BAB II TINJAUAN PUSTAKA - II.pdf · PDF fileadanya perubahan fisiologis yang terjadi pada...
date post
17-May-2019Category
Documents
view
232download
0
Embed Size (px)
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - II.pdf · PDF fileadanya perubahan fisiologis yang terjadi pada...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia (Lansia)
1. Definisi Lansia
Lansia adalah tahap akhir dari proses penuaan, dimana seseorang merasa
puas dengan keberhasilannya. Manusia menjadi seseorang yang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi (Wahyudi, 2009).
Lanjut usia adalah proses salah satu kehidupan yang akan dialami oleh
setiap manusia, meskipun bertambah usia dengan diiringi penurunan fungsi
organ tubuh tetapi lansia tetap dapat menjalani hidup sehat. Salah satu hal yang
paling penting adalah merubah kebiasaannya. Tidak hanya meninggalkan
kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan, tetapi beberapa pola hidup
sehat seperti olahraga dan menjaga pola makan memang harus dilakukan
(PKPU Lembaga Kemanusiaan Nasional, 2011).
2. Klasifikasi Lansia
Menurut WHO (World Health Organization) batasan usia lanjut meliputi
usia pertengahan (Middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut
usia (elderly) antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) antara 75 sampai
90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa usia lanjut atau lansia ketika
berusia 60 tahun keatas baik laki-laki maupun perempuan yang masih aktif
beraktivitas seperti biasa sebelum berusia 60 tahun keatas. Dimana mereka
menggantungkan hidupnya kepada orang lain untuk memenuhi dan membantu
12
kebutuhan mereka karena mereka sudah tidak bisa melakukan aktivitas seperti
biasa.
3. Proses Fisiologi Penuaan pada Lansia
Penuaan pada lansia, memungkinkan terjadinya penurunan anatomis dan
fungsional yang sangat besar. Andrea dan Tobin memperkenalkan Hukum
1% yang menyatakan bahwa fungsi organ akan mengalami penurunan
sebanyak 1% setiap tahunnya setelah usia 30 tahun (Martono, 2014).
Pada lansia sering dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan
kemampuan gerak dan fungsi. Menurut Kamso yang dikutip oleh Zuhdi (2010)
pada lansia terjadi penurunan kekuatan sebesar 88%, fungsi pendengaran 67%,
penglihatan 72%, daya ingat 61%, serta kelenturan tubuh yang menurun
sebesar 64%. Permasalahan yang muncul pada lansia dapat disebabkan karena
adanya perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh. Beberapa perubahan
fisiologis yang terjadi akibat proses penuaan antara lain :
a) Sistem Panca Indera
Lansia yang mengalami penuaan persepsi sensoris akan terdapat
kesenggangan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi
sensoris yang dimiliki. Indera yang dimiliki seperti penglihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman, dan perabaan merupakan kesatuan
integrasi dari persepsi sensoris.
1. Penglihatan
Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di sekitar
kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di
antara iris dan sclera. Kejadian ini disebut arcus sinilis, biasanya
ditemukan pada lansia. Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang
13
dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan
kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi pupil akibat
penuaan dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata, yaitu
katarak (Suhartin, 2010).
2. Pendengaran
Penurunan pendengaran merupakan kondisi secara dramatis
dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Penurunan
pendengaran pada lansia disebut dengan presbikusis. Presbikubis
merupakan perubahan yang terjadi pada pendengaran akibat proses
penuaan yaitu telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi
sensorineural, hal ini terjadi karena telinga bagian dalam dan
komponen saraf tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi
perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan
pendengaran secara bertahap. Ketidakmampuan untuk mendeteksi
suara dengan frekuensi tinggi (Chaccione, 2015).
3. Perabaan
Pada lansia terjadi penurunan kemampuan dalam
mempersepsikan rasa pada kulit, ini terjadi karena penurunan korpus
free nerve ending pada kulit. Rasa tersebut berbeda untuk setiap
bagian tubuh sehingga terjadi penurunan dalam merasakan tekanan,
raba panas dan dingin. Gangguan pada indera peraba tentunya
berpengaruh pada sistem somatosensoris. Somatosensoris adalah
reseptor pada kulit, subkutan telapak kaki dan propioceptor pada otot,
ketegangan otot, kontraksi otot dan juga nyeri, suhu, tekanan dan
posisi sendi. Pada lansia dengan semakin menurunnya kemampuan
14
akibat faktor degenerasi maka informasi yang digunakan dalam
menjaga posisi tubuh yang didapat dari tungkai, panggul, punggung,
dan leher akan menurun. Hal ini berdampak pada keseimbangan yang
akan terganggu akibat dari penurunan impuls somatosensoris ke
susunan saraf pusat (Chaitow, 2015).
4. Teori-teori Proses Menua
a. Teori Biologis
1) Teori Seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah
tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk
membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh
dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi jumlah sel-sel
yang akan membelah, jumlah sel yang akan membelah akan
terlihat sedikit (Space dan Masson dalam Waton, 2012). Hal ini
akan memberikan beberapa pengertian terhadap proses penuaan
biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut
mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan,
sesuai dengan berkurangnya umur.
Pada beberapa sistem seperti sistem saraf, sistem
muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam
sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena
rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko
mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang
sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki
diri. Ternyata sepanjang kehidupan ini, sel pada sistem ditubuh
15
kita cenderung mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati
dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel tidak dapat
diganti.
2) Teori Genetik Clock
Menua telah di program secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Setiap spesies mempunyai di dalam nuclei (inti
selnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu
replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan
menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut
konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia,
meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit
akhir.
Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini
merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies
terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata. Secara
teoritis kemungkinan memutar jam ini meski hanya untuk
beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakan-
tindakan tertentu.
Pengontrolan genetik umur dikontrol dalam tingkat seluler,
mengenai hal ini (Hayflk, 2008) melakukan penelitian melalui
kultur sel ini vitro yang menunjukan bahwa ada hubungan antara
kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies.
Membuktikan apakah yang mengontrol replikasi tersebut
nukleus atau sitoplasma, maka dilakukan transplantasi silang dari
16
nukleus. Dari hasil penelitian tersebut jelas bahwa nukleus yang
menentukan jumlah replikasi kemudian menua dan mati, bukan
sitoplasma (Suhana, 2009).
3) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya
pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan
adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan
tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen, kartilago dan
elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur
yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak
kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan
fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal seiring dengan
bertambahnya usia. (Tortora dan Anagnostakos, 2010) hal ini
dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan
kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut juga
terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem
muskuloskeletal.
4) Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel
didalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang
mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi tanpa
mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan
mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur
membran sel mengalami perubahan dari rigid serta terjadi
kesalahan genetik (Tortora dan Anagnostakos, 2013).
17
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi
sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga
mengontrol proses pengambilan nutrien dengan proses ekskresi
zat toksik didalam tubuh. Fungsi komponen protein pada
membran sel yang sangat penting bagi proses diatas