Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF filepengertian tentang stoikiometri dan karakteristiknya. Di...
Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF filepengertian tentang stoikiometri dan karakteristiknya. Di...
7
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Stoikiometri dan Karakteristiknya
Pertanyaan yang mengawali gagasan penelitian ini adalah, “Apa itu stoikiometri
dan mengapa penting?” Pertanyaan lainnya muncul berdasarkan pengalaman di
lapangan yaitu, “Mengapa stoikiometri dianggap sulit oleh kebanyakan siswa?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan studi pustaka terhadap
beberapa jurnal dan laporan penelitian dari berbagai tempat, sehingga diperoleh
pengertian tentang stoikiometri dan karakteristiknya. Di antara karakteristik
stoikiometri tersebut adalah topik stoikiometri mengandung banyak konsep
penting, konsep-konsep tersebut cukup mendasar untuk mendukung pemahaman
konsep lain. Selain itu, keterkaitan antar konsep dalam topik stoikiometri cukup
rumit dan sulit dipahami oleh siswa, serta menimbulkan banyak miskonsepsi.
Secara lebih lengkap pengertian dan karakteristik stoikiometri diuraikan di bawah
ini.
II.1.1 Pengertian Stoikiometri
Stoikiometri (stoy-kee-ah-meh-tree) berasal dari bahasa Greek stoicheion yang
berarti unsur dan metron yang berarti pengukuran. Bidang bahasan stoikiometri
menyangkut studi kuantitatif atau pengukuran, yang berhubungan dengan
banyaknya unsur dalam senyawa (dalam beberapa pustaka disebut stoikiometri
komposisi) dan banyaknya zat dalam reaksi kimia (stoikiometri reaksi). Secara
sederhana, stoikiometri merujuk pada perbandingan unsur dalam molekul dan
perbandingan zat dalam reaksi-reaksi kimia.15,16
Pada stoikiometri komposisi terdapat istilah kesetaraan stoikiometri. Kesetaraan
stoikiometri dari dua jenis unsur dalam suatu rumus kimia adalah perbandingan
mol dari unsur-unsur tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam rumus
kimianya.16
8
Stoikiometri reaksi mencakup semua tahap penting dalam perhitungan yang
menggunakan persamaan kimia setara. Perhitungan tersebut dilakukan untuk
meramalkan hubungan antara jumlah pereaksi dan hasil reaksi dalam suatu reaksi
kimia.17 Penerapan konsep stoikiometri yang paling umum dilakukan di
laboratorium adalah ketika harus menghubungkan massa pereaksi yang
diperlukan dengan massa produk yang diinginkan.16
Secara umum, terdapat tiga tahap dalam perhitungan stoikiometri reaksi, yaitu:
(a) Mencari pereaksi atau hasil reaksi yang diketahui massanya dalam cuplikan
dan rumus kimianya. Menggunakan berat molekul zat tersebut untuk
mengubah gram cuplikan menjadi mol. Tahap ini adalah suatu perhitungan
yang secara langsung mengubah massa menjadi mol.
(b) Menggunakan angka koefisien dalam persamaan reaksi setara untuk
membuat perbandingan mol yang dapat mengubah mol zat tersebut menjadi
mol suatu zat lainnya dalam reaksi tersebut.
(c) Menggunakan berat molekul dari zat lain itu untuk mengubah mol zat
tersebut menjadi gram. Seperti pada tahap pertama, ini adalah perhitungan
massa zat dari molnya. Di sini digunakan stoikiometri dari persamaan
kimia.17
Untuk sampai pada tahap perhitungan stoikiometri reaksi maka ada satu tahap
penting yang terpadu dengan perhitungan tersebut yaitu penyetaraan persamaan
kimia. Meskipun tidak ada satu cara yang pasti dalam penyetaraan persamaan
kimia, tapi secara umum langkah-langkahnya bisa dirumuskan sebagai berikut :
(a) Mengidentifikasikan semua pereaksi dan hasil reaksi kemudian menuliskan
rumus molekul yang benar, masing-masing pada sisi kiri dan kanan
persamaan
(b) Menyetarakan persamaan tersebut dengan mencoba berbagai koefisien tetapi
tidak mengubah angka subskrip.
9
(c) Penyetaraan bisa diawali dari unsur yang hanya muncul sekali di kedua sisi
persamaan, baru kemudian menyetarakan juga unsur yang muncul lebih dari
sekali.
(d) Memeriksa ulang hasil penyetaraan untuk memastikan jenis dan jumlah unsur
sebelum reaksi sama dengan sesudah reaksi.
II.1.2 Konsep-Konsep dalam Stoikiometri
Secara umum, topik stoikiometri didominasi oleh konsep mol.16 Menurut tinjauan
tiga dunia dalam kimia (dunia makroskopik, dunia atom, dan dunia lambang),
konsep mol merupakan jembatan kimia antara dunia makroskopik dan dunia
atom. Dalam hal ini dunia makroskopik menyangkut pengukuran massa zat dalam
satuan gram, sedangkan dunia atom menyangkut jumlah partikel dalam mol
tertentu.17
Secara lebih lengkap berikut ini diuraikan konsep-konsep atau prinsip penting
dalam topik stoikiometri dan pengertiannya :
Massa atom Karena kecilnya ukuran atom maka tidak bisa diukur
massa mutlak (massa sebenarnya) dari satu buah atom
tunggal, yang dapat diukur adalah massa relatif suatu
atom terhadap massa atom lainnya. Jadi yang
dimaksud dengan massa atom adalah massa atom
relatif, yaitu massa satu buah atom dalam satuan sma
(satuan massa atom) yang menggunakan atom karbon-
12 sebagai standar.
Massa atom rata-rata
(berat atom)
Massa suatu atom merupakan hasil rata-rata yang
dihitung berdasarkan kelimpahan alami isotop-isotopnya.
Harga berat atom inilah yang biasanya dicantumkan
dalam tabel periodik unsur.
Satuan massa atom Satuan massa untuk atom yang menggunakan atom
karbon-12 sebagai standar, sehingga 1 sma didefinisikan
10
(sma) sebagai suatu massa yang besarnya tepat sama dengan
seperduabelas massa dari satu atom karbon-12.
Massa molekul (berat
molekul)
Jumlah dari massa atom-atom dalam suatu molekul
menggunakan satuan sma.
Mol berasal dari bahasa Latin mole yang berarti "sebuah
tumpukan besar". Mol didefinisikan sebagai satuan
jumlah zat di mana satu mol suatu zat mengandung
jumlah partikel unsur yang sama dengan jumlah atom
dalam 12,000... gram isotop C-12.
Bilangan Avogadro Bilangan sebesar 6,02 x 1023 yang diperoleh melalui
percobaan dan menunjukkan jumlah atom sebenarnya
dalam 12,000 gram atom karbon-12. Selanjutnya 1 mol
zat apa saja dinyatakan memiliki jumlah partikel (atom,
molekul, ion) sebanyak bilangan Avogadro tersebut.
Massa molar unsur Massa satu mol unsur yang nilainya sama dengan berat
atomnya menggunakan satuan gram.
Massa molar molekul Jumlah dari massa molar atom-atom penyusunnya.
Rumus kimia Rumus kimia dari suatu senyawa menyatakan komposisi
unsur-unsur penyusun senyawa tersebut. Angka subskrip
dalam rumus kimia menunjukkan jumlah atom penyusun
dalam molekul senyawa. Jika tanpa subskrip maka
nilainya dianggap satu.
Rumus empiris (rumus
perbandingan)
Rumus yang menyatakan jenis dan perbandingan paling
sederhana dari atom-atom penyusun senyawa.
Rumus molekul Rumus molekul adalah rumus yang menunjukkan jenis
dan jumlah atom sebenarnya dalam satu molekul suatu
senyawa.
11
Kesetaraan
stoikiometri
Kesetaraan stoikiometri dari dua jenis unsur dalam suatu
rumus kimia adalah perbandingan mol dari unsur-unsur
tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam rumus.
Persamaan kimia Pernyataan yang menggambarkan suatu reaksi kimia.
Rumus pereaksi ditulis di sisi kiri persamaan dan rumus
hasil reaksi ditulis sebelah kanan. Sebagai ganti dari
tanda sama dengan maka pereaksi dan hasil reaksi
dihubungkan oleh tanda panah.
Perbandingan mol Perbandingan mol dalam persamaan kimia menyatakan
perbandingan jumlah mol zat-zat yang terlibat dalam
reaksi tersebut, nilainya sesuai dengan koefisien reaksi.
Koefisien reaksi Angka di depan rumus kimia dari suatu zat (biasanya
terdapat pada persamaan kimia) yang menunjukkan
jumlah molekul atau mol zat tersebut.
Pereaksi pembatas Pereaksi yang jumlahnya menjadi pembatas atas jumlah
hasil reaksi yang terbentuk atau pereaksi yang bereaksi
seluruhnya pada suatu reaksi kimia.
Pereaksi berlebih Pereaksi yang bersisa atau tidak bereaksi seluruhnya
pada suatu reaksi kimia.
Hasil teoritis Jumlah zat yang dihasilkan dari suatu reaksi kimia
berdasarkan perhitungan stoikiometri secara teoritis.
Persen hasil Hasil sebenarnya yang dihitung sebagai persentase dari
hasil perhitungan stoikiometri.16,17,18
II.1.3 Stoikiometri: Konsep yang Mendasar
Stoikiometri merupakan konsep yang sangat mendasar, pokok (central), dan
cenderung abstrak dalam ilmu kimia. Konsepnya cukup penting untuk memahami
aspek kualitatif dan kuantitatif suatu reaksi, sehingga menjadi dasar untuk
12
menyelesaikan banyak permasalahan dalam kimia. Pengetahuan konsep yang
tidak memadai dan tidak tepat (inadequate and incorrect) akan menghalangi
penyelesaian masalah dalam konsep-konsep kimia lainnya.19
Hasil penelitian berikut menunjukkan betapa pentingnya penguasaan konsep
stoikiometri untuk dapat memahami reaksi kesetimbangan. Pertama, hanya siswa
yang menguasai konsep tentang angka subskrip dan koefisien yang bisa
menuliskan persamaan reaksi kesetimbangan secara benar. Setelah bisa
menuliskan persamaan reaksi kesetimbangan secara benar dengan menerapkan
konsep angka subskrip dan koefisien yang tepat, barulah siswa dapat melakukan
perhitungan stoikiometri sederhana untuk mengubah massa menjadi mol dengan
melibatkan berat atom. Tahap berikutnya adalah menerapkan konsep
perbandingan mol dalam persamaan reaksi kesetimbangan. Kesimpulannya,
konsep-konsep stoikiometri seperti angka subskrip dan koefisien, pengubahan
gram menjadi mol, serta perbandingan mol zat dalam reaksi, sangat penting dan
mendasar untuk memahami konsep persamaan kesetimbangan.1
Sejalan dengan penelitian di atas, pentingnya stoikiometri untuk memahami
konsep kesetimbangan kimia ditunjukkan pula oleh hasil penelitian di tempat lain
bahwa keberhasilan dalam penyelesaian masalah stoikiometri, serta pemahaman
dan penggunaan perbandingan koefisien stoikiometri secara benar, akan
berpengaruh terhadap keberhasilan menuliskan persamaan kesetimbangan secara
benar pula. Hal ini pada akhirnya dapat berpengaruh pada penyelesaian masalah
persamaan kesetimbangan.4
Kekeliruan yang seringkali menyebabkan gagalnya penyelesaian masalah
kesetimbangan kimia adalah kekeliruan dalam menerapkan stoikiometri reaksi
yaitu konsep perbandingan mol. Seringkali siswa menerapkan konsep
perbandingan mol hanya pada pereaksi saja.4
Selain untuk konsep reaksi kesetimbangan, pemahaman konsep dasar stoikiometri
yang berkaitan dengan perhitungan matematika terbukti dapat meningkatkan
13
kemampuan menyelesaikan masalah dalam kimia larutan, khususnya tentang
pereaksi pembatas.2 Untuk dapat menentukan keadaan akhir dari suatu reaksi
maka siswa harus menguasai konsep massa, mol, atau massa molar dari data
pereaksi yang diberikan. Dengan mengolah data awal pereaksi melalui
perhitungan stoikiometri yang tepat maka dapat ditentukan zat yang menjadi
pereaksi pembatas, selanjutnya dapat ditentukan pula keadaan akhir reaksi.4
Selain konsep kesetimbangan kimia dan kimia larutan (pereaksi pembatas),
banyak pula konsep kimia lain seperti termokimia dan kinetika reaksi yang
menggunakan stoikiometri sebagai pendukung. Bahkan bukan hanya mendasari
konsep-konsep lain dalam kimia, tetapi stoikiometri juga mendasari perhitungan
lintas disiplin ilmu.
II.1.4 Kerumitan Stoikiometri
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan strategi pemecahan
masalah (problem solving strategies) dalam stoikiometri. Misalnya
pengembangan soal stoikiometri bentuk pilihan ganda yang digunakan untuk
mengidentifikasi cara-cara siswa dalam pemecahan masalah. Atau penelitian lain
yang menggunakan bentuk wawancara untuk mempelajari cara-cara alamiah yang
dilakukan para mahasiswa ketika menyelesaikan masalah stoikiometri tentang
massa, mol, volume, dan persamaan kesetimbangan.19
Penelitian lain merujuk pada keterpaduan tiga aspek yaitu pemahaman konsep
stoikiometri, model pembelajaran, dan cara penyelesaian masalah. Pengumpulan
data dilakukan dengan dua cara yaitu melalui tes tertulis dan wawancara,
keduanya digunakan untuk menggambarkan dan mengelompokkan cara-cara
penyelesaian masalah yang dilakukan oleh siswa dalam topik stoikiometri
tersebut. Penelitian dilakukan dengan asumsi bahwa kombinasi dari dua macam
metode pengumpulan data dapat memberikan gambaran yang lebih valid tentang
cara-cara penyelesaian masalah, untuk kemudian diteliti mana cara-cara yang
benar dan mana yang tidak benar. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk
14
memperoleh gambaran dan mengelompokkan cara-cara penyelesaian masalah
dalam topik stoikiometri, lalu membandingkannya dengan cara-cara penyelesaian
masalah yang dilakukan siswa dengan model pembelajaran yang berbeda dan
tingkat pemahaman konsep yang berbeda.19
Penelitian-penelitian di atas menunjukkan betapa pentingnya memperoleh cara-
cara yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan stoikiometri. Banyaknya
penelitian seperti itu dapat menjadi indikasi bahwa topik stoikiometri dianggap
sebagai topik yang cukup rumit.
Pada konsep tentang jumlah zat-zat dalam reaksi kimia, kerumitan pertama adalah
konsep perbandingan zat. Setelah konsep perbandingan zat dipahami, seringkali
muncul permasalahan lain mengenai data tentang jumlah zat yang diberikan,
umumnya data massa atau volume zat. Siswa harus paham bahwa perhitungan
jumlah zat harus mengikuti konsep mol sebab perbandingan zat-zat dalam reaksi
kimia adalah perbandingan mol, kecuali dalam reaksi homogen gas bisa juga
dalam bentuk perbandingan volume.
Kenyataannya, bukan hanya para siswa sekolah menengah saja yang mengalami
kesulitan dengan konsep perbandingan mol ini, bahkan mahasiswa tingkat awal
pun seringkali memiliki banyak kesulitan dalam penyelesaian masalah. Hal
tersebut disebabkan oleh data jumlah zat yang berbeda-beda seperti konsentrasi,
massa atau volume. Mereka seringkali gagal dalam menentukan hubungan antara
variabel yang berbeda, misalnya hubungan antara mol dengan massa, volume,
konsentrasi, massa molar, dan lain-lain.4
Beberapa metode telah ditawarkan untuk mengatasi kerumitan konsep dan
hubungan antara mol, massa, massa molar, volume, dan jumlah atom. Salah
satunya melalui metode analogi kota mol, konsep-konsep penting dalam topik
stoikiometri dianalogikan sebagai nama-nama jalan di kota mol, sedangkan
konsep mol menjadi jalan penghubung antara konsep-konsep lainnya.5 Metode
lainnya adalah dengan pengembangan Stepped Supporting Tools (SST).
15
Pengembangan SST tersebut didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukan pada
4181 orang siswa di Jerman yang melakukan cara penyelesaian masalah
stoikiometri tanpa perhitungan aritmetika dan tanpa kalkulator. Secara umum ada
tiga macam cara yang dilakukan oleh siswa, yaitu :
(a) Menggunakan perhitungan terpisah tentang jumlah zat (metode mol).
(b) Menghindari perhitungan terpisah tentang jumlah zat dan lebih memilih
penggunaan perbandingan massa molar (metode perbandingan).
(c) Menggunakan penjelasan logika secara murni (metode logika).6
Kerumitan konsep stoikiometri tersebut bukan hanya disebabkan oleh banyaknya
konsep yang harus dipahami dalam topik stoikiometri itu sendiri, tetapi juga
karena penerapannya seringkali harus dipadukan dengan berbagai konsep kimia
lainnya.2
II.1.5 Miskonsepsi dalam Stoikiometri
Miskonsepsi yang seringkali dimiliki oleh siswa dalam ilmu kimia adalah tentang
reaksi kimia dan stoikiometri. Pengalaman guru-guru di lapangan menunjukkan
adanya miskonsepsi di kalangan siswa bahwa zat-zat selalu bereaksi dalam
perbandingan mol 1 : 1. Seiring dengan miskonsepsi tentang perbandingan mol,
terjadi juga miskonsepsi tentang perbandingan massa. Seringkali siswa
beranggapan bahwa zat-zat selalu bereaksi dalam perbandingan massa yang sama,
misalnya 100 gram HCl akan bereaksi dengan 100 gram CaO menghasilkan 100
gram H2O dan 100 gram CaCl2. Miskonsepsi lain tentang mol suatu zat, bahwa
satu mol zat apa saja selalu mengandung 6,02 x 1023 atom, padahal buktinya 1
mol Cl2 mengandung 2 mol atom Cl.15
Serangkaian penelitian lain telah dilakukan untuk menelaah miskonsepsi yang
terjadi pada konsep pereaksi pembatas yang terdapat dalam topik stoikiometri.
Pada penelitian pertama terhadap siswa kelas 10 di Perancis telah dilakukan
serangkaian proses pengajaran tentang reaksi antara dua jenis larutan, natrium
hidroksida dan tembaga sulfat. Selama proses pengajaran tersebut, siswa diberi
16
pertanyaan dan kemudian jawabannya dianalisis. Hasilnya 88% siswa berpikir
bahwa pada akhir reaksi tidak akan ditemukan ion tembaga ataupun ion
hidroksida. Menurut para siswa tersebut, semua ion habis bereaksi. Mereka tidak
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kelebihan pereaksi dalam reaksi
seperti itu.4
Penelitian lain tentang konsep pereaksi pembatas pada reaksi antara kapur dan
larutan asam klorida, dilakukan pengumpulan data menggunakan angket. Pada
penelitian tersebut ditemukan miskonsepsi pada 68% siswa kelas 10 yang
mengatakan bahwa reaksi tersebut akan berhenti ketika tidak ada lagi kapur
tersisa, berapa pun jumlah kapur dan larutan asam klorida yang direaksikan.4
Penelitian berikutnya yang dilakukan terhadap mahasiswa tingkat awal diperoleh
data bahwa mahasiswa tersebut sudah bisa diarahkan untuk menggunakan
perbandingan yang sama (1:1) antara jumlah zat-zat pereaksi, apapun hasil
reaksinya. Di sini terlihat bahwa mahasiswa tersebut telah dapat menerapkan
konsep tentang perbandingan zat-zat pereaksi, tetapi mereka tidak dapat
mengembangkan konsep tersebut untuk perbandingan lainnya selain perbandingan
yang sama (1:1). Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam
menggunakan perbandingan yang lain atau mungkin juga disebabkan oleh
kekeliruan pada konsep awal yang telah mereka miliki sebelumnya tentang reaksi
kimia.4
Ada pula miskonsepsi lain pada konsep pereaksi pembatas yang polanya
sistematis. Sebagian siswa menyatakan bahwa pereaksi pembatas adalah senyawa
yang mempunyai koefisien stoikiometri terkecil pada persamaan kesetimbangan.
Siswa lainnya menganggap bahwa pereaksi pembatas adalah zat yang jumlahnya
paling sedikit. Bahkan ada siswa yang menulis, “pereaksi pembatas = jumlah mol
terkecil”.4
Dari rangkaian penelitian yang telah dilakukan, secara umum miskonsepsi dalam
stoikiometri meliputi hal-hal berikut :
17
(a) Menyamakan perbandingan massa atom dalam molekul dengan perbandingan
jumlah atom-atomnya, dan menyamakan perbandingan massa dengan
perbandingan massa molar.
(b) Menghitung massa molar dari zat yang diberikan dengan menjumlahkan
massa atom-atomnya lalu mengalikan atau membagi jumlah tersebut dengan
angka koefisien zat dalam persamaan kimia, atau bahkan sama sekali tidak
memahami makna dari koefisien reaksi.
(c) Bingung oleh konsep kekekalan atom (dan bukan kekekalan molekul) atau
sama sekali tidak memperhitungkan kekekalan atom dan kekekalan massa.
(d) Tidak dapat menentukan pereaksi pembatas dalam soal yang diberikan,
ketika suatu zat ditambahkan secara berlebih.
(e) Bingung atau tidak tahu definisi dari stoikiometri entitas (atom, molekul, ion)
dan tidak mengetahui hubungan stoikiometri antara entitas tersebut secara
umum.6
II.1.6 Stoikiometri dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari, konsep-konsep stoikiometri penting untuk dipahami
karena beberapa alasan, di antaranya adalah untuk :
(a) Memahami berapa banyak energi yang dihasilkan dari suatu proses kimia.
Berdasarkan perhitungan stoikiometri dapat ditentukan bahwa suatu proses
kimia tertentu lebih efisien dibanding proses kimia lainnya.
(b) Memahami bagaimana tubuh manusia memproses makanan. Dengan
stoikiometri dapat diketahui jenis makanan tertentu lebih efisien dalam
kandungan nutrisi dan energinya dibanding jenis makanan yang lain
didasarkan pada komposisi kimianya.
(c) Konsep stoikiometri memiliki peranan penting untuk disiplin ilmu yang lain.
Sebagai contoh, dalam biologi pengetahuan stoikiometri diperlukan untuk
memahami aspek kuantitatif pengubahan glukosa menjadi ATP sebagai
sumber energi.15
18
Intinya, dengan memahami prinsip-prinsip dan konsep dalam stoikiometri akan
memberi manfaat terhadap wawasan pengetahuan kita untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh sederhana, dengan memperhatikan prinsip
stoikiometri yaitu perhitungan aspek kuantitatif dari suatu sistem pembakaran
maka kita dapat menentukan jenis sistem pembakaran yang lebih efisien untuk
digunakan di rumah. Contoh lain, ketika berhembus kabar tentang pencemaran
alam (polusi udara, air, atau tanah) maka kita bisa langsung mengetahui
penyebabnya dan meramalkan langkah-langkah penyelesaiannya melalui
penambahan atau pengurangan suatu zat. Dalam skala yang lebih sederhana, kita
bisa memahami mengapa kita harus berpegang pada suatu resep masakan yang
mencantumkan komposisi bahan-bahan dengan tepat jika ingin mendapatkan hasil
yang baik dan memuaskan.15
II.2 Dasar Teori Hiperteks
Perkembangan teknologi komputer memberi manfaat besar terhadap kemajuan di
berbagai sektor kehidupan, salah satunya untuk sektor pendidikan. Perkembangan
sistem pembelajaran berbasis Web, yang merupakan salah satu bentuk
perkembangan teknologi komputer, yang dapat diakses oleh siswa, mahasiswa,
guru, dosen, atau pun berbagai kalangan lain, membuat arus informasi
berlangsung tanpa hambatan ruang dan waktu. Satu hal yang harus terus
diupayakan oleh kalangan akademisi dalam pemanfaatan teknologi komputer
adalah membuat sistem pembelajaran tidak hanya berupa proses alih informasi
tetapi harus tetap memperhatikan peranan dari struktur ilmunya. Salah satu contoh
adalah media pembelajaran hiperteks.
II.2.1 Pengertian Hiperteks
Hiperteks adalah suatu teks non-linear yang bagian-bagiannya dihubungkan
sebagai percabangan dari suatu jaringan. Hiperteks dengan bentuk percabangan
tersebut dibuat untuk memberikan pilihan navigasi yang luas saat dibaca pada
layar interaktif. Walaupun pada perkembangannya istilah hiperteks mengalami
19
perubahan yang cukup beragam menurut format penulisan dan pengguna, tetapi
konsep intinya adalah pada simpul (nodes) dan tautan (link) yang tersaji pada
layar komputer.20
Simpul adalah satuan teks tersendiri dalam dokumen hiperteks. Suatu simpul
memiliki tautan ke simpul yang lain. Sebuah teks tidak dapat diklasifikasikan
sebagai simpul bila teks tersebut tidak ditempatkan dalam hubungannya dengan
dokumen-dokumen lain yang mungkin sudah memiliki tautan ke unsur-unsur lain
dalam suatu sistem hiperteks.21
Tautan adalah acuan dari satu titik dalam dokumen hiperteks ke beberapa titik
dalam dokumen lain ataupun dalam tempat lain pada dokumen yang sama.
Tautan menghubungkan dua simpul, dengan kata lain tautan menghubungkan
antara simpul asal ke simpul tujuan.21
Teks konvensional, baik dalam bentuk cetakan buku atau file komputer, bersifat
berurutan (sekuensial). Ini berarti hanya ada satu urutan linear yang menentukan
darimana teks harus dibaca. Sedangkan hiperteks bersifat non-sekuensial atau
non-linear karena diproses dengan program komputer yang sistem operasinya
berdasarkan pemanggilan acak (random access). Pembaca tidak harus mengikuti
urutan pembacaan yang tetap.
Cara pembaca memilih urutan tautan yang diinginkannya adalah unik. Jika simpul
ibarat informasi mentah maka yang membuatnya menjadi berarti bagi pembaca
adalah tautan yang dibangun oleh pembaca sendiri. Penyajian materi dalam
hiperteks dengan berbagai tautan dan pilihan, memberikan fleksibilitas kepada
pembaca untuk menyusun ulang materi sesuai dengan konteks permasalahan yang
dihadapi.9
Pengertian hiperteks yang sesuai dengan penelitian ini adalah suatu teks non-
linear yang ditampilkan melalui program komputer di mana pembaca
menentukan sendiri navigasi terhadap konten sesuai dengan pemahamannya.
20
Susunan dokumen ditentukan pada waktu dibaca, sehingga pembaca menjadi
penyusun atas bacaannya. Karakteristik inilah yang membuat hiperteks
berpotensi besar untuk mengembangkan kemampuan nalar pembaca melebihi teks
linear.22
Gambaran skematik hiperteks yang disederhanakan dapat dilihat pada Gambar
II.1. Gambar tersebut menunjukkan tidak hanya ada satu kemungkinan urutan
jika satu teks dianggap sebagai teks awal. Selain itu sistem hiperteks juga bisa
berisi lembaran-lembaran teks atau informasi lain, misalnya lambang-lambang,
grafik, angka, tabel, bahkan video klip dan audio yang dihubungkan satu sama
lain sebagai suatu percabangan. Semua itu ditampilkan dalam bentuk hipermedia
atau teks multimedia.23
Gambar II.1 Skema sistem hiperteks.
II.2.2 Hiperteks dan Fleksibilitas Kognitif
Istilah fleksibilitas kognitif digunakan untuk menekankan peranan hiperteks
sebagai media pembelajaran untuk pengetahuan-pengetahuan yang rumit. Tidak
seperti konsep sederhana yang dapat langsung dipanggil dan diterapkan, konsep
21
rumit ditandai oleh keharusan membangun pengetahuan terlebih dahulu dan
penerapannya disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi. Pengembangan
keterampilan intelektualitas seperti ini sejalan dengan sistem pemanggilan acak
dari hiperteks.12
Fleksibilitas kognitif dapat diartikan sebagai “…kemampuan merepresentasikan
pengetahuan tentang konsep yang berbeda menurut tinjauan kasus, dengan cara
merangkai pengetahuan untuk digunakan dalam menangani permasalahan pada
situasi tertentu.”10 Dengan kata lain fleksibilitas kognitif adalah kemampuan
menyusun ulang pengetahuan agar sesuai dengan konteksnya, baik dalam konteks
terapan maupun lintas terapan.24
Tujuan utama dari fleksibilitas kognitif adalah untuk mendapatkan pengetahuan
tingkat lanjut pada materi yang bersifat rumit dan penerapannya tidak memiliki
pola keteraturan tertentu untuk setiap kasus (across-case irregularity). Kedua
karakteristik pengetahuan tersebut mencerminkan sifat struktur rumit (ill-
structured) suatu pengetahuan. Fungsi fleksibilitas kognitif dapat diwujudkan
melalui cara merepresentasikan pengetahuan dan cara mengoperasikan
representasi mental. Untuk konsep dengan struktur rumit, representasi mental
memerlukan beragam penjelasan, pemisalan, dan analisis sehingga bersifat lebih
terbuka.10
Suatu ilustrasi yang dapat menggambarkan proses pengembangan pengetahuan
rumit adalah pola lansekap saling-silang (criss-crossing landscape). Seperti pada
atlas, untuk mencapai suatu tempat tujuan dapat dilakukan dari berbagai jalan
tergantung konteksnya. Topik yang rumit digambarkan sebagai suatu lansekap,
konsep-konsep disketsakan sebagai bagian dari lansekap tersebut. Antar konsep
dalam lansekap harus memiliki sifat saling-silang yang dapat ditelusuri dari
berbagai arah. Dengan demikian, sketsa yang sama dari contoh kasus yang
spesifik dapat muncul kembali pada konteks yang berbeda dan dianalisis
menggunakan sudut pandang yang berbeda pula.10
22
Dengan mengadopsi sistem lansekap saling-silang untuk konsep rumit, maka
sistem pembelajaran harus menyediakan bahan ajar yang dapat menyalurkan
proses penggalian pengetahuan menurut beragam sudut pandang. Penerapannya
dilakukan dengan cara menghubungkan struktur pengetahuan ke dalam bentuk
jaring-jaring konsep.
Perwujudan lansekap saling-silang dalam pengembangan fleksibilitas kognitif
adalah suatu bentuk representasi struktur pengetahuan yang luwes. Hal ini tidak
dapat diwadahi oleh teknologi konvensional seperti buku teks. Dengan demikian,
pandangan tentang fleksibilitas kognitif ini menjadi landasan utama penerapan
teknologi hiperteks dalam pembelajaran pengetahuan lanjut.10
II.2.3 Struktur Hiperteks
Tugas membangun pengetahuan yang akan diungkapkan oleh hiperteks terbagi
dalam dua konteks yang berbeda, yaitu tugas menulis dan tugas membaca
hiperteks. Fenomena yang menjadi dasar pemikiran adalah proses membangun
pengetahuan yang ditandai oleh suatu efek percepatan.
Jigsaw Puzzle, permainan edukatif membangun gambar tertentu dari potongan-
potongan kecilnya, dapat dianalogikan sebagai upaya membangun pengetahuan.
Untuk melihat bagaimana pengetahuan dibangun, maka gambar yang akan
dibangun (berupa rumah atau pohon dll.) tidak diperlihatkan. Pada awal dari
upaya ini, penyatuan potongan-potongan didasarkan pada bentuk tepi potongan
dengan risiko usaha tersebut berlangsung lambat. Tetapi setelah penyatuan
potongan-potongan tersebut mulai menampakkan bagian tertentu dari suatu
gambar yang sudah dikenal, maka aturan penyatuan tidak lagi hanya berdasarkan
pada bentuk tepi. Pada saat itu terjadi efek percepatan.
Fenomena di atas menunjukkan peranan penting dari struktur hiperteks bagi
penulis ataupun pembaca. Upaya penyusunan struktur makro merupakan suatu
tawaran yang jika dimanfaatkan dapat memberikan efek percepatan dalam usaha
23
memahami kandungan hiperteks. Pembagian struktur makro hiperteks ke dalam
lapis-lapis pengetahuan sejalan dengan keperluan navigasi pembaca, apakah
hanya membaca sepintas (scanning) topik-topik besar, melacak (browsing)
informasi tertentu, ataupun menguji (querying) suatu argumentasi.24
Kajian pola struktur hiperteks awalnya difokuskan pada penggunaan tautan dan
kekuatan tautan dalam memfasilitasi akses informasi. Kajian ini menghasilkan
konsep free and knowing navigation untuk memberdayakan pembaca. Tetapi
munculnya perkembangbiakan tautan dalam jaringan yang rumit dapat
mengurangi sifat dapat dimengerti (intelligible) dari hiperteks. Oleh karena itu
muncul pandangan untuk menentukan peranan setiap tautan atau malah
menghindari banyak tautan sedapat mungkin.24
Pada awal pengembangan perangkat penulisan hiperteks, permasalahan yang
dihadapi adalah struktur untuk navigasi. Yang harus dipertimbangkan oleh
pembuat hiperteks adalah kemungkinan terjadinya disorientasi pada pengguna
dalam suatu jaringan yang memiliki banyak tautan dan simpul. Salah satu struktur
navigasi yang disarankan adalah struktur hierarki yang dapat menjadikan
hiperteks lebih dapat dipahami (comprehensible) bagi pengguna. Oleh karena itu,
penggunaan struktur pohon sebagai penerapan dari struktur hierarki umumnya
lebih banyak digunakan, ditambah dengan tanda pemandu yang terarah (oriented).
Hal ini dapat mengurangi terjadinya disorientasi para pengguna hiperteks dalam
suatu sistem jaringan yang cukup luas.24
II.2.4 Aturan Navigasi Hiperteks
Seperti telah disinggung di bagian depan, berdasarkan tujuan navigasi dari
pengguna hiperteks dalam proses membangun pengetahuannya, terdapat tiga
kategori yaitu :
(a) Membaca sepintas (scanning), yaitu kebutuhan navigasi untuk memenuhi
fungsi kognitif dapat dimengerti (intelligible) di mana informasi dapat dilihat
terpadu dan mempunyai konsistensi internal.
24
(b) Melacak (browsing), yaitu kebutuhan navigasi untuk memenuhi fungsi
kognitif masuk akal (plausible) di mana informasi dapat dilihat sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki.
(c) Menguji (querying), yaitu kebutuhan navigasi untuk memenuhi fungsi
kognitif bermanfaat (fruitful) di mana informasi dapat dilihat bernilai lebih
dari yang sudah dipahami karena ringkas dan bermanfaat.24
Di sisi lain, bentuk navigasi penyusunan hiperteks dihadapkan pada polemik
antara pola swa-navigasi vs navigasi terbatas. Hiperteks dengan swa-navigasi
membiarkan pembaca sepenuhnya menentukan rangkaian simpul-simpul. Pola
swa-navigasi ini kadang dapat membuat pembaca bingung karena banyaknya
simpul dan tautan dalam suatu sistem hiperteks yang cukup besar. Sedangkan
navigasi terbatas kurang memberikan keleluasaan pada pembaca untuk
menentukan tujuan navigasi sesuai dengan proses yang dipilihnya dalam
membangun pengetahuan.25
Gambar II.2 Pola navigasi hiperteks.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka disarankan untuk mengubah
hiperteks swa-navigasi menjadi pola navigasi berstruktur awal (pre-structured),
seperti diilustrasikan pada Gambar II.2. Pola navigasi berstruktur awal diharapkan
mampu meningkatkan fleksibililas kognitif pembaca yang beragam. Keragaman
pembaca bisa ditinjau dari tujuan navigasinya (membaca sepintas, melacak, atau
25
menguji), atau dari latar belakang pengetahuannya (pemula atau pakar), atau bisa
juga kaitan dengan tugasnya dalam membaca (tugas rutin atau tugas meneliti).25
Penerapan pola navigasi berstruktur awal terletak pada fungsi struktur makro
sebagai tautan atau menu dan struktur dalam sebagai simpul atau teks isi.
Struktur makro dari hiperteks ditampilkan sebagai tautan utama secara eksplisit
dan berfungsi sebagai pilihan. Struktur makro tersebut akan menampilkan
struktur dalam yang dipilih.
Rancangan dasar hiperteks pola navigasi berstruktur awal menampilkan
pembagian layar monitor komputer menjadi dua bagian utama, atau diistilahkan
dengan dua jendela seperti terlihat pada Gambar II.3. Bagian kiri atau jendela kiri
menampilkan struktur global dan struktur makro hasil analisis teks yang berperan
sebagai tautan utama (menu). Tautan ini secara navigasi berperan sebagai
tawaran, ketika diklik maka muncul kandungannya yang berperan sebagai simpul
yang berisi teks pada bagian kanan dari monitor.
Gambar II.3 Rancangan dasar hiperteks.
Di dalam simpul mungkin saja terdapat tautan lagi yang konteksnya lebih pada
menjelaskan permasalahan yang dibahas dalam simpul tersebut. Pola ini sejalan
26
dengan pandangan tentang fleksibilitas kognitif yang berkenaan dengan cara-cara
mengatasi kerumitan suatu konsep berdasarkan konteksnya.10
Perwujudan awal dari pandangan teoritis rancangan hiperteks bentuk navigasi
berstruktur awal adalah pengembangan program pengolah teks Hypertext Maker.
Akan tetapi, sejauh ini program tersebut seringkali mengalami berbagai kendala
teknis sehingga memerlukan berbagai perbaikan mendasar secara teknologi.
Selain itu program Hypertext Maker tidak kompatibel untuk ditampilkan dalam
sistem pembelajaran berbasis web.26 Karena itu harus dipilih program pengolah
teks yang memiliki format baku untuk sistem pembelajaran berbasis web, seperti
program eXelearning - Mozilla Firefox.
Karakteristik dari rancangan hiperteks navigasi berstruktur awal memungkinkan
seorang pembuat hiperteks, yang bisa diasumsikan sebagai seorang pakar, dapat
dengan leluasa membangun struktur makronya pada jendela sebelah kiri layar dan
mengembangkannya menjadi hiperteks pada jendela sebelah kanan. Jendela kanan
bisa saja berisi teks bebas yang berupa paparan materi, bisa juga bentuk paparan
interaktif, atau bentuk test interaktif. Contoh penerapannya dapat dilihat pada
Gambar II.4.
27
Gambar II.4 Contoh hiperteks bentuk navigasi berstruktur awal.
II.3 Hiperteks Stoikiometri dalam Pembelajaran Berbasis Web
Inti penting dari hiperteks adalah fungsi simpul dan tautan. Simpul merupakan
satuan-satuan informasi, bisa berupa sebuah artikel, sebuah gambar, atau paparan
teori. Sedangkan tautan adalah jalan yang memungkinkan pembaca pindah dari
satu simpul ke simpul lainnya. Suatu simpul akan menjadi lebih bermakna ketika
dihubungkan dengan simpul yang lain. 20
Penyajian hiperteks dalam berbagai tautan dan pilihan, memberikan fleksibilitas
kepada pembaca untuk menyusun ulang materi sesuai dengan yang diinginkannya.
Pada hiperteks, pembaca bukan hanya sekedar membaca saja akan tetapi sekaligus
menjadi kreator bahan bacaannya. Dengan kata lain, pembaca memperoleh
keleluasaan untuk memilih jalur belajarnya sendiri yang bisa berbeda antara satu
orang dengan lainnya. Karena begitu luas dan banyaknya pilihan dalam hiperteks
maka terbuka peluang-peluang kombinasi dalam menentukan urutan teks.
Pembaca akan mengembangkan pola-pola tertentu dalam pikirannya yang bisa
28
menuntunnya dalam mengambil keputusan ketika menyelesaikan suatu soal yang
cukup rumit.
Instruksi dengan hiperteks membiasakan pembaca melihat keluwesan materi.
Dengan menghubungkan materi kepada berbagai media dan menampilkannya
dalam berbagai bentuk representasi akan memperkaya persepsi pembaca terhadap
materi tersebut. Semakin sering berinteraksi dengan suatu obyek dalam berbagai
situasi yang berbeda maka akan makin lengkap atribut skema kita tentang obyek
tersebut, dan kita makin mampu melihat fleksibilitas dari obyek atau materi yang
bersangkutan.20
II.3.1 Hiperteks Stoikiometri
Salah satu penyebab utama kegagalan pembelajaran lanjut adalah adanya
penyederhanaan berlebih (oversimplification). Salah satu bentuk penyederhanaan
berlebih yang menonjol adalah melihat suatu konsep, fenomena, atau kasus dari
satu sudut pandang saja. Ini jelas akan memiskinkan pemahaman terhadap konsep
dan menyebabkan konsep tersebut hanya terterapkan pada situasi yang terbatas.10
Fenomena tersebut seringkali dijumpai pada topik stoikiometri. Dalam
stoikiometri terdapat konsep, aturan, atau variabel yang beragam. Serangkaian
hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika dihadapkan pada satu permasalahan
yang menawarkan 3 variabel, yaitu massa, massa molar, dan jumlah zat,
kebanyakan responden hanya menggunakan 2 variabel saja secara langsung untuk
menyelesaikan satu permasalahan. Hal ini tentu saja tidak tepat. Seharusnya
sebelum menggunakan perhitungan matematika, yang sederhana sekalipun,
terlebih dahulu harus difahami konsep kimianya. Keterpaduan antara pemahaman
konsep dan penguasaan matematika sangat diperlukan dalam stoikiometri.9
Karena sifat-sifatnya yang kompleks9, mengandung konsep-konsep dasar dan
fundamental bagi konsep lainnya dalam kimia ataupun untuk disiplin ilmu yang
lain1,2,19 dan dianggap sulit7,8 serta menunjukkan banyak miskonsepsi3,4, maka
29
stoikiometri membutuhkan media instruksional yang memberikan banyak peluang
untuk mengembangkan fleksibilitas kognitifnya agar pengetahuan yang sudah
dimiliki menjadi adaptif terhadap permasalahan. Untuk maksud tersebut, maka
hiperteks dapat menjadi media instruksional alternatif untuk menyajikan konsep
stoikiometri.
II.3.2 Pembelajaran Berbasis Web
Pembelajaran berbasis Web adalah suatu sistem pembelajaran yang dibentuk
dalam World Wide Web dimana siswa dan guru dapat menampilkan tugas-tugas
pembelajaran yang saling berhubungan. Pembelajaran berbasis Web tidak
sesederhana mekanisme distribusi informasi kepada siswa, tetapi juga mencakup
pola komunikasi, evaluasi siswa, dan manajemen kelas. Perangkat yang bisa
digunakan berupa aplikasi internet seperti e-mail, Usenet News, forum berbasis
web, dan berbagai aplikasi komputer lainnya.27
Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari sistem pembelajaran berbasis
Web, antara lain :
(a) Menggunakan media komputer (computer mediation).
Segala bentuk informasi dan komunikasi dalam pembelajaran berbasis web
dilakukan melalui media komputer. Hal ini memungkinkan digunakannya
berbagai fasilitas pengolah informasi yang terdapat dalam program komputer
sesuai dengan kebutuhan siswa seperti menyimpan, mencari, atau
mendistribusikan informasi. Fasilitas tersebut dapat menghilangkan kekakuan
(rigidity) dari metode pembelajaran tradisional.
Keuntungan lain dari penggunaan media komputer adalah menyangkut
penyimpanan arsip. Karena setiap file yang diterima siswa umumnya
disimpan, maka dengan sendirinya menjadi arsip. Selain itu bentuk interaksi
dalam mailing list juga diarsipkan dan bisa digunakan dalam pembelajaran
beberapa tahun ke depan dengan sedikit perbaikan bila diperlukan.
30
Sistem evaluasi menjadi lebih efektif dan efisien karena partisipasi siswa
dalam pembelajaran dapat dipantau secara langsung dari jawaban-jawaban
yang dikirimnya. Selain itu, kesulitan yang dihadapi siswa dapat
diidentifikasi secara perorangan.
(b) Keleluasaan geografis (geographic independence).
Siswa dan guru tidak harus berada dalam satu tempat, satu bangunan fisik,
ataupun satu institusi. Keduanya bisa berinteraksi meskipun berada pada
daerah yang berbeda. Seorang siswa, di manapun dia berada, bisa mengakses
pembelajaran dari institusi terbaik yang dia inginkan.
Selain itu ketidakterbatasan geografis juga berarti bahwa materi pembelajaran
dalam sistem berbasis Web bisa mengalami perubahan sewaktu-waktu. Siapa
pun dari berbagai tempat dapat melakukan perbaikan, memberi komentar
atau tanggapan, atas materi tersebut.
(c) Keleluasaan waktu (temporal independence).
Seorang guru dengan banyak siswa tidak perlu bertemu dalam satu waktu
untuk menyampaikan pembelajaran. Mereka memiliki keleluasaan waktu,
tanpa harus takut ketinggalan kelas. Seorang siswa tidak harus bersaing
dengan siswa lain untuk memperoleh waktu belajar dalam jadwal yang
terbatas.
(d) Keleluasaan platform (platform independence).
Sistem pembelajaran berbasis Web dikemas dalam format baku yang bisa
diakses oleh kebanyakan sistem aplikasi komputer yang ada. Kalaupun ada
beberapa jenis perangkat lunak yang harus diakses terlebih dulu oleh siswa,
maka biasanya perangkat lunak tersebut tersedia bebas/gratis yang bisa
diunduh tanpa perlu mengetahui proses pembuatan atau sistem operasinya,
berupa program aplikasi siap pakai.
31
(e) Programnya sederhana, dikenal, dan bermanfaat (a simple, familiar, useful
interface).
Kebanyakan orang segan menggunakan sistem pembelajaran berbasis Web
karena keterbatasannya dalam penguasaan program komputer, padahal sistem
ini umumnya tidak memerlukan keahlian tinggi. Hanya dengan pengenalan
sederhana terhadap sistem tersebut maka siswa bisa ikut berpartisipasi dalam
pembelajaran berbasis Web. Bahkan sekalipun siswa tidak mengenal sistem
tersebut, maka biasanya dicantumkan petunjuk sederhana yang bisa dipelajari
dengan relatif mudah.
(f) Peningkatan komunikasi (increased communication).
Sistem pembelajaran berbasis Web memungkinkan siswa untuk
berkomunikasi satu sama lain secara perorangan atau kelompok, dan
mengirim pertanyaan atau bertanya-jawab dengan gurunya. Umumnya orang
merasa lebih leluasa berbicara melalui sarana elektronik (chatting atau via
email) daripada bicara secara berhadapan langsung.
(g) Peningkatan pengawasan siswa (increased learner control).
Perpaduan antara penggunaan media komputer, serta keleluasaan waktu,
tempat dan platform dapat meningkatkan pengawasan terhadap
perkembangan pengalaman siswa secara perorangan. Hal ini dapat membantu
meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain itu juga siswa dapat memilih
bentuk pembelajaran mana yang lebih sesuai untuk mereka.27
Berdasarkan uraian di atas, baik tentang hiperteks stoikiometri maupun tentang
sistem pembelajaran berbasis Web, maka hiperteks stoikiometri harus dikemas
dalam suatu format baku yang memungkinkan untuk disimpan dalam sistem
pembelajaran berbasis Web. Diharapkan hal ini dapat meningkatkan pemanfaatan
hiperteks tersebut secara lebih luas. Selain itu hiperteks stoikiometri ini
diharapkan terus mengalami perkembangan dan perbaikan seiring berjalannya
waktu.