Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang...

30
Bab II – Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Keadaan Umum 2.1.1 Lokasi dan Ketersampaian Daerah Lokasi dari daerah penambangan nikel laterit di daerah Tanjung Buli Epa secara administratif terletak di daerah Kecamatan Maba Selatan, kabupaten Halmahera Timur, provinsi Maluku Utara ( Lihat Gambar 2.1 ). Secara Geografis PT. Yudhistira Bumi Bhakti terletak antara 128º 15 - 128º 21 Bujur Timur (BT) sampai dengan 00 o 45 - 01 o 00 Lintang Utara (LU). Untuk mencapai lokasi penambangan tersebut dapat ditempuh melalui rute sebagai berikut : 1. Jakarta – Makasar – Manado – Ternate Perjalanan pada rute ini menggunakan pesawat udara dengan waktu tempuh kurang lebih 4-5 jam dengan waktu transit 12 jam. 2. Ternate – Buli Perjalanan pada rute ini dapat ditempuh dengan 3 cara. Rute darat dengan menyeberang melalui pelabuhan Ternate sampai ke pelabuhan Sofifi. Dilanjutkan dengan jalan darat selama 7 jam dikarenakan kondisi jalan yang masih sangat buruk. Rute perairan dengan waktu tempuh 24 jam menempuh lingkar utara Maluku Utara. Serta lewat udara dengan waktu tempuh kurang lebih 45 menit menggunakan pesawat udara sampai ke Bandara Buli. 3. Buli – Tanjung Buli 9

Transcript of Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang...

Page 1: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Keadaan Umum

2.1.1 Lokasi dan Ketersampaian Daerah

Lokasi dari daerah penambangan nikel laterit di daerah Tanjung Buli Epa

secara administratif terletak di daerah Kecamatan Maba Selatan,

kabupaten Halmahera Timur, provinsi Maluku Utara ( Lihat Gambar 2.1 ).

Secara Geografis PT. Yudhistira Bumi Bhakti terletak antara 128º 15’ -

128º 21’ Bujur Timur (BT) sampai dengan 00o 45’ - 01o 00’ Lintang Utara

(LU).

Untuk mencapai lokasi penambangan tersebut dapat ditempuh melalui rute

sebagai berikut :

1. Jakarta – Makasar – Manado – Ternate

Perjalanan pada rute ini menggunakan pesawat udara dengan waktu

tempuh kurang lebih 4-5 jam dengan waktu transit 12 jam.

2. Ternate – Buli

Perjalanan pada rute ini dapat ditempuh dengan 3 cara. Rute darat

dengan menyeberang melalui pelabuhan Ternate sampai ke pelabuhan

Sofifi. Dilanjutkan dengan jalan darat selama 7 jam dikarenakan

kondisi jalan yang masih sangat buruk. Rute perairan dengan waktu

tempuh 24 jam menempuh lingkar utara Maluku Utara. Serta lewat

udara dengan waktu tempuh kurang lebih 45 menit menggunakan

pesawat udara sampai ke Bandara Buli.

3. Buli – Tanjung Buli

9

Page 2: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

Perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan jalur darat dengan waktu

tempuh kurang lebih 45 menit, bergantung akan infrastruktur jalan yang

saat ini sudah teraspal dengan baik.

2.1.2 Iklim dan Curah Hujan

Seperti daerah di Indonesia pada umumnya daerah Tanjung Buli beriklim

tropis, sehingga mengalami dua musim yaitu musim kemarau dan musim

hujan. Berdasarkan data curah hujan dari tahun 2002 -2007 curah hujan

rata-rata tertinggi pada bulan Juni yaitu 275.9 mm sedangkan rata-rata

curah hujan terendah yaitu pada bulan Agustus yaitu 102.23 mm

Sedangkan berdasarkan data hari hujan tertinggi rata-rata pada bulan Juli

yaitu 18 hari dan jumlah hari hujan terendah rata-rata pada bulan Oktober

yaitu 10,2 hari

Temperatur udara berkisar antara 22 – 34 oC dengan kelembaban udara

75 – 90 %, kecepatan angin perjam maksimal 17 knot dengan tinggi

gelombang laut maksimal 2 meter. Hal ini terjadi pada waktu angin bertiup

dari arah barat kearah timur.

10

Page 3: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

11

PT Yudhistira Bumi

Sumber : Microsoft Encarta

Gambar 2.1 Peta Lokasi Daerah Penelitian

Bab II – Tinjauan Umum 

Page 4: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

12

PETA TOPOGRAFI TG.BULI

Skl 1 ; 40.000

2.2 Geografi Daerah Penelitian

Sumber : PT Antam tbk Unit Geomin

Gambar 2.2 Peta Topografi Daerah Penelitian

417000 418000 419000 420000 421000 422000 423000

90300

91100

91900

92700

93500

94300j a b c d e f

1

10

9

8

7

IV

III

B C

KETERANGAN

Pantai

Sungai

TIM EKSPLORASI NIKEL BULI

Page 5: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

2.2.1 Topografi

Ciri khas yang menonjol pada daerah Tanjung Buli adalah topografi yang

landai ditandai dengan kemiringan lereng yang tidak terlalu curam.

Hutannya sangat lebat dan di pinggir pantai ditumbuhi pohon bakau dan

sebagian ditanami pohon kelapa sebagai mata pencaharian masyarakat

sekitar lokasi penambangan. Dan pada bagian bukit, hutannya tidak lebat

sebagai ciri khas endapan nikel laterit pada umumnya.

Daerah perbukitan merupakan daerah penambangan dengan ketinggian

sekitar 300 – 600 m. Pada tiap daerah perbukitan terlihat adanya punggung

utama yang kemudian bercabang antara bukit tersebut dibatasi oleh

lembah dan lereng dengan kedalaman yang bervariasi.

Seperti yang terlihat pada peta diatas, topografi landai yang berada di

tengah-tengah Tanjung Buli semakin curam ke arah pantai, yang

merupakan singkapan dari batuan ultrabasa yang ada di Halmahera Timur.

Daerah perbukitan di daerah Tanjung Buli sendiri merupakan daerah

lateritisasi yang baik, terakumulasi pada lereng-lereng dekat pantai dengan

batuan yang terlapukkan secara bervariasi dari kuat sampai terlapukkan

lemah.

2.2.2 Vegetasi

Kondisi tempat vegetasi tumbuh pada daerah penelitian sangat

mempengaruhi komunitas dari vegetasi. Kondisi tanah yang berasal dari

batuan seperti ultrabasa dan endapan sangat mempengaruhi tipe komunitas

vegetasi. Ditambah lagi daerah penelitian Tanjung Buli termasuk daerah di

Indonesia yang beriklim tropis dengan curah hujan dan kelembaban tinggi

sehingga menyebabkan vegetasi yang lebat dan beragam.

Berdasarkan tempat tumbuh tersebut maka terdapat beberapa tipe

komunitas vegetasi antara lain komunitas hutan daratan dengan kondisi

13

Page 6: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

kandungan mineral logam seperti Al dan Ni, komunitas hutan mangrove

(bakau) dengan tempat tumbuh berupa endapan lumpur dan pasir, serta

komunitas hutan pantai. Pembagian tipe komunitas ini juga didasarkan

oleh perbedaan elevasi tempat tumbuh tiap komunitas vegetasi.

Komunitas vegetasi daerah mangrove terdiri dari tumbuhan bakau jenis

Rhizopora stylosa, Rhizopora mucranata, Bruguiera sp, dan Xylocarpus

granatum. Sementara vegetasi hutan pantai menempati hampir seluruh

garis pantai Tanjung Buli. Vegetasi yang ada merupakan asosiasi yang

terdiri dari jenis Terminalia catappa, pandan (Pandanus sp.), kelapa

(Coconus nucifera), dan pohon nyamplung. Pohon kelapa cukup dominan

di kawasan ini, hanya pada tempat-tempat tertentu yang tidak

memungkinkan dibudidayakan tanaman kelapa, ditumbuhi tanaman

ketapang dan nyamplung.

Vegetasi hutan pegunungan disusun oleh sebagian vegetasi yang ada di

Pulau Halmahera dan sekitarnya. Pada bagian punggungan gunung,

vegetasi yang ada merupakan asosiasi jenis tumbuh-tumbuhan berdaun

jarum seperti gaharu, linggua, kayu cina, bintang samudra, kenari hutan,

kayubesi, cemara, pinus Irian, bintagor, dan sebagian kecil tumbuhan yang

berdaun lebar. Pada vegetasi ini juga terdapat tumbuhan bawah yang

terdiri dari tanaman pandan, rumput-rumputan, alang-alang, dan sejenis

liana daun lebar.

Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan tidak berkayu, sebagai salah satu

tumbuhan penyusun vegetasi kawasan ini yang dibedakan menjadi dua

bagian. Pada daerah punggungan gunung, tumbuhan bawah yang hidup

adalah jenis pakis, pinang, kantong semar, anggrek, dan bunga delima.

Sedangkan pada daerah yang lembab, tumbuhan bawah yang hidup adalah

rotan, pandan hutan, jenis anggrek pinang, dan sebagian jenis rumput-

rumputan.

Indeks keanekaragaman vegetasi Tanjung Buli yang diukur menggunakan

indeks Shannon-weiner termasuk tinggi jika dibandingkan dengan daerah

di sekitarnya. Pada lokasi ini terdapat 41 jenis vegetasi yang teridentifikasi

14

Page 7: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

(Laporan Analisis Dampak Lingkungan Kegiatan Penambangan dan

Rencana Pengembangan Bijih Nikel pada Kuasa Pertambangan PT.

ANTAM Tbk, Kab. Halmahera Timur).

2.3 Geologi Daerah Penelitian

2.3.1 Geologi Regional

Sumber : PT. Antam tbk. Unit Geomin

Gambar 2.3 Mendala Fisiografi Daerah Halmahera

Halmahera dan pulau-pulau sekitar Indonesia bagian timur merupakan

suatu konfigurasi busur kepulauan sebagai hasil dari pertumbukan

lempeng di bagian barat Pasifik. Pulau ini dicirikan oleh ”double arc

system”, dibuktikan oleh vulkanik di lengan barat dan non vulkanik di

bagian timur.

Berdasarkan kondisi Geologi dan Tektonik, Halmahera terbentuk akibat

pertemuan tiga lempeng yaitu : Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia. Di

bagian selatan pulau ini terdapat zona sesar Sorong yang merupakan

15

Page 8: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

”strike-slip fault” ( JA Katili, 1974 ). Sepanjang zona sesar ini Halmahera

bergerak ke arah barat bersamaan dengan lempeng Indo-Australia

( Hamilton, 1979 ). Daerah Halmahera sendiri terdiri dari Mendala

Geologi Halmahera Timur, Mendala Geologi Halmahera Barat dan Busur

Kepulauan gunung api kuarter. Mendala Geologi tersebut berbeda dalam

batuan dan tektoniknya.

Mendala Geologi Halmahera Timur, batuan tertua terbentuk oleh Satuan

Batuan Ultrabasa dan Satuan Batuan Beku Basa yang mengintrusi Satuan

Batuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua

satuan batuan sebelumnya.

Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit, Piroksenit, dan

Dunit umumnya berwarna hitam atau hitam kehijauan, getas,

terbreksikan, mengandung asbes dan Garnierit. Pada satuan ini

teramati batuan metasedimen dan rijang, posisinya terjepit di

antara sesar di dalam batuan ultrabasa. Satuan batuan ini oleh

Bessho, 1994 dinamakan Formasi Watileo dan hubungannya

dengan satuan batuan yang lebih muda berupa bidang

ketidakselarasan atau bidang sesar naik.

Satuan Batuan Beku Basa, terdiri dari Gabro piroksin, Gabro

hornblend, dan Gabro olivin, tersingkap di dalam komplek satuan

batuan ultrabasa dan ini dinamakan seri Wato – wato ( Bessho,

1994 ).

Satuan Batuan Intermediate, terdiri dari batuan Diorit kuarsa dan

Diorit hornblend, tersingkap juga dalam komplek batuan ultrabasa.

Selain itu teramati sejumlah retas Andesit dan Diorit yang tidak

terpetakan, berhubungan dengan barik Kuarsa dan Pirit di daerah

formasi Bacan.

Secara tidak selaras, batuan tertua ini tertutupi oleh Formasi Dodaga yang

berumur Kapur, tersusun oleh serpih berselingan dengan batugamping

coklat muda dan sisipan rijang. Selain itu, ditutupi pula oleh batuan yang

16

Page 9: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

berumur Paleosen – Eosen, yaitu formasi Dorosagu, Satuan Konglomerat,

dan Satuan Batugamping.

Satuan Batugamping, berumur Paleosen – Eosen dan dipisahkan

dengan batuan yang lebih tua (ultrabasa) oleh ketidakselarasan dan

dengan batuan yang lebih muda oleh sesar, tebal kurang lebih

400m.

Formasi Dorosagu, terdiri dari batu pasir berselingan dengan serpih

merah dan batugamping. Formasi ini berumur Paleosen – Eosen.

Hubungan dengan batuan yang lebih tua ( ultrabasa ) berupa

ketidakselarasan dan sesar naik, tebal kurang lebih 250 m. Formasi

ini identik dengan Saolat Series ( Bessho 1994 ).

Satuan Konglomerat, tersusun oleh batuan konglomerat dengan

sisipan batupasir, batulempung, dan batubara. Satuan ini berumur

Kapur Atas dan tebalnya > 500 m. Hubungannya dengan batuan

yang lebih tua dan batuan yang lebih muda ( Formasi Tingteng )

adalah ketidakselarasan sedangkan dengan satuan Batugamping

hubungannya menjemari.

Setelah rumpang pengendapan sejak Eosen Akhir – Oligosen Awal, baru

terjadi aktivitas gunung api selama Oligosen Atas – Miosen Bawah,

membentuk rempah-rempah yang disatukan sebagai Formasi Bacan.

Formasi Bacan, tersusun oleh batuan gunung api berupa lava,

breksi dan tufa dengan sisipan konglomerat dan batupasir. Adanya

sisipan batupasir dapat diketahui dengan umur formasi Bacan yaitu

Oligosen-Miosen Bawah. Dengan batuan yang lebih tua ( Formasi

Dorosagu ) dibatasi oleh bidang sesar sedangkan dengan batuan

yang lebih muda ( Formasi Weda ) dengan bidang

ketidakselarasan. Formasi Bacan identik dengan Tegitegi Series

(Bessho,1994 ). Sebaran batuan gunung api formasi Bacan ini

terhampar luas baik di Mendala Halmahera Timur maupun

Mendala Halmahera Barat. Bersamaan dengan pengendapan

17

Page 10: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

Formasi Bacan, diendapkan pula batugamping Formasi Tutuli.

Formasi ini berumur Oligosen-Miosen Bawah, kontak dengan

Formasi Weda berupa sesar, dan identik dengan formasi Parepara

Series ( Bessho, 1994 ).

Setelah rumpang pengendapan Miosen Bawah Bagian Atas, terbentuk

cekungan luas yang berkembang sejak Miosen Atas – Pliosen. Pada

cekungan tersebut diendapkan Formasi Weda, Satuan Konglomerat, dan

Formasi Tingteng.

Formasi Weda, terdiri dari batu pasir berselingan dengan napal,

tufa, konglomerat, dan batugamping, berumur Miosen Tengah –

Awal Pliosen, bersentuhan secara tidak selaras dengan Formasi

Kayasa yang berumur lebih muda dan hubungannya secara

menjemari dengan Formasi Tingteng. Formasi ini identik dengan

Weda Series ( Bessho,1994 ).

Satuan Konglomerat, berkomponen batuan ultrabasa, basal, rijang,

diorit, dan batusabak tebal 100m, menutupi satuan batuan ultrabasa

secara tidak selaras, diduga berumur Miosen Tengah-Awal Pliosen.

Apabila dilihat letak stratigrafinya batuan ini kemungkinan

merupakan anggota Formasi Weda.

Formasi Tingteng, tersusun oleh batugamping hablur dan

batugamping pasiran dengan sisipan napal dan batupasir berumur

Akhir Miosen-Awal Pliosen, tebal 600m.

Setelah pengendapan Formasi Tingteng terjadi pengangkatan pada

Kuarter, sebagaimana ditunjukkan oleh batugamping terumbu, di pantai di

daerah lengan timur Halmahera. Batuan tertua di daerah Mendala Geologi

Halmahera Barat berupa batuan gunung api Oligo – Miosen Formasi

Bacan. Batuan sedimen dan Karbonat berumur Miosen – Pliosen tersebar

luas di Mendala ini, yang kebanyakan bersifat tufaan.

Selain itu di bagian utara ditemukan batuan gunung api kuarter yaitu

Formasi Kayasa dan Satuan Tufa.

18

Page 11: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

Formasi Kayasa, berupa batuan gunung api terdiri dari Breksi, lava

dan tufa diduga berumur Pliosen, identik dengan basal kayasa

( Bessho, 1994 ).

Satuan Tufa, utamanya adalah tufa batuapung berwarna putih dan

kuning.

Deretan pulau yang membentuk busur kepulauan gunung api di Barat

Halmahera, sebagian besar tertutup oleh rempah-rempah gunung api

Holosen, hanya di P. Kayoa Selatan tersingkap batuan gunung api Oligo-

Miosen, formasi Bacan dan tertindih batugamping terumbu terdiri dari

batu gamping koral dan breksi batugamping.

(Sumber : PT ANTAM Tbk Unit Geomin)

Gambar 2.4 Peta Geologi Regional Daerah Halmahera

19

Page 12: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

2.3.2 Geologi Lokal Daerah Penelitian

Secara garis besar struktur geologi daerah penambangan endapan bijih

nikel laterit Tanjung Buli terletak dalam “Circum Pacivic Orogenic Belt”

dimana batuan dasar dari lingkungan jalur ini terdiri dari batuan pratersier

(strata uppermesozoic sampai dengan lower tersier).

Secara keseluruhan daerah penelitian Tanjung Buli ditempati oleh satuan

batuan ultrabasa dengan susunan : Mineral Serpentin, Olivin, dan Piroksen

berbutir sedang sampai kasar, pada susunan mineral tersebut diperkirakan

terkandung unsur nikel, silikat besi, dan magnesium. Akibat adanya

dekomposisi mekanik maupun kimia pada batuan ultrabsa tersebut terjadi

pelapukan dan membentuk lapisan laterit yang mengandung nikel. Lapisan

laterit yang terdapat di Tanjung Buli dan P.Pakal mempunyai ketebalan

yang bervariasi. Lereng yang relatif terjal cenderung mempunyai lapisan

laterit yang menipis.

Di Pulau Pakal dan Tanjung Buli ini terdapat singkapan batuan segar

ultrabasa, regholit yang terdiri dari bongkahan-bongkahan batuan ultrabasa

dan lapisan laterit yang dapat diamati pada peta litologi.

Mengenai adanya endapan nikel secara geologi dapat disebutkan bahwa

pelapukan batuan ultrabasa membentuk lapisan laterit yang menghasilkan

residual serta pengkayaan nikel yang tidak mudah larut dan membentuk

endapan nikel dan magnesium (MgO) dalam bentuk mineral Garnierit

(Ni,Mg)3Si2O5(OH)4 pada lapisan saprolit terbentuk pula mineral Hematit

(Fe2O3) pada lapisan limonit. Singkapan batuan ultrabasa umumnya telah

mengalami pelapukan berwarna kuning kecokelatan berbentuk hitam atau

abu-abu putih dengan warna kehijauan pada bagian tepi atau pinggir.

Tampak pula batuan ultrabasa pada daerah penelitian ini telah mengalami

proses serpentinisasi yang cukup kuat. Selain oleh keadaan morfologi,

pembentukan endapan bijih nikel laterit breccia sangat banyak pula

terpengaruh oleh tektonik setempat. Pelapukan batuan pada hakekatnya

dipermudah karena adanya bagian yang lemah seperti rekahan, retakan,

sesar dan sebagainya. Pada pengamatan di lapangan terlihat bahwa banyak

20

Page 13: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

rekahan-rekahan kecil yang umumnya telah terisi oleh mineral-mineral

sekunder (Silika dan Magnetit).

2.3.3 Tektonik

Mendala Geologi Halmahera Timur dicirikan oleh batuan ultrabasa,

sedangkan Halmahera Barat oleh batuan gunung api. Zona perbatasan

antara dua mendala tersebut terisi oleh batuan Formasi Weda yang sangat

terlipat dan tersesarkan.

Struktur Lipatan berupa Sinklin dan Antiklin terlihat pada formasi Weda,

sumbu lipatan berarah Utara-Selatan, Timur Laut-Barat Daya, dan Barat

Laut-Tenggara.

Struktur sesar normal dan sesar naik umumnya berarah Utara-Selatan dan

Barat-Tenggara.

Kegiatan Tektonik Kemungkinan dimulai pada zaman Kapur Akhir dan

Awal tersier ditandai dengan adanya batu lempung berumur Kapur dan

batuan ultrabasa pada konglomerat formasi Dorosagu. Ketidakselarasan

antara batuan berumur Paleosen-Eosen yaitu formasi Dorosagu dengan

batuan lebih muda terjadi kira-kira pada Eosen Akhir sampai Oligosen

Awal, mencerminkan kegiatan tektonik yang diikuti kegiatan gunung api

terbentuk Formasi Bacan.

Pensesaran naik mungkin terjadi pada peristiwa tektonik Eosen-Oligosen.

Struktur pada peta terbentuk pada peristiwa tektonik berikutnya terutama

yang terjadi pada Akhir Piosen dan Awal Pleistosen. Hal ini tampak dari

sesaran batuan yang lebih tua ke atas Formasi Weda, yang berumur Mio-

Pliosen. Peristiwa tektonik terakhir ( Holosen ) berupa pengangkatan

seperti yang ditunjukkan oleh terumbu terangkat dan sesar normal yang

memotong batugamping terumbu.

21

Page 14: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

(Sumber : PT ANTAM Tbk Unit Geomin)

Gambar 2.5 Gambaran Tektonik Indonesia Timur

2.4 Genesa Endapan Nikel Laterit

2.4.1 Genesa

Endapan bijih nikel yang terdapat di daerah penelitian termasuk jenis nikel

laterit, yang terdiri dari hasil pelapukan batuan ultrabasa. Pembentukan

nikel laterit umumnya langsung mengalami proses serpentinisasi oleh

larutan hydrothermal atau larutan residual. Menurut Bolt (1979),

kandungan yang terdapat pada batuan Peridotit adalah seperti pada tabel

berikut ini :

22

Page 15: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

Tabel 2.1

Batuan Asal Bijih Nikel dengan Kandungan Unsur Masing - Masing

Batuan Ni

(%)

Besi Oksida +

Magnesium (%)

Aluminium +

Silika + (%)

Peridotit

Gabro

Diorit

0,2000

0,0160

0,0040

0,0020

43,5

16,6

11,7

4,4

45,9

66,1

33,4

78,7

Granit

Sumber : Bolt ( 1979 )

Proses terbentuknya endapan nikel ini dimulai dari Peridotit sebagai

batuan induk yang mengandung nikel primer 0,20%. Batuan ini terdiri dari

Olivin yang mengandung unsur-unsur Mg, Fe, Ni dan Silika. Batuan induk

ini akan berubah menjadi Serpentin karena pengaruh larutan hydrothermal

pada proses serpentinisasi dan akan merubah batuan Peridotit menjadi

batuan Serpentinit atau batuan Serpentinit Peridotit.

Selanjutnya terjadi proses pelapukan dan laterit yang menghasilkan

Serpentin dan Peridotit lapuk. Adanya proses kimia dan fisika dari udara,

air, serta perbedaan temperatur yang drastik dan kontinu, akan

menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Batuan

asal yang mengandung unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni dan Co akan

mengalami dekomposisi.

Air tanah yang kaya Co2 dari udara dan hasil pembusukan tumbuh-

tumbuhan merupakan pelarut yang baik. Air tanah ini meresap ke bawah

sampai ke permukaan air tanah sambil melindikan mineral primer yang

tidak stabil seperti Olivin, Serpentin, dan Piroksen.

Yang pertama-tama terlarut dalam unsur Ca dan Mg adalah Alkalin yang

disusul dengan penghancuran senyawa-senyawa silika sebagai koloid

sehingga memungkinkan terbentuknya mineral baru melalui pengendapan

23

Page 16: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

kembali unsur-unsur tersebut. Semua hasil penghancuran ini terbawa oleh

larutan yang turun ke bagian bawah mengisi celah-celah dan pori-pori

batuan.

Bahan-bahan yang sukar atau tidak mudah larut akan tinggal pada

tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama larutan sebagai larutan

koloid. Bahan-bahan ini membentuk konsentrasi residu dan konsentrasi

celah, konsentrasi residu seperti Fe, Ni, Co dan Si pada zona yang disebut

dengan zona saprolit.

Batuan asal ultramafik pada zone ini selanjutnya diimpregnasi oleh Ni

melalui larutan yang mengandung Ni, sehingga kadar Ni dapat naik hingga

mencapai 7 %-berat. Dalam hal ini, Ni dapat mensubstitusi Mg dalam

Serpentin atau juga mengendap pada rekahan bersama dengan larutan

yang mengandung Mg dan Si sebagai Garnierit dan Krisopras.

Sementara Fe di dalam larutan akan teroksidasi dan mengendap sebagai

Ferri-Hidroksida, membentuk mineral-mineral seperti Goethit, Limonit,

dan Hematit yang dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu

ikut serta unsur Co dalam jumlah kecil. Semakin ke bawah, menuju bed

rock maka Fe dan Co akan mengalami penurunan kadar. Pada zona

saprolit Ni akan terakumulasi di dalam mineral Garnierit. Akumulasi Ni

ini terjadi akibat sifat Ni yang berupa larutan pada kondisi oksidasi dan

berupa padatan pada kondisi silika.

Berdasarkan tingkat penyebarannya maka saprolit terbagi atas dua bagian

yaitu : Saprolit oksidasi yang penyebarannya tidak nampak mineral

saprolit dan saprolit garnerite yang penyebarannya sangat didominasi dan

selalu bersama-sama dengan silika. Sedangkan berdasarkan tingkat

kekerasannya maka saprolit dapat dibedakan atas empat bagian yaitu:

24

Page 17: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

1. Saprolite Ore (So) Ni ≥2.0. Fe ≤25

2. Low Grade Saprolite Ore (LGSO) Ni ≥1,7 -2,0. Fe ≤25

3. Limonite 1,4 ≤ Ni ≤ 1,7 Fe ≥25 Co ≥ 0,1

4. Waste/OB/BR Ni≤1,2 Fe ≤25

Setelah konsentrasi-konsentrasi tadi, maka larutan sisa akan kaya dengan

Ca dan Mg karbonat. Karbonat-karbonat ini merupakan konsentrasi celah

sebagai akar dari pelapukan dan merupakan batas antara zona pelapukan

dengan zona batuan segar (Roof of weathering).

Semakin kebawah dari profil maka Fe akan mengalami penurunan sesuai

dengan kedalaman sampai ke bed rock. Sedangkan Co akan terakumulasi

pada zona limonit dan akan turun terus menuju ke bed rock. Pada zona

saprolit Ni akan terakumulasi berupa mineral Garnierit Peridotite zone.

Akumulasi Ni ini terjadi akibat sifat Ni yang akan berupa larutan pada

kondisi oksidasi dan akan berupa padatan pada kondisi silika (lihat gambar

2.6).

Endapan laterit biasanya terbentuk melalui proses pelapukan kimia yang

intensif, yaitu di daerah dengan iklim tropis-subtropis. Proses pelindian

batuan lapuk merupakan proses yang terjadi pada pembentukan endapan

laterit, dimana proses ini memiliki penyebaran unsur-unsur yang tidak

merata dan menghasilkan konsentrasi bijih yang sangat bergantung pada

migrasi air tanah.

25

Page 18: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

BAHAN - BAHAN TERBAW A BERSAMA LARUTAN

BAHAN - BAHAN TERTINGGAL Fe, Al, C r, Mn, Co

SERPENTIN PERIDOTIT LAPUK

PROSES PELAPUKAN DAN LATERISASI

TERLARUT SEBAGAIPARTIKEL KOLOIDAL

KONSENTRASI RESIDU

- MAGNESIT MgCo3- DOLOMIT(Ca2Mg)Co3

Fe, N i, CoSAPROLIT

N i, SiO2, Mg

Fe - OksidaAl - H idroksida

Ni - Co

KONSENTRASI CELAH

KONSENTRASI RESIDU

TERLARUT SEBAGAI LARUTAN Ca - Mg

Karbonat

- SOFT BROW N ORE - URAT - URAT GARNERIT- HARD BROW N ORE - URAT - URAT KRISOPRAS

ZONE TENGAH( I I )

ZONE ATAS( I )

ZONE BAW AH( I I I )

SEBAGAI " ROOF OFW EATHERING "

KONSENTRASI CELAH DARI SENYAW A -

SENYAW A KARBONAT

URAT - URAT

PERIDOTITSERPENTIN IT

Sumber : PT Antam tbk. Unit Geomin

Gambar 2.6 Bagan proses pembentukan endapan nikel

Proses pembentukan endapan nikel laterit juga dikontrol oleh beberapa faktor.

Secara lengkap faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Batuan asal, adalah kelompok batuan ultramafik yang tersusun dari

beberapa jenis batuan, akan memberikan perbedaan komposisi, rasio

Olivin dan Piroksen, tekstur dan gejala deformasi sebelumnya akan

berakibat pada kecepatan jalannya proses lateritisasi. Batuan asal ini hanya

sebagai salah satu faktor untuk keterdapatan endapan nikel laterit, bukan

merupakan penentu akan didapatkannya endapan nikel laterit yang baik.

Suatu daerah dengan sebaran batuan ultramafik, rasio Olivin yang cukup

26

Page 19: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

besar, namun intensitas pelapukannya kecil, nikel yang dihasilkan juga

akan kecil.

Akibat pelapukan pada mineral Piroksen dan Olivin akan dihasilkan Fe,

Mg, dan Ni yang larut serta silika cenderung membentuk suspensi koloid.

Fe akan teroksidasi mengendap sebagai mineral Goethit, Limonit, dan

Hematit. Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si akan meresap ke

bawah, selama larutan bersifat asam hingga netral ada kecenderungan

membentuk endapan hidrosilikat dan Ni akan mengendap pada celah atau

rekahan yang dikenal sebagai urat Garnierit atau Krisopras. Sedangkan

larutan residunya akan membentuk endapan menjadi saprolit.

2. Iklim, dimana iklim yang sesuai dengan pembentukan endapan nikel laterit

adalah iklim tropis dan subtropis. Curah hujan dan sinar matahari dalam

hal ini akan berperan penting dalam proses pelapukan dan pelarutan unsur-

unsur yang terdapat pada batuan asal.

Adanya pergantian musim kemarau dan penghujan yang mengakibatkan

terjadinya penaikan dan penurunan muka air tanah menyebabkan

terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur. Sedangkan perbedaan

temperatur membantu terjadinya pelapukan mekanis seperti terjadinya

pengembangan sewaktu panas dan pengkerutan sewaktu dingin. Juga

adanya perbedaan daya serap yang berbeda pada masing-masing

permukaan mineral menyebabkan timbulnya rekahan atau rekahan yang

ada akan melebar. Hal ini mempermudah reaksi kimia terjadi terutama

pada dekomposisi batuan.

3. Reagen-reagen kimia dan vegetasi, dimana faktor yang berpengaruh

adalah sisa-sisa tumbuhan akan membentuk asam humus ( asam organik ).

Asam humus ini akan bereaksi dengan permukaan batuan asal yang

bersifat basah, sehingga terurai dan menyebabkan proses dekompoisi pada

batuan tersebut sampai menjadi lapuk. Reagen kimia seperti CO2 yang

terlarut bersama air hujan dan asam humus juga menyebabkan

dekomposisi batuan dan merubah pH larutan. Akumulasi air hujan akan

27

Page 20: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

lebih banyak pada humus yang tebal, sebagai petunjuk lingkungan yang

baik untuk endapan bijih nikel. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk

menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.

4. Struktur, adalah struktur geologi yang penting dalam pembentukan

endapan bijih nikel laterit seperti rekahan dan patahan ( fault ). Seperti

diketahui bahwa batuan beku dengan porositas dan permeabilitas kecil

menyebabkan penetrasi air akan sulit. Dengan banyaknya rekahan tersebut

akan lebih mudah bagi masuknya air dan pelapukan akan semakin intensif.

5. Morfologi/Topografi, adapun dalam proses lateritisasi air memegang

peranan penting dan diperlukan suatu kondisi yang memungkinkan

terjadinya sirkulasi dan perkolasi air serta reagen-reagennya sebagai

proses pelarutan, oksidasi, pemisahan dan pengendapan berjalan dengan

intensif. Hal tersebut erat kaitannya dengan morfologi setempat.

Untuk daerah landai, air bergerak perlahan-lahan sehingga mempunyai

kesempatan untuk berpenetrasi melalui rekahan dan pori-pori batuan.

Dengan demikian, akumulasi endapan umumnya terdapat pada daerah

landai sampai dengan sedang. Secara teoritis, daerah yang baik untuk

tempat pengendapan bijih nikel adalah punggung-punggung bukit yang

landai dengan kemiringan antara 10° – 30°.

6. Waktu, proses pelapukan, transportasi dan konsentrasi suatu endapan

memerlukan waktu yang lama sampai terbentuknya akumulasi laterit nikel

yang baik.

2.4.2 Profil Endapan Nikel Laterit Daerah Penelitian

Batuan induk sebagai batuan penyusun daerah Tanjung Buli merupakan

batuan Peridotit dan Dunit serta sebagian lainnya merupakan laterit hasil

pelapukan batuan ultrabasa tersebut. Ada juga sebagian daerah yang sudah

ditutupi Serpentinit hasil ubahan batuan asal (Gambar 2.7) di barat laut

tanjung. Hal inilah yang menjadikan daerah Tanjung Buli kaya akan laterit

28

Page 21: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

29

hasil pelapukan ultrabasa dan selanjutnya kaya akan mineral-mineral yang

mengandung nikel.

Secara morfologi, daerah Tanjung Buli mempunyai bentuk lahan

perbukitan struktural terdenudasi. Satuan bentuk lahan tersebut ditempati

oleh kompleks Ophiolite (batuan kerak samudera) yang berupa batuan

ultramafik seperti Dunit dan Peridotit serta alterasinya berupa Serpentinit

dan setempat - setempat Rijang.

Batuan daerah penelitian juga tersusun atas endapan melange ( batuan

campur aduk ) yang merupakan tektonik aktif saat pembentukannya.

Dengan sendirinya batuan daerah Buli ini umumnya diikuti dengan

fracture yang rapat dan diikuti pula oleh breksiasi yang akan mempercepat

proses laterisasi.

Singkapan batuan ultrabasa tersebut umumnya telah mengalami pelapukan

berwarna kuning kecokelatan, sedikit warna hitam atau abu-abu putih

dengan warna kehijauan pada bagian tepi atau pinggir. Pelapukan batuan

ultrabasa membentuk endapan laterit yang menghasilkan residual serta

pengkayaan nikel yang tidak mudah larut dan membentuk endapan nikel

dan magnesium dalam bentuk mineral Garnerit (Ni,Mg)6Si4O10(OH)8 pada

zona saprolit, terbentuk pula mineral Hematit (Fe2O3) pada zona limonit.

Secara umum lapisan paling atas dari profil laterite ini kaya akan unsur Fe

dengan kandungan Ni < 1,2 %. Unsur Ni pada lapisan atas mempunyai

prosentase yang rendah dan akan mengalami peningkatan sesuai dengan

kedalaman sampai pada zona saprolit kemudian turun sampai mencapai

bedrock.

Page 22: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

30

Peta GeologiTanjung Buli

Halmahera Timur

Keterangan :

Peridotit

Serpentinit

Laterit

Basalt

Aluvial

Gambar 2.7 Peta Geologi Lokal Tanjung Buli

Sumber : PT Antam tbk. Unit Geomin

Page 23: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

31

Pada tabel 2.2 akan memperlihatkan kelimpahan unsur kimia dari setiap zona

dalam profil endapan laterit di Tanjung Buli. Umumnya Fe terakumulasi pada

bagian atas (over burden) sebagai Fe oksida. Pengkayaan unsur Fe ini diakibatkan

karena berat jenis unsur Fe yang besar dan mempunyai mobilitas yang rendah.

Semakin ke bawah dari profil, Fe akan mengalami penurunan sesuai dengan

kedalaman sampai ke bed rock. Sedangkan Co akan terakumulasi pada zona

limonit dan akan turun kemudian menuju ke bed rock. Pada zona saprolite Ni

akan terakumulasi di dalam mineral Garnierit. Akumulasi Ni ini terjadi akibat

sifat Ni yang akan berupa larutan pada kondisi oksidasi dan akan berupa padatan

pada kondisi silika.

Tabel 2.2

Diagram Kelimpahan Unsur Kimia pada Profil Endapan Nikel Laterit

di Tanjung Buli

( Sumber : PT Yudhistira Bumi Bhakti )

Ni Co FeO MnO

SiO2 & MgO

Bed Rock

Blue Zone

MGL

Saprolit

Limonit

OB

Page 24: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

32

Untuk profil laterit daerah penelitian, secara umum endapan nikel laterit

ini berada pada punggungan dan lereng-lereng bukit dengan kemiringan

yang landai sampai dengan sedang ( 10° – 30° ), tetapi umumnya endapan

terkaya terdapat pada punggung bukit dengan kemiringan tidak terlau

landai dan tidak terlalu curam, kurang lebih 15°. Profil endapan nikel

laterit buli maupun tempat lainnya umumnya tidak teratur baik bentuk,

sebaran horizontal dan vertikal, maupun sifat-sifat fisis dan komposisi

kimianya.

Dari data titik bor dan karakteristik umum profil endapan nikel laterit ke

arah vertikal dan lateral adalah sebagai berikut :

1. Lapisan Tanah penutup ( Top Soil )

Menempati bagian permukaan yang cukup landai atau cekungan

dengan memperlihatkan tanah penutup yang cukup tebal, sedangkan

pada lereng sedang tanah penutup relatif tipis. Untuk daerah lereng

yang terjal tidak dijumpai adanya tanah penutup.

Karakteristik tanah penutup : berwarna coklat tua-kehitaman, besar

butir halus-sedang, kekerasan lunak-sedang, pada bagian atas biasanya

gembur mengandung lapisan humus organik, mengandung fragmen

material lepas berupa pisolit Fe, konkresi Fe, fragmen silika dan

fragmen batuan asal. Biasa disebut dengan iron capping.

Tidak terlihat adanya indikasi mineralisasi, gradasi ke arah

bawah/limonit ditunjukkan dengan berkurangnya fragmen dan

perubahan warna menjadi coklat kekuningan-coklat kemerahan dan

munculnya mineralisasi tertentu seperti MnOx, FeOx, dan AlOx. Dari

analisis tanah penutup mempunyai kadar Ni ≤ 1.2% dan Fe ≥25%.

2. Limonit

Umumnya berwarna coklat kemerahan-kekuningan, berbutir halus-

kasar, kekerasan lunak-sedang, terlihat adanya mineralisasi dan

Page 25: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

33

cenderung homogen. Tingkat elasitisitas lebih tinggi dibandingkan

zona lainnya. Sering dijumpai fragmen batuan asal atau silika. Mineral

utama berupa Goethit dan mineral lempung serta mineral oksida

MnOx, AlOx, Magnetit, dan Kromit. Gradasi kearah zona saprolit

dapat terlihat dari perubahan warna menjadi coklat kekuningan-coklat

kehijauan dan hijau.

Bijih nikel limonit mempunyai parameter kandungan unsur Ni ≥ 1.2 %

dan Fe ≥ 25%. Penyebaran ke arah vertical maupun lateral kadang-

kadang terselingi adanya “waste” limonit dimana kadar Ni ≥1.2 %

tetapi Fe ≤ 25%.

3. Saprolit

Lapisan paling bawah laterit adalah zona saprolit berwarna coklat

kekuningan, berbutir sedang-kasar, kekerasan sedang-cukup keras,

umumnya masih terlihat relic mineral batuan asal, atau fragmen silika

cenderung homogen. Semakin ke arah bawah terlihat adanya gradasi

ukuran butir menjadi lebih kasar, perselingan dengan boulder sering

dijumpai pada zona ini. Ke arah bawah kondisi fracture semakin

intensif dan biasanya terisi oleh mineral silikat berupa Garnierit,

Krisopras, atau Serpentin. Laterit pada zona ini biasanya disusun oleh

mineral lepas dan terkadang terurai. Mineral utama berupa mineral

silikat : Garnierit, Krisopras, dan Serpentin, sedangkan mineral

tambahan berupa : lempung, mineral oksida berupa : Goethit, MnOx,

Magnetit, Kromit, Krisotil, dan Asbestos yang umumnya bercampur

dalam bijih saprolit sebagai pengotor.

Bijih saprolit mempunyai parameter Ni ≥ 2.0% dan Fe ≤25%,

kontinuitas ke arah vertikal sangat fluktuatif kadang-kadang terselingi

oleh saprolit “waste” yaitu Ni ≥2.0% dan Fe ≥25%, demikian juga ke

arah lateral, lapisan saprolit terkadang tidak menerus terselingi oleh

limonit atau saprolit “waste”. Kontinuitas ketebalan saprolit secara

lateral agak sulit ditentukan karena sangat dipengaruhi oleh morfologi

Page 26: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

34

setempat. Apabila berupa punggungan terpotong oleh lembah sungai,

otomatis ketebalannya akan menurun atau terputus. Sedangkan

kontinuitas ke arah vertikal dipengaruhi oleh kerapatan struktur yang

berbeda. Zona ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

• Soft Saprolit, mengandung fragmen-fragmen berukuran boulder

kurang dari 25%.

• Hard Saprolit, mengandung fragmen-fragmen berukuran boulder

lebih dari 50%.

Gradasi ke arah bedrock diindikasikan oleh munculnya fragmen batuan

asal berukuran couble-boulder dengan tingkat pelapukan yang semakin

berkurang ke arah bedrock

4. Blue Zone

Merupakan zona di bawah zona saprolit, berupa batuan asal (batuan

beku ultra basa) yang mengalami pengkekaran yang sangat intensif.

Tekstur batuan telah sama dengan tekstur batuan asal dan kekar-kekar

umumnya terisi oleh urat Garnierit dan Silika.

5. Bedrock

Lapisan ini merupakan batuan asal ( batuan beku ultrabasa ), pada

umumnya batuan ini berupa bongkahan-bongkahan masif, berwarna

kuning pucat sampai abu-abu kehijauan. Tekstur batuan telah sama

dengan tekstur batuan asal dan kekar-kekar umumnya terisi oleh urat

Garnierit dan Silika. Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak

merata, mempunyai kadar Ni rata – rata ≤ 1,7 %, dan Fe ≤ 10 %.

Page 27: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

35

Gambar 2.8 Profil endapan nikel laterit Tanjung Buli

2.5 Sistem Penambangan di Lokasi Penelitian

Metode penambangan yang diterapkan oleh PT. Yudhistira Bumi Bhakti

yaitu sistem penambangan “Back Filling Bottom To Up” dengan metode

“selective mining “. Tahapan-tahapan sistem penambangan yang dilakukan,

diantaranya sebagai berikut (lihat gambar 2.9) :

Persiapan Penambangan

Untuk memulai suatu kegiatan penambangan maka terlebih dahulu diketahui

peta tambangnya yaitu peta geologi, peta topografi, peta penyebaran titik bor

yang dilengkapi dengan data eksplorasi dan keterangan endapan serta peta

rencana penambangan.

Pembersihan Lahan ( Land Clearing ) dan Pengupasan ( Stripping )

Kegiatan ini dimaksudkan untuk membersihkan semak belukar dan

pepohonan yang tumbuh di lokasi yang akan di tambang kemudian

1-3 m, Ni<1,2%, Fe 40,9 – 49%

Top soil

1-3 m, Ni 1,3 – 1,48%, Fe 32,5 –

Over Burden

50,20%Limonit,

Soft Saprolit

5-8 m, Ni 2,16 –3,2%,

Hard Saprolit

Blue Zone

Bed Rock

Ni 0,23 – 0,30 %, Fe

Ni < 1.7% dan Fe <

Page 28: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

36

dilakukan pengupasan tanah penutup (overburden). Tanah yang telah

dikupas ditempatkan pada tempat penimbunan overburden (dumping area)

yang akan ditempatkan pada lahan bekas tambang nanti (disposal area) atau

pada waste dump.

Penggalian Bijih Nikel

Penggalian bijih nikel di Tanjung Buli dapat dilakukan dengan cara selective

mining atau memilih titik bor yang diketahui kadarnya, sehingga pada saat

pengupasan tanah penutup (overburden) disesuaikan dengan rencana

penambangan pertitik bor tersebut. Biasanya ketebalan (tinggi) blok

penggalian ditetapkan 2 m. Sistem penggaliannya diarahkan untuk menggali

sesuai dengan bench atau elevasi yang diinginkan serta rata (flat). Hal ini

dikarenakan sangat penting untuk menjaga lantai penggalian tetap rata agar

alat angkut lebih produktif dan lebih aman (safety). Pada umumnya,

penggalian dilakukan pada kedalaman 2 m dengan kemiringan jenjang

(bench) 70° dengan tinggi jenjang 6 m dengan “catch berm” 2 m.

Pemuatan ( Loading )

Setelah kegiatan penggalian selesai maka dilanjutkan dengan kegiatan

pemuatan. Kegiatan ini bertujuan untuk memuat ore maupun waste/OB yang

telah digali ke dalam ADT.

Pengangkutan ( Hauling )

Pengangkutan bijih nikel hasil penambangan dapat dilakukan dengan ADT,

yang diangkut ke stock yard ETO ( Exportable Transit Ore ) yang jaraknya

dekat dengan lokasi penambangan. Sedangkan DT ( dump truck ) dan ADT

dapat digunakan untuk pengangkutan dari stock yard ETO ke Grizzly untuk

memisahkan material yang berukuran +20 cm ( boulder ) dan -20cm ( ore ).

Apabila masih didapatkan material yang berukuran +20 cm maka akan

diangkut ke crusher dan kemudian akan diangkut ke stock yard EFO

( Exportable Fine Ore ). Untuk material yang berukuran –20 cm kemudian

Page 29: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

37

diangkut ke stock yard EFO. Dari stock yard EFO kemudian dilakukan

pengangkutan ke dermaga curah untuk dilakukan pengapalan.

Sampling

Sampling material tambang dilakukan baik itu di front tambang, stockyard

ETO, setelah melewati Grizzly, stockyard EFO, dan di dermaga curah

sebelum pengapalan (shipping). Pengambilan sampel bijih dilakukan

beberapa kali untuk menjaga kualitas bijih nikel dan untuk penghitungan

kadar produksi setiap hari. Pada tambang nikel site Tanjung Buli, proses

sampling yang diterapkan mengacu standar JIS (Japanese Industrial

Standard).

Sumber : PT Yudhistira Bumi Bhakti

Gambar 2.9. Skema Penambangan PT. Yudhistira Bumi Bhakti

Page 30: Bab II Tinjauan Umum - · PDF fileBatuan Ultrabasa serta Batuan Beku Intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya. ¾ Satuan Batuan Ultrabasa terdiri dari Serpentinit,

Bab II – Tinjauan Umum 

38