume urin tiap jam (ml)

    1 CMC-Na 0,5 %

    2 S.Furosemid 3,6 mg/kgbb

    3 EEDS 100 mg/kg bb

    4 EEDS 200 mg/kg bb

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    T.I T.II T.III T.IV T.V

    Volume urin tiap jam (ml)

    1 CMC N-a 0,5 %

    2 S.Furosemid 3,6 mg/kgbb

    3 EEDS 100 mg/kg bb

    4 EEDS 200 mg/kg bb

    5 EEDS 300 mg/kg bb

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 59

    Tabel 4.8 Hasil pengukuran volume urin jam ke-5 pada tikus kelompok uji.

    NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)

    T.I T.II T.III T.IV T.V

    1 CMC-Na 0,5 % 0 0 0 0,2 0

    2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 2,50 2,80 3,10 2,20 2,42

    3 EEDS 100 mg/kg bb 1,64 1,72 1,80 1,74 1,68

    4 EEDS 200 mg/kg bb 2,10 2,00 2,15 2,05 2,00

    5 EEDS 300 mg/kg bb 2,30 2,40 2,78 2,14 2,10

    Gambar 3.7Volume urin jam ke-5 pada tikus putih jantan.

    Tabel 4.9 Hasil pengukuran volume urin jam ke-6 pada tikus kelompok uji.

    NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)

    T.I T.II T.III T.IV T.V

    1 CMC-Na 0,5 % 0 0 0 0 0

    2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 2,12 2,24 2,16 2,32 2,48

    3 EEDS 100 mg/kg bb 1,52 1,28 1,48 1,30 1,55

    4 EEDS 200 mg/kg bb 1,74 1,64 1,88 1,64 1,80

    5 EEDS 300 mg/kg bb 1,80 1,96 1,98 1,86 2,05

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    T.I T.II T.III T.IV T.V

    Volume urin tiap jam (ml)

    1 CMC-Na 0,5 %

    2 S.Furosemid 3,6 mg/kgbb

    3 EEDS 100 mg/kg bb

    4 EEDS 200 mg/kg bb

    5 EEDS 300 mg/kg bb

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA

  • 60

    Kelompok

    perlakuan

    tikus Volume urin tiap jam (ml)

    1 2 3 4 5 6

    CMC Na 0,5 % 1 0,25 0,23 0 0,3 0 0

    2 0,28 0,31 0 0,2 0 0

    3 0,31 0,42 0,3 0,5 0 0

    4 0,27 0,27 0 0,7 0,2 0

    5 0,41 0,30 0 0 0,1 0

    S.Furosemid 3,6

    mg/kg BB

    1 1,25 1,20 2,45 2,86 2,50 2,12

    2 1,72 2,40 1,92 2,48 2,80 2,24

    3 2,75 2,90 2,10 2,52 3,10 2,16

    4 3,43 3,24 3,42 2,76 2,20 2,32

    5 2,81 3,60 3,00 2,82 2,42 2,48

    EEDS 100 mg/kg

    BB

    1 1,12 0,90 1,08 2,04 1,64 1,52

    2 1,22 2,14 1,60 1,42 1,72 2,28

    3 1,13 1,25 1,78 1,60 1,80 1,48

    4 2,19 2,41 2,04 1,96 1,74 1,30

    5 1,31 2,32 1,68 1,68 1,68 1,55

    EEDS 200mg/kg

    BB

    1 1,21 1,12 1,64 2,16 2,10 1,74

    2 1,37 1,22 1,68 1,92 2,05 1,64

    3 1,16 1,30 1,20 1,82 2,15 1,88

    4 2,2,1 2,62 2,52 2,24 1,05 1,64

    5 2,13 2,21 2,18 2,02 2,00 1,80

    1 1,24 2,15 2,04 2,26 2,30 1,80

    EEDS 300 mg/kg

    bb

    2 1,5 2,50 1,88 1,98 2,40 1,96

    3 2,24 2,36 2,86 2,94 2,78 1,98

    4 2,31 3,19 3,08 2,32 2,14 1,86

    5 2,28 2,98 2,80 2,48 2,00 2,05

    Hasil yang diperoleh dari pengamatan diuji secara statistik EEDS dengan

    dosis 300 mg/kg BB mempunyai efek diuretik yang paling baik terhadap volume urin

    yang signifikansi 0,00 (p

  • 61

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    1. Esktrak etanol daun salam berkhasiat sebagai diuretik pada tikus putih jantan.

    2. Berdasarkan dosis Esktrak etanol daun salam yang dapat menimbulkan

    efektivitas diuretik pada tikus putih jantan wistar berturut-turut adalah dosis

    100mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 300 mg/kg BB dan dosis paling efektif

    menunjukkan aktifitas diuretik adalah dosis paling besar yaitu 300 mg/kh BB.

    5.2 Saran

    1. Untuk mendapat hasil yang lebih baik, sebaiknya dalam uji diuretik volume

    air minum yang dikomsumsi hewan uji dikontrol selama 24 jam.

    2. Perlu dilakukan uji kandungan senyawa yang bertanggung jawab terhadap

    efek diuretik pada daun salam (Syzygium polyanthum).

    UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA