BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK …
Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK …
14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN
HAK ASASI MANUSIA
A. Hak Asasi Manusia
1. Sejarah Hak Asasi Manusia
Pemikiran mengenail Hak Asasi Manusia secara hukum
ketatanegaraan di perkirkan muncul pada awal dari abad ke-17 dan ke-18
Masehi. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap arogansi dan kediktatoran
raja-raja dan kaum feudal terhdap rakyat yang mereka perintah atau
manusia yang mereka pekerjakan di zaman itu. Masyarakat manusa di
zaman dimaksud terdiri dari dua lapisan besar, yaitu lapisan atas
(minoritas) sebagai yang mempunyai sejumlah hak terhadap lapisan
bawah (mayoritas) sebagai kelompok yang diperintah dan lapisan bawah
yang mayoritas mempunyai sejumlah kewajiban-kewajiban terhadap
lapisan minoritas yang menguasainya.25
Munculnya konsep hukum alam serta hak-hak alam. Akan tetapi,
pada umumnya para pakar di eropa berpendapat bahwa lahirnya Magna
Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lainmenanamkan
bahwa raja yang tadinya memiliki. Sejarah hak-hak asasi manusia itu baru
tumbuh dan berkembang pada waktu hak-hak asasi itu oleh manusia mulai
diperhatikan dan diperjuangkan terhadap serangan atau bahaya, yang
timbul dari kekuasaan yang dimiliki oleh kesatuan masyarakat, yang
disebut “Negara”. Oleh sebab itu,pada hakikatnya persoalan hak asasi
25
Ali Zainuddin, Sosiologi Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm.
92.
15
manusia itu berkisar pada hubungan manusia (individu) dengan
masyarakat.26
Secara garis besar, perkembangan HAM di Indonesia dapat dibagi
kedalam dua periode: sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan27
:
a) Periode Sebelum Kemerdekaan
Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat
dijumpai dalam sejarah kemunculan organisasi pergerakan nasional,
seperti Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Indische Partij dan Partai Komunis
Indonesia. Lahirnya pergerakan nasional ini tidak bisa dilepaskan dari
sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial,
penjajahan dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah. Dalam sejarah
pemikiran HAM di Indonesia, Boedi Oetomo mewakili organisasi
pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat
dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada
pemerintah colonial maupun lewat tulisan di surat kabar. Inti dari
perjuangannya adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan
rakyat.
b) Periode Setelah Kemerdekaan
Pemkiran HAM pada awal pasca-kemerdekaan masih
menekankan pada wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk
berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, serta hak untuk
kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
Sepanjang periode ini, wacana HAM bisa dicirikn pada bidang sipil,
politik, ekonomi, sosial dan budaya.
26
Muhammad Amin Suma, HAM dan KAM dalam Perspektif Hukum
Islam, dalam Tim Pakar Hukum Depkeh-HAM, Gagasan dan Pemikiran tentang
Pembaharuan Hukum Nasional. (Jakarta: Delta Citra.2010) hlm.32 27
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak,Op Cit. hlm.148
16
Kemudian pemikiran HAM pada masa demokrasi parlementer
dikenal sebagai masa yang sangat kondusif bagi perjalanan HAM di
Indonesia, suasana kebebasan mendapat tempat dalam kehidupan politik
nasional. Bagir Manan mencatat masa gemilang sejarah HAM Indonesia
pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM yaitu; munculnya
partai-partai politik dengan berbagai ideologi; adanya kebebasan pers,
pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas dan emokratis;
kontrolparlemen atas eksekutif; perdebatan HAM secara bebas dan
demokratis.
Periode Orde Baru, pada masa ini telah menorehkan tinta hitam
sejarah pelanggaran HAM di Indonesia. Orde baru memandang HAM dan
demokrasi sebagai produk barat yang individualistis dan bertentangan
dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa
Indonesia. Komitmen orde baru terhadap pelaksanaan HAM secara murni
dan konsekuen masih jauh dari harapan masyarakat. Masa pemerintahan
orde baru ini masih sarat akan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
aparat Negara atas warga Negara.
HAM pada masa pasca orde baru, perhatian pemerintah akan
pelaksanaan HAM mengalami perkembangan yanh sangat signifikan.
Komitmen pemerintah akan penegakan HAM sangat menonjol dengan
pengesahan UU tentang HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara
Urusan HAM yang kemudian digabung Departemen Hukum dan
perundang-undangan menjadi Departemen Kehakiman dan HAM.
2. Pengertian Hak Asasi Manusia
Istilah hak asasi manusia merupakan terjemahan dari istilah droits
de l’homme dalam bahasa Perancis atau Human Rights dalam bahasa
Inggris, yang artinya “hak manusia”. Pengertian secara teoritis dari hak
asasi manusia adalah :
17
“hak yang melekat pada martabat manusia yang melekat padanya
sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, atau hak-hak dasar
yang prinsip sebagai anugerah Illahi. Berarti hak-hak asasi manusia
merupakan hak- hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang
tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya, karena itu Hak Asasi
Manusia bersifat luhur dan suci.”28
Menurut Teaching Human Right yang diterbitkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hak Asasi Manusia adalah hak-hak
yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat
hidup sebagai manusia. Hak hidup misalnya, adalah klaim untuk
memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat
seseorang tetap hidup. Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia
akan hilang.29
Senada dengan pengertian di atas adalah pernyataan awal Hak
Asasi Manusia (HAM) yang dikemukakan oleh John Locke. Menurut
Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh
Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena
sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apa pun di dunia yang
dapat mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap
manusia yang diabwa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa; bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.30
Menurut Muhammad Erwin, ia mengakan bahwa Hak Asasi
Manusia merupakan hak dasar yang melekat pemberian Tuhan dan
dimiliki manusia selama hidup dan sesudahnya serta tidak dapat dicabut
dengan semau-maunya tanpa ketentuan hukum yang ada, jelas, adil dan
28
Ramdlon Naning, Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia di
Indonesia, (Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1983) . hlm. 7-8 29
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan
(Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyrakat Madani), (Jakarta: Prenamedia
Group, 2016), hlm. 148 30
Ibid, hlm. 148.
18
benar sehingga harus dihormati, dijaga dan dilindngi oleh individu,
masyarakat dan Negara.31
Ruslan Renggong menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah
hak yang melekat di dalam pribadi individu, dan hak ini merupakan yang
paling mendasar bagi setiap individu untuk berdiri dan hidup secara
merdeka dalam komunitas masyarakat. Bangunan-bangunan dasar HAM
yang melekat di dalam episentrum otoritas individu yang merdeka,
merupakan bawaan semenjak lahir, sehingga tidak bisa digugat dengan
banalitas pragmatism kepentingan kekuasaan, ambisi dan hasrat. Dengan
dan atas nama apapun, bahwa dasar-dasar kemanusiaan yang intim harus
dilindungi, dipelihara dan tidak dibiarkan berada sama sekali dalam
ruang-ruang social yang mengalienasinya.32
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa :
“Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan kleberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia”.
Berdasarkan beberapa rumusan mengenai pengertian Hak Asasi
Manusia tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Hak Asasi Manusia
merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang melekat dan
tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Dengwan demikian hakikat
penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia ialah
menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi
31
Muhammad Erwin. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks
Indonesia (Bandung : Refika Aditama, 2010) hlm. 35. 32
Ruslan Renggong. Hukum Acara Pidana, (Jakarta : Prenamedia Group,
2014), hlm. 1.
19
keseimbangan yaitu kesimbangan antara hak dan kewajiban, serta
keseimbangan antara kepentingan perorangan dan kepentingan umum.
Segala upaya yang dilakukan untung menghormati, melindungi
dan menjunjung tinggi Hak Asasi manusia, menjadi kewajiban dan
tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah dan juga Negara.
Sifat hakiki dan kodrati HAM yang melekat pada diri setiap orang tidak
dapat dicabut atau dihapuskan oleh siapaun termasuk penguasa Negara.
Menghapus dan mencabut HAM sama artinya menghilangkan eksistensi
manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.33
Jadi, dalam memenuhi
dan menuntut Hak Asasi Manusia tidak terlepas dari pemenuhan
kewajiban yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu, pemenuhan,
perlindungan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia harus
diikuti dengan kewajiban asasi manusia dan tanggung jawab asasi
manusia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara.34
3. Hak Asasi Manusia dalam Islam
Ketika berbicara Hak Asasi Manusia dalam Islam maka yang
maksudkan adalah hak-hak yang telah diberikan Allah SWT. Maulana
Abul Al-Maududi didalam bukunya mengatakan bahwa :
Hak-hak yang diberikan oleh raja-raja atau majelis-majelis
legislative dengan mudahnya bisa dicabut kembali semudah saat
memberikannya, tetapi tidak ada individu maupun lembaga yang
memiliki kewenangan untuk mencbut hak-hak yang diberikan
oleh Tuhan.35
Islam juga mengajarkan tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Islam
seluruh Hak Asasi Manusia merupakan kewajiban individu maupun
33
Ruslan Renggong. Op. Cit. hlm. 1. 34
Harifin A. Tumpa, Peluang dan Tantangan Eksistensi Pengadilan
HAM di Indonesia, (Makassar:PUKAP, 2009) hlm. ix. 35
Maulana Abul A’la Maududi, Hak- Hak Asasi Manusia dalam Islam
(Jakarta : Bumi Aksara, 2005) hlm. 13.
20
negara yang tidak boleh diabaikan.36
Seiring dengan kuatnya pengaruh
akan kesadaran dunia tentang arti pentingnya hak asasi manusia dan
hubungannya dengan berbagai sistem nilai atau tradisi terus menjadi pusat
perhatian dalam perbincangan wacana Hak Asasi Manusia kontemporer.
Harus diakui bahwa agama sangat berperan penting dalam memberikan
landasan etik dalam kehidupan manusia.37
Menurut Harun Nasution dan Bahtiar Effendy, Hak Asasi
Manusia dalam Islam terbagi menjadi dua. Pertama Hak Asasi Manusia
yang diselenggarakan oleh negara. Hak tersebut disebut sebagai hak-hak
legal. Kedua, Hak Asasi Manusia yang keberadaannya tidak secara
langsung diselenggarakan oleh Negara. Hak tersebut disebut hak-hak
moral. Perbedaan keduanya terletak pada soal pertanggung jawaban
negara. Adapun dalam soal sumber asal, sifat dan pertanggungjawaban
hak dihadapan Allah adalah sama. Dengan kata lain, menurut pandangan
Islam, setiap pelanggaran Hak Asasi Manusia tidak saja
dipertanggungjawabkan di hadapan manusia saja, tetapi juga akan
dimintai pertanggungjawabannya di akhirat.38
Menurut Supriyanto Abdi, ia mengatakan bahwa terdapat tiga
varian pandangan tentang hubungan hak asasi manusia dengan islam, baik
yang dikemukanan oleh sarjana barat atau pun yang dikemukakan oleh
pemikir muslim sendiri, antara lain yaitu :
a. Islam tidak sesuai dengan gagasan dan konsep hak asasi
manusia modern.
b. Islam menerima semangat kemanusiaan hak asasi manusia
modern.
36
Harun Nasution dan Bahtiar Effendy. Hak Asasi Manusia Dalam
Islam. (Jakarta: Pustaka Firdaus,1987) hlm. 32. 37
Jimly Asshiddiqie, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
(Jakarta:Konstitusi Pres. 2005) hlm. 56. 38
Ibid, hlm.37.
21
c. Menegaskan bahwa hak asasi manusia modern
adalahkhazanah kemanusiaan universal dan islam
memberikan landasan normative yang sangat kuat
terhadapnya.39
Islam adalah agama universal agama yang mengajarkan keadilan
bagi setiap manusia tanpa memandang dari segi apapun. Sehingga agama
islam meletakkan manusia pada posisi yang sangat mulia. Manusia
digambarkan Allah di dalam Al-Qur’an sebagai makhluk yang paling
sempurna dan harus dimuliakan.40
4. Bentuk-Bentuk Hak Asasi Manusia dalam Hukum Positif
Bagir Manan membagi Hak Asasi Manusia pada beberapa
kategori yaitu, hak sipil, hak politik, hak ekonomi, dan hak social budaya.
Hak sipil terdiri dari hak diperlakukan sama dimuka hukum, hak bebas
dari kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu,
dan hak hidup dan kehidupan. Hak politik terdiri dari hak kebebasan
berserikat dan berkumpul, hak kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan
lisan maupun tulisan, dan hak menyampaikan pendapat dimuka umum.
Hak ekonomi terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak
perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan. Hak sosial budaya
terdiri dari hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak
kesehatan, dan hak memperoleh perumahan dan pemukiman.41
Sementara Baharuddin Lopa, membagi Hak Asasi Manusia dalam
beberapa jenis yaitu hak persamaan dan kebebasan, hak hidup, hak
memperoleh perlindungan, hak penghormatan pribadi, hak menikah, hak
berkeluarga, hak wanita sederajat dengan pria, hak anak dari orang tua,
39
Ibid,hlm. 62. 40
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak,Op Cit. hlm.168. 41
Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewargaan, Demokrasi: HAM dan
masyarakat
Madani (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm.121.
22
hak memperoleh pendidikan, hak kebebasan memilih agama, hak
kebebasan bertindak dan mencari suaka, hak untuk bekerja, hak
memperoleh kesempatan yang sama, hak milik pribadi, hak menikmati
hasil/produk ilmu, dan hak tahanan dan narapidana.42
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 memuat Hak Asasi Manusia
yang terdiri dari beberapa hak yaitu :
1. Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat
2. Hak kedudukan yang sama di dalam hukum
3. Hak kebebasan berkumpul
4. Hak kebebasan beragama
5. Hak penghidupan yang layak
6. Hak kebebasan berserikat
7. Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan43
Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia juga terdapat penjelasan tentang bentuk-bentuk Hak Asasi
Manusia antara lain :
1. Hak Hidup
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup,
meningkatkan taraf hidupnya, hidup tentram, aman, damai,
bahagia, sejahtera lahir batin, serta memperoleh lingkungan
hidup yang baik dan sehat.
2. Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah atas kehendak yang
bebas.
3. Hak Mengembangkan Diri
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak
pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif,
untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
4. Hak Memperoleh Keadilan
Setiap orang tanpa diskriminasi berhak memperoleh keadilan
dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan,
baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi,
serta diadili melalui proses pengadilan yang bebas dan tidak
42
Ibid, hlm. 122. 43
Ibid, hlm.216.
23
memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan secara obyektif oleh hakim yang jujur dan adil
untuk memperoleh putusan adil dan benar.
5. Hak Memperoleh Kebebasan Pribadi
Setiap orang bebas memilih dan mempunyai keyakinan
politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk
agama tidak diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa
diskriminasi, bebas bergerak, berpindah an bertempat tinggal
di wilayah Republik Indonesia.44
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah memuat hak-
hak tersangka ataupun terdakwa yang harus dipenuhi antara lain :
1. Hak segera mendapat pemeriksaan (Pasal 50)
2. Hak untuk diberitahukan dengan bahasa yang dimengerti
(Pasal 51)
3. Hak memberikan keterangan secara bebas (Pasal 52)
4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa (Pasal 53)
5. Hak mendapat bantuan penasihat hukum (Pasal 54)
6. Hak menghubungi penasihat hukum (Pasal 57)
7. Hak menerima kunjungan dokter pribadi (Pasal 58)
8. Hak menerima kunjungan keluarga (Pasal 60 dan 61)
9. Hak menerima dan mengirim surat (Pasal 62)
10. Hak menerima kunjungan rohaniawan (Pasal 63)
11. Hak diadili pada sidang terbuka untuk umum (Pasal 64)
12. Hak mengajukan saksi yang menguntungkan (Pasal 65)
13. Hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66)
14. Hak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 68)
Berdasarkan beberapa bentuk-bentuk Hak Asasi Manusia di atas,
secara umum semua konsep Hak Asasi Manusia sangat mengedepankan
hak untuk hidup, hak kebebasan dan hak perlindungan. Tidak ada satupun
konsep Hak Asasi Manusia yang tidak mengedepankan hak untuk hidup,
karena hak untuk hidup merupakan hak manusia yang dibawa sejak lahir.
5. Bentuk-Bentuk Hak Asasi Manusia dalam Islam
Terdapat tiga bentuk Hak Asasi Manusia dalam Islam. Pertama,
hak dasar (hak daruri), sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut
44
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
24
dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga hilang
eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Contoh sederhana
hak ini di anataranya hak untuk hidup, ha katas keamanan, dan hak untuk
memiliki harta benda. Kedua, hak sekunder, yakni hak-hak yang apabila
tidak dipenihi akan berakibat pada hilangnya hak-hak dasarnya sebagai
manusia. Misalnya, jika seseorang kehilangan haknya untuk memperoleh
sandang pangan yang layak, maka akan berakibat hilangnya hak hidup.
Ketiga, hak tersier, yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak
primer dan sekunder.45
Menurut Maulana Abul A’la Al-Maududi menyatakan bahwa Hak
Asasi Manusia dalam Islam meliputi, hak untuk hidup dan keselamatan,
hak penghormatan terhadap kesucian kaum wanita, hak untuk
memperoleh kehidupan pokok, hak individu atas kebebasan, hak atas
keadilan, hak kesamaan derajat umat manusia, hak untuk kerjasama dan
tidak bekerjasama.46
a) Hak untuk Hidup dan Keselamatan
Hak asasi yang paling utama adalah hak untuk hidup. Al-Qur’an
menegaskan di dalam Surat Al Maidah ayat 32 sebagai berikut :
45
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak,Op Cit. hlm.223. 46
Maulana Abul A’la Maududi, Op. Cit. hlm. 12.
25
47
Artinya : “oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi
Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang
manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau
bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-
akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah
Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan
Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami
dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian
banyak diantara mereka sungguh-sungguh melampaui batas
dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”
Perbuatan menghilangkan nyawa karena alasan dendam atau
untuk menebar kerusakan hanya dapat diputuskan oleh pengadilan yang
berwenang. Hak untuk hidup yang diberikan kepada segenap umat
manusia hanya diberikan oleh Islam. Sedangkan aturan-aturan yang
memuat Hak Asasi Manusia dalam konstitusi-konstitusi atau deklarasi-
deklarasi di banyak Negara dengan jelas menyatakan hanya berlaku bagi
warga negara yang bersangkutan atau terhadap ras kulit putih saja.
Banyak cara untuk menyelamatkan hidup manusia dari kematian.
Apabila seseorang sedang sakit atau menderita luka-luka maka menjadi
kewajiban bagi kita untuk menolongnya memperoleh bantuan medis.
Apabila ia hampir mati karena kelaparan, maka kewajiban kitalah untuk
memberinya makanan. Apabila ia tenggelam, maka tugas kita
menyelamatkannya. Kita melihatnya sebagai kewajiban untuk
menyelamatkan hidup setiap manusia, karena itulah yang diperintahkan
dalam Al-Qur’an.
47
Q. S. Al Maidah ayat 32.
26
b) Penghormatan terhadap Kesucian Kaum Wanita
Unsur selanjutnya dalam Piagam Hak Asasi Manusia yang
diberikan oleh Islam adalah bahwa kesucian seorang wanita harus
dihormati dan dilindungi setiap saat, baik apabila dia sebangsa dengan
kita atau termasuk bangsa musuh. Salah satu ayat di dalam Al-Qur’an
yang berkenaan dengan ini ialah dalam surat Al Isra ayat 32:
48
Artinya : “dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya
zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang
buruk.”
c) Hak Memperoleh Kebutuhan Hidup Pokok
Berbicara tentang hak-hak ekonomi, Al- Qur’an di dalam surat Az
Zariyat ayat 51 memerintahkan:
49
Artinya :”dan janganlah kamu Mengadakan Tuhan yang lain
disamping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan
yang nyata dari Allah untukmu.”
Kalimat dalam perintah ini menunjukkan hal yang pasti dan tidak
ada kecualinya. Intinya ayat ini bermaksud agar siapapun yang meminta
pertolongan dan siapapun yang menderita kesusahan mempunyai hak atas
bagian harta benda dan kekayan seorang muslim.
48
Q. S. Al Isra ayat 32. 49
Q. S. Az Zariyat ayat 51.
27
d) Hak Individu Atas Kebebasan
Islam secara tegas melarang praktek primitive penangkapan orang
yang merdeka untuk dijadikan hamba sahaya atau budak untuk
diperjualbelikan sebagai hamba sahaya. Nabi SAW telah jelas
mengatakan bahwa ia akan menggugat manusia yang menyebabkan
seseorang yang merdeka menjadi hamba sahaya, lalu akan
memperjualbelikannya dan memakan hasil uang penjualannya.
e) Hak Atas Keadilan
Hak ini adalah hak yang sangat penting dan bernilai yang
diberikan islam kepada manusia. Al-Qur’an dalam surat An Nisa ayat 135
telah menetapkan :
50
Artinya :”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu
memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan.”
Dari ayat di atas telah jelas bahwa kaum muslimin harus adil
bukan saja terhadap sahabat-sahabatnya melainkan juga termasuk musuh-
musuhnya. Dengan kata lain, islam memerintahkan keadilan kepada
50
Q. S. An Nisa ayat 135.
28
penganutnya tidak dibatasi kepada warga negaranya sendiri, atau kepada
keseluruhan umat muslim tetapi melainkan kepada seluruh umat manusia
tanpa terkecuali.
f) Kesamaan Derajat Umat Manusia
Islam tidak saja mengakui prinsip kesamaan derajat mutlak antar
manusia tanpa melihat kepada warna kulit, rasa tau kebangsaan,
melainkan menjadikannya realitas yang penting. Tuhan yang maha kuasa
telah menetapkan dalam Al-Qur’an surat Al Hujurat ayat 13 :
51
Artinya :”Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Ini berarti bahwa pembagian umat manusia kedalam bangsa-
bangsa, ras-ras, kelompok-kelompok dan suku-suku adlaah demi untuk
adanya pembedaan, sehingga rakyat dari satu ras atau suku dapat bertemu
dan berkenalan dengan rakyat yang berasal dari rasa tau suku lain dan
bekerja sama satu sama lain.
g) Hak untuk kerja sama dan tidak bekerja sama
Islam telah menjelaskan dengan rinci prinsip umum yang maha
penting dan berlaku universal. Al-Qur’an dalam surat Al Maidah ayat 2
mengatakan:
51
Q. S. Al Hujurat ayat 13.
29
52
Artinya :”dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
Ini berarti bahwa orang yang melakukan perbuatan kebajikan
tanpa melihat apakah ia hidup dikutub utara atau dikutub selatan,
memiliki hak untuk mengharapkan dukungan dankerjasama aktif dari
orang muslim. Tetapi mereka yang melakyukan dosa dan kejahatan, meski
ia adalah saudara dekat atau tetangga, tidak boleh menerima dukungan
atau pertolongan atas nama ras, negeri, bahasa atau kebangsaaan, juga ia
tidak dapat mengharapkan untuk bekerja sama dengan orang-orang
muslim.
Pandangan inklusif kemanusiaan Piagam Madinah kemudian
menjadi semangat deklarasi HAM Islam di Kairo yang melahirkan
ketentuan Hak Asasi Manusia sebagai berikut :
1. Hak persamaan dan kebebasan berkeluarga
2. Hak hidup
3. Hak perlindungan diri
4. Hak kehormatan pribadi
5. Hak berkeluarga
6. Hak kesetaraan wanita dengan pria
7. Hak anak dari orang tua
8. Hak untuk mendapatkan pendidikan
9. Hak kebebasan beragama
10. Hak kebebasan mencari suaka
11. Hak memperoleh pekerjaan hak memperoleh perlakuan sama
12. Hak kepemilikan
13. Hak tahanan dan narapidana.53
52
Q. S. Al Maidah ayat 2.
30
B. Sejarah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
KUHAP adalah kumpulan peraturan-peraturan hukum yang
mengatur mengenai tata cara bagaimana menyelenggarakan atau
mempertahankan hukum pidana materiil,sehingga diperoleh keputusan
hakim, dan bagaimana isi keputusan hakim tersebut dilaksanakan.Sejarah
lahirnya KUHAP di Indonesia yaitu54
:
1. Pada masa Hindia Belanda (Masyarakat tradisional Indonesia).
Pada masa Hindia Belanda tersebut belum terdapat adanya
ketentuan-ketentuan terhadap tindakan kejahatan atau pelanggaran antara
orang yang satu dengan yang lain. Apabila terdapat pelanggaran-
pelanggaran maka yang diberlakukan adalah Hukum adat. Menurut
Muhamad Said Dirjokusumo, Pada masa Hindia Belanda gambaran
hukum yang berlaku yaitu :
1) Belum ada pemisahan antara hukum pidana dan hukum
perdata.
2) Bahwa semua perkara penduduk dapat diselesaikan dengan
cara perdamaian.
3) Apabila ada perkara yang tidak dapat diselesaikan maka
ditujukan ke Pengadilan adat.
4) Walaupun saat itu Hukum acara belum ada,tetapi saat itu
penyelesaian perkara sudah dikenali adanya tersangka,
tergugat.
5) Cara melaksanakan putusan haruslah dapat dilakukan dengan
seadil-adilnya yaitu dalam memberikan keputusan harus dapat
memberikan kepuasan kedua belah pihak.
2. Pada masa Pemerintahan Belanda
Pada masa pemerintahan Belanda telah menurunkan beberapa
ketentuan Undang-undang bagi masing-masing golongan diantaranya :
1) Hukum materiil yaitu :
53
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak,Op Cit. hlm. 150 54
Moch Faisal Salam. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek.
(Bandung : CV. Mandar Maju. 2001), hlm. 19.
31
a. Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandesch Indie
(Tentang kejahatan yang berlaku bagi orang Eropa dan
bumi putra).
b. Algemene Politio Strafreglement (Reglemen Belanda polisi
umum, tentang pelanggaran untuk orang-orang eropa dan
bumi putra).
2) Hukum acara yaitu :
a. Reglement op de Burgerlijke rechtvordering (Hukum acara
perdata bagi golongan eropa).
b. Reglement op de Strafvordering (Hukum acara pidana bagi
orang eropa )
c. Landgerecht Reglemen (Hakim kepolisian).
d. Reglement op de rechterlijke organistik ( Tentang Undang-
undang pokok).
e. Herziene Inlandch Reglement (HIR) (Tentang hukum acara
pidana dan perdata bagi penduduk pribumi).
3) Badan pengadilan yang berlaku saat itu :
a. Raad van justitie (Pengadilan untuk orang eropa).
b. Landraad (Pengadilan untuk golongan bumi putra).
3. Pada masa Pemerintahan Jepang
Pada masa pemerintahan Jepang, di Indonesia tidak banyak
mengalami perubahan Undang-undang. Berdasarkan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1942 tanggal 7 maret 1942 yang disebut Osamu serei
bahwa ” Hukum acara pidana atau ketentuan pada masa sebelumnya tetap
berlaku,asal tidak menyimpang peraturan-peraturan pemerintah militer
Jepang. Peraturan yang masih berlaku yaitu :
1) HIR (Herziene Inlandsch Reglement).
2) R.Bg (Reglement voor de Buitengwesten).
3) Landgerecht Reglement.
Peraturan-peraturan yang dihapus yaitu :
1) Peraturan-peraturan hukum pidana dan hukum acara pidana
untuk golongan eropa.
2) Raad van justitie (Pengadilan untuk golongan eropa).
32
Kemudian timbul badan peradilan untuk orang Jepang yaitu ;
Tihoo hooin, Kensatsu kyoku, saiko hooin.
4. Pada masa Kemerdekaan Republik Indonesia
1) Pada masa tahun 1950 – 1959 :
a. Badan Peradilan umum yaitu :
a) Pengadilan negeri, Untuk pemeriksaan tingkat pertama.
b) Pengadilan tinggi,Untuk pemeriksaan tingkat banding.
c) Pengadilan agung, Untuk pemeriksaan tingkat kasasi.
d) Badan peradilan agama.
e) Badan peradilan militer.
f) Badan peradilan tata usaha negara.
2) Pada masa Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Bahwa merealisasikan ketentuan pasal 2 Dekrit
Presiden 5 Juli 1959,maka dibentuk Undang-undang Nomor 19
tahun 1964, Tentang Undang-undang pokok kehakiman. tetapi
Undang-undang tersebut belum sempurna maka dirubah
dengan Undang-undang nomor 14 Tahun 1970 , Tentang
Undang-undang pokok kekuasaan kehakiman.
Pada pasal 12 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
bahwa harus adanya Undang-undang tersendiri yang mengatur
Hukum acara pidana, maka untuk merealisasikan pasal 12 UU
No 14 tahun 1970 tersebut, dibuatlah Undang-undang Nomor 8
tahun 1981 pada tanggal 31 Desember tahun 1981, Tentang
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
C. Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum dalam bahasa Inggris dikenal istilah
“protection of the law”. Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak
membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan
negara sebagaimana yang telah dicantumkan dalam penjelasan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, diantaranya
33
menyatakan prinsip, “Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas
hukum (rechtstaat) dan pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum
dasar)”, elemen pokok negara hukum adalah pengakuan dan perlindungan
terhadap “fundamental rights”( hak- hak dasar/asasi).55
Perumusan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia,
berlandaskan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsepsi
perlindungan hukum bagai rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep
Rechtstaat dan “Rule of The Law”. Dengan menggunakan konsepsi Barat
sebagai kerangka berfikir dengan landasan pada Pancasila, prinsip
perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip pengakuan dan
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada
Pancasila. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah
bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat,
lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan
peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.56
Soetjipto rahardjo mengemukakan bahwa perlndungan hukum
adalah upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara
mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam
kepentingannya tersebut. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu
sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan
perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu,
55
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia,
(Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hlm. 38. 56
Ibid, hlm. 39.
34
perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan
dalam bentuk adanya kepastian hukum.57
Lebih lanjut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau
upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang
oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk
mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan
manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.58
Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan
untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau
kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam
menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama
manusia.59
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi
subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perlindungan Hukum Preventif merupakan perlindungan yang
diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah
sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam
peraturan perundang- undangan dengan maksud untuk
mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu
atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.
b. Perlindungan Hukum Represif merupakan perlindungan
hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang
57
Soetjipto Rahardjo, Persoalan Hukum Di Indonesia, (Bandung:
Alumni, 1983), hlm. 23 58
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), (Surakarta:
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,
2004), hlm. 3 59
Muchsin , Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi investor di
Indonesia, (Surakarta; Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret, 2003), hlm. 14.
35
diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan
suatu pelanggaran.60
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa
perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap
harkat dan martabat manusia serta pengakuan terhadap hak asasi manusia
di bidang hukum. Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia
bersumber pada Pancasila dan konsep Negara Hukum, kedua sumber
tersebut mengutamakan pengakuan serta penghormatan terhadap harkat
dan martabat manusia. Sarana perlindungan hukum ada dua bentuk, yaitu
sarana perlindungan hukum preventif dan represif.
D. Penahanan
1. Pengertian Penahanan
Penahanan adalah perampasan kemerdekaan bergerak seseorang.
Dalam hal penahan ini terdapat pertentangan antara 2 (dua) asas, yaitu
asas mengenai hak bergerak seseorang yang merupakan HAM (Hak Asasi
Manusia) yang harus dihormati di satu pihak dan kepentingan ketertiban
umum di lain pihak yang harus dipertahankan untuk orang banyak atau
masyarakat dari perbuatan jahat tersangka.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 butir 21
memberikan pengertian bahwa, penahanan itu adalah penempatan
tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut
umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini.61
Masalah penahanan juga telah
diatur dalam Resolusi Majelis Umum PBB No.43/173 tanggal 8 Desember
1988 tentang kumpulan Prinsip untuk Perlindungan Setiap Individu
terhadap segala bentuk Penahanan dan Pemenjaraan yang kemudian
60
Muchsin, Ibid, hlm. 20. 61
Pasal 1 butir 21 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana
36
disebut dengan “Kumpulan Prinsip” menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan penahanan bearti bearti tindakan menahan seseorang karena
dugaan melakukan pelanggaran atau yang dilakukan oleh petugas yang
berwenanag.62
Penahanan merupakan persoalan yang paling esensial dalam
sejarah kehidupan manusia. Setiap penahanan dengan sendirinya
menyangkut nilai dan makna :
1) Perampasan kebebasan dan kemerdekaaan orang yang ditahan
2) Menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan dan harkat martabat
manusia
3) Menyangkut nama baik dengan sendirinya pembatasan dan
pencabutan sementara hak-hak asasi manusia.63
Disatu sisi penahanan merupakan tindakan perampasan
kemerdekaan tersangka atau terdakwa, akan tetapi disisi lain merupakan
tindakan yang bertujuan melindungi ketertiban umum baik untuk
kepentingan tersangka atau terdakwa agar terhindar dari balas dendam
kelauarga koraban maupun untuk memperlancar proses penyelesaiaan
perkara pidana. Dengan demikian, penahanan sedapat mungkin dilakukan
apabila dipandang perlu.64
2. Syarat-Syarat Penahanan
Suatu penahanan dinyatakan sah apabila dipenuhi syarat-syarat
tertentu. Secara teoritis, dibedakan antara sahnya penahanan dan perlunya
penahanan. Sahnya penahanan bersifat objektif dan mutlak, artinya dapat
dibaca di dalam Undang-Undang tentang tindk pidana yang tersangkanya
dapat ditahan. Mutlak karena pasti, tidak dapat diatur-atur oleh penegak
hukum. Adapun perlunya penahanan bersifat relative (subjektif) karena
62
Sudibyo Triatmojo. Pelaksanaan Penahanan dan Kemungkinan yang
Ada Dalam KUHAP. (Bandung: Percetakan Offset Alumni. .1982) hlm. 39 63
Ruslan Renggong, Op. Cit. hlm. 69 64
Ibid, hlm. 70
37
yang menentukan kapan dipandang perlu diadakan penahanan tergantung
penilaian pejabat yang akan melakukan penahanan.65
Moeljatno, membagi syarat-syarat penahanan dalam dua bagian
yakni syarat objektif dan subjektif. Syarat objektif adalah syarat yang
dapat diuji ada atau tidaknya oleh orang lain, dalam hal ini oleh hakim
pada waktu mengadili atau memperpanjang lamanya penahanan atas
permintaan jaksa, atau pada waktu dia menerima pengaduan dari
tersangka atau terdakwa; syarat subjektif adalah syarat yang hanya
bergantung pada orang yang memerintahkan penahanan.66
a. Syarat obyektif adalah :
1) Terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
tahun atau lebih, atau
2) Tindak pidana tertentu seperti tersebut dalam pasal 21 ayat (4)
huruf b KUHAP, meskipun ancaman pidananya kurang dari 5
tahun penjara.
Tindak pidana tertentu tersebut dalam pasal-pasal yang telah
ditunjuk yang terdapat dalam.
1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
2) Ordonasi Bea dan Cukai (Staatsblad tahun 1931 No. 471).
3) Undang-undang No. 8 Darurat tahun 1955 tentang tindak
pidana Imigrasi.
4) Undang-undang No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika.
Syarat obyektif tersebut di atas terdapat dalam pasal 21 ayat (4)
KUHAP.
65
Andi Hamzah, Pelaksanaan Peradilan Pidana Berdasar Teori dan
Praktik (Jakarta:PT Rineka Cipta, 1994) hlm. 16 66
Moeljatno. Pimpinan Pemeriksaan Permulaan dalam Perkara
Pidana yang menjadi kekuasaan Pengadilan Negeri dan Penahanan Sementara
(Yogyakarta: Majalah Hukum, 1952) hlm.26
38
b. Syarat subyektif adalah:
1) Untuk kepentingan penyidikan, atau untuk kepentingan
penuntutan, atau untuk kepentingan pemeriksaan hakim di
sidang pengadilan.
2) Untuk mencegah tersangka atau terdakwa akan melarikan diri.
3) Untuk mencegah tersangka atau terdakwa merusak atau
menghilangkan barang bukti.
4) Untuk mencegah tersangka atau terdakwa mengulangi tindak
pidana.
Syarat subyektif huruf 1 terdapat dalam Pasal 20 ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) KUHAP, dan untuk huruf 2 sampai huruf 4 terdapat
dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP.67
3. Dasar Hukum Penahanan
a) Kitab Undang-Uundag Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Lembaga penahanan dalam KUHAP diatur dalam Bab V
tentang penangkapan, penahanan, penggeledahan Badan,
Pemasukan Rumah, Penyitaan dan \ Pemeriksaan Surat; Bagian
kedua tentang penahanan yaitu antara Pasal 20 KUHAP sampai
dengan Pasal 31 KUHAP.
b) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Undang-undang tersebut yang berhubungan dengan
penahanan sementara terdapat dalam Pasal 7 dan Pasal 8. Dalam
Pasal 7 menyatakan Tidak seorang pun dapat dikenakan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, kecuali
atas perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Pasal 8 ayat 1
menyatakan Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap
67
Ibid, hlm. 16
39
tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.68
E. Penahanan dalam Qanun Hukum Acara Jinayah (QHAJ)
1. Pengertian Penahanan dalam Qanun Hukum Acara Jinayah
(QHAJ)
Berdasarkan Pasal 1 angka 26 QHAJ, maka yang dimaknai
dengan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat
tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang dan/atau qanun.69
Terdapat dua unsur penting di dalam Pasal 22 ayat (1) QHAJ
yang dapat dijadikan alasan penahanan terhadap seorang tersangka atau
terdakwa, yaitu :
1) Adanya unsur “diduga keras” bahwa tersangka atau
terdakwa telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti
yang cukup.
2) Adanya unsur kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa
akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang
bukti dan atau mengulangi jarimah.
2. Tujuan Penahanan dalam Qanun Hukum Acara Jinayah
(QHAJ)
Tujuan dilakukannya penahanan terhadap tersangka atau terdakwa
menurut Pasal 21 QHAJ, yaitu :70
1) Untuk kepentingan penyidikan. Dalam tahap penyidikan,
penyidik atau penyidik pembantu berwenang untuk
melakukan penahanan terhadap tersangka
2) Untuk kepentingan penuntutan. Dalam tahap penuntutan,
penuntut umum selaku jaksa yang diberi wewenang oleh
68
Andi Hamzah, Op. Cit. hlm. 20. 69
Zulkarnain Lubis dan Bakti Ritonga, Dasar-dasar Hukum Acara
Jinayah (Jakarta: Prenadamedia Group,2016) hlm. 71. 70
Ibid, hlm.71.
40
QHAJ untuk melakukan penuntutan, berwenang untuk
melakukan penahanan atau penahanan lanjuta terhadap
tersangka.
3) Untuk kepentingan pemeriksaan sidang. Hakim berwenang
mengeluarkan penetapan untuk melakukan penahanan
terhadap terdakwa.
3. Masa Waktu Penahanan dalam Qanun Hukum Acara
Jinayah (QHAJ)
Penahanan terhadap tersangka atau terdakwa mempunyai masa
waktu yang berbeda sebagaimana diatur di dalam Pasal 31 QHAJ, sebagai
berikut :71
1) Penahanan yang dilakukan oleh penyidik berlaku untuk
jangka waktu penahanan paling lama 20 hari dan jika
diperlukan guna pemeriksaan yang belum selesai dapat
diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang paling
lama 30 hari.
2) Penahanan yang diperintahkan oleh penuntut umum
hanya berlaku untuk jangka waktu paling lama 15 hari
dan apabila diperlukan guna kepentingan yang belum
selesai dapat diperpanjang oleh ketua mahkamah yang
berwenang menjadi 25 hari.
3) Penahanan guna kepentingan pemeriksaan di mahkamah,
hakim yang berwenang terhadap perkara tersebut dapat
mengeluarkan surat perintah penahanan untuk jangka
waktu paling lama 20 hari dan jika diperlukan untuk
kepentingan pemeriksaan yang belum selesai oleh ketua
mahkamah yang bersangkutan dapat diperpanjang untuk
waktu paling lama 40 hari.
4) Penahanan guna kepentingan pelaksanan eksekusi atau
uqubat hakim dapat mengeluarkan penetapan penahanan
paling lama 30 hari.
5) Penahanan guna kepentingan pemeriksaan di tingkat
banding, mka hakim mahkamah Syar’iyah Aceh dapat
mengeluarkan penetapan penahanan untuk waktu paling
lama 20 hari. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang
guna pemeriksaan yang belum selesai untuk waktu paling
lama 30 hari.
71
Ibid, hlm 72
41
6) Penahanan guna kepentingan pemeriksaan di tingkat
kasas dalam hal tidak diatur secara tersendiri oleh
Mahkamah Agung maka Hakim Mahkamah Agung yang
mengadili guna pemeriksaan kasasi berwenang
melakukan penahanan paling lama 50 hari.