BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP TEORI A. ISOLASI...
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP TEORI A. ISOLASI...
-
8
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN KONSEP TEORI
A. ISOLASI SOSIAL
a. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap negatif dan mengancam (Townsend,
1998).
Isolasi sosial adalah rasa kesepian yang dialami oleh individu didalam
lingkungan sosial dan sebagai kondisi yang negatif atau mengancam. Pada
klien isolasi sosial akan ditemukan data objektif meliputi perilaku yang tidak
sesuai dengan tahap perkembangan, afek tumpul, mengalami kecacatan (misal
fisik dan mental), sakit, tidak ada kontak mata, dipenuhi dengan pikiran
sendiri, menunjukan permusuhan, tindakan yang dilakukan terjadi secara
berulang, selalu ingin sendiri, menunjukan perilaku yang tidak dapat diterima
oleh kelompok kultural yang dominan, tidak komunikatif, dan adanya perilaku
menarik diri (NANDA, 2012).
Menurut (Riyadi & purwanto, 2009) Isolasi sosial adalah keadaan
dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain. Oleh sebab itu untuk mengurangi penurunan dan
-
9
ketidakmampuan pasien isolasi sosial dalam berinteraksi dengan lingkungan
sekitar dibutuhkan kerjasama.
Dari pengertian diatas dapat dikatakan isolasi sosial adalah kerusakan
seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, pasien mungkin merasa tidak
berharga dalam lingkungannya.
b. Rentan Respon Sosial
Rentang Respon Sosial
Respon adaptif Respon Maladaftif
Solitud Menarik diri Respon Maladaftif
Otonomi Kesepian Manipulasi
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling Ketergantungan
(Stuart, 2007)
Respon ini meliputi :
1) Solitude atau menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk apa yang telah terjadi
atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan
rencana-rencana (Riyadi & Purwanto, 2009).
-
10
2) Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu
menetapkan diri untuk interdependen dan pengaturan diri (Riyadi &
Purwanto, 2009).
3) Kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling
memberi, dan menerima dalam hubungan interpersonal (Riyadi &
Purwanto, 2009).
4) Interdependen (Saling Ketergantungan)
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung
antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal
(Riyadi & Purwanto, 2009).
5) Kesepian
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya. (Damaiyanti, 2012)
6) Menarik diri
Seseorang yang mengalami mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain. (Yosep, 2011)
7) Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain
dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku
-
11
mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau
frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain (Riyadi &
Purwanto, 2009).
8) Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subjek
yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu
merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin
penilaian (Riyadi & Purwanto, 2009).
9) Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris,
harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan
dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain (Riyadi
& Purwanto, 2009).
10) Isolasi Sosial
Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berikteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. (Riyadi &
Purwanto, 2009)
c. Penyebab
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu
-
12
tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis,
putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan
merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar
dari orang lain dan kegiatan sehari-hari terabaikan. (Kusumawati, 2010)
Beberapa faktor pendukung terjadinya gangguan jiwa dalam hubungan
sosial yaitu :
A) Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi
sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga
mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang
terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi
anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional untuk
mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara
kelainan jiwa dan stres keluarga. Pendekatan kolaburatif sewajarnya
dapat mengurangi masalah respon sosial menarik diri.
2) Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan
berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
-
13
3) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi
dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang
berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitis
terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.
(Stuart, 2007)
B) Faktor presipitasi
1) Stressor Sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan berpisah dengan
orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi .
(Stuart, 2007)
d. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala isolasi sasial yang dapat ditemukan yaitu :
-
14
1) Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
2) Perilaku tidak sesuai dengan perkembangan
3) Afek tumpul
4) Bukti kecacatan (fisik, mental)
5) Tindakan tidak berarti
6) Tidak ada kontak mata
7) Menunjukan permusuhan
8) Ingin sendiri
9) Menunjukan perilaku yang tidak dapat diterima oleh kelompok
kultural yang dominan.
10) Tidak komunikatif
11) Menarik diri
(NANDA, 2012)
e. Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan diri yang sering digunakan pada masing-masing
gangguan hubungan sosial yaitu regresi, proyeksi, persepsi dan isolasi (Riyadi
& Purwanto, 2009).
1) Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
2) Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dapat
diterima, secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
-
15
3) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan
motivasi atau pertentangan antara sikap dan perilaku (Damaiyanti, 2012).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data pengkajian
a. Indentitas.
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa
pubertas.
b. Keluhan utama.
Keluhan utama biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain),
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak
berinteraksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari,
pasif.
c. Faktor predissposisi
Faktor predisposisi sangat erat kaitanya dengan factor etiologi yaitu
keturunan, endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan
ego.
d. Psikososial
1) Genogram
Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-
16% skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68%, saudara tiri
-
16
kemungkinan 0,9-1,8%, saudara kembar 2-15%, dan saudara kandung
7-15%.
2) Konsep diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai pasien
akan mempengaruhi konsep diri pasien.
3) Hubungan sosial.
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka
melamun, dan berdiam diri.
4) Spiritual
Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
e. Status mental
1) Penampilan diri.
Pasien tampak lesu, tidak bergairah, rambut acak-acakan, kancing
baju tidak tepat, reseliting tidak terkunci, baju tidak diganti, baju
terbalik sebagai manifestasi kemunduran kemauan pasien.
2) Pembicaraan.
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
3) Aktivitas motorik.
Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan
mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya sendiri.
4) Emosi.
Emosi dangkal.
5) Afek.
-
17
Dangkal, tidak ada ekspresi roman muka.
6) Interaksi selama wawancara.
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap
lawan bicara, diam.
7) Persepsi.
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
8) Proses berpikir.
Gangguan proses berpikir jarang ditemukan.
9) Kesadaran.
Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta
pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu
pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan.
10) Memori.
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu dan
orang.
11) Kemampuan penilaian.
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau
tidak tepat.
f. Kebutuhan sehari-hari.
Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya,
makin mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk
-
18
memenuhi kebutuhan sendiri sangat menurun dalam hal makan,
BAB/BAK, mandi, berpakaian, dan istirahat tidur.
(Kusumawati, 2010)
2. Masalah keperawatan
a. Isolasi Sosial
a) Data yang perlu dikaji
1) Data subjektif :
Pasien mengatakan : malas bergaul dengan orang lain, tidak mau
berbicara dengan orang lain, tidak ingin ditemani siapapun.
2) Data objektif :
Pasien kurang spontan, apatis, ekspresi wajah kurang berseri, tidak
atau kurang dalam komunikasi verbal, mengisolasi diri, kurang
sadar terhadap lingkungan sekitarnya, aktivitas menurun (Direja,
2011).
b. Resiko gangguan Persesi Sensori : Halusinasi
a) Data yang perlu dikaji
1) Data subjektif
Pasien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya
melakukan sesuatu yang berbahaya, melihat bayangan, mencium
bau-bauan.
2) Data objektif
-
19
Pasien berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa ssebab
yang jelas, menutup telinga, menunjuk kearah tertentu, ketakutan
dengan sesuatu yang tidak jelas, menghidu seperti mencium
sesuatu, menutup hidung (Direja, 2011).
c. Harga Diri Rendah
a) Data yang perlu dikaji
1) Data subjektif
Pasien mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna, tidak
mampu, tidak semangat beraktivitas dan bekerja, malas melakukan
perawatan diri.
2) Data objektif
Pasien mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan
hidup yang pesimis, tidak menerima pujian, penurunan
produktivitas, penolakan terhadap kemampuan diri, kontak mata
tidak ada (Direja, 2011)
-
20
3. Pohon masalah
Core Problem
(Damaiyanti, 2012).
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi Sosial
D. PENATALAKSANAAN
1) PENATALAKSANAAN MEDIS
A. ECT (Electro Confulsive Therapy)
Jenis pengobatan dengan menggunakan arus listrik pada otak
menggunakan 2 elektrode.
B. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative lama dan merupakan bagian penting
dalam proses teraupetik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi ;
memberikan rasa nyaman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
Resiko gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi
Isolasi sosial : Menarik diri
Harga Diri Rendah
-
21
teraupetik, bersifat empati, menerima klien apa adanya, memotivasi klien
untuk dapat mengungkapakan perasaanya sacara verbal, bersikap ramah,
sopan dan jujur.
C. Terapi Okupasi
Ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipan seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.
(Dalami, 2009).
2) PENATALAKSANAN KEPERAWATAN
A. PERAWATAN ISOLASI SOSIAL ; PSIKOTERAPI INDIVIDUAL
Psikoterapi individual adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir,
dan perilakunya. Terapi ini meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi
dan klien. Individu biasanya mencari terapi jenis ini dengan tujuan
memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat perubahan personal.
Hubungan terbina melalui tahap yang sama dengan tahap hubungan
perawat klien : introduksi, kerja, dan terminasi (Videbeck, 2008).
Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan serangkaian
tindakan dalam mencapai tujuan khusus. Perencanaan meliputi perumusan
tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian pengkajian agar masalah
keperawatan dapat teratasi. (Ali : Nurjanah 2004)
-
22
Perawatan pasien isolasi sosial : menarik diri dari tujuan umum dan
tujuan khusus. Dalam tujuan umum diharapkan klien dapat berhubungan
dengan orang lain dan lingkungan, sedangkan dalam tujuan khusus ada 5
tujuan khusus yaitu : Tujuan khusus pertama membina hubungan saling
percaya, tujuan khusus kedua klien dapat mengenal perasaan yang
menyebabkan perilaku menarik diri, tujuan khusus ketiga klien dapat
mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain, tujuan khusus
keempat klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap,
tujuan khusus kelima klien mendapat dukungan keluarga dalam
berhubungan dengan orang lain.
Tujuan khusus pertama klien dapat membina hubungan saling
percaya dengan perawat, intervensi yang dilakukan dengan membina
hubungan saling percaya, sikap terbuka dan empati, menerima klien apa
adanya, sapa klien dengan ramah, menepati janji, menjelaskan tujuan
pertemuan, mempertahankan kontak mata selama interaksi.
Tujuan khusus kedua, klien dapat mengenal perasaan yang
menyebabkan perilaku isolasi social, klien dapat menyebutkan penyebab
atau alas an perilaku menarik diri pada dirinya. Intervensi yang dilakukan
mengkaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri, memberikan
kesempatan pada klien untuk mengungkapakan perasaan penyebab
menarik diri, diskusikan dengan pasien tentang perilaku menarik diri,
memberikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapakan
perasaannya.
-
23
Tujuan khusus ketiga, klien dpat menegetahui keuntungan
berhubungan dengan orang lain klien dapat menyebutkan manfaat
berhubungan dengan orang lain yaitu, mendpat teman, mengungkapan
perasaannya, membantu pemecahan masalah. Intervensi yang dilakukan
diskusikan tentang manfaat berhubunagn dengan orang lain, dorong klien
menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lai,. Berikan
pujian atas kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan
dengan orang lain.
Tujuan khusus keempat. Klien dpat berhubungan dengan orang lain
secara bertahap, klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang
lain misalnya membalas sapaan perawat, menatap mata dan mau
berinteraksi. Intervensi yang dilakukan dorong klien untuk menyebutkan
cara berkenalan dengan orang lain, dorong dan bantu klien dengan orang
lain secara bertahap antara lain, klien dengan perawat perawat, klien
dengan perawat dan perawat lain, klien dengan perawat dengan perawat
lain dank lien lain, klien dengan kelompok kecil TAK, klien dengan
keluarga, libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan, berikan
pujian atas keberhasilan yang telah klien capai.
Tujuan khusus kelima, klien mendapatkan dukungan keluarga
dalam berhubungan dengan orang lain. Intervensi yang dilakukan
diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan anggota keluarga, dorong
klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keluarga, dorong klien
untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti makan, beribadah, dan
-
24
rekreasi, jelaskan pada keluarga kebutuhuan klien, bantu keluarga untuk
tetap mempertahankan hubungan dengan klien yaitu memperlihatkan
perhatian dengan meningkatkan kunjungan ke Rumah Sakit.
(Damaiyanti, 2012)
B. TERAPI MODALITAS : TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
a. Pengertian
Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai
hubungan satu dengan yang lain, saling ketergantungan dan
mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia 2001 dalam Riyadi
2009).
Penggunaan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa
memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan
atau terapi serta pemulihan kesehatan seseorang. Meningkatnya
penggunaan kelompok terapeutik dan modalitas merupakan bagian
dan memberikan hasil yang positif terhadap perubahan perilaku klien,
dan meningkatkan perilaku adaptif dan mengurangi perilaku
maladaptif (Darsana, 2011).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi
modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan
sebagai target asuhan. Didalam kelompok terjadi dinamika yang
saling bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi laboratorium
-
25
tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki
perilaku lama yang maladaptif. (Keliat & Akemat, 2005).
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama
sekelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama
diharapakan memberi kontribusi pada kelompok untuk membantu
yang lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain (Videbeck, 2008)
b. Jenis Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersiapkan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Terapi Aktivitas Kelompok
stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk
membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi,
menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan
afektif serta mengurangi perilaku maladaptif.
2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori
Aktivitas digunakan untuk memberikan stimulasi pada sensasi
klien, kemudian di observasi reaksi sensori klien berupa ekspresi
emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka,
ucapan. Terapi aktivitas kelompok untuk menstimulasi sensori
pada penderita yang mengalami kemunduran fungsi sensori.
Tehnik yang digunakan meliputi fasilitas penggunaan panca
-
26
indera dan kemampuan mengekpresikan stimulus baik dari
internal maupun eksternal.
3) Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas
Terapi aktivitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan
untuk mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas).
Umumnya dilaksanakan pada kelompok yang mengalami
gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Tehnik
yang digunakan meliputi inspirasi represif, interaksi bebas
maupun secara didaktik.Klien diorientasikan pada kenyataan yang
ada disekitar klien yaitu diri sendiri, orang lain yang ada
disekelilling klien atau orang yang dekat dengan klien,
lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien dan
waktu saat ini dan yang lalu.
4) Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisai dengan individu yang
ada disekitar klien. Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk
meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan interaksi
sosial maupun berperan dalam lingkungan sosial.
Sosialisai dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk :
a) Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal.
b) Memberi tanggapan terhadap orang lain.
c) Mengekpresikan ide dan tukar persepsi.
d) Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan.
-
27
5) Penyalur Energi
Penyaluran energi merupakan tehnik untuk menyalurkan energi
secara konstruktif dimana memungkinkan pengembangan pola-
pola penyambungan energi seperti katarsis, peluapan marah dan
rasa batin secara konstruktif dengan tanpa menimbulkan kerugian
pada diri sendiri maupun lingkungan.
(Direja, 2011)
c. Tujuan Terapi Aktvitas Kelompok (TAK)
1) Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing).
2) Membantuk sosialisasi.
3) Meningkatakan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran
tentang hubungan sosial dan adaptasi.
4) Membangun motivasi untuk kemajuan psikologis baik afektif
maupun kognitif.
5) Penyaluran emosi.
6) Melatih pemahaman identitas diri.
(Kusumawati, 2010)
d. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat :
1. Terapeutik
a. Umum
-
28
a) Meningkatakan kemampuan uji realitas (reality testing)
melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari
orang lain.
b) Melakukan sosialisasi
c) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif
dan afektif.
b. Khusus.
a) Meningkatkan identitas diri.
b) Menyalurkan emosi secara konstruktif.
c) Meningkatakan ketrampilan hubungan interpersonal dan
sosial.
c. Rehabilitasi
a) Meningkatkan ketrampilan ekspresi diri.
b) Meningkatkan ketrampilan sosial.
c) Meningkatkan kemampuan empati.
d) Meningkatakan kemampuan pemecahan masalah.
(Direja, 2011)
e. Tahap Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Menurut Yalom, yang dikutip Stuart & Sundeen 1995, dalam Direja,
2011). Menggambarkan fase-fase dalam terapi aktivitas kelompok
adalah sebagai berikut :
1. Pre kelompok
-
29
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang
menjadi leader, anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok
akan dilaksanakan serta membuat proposal lengkap dengan media
yang akan digunakan.
2. Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 tahapan yang terjadi, yaitu :
1) Orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan system sosial
masing-masing, leader mulai menunjukan rencana terapi dan
mengambil kontrak dengan anggota.
2) Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok,
bagaimana peran anggota, tugasnya, dan saling
ketergantungan yang akan terjadi.
3) Kebersamaan
4) Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah,
anggota mulai menemukan siapa dirinya.
3. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim.
4. Fase terminasi
(Direja, 2011)
f. Indikasi Terapi Aktivitas Kelompok
-
30
Indikasi dan kontra Indikasi Terapi aktivitas kelompok menurut
(Depkes RI 1997) yaitu :
1. Semua klien, terutama klien rahabilitasi perlu memperoleh terapi
aktivitas kelompok kecuali mereka yang psikopat, sosiopat, selalu
diam, autistic, deluasi tak terkontrol, mudah bosan.
2. Ada berbagai syarat bagi klien untuk bisa mengikuti TAK antara
lain : sudah diobservasi dan didiagnosis yang jelas, sudah tidak
terlalu gelisah, agresif dan inkoheren, dan waham tidak terlalu
berat sehingga kooperatif dan tidak mengganggu proses TAK.
3. Untuk pelaksanaan TAK dirumah sakit jiwa di upayakan
peetimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik
terapi, diagnosis klien dapat bersifat heterogen, tingkat
kemampuan berpikir dan pemahaman relative setara sebisa
mungkin pengelompokan berdasarkan masalah yang sama.
g. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori (TAK)
Aktivitas digunakan untuk memberikan stimulasi pada sensasi klien,
kemudian di observasi reaksi sensori klien berupa ekspresi emosi atau
perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka, ucapan. Terapi
aktivitas kelompok untuk menstimulasi sensori pada penderita yang
mengalami kemunduran fungsi sensori. Tehnik yang digunakan
meliputi fasilitas penggunaan panca indera dan kemampuan
mengekpresikan stimulus baik dari internal maupun eksternal.
-
31
Aktivitas dapat berupa stimulus terhadap penglihatan, pendengaran,
dan lain-lain, seperti gambar, video, tarian, dan nyanyian.
Tujuan :
1) Klien mampu berespon terhadap suara yang didengar.
2) Klien mampu berespon terhadap suara yang dilihat.
3) Klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar.
(Direja, 2011 & Kusumawati, 2011)
E. STRATEGI PELAKASANAAN (SP)
1. Dx 1 : Isolasi Sosial
a. Pasien :
Sp 1p :
1) Mengidentifikai penyebab isolasi sosial pasien.
2) Mengidentifikasi keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
3) Mengidentifikasi kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
4) Melatih pasien berkenalan dengan satu orang.
5) Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.
Sp 2p :
1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2) Melatih pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih.
3) Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.
Sp 3p :
1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
-
32
2) Melatih pasien berinteraksi dalam kelompok.
3) Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.
b. Keluarga
Sp 1k :
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami
pasien beserta proses terjadinya.
3) Menjelaskan cara – cara merawat pasien isolasi sosial.
Sp 2k :
1) Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien dengan isolasi
sosial.
2) Melatih keluarga mempraktikan cara merawat langsung kepada klien
isolasi sosial.
Sp 3k :
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
meminum obat.
2) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
(Keliat, 2010).