BAB III METODE PENELITIAN A. Metode...
Transcript of BAB III METODE PENELITIAN A. Metode...
31
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Metode
yang digunakan adalah metode eksperimen, karena penelitian ini dilakukan
dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan. Eksperimen merupakan
kegiatan percobaan untuk meneliti suatu peristiwa atau gejala yang muncul pada
kondisi tertentu. Arikunto (3:2002) mengemukakan pendapatnya tentang
eksperimen sebagai berikut :
Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat
(hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh
peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-
faktor lain yang bisa mengganggu. Eksperimen selalu dilakukan dengan
maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan.
Sejalan dengan pernyataan di atas, Sunanto (115:1995) mengatakan bahwa
metode eksperimen, yaitu “ suatu metode yang bertujuan untuk memperoleh data
yang diperlukan dengan melihat hasil ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan
(treatment)”
Untuk mendukung upaya peningkatan kemampuan komunikasi dalam
penelitian ini digunakan suatu rancangan eksperimen dengan penelitian subjek
tunggal, atau lebih dikenal dengan istilah Single Subject Research (SSR). SSR
mengacu pada strategi penelitian yang sengaja dikembangkan untuk
mendokumentasikan perubahan tingkah laku subjek secara individu.
Tawney dan Gast (10:1984) mengungkapkan tentang definisi Single
Subject Research (SSR), sebagai berikut :
Single Subject Research design is an integral part of the behavior
analytic tradition. The term refers to a research strategy developed to
document changes in the behavior of the individual subject. Through the
accurate selection an utilization of the family design … it is possible to
demonstrate a functional relationship between intervention and a change
in behavior.
32
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dengan kata lain penelitian subjek tunggal merupakan bagian yang
integral dari analisis tingkah laku (behavior analytic). SSR mengacu pada strategi
penelitian yang dikembangkan untuk mendokumentasikan perubahan tingkah laku
subjek secara individu. Melalui seleksi yang akurat dari pemanfaatan pola desain
kelompok yang sama, hal ini memungkinkan untuk memperlihatkan hubungan
fungsional antara perlakuan dari perubahan tingkah laku.
Desain penelitian subjek tunggal yang digunakan adalah A-B-A, yaitu
desain penelitian yang memiliki tiga fase yang bertujuan untuk mempelajari
besarnya pengaruh dari suatu perlakuan yang diberikan kepada individu, dengan
cara membandingkan kondisi baseline sebelum dan sesudah intervensi.
Sunanto, et al (44:2006) menyatakan bahwa :
Pada desain A-B-A, mula-mula perilaku sasaran (target behavior)
diukur secara kontinu pada kondisi baseline (A1) dengan periode waktu
tertentu kemudian pada kondisi intervensi (B). Setelah pengukuran pada
kondisi intervensi (B) pengukuran pada kondisi baseline kedua (A2)
diberikan. Penambahan kondisi baseline yang kedua (A2) ini dimaksudkan
sebagai kontrol untuk kondisi intervensi sehingga keyakinan untuk
menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional antara variabel bebas
dan variabel terikat lebih kuat.
Desain A-B-A memiliki tiga tahap yaitu A1 (baseline 1), B (intervensi),
dan A2 (baseline 2).
A1 (baseline 1) yaitu kemampuan dasar, dalam hal ini kemampuan
komunikasi yang dikuasai subjek penelitian sebelum mendapat perlakuan. Subjek
diperlakukan secara alami tanpa pemberian intervensi (perlakuan). Sunanto, et al
(41:2006) menyatakan bahwa “Baseline adalah kondisi dimana pengukuran
perilaku sasaran dilakukan pada keadaan natural sebelum diberikan intervensi
apapun”.
B (intervensi) yaitu kondisi subjek penelitian selama diberi perlakuan,
dalam hal ini adalah penggunaan permainan dengan teman sebaya secara
berulang-ulang tujuannya untuk mengetahui kemampuan subjek dalam
peningkatan kemampuan komunikasi selama perlakuan diberikan. Sunanto, et al
(41:2006) menyatakan bahwa “Kondisi intervensi adalah kondisi ketika suatu
intervensi telah diberikan dan perilaku sasaran diukur di bawah kondisi tersebut.”
33
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
A2 (baseline 2) yaitu pengulangan kondisi baseline sebagai evaluasi
sampai sejauh mana intervensi yang diberikan berpengaruh pada subjek.
Struktur dasar desain A-B-A dapat digambarkan pada grafik sebagai
berikut :
Observasi Intervensi Observasi
x x x x x x x x
SESI (waktu)
Gambar 3.1
Desain Penelitian
B. Variabel Penelitian
1. Definisi Konsep Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:
a. Variabel Independent (X) atau variabel bebas
Permainan teman sebaya dalam penelitian ini bertindak sebagai
variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) yaitu komunikasi.
Mengutip pendapat Sudarsono dalam kamus konseling (Yanuarti:
2010), teman sebaya adalah teman-teman yang sesuai dan sejenis,
perkumpulan atau kelompok prapuberteit yang mempunyai sifat- sifat
tertentu dan terdiri dari satu jenis
Kelompok sebaya menurut J.P Chaplin (Tn: 2010)
adalah “kelompok teman sebaya; satu kelompok, dengan mana anak
mengasosiasikan dirinya.”
Per
ilaku
Sas
aran
34
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Teman sebaya memegang peranan penting ketiga dalam perkembangan
pribadi dan sosial. Teman sebaya berperan sebagai agen sosialisasi yang
membantu membentuk perilaku dan keyakinan anak (Ormrod: 2008).
Teman sebaya dalam penelitian ini digunakan sebagai media untuk
mengembangkan komunikasi anak autis yang belum berkembang secara
optimal.
Sedangkan permainan menurut Montessori (Delphi, 27:2006) adalah
“latihan penyesuaian diri terhadap kehidupan sehari-hari untuk menghadapi
kehidupan mandiri kelas di kemudian hari”. Sedangkan Schalter dan
Lazarus (Delphi, 27:2006).mengemukakan bahwa bermain adalah “
kegiatan yang dilakukan dengan cara yang menyenangkan, bebas dan
mengasyikkan bagi dirinya”.
Permainan dengan teman sebaya dalam penelitian ini merupakan suatu
aktivitas yang dilakukan oleh teman sebaya sebagai pelaksana intervensi
dengan anak autis sebagai subjek penelitian. Aktivitas permainan yang
dilakukan merupakan permainan yang telah disusun oleh peneliti berkaitan
dengan teknis dan media yang digunakan untuk kemudian disampaikan
kepada teman sebaya dalam bentuk pengarahan secara klasikal. Berikut
adalah permainan yang dilakukan dalam penelitian ini:
1. Membuat mozaik dari kertas berwarna
2. Membuat mozaik dari gabus kemudian dicat dengan menggunakan
cat air
3. Membuat mozaik dengan menggunakan pasir dan kulit biji bunga
matahari
4. Membuat emotikon (senyum, cemberut, “wow”, cool)
5. Menyusun potongan bagian rumah yang terbuat dari kertas
berwarna dengan sebelumnya diberikan klu permainan sebanyak 10
klu permainan
6. Melengkapi kalimat
7. Berhitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian)
35
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Variabel Dependent (Y) atau variabel terikat
Komunikasi dalam penelitian ini bertindak sebagai variabel terikat
karena merupakan variabel yang dipengaruhi oleh permainan teman sebaya.
Secara terminologis, komunikasi merupakan suatu istilah yang
menunjukkan suatu proses hubungan antara individu satu dengan lainnya
yang berisi kegiatan menyampaikan dan menerima pesan. Sehubungan
dengan hal, ini Effendi dalam Mandala (Abadi, 9:2013) mengemukakan
bahwa, "komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap-sikap, pendapat
atau perilaku".
Dalam penelitian ini yang menjadi target behavior adalah komunikasi.
Kemampuan komunikasi yang dimaksud diarahkan kepada kemampuan
komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal.
Menurut Ferdy (2010) komunikasi verbal ( verbal communication )
adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan
dengan cara tertulis (written) atau lisan (oral). Komunikasi verbal menempati
porsi besar. Karena kenyataannya, ide-ide, pemikiran atau keputusan, lebih
mudah disampaikan secara verbal ketimbang non verbal. Dengan harapan,
komunikan (baik pendengar maun pembaca ) bisa lebih mudah memahami
pesan-pesan yang disampaikan.
Komunikasi verbal merupakan karakteristik dari manusia, tidak ada
makhluk lain yang dapat menyampaikan berbagai macam arti dengan kata-
kata. Kata dapat menjadikan individu untuk menyatakan ide yang lengkap
secara komprehensip dan tepat.
Sedangkan komunikasi non verbal menurut Wikipedia (2013) adalah
“proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-
kata”. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat,
bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti
pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara
berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya
berbicara.
36
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penggunaan komunikasi verbal dan non-verbal dalam penelitian ini
dengan maksud untuk mengembangkan kemampuan yang sebelumnya belum
optimal pada subjek. Target behavior untuk komunikasi non verbal adalah
menunjukkan objek yang diinginkan dan target behavior komunikasi
verbalnya adalah mengungkapkan keinginan secara lisan. Kemampuan
menunjukkan objek yang diinginkan dianggap peneliti sebagai kemampuan
dasar yang perlu dimiliki oleh subjek agar dalam proses komunikasi
selanjutnya menjadi lebih terarah dan lebih dipahami maksudnya.
2. Definisi Operasional Variabel
Kemampuan komunikasi anak autis diambil menjadi masalah yang akan
diteliti mengingat pentingnya komunikasi baik verbal maupun non verbal
untuk membangun interaksi dengan lingkungannya. Untuk meningkatkan
komunikasi verbal dan non verbal anak autis ini digunakan pola permainan
teman sebaya dengan teknis permainan yang dirancang oleh peneliti dalam
pelaksanaannya dengan tujuan agar anak autis tersebut dapat
mengkomunikasikan apa yang menjadi keinginannya dan apa yang tidak
dikehendakinya. Target behavior yang ingin dicapai adalah anak autis dapat
menunjukkan objek yang diinginkan dan mengungkapkan keinginan secara
lisan.
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam permainan dengan teman sebaya:
a. Menentukan anak autis yang akan menjadi subjek penelitian. Penentuan
subjek ini didasarkan atas kemampuan awal komunikasi yang dimiliki oleh
anak autis tersebut, dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan
(teman).
b. Menentukan teman sebaya yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
intervensi. teman sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini bukan hanya
teman yang berada dalam satu kelas namun dari berbagai kelas (kakak kelas
ataupun adik kelas). Kriteria yang digunakan untuk menentukan teman
sebaya dalam penelitian ini berdasarkan atas kemampuannya untuk
berinteraksi dengan baik dengan anak- anak berkebutuhan khusus,
37
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kemampuannya yang lebih komunikatif dibandingkan dengan teman lainnya
atau bahkan dengan subjek, memiliki empati yang tinggi terhadap
lingkungan, dan memiliki inisiatif untuk membantu sekitarnya tanpa
diinstruksikan terlebih dahulu.
c. Pembuatan program (skenario) permainan yang akan digunakan.
Skenario yang dibuat menyerupai rencana program pembelajaran. Adapun
rancangan skenario permainan yang dilaksanakan dalam intervensi adalah
sebagai berikut:
38
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.1.
Skenario Permainan
1. Gambaran Umum Pelaksanaan Intervensi
Intervensi yang dilakukan berupa permainan yang melibatkan dua orang anak
autistik sebagai subjek penelitian yang didampingi oleh paling sedikit dua orang teman
sebaya yang akan memimpin jalannya permainan. Permainan yang dilakukan
difokuskan kepada peningkatan kemampuan komunikasi verbal dan non verbal dengan
tujuan anak (subjek) dapat mengungkapkan keinginannya. Waktu yang digunakan
untuk setiap sesi selama 30 menit.
2. Tahapan Pelaksanaan Intervensi
a. Teman sebaya diberikan pengarahan terlebih dahulu oleh peneliti mengenai
teknis permainan yang akan dilaksanakan. Simulasi permainan dilakukan oleh
peneliti bersama teman sebaya untuk memperjelas maksud dari permainan yang
akan digunakan dalam pelaksanaan intervensi. Permainan dilakukan secara
bergiliran antara subjek ke satu dengan subjek kedua. Adapun jenis permainan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1) Membuat mozaik dari kertas berwarna
2) Membuat mozaik dari gabus kemudian dicat dengan menggunakan cat air
3) Membuat mozaik dengan menggunakan pasir dan kulit biji bunga matahari
4) Membuat emotikon (senyum, cemberut, “wow”, cool)
5) Menyusun potongan bagian rumah yang terbuat dari kertas berwarna
dengan sebelumnya diberikan klu permainan sebanyak 10 klu permainan
6) Melengkapi kalimat
7) Berhitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian)
b. Terdapat dua target behavior dalam permainan ini. Pertama adalah subjek dapat
menunjukkan objek yang diinginkannya (kemampuan komunikasi non verbal).
Target behavior pertama ini diperlukan untuk dasar dari kemampuan target
behavior kedua. Subjek dikatakan menunjukkan jika subjek:
- Mengarahkan jari telunjuknya ke salah satu objek
- Mengarahkan tangannya ke salah satu objek
- Menggerakkan kepalanya ke salah satu objek
- Menggerakkan tubuhnya mengarah pada salah satu objek
Adapun tahapan permainan pada indikator pertama ini adalah sebagai berikut:
1. Subjek bersama teman sebaya berkumpul di satu ruangan atau luar ruangan
untuk melaksanakan permainan
39
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
d. Pengarahan kepada teman sebaya
Pengarahan kepada teman sebaya berkisar mengenai teknis pelaksanaan
intervensi, waktu pelaksanaan, sasaran, dan langkah pelaksanaan intervensi.
2. Teman sebaya mempimpin permainan dengan menggunakan media/objek
yang telah dipersiapkan sebelumnya (media/objek dan jenis permainan
yang digunakan dapat berubah-ubah).
3. Teman sebaya menunjukkan objek benda kepada subjek.
4. Teman sebaya menanyakan apa yang diinginkan oleh subjek berdasarkan
objek yang ditunjukkan.
5. Subjek menunjukkan apa yang ia inginkan
6. Teman sebaya merespon apa yang diinginkan oleh subjek
c. Target behavior kedua adalah subjek dapat mengungkapkan keinginan secara
lisan setelah didahului pertanyaan dari teman sebaya “……(nama subjek) apa
yang kamu inginkan?”. Subjek dikatakan dapat meminta sesuatu secara lisan
jika:
- Mengatakan “ini/itu/hm (sambil menunjuk ke salah satu objek)”
- Mengeluarkan kata yang memiliki makna dan berhubungan dengan objek
yang diinginkan subjek (misalnya: makan. Minum, cuci tangan, buku,
pelpen, dsb)
- Menyebutkan objek yang diinginkan dan dapat dimengerti oleh lawan
bicara (teman sebaya)
Adapun tahapan permainan pada indikator kedua ini adalah sebagai berikut:
1. Subjek bersama teman sebaya berkumpul di satu ruangan yang disebut
kelas kecil untuk melaksanakan permainan
2. Teman sebaya mempimpin permainan dengan menggunakan media/objek
yang telah dipersiapkan sebelumnya (media/objek dan jenis permainan
yang digunakan dapat berubah-ubah).
3. Teman sebaya menunjukkan objek benda kepada subjek.
4. Subjek mengungkapkan apa yang ia inginkan setelah didahului pertanyaan
oleh teman sebaya“……(nama subjek) apa yang kamu inginkan?”
5. Teman sebaya merespon apa yang diinginkan oleh subjek
40
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
e. Pelaksanaan program intervensi
Pelaksanaan program intervensi permainan dengan teman sebaya ini
dilakukan pada saat jam istirahat sekolah dan pada saat mata pelajaran
Pengembangan Non Akademik (PNA).
f. Evaluasi pelaksanaan intervensi
Permainan yang digunakan dalam proses intervensi tidak terbatas pada satu
permainan saja namun beberapa permainan dan pemilihan permainan yang
digunakan mengacu kepada skenario yang telah dibuat sebelumnya.
Permainan dengan teman sebaya dalam penelitian ini akan diukur dengan
menggunakan instrument/alat ukur (menggunakan frekuensi) mengenai
kemampuan komunikasi verbal anak austistik (subjek) dengan kriteria
penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya (kriteria penilaian terdapat
dalam skenario permainan yaitu pada poin b dan c).
C. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP X yang memiliki dua puluh dua orang
siswa. Tujuh orang siswa pada umumnya dan lima belas orang siswa
berkebutuhan khusus (penyandang autis sebanyak empat orang).
2. Subjek Penelitian
Untuk penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah dua orang anak
autis (kelas VIII dan IX) berjenis kelamin laki-laki yang bersekolah di salah
satu SMP X di Bandung.
41
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian adalah “suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati.”(Sugiyono, 148:2006). Instrumen
yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini berbeda-beda
disesuaikan dengan tahapan penelitian yang digunakan. Adapun instrument yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2.
Instrument Penelitian Target Behavior Menunjukkan Objek yang Diinginkan
Nama Subjek : BM
Pengamat : Sistri
Perilaku sasaran 1* : menunjukkan objek yang diinginkan
Fase** : A1 – B – A2
Sesi Tanggal Waktu
Start-Stop
Terjadinya Perilaku
Sasaran
Total
Kejadian
1 2 Maret 2013 10.00-10.30 III 3
Keterangan:
*) kriteria pencapaian perilaku sasaran
Subjek dikatakan menunjukkan jika subjek:
- Mengarahkan jari telunjuknya ke salah satu objek
- Mengarahkan tangannya ke salah satu objek
- Menggerakkan kepalanya ke salah satu objek
- Menggerakkan tubuhnya mengarah pada salah satu objek
**) Lingkari salah satu
42
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.3.
Instrument Penelitian Target Behavior Mengungkapkan Keinginan Secara Lisan
Nama Subjek : BM
Pengamat : Sistri
Perilaku sasaran2 : meminta sesuatu secara lisan
Fase : A1 – B – A2
Sesi Tanggal Waktu
Start-Stop
Terjadinya Perilaku
Sasaran
Total
Kejadian
1 2 Maret 2013 10.00-10.30 III 3
Keterangan:
*) kriteria pencapaian perilaku sasaran
Subjek dikatakan dapat meminta sesuatu secara lisan jika:
- Mengatakan “ini/itu/hm (sambil menunjuk ke salah satu objek)”
- Mengeluarkan kata yang memiliki makna dan berhubungan dengan objek
yang diinginkan subjek (misalnya: makan. Minum, cuci tangan)
- Menyebutkan objek yang diinginkan dan dapat dimengerti oleh lawan bicara
(teman sebaya)
**) Lingkari salah satu
43
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
E. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan alat pengumpul data berbentuk tes. Tes yang
dipakai adalah tes hasil belajar (achievement test). Purwanto (2006 : 33)
menyatakan bahwa “tes hasil belajar / achievement test adalah tes yang
dipergunakan untuk menilai hasil – hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru
kepada murid – muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswanya, dalam jangka
waktu tertentu.” Dalam penelitian ini juga observasi digunakan sebagai teknik
pengumpulan data dengan mengamati setiap perilaku yang ditampilkan oleh
subjek.
F. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu
observasi untuk melihat atau menentukan anak autis yang akan dijadikan subjek
dan menentukan teman sebaya yang akan dilibatkan dalam penelitian ini dan
observasi pada eksperimen SSR yang dilakukan pada saat pelaksanaan penelitian
(pengujian baseline 1-intervensi-baseline 2).
1) Tahap I ( Observasi )
Sutrisno Hadi dalam (Sugiyono, 145:2011) mengemukakan bahwa
observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun
dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting
adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. .
Dalam observasi ini, peneliti menggunakan participant observation karena
peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang
diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dengan observasi
partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
Kegiatan observasi dilakukan untuk menjawab teman sebaya yang akan
dijadikan target untuk membantu anak autis meningkatkan kemampuan
komunikasi . Dalam kegiatan observasi ini akan dilihat kriteria teman sebaya
berdasarkan gender (jenis kelamin), usia, kelas, dan kedekatan dengan subjek
penelitian (siswa autis). Sehingga pelaksanaan observasi ini dapat dijadikan
44
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
latar belakang pemilihan teman sebaya. Pada penelitian pendahuluan ini pun
diamati karakteristik anak autis yang akan menjadi subjek penelitian, yaitu
anak autis yang sebelumnya telah memiliki kemampuan berkomunikasi verbal
namun memiliki perbendaharaan kata yang masih sedikit.
2) Tahap II ( eksperimen dengan Single Subject Reseach )
Prosedur pada penelitian tahap kedua (penelitian inti) yaitu dengan cara
melihat kemampuan komunikasi siswa yang menjadi subjek penelitian sebelum,
pada saat dan setelah diberikan intervensi. Untuk pengumpulan data dilakukan
dengan cara mencatat setiap keterampilan anak yang telah ditentukan selama
observasi. Setiap peneliti mengamati sekaligus dilakukan pencatatan
keterampilan komunikasi anak dalam format instrumen yang telah disediakan
serta memberi skor. Dalam setiap fase pengumpulan data dilakukan dengan
memberikan penilaian berupa skor pada setiap keterampilan komunikasi anak
yang menjadi target penelitian.
Tahap terakhir sebelum menarik kesimpulan adalah analisis data, pada
penelitian desain kasus tunggal akan terfokus pada data individu dari pada data
kelompok, setelah data semua terkumpul kemudian data dianalisis
menggunakan teknik statistik deskriptif. Pada penelitian dengan kasus tunggal
penggunaan statistik yang komplek tidak dilakukan tetapi lebih banyak
menggunakan statistik deskriptif yang sederhana (Sunanto, 65:2006).
Adapun tujuan analisis data dalam bidang modifikasi perilaku adalah untuk
dapat melihat sejauhmana pengaruh intervensi terhadap perilaku yang ingin
dirubah atau target behavior. Metode analisis visual yang digunakan adalah
dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap data yang ditampilkan
dalam grafik, dalam proses analisis data pada penelitian subjek tunggal banyak
mempresentasikan data ke dalam grafik khususnya grafik garis. Tujuan grafik
dalam penelitian adalah peneliti dapat lebih mudah untuk menjelaskan perilaku
subjek secara efisien dan detail.
45
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a) Analisis Dalam Kondisi
Analisis dalam kondisi adalah analisis perubahan data dalam suatu
kondisi misalnya kondisi baseline atau kondisi intervensi. Komponen –
komponen yang dianalisis meliputi :
(1) Panjang Kondisi
Panjang kondisi adalah banyaknya data dalam kondisi. Banyaknya data
dalam kondisi menggambarkan banyaknya sesi yang dilakukan pada tiap
kondisi. Panjang kondisi atau banyaknya data dalam kondisi tidak ada
ketentuan pasti. Data dalam kondisi baseline dikumpulkan sampai data
menunjukkan arah yang jelas.
(2) Kecenderungan Arah
Kecenderungan arah digambarkan oleh garis lurus yang melintasi semua
data dalam suatu kondisi. Untuk membuat garis, dapat dilakukan dengan
1) metode tangan bebas (freehand) yaitu membuat garis secara langsung
pada suatu kondisi sehingga membelah data sama banyak yang terletak di
atas dan di bawah garis tersebut. 2) metode belah tengah (split-middle),
yaitu membuat garis lurus yang membelah data dalam suatu kondisi
berdasarkan median.
(3) Kecenderungan Stabilitas
Kecenderungan stabilitas (trend stability) yaitu menunjukkan tingkat
homogenitas data dalam suatu kondisi. Tingkat kestabilan data dapat
ditentukan dengan menghitung banyaknya data point yang berada di dalam
rentang, kemudian dibagi banyaknya data point, dan dikalikan 100%. Jika
persentase stabilitas sebesar 85 – 90% maka data tersebut dikatakan stabil,
sedangkan diluar itu dikatakan tidak stabil.
(4)Jejak Data
Jejak data yaitu perubahan dari data satu ke data lain dalam suatu kondisi.
Perubahan data satu ke data berikutnya dapat terjadi tiga kemungkinan,
yaitu : menaik, menurun, dan mendatar.
46
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(5)Rentang
Rentang yaitu jarak antara data pertama dengan data terakhir. Rentang
memberikan informasi yang sama seperti pada analisis tentang perubahan
level (level change)
(6)Perubahan Level
Perubahan level yaitu menunjukkan besarnya perubahan antara dua data.
Tingkat perubahan data dalam suatu kondisi merupakan selisih antara data
pertama dan data terakhir.
b) Analisis Antar Kondisi
Analisis antar kondisi adalah perubahan data antar suatu kondisi,
misalnya kondisi baseline (A) ke kondisi intervensi (B). Komponen –
komponen analisis antar kondisi meliputi:
(1) Jumlah Variabel Yang Diubah
Dalam analisis data antar kondisi sebaiknya variabel terikat atau perilaku
sararan difokuskan pada satu perilaku. Analisis ditekankan pada efek atau
pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran.
(2) Perubahan Kecenderungan Arah Dan Efeknya
Dalam analisis data antar kondisi, perubahan kecenderungan arah grafik
antara kondisi baseline dan intervensi menunjukkan makna perubahan
perilaku sasaran (target behavior) yang disebabkan oleh intervensi.
Kemungkinan kecenderungan grafik antar kondisi adalah 1) mendatar ke
mendatar, 2) mendatar ke menaik, 3) mendatar ke menurun, 4) menaik ke
menaik, 5) menaik ke mendatar, 6) menaik ke menurun, 7) menurun ke
menaik, 8) menurun ke mendatar, 9) menurun ke menurun. Sedangkan
makna efek tergantung pada tujuan intervensi.
(3) Perubahan Kecenderungan Stabilitas Dan Efeknya
Perubahan kecederungan stabilitas yaitu menunjukan tingat stabilitas
perubahan dari serentetan data. Data dikatakan stabil apabila data tersebut
menunjukan arah (mendatar, menarik, dan menurun) secara konsisten.
47
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(4) Perubahan Level Data
Perubahan level data yaitu menunjukkan seberapa besar data berubah.
Tingkat perubahan data antar kondisi ditunjukkan dengan selisih antara data
terakhir pada kondisi pertama (baseline) dengan data pertama pada kondisi
berikutnya (intervensi). Nilai selisih menggambarkan seberapa besar terjadi
perubahan perilaku akibat pengaruh intervensi.
(5) Data Yang Tumpang Tindih
Data yang tumpang tindih berarti terjadi data yang sama pada kedua
kondisi (baseline dengan intervensi). Data yang tumpang tindih
menunjukkan tidak adanya perubahan pada kedua kondisi. Semakin banyak
data tumpang tindih, semakin menguatkan dugaan tidak adanya perubahan
pada kedua kondisi. Jika data pada kondisi baseline lebih dari 90% yang
tumpang tindih pada kondisi intervensi. Dengan demikian, diketahui bahwa
pengaruh intervensi terhadap perubahan perilaku tidak dapat diyakinkan.
Dalam penelitian ini, bentuk grafik yang digunakan untuk
menganalisis data adalah grafik garis.
Sunanto, et al (30:2006) menyatakan komponen-komponen yang
harus dipenuhi untuk membuat grafik, antara lain
a. Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang
menunjukkan satuan untuk waktu (misalnya, sesi, hari, dan tanggal).
b. Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang menunjukkan
satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya, persen,
frekuensi, dan durasi).
c. Titik Awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y
sebagai titik awal skala.
d. Skala adalah garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang
menunjukkan ukuran (misalnya, 0%, 25%, 50%, dan 75%).
e. Label kondisi yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen,
misalnya baseline atau intervensi
f. Garis Perubahan Kondisi yaitu garis vertikal yang menunjukkan adanya
perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis
putus-putus.
g. Judul Grafik yaitu judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera
diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.
48
Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 Penggunaan Permainan Dengan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Judul Grafik
Label kondisi Label kondisi
Skala
Garis perubah kondisi
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Absis (X)
Grafik 3.1.
Komponen – komponen Grafik
Perhitungan dalam mengolah data yaitu menggunakan frekuensi.
Sunanto, et al. (15:2006) menyatakan bahwa “satuan frekuensi ini cocok
digunakan jika pengamatan terfokus pada perilaku tertentu yang dilaksanakan
dalam periode waktu yang sama atau tetap dari sesi ke sesi” Alasan
menggunakan frekuensi karena peneliti akan mengukur perilaku sasaran.
Perilaku yang diukur terjadi dalam jumlah tidak terbatas tetapi
pengukurannya dilakukan dengan perode waktu yang sama.
Ord
inat
(Y)