BAB II TINJAUAN PUSTAKAA -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKAA -...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mutu Hasil Pemeriksaan Laboratorium
1. Mutu Pelayanan Laboratorium
Mutu adalah tingkat kesempurnaan dan penampilan sesuatu
yang sedang diamati, sifat yang dimiliki oleh suatu program, kepatuhan
terhadap standar yang telah ditetapkan, serta sifat wujud dari mutu
barang atau jasa yang dihasilkan, yang didalamnya terkandung
sekaligus pengertian akan adanya rasa aman atau terpenuhinya para
pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Azwar,1994).
Menurut Suardi (2003), mutu berarti pemecahan masalah untuk
mencapai perbaikan yang berkesinambungan. Sedangkan menurut
Wijono (2000), mutu adalah kepatuhan terhadap standar dan keinginan
pelanggan sehingga memenuhi kepuasan pelanggan. Perlu disadari
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesejahteraan
masyarakat, tuntutan akan pelayanan kesehatan yang bermutu semakin
meningkat. Oleh karena itu pelayanan rumah sakit yang bermutu, baik
di bidang diagnostik maupun pengobatan semakin dibutuhkan
Mutu sering digambarkan sebagai sesuatu yang hebat dan
superior. Produk atau pelayanan yang bermutu dianggap sebagai
7
sesuatu yang baik, cepat, dapat diandalkan dan mahal. Stamatis (1996)
mengatakan bermutu tidak memerlukan biaya mahal tetapi mutu yang
rendah akan menyebabkan biaya mahal. Pada pelayanan laboratorium
klinik, mutu hasil pemeriksaan laboratorium yang rendah akan
mengakibatkan penambahan biaya yang dikeluarkan oleh pihak
laboratorium untuk kegiatan pengerjaan ulang dan menimbulkan
kerugian di pihak pengguna jasa dalam membantu menegakkan
diagnosis penyakit.
2. Manajemen Mutu Laboratorium
Dalam upaya mencapai tujuan laboratorium klinik, yakni
tercapainya pemeriksaan yang bermutu, diperlukan strategi dan
perencanaan manajemen mutu. Salah satu pendekatan mutu yang
digunakan adalah Manajemen Mutu Terpadu ( Total Quality
Management, atau yang dikenal dengan istilah TQM).
Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003 dalam Riswanto, 2010),
konsep TQM pada mulanya dipelopori oleh W. Edward Deming,
seorang doktor dibidang statistik yang diilhami oleh manajemen Jepang
yang selalu konsisten terhadap kualitas terhadap produk-produk dan
layanannya. TQM adalah suatu pendekatan yang seharusnya dilakukan
oleh organisasi masa kini untuk memperbaiki outputnya, menekan
biaya produksi serta meningkatkan biaya produksi. Total mempunyai
konotasi seluruh sistem, yaitu seluruh proses, seluruh pegawai,
8
termasuk pemakai produk dan jasa juga supplier. Quality berarti
karakteristik yang memenuhi kebutuhan pemakai, sedangkan
management berarti proses komunikasi vertikal dan horizontal, top-
down dan bottom-up, guna mencapai mutu dan produktivitas.
Wesgard (2000) menyatakan Total Quality Management (TQM)
di laboratorium meliputi :
1. Quality Planning (QP)
Pada saat akan menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan
di laboratorium, perlu merencanakan dan memilih jenis metode,
reagen, bahan, alat, sumber daya manusia dan kemampuan yang
dimiliki laboratorium.
2. Quality Laboratory Practice (QLP)
Membuat pedoman, petunjuk dan prosedur tetap yang merupakan
acuan setiap pemeriksaan laboratorium. Standar acuan ini
digunakan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya variasi
yang akan mempengaruhi mutu pemeriksaan.
3. Quality Control (QC)
Pengawasan sistematis periodik terhadap : alat, metode, dan
reagen. Quality Control lebih berfungsi untuk mengawasi,
mendeteksi persoalan dan membuat koreksi sebelum hasil
dikeluarkan. Quality control adalah bagian dari quality assurance,
9
dimana quality assurance merupakan bagian dari total quality
management.
4. Quality Assurance (QA)
Mengukur kinerja pada tiap tahap siklus tes laboratorium:
praanalitik, analitik dan pascaanalitik. Quality assurance
merupakan pengamatan keseluruhan input-proses-output /
outcome, dan menjamin pelayanan dalam kualitas tinggi dan
memenuhi kepuasan pelanggan. Tujuan QA adalah untuk
mengembangkan produksi hasil yang dapat diterima secara
konsisten, jadi lebih berfungsi untuk mencegah kesalahan terjadi
(antisipasi error).
5. Quality Improvement (QI)
Dengan melakukan QI, penyimpangan yang mungkin terjadi akan
dapat dicegah dan diperbaiki selama proses pemeriksaan
berlangsung yang diketahui dari quality kontrol dan quality
assessment. Masalah yang telah dipecahkan, hasilnya akan
digunakan sebagai dasar proses quality planning dan quality
process laboratory berikutnya.
Sedangkan menurut Liebeer (dalam Irveta, 2008) untuk menilai
system mutu pelayanan laboratoriummenggunakan pendekatan
PDCA (Plan-Do-Check-Adjust) yang dikembangkan oleh Deming.
Penilaian elemen mutu Plan meliputi tenaga laboratorium, dan
10
mutu pedoman pemeriksaan laboratorium. Penilaian elemen mutu
mencakup penilaian prosedur tetap pemeriksaan, menejemen
dokumentasi, persyaratan-persyaratan mulai dari infrastruktur,
sumber daya manusia, peralatan, hingga standar reagen. Pada
penilaian elemen mutu Check dilakukan audit internal dan audit
eksternal. Sedangkan pada elemen mutu Adjust meliputi tindakan-
tindakan perbaikan yang perlu dilakukan.
B. Pemantapan Mutu Internal
Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium adalah semua
kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil
pemeriksaan laboratorium. Menurut Depkes (2004), Salah satu kegiatan
tersebut adalah Pemantapan Mutu Internal (PMI)
Pemantapan mutu internal adalah suatu sistem dalam arti luas
yang mencakup tanggung jawab dalam memantapkan semua kegiatan
yang berkaitan dengan pemeriksaan untuk mencegah dan mendeteksi
adanya suatu kesalahan serta memperbaikinya. Dalam proses
pengendalian mutu laboratorium dikenal ada tiga tahapan penting, yaitu
tahap pra analitik, analitik dan pascaanalitik (Depkes, 2004).
Menurut Sukorini dkk 2010, pemantapan mutu internal adalah
pemantapan mutu yang dikerjakan oleh suatu laboratorium klinik,
menggunakan serum control atas usaha sendiri, dilakukan setiap hari,
evaluasi hasil pemantapan mutu dilakukan oleh laboratorium itu sendiri.
11
Tujuan kegiatan pemantapan mutu internal adalah : (1)
pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis; (2) mempertinggi
kesiagaan tenaga, sehingga pengeluaran hasil yang salah tidak terjadi dan
perbaikan kesalahan dapat dilakukan segera; (3) memastikan bahwa
semua proses mulai dari persiapan pasien, pengambilan, pengiriman,
penyimpanan dan pengolahan specimen sampai dengan pencatatan dan
pelaporan telah dilakukan dengan benar; (4)mendeteksi kesalahan dan
mengetahui sumbernya; dan (5) membantu perbaikan pelayanan
penderita melalui peningkatan mutu pemeriksaan laboratorium (Depkes,
2004).
Kontrol kualitas (quality control) adalah salah satu kegiatan
pemantapan mutu internal. Kontrol kualitas merupakan suatu rangkaian
pemeriksaan analitik yang ditujukan untuk menilai data analitik. Tujuan
dari dilakukannya kontrol kualitas adalah untuk mendeteksi kesalahan
analitik di laboratorium. Kesalahan analitik di laboratorium terdiri atas
dua jenis yaitu kesalahan acak (random error) dan kesalahan sistematik
(systematic error). Kesalahan acak menandakan tingkat presisi,
sementara kesalahan sistematik menandakan tingkat akurasi suatu
metode atau alat ( Sukorini dkk, 2010 ).
Menurut Musyaffa (2008), kesalahan acak menunjukkan tingkat
ketelitian (presisi) pemeriksaan. Kesalahan acak akan tampak pada
12
pemeriksaan yang dilakukan berulang pada spesimen yang sama dan
hasilnya bervariasi, kadang-kadang lebih besar, kadang-kadang lebih
kecil dari nilai seharusnya.Kesalahan acak seringkali disebabkan oleh
hal-hal berikut: (1) Instrumen yang tidak stabil; (2) Variasi suhu; (3)
Variasi reagen dan kalibrasi; (4) Variasi teknik proses pemeriksaan:
pipetasi, pencampuran dan waktu inkubasi; dan (5) Variasi operator /
analis.
Kesalahan sistematik (systematic error) menunjukkan tingkat
ketepatan (akurasi) pemeriksaan. Sifat kesalahan ini menjurus ke satu
arah. Hasil pemeriksaan selalu lebih besar atau selalu lebih kecil dari
nilai seharusnya. Kesalahan sistematik umumnya disebabkan oleh hal-hal
berikut ini: (1) Spesifitas reagen/metode pemeriksaan rendah (mutu
rendah); (2) Blangko sampel dan blangko reagen kurang tepat (kurva
kalibrasi tidak liniear); (3) Mutu reagen kalibrasi kurang baik; (4) Alat
bantu (pipet) yang kurang akurat; (5) Panjang gelombang yang dipakai;
dan (6) Salah cara
a) Akurasi ( Ketepatan )
Kemampuan mengukur dengan tepat sesuai dengan nilai benar
(true value) disebut dengan akurasi (Sukorini,dkk, 2010). Secara
kuantitatif, akurasi diekspresikan dalam ukuran inakurasi.
Ketepatan diartikan kesesuaian hasil pemeriksaan laboratorium
dengan nilai yang seharusnya (Musyaffa, 2008)
13
Menurut Sacher dan McPherson (2004), ketepatan
menunjukkan seberapa dekat suatu hasil pengukuran dengan hasil
yang sebenarnya. Sinonim dari ketepatan adalah kebenaran.
Inakurasi alat dapat diukur dengan melakukan pengukuran terhadap
bahan kontrol yang telah diketahui kadarnya. Perbedaan antara hasil
pengukuran dengan nilai target bahan kontrol merupakan indikator
inakurasi pemeriksaan. Perbedaan ini disebut sebagai bias yang
dinyatakan dalam satuan persen. Semakin kecil bias, semakin tinggi
akurasi pemeriksaan (Sukorini dkk, 2010).
Akurasi (ketepatan) atau inakurasi (ketidaktepatan) dipakai
untuk menilai adanya kesalahan acak, sistematik dan kedua-duanya
(total). Nilai akurasi menunjukkan kedekatan hasil terhadap nilai
sebenarnya yang telah ditentukan oleh metode standar. Menurut
Depkes (2004), Akurasi dapat dinilai dari hasil pemeriksaan bahan
kontrol dan dihitung sebagai nilai biasnya ( d%) seperti Rumus 1
berikut (Depkes, 2004).
Rumus 1. Nilai bias / akurasi
d % = ( x – NA) : NA
Keterangan :
x = hasil pemeriksaan bahan kontrol
NA= nilai aktual / sebenarnya dari bahan kontrol
Nilai d % dapat positif atau negatif.
14
Nilai positif menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari seharusnya.
Nilai negatif menunjukkan nilai yang lebih rendah dari seharusnya
Pengukuran inakurasi dapat dilakukan apabila memenuhi dua
syarat. Pertama, diketahuinya kadar bahan kontrol yang akan diukur
dengan metode baku emas (gold standard). Kedua, bahan kontrol
masih dalam kondisi yang baik sehingga kadar substansi
didalamnya belum berubah. Pengukuran inakurasi ini tidak bisa
hanya dengan satu kali pengukuran. Pengukuran terhadap bahan
kontrol dilakukan beberapa kali dengan bahan yang sama
menggunakan metode baku emas dan menggunakan alat / metode
yang akan diuji. Bias yang diperoleh selanjutnya dimasukkan dalam
suatu plot untuk melihat sebarannya. Pengukuran bias menjadi
landasan penilaian pemeriksaan-pemeriksaan selanjutnya (Sukorini
dkk, 2010 ).
Pada suatu pemeriksaan umumnya dinyatakan ketidaktepatan
(inakurasi) daripada ketepatan (akurasi). Inakurasi adalah perbedaan
antara nilai yang diperoleh dengan nilai sebenarnya (true value).
Ketepatan pemeriksaan terutama dipengaruhi oleh spesifisitas
metode pemeriksaan dan kualitas larutan standar. Agar hasil
pemeriksaan tepat, maka harus dipilih metode pemeriksaan yang
memiliki spesifisitas analitis yang tinggi ( Sukorini dkk, 2010 ).
15
b) Presisi ( Ketelitian )
Kemampuan untuk memberikan hasil yang sama pada setiap
pengulangan pemeriksaan disebut dengan presisi.
(Kanagasabapathy & Kumari, 2000 dalam Sukorini dkk 2010).
Secara kuantitatif, presisi disajikan dalam bentuk impresisi yang
diekspresikan dalam pengukuran koefisien variasi. Presisi terkait
dengan reprodusibilitas pemeriksaan.
Menurut Sacher dan McPherson (2004), ketelitian
menunjukkan seberapa saling dekat hasil yang didapat dari
pengukuran yang berulang-ulang pada suatu zat dari bahan yang
sama. Sinonim dari ketelitian adalah reprodusibilitas dan mengukur
variabilitas inheren suatu tes. Ketelitian diartikan kesesuaian hasil
pemeriksaan laboratorium yang diperoleh apabila pemeriksaan
dilakukan berulang (Musyaffa, 2010)
Nilai presisi menunjukkan seberapa dekatnya suatu hasil
pemeriksaan bila dilakukan berulang dengan sampel yang sama.
Ketelitian terutama dipengaruhi kesalahan acak yang tidak dapat
dihindari. Menurut Depkes (2004), Presisi biasanya dinyatakan
dalam nilai koefisien variasi ( KV % ) yang dihitung dengan Rumus
2. berikut (Depkes, 2004).:
Rumus 2. Koefisien Variasi KV ( % ) =��
→
16
Keterangan :
KV = Koefisien Variasi
SD = Standar Deviasi ( Simpangan Baku )
= Rata – rata hasil pemeriksaan berulang
Semakin kecil nilai KV (%) semakin teliti sistem / metode
tersebut dan sebaliknya. Suatu pemeriksaan umumnya lebih mudah
dilihat ketidaktelitian (impresisi) daripada ketelitian (presisi).
Impresisi dapat dinyatakan dengan besarnya SD (Standard Deviasi)
atau KV (Koefisien variasi). Makin besar SD dan KV makin tidak
teliti. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketelitian yaitu : alat,
metode pemeriksaan, volume / kadar bahan yang diperiksa, waktu
pengulangan dan tenaga pemeriksa (Musyaffa, 2010 ). Ilustrasi
akurasi dan presisi digambarkan dalam Gambar 3 berikut (Sukorini
dkk, 2010).
Gambar 2.1 Ilustrasi Akurasi dan Presisi
17
Dapat memberikan jaminan bahwa hasil pemeriksaan
laboratorium itu tepat dan teliti maka perlu dilakukan suatu upaya
sistematik yang dinamakan kontrol kualitas ( Quality Control/ QC).
Kontrol kualitas merupakan suatu rangkaian pemeriksaan analitik
yang ditujukan untuk menilai kualitas data analitik. Dengan
melakukan kontrol kualitas kita akan mampu mendeteksi kesalahan
analitik, terutama kesalahan-kesalahan yang dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan laboratorium (Sukorini dkk, 2010)
Proses kontrol kualitas dilakukan untuk menguji akurasi dan
presisi pemeriksaan di laboratorium. Tujuan dari dilakukannya
kontrol kualitas adalah mendeteksi kesalahan analitik di
laboratorium. Kesalahan analitik di laboratorium terdiri atas dua
jenis yaitu kesalahan acak (random error) dan kesalahan sistematik
(systematic error). Kesalahan acak menandakan tingkat presisi,
sementara kesalahan sistematik menandakan tingkat akurasi suatu
metode atau alat (Sukorini dkk, 2010).
Dapat menginterpretasikan hasil proses kontrol kualitas ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan. Menurut Sukorini dkk (2010),
istilah-istilah statistik tersebut adalah:
18
1. Rerata ( Mean )
Rerata merupakan hasil pembagian jumlah nilai hasil
pemeriksaan dengan jumlah pemeriksaan yang dilakukan.
Menurut Depkes (2004), rumus mean / nilai rata-rata seperti
Rumus 3 berikut.
Rumus 3. Mean / Nilai rata –rata: =ഥ܆܆∑
ܖ
Keterangan :
Σ X = Jumlah total nilai pemeriksaan
n = Jumlah sampel
2. Rentang
Rentang merupakan penyebaran antara nilai hasil pemeriksaan
terendah hingga tertinggi. Rumus rentang menurut Depkes
(2004) adalah sebagai berikut :
Rumus 4. Rentang = Nilai tertinggi – Nilai terendah
3. Simpangan Baku ( Standar Deviasi )
Simpangan baku mengkuantifikasikan derajat penyebaran data
hasil pemeriksaan disekitar rerata. Rumus standar deviasi
menurut Depkes (2004) adalah sebagai berikut :
Rumus 5. Standar Deviasi: ۲܁ ൌ �ටσሺ܆ି܆ഥ)
ିܖ
Keterangan :
Σ = Penjumlahan
19
X1 = Nilai individu dalam sampel X� = Mean sampel
n = Jumlah sampel
4. Koefisien Variasi
Koefisien variasi merupakan suatu ukuran variabilitas yang
bersifat relative dan dinyatakan dalam satuan persen.
5. Distribusi Gaussian
Distribusi Gaussian ini menggambarkan sebaran normal dari data
dalam praktek kontrol kualitas.
Gambar 2.2 Kurva Distribusi Normal Gaussian
c) Grafik Levey-Jennings
Kesalahan analitik sistematik merupakan kesalahan yang
sifatnya sistematik sehingga mengikuti suatu pola yang pasti.
Kesalahan ini mengakibatkan setiap pengukuran cenderung ke salah
satu kutub, selalu lebih tinggi atau selalu lebih rendah. Terdapat dua
20
tipe kesalahan sistematik, yaitu kesalahan sistematik konstan dan
kesalahan sistematik proporsional. Sedangkan kesalahan analitik
acak merupakan suatu kesalahan yang tidak mengikuti pola yang
dapat diprediksi. Untuk memudahkan mendeteksi kesalahan
analitik, perlu dibuat grafik yang disebut dengan grafik kontrol.
Grafik kontrol yang sering digunakan adalah grafik Levey-Jennings
( Sukorini dkk,2010).
G
a
m
b
a
r
Gambar 2.3 Contoh Grafik Levey-Jennings
d) Wesgard Multirules Quality Control
Wesgard dan kawan-kawan menyajikan suatu seri aturan
untuk membantu evaluasi pemeriksaan grafik kontrol. Seri aturan
tersebut dapat digunakan pada penggunaan satu level kontrol, dua
level maupun tiga level. Berapa banyak level yang akan kita pakai
sangat tergantung kondisi laboratorium kita, namun perlu kita
21
pikirkan mengenai keuntungan dan kerugian masing-masing.
Pemetaan dan evaluasi hasil dari dua level kontrol secara simultan
akan memberikan terdeteksinya shift dan trend lebih awal
dibandingkan jika kita hanya menggunakan satu level (Wesgard,
2000). Sukorini (2010) menyajikan aplikasi Wesgard multirules
quality control seperti Gambar 6 berikut.
Gambar 2.4 Diagram Aplikasi Wesgard Multirules Quality Control
Evaluasi hasil pemeriksaan grafik kontrol yang sesuai dengan
Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar (Depkes, 2004) :
1. Aturan12s
Aturan ini merupakan aturan peringatan.
2. Aturan 13s
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari
kontrol, apabila hasil pemeriksaan satu bahan kontrol melewati
batas x + 3S.
22
3. Aturan 22s
Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematis. Kontrol dinyatakan
keluar apabila dua nilai kontrol pada satu level berturut-turut
diluar batas 2SD
4. Aturan R4s
Aturan ini hanya dapat digunakan bila kita menggunakan dua
level kontrol.
5. Aturan 41s
Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik. Aturan ini dapat
digunakan pada satu level kontrol saja maupun lebih dari satu
level kontrol. Pada penggunaan satu level kontrol maupun lebih
dari satu level kontrol, perlu dilihat adanya empat nilai kontrol
yang berturut-turut keluar dari batas 1SD yang sama (selalu
keluar dari +1SD atau -1SD). Kita dapat tetap menggunakan
instrument untuk pelayanan, namun sebaiknya kita melakukan
maintenance terhadap instrument atau melakukan kalibrasi
kit/instrument
6. Aturan 10X
Aturan ini menyatakan apabila sepuluh nilai kontrol pada level
yang sama maupun berbeda secara berturut-turut berada pada
satu sisi yang sama terhadap rerata. Aturan ini mendeteksi
adanya kesalahan sistematik
23
7. Aturan 2of32s
Apabila 2 dari 3 kontrol melewati batas 2SD yang sama, kontrol
dinyatakan ditolak.
8. Aturan 31s
Apabila tiga kontrol berturut-turut melewati batas 1SD yang
sama, kontrol dinyatakan ditolak. Perlu adanya pembenahan
sebelum instrument digunakan untuk pelayanan pasien
9. Aturan 6X
Apabila enam kontrol berturut-turut selalu berada di satu sisi
yang sama terhadap rerata, kontrol dinyatakan ditolak.
C. Hemoglobin (Hb) dan Jumlah Trombosit (PLT)
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah suatu struktur protein yang merupakan
bagian dari sel darah merah dan menyebabkan warna merah pada
darah.(Wijayakusuma.2005:3)
1) Struktur Hemoglobin
Hemoglobin merupakan molekul raksasa yang dibuat di
sumsum tulang dari 2 bahan yaitu Haem dan Globin. Molekul
hemoglobin terdiri atas 4 kandunagn, yaitu porfirin dengan 4 ranti
globin yang merupakan polipetida. Ada 4 macam rantai globin
yang membentuk hemoglobin yaitu alfa, beta, gama dan delta,
tetapi dalam tiap molekul hanya ada 2 jenis rantai globin.
24
Hemoglobin normal mempunyai sepasang rantai alfa.
Identitas jenis hemoglobin ditentukan oleh sepasang rantai lain
yaitu beta, gama atau beta. Struktur hemoglobin dinyatakan dengan
menyebut jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Hemoglobin A
menyusun 95 % atau lebih hemoglobin eritrosit orang dewasa
normal (Widmann,1992)
2) Fungsi Hemoglobin
Fungsi Hemoglobin adalah :
a) Mengatur pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam
jaringan-jaringan tubuh.
b) Mengambil oksigen dari paru-paru dan membawa keseluruh
jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar
c) Membawa karbon dioksida jaringan tubuh sebagai hasil
metabolisme ke paru-paru (Anonim.1989)
3) Pemeriksaan Hemoglobin
Di laboratorium klinik , kadar hemoglobin dapat ditentukan
dengan berbagai cara : antaranya dengan cara kolorimetrik seperti
cara sianmethmoglobin (HiCN) dan cara sahli. International
Comitte for Standardization in Hematology (ICSH) menganjurkan
pemeriksaan kadar Hb cara sianmethemoglobin. Cara ini mudah
dilakukan, mempunyai standar yang stabil dan dapat menukur
semua jenis hemoglobin kecuali sulfhemoglobin.
25
Metode Sahli yang berdasarkan pembentukan hematin asam
tidak diberlakukan lagi, karena mempunyai kesalahan yang sangat
besar (± 10 %), alat tidak dapat distandarisasi dan tidak semua
jenis hemoglobin, methemoglobin, dan sulfahemoglobin.
(Wirawan, 1996 : 8)
4) Nilai Range
Berhubungan dengan hal ini ketelitian masing-masing cara
berbeda, untuk penilaian basil sebaiknya diketahui cara mana yang
dipakai. Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung dari umur dan
jenis kelamin. Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi
dari pada orang dewasa yaitu berkisar antara 13,6 – 19, 6 g/dl.
Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3 tahun
dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 – 12,5 g/dl. Setelah itu secara
bertahap kadar hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya
mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar antara 11,5 – 14,8
g/dl. Pada laki-laki dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13 –
16 g/dl sedangkan pada perempuan dewasa antara 12 – 14 g/dl.
Pada perempuan hamil terjadi hemodilusi sehingga batas terendah
nilai rujukan ditentukan 10 g/dl.Nilai Normal Hemoglobin
5) Faktor-faktor yang mempengaruhi hemoglobin
a) Statis vena pada waktu waktu pengambilan darah
menyebabkan kadar hemoglobin lebih tinggi dari seharusnya
26
b) Penggunaan darah kapiler menyebabkan kontamibasi cairan
jaringan yang menyebabkan kadar hemoglobin lebih rendah
dari seharusnya
c) Tidak mengocok darah sewaktu mengambil bahan untuk
pemeriksaan
d) Menggunakan reagen atau larutan standar yang tidak baik lagi
e) Menggunakan pipet 20 µl atau 50 µl yang tidak akurat, untuk
itu perlu dilakukan kalibrasi pipet
f) Cara memipet yang tidak benar, tidak tepat 20 µl untuk darah
dan 50 µl untuk reagen
g) Spektrofotometer yang kurang baik, misalnya pengaturan
panjang gelombang yang tidak tepat
h) Darah yang lipemik dapat menyebabkan hasil yang lebih tinggi
dari seharusnya ( Wirawan,1996:11-12)
2. Trombosit (PLT)
1) Struktur sel
Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak
berinti dari sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron
dan beredar dalam sirkulasi darah selama 10 hari. Gambaran
mikroskopik dengan pewarnaan Wright – Giemsa, trombosit
tampak sebagai sel kecil, tak berinti, bulat dengan sitoplasma
27
berwarna biru-keabu-abuan pucat yang berisi granula merah-ungu
yang tersebar merata.
Trombosit memiliki peran dalam sistem hemostasis, suatu
mekanisme faali tubuh untuk melindungi diri terhadap
kemungkinan perdarahan atau kehilangan darah.
2) Fungsi Trombosit
Fungsi utama trombosit adalah melindungi pembuluh darah
terhadap kerusakan endotel akibat trauma-trauma kecil yang terjadi
sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding
pembuluh darah. Mereka membentuk sumbatan dengan jalan
adhesi (perlekatan trombosit pada jaringan sub-endotel pada
pembuluh darah yang luka) dan agregasi (perlekatan antar sel
trombosit).
Orang-orang dengan kelainan trombosit, baik kualitatif
maupun kuantitatif, sering mengalami perdarahan-perdarahan kecil
di kulit dan permukaan mukosa yang disebut ptechiae, dan tidak
dapat mengehentikan perdarahan akibat luka yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Agar dapat berfungsi dengan baik,
trombosit harus memadai dalam kuantitas (jumlah) dan
kualitasnya. Pembentukan sumbat hemostatik akan berlangsung
dengan normal jika jumlah trombosit memadai dan kemampuan
trombosit untuk beradhesi dan beragregasi juga bagus.
28
Beberapa uji laboratorium yang digunakan untuk menilai
kualitas trombosit adalah agregasi trombosit, retensi trombosit,
retraksi bekuan, dan antibody anti trombosit. Sedangkan uji
laboratorium untuk menilai kuantitas trombosit adalah masa
perdarahan (bleeding time) dan hitung trombosit.
3) Nilai Range
Jumlah trombosit normal adalah 150.000 – 450.000 per
mmk darah. Dikatakan trombositopenia ringan apabila jumlah
trombosit antara 100.000 – 150.000 per mmk darah. Apabila
jumlah trombosit kurang dari 60.000 per mmk darah maka akan
cenderung terjadi perdarahan. Jika jumlah trombosit di atas 40.000
per mmk darah biasanya tidak terjadi perdarahan spontan, tetapi
dapat terjadi perdarahan setelah trauma. Jika terjadi perdarahan
spontan kemungkinan fungsi trombosit terganggu atau ada
gangguan pembekuan darah. Bila jumlah trombosit kurang dari
40.000 per mmk darah, biasanya terjadi perdarahan spontan dan
bila jumlahnya kurang dari 10.000 per mmk darah perdarahan akan
lebih berat. Dilihat dari segi klinik, penurunan jumlah trombosit
lebih memerlukan perhatian daripada kenaikannya (trombositosis)
karena adanya resiko perdarahan.
29
4) Pemeriksaan Trombosit
Metode untuk menghitung trombosit telah banyak dibuat
dan jumlahnya jelas tergantung dari kenyataan bahwa sukar untuk
menghitung sel-sel trombosit yang merupakan partikel kecil,
mudah aglutinasi dan mudah pecah. Sukar membedakan trombosit
dengan kotoran. Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung
dan tidak langsung. Metode secara langsung dengan menggunakan
kamar hitung yaitu dengan mikroskop fase kontras dan mikroskop
cahaya (Rees-Ecker) maupun secara otomatis.
Metode yang dianjurkan adalah penghitungan dengan
mikroskop fase kontras dan otomatis. Metode otomatis akhir-akhir
ini banyak dilakukan karena bisa mengurangi subyektifitas
pemeriksaan dan penampilan diagnostik alat ini cukup baik. Hitung
trombosit secara tidak langsung yaitu dengan menghitung jumlah
trombosit pada sediaan apus darah yang telah diwarnai. Cara ini
cukup sederhana, mudah dikerjakan, murah dan praktis.
Keunggulan cara ini adalah dalam mengungkapkan ukuran dan
morfologi trombosit, tetapi kekurangannya adalah bahwa
perlekatan ke kaca obyek atau distribusi yang tidak merata di
dalam apusan dapat menyebabkan perbedaan yang mencolok
dalam perhitungan konsentrasi trombosit. Sebagai petunjuk praktis
adalah bahwa hitung trombosit adekuat apabila apusan
30
mengandung satu trombosit per duapuluh eritrosit, atau dua sampai
tiga trombosit per lapang pandang besar (minyak imersi).
Pemeriksaan apusan harus selalu dilakukan apabila hitung
trombosit rendah karena penggumpalan trombosit dapat
menyebabkan hitung trombosit rendah palsu.
a) Metode langsung (Rees Ecker)
Hitung trombosit secara langsung menggunakan kamar
hitung yaitu dengan mikroskop cahaya. Pada hitung trombosit
cara Rees-Ecker, darah diencerkan ke dalam larutan yang
mengandung Brilliant Cresyl Blue sehingga trombosit tercat
biru muda. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar
hitung standar dan mikroskop. Secara mikroskopik trombosit
tampak refraktil dan mengkilat berwarna biru muda/lila lebih
kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat, lonjong atau koma
tersebar atau bergerombol. Cara ini memiliki kesalahan sebesar
16-25%, penyebabnya karena faktor teknik pengambilan
sampel yang menyebabkan trombosit bergerombol sehingga
sulit dihitung, pengenceran tidak akurat dan penyebaran
trombosit yang tidak merata.
b) Hitung Trombosit Otomatis
Penghitung sel otomatis mampu mengukur secara
langsung hitung trombosit selain hitung lekosit dan hitung
31
eritrosit. Sebagian besar alat menghitung trombosit dan eritrosit
bersama-sama, namun keduanya dibedakan berdasarkan
ukuran. Partikel yang lebih kecil dihitung sebagai trombosit
dan partikel yang lebih besar dihitung sebagai eritrosit. Dengan
alat ini, penghitungan dapat dilakukan terhadap lebih banyak
trombosit. Teknik ini dapat mengalami kesalahan apabila
jumlah lekosit lebih dari 100.000/mmk, apabila terjadi
fragmentasi eritrosit yang berat, apabila cairan pengencer berisi
partikel-partikel eksogen, apabila sampel sudah terlalu lama
didiamkan sewaktu pemrosesan atau apabila trombosit saling
melekat.
Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk pemeriksaan
hitung trombosit adalah darah EDTA. Antikoagulan ini mencegah
pembekuan darah dengan cara mengikat kalsium dan juga dapat
menghambat agregasi trombosit
5) Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
a) Kemoterapi dan sinar X dapat menurunkan hitung
trombosit,
b) Pengaruh obat (lihat pengaruh obat),
c) Penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung trombosit
cenderung lebih rendah,
32
d) Pengambilan sampel darah yang lamban menyebabkan
trombosit saling melekat (agregasi) sehingga jumlahnya
menurun palsu,
e) Tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau
pencampuran yang kurang adekuat juga dapat
menyebabkan agregasi trombosit, bahkan dapat terjadi
bekuan,
f) Perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak
sesuai dapat menyebabkan kesalahan pada hasil :
i. Jika volume terlalu sedikit (EDTA terlalu
berlebihan), sel-sel eritrosit mengalami krenasi,
sedangkan trombosit membesar dan mengalami
disintegrasi.
ii. Jika volume terlalu banyak (EDTA terlalu sedikit)
dapat menyebabkan terbentuknya jendalan yang
berakibat menurunnya jumlah trombosit.
iii. Penundaan pemeriksaan lebih dari 1 jam
menyebabkan perubahan jumlah trombosit (Admin,
2011)
33
D. Alat Otomatis (Alat Hematology Analyzer Boule – Medonic)
Boule - Medonic merupakan alat Hematology Analizer yang sudah
banyak digunakan di Instalasi – Instalasi Laboatorium baik swasta maupun
negeri. Instalasi Lobarorium RSU PKU Muhammadiyah Temanggung
adalah salah satunya.
Parameter Hematologi instrumen seri ini dirancang untuk cepat,
handal dan akurat hasil pasien dengan opersional kerja mudah. Fitur alat
ini meliputi; 1) terbuka dan tertutup botol sampel modul, bar pengkodean
untuk memastikan identifikasi pasien positif dengan kemampuan untuk
memasukkan nilai-nilai calibrator dan kontrol otomatis, 2) teknologi
dipatenkan mikro sampel untuk melakukan jari-tongkat menarik tanpa
memerlukan pembuluh mikro pengenceran, 3) mengambang diskriminator
yang mengurangi kebutuhan untuk intervensi manual, 4) apertur diri
pembersihan yang membantu untuk menjaga integritas sampel dan hampir
tidak ada harian atau mingguan pemeliharaan yang akan mengurangi
waktu dan biaya. Analyzer masing-masing dilengkapi dengan modul
kontrol kualitas yang diperluas yang memungkinkan laboratorium untuk
memelihara catatan data akurat dengan grafis.(MRK diagnostic :2010)
Prinsip pengukuran dari Medonic M - series adalah pada prinsip
impedance dan spektrofotometer. Jumlah sel untuk mementukan nilai
eritrosit dan lekosit dihitung dari suspense rasio pengenceran 1:40.000
untuk eritrosit dan 1:400 untuk lekosit dari whole Blood.
34
Waktu perhitungan eritrosit dan lekosit adalah waktu yang
dibutuhkan sampel untuk mengisi unit pengukuran mulai dari berjalan
hingga berhentinya detektor. Batas normal waktu penghitungan untuk unit
pengukuran erotrosit adalah 13-18 detik dan lekosit 10-13 detik. Jika
waktu perhitungan dibawah atau melebihi batas tersebut , maka tanda
“Lo” atau “ HI” akan muncul dilayar. Waktu pengukuran tidak
berhubungan dengan hasil yang sebenarnya. Variasi tekanan udara,
pembentukan protein di aparatur dan efek lainnya mungkin dapat
mengakibatkan tekanan berubah dan tidak akan mempengaruhi
perhitungan parameter eritrosit,lekosit,dan trombosit.
35
E. Kerangka Teori
Terdiri dari:
1. Pra analitik
2. Analitik
3. Pasca Analitik
PME
Laboratorium Kesehatan
Jaminan mutu
PMI
Pemantapan Mutu Hasil Pemeriksaan
Mutu
Pelayanan
LaboratoriumManajemen
Mutu Lab
Pemantapan Mutu
Laboratorium
Mutu hasil
laboratoriumKetepatan
dan
Ketelitian
Menurut Wesgard
meliputi:
-Quality Planning
(QP)
-Quality Laboratory
Practice (QLP)
- Quality Control
(QC)
-Quality Assurance
(QA)
Px Hb dan
trombosit
Antaranya:
*Pengolahan specimen
*Pemeliharaan/kalibrasi alat
*Metode pemeriksaan
*Pelaksanaan pemeriksaan
1.Cara alat
otomatis
2. Cara manual
36
F. Kerangka Konsep
G. Hipotesis
Ha: Ada hubungan antara Pemantapan Mutu Internal pemeriksaan kadar
Hb dan trombosit terhadap mutu hasil pemeriksaan di Laboratorium
RSU PKU Muhammadiyah Temanggung
Ho: Tidak ada hubungan antara Pemantapan Mutu Internal pemeriksaan
kadar Hb dan trombosit terhadap mutu hasil pemeriksaan di
Laboratorium RSU PKU Muhammadiyah Temanggung
Pemantapan Mutu Internal
Pemeriksaan Hb dan Trombosit
: Pra Analitik , Analitik , Pasca
Analitik
Mutu hasil
Pemeriksaan Hb
dan Trombosit