BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ......14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ......14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN...
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Tinjauan Pustaka Tentang penyitaan
1. Pengertian
Penyitaan adalah tindakan hukum dalam proses penyidikan yang
dilakukan oleh penyidik untuk menguasai secara hukum atas suatu barang,
baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang diduga terkait erat
dengan tindak pidana yang sedang terjadi1.
Menurut J. C. T. Simorangkir bahwa “penyitaan adalah suatu cara
yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menguasai sementara
waktu barang-barang baik yang merupakan milik terdakwa ataupun bukan,
tetapi berasal dari atau ada hubungannya dengan suatu tindak pidana dan
berguna untuk pembuktian. Jika ternyata kemudian bahwa barang tersebut
tidak ada hubungannya dengan kejahatan yang dituduhkan, maka barang
tersebut akan dikembalikan kepada pemiliknya”2.
Sedangkan menurut KUHAP Pasal 1 butir 16: “penyitaan adalah
serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan
di bawah pengusaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau
tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan peradilan.”
Pejabat yang berwenang untuk melakukan penyitaan melihat dari
Pasal 1 butir 16 KUHAP tentang pengertian penyitaan, nampak bahwa yang
1 Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan Hukum Progresif,
2010, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, hal: 182. 2 J.C.T. Simorangkir, dkk, Kamus Hukum, 1983, Aksara Baru, Jakarta, hal: 137.
15
berwenang melakukan penyitaan adalah penyidik.3 Ditegaskan pada Pasal
38 KUHAP menyatakan penyitaan hanya dapat dilakukan oleh “penyidik”.
Tujuan penyitaan adalah untuk kepentingan pembuktian ditujukan
sebagai barang bukti di muka persidangan, sebab tanpa adanya barang bukti
tersebut, maka perkaranya tidak dapat diajukan ke pengadilan.4
Persyaratan Permintaan Izin Penyitaan dari Kepolisian
Surat Pengantar Permintaan Izin Penyitaan sebanyak 1 rangkap.
Surat sebanyak 1 rangkap.
Surat sebanyak 1 rangkap.
Laporan Polisi sebanyak 1 rangkap.
Surat identitas orang yang diduga melakukan tindak pidana harus
terang dan jelas sebanyak 1 rangkap.
(bukan berbentuk fotokopi).
2. Persyaratan Permintaan izin penyitan dari Kepolisian
Ada syarat-syarat permintaan izin penyitaan dari kepolisian, yaitu:
a. Surat Pengantar Permintaan Izin Penyitaan.
b. Surat Perintah Penyidikan.
c. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan.
d. Laporan Polisi.
3 Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti dalam Proses Pidana, 1989, Cetakan Pertama, Sinar Grafika,
Jakarta, hal: 72. 4 Andi Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, 2014, Cetakan Pertama,
Kencana, Jakarta, hal: 155.
16
e. Surat identitas orang yang diduga melakukan tindak pidana harus terang
dan jelas.
f. Surat tersebut di atas harus asli.5
3. Tata Cara Penyitaan
Penyitaan dilakukan dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh
undang-undang, sebagai berikut:
a. Penyitaan Biasa
1) Harus ada “surat izin” penyitaan dari ketua pengadilan.
Sebelum penyidik melakukan penyitaan, yang perlu dilakukan yaitu
meminta izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Dalam permintaan
tersebut, penyidik perlu menjelaskan alasan pentingnya
dilakukannya penyitaan, guna barang bukti diperoleh untuk
penyidikan, penuntutan dan barang bukti dalam persidangan
pengadilan.
Dalam proses pengajuan permintaan izin, Ketua Pengadilan dapat
menolak memberikan izin. Tujuan pokok perizinan dari Ketua
Pengadilan Negeri adalah dalam rangka pelaksanan dan
mengendalikan, agar tidak terjadi penyitaan-penyitaan yang tidak
perlu atau penyitaan yang bertentangan dengan undang-undang.
Jika Ketua Pengadilan Negeri menolak memberikan izin, penyidik
dapat meminta atau mengajukan perlawanan kepada Ketua
Pengadilan Tinggi. Bila tidak dibuka perlawanan terhadap
penolakan pemberian izin penyitaan, berarti tindakan penyitaan
berarti mengalami jalan buntu. Dan kemungkinan besar yang akan
dilakukan penyidik yaitu dengan menempuh alternatif bentuk dan
cara penyitaan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak.
2) Memperlihatkan dan menunjukkan tanda pengenal.
Hal itu bertujuan untuk kepastian bagi orang yang besangkutan
bahwa dia benar-benar berhadapan dengan petugas penyidik (Pasal
128).
3) Memperlihatkan benda yang akan disita
Penyidik harus memperlihatkan benda yang akan disita kepada
orang yang bersangkutan, dapat juga memperlihatkan benda itu ke
keluarganya (Pasal 129). Hal ini untuk sekedar menjamin kejelasan
atas benda yang disita, dan dapat meminta keterangan kepada
mereka mengenai asal-usul benda yang akan disita.
5 Mahkamah Agung Indonesia, Pengadilan Negeri Pariaman, http://www.pn-
pariaman.go.id/layanan-hukum/prosedur-pengajuan/pidana/232-permintaan-izin-penyitaan-dari-
kepolisian.html, Selasa 10 September 2019 Jam 3.27 WIB.
17
4) Dalam melakukan penyitaan harus disaksikan oleh kepala desa atau
ketua lingkungan dengan dua orang saksi.
Saksi penyitaan itu sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang. Saksi
pertama ialah kepala desa atau ketua lingkungan (RT/RW) dan dua
orang saksi lainnya yang merupakan warga lingkungan yang
bersangkutan. Kehadiran ketiga saksi dimaksud ialah untuk melihat
dan mempersaksikan jalannya penyitaan.
5) Membuat Berita Acara Penyitaan
Pembuatan berita acara diatur dalam Pasal 129 ayat (2) KUHAP.
Setelah berita acara selesai dibuat, penyidik membacakan di
hadapan orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dengan
disaksikan Kepala Desa/Lurah/Ketua RW/Ketua RT dan dua orang
warga setempat, kemudian ditandatangani penyidik dan orang yang
menguasai benda yang disita [Pasal 129 ayat (2) KUHAP].6
b. Penyitaan dalam Keadaan perlu dan mendesak
Penyitaan juga dapat dilakukan jika dalam keadaan yang perlu dan
mendesak. Yang dimaksud dengan keadaan yang perlu dan mendesak
adalah bila ada kekhawatiran bahwa benda yang akan disita segera
dimusnahkan atau dipindahkan, sedangkan surat izin penyitaan dari
Ketua Pengadilan Negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang
layak dalam waktu yang singkat.7
Jika dalam keadaan perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera
bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu,8
tata cara pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Penyidik tidak perlu lebih dahulu melapor dan meminta surat izin dari
Ketua Pengadilan. Dalam keadaan yang sangat perlu harus segera
bertindak, maka penyidik dapat langsung mengadakan penyitaan tanpa
permintaan izin dan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri.
b. Objek penyitaan dalam keadaan sangat perlu dan mendesak sangat
dibatasi, hanya meliputi benda yang bergerak saja. Tujuan alasan
6 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, 2000, Edisi Kedua,
Sinar Grafika, Jakarta, hal: 266. 7 Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti dalam Proses Pidana, 1989, Cetakan Pertama, Sinar Grafika,
Jakarta, hal: 74. 8 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta 2002, hal: 148.
18
pembuat undang-undang untuk membatasi obyek penyitaan yang seperti ini, tidak lain oleh karena belum ada izin dari ketua pengadilan negeri.
c. Sesudah melakukan penyitaan, penyidik wajib segera melaporkan
kepada Ketua Pengadilan setempat sambil meminta persetujuan dari
Ketua Pengadilan.9
4. Macam-macam penyitaan
Terdapat beberapa macam penyitaan yaitu:
a. Penyitaan benda
Pada pasal 39 KUHAP menjelaskan tentang hal-hal yang dapat
disita, yaitu berupa benda- benda yang diduga sebagai hasil kejahatan.10
Menurut KUHAP Pasal 39 ayat (1), yang dapat dikenakan penyitaan
adalah:
1) Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa atau sebagian diduga di
peroleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
2) Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
3) Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana.
4) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
pidana.
5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan.
9 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, 2000, Edisi Kedua,
Sinar Grafika, Jakarta, hal: 10 Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan Hukum Progresif,
2010, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, hal: 183.
19
Dalam keadaan tertangkap tangan, penyidik diberi kewenangan
untuk melakukan penyitaan atas benda yang meliputi:
- Benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang
dipakai sebagai barang bukti (Pasal 40 KUHAP).
- Paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau
pengirimannya dilakukan oleh kantor pos, dan telekomunikasi,
jawaratan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan,
sepanjang paket, surat atau benda yang diperuntukan kepada
tersangka, harus diberikan surat tanda penerimaan (Pasal 41
KUHAP).11
b. Penyitaan surat-surat
Yang dimaksud dengan surat atau tulisan lain adalah surat atau tulisan
yang disimpan atau dikuasai oleh orang tertentu, dimana orang itu yang
menyimpan atau menguasai surat itu, diwajibkan merahasiakannya oleh
undang-undang, misalnya seorang notaris. Surat atau tulisan yang
meyangkut rahasia negara tidak takluk.12 Pengaturan tentang penyitaan
surat terdapat dalam: Pasal 47 KUHAP-Pasal 49 KUHAP dan Pasal 131
KUHAP-Pasal 132 KUHAP.
Mengenai syarat dan cara penyitaannya yaitu hanya dapat
disita atas persetujuan mereka yang dibebani kewajiban oleh undang-
undang untuk merahasiakan. Misalnya akta notaris atau sertifikat, hanya
11 Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti dalam Proses Pidana, 1989, Cetakan Pertama, Sinar Grafika,
Jakarta, hal: 76. 12 M. Yahya Harahap, Pembahasan dan Penerapan KUHAP, Edisi Kedua, Jakarta, Penerbit Sinar
Grafika, hal: 273.
20
dapat disita atas persetujuan notaris atau pejabat agraria yang
bersangkutan. Jika dalam melakukan penyitaan mereka yang
berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakan surat atau
tulisan tidak menyetujui untuk dilakukan penyitaan maka penyitaan dapat
dilakukan atas izin khusus dari Ketua pengadilan negeri.13
5. Perlakuan terhadap Barang Sitaan
Dalam perlakuan terhadap benda yang disita menurut Pasal 44 ayat
(1) KUHAP mengatakan: benda sitaan di simpan dalam Rumah
penyimpanan benda sitaan negara.
Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di
tempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat
dilakukan di kantor kepolisian negara, di kantor kejaksaan negeri, di kantor
pengadilan negeri, di gedung bank pemerintah dan dalam keadaan memaksa
di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu disita.14
Dalam hal penyimpanan benda sitaan yang bertanggung jawab
adalah pejabat yang berwenang menurut tingkat pemeriksaan dan tidak
boleh dipergunakan oleh siapapun juga.15
Diatur juga tentang cara pengurusan terhadap benda sitaan menurut
Pasal 45 ayat (1): yaitu, benda sitaan yang lekas rusak atau membahayakan
atau benda yang biaya pemimpanannya terlalu tinggi. Bila benda sitaan
yang seperti itu akan dilakukan:
a. Jika masih di tangan penyidik atau penuntut umum, maka benda itu
dapat dijual lelang atau diamankan oleh penyidik/penuntut umum.
13 Ibid, M. Yahya harahap, hal: 273. 14 Nico Ngani, Nyoman Budi Jaya, Hasan Madani, Mengenal Hukum Acara Pidana, 1984,
Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta, hal: 54. 15 Ibid, Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta 2002, hal: 152.
21
Dalam tingkatan ini disaksikan oleh tersangka/terdakwa atau kuasa
hukumnya.16
b. Jika dalam perkaranya sudah ada ditangan pengadilan, maka benda
tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum,
dengan atas izin dari hakim yang memeriksa/menyidangkan perkaranya
dengan disaksikan oleh tersangka/terdakwa atau kuasanya.17
Hasil dari pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang
dipakai sebagai barang bukti. Guna kepentingan pembuktian sedapat
mungkin disisihkan sebagian kecil dari benda tersebut (Pasal 45 ayat (3)
KUHAP).
Benda yang sifatnya terlarang/dilarang untuk diedarkan maka pada
putusan pengadilan nantinya akan dirampas untuk kepentingan negara atau
dimusnahkan (Pasal 45 ayat 4 KUHAP). Arti dirampas yaitu diserahkan
kepada Departemen yang besangkutan menurut perundang-undangan yang
laku, sedangkan dimusnakan yaitu dimusnahkan atau dirusak agar tidak
dapat dipakai lagi.18
Benda sitaan yang sifatnya terlarang ialah:
- benda terlarang seperti senjata api tanpa izin, bahan peledak, bahan
kimia tertentu, daln lain-lain.
16 Ibid, Andi Sofyan dan H. Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, 2014, Cetakan
Pertama, Kencana, Jakarta, hal. 162. 17 Ibid, Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, hal: 172. 18 M. Haryanto, Hukum Acara Pidana, 2013, Cetakan Pertama, Universitas Kristen Satya Wacana,
Salatiga, hal: 61.
22
- Benda yang dilarang untuk diedarkan, seperti narkotik, buku atau
majalah dan film porno, uang palsu, dan lain-lain.19
6. Pengembalian benda sitaan
Berdasarkan undang-undang yang ada pengembalian benda sitaan
dapat dilakukan menurut hukum acara pidana, sebagai berikut:
a. Sebelum ada Putusan Hakim
1) Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi.
2) Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau
bukan tindak pidana.
3) Perkara dikesampingkan demi kepentingan umum atau perkara
ditutup demi hukum, kecuali benda tersebut diperoleh dari suatu
delik atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu delik.20
b. Sesudah Putusan Pengadilan
Bendasarkan putusan pengadilan pengembalian benda sitaan kepada
seorang atau mereka yang berhak, kecuali pada putusan Hakim benda
tersebut:
- Dirampas untuk negara
- Dirampas untuk dimusnahkan
- Disita untuk bukti dalam perkara lain21 (Pasal 46 ayat 2 KUHAP)
19 M. Yahya Harahap, Pembahasan dan Penerapan KUHAP, Edisi Kedua, Jakarta, Penerbit Sinar
Grafika, hal: 292. 20 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 2008, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hal:
153. 21 M. Haryanto, Hukum Acara Pidana, 2013, Cetakan Pertama, Universitas Kristen Satya Wacana,
Salatiga, hal: 62.
23
B. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
1. HASIL PENELITIAN
a. Kronologis
1) Kasus 1
Kasus dibidang perikanan yang diputus oleh Pengadilan
Negeri Sukadana, dalam perkara nomor: 89/Pid.B/2012/PN/SKD,
kronologi kejadiannya dapat diuraikan sebagai berikut:
Bermula pada hari Jumat tanggal 16 Maret 2012, Hayat Bin
M. Ali HR selaku pemilik kapal KM Cahaya 01 dan selaku Nahkoda
kapal KM Cahaya 01 berangkat dari pelabuhan Karang Hantu
Banten menuju perairan laut Labuhan Maringgai Lampung Timur
untuk melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat
tangkap berupa jaring trawl atau pukat harimau dengan ditemani 3
(tiga) orang anak buah kapal (ABKP) yaitu Darjo Bin Ilyas, Ernar
Bin Supri dan Gambas.
Setibanya di perairan laut Labuhan Maringgai Lampung
Timur pada hari Sabtu tanggal 17 maret 2012, Hayat Bin M. Ali HR
yang bertindak selaku nahkoda kapal memberi komando kepada
Anak Buah Kapalnya untuk mulai melakukan penangkapan ikan
dengan cara menurunkan jaring trawl atau pukat harimau, siku,
papan pemberat, pelampung dan tali penarik ke dalam laut,
kemudian Hayat Bin M. Ali HR menunggu selama 2 (dua) jam agar
jaring trawl terisi oleh ikan. Setelah 2 (dua) jam jaring trawl tersebut
24
diangkat dengan cara ditarik menggunakan mesin/winch atas kapal,
selanjutnya jaring yang telah terisi ikan tersebut dibuka dan ikan
yang terjaring dipisahkan jenis dan ukuran.
Pada hari Senin tanggal 19 Maret 2012 sekitar pukul 11.00
WIB anggota kepolisian dari Direktorat Polisi Air yaitu Bripda
Nopriayansyah dan Bripda Andreas Pujianto yang sedang
melakukan patroli rutin menggunakan kapal C3 307 melihat kapal
KM Cahaya 01 sedang melakukan penangkapan ikan dengan
menggunakan jaring trawl atau pukat harimau, kemudian dilakukan
pemeriksaan secara intensif terhadap Hayat Bin M. Ali HR beserta
ABK dan muatan kapal, sehingga Hayat Bin M. Ali HR beserta
ABK dan muatan kapal dibawa ke Kantor Direktorat Polisi Air
Polda Lampung guna pemeriksaan lebih lanjut.
2) Kasus II
Pada kasus ke-2 dibidang perikanan yang diputus oleh
Pengadilan Negeri Ambon, dalam perkara Nomor: 5/Pid.Sus-
Prk/2015/PN.Amb, setelah itu terdakwa mengajukan permohonan
kasasi ke Pengadilan Tinggi dengan putusan perkara Nomor: 2563
K/Pid.Sus/2015, Koronologi kejadiannya dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Awal mula CHEN XIANGQI selaku fishing master dan
FADLAN LATUKAU selaku Nahkoda KM. Sino 26 pada hari
25
Senin tanggal 08 Desember 2014 sekitar pukul 09.00 WIT atau pada
suatu waktu tertentu dalam bulan Desember tahun 2014, bertempat
di Perairan Laut Arafuru terdektesi pada posisi 08º 40´ 22˝ LS - 137º
49´ 40˝ BT atau pada suatu tempat tertentu dalam Perairan Wilayah
Republik Indonesia dengan menggunakan KM. Sino 26 berbendera
Indonesia sebagai kapal penangkap ikan dengan bobot kapal 265
GT.
Memiliki anak buah kapal (ABK) berjumlah 17 (tujuh belas)
orang yang terdiri dari 3 (tiga) orang berkewarganegaraan Indonesia
(WNI) dan 14 (empat belas) orang berkewarganegaraan asing
(WNA) sedang melakukan kegiatan penangkapan ikan di Perairan
Kepulauan Laut Arafuru, dan KM. Sino 26 terdeteksi oleh KRI
Abdul Halim Perdana Kusuma-355 yang sementara patroli di
Perairan Laut Arafuru pada posisi 08º 36´ 20˝ LS - 137º 56´ 30˝BT
karena mencurigakan.
Selanjutnya KRI Abdul Halim Perdana Kusuma-355
langsung mendekati dan melakukan pemeriksaan dokumen dan
muatan Kapal KM. Sino 26 pada posisi 08º 36´ 20˝ LS - 137º 56´
30˝BT.
26
b. Dakwaan
Setelah dilakukan penyidikan oleh penuntut umum dinyatakan P.21,
maka tanggungjawab atas tersangka dan barang bukti diserahkan kepada
penuntut umum.
Selanjutnya penuntut umum mengajukan terdakwa ke sidang
pengadilan dengan dakwaan berbentuk alternatif yaitu sebagai berikut:
Kasus I
KESATU
Perbuatan terdakwa Hayat Bin M. Ali HR sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 84 ayat (3) UU RI Nomor 31 Tahun 2004
tentang perikanan sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 45 Tahun
2009 tentang perikanan:
Atau
KEDUA
Perbuatan Terdakwa Hayat Bin M. Ali HR sebagaimana diatur dan
diancam Tuntutan pidana dalam pasal 85 UU RI Nomor 31 Tahun 2004
tentang perikanan sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 45 Tahun
2009 tentang perikanan.
Kasus II
27
KESATU
Bahwa Terdakwa I CHEN XIANGQI secara bersama-sama dengan
Terdakwa II FADLAN LATUKAU selaku Nahkoda KM. Sino 26
bertanggungjawab penuh terhadap mengoperasikan dan menggerakan
Kapal KM. Sino 26 untuk menentukan fishing ground dalam rangka
melakukan kegiatan penangkapan ikan serta muatan ikan hasil
tangkapan ikan. Perbuatan mereka Terdakwa I CHEN XIANGQI
Terdakwa II FADLAN LATUKAU diatur dan diancam dengan sanksi
pidana Pasal 93 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) Undang – Undang Nomor
31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau
KEDUA
Bahwa Terdakwa I CHEN XIANGQI secara bersama-sama dengan
Terdakwa II FADLAN LATUKAU selaku Nahkoda KM. Sino 26
bertanggungajawab penuh terhadap mengoperasikan dan menggerakan
Kapal KM. Sino 26 untuk menentukan fishing ground dalam rangka
melakukan kegiatan penangkapan ikan serta muatan ikan hasil
tangkapan ikan.
Perbuatan Terdakwa I CHEN XIANGQI dan Terdakwa II FADLAN
LATUKAU diatur dan diancam dengan sanksi pidana Pasal 100 jo Pasal
7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
28
Perikanan jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.
c. Tuntutan
Kasus I
Berdasarkan tuntutan pidana dari Penuntut Umum yang pada
pokoknya menuntut agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili
perkara ini memutuskan sebagai berikut:
1) Menyatakan Terdakwa Hayat Bin M. Ali HR bersalah melakukan
tindak pidana perikanan “Selaku Pemilik Kapal menggunakan alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan atau alat tangkap yang tidak
direkomendasikan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan”
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 84 ayat (3) UU
RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana dirubah
dengan UU RI No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
2) Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa Hayat Bin M. Ali
HR dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun penjara dikurangi
selama Terdakwa berada dalam tahanan ;
3) Membayar denda sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah)
subsidair 2 (dua) bulan kurungan;
Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) unit kapal KM. CAHAYA 01 Merk Fuso 6 GT
29
- Uang hasil lelang ikan sebesar Rp.2.508.000,- (dua juta lima
ratus delapan ribu rupiah);
Dirampas untuk Negara;
- 1 (satu) unit alat tangkap tidak ramah lingkungan atau alat
tangkap yang tidak direkomendasikan oleh Kementrian
Kelautan dan Perikanan berupa jaring trawl/pukat harimau yang
telah dimodifikasi bentuknya.
Dirampas untuk dimusnahkan ;
Dokumen kapal berupa :
- SIB (Surat Ijin Berlayar) Nomor: 15.88/III/B/2012;
- Daftar Anak Buah Kapal;
- SLO (Surat Laik Operasi) Nomor: Ket-11200213;
- Berita Acara Hasil Pemeriksaan Kapal;
- Surat Keterangan Kecakapan Nomor: PH-332/4/5/Kpi-Kru/09;
- Pas Kecil Kapal Penangkapan Ikan Nomor: 03/19/Phb.laut.2011
- Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP) Nomor:
503/105/Distan.5/IX/2011;
Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) Nomor:
503/137/Distan.5/IX/2011; Tetap terlampir dalam berkas perkara;
4) Menetapkan agar Terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp.
2.000,- (dua ribu rupiah).
Kasus II
30
Berdasarkan tuntutan Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri
Aombon yang isinya adalah sebagai berikut:
1) Menyatakan Terdakwa I CHEN XIANGQI selaku Fishing Master
KM. Sino 26 dan Terdakwa II FADLAN LATUKAU selaku
Nahkoda KM. Sino 26 bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Kesatu
Pasal 93 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan jo Undang-undang Nomor 45 tahun
2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I CHEN XIANGQI dan
Terdakwa II FADLAN LATUKAU masing-masing dengan pidana
penjara selama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan denda masing-
masing sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) subsidair
selama 6 (enam) bulan kurungan;
3) Menyatakan barang bukti berupa :
- 1 (satu) unit Kapal KM. Sino 26;
- Perlengkapan Kapal KM. Sino 26, berupa alat tangkap jaring dan
pemberat besi;
- Dokumen-dokumen Kapal KM. Sino 26;
Dirampas untukdimusnahkan;
31
- Uang hasil lelang barang sitaan berupa ± 130 ton ikan campuran
sebesar Rp764.400.000,00 (tujuh ratus enam puluh empat juta
empat ratus ribu rupiah);
Dirampas untuk Negara
4) Membebankan kepada para Terdakwa untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).
d. Putusan
Dalam putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa telah terbukti secara
sah melakukan itndak pidana dibidang perikanan yang dibacakan di
persidangan sebagai berikut:
Kasus I
1) Menyatakan Terdakwa Hayat Bin M. Ali HR telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “selaku
pemilik kapal dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia melakukan usaha penangkapan ikan dengan
menggunakan alat yang dapat membahayakan kelestarian sumber
daya ikan dan lingkungannya;
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan pidana denda sebesar
Rp.2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah);
3) Menetapkan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti
dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan;
32
4) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
5) Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
6) Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) unit kapal K M. CAHAYA 01 Merk Fuso 6 GT;
- Dokumen kapal berupa;
- SIB (Surat Ijin Berlayar) Nomor: 15.88/III/B/2012;
- Daftar Anak Buah Kapal;
- SLO (Surat Laik Operasi) Nomor: Ket-11200213;
- Berita Acara Hasil Pemeriksaan Kapal;
- Surat Keterangan Kecakapan Nomor: PH-332/4/5/Kpi-Kru/09;
- Pas Kecil Kapal Penangkapan Ikan Nomor:
03/19/Phb.laut.2011;
- Surat Ijin Usaha Perikanan Nomor: 503/105/Distan.5/IX/2011;
- Surat Ijin Penangkapan Ikan Nomo : 503/137/Distan.5/IX/2011;
Dikembalikan kepada Terdakwa Hayat Bin M. Ali HR ;
- Uang hasil lelang ikan sebesar Rp.2.508.000,- (dua juta lima
ratus delapan ribu rupiah);
Dirampas untuk Negara;
- 1 (satu) unit alat tangkap tidak ramah lingkungan atau alat
tangkap yang tidak direkomendasikan oleh Kementrian
33
Kelautan dan Perikanan berupa jaring trawl/pukat harimau yang
telah dimodifikasi bentuknya;
dirampas untuk dimusnahkan;
7) Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 2.000,
(dua ribu rupiah).
Kasus II
Membaca putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor 5/Pid.Sus-Prk/
2015/PN.Amb tanggal 19 Mei 2015 yang amar lengkapnya sebagai
berikut :
1. Menyatakan Terdakwa I CHEN XIANGQI dan Terdakwa II
FADLAN LATUKAU, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “secara bersama-sama melakukan usaha
dan/atau pengelolaan perikanan yang tidak mematuhi ukuran alat
penangkap ikan;
2. Menjatuhkan pidana kepada para Terdakwa oleh karena itu dengan
pidana denda masing-masing sebesar Rp100,000,000,00 (seratus
juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak
dibayarkan diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama
4 (empat) bulan;
3. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) buah Kapal KM. Sino 26;
34
- 1 (satu) bundel Dokumen-dokumen Kapal KM. Sino 26:
Dikembalikan kepada PT. Sino Indonesia Sunlinda Fishing sebagai
pemiliknya yang sah melalui para Terdakwa ;
- Uang hasil lelang barang bukti berupa ± 130 (seratus tiga puluh)
ton ikan campuran sebesarRp 764.400.000,00 (tujuh ratus enam
puluh empat juta empat ratus ribu rupiah);
Dirampas untuk Negara ;
- 1 ( satu) unit Alat tangkap Pukat Ikan (Fish Net);
Dirampas untuk dimusnakan;
4. Membebankan kepada para Terdakwa membayar biaya perkara
masing-masing sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah);
Dari putusan diatas penuntut umum mengajukan permintaan
banding dihadapan Panitera Pengadilan Negeri Ambon. Dalam
pembacaan putusan Pengadilan Tinggi Ambon, tanggal 2 Juli 2015 yang
amar lengkapnya sebagai berikut :
1) Menyatakan Terdakwa I CHEN XIANGQI dan Terdakwa II
FADLAN LATUKAU, terbukti secara sah dan menyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama”
Melakukan Usaha Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia Tanpa Memiliki Surat Izin
Penangkapan Ikan (SIPI);
2) Menjatuhkan pidana kepada para Terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda masing-masing
35
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana
kurungan selama 6 (enam) bulan;
3) Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) unit Kapal KM. Sino 26
- Perlengkapan Kapal KM. Sino 26, berupa alat tangkap jaring dan
pemberat besi;
- Dokumen-dokumen Kapal KM. Sino 26;
Dirampas untuk Dimusnahkan;
- Uang hasil lelang barang sitaan berupa ± 130 ton ikan campuran
sebesar Rp 764.400.000,00 (tujuh ratus enam puluh empat juta
empat ratus ribu rupiah);
Dirampas untuk Negara;
4) Membebankan biaya perkara kepada para Terdakwa masing-masing
sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah);
Karena kedua terdakwa keberatan dengan Putusan dari
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, kedua terdakwa mengajukan kasasi
ke Mahkamah Agung. Dalam Putusan Nomor 2563 K/Pid.Sus/2015
Yang Mulia Majelis Hakim Agung mengadili sebagai berikut: Menolak
permohonan kasasi kasasi dari Pemohon Kasasi/para Terdakwa I Chen
Xiangqi dan Terdakwa II Fadlan Latukau tersebut.
36
e. Pertimbangan Hakim dalam memutuskan Barang Bukti
Yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim terhadap barang
bukti sebagai berikut:
Kasus I
Pada kasus I bunyi pertimbangan terhadap barang bukti
sebagai berikut:
- Menimbang mengenai barang bukti dalam perkara ini yang
berupa K.M. Cahaya 01, statusnya dapat dirampas atau tidak
dirampas atau tidak bersifat imperatif atau keharusan, hal
tersebut dapat terlihat dari frase “dapat” dalam rumusan pasalnya,
oleh karenanya Majelis Hakim dalam menentukan status barang
bukti tersebut yaitu berupa K.M. Cahaya 01 menilai bahwa tuntutan
Penuntut Umum dalam surat tuntutannya terhadap barang bukti
tersebut kurang bijaksana, dikarenakan dengan memperhatikan
dan mempertimbangkan segala fakta di persidangan barang bukti
tersebut tidak selayaknya untuk dilakukan perampasan, dikarenakan
apabila barang bukti tersebut dirampas, maka tidak ada
kesempatan lagi bagi Terdakwa kelak setelah selesai menjalani
pidananya untuk memperbaiki kesalahannya dan terlebih lagi akan
menyebabkan anak-anak dan istri Terdakwa menjadi terlantar
dikarenakan kapal tersebut merupakan satu-satunya alat Terdakwa
untuk mencari nafkah sehingga Terdakwa tidak dapat lagi
37
memberikan nafkah terhadap keluarga Terdakwa, serta
sebagaimana dalam pertimbangan Majelis terhadap pidana yang
akan dijatuhkan kepada diri Terdakwa Majelis Hakim menilai telah
sangat cukup untuk memberikan efek jera bagi Terdakwa.
- Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas oleh
karenanya terhadap barang bukti berupa 1 (satu) unit kapal KM.
CAHAYA 01 Merk Fuso 6 GT beralasan bagi Majelis terhadap
barang bukti tersebut untuk dikembalikan kepada Terdakwa.
- Menimbang bahwa terhadap barang bukti berupa uang hasil lelang
ikan sebesar Rp. 2.508.000,- (dua juta lima ratus delapan ribu
rupiah), merupakan hasil lelang ikan dari tangkapan terdakwa, maka
beralasan bagi Majelis terhadap uang hasil lelang tersebut dirampas
untuk Negara.
- Menimbang bahwa 1 (satu) unit alat tangkap tidak ramah lingkungan
atau alat tangkap yang tidak direkomendasikan oleh Kementrian
Kelautan dan Perikanan berupa jaring trawl/pukat harimau yang
telah dimodifikasi bentuknya, oleh karena dipersidangan terbukti
merupakan jaring yang telah Terdakwa pergunakan untuk
melakukan penangkapan ikan maka beralasan bagi Majelis terhadap
barang bukti tersebut dirampas untuk dimusnahkan.
- Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa dokumen-
dokumen SIB (Surat Ijin Berlayar) Nomor; 15.88/III/B/2012, Daftar
Anak Buah Kapal, SLO (Surat Laik Operasi) Nomor: Ket-
38
11200213, Berita Acara Hasil Pemeriksaan Kapal, Surat Keterangan
Kecakapan Nomor: PH-332/4/5/Kpi-Kru/09, Pas Kecil Kapal
Penangkapan Ikan Nomor: 03/19/Phb.laut.2011, Surat Ijin Usaha
Perikanan Nomor: 503/105/Distan.5/IX/2011, Surat Ijin
Penangkapan Ikan Nomor: 503/137/Distan.5/ IX/2011, oleh karena
merupakan dokumen dari kapal K M. Cahaya 01 beralasan terhadap
barang bukti tersebut dikembalikan kepada Terdakwa sebagai
dokumen kapal K M. Cahaya 01.22
Kasus II
Sedangkan di kasus II pertimbangan mengenai barang bukti
dari Pengadilan Negeri Ambon sebagai berikut:
- Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa 1 (satu) unit kapal
KM. Sino 26 beserta perlengkapannya berdasarkan dokumen Gros
Akte Nomor: 7164, Surat Izin Usaha Perikanan Penanaman Modal
(SIUP-PM) No.01.08.02.0194.5565, Surat Izin Penangkapan Ikan
(SIPI-OT) No. 26.14.0001.64.44592 yang berlaku sejak 12 Maret
2014 s/d 11 Maret 2015, adalah kapal penangkap ikan berbendera
Indonesia yang resmi (legal) beroperasi di Indonesia, kapal tersebut
22 Putusan perkara Nomor: 89/Pid.B/2012.PN.SKD dengan terdakwa Hayat Bin M. Ali HR, hal:
23-24.
39
milik perusahaan PT. Sino Indonesia Sunlinda Fishing dikembalikan
kepada Pemiliknya yang sah;
- Menimbang, bahwa mengenai barang bukti 1 (satu) alat tangkap
jaring pukat ikan (fish net) yang seluruh bagian kantongnya diberi
pelapis (net coper) yang dilarang sesuai ketentuan Pasal 5 Peraturan
Menteri Kelautan RI Nomor 11/Men/2009 tentang Penggunaan
Pukat Ikan (Fish Net) di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)
serta ukuran mess size mata jaring yang tidak sesuai dengan SIPI,
menurut Majelis Hakim hendaknya dirampas untuk dimusnakan;
- Menimbang, bahwa terhadap barang bukti Ikan campuran sebanyak
± 130 ton menurut Majelis Hakim diperoleh (hasil tangkapan)
dengan cara melawan hukum karena para terdakwa telah memasang
jaring pelapis pada bagian kantong pukat ikan (fish net) yang
dilarang digunakan oleh karena itu barang bukti ikan campuran
sebanyak ± 130 ton yang telah dilelang pada tingkat penyidikan
dengan perantaraan pejabat lelang dari Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL) Ambon sesuai dengan --risalah lelang
Nomor; 005 / 2015 pada tanggal 12 Januari 2015 atas persetujuan
terdakwa sebagai kuasa kapal sebesar Rp 764.400.000,- (tujuh ratus
enam puluh empat juta empat ratus ribu rupiah) Maj23elis
berpendapat sudah sepatutnya dirampas untuk Negara;
23 Putusan Perkara Nomor No.05/Pen.Pid.Sus/2015/PN.Amb, dengan terdakwa I Chen Xiangqi
dan terdakwa II Fadlan Latukau, hal: 42-43.
40
Pertimbangan barang bukti dari Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Ambon ebagai berikut:
- Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa I (satu) unit kapal
KM. Sino 26 beserta alat tangkap jaring Pukat Ikan (Fish Net) yang
seluruh bagian kantongnya diberi pelapis (net coper) yang dilarang
sesuai ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Kelautan RI Nomor
11/Men/2009 tentang Penggunaan Pukat Ikan (Fish Net) di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) serta ukuran mess size mata
jaring yang tidak sesuai dengan SIPI serta dokumen-dokumen kapal
KM Sino 26, menurut Pengadilan TInggi karena dipakai sebagal alat
kejahatan hendaknya dirampas untuk dimusnakan;
- Menimbang, bahwa terhadap barang bukti Ikan campuran sebanyak
± 130 ton menurut Pengadilan Tinggi telah diperoleh dengan cara
melawan hukum karena para terdakwa telah memasang jaring
pelapis pada bagian kantong pukat ikan (fish net) yang dilarang
digunakan, oleh karena itu barangbukti ikan campuran sebanyak ±
130 ton yang telah dilelang pada tingkat penyidikan dengan
perantaraan pejabat lelang dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL) Ambon sesuai dengan risalah lelang Nomor :
005/2015 pada tanggal 12 Januari 2015 atas persetujuan Para
Terdakwa sebesar Rp. 764.400.000,- (tujuh ratus enam puluh empat
41
juta empat ratus ribu rupiah) Majelis berpendapat sudah sepatutnya
dirampas untuk Negara.24
Pertimbangan terhadap barang bukti dalam Putusan Nomor: 2563
K/Pid.Sus/2015 Mahkamah Agung sebagai berikut:
- Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa 1 (satu) unit Kapal
KM. Sino 26 beserta alat tangkap jaring Pukat Ikan (Fish Net) yang
seluruh bagian kantongnya diberi pelapis (net coper) yang dilarang
sesuai ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Kelautan R.I. Nomor
11/Men/2009 tentang Penggunaan Pukat Ikan (Fish Net) di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) serta ukuran mess size mata
jaring yang tidak sesuai dengan SIPI serta dokumen-dokumen Kapal
KM Sino 26, menurut Pengadilan Tinggi karena dipakai sebagai alat
kejahatan hendaknya dirampas untuk dimusnahkan;
- Menimbang, bahwa terhadap barang bukti ikan campuran sebanyak
± 130 ton menurut Pengadilan Tinggi telah diperoleh dengan cara
melawan hukum karena para Terdakwa telah memasang jaring
pelapis pada bagian kantong pukat ikan (fish net) yang dilarang
digunakan, oleh karena itu barang (bukti ikan campuran sebanyak ±
130 ton yang telah dilelang pada tingkat penyidikan dengan
perantaraan pejabat lelang dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL) Ambon sesuai dengan Risalah Lelang Nomor
24 Putusan Perkara Nomor 34/Pid.Prk/2015/PT.AMB, dengan terdakwa I Chen Xiangqi dan
terdakwa II Fadlan Latukau, hal: 21-22.
42
005 / 2015 pada tanggal 12 Januari 2015 atas persetujuan Terdakwa
sebesar Rp764.400.000,00 (tujuh ratus enam puluh empat juta empat
ratus ribu rupiah) Majelis berpendapat sudah sepatutnya dirampas
untuk Negara;25
2. ANALISIS
Pada Putusan Perkara Nomor 89/PID.B/2012 PN.SKD dan Putusan
Perkara Nomor 2563 K/Pid.Sus/2015 yang tertangkap tangan melakukan tindak
pidana dibidang perikanan. Menurut Pasal 39 KUHAP yang dikenakan sebagai
penyitaan berupa: benda atau tagihan yang diduga diperoleh dari tindak pidana,
benda yang digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana, benda
yang guna untuk menghalang-halangi penyidikan, benda yang khusus dibuat
untuk melakukan tindak pidana, benda yang lain yang miliki hubungan
langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Dari waktu melakukukan penyitaan benda terdapat benda-benda
yang yang sifatnya lekas rusak atau membahayakan menurut Pasal 45 KUHAP,
jadi benda yag disita harus langsung dilelang dan atau dimusnahkan sebelum
ditetapkan putusan terhadap benda sitaan tersebut.
Berdasarkan kasus perkara no. 89/PID.B/2012 PN.SKD dengan
terdakwa Hayat Bin M. Ali HR dan kasus perkara no. 2563 K/Pid.Sus/2015
25 Putusan Perkara Nomor: 2563 K/Pid.Sus/2015 dengan terdakwaI Chen Xiangqi dan terdakwa II
Fadlan Latukau, hal: 28-29.
43
dengan terdakwa Chen Xiangqi dan Fadlan Latukau memiliki beberapa
persaamaan yaitu, ikan hasil tangkaapan dari kedua kasus diatas langsung
dilelang karena ikan hasil tangkapan mudah busuk. Uang hasil lelang ikan dari
tangkapan Para Terdakwa, maka beralasan bagi Majelis terhadap uang hasil
lelang tersebut dirampas untuk Negara. Seperti dalam Pasal 45 KUHAP yang
mengatakan:
1) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak
aau membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan
sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan
memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan
benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin
dengan persetujuan Tersangka atau kuasanya dapat diambil
tindakan sebagai berikut:
a) Apabila perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut
umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat
diamankan oleh penyidik atau penuntut umuum, dengan
disaksikan oleh Tersangka atau kuasanya;
b) Apabila perkara sudah di tangan pengadilan, maka benda
tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut
umum atas ijin hakim yang menyidangkan perkaranya dan
disaksikan oleh Terdakwa atau kuasanya;
2) Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang
dipakai sebagai barang bukti;
44
3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan
sebagian kecil dari beda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);
4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk
diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan
negara atau untuk dimusnahkan.
Barang bukti berupa alat tangkap yang dimiliki terdakwa Hayat Bin
M. Ali HR berupa alat tangkap pukat harimau atau jaring trawl dan terdakwa
Chen Xiangqi dan Fadlan Latukau berupa alat tangkap Pukat ikan atau Fish Net
yang digunakan para terdakwa untuk melakukan penangkaapan ikan merupakan
alat tangkap yang tidak direkomendasikan oleh Menteri kelautan dan perikanan
yang diatur dalam Pasal 45 ayat (4) KUHAP diatas yang merupakan benda yang
sifatnya dilarang atau terlarang, dalam putusannya akan dirampas untuk
dimusnahkan atau untuk kepentingan negara.
Sesuai dengan putususan pengadilan yang ada, alat tangkap yang
digunakan para terdakwa untuk melakukan penangkapan ikan dalam kedua
kasus diatas dirampas untuk dimusnahkan.
Pengembalian benda sitaan kepada yang paling berhak berdasarkan
Putusan Pengadilan, menurut Pasal 46 ayat (2) KUHAP mengatakan:
Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan
penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka
yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut
45
putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk
dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat
dipergunakan lagi atau, jika benda tersebut masih diperlukan
sebagai barang bukti dalam perkara lain.
Untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan korporasinya maka
barang bukti kapal yang digunakan untuk melakukan kejahatan pencurian ikan
laut dapat ditenggelamkan atau dimusnahkan. Bukan hanya melanggar batas
wilayah, setiap kapal ilegal yang tertangkap juga melakukan penangkapan ikan
tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dari pemerintah Indonesia dan
menggunakan alat tangkap terlarang, seperti pukat harimau (trawl).
Penenggelaman kapal mengacu pada Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2015 tentang barang bukti kapal dalam perkara pidana pidana
perikanan:
a. Bahwa terhadap Pasal 69 ayat (4) Undang-undang Nomor 45 Tahun
2009 dalam melaksanakan fungsinya, penyidik dan/atau pengawas
perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran
dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing
berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Terhadap penggunaaan
Pasal 69 ayat (4) ini, Ketua Pengadilan Negeri tidak mempunyai
kewenangan untuk memberikan persetujuan.
b. Bahwa kapal yang terlibat kejahatan pencurian ikan di laut yang
telah disita oleh penyidik secara sah menurut hukum dan dijadikan
barang bukti maka apabila hendak dimusnahkan atau dilelang,
46
penyidik harus meminta persetujuan Ketua Pengadilan Negeri
setempat Pasal 76A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan jo. Pasal 38, Pasal 45 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP).
c. Apabila perkara telah dilimpahkan ke Pengadilan Tingkat Pertama,
Banding dan Kasasi maka persetujuan pemusnahan diterbitkan oleh
Ketua yang bersangkutan, namun apabila perkara telah dilimpahkan
kepada Majelis, maka persetujuan pemusnahan diterbitkan oleh
Majelis Hakim yang bersangkutan.
Berdasarkan surat edaran dari Mahkamah Agung diatas barang bukti
yang digunakan para terdakwa berupa kapal yang digunakan untuk melakukan
tindak pidana seharusnya dirampas untuk dimusnahkan. Karena sudah
melanggar peraturan yang sudah ditetapkan pada Pasal 69 ayat (4) Undang-
undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan.
Ada perbedaan dalam menganalisis barang bukti kapal yang
digunakan Para Terdakwa dalam melakukan tindak pidana, seperti pada kasus
ke-1 kapal KM Cahaya 01 merk Fuso yang hanya dimiliki terdakwa Hayat Bin
M. Ali HR untuk mencari nafkah untuk kehidupan keluarga terdakwa. Dalam
putusannya barang bukti kapal tersebut di kembalikanan dengan alasan
kemanusiaan karena terdakwa merupakan tulang punggung dari keluarganya,
dan bila dirampas kapal milik terdakwa tidak ada kesempatan lagi bagi
terdakwa kelak setelah selesai menjalani pidananya untuk memperbaiki
47
kesalahannya dan terlebih lagi akan menyebabkan anak-anak dan istrinya
menjadi terlantar.
Sedangkan kasus ke-2 kapal KM Sino 26 dari terdakwa Chen
Xiangqi dan Fadlan Latukau yang merupakan perkerja atau pegawai dari
Perusahaan PT. Sino Indonesia Shundilia Fishing. Dalam putusan mengenai
kapal yang digunakan para terdakwa dirampas untuk dimusnahkan. Karena jika
tidak dirampas maka tidak tercapai suatu keadilan dalam bermasyarakat. Juga
dalam kasus ini kapal milik dari PT. Sino Indonesia Shundilia Fishing tidak
hanya satu kapal, dan tidak akan membuat perusahaan tersebut akan mati. Dan
juga agar memberikan efek jera kepada perusahaan tersebut untuk tidak
menjalankan kapal tanpa melengkapi dokumen kapal berupa Surat Izin
Penangkapan ikan yang sudah dicabut.