BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Representasi -...
Transcript of BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Representasi -...
25
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Representasi
Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi merupakan
hasil dari suatu proses penyeleksian yang menggarisbawahi hal-hal tertentu dan
hal lain diabaikan. Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan untuk
melakukan representasi tentang sesuuatu mengalami proses seleksi. Mana yang
sesuai dengan kepentingan-kepentingan dan pencapaian tujuan-tujuan komunikasi
ideologisnya itu yang digunakan sementaran tanda-tanda lain diabaikan.
Marcel Danesi mendefinisikan representasi sebagai, proses perekaman
gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Secara lebih tepat dapat
diidefinisikan sebagai penggunaan ‘tanda-tanda’ (gambar, suara, dan sebagainya)
untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, diindra, dibayangkan, atau
dirasakan dalam bentuk fisik. Didalam semiotika dinyatakan bahwa bentuk fisik
sebuah representasi, yaitu X, pada umumnya disebut sebagai penanda. Makna
yang dibangkitkannya (baik itu jelas maupun tidak), yaitu Y, pada umumnya
dinamakan petanda; dan makna secara potensial bisa diambil dari representasi ini
(X = Y) dalam sebuah lingkungan budaya tertentu, disebut sebagai signifikasi
(sistem penandaan).
Hal ini bisa dicirikan sebagai proses membangun suatu bentuk X dalam
rangka mengarahkan perhatian sesuatu, Y, yang ada baik dalam bentuk material
maupun konseptual, dengan cara tertentu, yaitu X = Y. Meskipun demikian, upaya
menggambarkan arti X = Y bukan suatu hal yang mudah. Maksud dari pembuat
26
bentuk, konteks historis dan sosial yang terkait dengan terbuatnya bentuk ini,
tujuan pembuatannya, dan seterusnya merupakan faktor-faktor kompleks yang
memasuki gambaran tersebut. Agar tugas ini bisa dilakukan secara sistematis,
terbentuklah disini suatu terminologi yang khas ( Danesi, 2010: 3-4).
Kita dapat mengambil contoh seperti proses yang dilakukan dalam
merepresentasikan seks bisa dirangkum dalam diagram dibawah ini. Untuk
menunjukkan pelbagai penanda dan petanda yang ada didalam masing-masing
representasi ini, dipakai subskrip dalam bentuk angka. Meskipun demikian, ini
bukanlah praktik standar dalam semiotika; hal ini dipakai di sini untuk
memberikan kejelasan saja.
Gambar 2.1 Contoh Representasi pada Seks
Referen Penanda Petanda Signifikasi
X� = Y� potret (=X�) Y�
Seks X� = Y� puisi (=X�) Y�
X� = Y� film (= X�)
Y�
Di sini tidak ada cara untuk menentukan hal menjadi petanda atau
meramalkan signifikasi mana yang akan diterapkan untuk bisa menggambarkan
secara tepat representasi (X = Y) seperti apa yang berlaku pada satu kelompok
orang tertentu. Meskipun demikian, proses penurunan makna dari representasi
tertentu bukan merupakan proses terbuka karena dibatasi oleh konvensi sosial,
pengalaman komunal, serta banyak hal faktor kontekstual yang membatasi
pelbagai pilihan makna yang mungkin berlaku pada pilihan tertentu. Analisis
27
semiotika adalah upaya menggambarkan pelbagai pilihan makna yang tersedia.
Danesi mencontohkan representasi dengan sebuah konstruksi X yang dapat
mewakilkan atau memberikan suatu bentuk kepada suatu materil atau konsep
tentang Y. (Wibowo, 2010: 122).
Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi
mental, yaitu konsep tentang ‘sesuatu ‘ yang ada dikepala kita masing-masing
(peta konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak.
Kedua, ‘bahasa’ yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep
abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam ‘bahasa’ yang
lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu
dengan tanda dari simbol-simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak
menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media
menunjuk Pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat
tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.
Isi media bukan hanya pemberitaan tetapi juga iklan dan hal-hal lain di
luar pemberitaan intinya bahwa sama dengan berita, iklan juga merepresentasikan
orang-orang, kelompok atau gagasan tertentu. John Fiske merumuskan tiga proses
yang terjadi dalam representasi melalui tabel dibawah ini.
28
Tabel 2.1 Tiga Proses Dalam Representasi1
PERTAMA REALITAS
(Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara transkrip dan
sebagainya. Dalam televisi seperti perilaku, make up, pakaian,
ucapan, gerak-gerik dan sebagainya.
KEDUA REPRESENTASI
Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti
kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan sebagainya.
Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain-lain).
Elemen-elemen tersebut di transmisikan ke dalam kode
representasional yang memasukkan diantaranya bagaimana objek
digambarkan (karakter, narasi setting, dialog, dan lain lain)
KETIGA IDEOLOGI
Semua elemen diorganisasikan dalam koheransi dan kode
ideologi, seperti individualisme, liberalisme, sosialisme, patriarki,
ras, kelas, materialisme, dan sebagainya.
Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai
realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya berhubungan
dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain. Di sini
realitas selalu siap ditandakan.
1 Wibowo, Semiotika komunikasi aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media,2011), hal.123
29
Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam
perangkat-perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lain-
lain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan
dan diorganisasikan ke dalam konvensi konvensi yang diterima secara ideologis.
Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam
koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat.
Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep
representasi sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi
berubah-ubah akibat makna yang juga berubah -ubah. Setiap waktu terjadi proses
negoisasi dalam pemaknaan.
Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi
merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan
intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga
terus bergerak dan berubah. Representasi merupakn suatu proses usaha
konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan
baru , juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui
representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini menjadi proses penandaan,
praktik yang membuat suatu hal bermakna sesuatu.
2.2 Budaya
30
Menurut Koentjaraningrat (1980), kata “kebudayaan” berasal dari kata
Sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau
“akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan
dengan akal”. Sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan majemuk
dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga dibedakan antara
“budaya” yang bearti “ daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan
“kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa. Dalam disiplin ilmu
antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu artinya sama saja. Menganalisis
konsep kebudayaan perlu dilakukan dengan pendekatan dimensi wujud dan isi
dari wujud kebudayaan (Sulaeman 2007:22).
Clifford Geertz (1973) mengemukakan suatu definisi kebudayaan sebagai : (1)
suatu sistem keteraturan dari makna dan simbol-simbol, yang dengan makna dan
simbol tersebut individu mendefinisikan dunia mereka, mengekpresikan perasaan-
perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka; (2) suatu pola makna-makna
yang ditransmisikan secara historis yang terkandung dalam bentuk-bentuk
simbolik yang melalui bentuk-bentuk simbolik tersebut manusia berkomunikasi,
memantapkan, dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan bersikap
terhadap kehidupan, (3) suatu peralatan simbolik bagi mengontrol perilaku,
sumber-sumber ekstrasomatik dari informasi; dan (4) oleh karena kebudayaan
adalah suatu sistem simbol, maka proses kebudayaan harus dipahami,
diterjemahkan, dan diinterpretasi (Saifuddin, 2005:289).
Simbol-simbol yang melekat pada suatu kebudayaan merupakan wahana
dari konsepsi, hasilnya berupa unsur-unsur intelektual dalam proses sosial. Dan
31
preposisi-preposisi kebudayaan dapat mengartikulasikan dunia sebagai suatu
simbol, proposisi-proposisi ini juga memberikan pedoman bagi perilaku.
Simbol adalah objek, kejadian, bunyi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis
yang diberi makna oleh manusia. Bentuk primer dari simbolisasi oleh manusia
adalah melalui bahasa. Tetapi, manusia juga berkomunikasi dengan
menggunakan tanda dan simbol dalam lukisan, tarian, musik, arsitektur, mimik
wajah, gerak-gerik, postur tubuh, perhiasan, pakaian, ritus agama, kekerabatan,
nasionalitas, tata ruang, pemilikan barang, dan banyak lagi lainnya. Manusia dapat
memberikan makna kepada setiap kejadian, tindakan, atau objek yang berkaitan
dengan pikiran, gagasan, dan emosi. Persepsi tentang penggunaan simbol sebagai
salah satu ciri signifikan manusia menjadi sasaran penting kijian-kajian
kebudayaan.
Leslie white (1940), dalam suatu tulisan tentang manusia sebagai spesies
yang mampu menggunakan simbol, menunjuk pentingnya konteks dalam makna
simbol. Ernest Cassier (1944) berpendapat bahwa tanpa suatu kompleks simbol,
pikiran rasional tidak akan mungkin terjadi. Manusia memiliki kemampuan untuk
mengisolasi hubungan hubungan dan mengembangkannya dalam abstrak. Cassirer
menunjuk geometrik sebagai suatu contoh klasik. Geometrik secara konseptual
berkaitan dengan hubungan-hubungan spasial yang ekspresinya adalah bahasa
simbolik dan suatu bentuk representasi. Cassirer mengekpresikan hakikat
simbolik pengalaman manusia sebagai berikut : “ Manusia tidak lagi hidup
semata-mata dalam semesta fisik, manusia hidup dalam semesta simbolik. Bahasa,
mite, seni, dan agama adalah bagian-bagian dari semesta ini. Bagian-bagian dari
32
semesta itu bagaikan aneka ragam benang yang terjalin membangun anyaman
jaring-jaring simbolik. Semua kemajuan manusia dalam pemikiran dan
pengalaman memperhalus dan memperkuat jaring-jaring ini”.
Simbol atau tanda dapat dilihat sebagai konsep-konsep yang dianggap oleh
manusia sebagai pengkhasann sesuatu yang lain yang mengandung kualitas-
kualitas analisis logis atau melalui asosiasi-asosiasi dalam pikiran atau fakta.
Simbol pohon mudyi pada orang Ndembu, Zambia, Afrika, dari Victor Turner
(1967) adalah salah satu contoh yang penting. Suatu simbol menstimulasi atau
membawa pesan yang mendorong atau tindakan. Simbol memberikan landasan
bagi tindakan perilaku selain gagasan dan nilai-nilai. Teori simbolik mengenai
kebudayaan yang berlandaskan pandangan bahwa manusia adalah spesies yang
memproduksi. Kedua model ini mengaku eksitensi aspek materi maupun aspek
mental dari keberadaan manusia, tetapi masing-masing model memandang satu
sama lain dari perspektifnya sendiri. Definisi simbolik dari kebudayaan adalah
bagian dari suatu tren yang memandang kebudayaan sebagai ilmu mengenai
makna-makna, sebab seluruh semesta dipenuhi oleh tanda-tanda.
Sebagian besar pengetahuan, pikiran, perasaan, dan persepsi manusia
terkandung dalam bahasa suatu simbol. Kata-kata mengandung makna atau nama
yang menggolong-golongkan objek dan pikiran. Simbol-simbol kata, bahasa,
sesuai bagi suatu masyarakat pada waktu dan tempat tertentu. Dalam perspektif
simbolik, kebudayaan adalah aspek yang bermakna mengenai realitas konkret atau
realitas objektif dan yang akan datang (coming-to-be), kesesuaian dengan
kesadaran, dari realitas objektif (Saifuddin, 2005:292).
33
Dimana saja sistem simbol adalah pedoman bagi tindakan, sistem ini
bekerja dalam konteks sosial. Konteks sosial ini memberikan suatu simbol atau
tanda makna spesifik, karena suatu simbol atau tanda dapat memiliki suatu makna
spesifik, karena suatu simbol atau tanda dapat memiliki satu makna dalam konteks
sosial dan makna lain dalam konteks yang berbeda pula. Kata ayah memiliki satu
makna dalam struktur kekerabatan dan berbeda maknanya dalam konteks struktur
agama Katolik. Kata ayah yang diterjemahkan dari kata bahasa Inggris father,
telah menghilangkan makna keagamaan father bagi penganut Katolik. Yang
berarti pemimpin agama Katolik, meskipun sehari-hari kata father juga berarti
sama dengan ayah dalam bahasa indonesia.
Masyarakat adalah hasil dari perilaku dan tindakan orang-orang yang
saling terjalin satu sama lain yang menempati batas-batas dan konteks sosial yang
berbeda-beda, dan kerap kali secara simultan. Konteks itu mungkin tempat,
organisasi, suku bangsa, kelompok kekerabatan, institusi, usia, kelompok
pekerjaan atau jenis kelamin, atau dimensi sosial lainnya yang mendefinisikan,
mengatur, dan menentukan batas-batas penggunaan perilaku . Tanda dan simbol
bersama-sama menentukan manusia dalam gerakannya. Dalam pandangan
simbolik, kombinasi tanda, simbol, dan konteks memberikan makna dan
interpretasi bagi tindakan dan perilaku manusia. Manusia harus memiliki konsep
tertentu mengenai apa yang diyakini oleh orang lain dalam komunitas mereka,
pengharapan tertentu terhadap apa baraangkali respons orang lain, dan orang lain
terhadap mereka, sehingga mereka mampu berinteraksi dan berkomunikasi. Jika
komunikasi adalah sine qua non dari masyarakat manusia, simbolisasi (istilah
34
leslie White), penandaan dan pembawa makna bagi pikiran dan tindakan, adalah
apa yang disebut kebudayaan.
2.3 Semiotika
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang
bearti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar
konvensi sosial yang terbangun sebelumnya-dapat dianggap mewakili sesuatu
yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai sesuatu hal yang menunjuk
adanya hal lain. Contohnya asap menandaai adanya api, sirine mobil yang keras
meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota (Wibowo, 2011: 5).
Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang
mempelajari sederetan luas dan objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh
kebudayaan sebagai tanda. Pada dasarnya, analisis semiotika merupakan sebuah
ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang dipertanyakan lebih
lanjut ketika kita membaca teks atau narasi/ wacana tertentu. Analisisnya bersifat
paradigmatic .
Konteks semiotik yang paling penting dalam pemikiran Saussure adalah
pandangan mengenai tanda. Saussure meletakkan tanda dalam konteks
komunikasi manusia dengan melakukan pemilihan antara apa yang disebut
signifier (penanda) dan signified (petanda). Signifier adalah bunyi yang bermakna
atau coretan yang bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan dan apa
yang ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental, yakni pikiran atau
konsep aspek mental dari bahasa. Kedua unsur ini seperti dua sisi dari sekeping
mata uang atau selembar kertas. Tanda bahasa dengan demikian menyatukan,
35
bukan hal dengan nama, melainkan konsep dan gambaran akustis. Sausure
menggambarkan tanda yang terdiri atas signifier dan signified itu sebagai berikut
:
Gambar 2.2 Elemen-Elemen Makna Saussure2
Sign Composed Of signification Signifier plus Signified external reality (physical (mental concept) Of meaning existence of the sign)
Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau coretan bermakna,
sedangkan signified adalah gambaran mental atau konsep sesuatu dari signifier.
Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan
signification. Dengan kata lain, signification adalah upaya dalam memberi makna
terhadap dunia (Sobur, 2004:125).
Salah seorang pengikut Saussure, Roland Barthes, membuat sebuah
model sistematis dalam menganalisa makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian
Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of
signification) seperti terlihat pada gambar.
2 Diadaptasi dari Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), hal 125
36
Gambar 2. 3 Signifikasi Dua Tahap Barthes3
First Order Second order
Reality Sign Culture
Form
Content
Melalui gambar 3.4 ini Barthes, seperti dikutip Fiske, menjelaskan:
signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di
dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai
denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang
digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau
emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai
makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Pemilihan kata-kata kadang
3 Ibid hal 127
Denotation
Signifier ----------------
Signified
Connotation
Myth
37
merupakan pilihan terhadap konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan
memberi uang pelicin”. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan
terhadap sebuah objek; sedangkan konotasi adalah bagaimana
menggambarkannya.
Charles Morris memudahkan kita memahami ruang lingkup kajian
semiotika yang menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda. Menurut dia,
kajian semiotika yang menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda. Menurut
dia, kajian semiotika pada dasarnya dapat di bedakan ke dalam tiga cabang
penyelidikan (Branches of inquiry) yakni sintaktik, semantik, dan pragmatik.
(Indiwan, 2011 : 4).
1. Semantik
Semantik membahas bagaimana tanda berhubungan dengan referennya,
atau apa yang diwakili suatu tanda. Semiotika menggunakan dua dunia, yaitu
‘dunia benda (world of Things) dan dunia tanda dan menjelaskan hubungan
keduanya. Prinsip dasar dalam semiotika adalah bahwa representasi selalu
diperantai atau dimediasi oleh kesadaran interpretasi seorang individu, dan setiap
interpretasi atau makna dari suatu tanda akan berubah dari suatu situasi ke situasi
lainnya (Morissan, 2009: 29).
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata
benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah‘semaino’ yang
berarti ‘menandai’atau ‘melambangkan’. Yang dimaksud tanda atau lambang
disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique).
38
Menurut Ferdinan de Saussure (1966), melihat semiotika melalui sudut
pandang lingustik yang terdiri dari : 1) Komponen yang menggantikan, yang
berwujud bunyi bahasa. 2) Komponen yang diartikan atau makna dari komponen
pertama4.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang
ditandai atau dilambangkan adaah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang
lazim disebut sebagai referent / acuan / hal yang ditunjuk.
Jadi, Ilmu Semantik adalah :
- Ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-
hal yang
ditandainya.
- Ilmu tentang makna atau arti
Semantik mengacu pada makna dari sebuah tanda. Sebagai contoh, dua
jari dipasangkan di belakang kepala seseorang adalah sebuah cara untuk
memanggilnya seorang “setan”.
Dalam analisis semantik, bahasa bersifat unik dan memiliki hubungan
yang erat dengan budaya masyarakat penuturnya. Maka, suatu hasil analisis pada
suatu bahasa, tidak dapat digunakan untuk menganalisi bahasa lain. Contohnya
4http://www.scribd.com/doc/4634605/Pengertian-Semantik,10:22/29/07/2011)
39
penutur bahasa Inggris yang menggunakan kata ‘rice’ pada bahasa Inggris yang
mewakili nasi, beras, gabah dan padi. Kata ‘rice’ akan memiliki makna yang
berbeda dalam masing-masing konteks yang berbeda. Dapat bermakna nasi, beras,
gabah, atau padi. Tentu saja penutur bahasa Inggris hanya mengenal ‘rice’ untuk
menyebut nasi, beras, gabah, dan padi. Itu dikarenakan mereka tidak memiliki
budaya mengolah padi, gabah, beras dan nasi, seperti bangsa Indonesia.
Kesulitan lain dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa
tidak selalu penanda dan referent-nya memiliki hubungan satu lawan satu. Yang
artinya, setiap tanda lingustik tidak selalu hanya memiliki satu makna.
Adakalanya, satu tanda lingustik memiliki dua acuan atau lebih. Dan sebaliknya,
dua tanda lingustik, dapat memiliki satu acuan yang sama.
Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan contoh-contoh berikut :
Racun
Bisa
Dapat
Buku
Lembar kertas berjilid
Kitab
40
,
2. Sintaktik
Sintaktik (syntactics) yaitu studi mengenai hubungan di antara tanda.
Dalam hal ini, tanda tidak pernah mewakili dirinya, tanda adalah selalu menjadi
bagian dari sistem tanda yang lebih besar atau kelompok yang diorganisir melalui
cara tertentu. Sistem tanda seperti ini disebut kode (code). Kode dikelola dalam
berbagai aturan. Dengan demikian, tanda yang berbeda mengacu atau
menunjukkan benda berbeda dan tanda digunakan bersama-sama melalui cara-
cara yang diperbolehkan (Morissan, 2009:30).
Tanda-tanda tersebut disusun kedalam sistem dengan tanda lainnya.
Sebagai contoh, seseorang mungkin menyimpan dua buah jarinya di belakang
kepala seseorang, tertawa dan berkata “mengejek Anda!” Hal tersebut adalah
sebuah gerak tubuh, sebuah tanda suara (tertawa), ekspresi wajah, dan bahasa
bersatu untuk menciptakan makna. Menurut pandangan semiotika tanda selalu
dipahami dalam hubungannya dengan tanda lainnya.
Sintaksis semiotis menganalisis hubungan antartanda. Dalam suatu sistem
yang sama, sintaksis semiotis tidak dapat membatasi diri dengan hanya
mempelajari hubungan antar tanda, tetapi harus melihat hubungan-hubungan lain
yang pada prinsipnya bekerja sama.
Dalam situasi pembicaraan biasa tanda-tanda dari berbagai sistem tanda
berfungsi secara bersama-sama, sistem tanda bahasa berdampingan dengan sistem
41
tanda paralinguistik (getaran suara, intonasi) dan yang lain (gerak, sikap, pancaran
mata, mimik, jarak,dll).
Pragmatik yaitu bidang yang mempelajari bagaimana tanda menghasilkan
perbedaan dalam kehidupan manusia atau dengan kata laian, pragmatik adalah
studi yang mempelajari penggunaan tanda serta efek yang dihasilkan tanda. Aspek
pragmatik dari tanda memiliki peran penting dalam komunikasi, khususnya untuk
mempelajari mengapa terjadi pemahaman (understanding) atau kesalahpahaman
(misunderstanding) dalam berkomunikasi.
Pragmatik mengacu pada pengaruh atau perilaku yang dimunculkan oleh
sebuah tanda atau sekelompok tanda tanda, seperti ketika tanda “setan” dianggap
sebuah lelucon daripada sebuah penghinaan.
Dari perspektif semiotika, kita harus memiliki pengertian sama, tidak saja
terhadap setiap kata dan tatabahasa yang digunakan, tetapi juga masyarakat dan
kebudayaan yang melatarbelakanginya, agar komunikasi dapat berlangsung
dengan baik. Sistem hubungan diantara tanda harus memungkinkan komunikator
untuk mengacu pada sesuatu yang sama. Kita harus memiliki kesatuan rasa (sense
of coherance) terhadap pesan. Jika tidak, maka tidak akan ada pengertian
komunikasi. Kita juga harus memastikan bahwa apabila kita menggunakan aturan
tata bahasa, maka mereka yang menerima pesan kita juga harus memiliki
pemahaman yang sama terhadap tata bahasa yang kita gunakan. Dengan
42
demikian, makna yang kita maksudkan, people can communicateif they share
meaning (orang hanya dapat berkomunikasi jika mereka melihat makna yang
sama) (Morissan, 2009:30).
Unsur pragmatik yakni hubungan antara tanda dengan pemakai (user atau
interpreter ), menjadi bagian dari sistem semiotik sehingga juga menjadi salah
satu cabang kajiannya karena keberadaan tanda tidak dapat dilepaskan dari
pemakainya.Bahkan lebih luas lagi keberadaan suatu tanda dapat dipahami hanya
dengan mengembalikan tanda itu ke dalam masyarakat pemakainya, ke dalam
konteks sosial budaya yang dimiliki. Sehubungan dengan itu Abrams (1981: 171)
mengungkapkan bahwa the focus of semiotic interest is on the under lying system
of language,not on the parol. Hal itu sesuai dengan pernyataan bahwa bahasa
adalah cermin kepribadian dan budaya bangsa
2.4 Semiotika Komunikasi Visual
Semiotika komunikasi visual diperlukan untuk mengkaji tanda verbal
(judul, subjudul, dan teks) dan tanda visual ilustrasi, logo, tipografi dan tata
visual). Desain komunikasi visual dengan pendekatan teori semiotika. Diharapkan
pisau analisis semiotika visual mampu menjadi salah satu pendekatan untuk
memperoleh makna yang terkandung dibalik tanda verbal dan tanda visual karya
desain komunikasi visual (Tinarbuko, 2010: 9).
Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep
komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media
komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri atas gambar
43
(ilustrasi) huruf dan tipografi, warna, komposisi, dan lay-out. Semua itu
dilakuakan guna menyampaikan pesan secara visual, audio, dan/atau audio visual
kepada target sasaran yang dituju.
1 Tipografi
Tipografi dalam konteks komunikasi visual mencakup pemilihan bentuk
huruf; besar huruf; cara dan teknik penyusunan huruf menjadi kata atau kalimat
yang sesuai dengan karakter pesan (sosial atau komersial) yang ingin disampaikan
(Tinarbuko, 2010:25).
Huruf dan tipografi dalam perkembangannya menjadi ujung tombak guna
menyampaikan pesan verbal dan pesan visual kepada seseorang, sekumpulan
orang, bahkan masyarakat luas yang dijadikan tujuan akhir proses penyampaian
pesan dari komunikator kepada komunikan atau terget sasaran.
Tipografi dalam hal ini adalah seni memilih dan menata huruf untuk
pelbagai kepentingan menyampaikan informasi berbentuk pesan sosial ataupun
komersial. Dewasa ini, perkembangan tipografi banyak dipengaruhi oleh
kemajuan teknologi digital.
Huruf yang telah disusun secara tipografis merupakan elemen dasar dalam
membentuk sebuah tampilan desain komunikasi visual. Hal ini diyakini dapat
memberikan inspirasi untuk membuat suatu komposisi yang menarik. sedangkan
bentuk-bentuk tipografi itu sendiri dapat dipergunakan secara terpisah atau dapat
pula dikomposisikan dengan materi lain seperti ilustrasi hand drawing ataupun
image.
44
Dalam perkembanganya, ada lebih dari seribu macam huruf Romawi atau
Latin yang telah diakui oleh masyarakat dunia. Tetapi huruf tersebut sejatinya
merupakan hasil perkawinan silang lima jenis huruf berikut ini :
1) Huruf Romein. Garis hurufnya memperlihatkan perbedaan antara tebal-
tipis dan mempunyai kaki atau kait yang lancip pada setiap batang
hurufnya.
2) Huruf egyptian. Garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada
setiap sisinya. Kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku.
3) Huruf Sans Serif. Garis hurufnya sama tebal dan tidak mempunyai kaki
atau kait.
4) Huruf miscellaneous. Jenis huruf ini lebih mementingkan nilai hiasnya
daripada nilai komunikasinya. Bentuknya senantiasa mengedepankan
aspek dekoratif dan ornamental.
5) Huruf Script. Jenis huruf ini menyerupai tulisan tangan dan bersifat
spontan.
Sementara itu, Danton Sihombing (2001: 96) mengelompokkan keluarga huruf
berdasarkan latar belakang sejarahnya :
1) Old Style, jenis huruf ini meliputi : Bembo, Caslon, Galliard,
Garamond.
2) Transitional, jenis huruf ini meliputi : baskerville, Perpetua, Times
New Roman.
3) Modern, jenis huruf ini meliputi : Bodoni
4) Egyptian atau Slab Serif, jenis huruf ini meliputi : Bookman, Serifa.
45
5) Sans Serif, jenis huruf ini meliputi : Franklin Gothic, Futura, Gill
Sans, Optima.
Huruf-huruf tertentu dalam melakukan aktivitas perancangan. Ia harus
menjadikan rangkaian huruf (kata atau kalimat) tidak sekedar bisa dibaca dan
dimengerti maknanya. Tetapi lebih dari itu, seorang desainer komunikasi visual
harus piawai menampilkan tipografi yang enak dipandang mata dan lebih
melancarkan pembaca dalam memahami media komunikasi visual. Dengan
demikian, keberadaan tipografi dalam rancangan karya desain komunikasi visual
sangat penting. Sebab, perencanaan dan pemilihan tipografi yang tepat, baik
ukuran, warna, maupun bentuk, diyakini mampu menguatkan isi pesan verbal
desain komunikasi visual tersebut.
Dalam social Communication seperti dikutip Bebe Indah Maryam, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi mudah tidaknya ketersampaian sebuah pesan
verbal yang terkandung dalam karya desain komunikasi visual, diantaranya:
pertama, latar belakang, yakni warna dasar dan tekstur yang digunakan. Teks
menjadi unsur utama dari sebuah pesan verbal akan terlihat jelas manakala
keberadaan warna huruf dan latarnya cukup kontras
Kedua, besar huruf yang digunakan. Ukuran standar teks adalah antara 6
sampai 10 point, tergantung luas ruangan yang tersedia dan banyak sedikitnya
teks yang akan ditampilkan, juga menyesuaikan keluarga huruf yang ingin
ditampilkan.
Selain itu, Danton Sihombing (2001:28) mengingatkan, keluarga huruf
terdiri dari kembangan yang berakar dari struktur bentuk dasar (regular) sebuah
46
alfabet dan setiap perubahan huruf masih memiliki kesinambungan bentuk.
Perbedaan tampilan yang pokok dalam keluarga huruf dibagi menjadi tiga bentuk
pengembangan : (1)kelompok berat terdiri atas light, regular, dan bold. (2)
Kelompok proporsi condesed, regular, dan extended. (3) kelompok kemiringan
yaitu italic.Ketiga, spasi antarhuruf, kata, maupun jarak antar baris kalimat.
Keempat, faktor-faktor subjektif seperti jarak baca maupun kualitas penerangan
ketika membaca.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka ketika desainer komunikasi visual
mahir mengusai tipografi yang dipergunakan untuk menyampaikan informasi
yang bersifat sosial ataupun komersial, maka sejatinya sang desainer tersebut
mampu memposisikan dirinya sebagai kurir komunikasi (visual) yang
bertanggung jawab kepada masyarakat luas yang dijadikan target .
2 Komposisi Warna
Bagi yang ingin mendesain sebuah gambar visual tidak terlepas dari
artistik, desain, warna serta tema dari gambar yang ingin di buat. Berikut
pemaknaan yang akan dideskripsikan sebagaimana yang diungkapkan Barker
(1954) dalam Mulyana :
1. Merah,
Melambangkan kesan energi, kekuatan, hasrat, erotisme, keberanian,
simbol dari api, pencapaian tujuan, darah, resiko, ketenaran, cinta,
perjuangan, perhatian, perang, bahaya, kecepatan, panas, kekerasan.
Warna ini dapat menyampaikan kecenderungan untuk menampilkan
gambar dan teks secara lebih besar dan dekat. warna merah dapat
47
mengganggu apabila digunakan pada ukuran yang besar. Merah cocok
untuk tema yang menunjukkan keberanian seseorang. energi misal mobil,
kendaraan bermotor, olahraga dan permainan.
2. Putih.
Menunjukkan kedamaian, Permohonan maaf, pencapaian diri, spiritualitas,
kedewaan, keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kesempurnaan,
kebersihan, cahaya, takbersalah, keamanan, persatuan. Warna putih sangat
bagus untuk menampilkan atau menekankan warna lain serta memberi
kesan kesederhanaan dan kebersihan.
3. Hitam.
Melambangkan perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif, mengikat,
kekuatan, formalitas, misteri, kekayaan, ketakutan, kejahatan, ketidak
bahagiaan, perasaan yang dalam, kesedihan, kemarahan, sesuatu yang
melanggar (underground), modern music, harga diri, anti kemapanan.
Sangat tepat untuk menambahkan kesan misteri. latar belakang warna
hitam dapat menampilkan perspektif dan kedalaman. Sangat bagus untuk
menampilkan karya seni atau fotografi karena membantu penekanan pada
warna-warna lain.
4. Biru.
Memberikan kesan Komunikasi, Peruntungan yang baik, kebijakan,
perlindungan, inspirasi spiritual, tenang, kelembutan, dinamis, air, laut,
kreativitas, cinta, kedamaian, kepercayaan, loyalitas, kepandaian, panutan,
48
kekuatan dari adlam, kesedihan, kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran,
pesan, ide, berbagi, idealisme, persahabatan dan harmoni, kasih sayang.
Warna ini memberi kesan tenang dan menekankan keinginan. Biru tidak
meminta mata untuk memperhatikan. Obyek dan gambar biru pada
dasarnya dapat menciptakan perasaan yang dingin dan tenang. Warna Biru
juga dapat menampilkan kekuatan teknologi, kebersihan, udara, air dan
kedalaman laut. Selain itu, jika digabungkan dengan warna merah dan
kuning dapat memberikan kesan kepercayaan dan kesehatan.
5. Hijau
Menunjukkan warna bumi, penyembuhan fisik, kelimpahan, keajaiban,
tanaman dan pohon, kesuburan, pertumbuhan, muda, kesuksesan materi,
pembaharuan, daya tahan, keseimbangan, ketergantungan dan
persahabatan. Dapat digunakan untuk relaksasi, menetralisir mata,
memenangkan pikiran, merangsang kreatifitas.
6. Kuning
Merujuk pada matahari, ingatan, imajinasi logis, energi sosial, kerjasama,
kebahagiaan, kegembiraan, kehangatan, loyalitas, tekanan mental,
persepsi, pemahaman, kebijaksanaan, penghianatan, kecemburuan,
penipuan, kelemahan, penakut, aksi, idealisme, optimisme, imajinasi,
harapan, musim panas, filosofi, ketidakpastian,resah dan curiga. Warna
kuning merangsang aktivitas mental dan menarik perhatian, Sangat efektif
digunakan pada blogsite yang menekankan pada perasaan bahagia dan
kekanakan.
49
7. Merah Muda
Warna Merah Muda menunjukkan simbol kasih sayang dan cinta,
persahabatan, feminin, kepercayaan, niat baik, pengobatan emosi, damai,
perasaan yang halus, perasaan yang manis dan indah.
8. Ungu
Menunjukkan pengaruh, pandangan ketiga, kekuatan spiritual,
pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi, kebangsawanan,
upacara, misteri, pencerahan, telepati, empati, arogan, intuisi, kepercayaan
yang dalam, ambisi, magic atau keajaiban, harga diri.
9. Orange
Menunjukkan kehangatan, antusiasme, persahabatan, pencapaian bisnis,
karier, kesuksesan, kesehatan pikiran, keadilan, daya tahan, kegembiraan,
gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, ketertarikan, independensi. Pada Blog
dapat meningkatkan aktifitas mental. Disamping itu warna Orange
memberi kesan yang kuat pada elemen yang dianggap penting.
10. Coklat
Menunjukkan Persahabatan, kejadian yang khusus, bumi, pemikiran yang
materialis, reliabilitas, kedamaian, produktivitas, praktis, kerja keras.
Warna coklat sangat tidak menarik apabila digunakan tanpa tambahan
50
gambar dan ornamen tertentu, coklat harus didukung ornament lain agar
menarik.
11. Abu-Abu
Mencerminkan keamanan, kepandaian, tenang dan serius, kesederhanaan,
kedewasaaan, konservatif, praktis, kesedihan, bosan, profesional, kualitas,
diam, tenang.
12. Emas
Mencerminkan prestis (kedudukan), kesehatan, keamanan, kegembiraan,
kebijakan, arti, tujuan, pencarian kedalam hati, kekuatan mistis, ilmu
pengetahuan, perasaan kagum, konsentrasi
3 Teknik Pengambilan Gambar
Dalam analisis visual gambar menjadi suatu elemen terpenting yang
menjadikannya bermakna, Ada dua aspek yang difokuskan dalam menganalisis
iklan yakni aspek visual yang berupa ekspresi para tokoh, cara pengambilan
gambar dan setting. Kedua aspek audio yang berupa narasi, gaya bahasa dan
pilihan kata yang ada pada iklan.
Konsep pengambilan gambar, teknik editing dan pergerakan kamera yang
dijelaskan oleh Asa Berger. Cara pengambilan gambar dalam penelitian ini dapat
51
berfungsi sebagai penanda. Konsep cara pengambilan gambar, teknik editing dan
pergerakan kamera dapat digambarkan sebagai berikut 5 :
Tabel 2.2 Teknik Dalam Pengambilan Gambar6
PENANDA (SIGNIFIER) MENANDAKAN (SIGNIFIED) PENGAMBILAN GAMBAR Extreme Long Shot Kesan luas dan keluarbiasaan Full Shot Hubungan sosial Big Close Up Emosi, dramatik, moment penting Close Up Intim atau dekat Medium Shot Hubungan personal dengan subjek Long Shot Konteks Perbedaan dengan publik SUDUT PANDANG (Angle) Pengambilan Gambar:
High Dominasi, Kekuasaan dan otoritas Eye-Level Kesejajaran, keamanan dan sederajat Low Didominasi, dikuasai dan kurang
otoritas TIPE LENSA Wide Angle Dramatis Normal Normalitas dan keseharian Telephoto Tidak personal, Voyeuristik FOKUS Selective Focus Meminta perhatian (tertuju pada satu
objek) Soft Focus Romantis serta nostalgia Deep Focus Semua unsur adalah penting (melihat
secara keseluruhan objek) PENCAHAYAAN High Key Riang dan Cerah Low Key Suram dan Muram High Contrast Dramatikal dan teartikal
5 (http://www.scribd.com/doc/53188290/6/CONNOTATIVE-SIGN-TANDA-KONOTATIF11:06/10/08/2011) 6 Sumber : Selby, keith dan Codery, Ron, How to Study Television”, London, Mc Millisan, 1995
52
Low Contrast Realistik serta terkesan seperti dokumenter
PEWARNAAN Warm (kuning,orange, merah dan abu-abu)
Optimisme, harapan, hasrat dan agitasi
Cool (biru dan hijau) Pesimisme, tidak ada harapan Black and White (hitam dan Putih) Realisme,aktualisme, dan faktual
Tabel 2.3Teknik Editing dan Gerakan Kamera7 Penanda Definisi Petanda Pan down Kamera mengarah ke
bawah Menunjukkan kekuasaan, kewenangan
Pan up Kamera mengarah ke atas
Menunjukkan kelemahan, pengecilan
Dolly in Kamera mengarah ke dalam
Memperlihatkan sebuah observasi, fokus
Fade in/out Image muncul dari gelap ke terang dan sebaliknya
Permulaan dan akhir cerita
Cut Perpindahan dari gambar
satu ke gambar yang lain
Simultan, kegairahan
Wipe Gambar terhapus dari
layar
“penutupan”kesimpulan
Menurut Berger, TV merupakan medium “close up” untuk menunjukkan
sebuah karakter (Berger, 2000:33). Dalam penerapan semiotik pada televisi
pengetahuan tentang aspek-aspek medium yang berfungsi sebagai tanda. Setiap
angel gambar yang diambil mempunyai makna dan interpretasi tersendiri. Dari
cara pengambilan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa setiap cara
pengambilan gambar dapat menggambarkan hubungan personal antar tokoh,
ekspresi, emosi, waktu, kejadian dan tempat secara lebih jelas. Dari gambar
7 Sumber : Berger, tanda‐tanda dalam kebudayaan kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000,. Hal 33
53
tersebut kita juga dapat melihat makna-makna dan ideologi tertentu yang ada
dibalik potongan sebuah adegan.
2 .5 Semiologi Roland Barthes
Kancah penelitian semiotika tak bisa begitu saja melepaskan nama Roland
Barthes (1915-1980) ahli semiotika yang mengembangkan kajian yang
sebelumnya punya warna kental dalam strukturalisme semiotika teks.
Sebagai pengikut Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem
tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam
waktu tertentu. Semiotik, atau dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya
hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity ) memaknai hal-hal
(things). Memaknai (to signify ) dalam hal ini tidak dapat dicampurdukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Salah
satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda
adalahperan pembaca (The reader ). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli
tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara
lugas mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran
kedua,yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya.Sistem ke-dua
ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam buku Mythologies-nya
secara tegas ia bedakan dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama.
54
Demi memperjelas signifikasi dua tahap, Barthes menciptakan peta
bagaimana tanda bekerja sebagai berikut :
Gambar 2.4 Peta Tanda Roland Barthes8
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2).Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi, dalam konsep Barthes, tanda
konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung
kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.Pada dasarnya, ada
perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta
denotasi dan konotasi yang dipahami oleh Barthes. Di dalam semiotika Barthes
dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama,
sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih
diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi untuk melawan
keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan
8 Roland Barthes, Mythologies (New York: The NOONDAY Press, 1991), hal. 113
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
4. CONOTATIVE SIGNIFIER
(PETANDA KONOTATIF
3. denotative sign (tanda denotatif)
2. Signified (Petanda)
1. Signifier
5. CONOTATIVE SIGNIFIED
(PETANDA KONOTATIF)
55
dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi.Ia lebih lanjut mengatakan
bahwa makna harfiah merupakan sesuatu yang bersifat. Dalam kerangka Barthes,
konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan
berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai
dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.Di dalam mitos juga terdapat
pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda.Namun sebagai suatu sistem yang
unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnyaatau
dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran
kedua.Didalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.9
Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci
dari analisisnya barthes menggunakan versi yang jauh lebih sederhana membahas
model ‘glossematic sign’(tanda-tanda glossematic). Mengabaikan dimensi dari
bentuk dan substansi, barthes mendefinisikan sebuah tanda (sign) sebagai sebuah
sistem yang terdiri dari (E) sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya (R)
dengan conntent (atau signified) (C): ERC.
Sebuah sitem tanda primer (primary sign system) dapat menjadi sebuah
elemen dari sebuah sistem tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang
berbeda ketimbang semula.
Barthes menulis :
Such sign system can become an element of a more comprehensive sign system. If
the extension is one of content, the primary sign (E� R� C�) Becomes the
expression of secondary sign system:
9(http://www.scribd.com/doc/46455415/TELAAH-kajian-semiotika 10:5501/08/2011).
56
E� = (E� R� C�) R�C�
Dengan begitu, primary sign adalah denotative sedangkan secondary sign adalah
satu dari connotative semiotics. Konsep conotative inilah yang menjadi kunci
penting dari model semiotika Roland Barthes.
Fiske menyebut model ini sebagai signifikasi dua tahap (two order of
signification). Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap
pertama merupakan hubungan antara signifier(ekspresi) dan Signified (content) di
dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes sebagai
denotasi yang paling nyata dari tanda (sign).
Dimulai dari tatanan pertandaan pertama adalah denotasi, tatanan ini
menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara
tanda dengan referennya dalam realitas eksternal.Hal ini mengacu pada anggapan
umum, tentang kejelasan makna suatu tanda( Fiske, 2004: 118).
Denotasi menunjukkan hubungan yang digunakan dalam tingkat pertama
pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting dalam suatu
ujaran. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat
dalam sebuah tanda dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah
pertanda (Wibowo, 2011:174).
Konotasi adalah istilah yang digunakan berthes untuk menunjukkan
signifikasi tahap kedua. Hal ini menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau
emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaanya.
57
Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak
intersubjektif. Dengan kata lain, konotasi bekerja dalam tingkat intersubjektif
sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna
konotatif sebagai fakta denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis semiotika
adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi
terjadinya salah baca (misereading) aatau salah dalam mengartikan makna suatu
tanda (Wibowo, 2011: 174).
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja
melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau
memahami beberapa aspek realitas dan gejala alam. Mitos merupakan produk
kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif, misalnya
mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa. Sedangkan mitos masa kini
misalnya mengenai feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan.
Mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Mitos dapat
berangakai menjadi suatu mitologi yang memainkan peranan penting dalam
kesatuan budaya-budaya. Sedangkan Van Zoest (1991) menegaskan, siapapun
bisa menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-konotasi
yang terdapat didalmnya.
Dalam pandangan Umar Yunus (1990), mitos tidak dibentuk melalui
penyelidikan, tetapi melalui anggapan berdasarkan observasi kasar yang
digeneralisasikan oleh karenannya lebih banyak hidup dalam masyarakat. Ia
mungkin hidup dalam ‘gosip’ kemudian ia mungkin dibuktikan dengan tindakan
nyata. Sikap kita terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang ada dalam diri kita.
58
Mitos menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu terhadap sesuatu yang
dinyatakan dalam mitos.
Sebuah teks, Aart van Zoest tidak pernah lepas dari ideologi dan memiliki
kemampuan untuk memanipulasi pembaca kearah suatu ideologi. Sedangkan
Eriyanto menempatkan ideologi sebagai konsep sentral dalam analisis wacana
yang bersifat kritis.
Hal ini menurutnya, karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk
dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Secara etimologis
ideologi berasal dari bahasa Greek, terdiri atas kata idea dan logos, Idea berasal
dari kata idein yang berarti melihat, sedangkan kata logia berasal dari kata logos
yang berarti kata-kata. Dan arti kata logia berarti science (pengetahuan) atau teori.
Konsep ideologi juga bisa dikaitkan dengan wacana. Menurut Teun A van
Dijk, ideologi terutama dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan
praktik individu atau anggota suatu kelompok. Ideologi membuat anggota suatu
kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan
masalah mereka dan memberinya kontribusi dalam membentuk solidaritas dari
kohesi di dalam kelompok.
akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah
mereka dan memberinya kontribusi dalam membentuk solidaritas dari kohesi
didalam kelompok.
Dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi penting.
Pertama, ideologi secara inharen bersifat sosial, tidak personal atau individual: ia
59
membutuhkan’share’ diantara anggota kelompok organisasi atau kreativitas
dengan orang lainnya.
Hal-hal yang dibagi (sharing) tersebut bagi anggota kelompok digunakan
untuk membentuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak dan bersikap.
Misalnya, kelompok tertentu yang mempunyai ideologi feminis, antirasis dan pro
lingkungan akan membawa nilai-nilai itu dalam semua tindakan mereka.
Kedua, ideologi meskipun bersifat sosial, ia digunakan secara internal di
antara anggota kelompok atau komunitas. Oleh karena itu ideologi tidak hanya
menyediakan fungsi koordinat dan kohesi. Tetapi juga membentuk identitas diri
kelompok, membedakannya dengan kelompok lain.
Ideologi di sini bersifat umum, abstrak dan nilai-nilai yang terbagi antar
kelompok menyediakan dasar bagaimana masalah harus dilihat. Dengan
pandangan semacam itu, wacana lalu tidak dipahami sebagai sesuatu yang netral
dan berlangsung secara ilmiah, karena dalam setiap wacana selalu terkandung
ideologi untuk mendominasi dan berebut pengaruh.
2.6 Iklan
Dalam peradaban manusia, tulisan pertama yang terkait dengan iklan
adalah tanda-tanda yang ditampilkan di atas pintu toko kota-kota kuno di Timur
Tengah. Sejak tahun 3000 Sebelum Masehi orang-orang Babilonia menggunakan
tanda seperti itu untuk mengiklankan toko mereka. Orang-orang Yunani dan
Romawi Kuno juga menggantungkan tanda-tanda tersebut di luar toko mereka.
Ketika orang sudah mulai bisa membaca, para pedagang dizaman itu manatahkan
60
simbol-simbol yang bisa dikenal pada batu, tanah liat, atau kayu untuk
menampilkan tanda-tanda yang ingin mereka tunjukan. Bahkan sebenarnya,
sepanjang sejarah iklan poster dan gambar dipasar dan kuil merupakan media
populer yang dipakai untuk menyebarkan informasi dan untuk mempromosikan
barter serta penjualan barang dan jasa (Danesi, 2010:225).
Diawal tahun 1920-an, semakin banyaknya penggunaan listrik
menghasilkankemungkinan semakin besar dalam mamapankan iklan didalam
cakrawala sosial melalui penggunaan media elektronik baru. Munculnya radio dan
televisi telah menghasilkan perpaduan iklan dalam bentuk komersial disertai
sebuah narasi mini atau jingle musik yang berkisar pada suatu barang atau jasa
dan kegunaannya. Komersial segera menjadi satu bentuk iklan yang sangat
persuasif, karena secara serentak bisa mencapai massa konsumen potensial, baik
melek huruf maupun tidak. Selanjutnya komersial televisi menjadi tidak asing
dalam menciptakan persepi tentang produk sebagai yang terjalin sangat erat
dengan gaya dan isi komersial yang dipakai untuk mempromosikannya. Belum
lama berselang, Internet bergerak maju dalam melengkapi dan menambahi
bentuk-bentuk iklan baik yang tercetak maupun komersial (radio dan televisi).
Meskipun demikian, teks iklan tidak pernah berubah secara drastis dari sejak
dibentuk oleh media tradisonal. Seperti di dalam komersial televisi, para
pemasang iklan di Internet menggunakan gambar, audio, dan pelbagai teknik
visual untuk meningkatkan efektivitas pesan yang akan mereka sampaikan. Pada
akhirnya iklan menjadi salah satu bentuk diskursus sosial yang paling tersebar dan
menyeluruh yang pernah dibuat manusia. Seperti yang pernah disinggung
61
McLuhan (1964), dalam hal ini medium sudah menjadi pesan. Sekarang bahkan
sudah ada situs seperti AdCritic.com yang menampilkan iklan sebagai iklan itu
sendiri, sehingga para pengakses situs itu bisa melihatnya hanya dari segi
estetiknya saja.
Didalam abad ke-20, iklan berevolusi menjadi sebentuk diskursus sosial
persuasif yang terutama diarahkan untuk mempengaruhi bagaimana kita
memahami pembelian dan konsumsi barang-barang. Diskursus iklan berkisar dari
pernyataan sederhana di bagian terklasifikasi pada suratkabar dan majalah sampai
iklan gaya hidup majalah yang canggih serta komersial televisi dan internet. Oleh
sebab itu, iklan telah menjadi diskursus istimewa yang telah menggantikan
bentuk-bentuk diskursus lebih tradisional khotbah, pidato politik, peribahasa,
kata-kata bijak, dan sebagainya- yang diabad-abad yang telah lewat memiliki
kekuatan retoris dan otoritas moral. Akan tetapi, iklan menjunjung dan
menanamkan nilai-nilai Epikurean, bukan moralistik.
Dalam proses periklanan terjadi proses yang berkaitan dengan disiplin
psikologi; mulai dari tahap penyebaran informasi sebagai proses awal, hingga ke
tahap menggerakkan konsumen untuk membeli atau menggunakan jasa adalah
suatu proses psikologi. Iklan dapat dikatakan berhasil apabila mampu
menggerakan konsumen untuk pertama kali saat melihat penampilan iklan
tersebut; rangsangan visual dari penampilan iklan langsung mendapat perhatian
dari pemerhati. Proses berikut adalah hadirnya penilaian akhir terhadap isi atau
pesan dari iklan, dengan mempertimbangkan perasaan calon konsumen, yang
memunculkan tindakan atau sikap sesuai dengan penilaian akhirnya.
62
Iklan melihat manusia sebagai ‘satuan-satuan berulang’ yang bisa
diklasifikasikan kedalam pelbagai ‘kelompok selera’, ‘kelompok gaya hidup’,
atau ‘pangsa pasar’ yang bisa dikelola dan dimanipulasi mengikuti hukum
statistik. Seperti yang telah diingatkan oleh pakar psikoanalisis Carl Jung (1957:
19-20) beberapa dasawarsa lalu, kita memang hidup di dalam masa yang secara
berbahaya melihat manusia sebagai sekrup di dalam mesin, bukannya ‘sebagai
sesuatu yang unik dan tunggal yang pada kahirnya tidak bisa diketahui dan
dibandingkan dengan apa pun.
Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kita bisa mengkajinya
lewat sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas
lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan
tiruan indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film (Sobur, 2004:116)
Fenomena-fenomena sosial-budaya seperti fashion, makanan, furniture,
arsitektur, pariwisata, mobil, barang-barang konsumer, seni, desain dan iklan
dapat dipahami berdasarkan model bahasa (Yasraf Amir Piliang,1995: 27).
Menurut ancangan semiotik apabila keseluruhan praktek sosial dapat dianggap
sebagai fenomena bahasa, maka semuanya juga dapat dianggap sebagai "tanda-
tanda" (signs). Dalam semiotika Saussurean 'tanda' merupakan dua bidang yang
tak dapatdipisahkan, yaitu bidang penanda (signifier) atau bentuk dan bidang
petanda (signified) atau makna. Menurut semiotika Saussurean tanda harus
63
mengikuti model kaitan struktural antara penanda dan petanda yang bersifat stabil
dan pasti10
Kajian sistem tanda dalam iklan mencakup objek. Objek iklan adalah hal
yang diiklankan. Dalam iklan produk atau jasa, produk atau jasa itulah objeknya.
Yang penting dalam menelaah iklan adalah penafsiran kelompok sasaran dalam
proses interpretan. Jadi, sebuah kata seperti eksekutif meskipun dasarnya
mengacu pada manajer menengah, tetapi selanjutnya manager menengah ini
ditafsirkan sebagai “suatu tingkat keadaan ekonomi tertentu “ yang juga kemudian
dapat ditafsirkan sebagai “gaya hidup tertentu” yang selanjutnya dapat ditafsirkan
sebagai “kemewahan”, dan seterusnya. Penafsiran yang bertahap itu merupakan
segi penting dalam iklan. Proses seperti itu disebut semiosis (Hoed, 2001 : 97).
Pada saat ini budaya terbuat dari makna antara konsumen dan pemasar.
hal ini digambarkan dalam tanda-tanda dan simbol yang dikodekan dalam benda
sehari-hari. Semiotika adalah studi tentang tanda dan bagaimana suatu tanda itu
ditafsirkan. Periklanan memiliki tanda-tanda tersembunyi dan arti dalam nama
merek , logo , desain kemasan, cetak iklan, dan iklan televisi. Tujuan dari
semiotika adalah untuk mempelajari dan menginterpretasikan pesan yang
disampaikan dalam iklan . Logo dan iklan dapat ditafsirkan pada dua tingkatan
yang dikenal sebagai tingkat permukaan dan tingkat yang mendasarinya. Tingkat
permukaan menggunakan tanda-tanda kreatif untuk membuat gambar atau
kepribadian untuk suatu produk mereka.Tanda-tanda ini dapat berupa gambar,
10. http://andriew.blogspot.com/2011/05/bab-i-pendahuluan-iklan-selalu hidup.html15:0010/08/2011
64
kata, font, warna , atau slogan. Sedangkan tingkat mendasarinya terdiri dari
makna tersembunyi.
Kombinasi gambar, kata, warna, dan slogan harus ditafsirkan oleh
penonton atau konsumen. Kunci untuk analisis iklan adalah penanda dan yang
ditandakan. Penanda adalah obyek dan Petanda adalah konsep mental. Sebuah
produk terdiri dari penanda dan yang ditandakan.Penanda adalah warna , nama
merek, desain logo, dan teknologi. Petanda memiliki dua makna denotatif dan satu
lagi bisa berupa sebagai konotatif. Makna denotatif adalah makna dari produk.
Makna denotatif sebuah televisi akan menjadi bahwa itu adalah definisi yang
sebenarnya. Makna konotatif adalah makna produk dalam dan tersembunyi.
Sebuah makna konotatif dari televisi memerlukan penafsiran untuk dipecahkan.
Saat ini banyak produk-produk menerapkan konsep semiotika dalam
pertarungan pasar, semiotika tampaknya telah menjadi tren dalam dunia
periklanan, kini hampir semua produk kita dapat menemui semiotika seperti yang
terdapat pada iklan rokok, produk-produk perawatan kulit dan tubuh, bahkan
sampai ke iklan maskapai penerbangan seperti pada garuda Indonesia walaupun
produk-produk yang menerapkan semiotika didominasi oleh rokok dan perawatan
wanita. Inilah ranah tektualitas berupa tanda dan makna yang masih menjadi
misteri menunggu untuk dipecahkan dan dibedah.