BAB II1
-
Upload
karina-miswandhi -
Category
Documents
-
view
218 -
download
4
description
Transcript of BAB II1
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan
subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada
kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya
terjadi pada ekstrimitas bawah (Tucker, 1998 : 633).
Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga melibatkan sebagian jaringan
subkutan (Mansjoer, 2000;82).
Selulitis adalah infeksi bakteri yang menyebar kedalam bidang jaringan
(Brunner dan Suddarth, 2000 : 496).
Jadi selulitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
stapilokokus aureus, streptokokus grup Adan streptokokus piogenes.
B. Etiologi
Menurut Alpers Ann, (2006), penyebab selulitis antara lain Streptococcus
grup B, Haemophylus influenza, Pneumokokus, Staphylococcus aereus dan
Streptococcus grup A.
Meskipun ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkab selulitis, penyebab
yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus dan Streptococcus, (Medicastore,
2010).
Selulitis terjadi manakala bakteri tersebut masuk melalui kulit yang bercelah
terutama celah antara selaput jari kaki, pergelangan kaki, dan tumit, kulit terbuka,
bekas sayatan pembedahan (lymphadenectomy, mastectomy, postvenectomy).
Walaupun selulitis dapat terjadi di kulit bagian manapun, lokasi paling sering terjadi
adalah di kaki, khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Pada
anak-anak usia di bawah 6 tahun, bakteri Hemophilus influenzae dapat menyebabkan
selulitis, khususnya di daerah wajah dan lengan.
Rosfanty, (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memperparah
resiko dari perkembangan selulitis, antara lain :
1. Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi
mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya
memprihatinka.
2. Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah
terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan
infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru
transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
3. Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi
sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes
mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial
membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri
penginfeksi.
4. Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan
masuk bakteri penginfeksi.
5. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk
bagi bakteri penginfeksi.
6. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah
resiko bakteri penginfeksi masuk
7. Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
8. Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia
9. Penyalahgunaan obat dan alkohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi
berkembang.
10. Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran,
mempermudah timbulnya penyakit ini.
C. Patofisiologi
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus
yang pengobatannya tidak adekuat.
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta limfatik pada
ke dua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang
karakteristi hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus
grup A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali jika luka yang terkait
berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk abses
lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi
diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini
kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks.
Bau busuk dan pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan berindurasi
dan dapat mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin merupakan hasil
perubahan peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi derajat rendah.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000:82) manifestasi klinis selulitis adalah Kerusakan
kronik pada kulit sistem vena dan limfatik pada kedua ekstrimitas, kelainan kulit
berupa infiltrat difus subkutan, eritema local, nyeri yang cepat menyebar dan
infitratif ke jaringan dibawahnya, bengkak, merah dan hangat, nyeri tekan, supurasi
dan lekositosis.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan
rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi
bakteri.
b. BUN level
c. Kreatinin level
d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada
daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau
terdapat bula.
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum
memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak
terasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea,
takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
2. Pemeriksaan Imaging
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap
(seperti kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat
tata klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis
infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing
fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada
subkutaneus.
F. Komplikasi
1. Bakteremia
2. Nanah atau local Abscess
3. Superinfeksi oleh bakteri gram negative
4. Lymphangitis
5. Trombophlebitis
6. Ellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan meningitis
sebesar 8%.
7. Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan dimana harus
melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.
G. Penatalaksanaan
1) Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan
lingkungan harus diperhatikan.
2) Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis
a. Penisilin G prokain dan semisintetiknya
a) Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin
merupakan obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah sakit kota-
kota besr perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat
ini tidak dipakai lagi karena tidak praktis, diberikan IM dengan dosis
tinggi, dan semakin sering terjadi syok anafilaktik.
b) Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-
100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
c) Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan
setelah makan. Juga cepat absorbsi dibandingkan dengan ampisilin
sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
d) Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin,
flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis
flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 dosis.
b. Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik
karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis
linkomisin untuk anak yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis,
sedangkan klindamisin 8-16 mg/kgBB/hari atau sapai 20 mg/kgBB/hari
pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4 dosis. Obat ini efektif untuk pioderma
disamping golongan obat penisilin resisten-penisilinase. Efek samping
yang disebut di kepustakaan berupa colitis pseudomembranosa, belum
pernah ditemukan. Linkomisin gar tidak dipakai lagi dan diganti dengan
klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek sampingnya
lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh adanya
makanan dalam lambung.
c. Eritromisin
Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan
dengan linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-penisilinase.
Sering memberi rasa tak enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak
yaitu 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
d. Sefalosporin
Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-
obatan tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada 4 generasi yang
berkhasiat untuk kuman positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV.
Contohya sefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa2 x
500 m sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan dosis untuk
anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
e. Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan
selulitis. Obat topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara
sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hipersensitivitas, contohnya
ialah basitrasin, neomisin, dan mupirosin. Neomisin juga berkhasiat untuk
kuman negatif-gram. Neomisin, yang di negeri barat dikatakan sering
menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin dan kloramfenikol
tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat
tersebut digunakan sebagai salap atau krim.
Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan permangas
kalikus 1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 % yang
dilarutkan 10 x. yang terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil
mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol mempunyai kekurangan
karena mengotori sprei dan mengiritasi kulit.
f. Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing
fasciitis) serta memiliki gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan
adalah operasi pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi
antibiotik secara infuse, pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam
jumlah yang banyak, dan dalam beberapa kasus, tangan atau kaki yang
terkena harus diamputasi.
H. Pencegahan
Jika memiliki luka,
a. Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan air
b. Oleskan antibiotic
c. Tutupi luka dengan perban
d. Sering-sering mengganti perban tersebut
e. Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi
Jika kulit masih normal
a. Lembabkan kulit secara teratur
b. Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati
c. Lindungi tangan dan kaki
d. Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superficial
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, sukubangsa,
pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan,alamat.
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri pada luka, terkadang disertai demam,
menggigil dan malaise
b. Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan penyebab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya
mengidap penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwat
pemakaian obat.
c. Riwayat penyakit sekarang
Terdapat luka pada bagian tubuh tertentu dengan karakteristik berwarna
merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan
mengilap
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya dikeluarga pasien terdapat riwayat mengidap penyakit selulitis
atau penyekit kulit lainnya
3. Keadaan emosi psikologi
Pasien tampak tenang,dan emosional stabil
4. Keadaan social ekonomi
Biasanya menyerang pada social ekonomi yang sederhana
5. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Lemah
TD : Menurun (< 120/80 mmHg)
Nadi : Turun (< 90)
Suhu : Meningkat (> 37,50)
RR : Normal
a. Kepala : Dilihat kebersihan, bentuk, adakah oedem atau tidak
b. Mata : Tidak anemis, tidak ikterus, reflek cahaya (+)
c. Hidung : Tidak ada pernafasan cuping
d. Mulut : Kebersihan, tidak pucat
e. Telinga : Tidak ada serumen
f. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
g. Jantung : Denyut jantung meningkat
h. Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas
i. Integumen : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa
di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan
bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d'orange).
Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel)
atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit, iskemik
jaringan.
2. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
3. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah
satu anggota tubuh.
C. Intervensi Keperawatan
1. Dx. 1 : Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit,
iskemik jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri
akut teratasi/terkontrol
Kriteria Hasil :
a. Klien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
b. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang.
c. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri.
d. Pergerakan penderita bertambah luas.
e. Tidak ada keringat dingin
f. tanda vital dalam batas normal.
S: 36-37,5 0C
N: 60 – 80 x /menit
T : 100-130 mmHg
RR : 18-20 x/menit.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi
nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-
sebab timbulnya nyeri.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
4. Ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi.
5. Atur posisi pasien senyaman
mungkin sesuai keinginan pasien.
6. Lakukan massage dan perawatan
luka dengan teknik aseptic saat
rawat luka.
1. Untuk mengetahui berapa berat nyeri
yang dialami pasien.
2. Pemahaman pasien tentang
penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan
memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan
tindakan.
3. Rangsangan yang berlebihan dari
lingkungan akan memperberat rasa
nyeri.
4. Teknik distraksi dan relaksasi dapat
7. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgesic
mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
5. Posisi yang nyaman akan membantu
memberikan kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Massage dapat meningkatkan
vaskulerisasi dan pengeluaran pus
sedangkan perawatan luka dengan
teknik aseptic dapat mempercepat
penyembuhan
7. Obat –obat analgesik dapat
membantu mengurangi nyeri pasien.
2. Dx. 2 : Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam mulai
tercapainya proses penyembuhan luka
Kriteria hasil :
a. Berkurangnya oedema sekitar luka.
b. pus dan jaringan berkurang
c. Adanya jaringan granulasi.
d. Bau busuk luka berkurang.
Intervensi Rasional
1. Kaji luas dan keadaan luka serta
proses penyembuhan.
2. Rawat luka dengan baik dan benar :
membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak
1. Pengkajian yang tepat terhadap
luka dan proses penyembuhan
akan membantu dalam
menentukan tindakan selanjutnya.
2. Merawat luka dengan teknik
iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi
jaringan yang mati.
3. Kolaborasi dengan dokter
pemeriksaan kultur pus dan
pemberian anti biotik.
aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan
yang iritatif akan merusak
jaringan granulasi tyang timbul,
sisa balutan jaringan nekrosis
dapat menghambat proses
granulasi.
3. Pemeriksaan kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman dan anti
biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar
gula darah untuk mengetahui
perkembangan penyakit
3. Dx. 3 : Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk
salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya
secara positif
Kriteria hasil :
a. Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa
malu dan rendah diri.
b. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Intervensi Rasional
1. Kaji perasaan/persepsi pasien
tentang perubahan gambaran diri
berhubungan dengan keadaan
1. Mengetahui adanya rasa negatif
pasien terhadap dirinya.
2. Memudahkan dalm menggali
anggota tubuhnya yang kurang
berfungsi secara normal.
2. Lakukan pendekatan dan bina
hubungan saling percaya dengan
pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian
dan penerimaan pada pasien.
4. Bantu pasien untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain.
5. Beri kesempatan kepada pasien
untuk mengekspresikan perasaan
kehilangan.
6. Beri dorongan pasien untuk
berpartisipasi dalam perawatan diri
dan hargai pemecahan masalah yang
konstruktif dari pasien.
permasalahan pasien.
3. Pasien akan merasa dirinya di
hargai.
4. Dapat meningkatkan
kemampuan dalam mengadakan
hubungan dengan orang lain dan
menghilangkan perasaan
terisolasi.
5. Untuk mendapatkan dukungan
dalam proses berkabung yang
normal.
6. Untuk meningkatkan perilaku
yang adiktif dari pasien.