BAB II UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI...
Transcript of BAB II UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI...
BAB II
UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI ILMU SHARAF
MELALUI METODE HAFALAN KITAB TASHRIFAN
Gordon Dryden dan Jeanete Vos dalam The Learning Revolution memberikan
kiat praktis bagi guru, pelatih maupun para pelajar agar mampu mengingat seluruh
poin utama buku karyanya tersebut. Caranya, bagi guru atau pelatih harus
mengkopi halaman-halaman poster kemudian mencetaknya di atas kertas poster
berwarna cerah lalu memajang poster-poster tersebut di dinding sebagai pengingat
poin-poin utama secara permanen. Kepada para pelajar, keduanya
merekomendasikan agar mereka membuat peta pikiran utama dari setiap bab yang
mereka pelajari.1 Konsep-konsep serupa juga diberikan oleh para pakar dan
pemikir–pemikir teori belajar lainnya.2 Artinya, para ilmuwan itu sependapat
bahwa ilmu atau pengetahuan yang telah diperoleh itu harus bisa diingat dan
dihafal dengan baik.
Sebenarnya konsep belajar islami yang dipraktekkan oleh generasi salaf al
shalihin maupun para generasi setelahnya juga sangat menekankan akan
pentingnya menghafal pelajaran. Pada periode awal, para sahabat rata-rata mampu
menghafal semua yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Mereka menghafal
lafadz atau makna hadits dan memahaminya berdasar naluri mereka sebagai orang
arab dan berdasar petunjuk dari ucapan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah.
Setelah menguasai semua itu mereka dengan gigih menyebarkan ajaran-ajaran
suci tersebut kepada orang lain3.
Tradisi yang indah tersebut berlanjut. Simak saja pernyataan Imam Syafi’i
(150-204H) yang bereluh kesah tentang kemampuan menghafalnya yang buruk.
Meskipun beliau telah mampu menghafal al Qur’an ketika berumur 7 tahun dan
kitab Muwaththa’ ketika berumur 10 tahun.
1 Gordon Dryden dan Jeannette Vos, The Revolution Learning, dalam A. Baiquny, Revolusi
Cara Belajar, (Bandung: Kaifa, 2002) hlm. 7 2 Ibid., hlm. 166 3 Abu Syuhbah, Muhammad, Fi Rihabi al Sunnah al Kutub al Shihahi al Sittah, dalam
Utsman, ahmad, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), hlm. 19-21
فارشدين اىل ترك املعاصى : شكوت اىل وكيع سوء حفظى
ونور اهللا ال يهدى لعاصى : فإن احلفظ فضل من اله
Aku mengadu kepada Tuan waki’ tentang buruknya hafalanku, kemudian beliau memberiku petunjuk agar aku meninggalkan maksiat.
Karena hafalan adalah anugerah Ilahi, dan anugrah Allah tidak diberikan kepada orang yang durhaka.4
Imam Bukhori yang selama 16 tahun perjalanan sucinya mencari hadits Nabi
melintasi Makkah, Madinah, Syam, Baghdad, Wshit, Basrah, Kufah, Mesir, Mary,
Asqalan, Rei, Naisabur, Himsha, Khurasan dan masih banyak lagi negeri yang
lainnya mampu mengahfal 600 ribu hadits yang diriwayatkan oleh sekitar 1080
perawi. Dari sekian banyak hadits tersebut sekitar 6000 diantarnya adalah hadits
shohih. 5
Metode hafalan adalah metode yang paling efektif diterapkan bagi para
pemula dalam setiap mata pelajaran. Mengingat pentingnya hafalan materi-materi
pelajaran maka para ulama’ salaf al shalihin menciptakan nadham-nadham dalam
berbagai wilayah disiplin ilmu. Bahkan Imam al Bushiry menciptakan Qashidah
al Burdah, nadham yang berisi tentang pujian dan kerinduannya kepada sang
kekasih, Rasulullah SAW. Dewasa ini banyak kita jumpai metode-metode
praktis untuk belajar membaca dan menulis al-Qur’an. Inti dari metode-metode
tersebut adalah untuk memudahkan para pelajar mengingat dan menghafal materi
yang harus dikuasai secara tidak sengaja. Pada waktu dulu seorang guru
matematika sering membuat titian Kali Banggi Tambak Urang6 untuk
menancapkan ingatan murid-muridnya tentang perkalian, pembagian,
penambahan dan pengurangan.
Upaya-upaya tersebut jelas-jelas menekankan tentang pentingnya seorang
siswa menghafal materi pelajaran yang harus dikuasai baik secara langsung
4 Ibid. baca juga Ibrahim bin Isma’il, Syrh Ta’lim alMuta’allima, (Indonesia, Dar Ihya’), hlm.
41 5 AlMihrab, edisi ke-16, Tahun ke-2, 2005, Hlm. 28-29 6 Kali Banggi Tambak Urang, titian ini sering digunakan oleh guru-guru matematika di daerah
Kab. Rembang dan sekitarnya. Banggi yang dimaksud adalah Pasar Banggi, sebuah desa yang terletak sekitar 5 KM di sebelah timur kota Rembang.
maupun tidak, disengaja maupun tidak, bahkan paham maupun tidak. Dalam
konteks yang lain Imam ghazali merekomendasikan agar penanaman nilai-nilai
aqidah bagi anak-anak dimulai dengan proses menjadikan mereka menghafal
aqidah-aqidah tersebut. Seiring bertambahnya usia dan kematangan pikiran,
mereka akan mampu menemukan makna hafalan tersebut sedikit demi sedikit.
Menurut Ghazali fase-fase penanaman aqidah tersebut adalah menghafal,
memahami, beriktikad, meyakini, kemudian membenarkan ajaran aqidah-aqidah
tersebut. Semua itu adalah hal-hal yang mampu dikuasai anak-anak tanpa perlu
bukti dan argumentasi.7
Kitab Tashrifan adalah kitab yang dirancang untuk memudahkan para santri
pemula dalam mencamkan, mengingat dan menghafalkan materi ilmu sharaf.
Penerapan metode pembelajaran, pendekatan guru terhadap para santri dan
kemampuan mereka dalam mengelola kelas menjadi faktor internal yang sangat
mempengaruhi tingkat keberhasilan pemahaman para santri.
Dalam penelitian ini yang ingin dicapai adalah bagaimana meningkatkan
penguasaan santri terhadap materi mata pelajaran ilmu sharaf dengan menghafal
kitab Tashrifan. Sebagimana diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa
salah satu karakter kitab Tashrifan adalah mudah dilagukan. Dan dalam relitas
nyata nyanyian atau lagu-lagu lebih mudah dihafal dari pada cerita atau prosa.
Yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah kemampuan guru dalam
menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif, menyenangkan dan mampu
menggairahkan kontinuitas santri untuk aktif dalam pembelajaran di kelas dan
belajar di rumah. Tanpa bermaksud menutup mata dari adanya faktor-faktor lain
yang saling terkait seperti kurang layaknya sarana dan prasarana fisik maupun non
fisik, meningkatkan kemampuan guru sebagai sutradara dan aktor dalam proses
belajar mengajar adalah hal yang urgen.
Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah membuktikan kembali
evektinitas metode hadalan dalam meningkatkan penguasaan santri terhadap mata
pelajaran ilmu sharaf.
7 Al Ghazali, Ihya’ Ulum al Din, Juz I, (Beirut: Dar al Fikr, 1996), Hlm. 123
A. Upaya Meningkatkan Penguasaan Materi Ilmu Sharaf
1. Pengertian Ilmu Sharaf
Dalam mukadimah Unwan al Dharf, sang mushannif mendefinisikan
bahwa sharaf adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan kerangka
kalimat-kalimat selain I’rab.8 Al jurjany dalam at Ta’rifat menerangkan
bahwa sharaf adalah ilmu untuk mengetahui beberapa keadaan kalim dari
segi I,lal.9 Menurutnya, I’lal adalah perubahan huruf ‘illat (wau, alif dan
ya’) untuk meringankan, untuk meringankan hamzah, atau mengganti satu
huruf dengan huruf yang lain demi meringankan atau memudahkan
pengucapan.10
Dalam redaksional yang lain disebutkan bahwa I’lal adalah perubahan
huruf illat untuk meringankan. Yang tergolong kedalam kategori I’lal
adalah (mengganti huruf ‘illat dengan yang lain), alhadzf (membuang
huruf ‘illat) dan al-iskan (mematikan, mensukun atau memberi syakal
sukun pada huruf ‘illat).11
Kalim adalah isim jinis jama’ yang bagian-bagiannya satu persatu
disebut kalimat.12 Artinya, kalim adalah bentuk jamak dari kalimat, baik
kalimat isim, kalimat fi’il maupun kalimat huruf. Sebagaimana
disinggung dalam bab pertama nadhm Alfiyah karya Imam Ibn Malik:
واسم وفعل مث حرف الكلم : كالمنا لفظ مفيد كاستقم
وكـلمة ا كـالم قد يؤم : واحده كـلمة والقول عم
Menurut pendapat kita, kalam adalah suatu lafadz yang berfaidah seperti kata “istaqim”. Kalimat Isim, kalimat fi’il kemudian kalimat huruf adalah disebut komponen kalim. Bentuk tunggal kalim adalah
8 Ibn Abdur Rozzaq, Harun, Unwan al Dharf, (Surabaya: Maktabah Salim Nabhan, tt), Hlm. 3 9 Al Jurjany, At Ta’rifat, (Beirut: Dar al Kutb al Ilmiyah, 1988), hlm.133 10 Ibid., hlm. 31 11 Hidayatul Mubtadi’in, Al I’lal al Ishthilahy Wa al Lughawy, (Kediri, Lirboyo : HMM, 1992),
Hlm. 2 12 As Suyuthy, Bahjat al Mardliyah, (Surabaya: Al Hidayah, tt), Hlm.3
kalimat, sedangkan qaul itu sifatnya umum; Terkadang yang dimaksud kalimat adalah kalam.13
Menurut Imam Ibn Aqil, kalim adalah isim jinis yang bentuk
tunggalnya disebut kalimat. Kalimat bisa berupa kalimat isim (kata
benda), kalimat fi’il (kata kerja), dan kalimat huruf14.
Dalam Milhat al I’rab Imam Jamaluddin Al Hariry mendefinisikan bahwa:
حنو سعى زيد وعمرو متبع : حد الكالم ما أفاد املستمع
اسم وفعل مث حـرف معىن : ونوعه الذى علـيه يبـىن
Definisi kalam adalah hal-hal yang bisa memberikan manfaat
kepada pendengar, seperti (سعى زيد) dan (عمرو متبع). Macam-
macam perkara yang membentuk kalam adalah: isim, fi’il kemudian huruf yang bermakna.15
Kalimat isim adalah kalimat yang pantas dimasuki huruf jar, kalimat
fi’il adalah kalimat yang pantas kemasukan (سوف ), (سني) yang bermakna
saufa, dan ta’ mutakallim serta ta’ mukhathab. Sedangkan kalimat huruf
karakteristiknya adalah ia tidak memiliki alamat (ciri khas) yang dimiliki
oleh kalimat isim dan kalimat fi’il.16
Kalimat isim dapat disebut pula sebagai kata benda. Sedang kalimat
fi’il adalah kata kerja sebagaimana definisi yang diberikan oleh al Fakihy
bahwa menurut lughat, kalimat fi’il berati pekerjaan yang ditimbulkan
oleh fa’il (subyek).17 Sedang huruf dibagi menjadi dua: huruf ma’any dan
huruf mabany. Huruf ma’any adalah kalimat-kalimat huruf yang tercipta
sepadan dengan kalimat isim dan kalimat fi’il (sama-sama bermakna).
13 Ibn Malik, Nadhm Alfiyah, (Surabaya: Al Hidayah, tt), hlm. 3 14 Ibn Aqil, Syarh Alfiyah Ibn Malik, (Surabaya: Al Hidayah, tt), hlm. 3 15 Al Hadlrromy, Al Hariry, Jamaluddin, Milhat al I’rab, ( Surabaya: Al Hidayah), hlm. 3 16 Al Hadlromy, Muhammad Ibn Muhammad Bahraq, Tuhfat al Ahbab, (Surabaya, Al
Hidayah,), Hal 3-4 17 AlFakihy, Hamsy Tuhfat al Ahbab, (Surabaya: Al Hidayah ) Hlm. 3
Sedang huruf mabany adalah huruf hijaiyah yang membentuk kalimat-
kalimat.18
Sharaf sering pula disebut tashrif. Al sharf dan al tashrif keduanya
adalah masdar dari sharafa (صرف) ra’ tidak bertasydid dan sharrafa
ra’ bertasydid. Keduanya dalam term bahasa arab berfungsi (صرف)
untuk memindahkan dan merubah.19 Tashrif menurut lughat berarti
perubahan (apapun bentuknya). Oleh para pakar ilmu sharaf, tashrif
diartikan sebagai perubahan satu bentuk asli ke dalam beberapa turunan
yang beraneka ragam demi tercapainya sebuah makna baru yang hanya
bisa dicapai dengan perubahan tersebut20. Bentuk asli yang dimaksud
menurut ulama’ Kufah adalah fi’il Madly sedang menurut ulama’ Bashrah
adalah mashdar21.
Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
ilmu sharaf berfungsi untuk mengetahui perubahan-perubahan satu bentuk
lafadz ke lafadz lainnya dengan tujuan-tujuan tertentu, baik untuk
memudahkan pengucapan maupun demi tercapainya makna baru yang
tidak bisa dicapai tanpa perubahan tersebut.
2. Materi Pelajaran Ilmu Sharaf
Disamping membicarakan tentang pokok-pokok tashrif isthilahy dan
lughawy, dalam pelajaran ilmu sharaf dikenal beberapa istilah yang
menjadi ciri khas ilmu sharaf. Istilah tersebut antara lain: wazan, mauzun,
bina’, shighat, tsulatsi, ruba’I, khumasi, maujarrad, mazid dan mulhaq
serta istilah-istilah yang telah tersebut pada bab awal tulisan ini.
Wazan berarti timbangan, atau pola yang harus diikuti oleh mauzun.
Mauzun adalah lafadz yang bentuk dan polanya mengikuti bentuk dan pola
18 Al Hadlromy, Muhammad Ibn Muhammad Bahraq, Hamsy Tuhfat al Ahbab, (Surabaya:
AlHidayah) Hlm.3 19 Ibn Muhammad Harun, Ta’liq Unwan al Dharf, ( Surabaya: Maktabah Salim Nabhan, tt),
Hlm. 3 20 Al’Azzy, Matn al Tashrif, (Surabaya: Al Hidayah,tt), hlm.2 21 Al Kailany, Syarh Matn al Tashrif, (Surabaya : Al Hidayah), hlm. 2
wazan. Wazan dan mauzun adalah dua hal yang berbeda namun tidak bisa
dipisahkan satu sama lain, seperti halnya siang dan malam, laki-laki dan
perempuan.
Bina’ adalah kerangka kata yang berupa huruf-huruf hijaiyah. Shighat
adalah kedudukan suatu lafadz dalam suatu susunan kalimat, apakah dia
sebagai fi’il madly, mudlari’, fa’il atau isim isyarah atau yang lainnya.
Tsulatsi, ruba’I, khumasi berasal dari kata tsalatsatun, arba’atun, dan
khamsatun yang berarti tiga, empat dan lima. Tsulatsi adalah fi’il madly
atau masdar yang terdiri dari tiga huruf, ruba’i terdiri dari empat huruf,
dan khumasi terdiri dari lima huruf.
Mujarrad adalah bentuk asli sebelum mengalami penambahan huruf
zaidah (tambahan), atau dan sebelum dikiaskan (diikutkan) ke wazan yang
lain untuk perubahan makna. Mazid adalah penambahan satu atau
beberapa huruf zaidah (tambahan) atas suatu lafadz yang masih asli.
Sedang mulhaq adalah mengkiaskan atau mengikutkan suatu bentuk lafadz
ke wazan lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan makna yang baru.
3. Teori Belajar
SDS (Spesific Diagnostic Studies) yang bermarkas di Rockville,
Maryland, Amerika Serikat mempublikasikan hasil uji kecenderungan
gaya belajar dari 5.300 responden yang terdiri dari siswa kelas 5 sampai
kelas 12 di sekolah-sekolah dasar dan menengah di Amerika serikat,
Hongkong dan Jepang bahwa 37% dari mereka cenderung menggunakan
gaya belajar haptik atau kinestetik, 34% cenderung ke gaya auditorial dan
29% lebih cenderung ke gaya visual. Lynn O’Brien direktur SDS
menerangkan bahwa kebanyakan pelajar sekolah dasar dan menengah
paling baik belajar ketika mereka terlibat dan bergerak, sementara orang
dewasa lebih suka belajar secara visual. Namun kebanyakan orang
mengkombinasikan ketiga gaya tersebut.
Para peneliti di SDS menyimpulkan bahwa ada tiga gaya belajar
utama, yaitu:
1. Pelajar haptik, yaitu orang yang belajar paling baik ketika mereka
terlibat, bergerak, mengalami, dan mencoba-coba. Kata haptik berasal
dari bahasa Yunani yang berarti bergerak bersama. Pelajar haptik
sering disebut juga pelajar kinestetik.
2. Pelajar Visual, yang belajar paling baik ketika mereka melihat
gambar-bambar yang mereka pelajari. Sebagian kecil dari mereka
berorientasi pada teks yang tercetak, dan dapat belajar melalui
membaca.
3. Pelajar Auditorial, yang belajar paling baik melalui suara, musik dan
berbicara.
Disamping teori yang dikemukakan oleh SDS tersebut masih ada teori-
teori belajar lainnya. Antara lain:
a. Teori Conditioning, yang sering disebut teori simple conditioning atau
Continguity, yaitu teori yang menekankan bahwa belajar terdiri atas
pembangkitan respon dengan stimulus yang pada mulanya bersifat
netral atau tidak memadai. Teori ini dikembangkan oleh B.F. Skinner.
b. Teori S-R Bond, yang menerangkan bahwa proses belajar pada
manusia pada hakikatnya mengikuti prinsip yang sama dengan yang
terjadi pada hewan. Proses belajar tersebut merupakan suatu bentuk
perubahan prilaku yang dapat diamati yang terjadi melalui hubungan
rangsangan-jawaban menurut prinsip-prinsip yang mekanistik. Teori
yang dikemukakan oleh E.L. Torndike ini mengemukan tiga hukum
primer tentang proses belajar, yaitu: hukum kesiapan, hukum latihan
dan hukum akibat.
c. Teori Field, yang dirumuskan sebagai penolakan atas teori
conditioning. Teori ini menekankan pada keseluruhan dari bagian-
bagian, bahwa bagian-bagian itu berhubungan erat dan saling
bergantung satu dengan yang lain. Field Theory yang terkemuka
adalah psikologi Gestalt. Teori ini memandang bahwa tugas-tugas
sekolah harus cocok dengan pengalaman dan pemahaman siswa.
Kegagalan sering terjadi karena: tugas terlalu sulit bagi siswa untuk
mencapai insigh, dan keterangan dari guru tidak cukup jelas.
d. Teori hafalan, teori ini sebenarnya merupakan teori belajar yang
paling tua. Sebelum alat tulis menulis ditemukan manusia mewariskan
ilmu dan pengetahuannya kepada generasi berikutnya dengan cara
hafalan. Dalam The Revolution Learning, Dryden Dan Vos
merekomendasikan kiat-kiat mudah mengingat dan menghafal bagi
guru dan murid.22 Unik dalam 10 Cara Pintar Dan Efektif
menyarankan agar siswa sudah paham materi yang akan dihafalkan
secara garis besar sebelum ia menghafalkannya. Dengan demikian
mereka bisa mengingat kata-kata kunci dari materi-materi yang harus
dihafal23. Hisamuddin memerintahkan anaknya agar menghafalkan
sedikit dari ilmu dan hikmah setiap hari. Karena sekarang yang dihafal
memang baru sedikit tapi lama-lama akan menjadi banyak.24
Dalam hal belajar ilmu sharaf dengan bahan ajar kitab Tashrifan
teori-teori belajar tersebut dimaksudkan sebagai acuan dasar untuk
menetapkan metode pembelajaran yang harus ditetapkan oleh guru
untuk meningkatkan motivasi belajar, menghafal dan memahami ilmu
sharaf.
Ada beberapa metode menghafal yaitu ; wahdah, kitabah, sima’i,
gabungan dan jama’i.
4. Prinsip Pembelajaran
Secara garis besar metode pembelajaran dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu: metode konvensional dan metode non konvensional. Metode
konvensional merupakan metode mengajar yang lazim digunakan oleh
guru atau sering disebut metode tradisional. Sedang metode
inkonvensional adalah metode yang baru berkembang dan belum banyak
22 Dryden Gordon dan Jeanette Vos, Lok. Cit. 23 Unik, 10 Cara Pintar Dan Efektif, (Smg: Suara Merdeka, 2006), Edisi Minggu, 9 april 2006,
Hlm. 20 24 Al Zarnuji, op.cit., Hal 38
digunakan secara umum, misalnya metode yang diterapkan oleh sekolah
yang sarana-prasarananya langka dimiliki oleh sekolah yang lain.25
Diantara sekian banyak metode konvensional, metode drill (direct
methode) memiliki karakteristik yang unik. Karakteristik itu menurut
Winarno Surachmad sebagaimana dikutip oleh Usman adalah terletak pada
tujuan dilakukannya drill, yaitu untuk memperoleh ketangkasan atau
ketrampilan latihan terhadap apa yang dipelajari. Karena hanya dengan
melakukannya secara praktis maksud suatu pengetahuan tertentu dapat
disempurnakan dan disiap-siagakan.26
Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam menggunakan metode
latihan siap atau drill yaitu;
Pertama, kesadaran bahwa pengertian belajar bukan berarti pengulangan
yang sama persis dengan apa yang telah diperoleh siswa tetapi terjadinya
suatu proses belajar dengan adanya situasi yang berbeda dari pengaruh
latihan yang pertama. Dengan demikian maka latihan kedua, ketiga dan
seterusnya akan lain bentuk dan sifatnya.
Kedua, Situasi belajar itulah yang mula-mula harus diulangi untuk
mendapat respon dari siswa. Bila siswa dihadapkan pada berbagai situasi
belajar maka dalam diri mereka akan timbul alasan untuk memberikan
respon sehingga mendorong mereka untuk melatih ketrampilannya. Jika
situasi tersebut dapat diubah-ubah kondisinya sehingga menuntut siswa
untuk menyesuaikan perubahan respon maka ketrampilan siswa akan dapat
lebih disempurnakan.
Ketiga, suatu drill harus dimulai dari hal-hal yang mendasar agar siswa
betul-betul mengerti apa yang telah dan akan mereka lakukan, sehingga
diperoleh ketrampilan yang diinginkan
Efektifitas suatu metode pembelajaran sangat bergantung atas
karakteristik kemampuan yang diharapkan lahir dari proses belajar
25 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002),
Hlm.33 26 Ibid., hlm.55
mengajar tersebut. Metode drill sangat efektif jika digunakan untuk
memperoleh:
- Kecakapan motorik seperti mengulas, menghafal, membuat alat-alat,
menggunakan mesin/alat, permainan dan atletik.
- Kecakapan mental, seperti melakukan perkalian, menjumlah,
mengenal tanda-tanda/simbol dan sebagainya.
- Asosiasi yang dibuat, seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan,
penggunaan simbol, membaca peta, dan sebagainya.
Dalam pengajaran dengan metode drill seorang guru harus mengetahui
sifat kecakapan itu sendiri, seperti:
- kecakapan sebagai penyempurnaan dari suatu arti dan bukan sebagai
hasil proses mekanis semata-mata.
- kecakapan tersebut dikatakan tidak benar jika hanya menentukan suatu
hal yang rutin yang dapat dicapai dengan pengulangan yang tidak
menggunakan pikiran, sebab dalam kenyataannya, bertindak atau
berbuat sesuatu harus sesuai dengan situasi dan kondisi.
Untuk memperoleh kecakapan dengan metode drill ini ada dua fase :
- fase integratif, dimana persepsi dari arti dan proses dikembangkan.
Pada fase ini belajar kecakapan dikembangkan menurut praktek yang
berarti sering melakukan hubungan fungsional dan aktifitas
penyelidikan.
- Fase penyempurnaan, atau fase penyelesaian dimana ketelitian
dikembangkan. Dalam fase ini diperlukan ketelitian yang dapat
dikembangkan menurut praktek yang berulang kali. Dalam hal ini
variasi praktek yang dikembangkan bertujuan untuk mendalami arti
bukan ketangkasan. Sedangkan praktek yang sering dilakukan
bertujuan mempertinggi efisiensi bukan untuk mendalami arti.
Prinsip-prinsip yang diperhatikan dalam menggunakan metode drill antara
lain :
- Drill hanyalah untuk bahan atau perbuatan yang otomatis.
- Latihan harus memiliki makna dalam rangka yang lebih luas, yakni :
a. sebelum melaksanakan latihan siswa perlu mengetahui terlebih
dahulu arti latihan tersebut;
b. siswa perlu menyadari bahwa latihan-latihan itu berguna bagi
kehidupan mereka kelak;
c. siswa perlu mempunyai sikap bahwa latihan itu diperlukan untuk
melengkapi belajar.
Latihan-latihan tersebut pertama-tama harus ditekankan pada
diagnosa :
1. Pada taraf permulaan jangan diharapkan reproduksi yang
sempurna;
2. Dalam percobaan kembali harus diteliti kesulitan yang
menimbulkan respon yang benar yang akhirnya harus dikenal
siswa .
3. Siswa memerlukan waktu untuk variasi latihan, perkembangan
arti dan kontrol.
4. Pertama kali yang harus ditekankan adalah ketepatan,
kemudian kecepatan, dan akhirnya keduanya harus dimiliki
oleh siswa.
5. Masa latihan harus relatif singkat dan sering dilakukan latihan-
latihan lanjutan.
6. Kondisi latihan harus menarik minat siswa dan dalam susana
yang menyenangkan.
7. Harus mendahulukan proses yang bersifat fundamental
daripada yang bersifat sekunder.
d. Proses latihan juga harus memperhatikan perbedaan kemampuan
individual.
Metode drill adalah salah satu metode yang dianggap paling efektif untuk
pembelajaran bersama di kelas dengan metode hafalan kitab Tashrifan.
5. Upaya Meningkatkan Penguasaan
Keberhasilan belajar seseorang tak bisa lepas dari dua hal: minat dan
bakat. Keduanya adalah gejala fisik dan jiwa yang selalu bertalian. Dalam
kehidupan, minat lebih dominan daripada bakat. Seseorang dengan bakat
tertentu tak akan bisa mengembangkan bakatnya tanpa memiliki minat
untuk itu. Namun, seseorang dengan bakat pas-pasan akan berusaha
mengeksplorasi kemampuannya demi mencapai sukses karena minat untuk
itu sangat kuat.
Dalam pengelolaan kelas seorang guru harus mampu untuk selalu
meyegarkan minat para siswanya. Kemampuan ini sangat penting karena
kecenderungan siswa untuk merasa cepat bosan terhadap apa yang
dihadapi dan terbatasnya kemampuan organ manusia. Dalam Ta’lim al
Muta’allim, Imam az Zarnuji menuturkan bahwa Sahabat Ibnu Abbas RA
jika merasa bosan dengan materi ilmu kalam beliau berseru :”bawa
kemari buku-buku syair para penyair!”. Imam Muhammad Ibn al Hasan
ketika belajar tidak pernah tidur malam dan selalu menghadapi buku-buku
yang ada didepannya. Ketika merasa bosan dengan salah satu buku dia
membaca buku lainnya. Beliau juga menyediakan air. Jika merasa
mengantuk mukanya dibasuh dengan air untuk menghilangkan kantuk27.
Untuk meningkatkan kembali minat mengikuti kegiatan belajar
mengajar dalam kelas guru perlu melakukan hal-hal sebagai berikut :
- menunjukkan pentingnya materi pelajaran yang sedang disampaikan,
- menghubungkan pengetahuan atau pengalaman siswa dengan materi
yang sedang disampaikan
- memotivasi siswa agar melakukan kompetisi belajar yang sehat
- Berusaha menghindarkan hukuman, dan dapat memberikan hadiah
secara bijaksana.
John A Barr dalam The Elementary Teacher and Guidance
sebagaimana dikutip oleh Abdul Wahib menyimpulkan bahwa faktor-
faktor penyebab hilangnya minat adalah :
27 Az Zarnuji, op.cit., hlm.36
- Kelainan jasmaniah pada mata, telinga, atau bagian organ tubuh
lainnya yang sangat mempersukar anak dalam mengikuti pembelajaran
atau menjalankan tugas.
- Pelajaran yang kurang menarik karena tidak memenuhi kebutuhan
keingintahuan anak.
- Ada masalah atau kesukaran kejiwaan. Dalam hal ini dimanapun anak
akan menunjukkan gejala yang sama, yaitu menunjukkan minat atau
memberi perhartian yang lebih besar terhadap sesuatu di luar kelas.
- Ada konflik pribadi antara orang tua dengan guru.
Karakteristik mata pelajaran ilmu sharaf dengan bahan ajar kitab
Tashrifan perlu diimbangi dengan kemampuan guru dalam menyajikannya
di kelas. Metode drill hafalan yang digunakan harus dikemas sedemikian
rupa sehingga para santri tidak merasa jemu, tetap tertarik dengan mata
pelajaran ini, serta merasa termotivasi untuk menguasainya. Dengan
demikian maka sangat diharapkan agar nantinya di luar kelaspun mereka
mampu mengembangkan segala potensi yang dimiliki untuk bisa
menghafal dan memahami kitab Tashrifan.
Namun demikian, upaya tersebut sangat membutuhkan dukungan dari
berbagai pihak. Motivasi, perhatian dan bimbingan bahkan do’a restu dari
pihak-pihak terkait seperti guru mata pelajaran lain, orang tua, saudara dan
teman-teman sejawat sangat diperlukan untuk menumbuhkan iklim yang
kondusif, semangat menghafal dan hasrat ingin bisa memahami kitab ini.
B. Metode Hafalan Dalam Pembelajaran Kitab Tashrifan
1. Pengertian Metode Hafalan
Metode hafalan adalah metode belajar mengajar tertua di dunia.
Sebelum manusia mampu mengabadikan ilmu dan pengetahuannya lewat
tulisan dengan berbagai media yang ada, mereka mewariskan semua itu
kepada generasi berikutnya dengan metode ini. Hikayat-hikayat atau
cerita-cerita babad tanah jawa yang banyak dihafal oleh remaja pada era
tahun 1950an adalah salah satu contohnya. Kebanyakan dari mereka
adalah kaum tuna aksara. Mereka menguasai cerita-cerita tersebut karena
hafal.
Kata hafal berasal dari kata حفظ yang berarti ضيط الصور
)املدركة ) “kokohnya gambaran-gambaran yang ditemukan”. Sedangkan
aldlabth secara epistimologi berarti kokoh. Menurut istilah berarti
mendengarkan kalimat dengan serius, sebagaimana kata-kata tersebut
layak untuk didengarkan, memahami makna yang dikehendaki, kemudian
menghafalkannya dengan sekuat tenaga dan menahan hafalan tersebut
hingga tiba saatnya memberikan hafalan kalimat tersebut kepada orang
lain.28
Metode hafalan sangat erat hubungannya dengan dua hal yaitu:
mengingat dan lupa. Menurut Nana Syaodih belajar merupakan proses
menguasai makna dari suatu bahan pelajaran yang secara potensial
bermakna. Mengingat merupakan proses memelihara penguasaan sesuatu
makna baru. Sedang lupa merupakan kemunduran atau kehilangan
penguasaan suatu makna yang telah dikuasai.
Suatu konsep baru yang dipelajari oleh seseorang diingat untuk
beberapa saat dan sebagian ada yang terlupakan. Proses tersebut terjadi
dalam dua langkah:
pertama, penguasaan dan penyimpanan,
Suatu konsep yang dipelajari dengan cara yang bermakna dan
disatukan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif.
Interaksi konsep baru dengan konsep lama yang telah ada menimbulkan
suatu makna. Makna yang baru tersebut kemungkinan bisa merubah,
memperluas, mempersempit konsep yang telah ada. Tetapi, dalam
beberapa hal terkadang tidak mengubah konsep lama.
Dalam struktur kognitif suatu konsep baru tidak hanya berhubungan
dengan suatu konsep tetapi dengan beberapa konsep yang telah ada.
28 Ibid., Hlm. 137
Kekuatan hubungan dengan masing-masing konsep tidak selalu sama. Ada
yang kuat sekali, ada yang lemah sekali, disamping ada juga yang tidak
berhubungan sama sekali.
kedua, mengingat dan lupa.
Konsep-konsep baru yang kurang umum melalui periode waktu
bersatu dan berasimilasi dengan konsep-konsep yang telah ada. Keadaan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya pengurangan makna karena
terjadinya pengurangan hubungan (reduksi). Karena proses asimilasi dan
reduksi tersebut berjalan spontan dan berangsur-angsur maka konsep-
konsep tersebut terlupakan.
Ada dua tingkat kritis untuk mengingat kembali konsep yang
terlupakan. Tingkat yang tertinggi berada pada tingkat yang berhubungan
dengan mengingat kembali (recall). Bila suatu konsep berada di bawah
tingkat recall maka santri tidak dapat mengingatnya kembali. Suatu
konsep yang berada di bawah tingkat recall mungkin masih terletak di atas
tingkat recognition. Sesuatu yang terlupakan sama sekali kalau dipelajari
kembali akan terjadi recognition.
Alhasil, ada tiga faktor yang mempengaruhi penguasaan kembali
konsep dari ingatan:
a. Kekuatan hubungan antara konsep yang telah ada dengan konsep baru
b. Efektifitas usaha untuk menguasai kembali konsep yang terlupakan,
baik yang memperkuat penguasaan kembali, maupun yang menghambat
lupa.
a. Macam penguasaan yang ada pada tingkat recall dan recognition.29
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Hafalan
Imam al Zarnuji menuturkan bahwa faktor-faktor yang memudahkan
seseorang dalam menghafal adalah: bersungguh-sungguh, tekun, sedikit
sarapan pagi, membiasakan shalat malam, membaca al qur’an, bersiwak,
meminum madu, memakan kandar dengan gula, memakan 21 butir anggur
29 Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1999), Cet. Ke-2, hlm. 139-140
merah setiap hari ketika lapar (bisa juga untuk menyembuhkan berbagai
penyakit), dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang menyebabkan
organ tubuh tidak banyak memproduksi lendir.30
Hal-hal yang melemahkan hafalan adalah; bermaksiat, banyak
melakukan dosa, dan banyak berduka nestapa.31 Adapun penyebab lupa
akan ilmu dan pengetahuan adalah: memakan kazbarah, buah yang belum
masak, delima yang masih masam, melihat perkara yang disalib, membaca
tulisan nisan, lewat diantara kelompok onta, membuang ketombe yang
masih hidup di tanah, hijamah pada pangkal leher bagian atas32.
Dari paparan tersebut dapat kita tarik sebuah hipotesis sementara
bahwa keberhasilan menghafal seseorang sangat dipengaruhi oleh minat,
bakat dan kondisi psikologis yang mempengaruhinya. Kondisi psikologis
yang mantap dan stabil akan mampu membangkitkan pengaruh-pengaruh
positif berupa timbulnya minat ingin hafal, ingin memahami kandungan
materi yang dipelajari, jiwa yang tenang sehingga nyaman untuk belajar
dan menghafal, serta mampu mengasah ketajaman spiritual, emosional dan
pikiran.
Minat, bakat dan kondisi psikologis seseorang sangat dipengaruhi
oleh makanan dan minuman yang dia konsumsi. Karena itu tak
mengherankan jika Dryden dan Vos mengutip dari berbagi sumber tentang
korelasi positif kwalitas makanan dengan kemampuan otak. Ada tiga
kutipan penting yang layak diketengahkan dalam tulisan ini. Pertama,
pendapan Brian dan Robert Morgan bahwa:” Anda adalah apa yang anda
makan”.33 Kedua, dari Richard M. Restak bahwa: “Kinerja otak sangat
bergantung pada kwalitas makanan Anda”.34 Ketiga, pendapat Colin Rose
tentang pengaruh makanan terhadap sistem transmisi sel otak.
Menurutnya, setiap satu dari 100 miliar sel otak (neuron) aktif Anda
30 az Zarnuji, op.cit., Hlm. 41-42 31 Ibid, hal 42. 32 Ibid, Hlm.43. 33 Dryden & Vos, op. cit., hlm. 134 34 Ibid., hlm. 138
menyimpan informasi pada ribuan dendritnya, seperti cabang-cabang
pohon.
Sel-sel itu lalu meneruskan informasi tersebut ke sel-sel lain dan
bagian-bagian tubuh yang lain melalui denyut-denyut listrik di sepanjang
jalur utama yang disebut akson (dari kata axle atau axis yang berarti
poros). Ketika ia mencapai sinapsis (penghubung celah) ke sel otak lain,
setiap denyut listrik itu memicu terjadinya reaksi kimia sebuah
neurotransmitter yang menyebrangi celah untuk mengirimkan pesan.
Setiap akson diselubungi oleh mielin yang bertindak sebagai
pembungkus (insulator). Semakin baik selubungnya semakin efisien
transmisi pesan tersebut berlangsung. Otak memilliki sedikitnya 70 jenis
neurotransmitter dan masing-masing dipengaruhi oleh makanan.
Seluruh sistem komunikasi ini dikelilingi oleh sel glial (dari kata
glue yang berarti lem) yang mengarahkan pembungkusan mielin dan
umumnya memelihara sel saraf aktif. Pengaturan makanan yang tepat juga
sangat penting untuk pemeliharaan ini.35
Islam sangat menganjurkan agar apa yang kita konsumsi adalah
halalan thayyiba. Pesan Rasulullah kepada Sayidina Ali:
Wahai Ali, barangsiapa memakan perkara yang syubhat maka agama menjadi samar baginya dan hatinya menjadi gelap. Barangsiapa memakan perkara yang haram hatinya menjadi mati, agamanya menjadi lemah, keyakinannya lemah, do’anya terhalang (tidak dikabulkan) dan ibadahnya menjadi sedikit!36 Imam Sahl sebagaimana dituturkan oleh Imam as Sya'rany berkata:
“Barangsiapa makanannya bukan dari perkara halal maka tabir hatinya
tidak akan pernah terbuka, cepat mendapat siksa, dan shalat, puasa dan
shadaqahnya tiada berguna baginya.”37
Menurut Imam Aly al Khawwash, termasuk dampak negatif
memakan makanan yang haram adalah makanan tersebut berubah menjadi
api yang menghilangkan kejernihan pikir dan kenikmatan berdzikir;
35 Ibid., Hlm. 136 36 Washiyatul Mushtafa, (Semarang: Pustaka Alawiyah, tt) hlm.1 37 Sayyidy Abdul Wahab as Sya’rany, Syarh al Minah al Saniyah, (Semarang, Pustaka
Alawiyah, tt) , Hlm. 7
membakar tanaman niat yang ikhlas, membutakan mata hati,
menggelapkan mata, melemahkan agama, badan dan akal, menyebabkan
mudah lupa, menghalanginya dari mencecap hikmah-hikmah dan
pengetahuan. Beliau memanjang lebarkan penbahasan ini kemudian
menambahkan:
alhasil, semua maksiat yang dilakukan oleh seseorang tiada lain penyebabnya hanyalah memakan makanan yang haram. Karenanya, barangsiapa yang memakan makanan yang haram dan berusaha untuk melakukan taat maka sebenarnya dia tengah menuju sesuatu yang mustahil!38
3. Sistematika Kitab Tashrifan
Kitab Tashrifan pada dasarnya terdiri dari dua pokok bahasan :
Tashrif Ishthilahy dan tashrif lughawy. Tashrif ishthilahy dibagi menjadi
beberapa bab yaitu : tsulatsi mujarrad (6 bab), ruba’i mujarrad (1 bab),
ruba’i mujarrad mulhaq (7 bab), dan tsulatsy mazid (10 bab).
Sedang tashrif lughawy terdiri dari beberapa bab yaitu: fi’il madly
mabny fail yang bersambung dengan dlamir rafa’, fi’il madly mabny
maf’ul dlamir rafa’, fi’il mudlari’ mabny fail yang bersambung dengan
dlamir rafa’, fi’il mudlari’ mabny maf’ul yang bersambung dengan dlamir
rafa’, fi’il mudlari’ mabny fa’il yang bersambung dengan nun taukid
tsaqilah, fi’il mudlari’ mabny fa’il yang bersambung dengan nun taukid
khafifah, fi’il amar mabny fa’il yang berupa dlamir gha’ib dan dlamir
hadlir, fi’il amar mabny maf’ul, fi’il amar yang ditaukidi dengan nun
taukid tsaqilah, fi’il amar yang ditaukidi dengan nun taukid khafifah, fiil
nahy yang bersambung dengan dlamir rafa’, dlamir yang berlaku nashab
yang bersambung dengan fil madly, dlamir yang berlaku nashab yang
bersambung dengan fi’il mudlari’, dlamir muttashil yang berposisi i’rab
jar, dlamir munfashil mahal nashab, dlamir muttashil mahal rafa’, isim
isyarah, isim fa’il yang dii’rabi rafa’, isim fa’il yang berlaku nashab, isim
fa’il yang berlaku jar, isim maf’ul yang berlaku rafa’, isim maf’ul yang
berlaku nashab, isim maf’ul yang berlaku jar, shifat musyabbahah yang
38 Ibid,. Hlm.7-8
berlaku rafa’, isim zaman, makan dan alat, dan muhimmah sebagai
penutup.
Pada Madrasah Diniyah Miftahul Huda Karanglincak Kragan
Rembang, mata pelajaran ilmu sharaf diajarkan di kelas IV, V dan VI.
Pada kelas IV pembahasan dimulai dari tashrif ishthilahy mulai dari
tsulatsy mujarrad bab 1 sampai dengan bab 6, Ruba’I mujarrad, ruba’I
mujarrad mulhaq bab 1 sampai dengan bab 7, dan tsulatsi mazid bab 1
sampai dengan bab 4.
Pada kelas IV materi yang dibahas adalah tashrif ishthilahy mulai
bab ke-5 sampai bab ke-14, tsulatsy mazid, dan ruba’I mazid (3 bab).
Sedangkan pada kelas VI materi yang diajarkan adalah tashrif lughawy.
4. Cara Memudahkan Menghafal
Tak ada cara yang paling mudah dan efektif dalam belajar dan
menghafal kecuali cara dan metode yang sesuai dengan kemampuan, minat
dan bakat serta kondisi lingkungan yang melingkupi seseorang. Barbara
Prasshing dalam The Power of Diversity sebagimana dikutip oleh Dryden
dan Vos menyatakan bahwa orang-orang dari segala usia sebenarnya
dapat belajar apa saja jika mereka melakukannya dengan gaya unik
mereka, dengan kekuatan pribadi mereka sendiri.39 Menurut Sartain, dia
membagi lingkungan itu menjadi tiga:
a. Lingkungan alam atau luar (external or physical environment),
b. Lingkungan dalam (internal environment), dan
c. Lingkungan sosial (social environment).
Yang dimaksud dengan lingkungan alam atau lingkungan luar adalah
segala sesuatu yang bukan manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air,
iklim dan hewan. Yang dimaksud dengan lingkungan dalam adalah segala
sesuatu yang termasuk ke dalam diri kita yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan fisik kita. Sedangkan lingkungan sosial ialah semua orang
atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh-pengaruh tersebut
diterima langsung maupun tidak langsung.
39 Dryden, op. cit., hlm.100
Ngalim Purwanto menyimpulkan bahwa terdapat korelasi antara
keturunan (hereditas) dengan lingkungan (environment) yaitu sifat dan
watak seseorang adalah hasil interaksi antara pembawaan keturunan dan
lingkungannya.40
Namun demikian ada prinsip-prinsip pokok yang bisa diterapkan
pada semua orang untuk mudah dalam belajar dan menghafal. Prinsip-
prinsip tersebut adalah bersungguh-sungguh, tekun dan telaten, tidak
sarapan terlalu banyak, rajin shalat malam, rajin membaca al Qur’an,
mengkonsumsi makanan yang sehat dan halal, serta menjaga kestabilan
lingkungan agar selalu dalam kondisi yang kondusif.
Kecuali itu seorang santri perlu mencari waktu yang tepat untuk
belajar dan menghafal. Menurut az Zarnujy waktu yang paling tepat untuk
belajar dan menghafal adalah pada saat sahur, dan pada saat setelah
maghrib sebelum isya’. Namun begitu, az Zarnuji juga merekomendasikan
agar seorang santri menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar dan
menghafal. Jika merasa bosan dengan satu bahasan materi maka
hendaknya ia berpindah ke materi yang lain agar tidak merasa bosan.41
Adapun model belajar yang paling efektif untuk penguasaan ilmu
sharaf dengan bahan ajar kitab Tashrifan adalah dengan belajar tanda
(signal learning) dan belajar berantai (chaining learning).
Belajar tanda adalah model belajar yang paling sederhana, yaitu
dengan memberi reaksi (respons) terhadap rangsangan (stimulus). Metode
ini disebut juga belajar stimulus-respon karena penguasaannya dicapai
dengan jalan menciptakan kondisi (conditioning). Dalam kondisi tersebut
santri memberi respon terhadap stimulus tertentu.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode belajar ini adalah:
a. Menetapkan hubungan.
40 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya),
hlm. 72-73 41 Az Zarnuji, op. cit., Hlm.36
Santri diberi rangsangan yang dibutuhkan lalu disuruh
memberikan respons secara langsung. Belajar model ini pada mulanya
dilakukan dengan memberi isyarat.
Dalam belajar kitab Tashrifan guru mengetuk tulisan wazan
sambil menuntun para santri membaca pelan-pelan yang tepat. Setelah
dirasa bacaan para santri tersebut bagus, temponya ditingkatkan dan
dipercepat. Setelah itu, guru mulai mengurangai sedikit demi sedikit
ketukan pada tulisan wazan tersebut sampai pada akhirnya dia cukup
mengetuk lafadz pertama dari wazan tersebut dan semua santri dengan
lancar melanjutkan terusan wazan-wazan tersebut. Demikian juga
dalam mengajarkan mauzun-mauzunnya.
b. Latihan terus menerus.
Apabila latihan tersebut dilakukan terus-menerus maka akan
terbentuk hubungan yang lebih tetap antara stimulus dan respons.
Namun, sedikit demi sedikit stimulus tersebut harus dikurangi hingga
semua santri dapat mandiri melakukan respon yang diharapkan tanpa
perlu adanya stimulus lagi.
c. Menguatkan respon yang benar.
Belajar tanda memiliki ketahanan yang kuat terhadap lupa.
Meskipun ada sebagian hasil balajar yang terlupakan dalam waktu
tertentu, namun pada dasarnya tanda-tanda itu tak mudah untuk
dihapuskan. Syaratnya hasil belajar tersebut sewaktu-waktu harus diberi
penguatan (reinforcement). Proses inilah yang di kalangan pesantren
disebut takrar, atau muraja’ah.
Belajar berantai dapat terjadi dalam bentuk prilaku yang berantai.
Rantai tersebut bisa berupa sederetan prilaku verbal, seperti menghafal
wazan-wazan saja tanpa menghafalkan mauzunnya, bisa pula berupa
sederetan perbuatan motorik seperti pada belajar gerakan shalat. Suatu
rantai pada dasarnya berupa sederetan mata rantai yang berupa dua atau
lebih tanda yang harus di pelajari menurut urutan-urutannya yang telah
ditentukan. Sebelum mempelajari rantai tersebut seorang santri harus
sudah menguasai tiap-tiap mata rantai tersebut. Ini merupakan syarat
penting yang harus dipenuhi oleh santri agar tidak mengalami kesulitan
dalam belajar.
Penetapan hubungan dari satu mata rantai ke mata rantai berikutnya
dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari tiga taktik di bawah
ini:
1. Mata rantai berurutun (progressif chaining). Rantai dapat dikuasai
dengan menguasai mata rantai pertama lalu yang berikutnya, secara
bertahap sampai mata rantai terakhir.
2. Menghafal di luar kepala (rote learning). Menghafal sesuatu di luar
kepala dapat dilakukan dengan memanfaatkan contoh-contoh yang telah
dikuasai sebelumnya atau mengasosiasikannya dengan sesuatu yang
telah dikenal.
3. Mempelajari mata rantai dari belakang (retrogressive chaining). Rantai
dapat dikuasai dengan dimulai dari aktivitas yang terakhir kemudian
bergerak mundur sampai kepada mata rantai yang pertama.
Belajar berantai harus ditempuh tahap demi tahap. Karena itu
seorang santri tidak dituntut harus menguasai materi pada permulaan
rangkaian. Guru harus membentuk tingkah lakunya melalui tahap demi
tahap hingga pada akhirnya menunjukkan penguasaan. Dalam belajar
ilmu sharaf dengan bahan ajar kkitab Tashrifan misalnya, mula-mula
guru harus mengenalkan shighat dari wazan yang diajarkan saja,
kemudian mengucapkannya bersama-sama, lalu merangakainya dengan
mauzun yang mirip dengan wazan, hingga akhirnya santri bisa
mentashrif semua lafadz yang mengikuti wazan tersebut.
Hal yang paling urgen untuk menguasai ilmu sharaf adalah
seberapa besar minat untuk bisa. Semakin besar minat itu maka
perhatian dan waktu yang diluangkan juga semakin besar. Dengan
demikian potensi untuk berhasil sangat terbuka.
4. Meningkatkan Penguasaan mata Pelajaran Ilmu Sharaf.
Sebagaimana telah disinggung pada pembahasan terdahulu
bahwa tingkat penguasaan terhadap ilmu sharaf dengan bahan ajar
kitab Tashrifan bagi para pemula sangat tergantung dari tingkat hafalan
mereka atas materi bahan ajar. Semakin tinggi tingkat hafalan semakin
mudah mereka memahami materi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
hafalan mereka semakin rendah pula tingkat pemahamannya.
Hal tersebut sangat dimungkinkan karena berhubungan erat dengan
kondisi kesiapan seorang santri dalam mengikuti pembelajaran. Santri
yang belum menghafal atau menguasai materi yang seharusnya telah
dikuasai tentu akan merasa tidak nyaman dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar. Dengan demikian ia akan merasa sudah mendapat hukuman
yang sangat berat berupa perasaan tidak nyaman dalam mengikuti
pembelajaran.
Sebaliknya santri yang telah mampu menghafal dan menguasai
materi yang seharusnya telah dia hafal atau bahkan melebihi target yang
harus dikuasai akan merasa nyaman dalam mengikuti pembelajaran
lanjutan dari materi sebelumnya. Secara psikologis dia akan merasakan
mendapat hadiah karena merasa nyaman dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar sementara sebagian temannya ada yang merasa tidak nyaman
dalam belajar. Perasaan nyaman ini sangat menunjang kemantapan
psikologis santri sehingga secara psikologis dia akan merasakan mendapat
hadiah karena merasa nyaman dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Perasaan nyaman ini sangat menunjang kemantapan psikologis santri
sehingga akan lebih mudah dalam memahami materi yang harus dikuasai.
Dengan demikian peran utama guru dalam proses pembelajaran
dalam kelas agar pelajaran ilmu sharaf ini mudah untuk dikuasai adalah :
- Memberikan hukuman secara adil dan bijak. Artinya, hukuman tersebut
bukan dimaksudkan sebagai siksaan, pelampiasan perasaan kesal guru,
dan sikap semena-mena guru terhadap santri tetapi sebagai wujud
tanggung jawab dan kasih sayang kepada mereka. Tujuan utama
hukuman yang diberikan adalah menjadikan santri menyadari akan
kekeliruannya, mau memperbaiki diri dan belajar dari kesalahan
tersebut untuk lebih berprestasi lagi. Yang patut diingat adalah
hukuman bukan untuk menyakiti phisik maupun psikhis santri.
Disamping itu hukuman tidak harus diberikan kepada semua anak yang
bersalah tapi cukup kepada salah satu atau beberapa santri saja,
sekiranya membuat yang lainnya dapat mengambil pelajaran dan
hikmah dari hukuman tersebut.
- Memberikan hadiah yang proporsional dan mendidik.
- Memberikan motivasi agar mereka selalu konsentrasi dalam
mengikuti pelajaran ilmu sharaf, rajin belajar di luar jam pelajaran
ilmu sharaf baik di madrasah maupun di rumah.
- Menekankan pentingnya saling membantu diantara sesama santri
dalam menghafal maupun dalam memahami pelajaran sharaf.
Prilaku ta’awun ini kecuali sesuai dengan nash al Qur’an dan al
Hadits sebagaimana termaktub dalam QS al Maidah ayat 02:
وتعا ونوا على البر والتقوى
”dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa…!”42
juga dalam sebuah haditsnya Rasulullah bersabda:
ان اهللا ىف عون العبد ما دام العبد ىف عون اخيه
”…Allah akan menolong seorang hamba selama ia menolong saudaranya.”43
Semangat saling membantu menyebabkan terjadinya interaksi antar
santri. Dari interaksi ini diharapkan akan terjadi saling mengisi dan saling
mengasah diantara mereka sehingga yang semula belum hafal atau belum
memahami materi yang seharusnya dikuasai menjadi bertambah bisa, dan
yang semula sudah menghafal dan menguasai menjadi lebih mantap
hafalan dan pemahamannya.
- Memberikan kiat-kiat khusus untuk memudahkan dalam menghafal dan
memahami pelajaran terutama bagi mereka yang berprestasi rendah.
42 Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Intermasa, 1985), Hlm. 157
- Menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan di dalam
kelas. Dengan demikian diharapkan mereka menjadi menyukai guru,
dan mata pelajaran yang diampu. Hal ini sangat penting karena sangat
menunjang terjadinya proses kegiatan belajar mengajar yang aktif dan
menyenangkan. Santri tidak merasakan tugas menghafal dan
memahami suatu materi sebagai suatu beban namun sebagai suatu
tantangan dan mereka menemukan suatu kebanggaan jika bisa
menguasainya. Dengan demikian akan muncul dorongan internal dari
diri santri sendiri untuk menghafal dan memahami pelajaran. Sehingga
hasilnya diharapkan sangat memuaskan.
- Melakukan semua aktivitas tersebut dengan ikhlas semata-mata
karena Allah.