BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA DASAR TEORIrepository.untag-sby.ac.id/578/3/BAB 2.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA DASAR TEORIrepository.untag-sby.ac.id/578/3/BAB 2.pdf ·...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA DASAR TEORI
2.1. Penelitian Terdahulu
Dasar atau patokan teori-teori atau temuan-temuan sebelumnya melalui hasil
berbagai penelitian terdahulu penting dan dapat digunakan sebagai referensi data
atau pendukung. Data pendukung berupa penelitian terdahulu yang relevan dengan
permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini, menurut peneliti perlu
dijadikan bagian tersendiri. Fokus penelitian terdahulu yang dijadikan patokan atau
dasar adalah terkait dengan penggunaan TPB (Theory of Planned Behavior). Oleh
karena itu dilakukan melakukan kajian terhadap beberapa hasil penelitian
sebelumnya yang berupa tesis ataupun jurnal-jurnal yang ada.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada akan menjadi acuan dalam
membuat indikator yang diturunkan ke dalam butir-butir pertanyaan dalam
kuesioner kemudian disebarkan kepada responden. Penyusunan jurnal penelitian
terdahulu untuk memudahkan pemahaman, penelitian-penelitian tersebut disusun
dalam sebuah tabel berdasarkan tahun penelitian dari yang terdahulu hingga yang
terkini, seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut.
Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
No Tahun Peneliti Variabel Subyek
Penelitian
Metode
Pengukuran
Hasil Temuan /
Kesimpulan
1. 2005 Welbourne,
J., &
Booth-
Butterfield,
S.
TPB
(Theory of
Planned
Behavior)
Pemberian
induksi
keselamatan
oleh para
Pemadam
Para kepala
(chief)
pemadam
kebakaran
sebanyak (n)
781 orang.
Berdasarkan
survey dan
Pengukuran
TPB
Ketiga penentu
dalam TPB
berpengaruh sama
dominan terhadap
lemahnya pemberian,
pengulangan, dan
aksi induksi
keselamatan oleh
para Pemadam yang
dirasa oleh orang-
orang.
8
2. 2008 White, K.
M.,
Robinson,
N. G., et al.
TPB
(Theory of
Planned
Behavior)
Keamanan
terkait
paparan
sinar
matahari
Penduduk
Queensland,
Australia
mayoritas
pelajar dan
pegawai
muda
sejumlah (n)
734 orang.
Berdasarkan
survey dan
pengukuran
TPB selama
kurun waktu 2
minggu
Ketiga penentu
dalam TPB
berpengaruh sama
dominan.
Namun dengan
tingkat variasi
intention (niat)
berubah sekitar 36%
dan behavior
(perilaku) berubah
27%.
3. 2009 Deroche,
T.,
Stephan,
Y.,
Castanier,
C., Brewer,
B. W., &
Le Scanff,
C.
TPB
(Theory of
Planned
Behavior)
Intensi
Penggunaan
Perangkat
Keselamata
n pada
Pemain
Skateboard
Responden
berupa para
pemain
skateboard
sejumlah (n)
181 orang.
Berdasarkan
survey dan
Pengukuran
TPB
Attitudes merupakan
faktor penentu yang
paling berpengaruh
dalam menentukan
intention (niatan)
penggunaan
perangkat
keselamatan pada
para pemain
skateboarding.
4. 2010 Marcil, I.,
Bergeron,
J., &
Audet, T.
TPB
(Theory of
Planned
Behavior)
K3 /
Keamanan
Mengemudi
Pengendara
pria dengan
kriteria
responden
berumur 18-
24 tahun
sejumlah (n)
115 orang.
Berdasarkan
survey dan
Pengukuran
TPB
Perceived
Behavioral Control
mendominasi di
antara 2 faktor
penentu intention
(niat) untuk
mengemudi dalam
keadaan mabuk.
5. 2012 Zhou, R.,
Rau, P.-L.
P., Zhang,
W., &
Zhuang, D.
TPB
(Theory of
Planned
Behavior)
K3 /
Keamanan
Mengemudi
Pengendara
dengan
kriteria
responden
berumur 25-
59 sebanyak
(n) 333
orang.
Berdasarkan
survey dan
Pengukuran
TPB
PBRC (Perceived
Behavioural Risk)
akan resiko yang ada
mendominasi
terhadap intensi
(niat) seorang
pengemudi untuk
menjawab telephone
9
ketika mengemudi
serta pemilihan cara
yang lebih amannya.
6. 2012 Milton, A.
C., &
Mullan, B.
A.
TPB
(Theory of
Planned
Behavior)
Keamanan
Pangan
Penduduk
Amerika
usia dewasa
secara acak
sejumlah (n)
45 orang.
Berdasarkan
observasi dan
pengukuran
TPB selama
kurun waktu 4
minggu
PBC paling dominan
berpengaruh
terhadap keamanan
pangan. PBC
(Perceived
Behavioral Control).
TPB berhasil atau
merupakan metode
yang tepat guna
meningkatkan
perilaku konsumsi
aman panganan.
7. 2012 Palat, B., &
Delhomme,
P.
TPB
(Theory of
Planned
Behavior)
K3 Rambu
Lalu Lintas
Pengendara
di Perancis
secara acak
sejumlah (n)
103 orang.
Dengan
rata-rata
usia 35.6
tahun.
Berdasarkan
survey dan
Pengukuran
TPB
Attitude toward
Behavior (ATB) dan
descriptive norm
(subjective norm)
paling berpengaruh
pada faktor yang
mempengaruhi
pengendara untuk
terus melaju pada
lampu rambu lalu
lintas menyala
kuning.
10
8. 2013 Wang, J., &
Ritchie, B.
W.
TPB
(Theory of
Planned
Behavior)
Perencanaa
n Reaksi
Terkait
Adanya
Krisis oleh
para
Manager
Para
manajer di
bidang
akomodasi
divisi
pariwisata
Australia
sebanyak (n)
386 orang.
Berdasarkan
survey dengan
pengaplikasian
TPB dan
melalui
Pengukuran
SEM.
Intention (niat) untuk
mengambil
perencanaan reaksi
terhadap krisis (crisis
planning) oleh para
manajer sebesar R =
0.51; p < 0.01.
Intention (niatan) ini
besar pengaruhnya di
dapatkan dari 2
faktor penentu utama
yakni attitudes dan
subjectives norm.
Sumber : Penulis
2.2 Critical Review
1. Welbourne, J., & Booth-Butterfield, S. (2005)
Manajemen pengetahuan mengenai persepsi pegawai terkait K3 merupakan
salah satu cara yang digunakan lembaga atau organisasi untuk mempersiapkan
perubahan yang senantiasa terjadi sehingga pegawai dapat mengikuti alur tersebut
guna mengurangi hambatan yang terjadi saat bekerja sehingga mampu
memaksimalkan kinerja. Manajemen pengetahuan (knowledge management) pada
studi ini terkait dengan keselamatan kerja (K3). Berbagai profesi dapat menerapkan
knowledge management sebagai sarana aplikatif berbagai ilmu pengetahuan.
Knowledge management K3 memiliki kaitan dengan penerapan teknologi dalam
menjaga keselamatan kerja selama bekerja. Pegawai memiliki peran untuk
menerapkan gagasan yang diciptakan. Faktor struktural dan susunan organisasi K3
mampu memberikan dampak pada pengetahuan pegawai tentang manfaat penerapan
K3.
Berbagai kegiatan guna mengembangkan peningkatan SDM dilakukan yang
terkait pelatihan untuk Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia.
Manajemen pengetahuan diharapkan dapat meningkatkan pola kerja lembaga atau
organisasi guna menjamin hak dan kewajiban pegawai sesuai dengan amanat
perundangan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebagai bentuk kebijakan
Lembaga atau organisasi dalam bidang ketenagakerjaan. Perseroan telah memiliki
buku manual Aturan-Aturan Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berlaku
bagi seluruh pegawai dan manajemen Perseroan. Tujuan diterbitkannya aturan
tersebut agar setiap pegawai dapat memahami dan mempraktikan pedoman/aturan
11
dasar keselamatan dan kesehatan kerja dengan benar sehingga tidak mengalami
kecelakaan kerja.
Peningkatan manajemen pengetahuan berdampak pada peningkatan kesadaran
K3 pegawai mengenai pentingnya peraturan K3 yang diterapkan lembaga atau
organisasi guna menjaga keselamatan pegawai selama proses produksi pekerjaan
berlangsung. Pengetahuan mengenai K3 dapat menstimulasi kesadaran pegawai
terkait K3 dapat diterapkan secara maksimal. Informasi terkait pengetahuan safety
atau K3 dapat mempengaruhi kesadaran pegawai yang dilihat dari berbagai faktor
seperti kemampuan pegawai dalam memahami lingkungan kerja yang beresiko, jenis
penyakit yang muncul di tempat kerja, resiko kecelakaan, serta kemampuan untuk
mengantisipasi berbagai masalah dan penyakit yang muncul di lingkungan kerja
serta contoh kebijakan K3 yang diterapkan sehingga meminimalisir perilaku
berbahaya merupakan tindakan tidak aman didalam bekerja yang sangat potensial
menyebabkan kecelakaan kerja.
2. White, K. M., Robinson, N. G., et al. (2008)
Kesadaran merupakan bagian dari emosi seseorang yang dijalankan
berdasarkan logika atau informasi yang direkam baik secara visual maupun audio.
Kesadaran dapat diketahui berdasarkan beberapa hal yakni individu yang memiliki
kesadaran cenderung paham dan mampu mengekspresikan dampak dari suatu
perilaku, mampu memberikan solusi serta penyelesaian atas permasalahan yang
terjadi, memahami langkah pertimbangan dalam pengambilan setiap keputusan serta
pentingnya kerja sama dalam setiap penyelesaian masalah.
Kesadaran akan bahaya dimana hal tersebut kemudian mempengaruhi sikap
para pegawai terkait dengan pola kerja safety yang ditetapkan aturannya dengan
jelas oleh lembaga atau organisasi sesuai perundang-undangan ketenagakerjaan.
Proses dalam kegiatan kesadarana akan bahaya mempengaruhi oleh kondisi tiap
pegawai saat bekerja terutama terkait dengan proses produksi. Proses ini dapat
diamati dari bagaimana pegawai memahami, menyampaikan pendapat,
menyampaikan saran, keluhan, mendengarkan penjelasan serta kemampuan
mengkombinasikan pendapat maupun pandangan antar sesama pegawai terkait
kemampuan menghadapi masalah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditumbulkan
di lingkungan kerja baik dari unit kerja yang sama maupun berbeda dimana
informasi yang disampaikan melalui pelatihan terkait kemampuan menghadapi
penyakit maupun menghindari kecelakaan kerja maupun tanda bahaya dimana hal
ini terkait dengan kondisi SDM lembaga atau organisasi yang melaksanakan proses
pelatihan, bimbingan, pengawasan, pembuat aturan di lembaga atau organisasi
mengenai kebijakan K3. Kesadaran mampu mempengaruhi sikap dan niat seseorang
yang dibuktikan melalui perilaku. Perceived behavioral control atau kesadaran
12
memberikan dominasi yang lebih pada dua faktor niat atau intention yang berikutnya
dijabarkan melalui sikap.
3. Deroche, T., Stephan, Y., Castanier, C., Brewer, B. W., & Le Scanff, C (2009)
Faktor penting dalam setiap hasil terhadap norma subjektif yang dicapai yakni
proses penyebaran pengetahuan K3 yang dilakukan oleh lembaga atau organisasi
pada pegawai baik secara formal, informal maupun melalui lembaga pelatihan baik
di dalam lembaga atau organisasi maupun luar lembaga atau organisasi kemudian
faktor yang kedua yakni isi dari kegiatan penyebaran manajemen pengetahuan K3
tersebut. Faktor yang mempengaruhi proses penyebaran informasi dimana hal
tersebut kemudian mempengaruhi norma subjektif pegawai. Knowledge
management mampu memberikan penjelasan bahwa lembaga atau organisasi
memberikan pengetahuan K3 pada pegawai sehingga berpengaruh terkait norma
subjektif yang ada di lembaga atau organisasi sebagai budaya K3.
Persepsi yang timbul dari keefektifan K3 yang diterapkan di lembaga atau
organisasi muncul dalam benak tiap pegawai. Pengaruh orang lain sebagai pihak
yang paham tentang pengetahuan K3 turut memberikan dampak pada norma
subjektif budaya K3 sebab rekan kerja lain merasakan aturan K3 tidak hanya sebagai
aturan semata dari lembaga atau organisasi namun lebih dari itu sebagai norma
subjektif budaya K3 yang dibangun menjadi sebuah kebiasaan.
Berbagai pelatihan SDM dibuat oleh perseoran terkait dengan safety.
Manajemen pengetahuan diharapkan dapat meningkatkan pola kerja lembaga atau
organisasi guna menjamin hak dan kewajiban pegawai sesuai dengan amanat
perundangan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebagai bentuk kebijakan
Lembaga atau organisasi dalam bidang ketenagakerjaan. Perseroan telah memiliki
buku manual Aturan-Aturan Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berlaku
bagi seluruh pegawai dan manajemen Perseroan. Kebijakan K3 yang diterapkan
sehingga meminimalisir perilaku berbahaya merupakan tindakan tidak aman dalam
bekerja yang sangat potensial menyebabkan kecelakaan kerja dengan persepsi sejauh
mana kepedulian organisasi terhadap program keselamatan kerja terkait pengetahuan
dan norma subjektif budaya K3 di sekitarnya.
Penerapan aturan keselamatan kerja menunjukkan tingkah laku pegawai pada
keselamatan kerja. Manfaat manajemem pengetahuan dapat dijadikan modal
pendekatan yang dilakukan untuk mengelola pengetahuan yang dimiliki seseorang
atau organisasi, dimana yang dimaksud dengan pengelolaan adalah identifikasi,
pencarian penyimpanan, kolaborasi, proses dan sebagainya yang bertujuan untuk
penciptaan sesuatu hal yang baru atau dengan kata lain merajuk kepada kemampuan
individu untuk mengelola pengetahuan mengenai K3 (Kesehatan dan Keselamatan
Kerja). Tujuan diterbitkannya aturan tersebut agar setiap pegawai dapat memahami
13
dan mempraktikan pedoman/aturan dasar keselamatan dan kesehatan kerja dengan
benar sehingga tidak mengalami kecelakaan kerja.
4. Marcil, I., Bergeron, J., & Audet, T. (2010)
Keberadaan norma subjektif budaya K3 penting guna melihat pengaruh aturan
K3 serta pengaruh pimpinan dalam pelaksanaan K3 serta niat pegawai dalam
melaksanakan K3. Faktor penting dalam setiap hasil terhadap norma subjektif yang
dicapai yakni persepsi keefektifan K3 yang dilakukan oleh lembaga atau organisasi
pada pegawai baik secara formal, informal maupun melalui lembaga pelatihan baik
di dalam lembaga atau organisasi maupun luar lembaga atau organisasi kemudian
faktor yang kedua yakni pengaruh orang lain dalam hal ini rekan kerja dan atasan
dari kegiatan penyebaran manajemen pengetahuan K3 tersebut.
Lembaga atau organisasi telah menerapkan SOP yang jelas terkait dengan
tugas pegawai sesuai jabatan masing-masing khususnya SOP tentang keselamatan
kerja. Aturan dibuat oleh lembaga atau organisasi guna mencegah berbagai masalah
yang dapat timbul akibat penyakit kerja maupun kecelakaan kerja yang berada di
lingkungan kerja. Manajemen lembaga atau organisasi membuat aturan dan sistem
agar pegawai tidak menjadikan aturan sebagai beban namun lebih pada kebiasaan
sehingga pegawai menjadikan aturan sebagai bagian dari pekerjaan sehingga timbul
kenyamanan dalam bekerja. Terkait peran pimpinan dalam pengembangan norma
subjektif diketahui bahwa pinpinan memiliki tugas dan kewajiban yang penting
dalam mengawasi pegawai saat bekerja untuk senantiasa mematuhi peraturan K3
dengan baik. Pimpinan mampu memberikan contoh yang baik dengan lebih patuh
dan mematuhi aturan K3 yang diterapkan lembaga atau organisasi sehingga mampu
memberikan panutan yang baik bagi pegawai. Pegawai mampu mengambil contoh
dari hal yang diterapkan pimpinan dengan anggapan bahwa aturan merupakan
sebuah kebiasaan sehingga tetap melaksanakan aturan meskipun tanpa mendapatkan
pengawasan. Peran rekan kerja turut mempengaruhi seorang pegawai dalam
penerapan aturan K3 secara individu. Teguran atau peringatan dari rekan kerja
ternyata mampu menimbulkan ingatan yang baik untuk selalu menaati aturan K3
bagi pegawai ketika bekerja. Pengaruh aturan K3 dan pengaruh orang lain dalam
penerapan norma subjektif budaya K3 disebabkan pengetahuan terkait K3 di
lingkungan lembaga atau organisasi yang telah tertanam baik dalam benak pegawai
dan pimpinan sehingga mampu mempengaruhi rekan kerja lain untuk ikut
menerapkan aturan K3 sebagai bagian dari budaya kerja melebihi aturan semata
yang hanya dilakukan jika dilakukan pengawasan, peneguran atau peringatan oleh
atasan atau pimpinan.
Faktor yang mempengaruhi proses penyebaran informasi dimana hal tersebut
kemudian membentuk norma subjektif pegawai sehingga berdampak pada niat
14
pegawai dalam melaksanakan K3. Norma subjektif dan attitudes merupakan dua
faktor penentu paling dominan dalam menentukan niat penggunaan keselamatan.
Dorongan atas perintah, aturan, sanksi yang berat yang diberikan oleh pihak
lembaga atau organisasi dianggap lebih beresiko untuk diikuti dan berhasil
memunculkan niat dalam melaksanakan K3 bagi pegawai dibandingkan pengaruh
norma subjektif budaya K3 yang diperoleh dari asumsi perspektif tentang
keefektifan K3 dengan peraturan ketat yang diberikan lembaga atau organisasi pada
pegawai tentang keselamatan kerja berdampak pada pola aturan yang menjadikan
aturan K3 sebagai sebuah norma mutlak yang harus dilaksanakan tanpa melalui
perintah secara langsung. Norma subjektif berpengaruh pada niat untuk mematuhi
peraturan keselamatan (Palat & Delhomme,2012).
5. Zhou, R., Rau, P.-L. P., Zhang, W., & Zhuang, D. (2012)
Kesadaran akan bahaya dengan kewaspadaan dianggap mampu mendorong
adanya niat dalam melakukan K3. Kedua faktor yang mempengaruhi proses
penyebaran informasi dimana hal tersebut kemudian mempengaruhi kesadaran para
pegawai terkait dengan pola kerja safety yang ditetapkan aturannya dengan jelas
oleh lembaga atau organisasi sesuai perundang-undangan ketenagakerjaan sehingga
memunculkan niat dalam melaksanakan K3 oleh pegawai. Kemauan untuk terlibat
dalam implementasi K3 diketahui hasil bahwa pegawai melakukan pola hidup sehat
untuk mencegah penyakit kerja, pegawai menggunakan APD untuk mengetahui
aturan guna mencegah kecelakaan kerja dan pegawai mengikuti SOP untuk
mencegah kecelakaan kerja.
Kesadaran akan bahaya mampu memberikan penjelasan bahwa pemahaman
mengenai resiko kerja, tanda bahaya serta kecelakaan dan penyakit yang muncul di
tempat kerja dapat dikenali dan ditangani dengan baik dihubungkan dengan
keselamatan kerja dan memberikan pengaruh positif secara langsung pada pegawai
yang dapat memunculkan niat dalam melaksanakan K3. Kesadaran akan bahaya
yang diketahui melalui pemahaman yang baik tentang resiko kerja tentang K3 yang
diterapkan di lembaga atau organisasi diketahui secara pasti oleh pegawai namun
dalam kadar yang berbeda tiap individu. Pemahaman orang lain sebagai pihak yang
paham tentang resiko kerja turut memberikan dampak pada kesadaran akan bahaya
sebab pengetahuan dan aturan K3 tidak hanya sebagai aturan semata dari lembaga
atau organisasi namun lebih dari itu diharapkan menjadi hal yang paling dan lebih
dipahami oleh pegawai sebagai sarana pelindung dalam keselamatan kerja.
Kesadaran senantiasa mendominasi niat mematuhi peraturan. Kesadaran akan
bahaya memberikan pengaruh terhadap niat dalam melaksanakan K3. Keberadaan
kesadaran akan bahaya antar individu berbeda yang dipengaruhi oleh pola pikir
15
individu ini kemudian mampu mempengaruhi niat dalam melaksanakan K3 bagi
pegawai secara individu.
6. Milton, A. C., & Mullan, B. A. (2012)
Sikap terhadap bahaya yang timbul di tempat kerja diketahui hasil bahwa
pegawai mampu menganalisis resiko sehingga bisa mengurangi bahaya di tempat
kerja, Kiken Yochi mampu mengurangi bahaya saat pegawai bekerja dan TBM
mampu mengurangi resiko bahaya di tempat kerja. Faktor penting dalam setiap hasil
yang dicapai yakni proses penyebaran pengetahuan K3 yang dilakukan oleh lembaga
atau organisasi pada pegawai baik secara formal, informal maupun melalui lembaga
pelatihan baik di dalam lembaga atau organisasi maupun luar lembaga atau
organisasi kemudian faktor yang kedua yakni isi dari kegiatan peningkatan sikap
pada K3 terkait niat dalam melaksanakan K3 tersebut. Sikap pada K3 yang dicapai
berpengaruh pada niat dalam melaksanakan K3 pada pegawai baik secara formal
maupun informal saat bekerja lokasi manapun baik di dalam lembaga atau organisasi
maupun luar lembaga atau organisasi. Sikap pada K3 dianggap mampu mendorong
adanya niat dalam melakukan K3. Faktor yang mempengaruhi sikap pada K3
dimana hal tersebut kemudian mempengaruhi niat dalam melaksanakan K3 para
pegawai terkait dengan pola kerja safety yang ditetapkan aturannya dengan jelas
oleh lembaga atau organisasi. Norma subjektif dan attitudes atau sikap merupakan
dua faktor penentu paling dominan dalam menentukan niat penggunaan keselamatan
(Daroche et al,2009).
Sikap pada K3 dinilai efektif dalam memberikan pengaruh terhadap niat
dalam melaksanakan K3 disebabkan keberadaan sikap pada K3 menunjukkan
implementasi dan aplikasi secara real dipengaruhi oleh berbagai faktor kuat baik dari
dalam maupun luar lembaga atau organisasi. Pemberlakuan aturan ketat mendorong
pemberlakuan sanksi bagi yang melanggar aturan K3 sehingga membentuk seperti
pola pikir, pola kerja serta sistem pengawasan lembaga atau organisasi yang
terwujud dalam sikap pada K3 dimana mampu memberikan pengaruh pada individu
maupun kelompok mayoritas. Keberadaan sikap pada K3 antar individu dipengaruhi
oleh pola pikir individu yang dibentuk oleh dituasi lembaga atau organisasi dan
kemudian mampu mempengaruhi niat dalam melaksanakan K3 bagi pegawai secara
individu. Sikap pada K3 yang ditunjukkan tentang K3 yang diterapkan di lembaga
atau organisasi diketahui secara pasti oleh pegawai namun dalam kadar yang
berbeda tiap individu. Aplikasi bentuk sikap yang ditunjukkan orang lain sebagai
pihak yang mendukung bahkan terlibat langsung pada program K3 turut
memberikan dampak pada niat dalam melaksanakan K3 sebab aturan keselamatan
kerja tidak hanya sebagai aturan semata dari lembaga atau organisasi namun lebih
16
dari itu diharapkan menjadi hal yang paling dan lebih dipahami oleh pegawai
sebagai sarana pelindung dalam keselamatan kerja.
8. Palat, B., & Delhomme, P (2012)
Perilaku pegawai terkait safety yang baik menunjukkan minimnya angka
kecelakaan yang terjadi. Faktor yang mempengaruhi pola perilaku yang baik dalam
melaksanakan K3 yakni niat dalam melaksanakan K3 dimana hal tersebut terkait
dengan pola kerja safety yang ditetapkan aturannya dengan jelas oleh lembaga atau
organisasi sesuai perundang-undangan ketenagakerjaan sehingga mendukung niat
dalam melaksanakan K3 oleh pegawai berdasarkan data skor kecelakaan kerja. Niat
dalam melaksanakan K3 belum diimplementasikan dalam bentuk perilaku secara
real. Niat dalam melaksanakan K3 dinilai efektif dalam memberikan pengaruh
terhadap perilaku disebabkan keberadaan niat dalam melaksanakan K3
menunjukkan implementasi dan aplikasi secara real dipengaruhi oleh berbagai faktor
kuat baik dari dalam maupun luar lembaga atau organisasi.
Hal ini menunjukkan bahwa niat dalam melaksanakan K3 mampu
memberikan penjelasan bahwa kemauan mengikuti program K3, kemauan mengikuti
instruksi pimpinan dan kemauan untuk terlibat secara penuh dalam implementasi
program K3 secara konsisten dihubungkan dengan keselamatan kerja mampu
memberikan pengaruh langsung pada perilaku pegawai. Niat dalam melaksanakan
K3 mampu menggambarkan pola perilaku pegawai sebagai pihak yang mendukung
bahkan terlibat langsung pada program K3. Aturan keselamatan kerja lembaga atau
organisasi lebih dari itu diharapkan menjadi hal yang paling dan lebih dipahami oleh
pegawai sebagai sarana pelindung dalam keselamatan kerja. Peran manajemen
lembaga atau organisasi terkait dengan penerapan K3 yang begitu ketat sangat
mempengaruhi hal ini. Niat pegawai dalam melaksanakan K3 menggambarkan
pengaplikasian aturan K3 tetap dilaksanakan dengan patuh oleh semua pegawai
ketika bekerja. Sistem peraturan dan manajemen kerja yang ketat dengan
pemberikan sanksi tegas, peringatan, teguran atau penundaan promosi jabatan
bahkan pemecatan menjadi hal yang dipertimbangkan serta menyangkut karir para
pegawai jika salah satu dari pegawai maupun pimpinan melalaikan aturan K3 yang
ditetapkan lembaga atau organisasi sesuai peraturan pemerintah. Hal ini
menyebabkan niat dalam melaksanakan K3 berpengaruh terhadap perilaku yang
mengutamakan keselamatan kerja. Sikap pada K3 di tempat kerja diketahui hasil
bahwa pegawai mampu menganalisis resiko sehingga bisa mengurangi bahaya di
tempat kerja, mampu mengurangi resiko bahaya di tempat kerja. Sikap pada K3
menunjukkan setiap hasil yang dicapai yakni proses penyebaran pengetahuan K3
yang dilakukan oleh lembaga atau organisasi pada pegawai baik secara formal,
informal maupun melalui lembaga pelatihan baik di dalam lembaga atau organisasi
17
maupun luar lembaga atau organisasi kemudian kegiatan peningkatan sikap pada K3
terkait perilaku melaksanakan K3 tersebut. Sikap pada K3 yang dicapai berpengaruh
pada perilaku safety K3 pada pegawai baik secara formal maupun informal saat
bekerja lokasi manapun baik di dalam lembaga atau organisasi maupun luar lembaga
atau organisasi. Sikap pada K3 dianggap mampu mendorong adanya perilaku safety.
Sikap pada K3 dinilai efektif dalam memberikan pengaruh terhadap perilaku safety
disebabkan keberadaan sikap pada K3 menunjukkan implementasi dan aplikasi
secara real dipengaruhi oleh berbagai faktor kuat baik dari dalam maupun luar
lembaga atau organisasi. Pemberlakuan aturan ketat mendorong pemberlakuan
sanksi bagi yang melanggar aturan K3 sehingga membentuk seperti pola kerja serta
sistem pengawasan lembaga atau organisasi yang terwujud dalam perilaku safety
pada K3 dimana mampu memberikan pengaruh pada individu maupun kelompok
mayoritas.
Keberadaan sikap pada K3 antar individu menggambarkan pola perilaku
pegawai yang dibentuk oleh situasi lembaga atau organisasi melaksanakan K3 bagi
pegawai secara individu. Sikap pada K3 yang ditunjukkan tentang K3 yang
diterapkan di lembaga atau organisasi diketahui secara pasti oleh pegawai namun
dalam kadar yang berbeda tiap individu. Aplikasi bentuk sikap yang ditunjukkan
orang lain sebagai pihak yang mendukung bahkan terlibat langsung pada perilaku
safety program K3 turut menerapkan aturan keselamatan kerja tidak hanya sebagai
aturan semata dari lembaga atau organisasi sehingga diwujudkan dalam bentuk
perilaku ketika bekerja yang mengedepankan pola kerja safety.
Berdasarkan hasil dari sebelumnya, terdapat beberapa jenis persamaan dan
perbedaannya. Persamaan penelitian ini dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya
adalah penggunaan salah satu variabel yakni TPB (Theory of Planned Behavior).
Perbedaannya adalah pada kaitan pembahasan TPB itu sendiri. Pada
penelitian ini TPB lebih difokuskan untuk menjelaskan bagaimana peran
pengetahuan mengenai K3 pegawai terhadap niat untuk melaksanakan dan perilaku
K3 pegawai yang dipengaruhi juga oleh subjective norm atau budaya K3 yang
ditularkan oleh orang-orang berpengaruh di sebuah lembaga atau organisasi. Adanya
persamaan dan perbedaan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya tentu membawa
konsekuensi pada hasil penelitian yang diperoleh. Pada penelitian ini diharapkan
dapat menghasilkan kesadaran, sikap dan budaya pegawai dalam penerapan K3.
Kontribusi penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan dan penilaian
pada pengetahuan terkait K3 yang dimiliki oleh pegawai Badan Penanggulangan
Bencana Kab Sidoarjo. Urgensi penelitian ini sebagai referensi dan bahan kajian
dalam mengevaluasi penerapan K3 yang kemudian berdampak pada niat para
pegawai untuk melaksanakan berbagai hal yang berkaitan dengan K3.
18
2.3. Landasan Teori
2.3.1. Definisi K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
Dalam hal ini pemerintah khusus menyusun undang-undang atau peraturan
mengenai keselamatan kerja dan Undang-Undang yang mengatur K3 adalah sebagai
berikut
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan
tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
2. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang-undang ini menyatakan bahwa secara khusus lembaga atau
organisasi berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke
tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para
pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat
dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan. Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang
Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap
pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan
masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal.
Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan
penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.
2.4. Pengetahuan K3 Pegawai
2.4.1. Definisi Pengetahuan terkait K3
Manajemen pengetahuan atau knowledge management merupakan
pendekatan yang dilakukan untuk mengelola pengetahuan yang dimiliki seseorang
atau organisasi, dimana yang dimaksud dengan pengelolaan adalah identifikasi,
pencarian penyimpanan, kolaborasi, proses dan sebagainya yang bertujuan untuk
penciptaan sesuatu hal yang baru atau dengan kata lain merajuk kepada kemampuan
individu untuk mengelola pengetahuan mengenai K3 (Kesehatan dan Keselamatan
Kerja).
Pengetahuan mengenai K3, menurut America Society of Safety and
Engineering (ASSE) adalah bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua
jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Terutama
bidang-bidang pekerjaan dengan tingkat resiko bahaya yang besar, maka lembaga
atau organisasi sudah semestinya dan telah diatur dalam undang-undang untuk
19
melakukan upaya penjaminan keselamatan dan kesehatan kerja pegawainya.
Pegawai dalam hal ini merupakan pelaku kerja diharapkan juga memiliki
kemampuan dan pengetahuan terkait dengan K3.
2.4.2. Manajemen Pengetahuan Pegawai mengenai K3
Pengetahuan mengenai K3 dikenal adanya SMART Safety yang berarti
Safety Management and Attitude Reinforcement Technique. Berdasarkan konsep ini
pengelolaan (manajemen) K3 dilakukan dengan mengintegrasikan aspek manajemen
K3, teknis, dan perbaikan perilaku (Behavioral Base Safety).
Pendekatan SMART Safety memiliki tiga pilar utama yaitu (1) safety
management system, (2) operational safety, (3) behavior safety. Berikut ini
penjelasannya :
1. Pendekatan kesisteman atau standar dan administratif (safety
management system). Pendekatan ini lebih diarahkan bagaimana
menerapkan konsep kesisteman, seperti prosedur kerja, sistem
pengawasan, dokumentasi, dan sebagainya.
2. Pendekatan teknis (engineering approach) yang lebih bersifat operasi
sesuai dengan sifat kegiatan, seperti (process safety), manufaktur,
pertambangan, konstruksi, dan perkapalan.
3. Pendekatan manusia (human approach) untuk membangun manusia
dengan budaya K3.
Pendekatan ketiga adalah melalui perilaku manusia dirasa penting dan
menjadi target dari penelitian ini. Oleh karena itu, kinerja dari K3 sangat ditentukan
oleh unsur manusia atau operator, dan manajemen yang menjalankannya. Pada teori
ini (Ramli, 2009) mengatakan bahwa manusia sebagai pemegang kunci keselamatan.
perilaku manusia yang baik, kinerja K3 dapat meningkat tinggi. Manusia dengan
kompetensi tinggi dan budaya K3 yang prima akan mampu menghilangkan kondisi
teknis yang kurang baik atau sistem dan prosedur yang belum sempurna.
2.5. Sikap Pada K3
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya
kesesuaian antara reaksi terhadap suatu stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-
hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap derajat sosial.
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap object di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap object menurut Soekidjo Notoatmojo
(2003) dalam Budiharjo (2016).
Menurut Notoatmojo, sikap terdiri dari beberapa tindakan yaitu:
a. Menerima, diartikan sebagai seseorang atau subyek mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan object.
20
b. Merespon, diartikan sebagai memberi jawaban bila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap.
c. Menghargai, diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah, suatu indikasi sikap tingkat 3
d. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Di dalam hubungan dengan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja),
mungkin hanya pada level 1 dan 2 menurut Notoatmojo. Menerima dan merespons
artinya mereka memperhatikan masalah-masalah tentang K3 dan juga
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan tetapi jarang ada mereka yang mengajak
orang lain untuk mendiskusikan atau mengerjakan hal-hal berkenaan dengan K3.
Teory Planned Behavior oleh Icek Azjen (2005), yang menyatakan bahwa
niat untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan (violation) akan sangat
dipengaruhi oleh keyakinan perilaku, keyakinan normatif dan keyakinan kontrol.
Ketiga-tiganya bermuara pada niat yang pada gilirannya akan menyebabkan perilaku
yang melanggar aturan.
Gambar 2.2.
Pengaplikasian KM (Knowledge Management) melalui TPB (Theory of Planned
Behavior).
Sumber : Icek Azjen (2005)
(Niat) (Perilaku)
KM (Knowledge
Management)
Pengetahuan
Pegawai
mengenai K3
21
Theory of planned behavior, intention (mau / niat) dan behavior (perilaku)
merupakan fungsi dari tiga penentu dasar, yakni: (1) pribadi perseorangan secara
alami, (2) refleksi dari pengaruh lingkungan sosialnya, (3) pengendalian sikap.
(1) Pribadi perseorangan secara alami atau mewakili individual’s attitude
toward the behavior (sikap seseorang) sesuai bagan di atas. Attitude
(sikap) ini lebih mengacu pada evaluasi positif atau negatif masing-
masing individu dalam menyikapi hal tertentu sesuai dengan pribadi
secara personalnya.
(2) Refleksi dari pengaruh lingkungan sosialnya atau perwakilan dari
subjective norm, merupakan persepsi perseorangan (individu) dari
penekanan nilai-nilai sosialnya dalam menentukan perilaku yang akan
dilakukan atau tidak dengan pertimbangan tertentu terlebih dahulu.
(3) Pengendalian sikap yang disadari (perceived behavior control),
merupakan kemampuan untuk melakukan perilaku (behavior) yang
dikehendaki.
Dalam theory of planned behavior, perceived behavior control merupakan
faktor yang paling penting dibandingkan dengan dua lainnya. Intention (niat)
merefleksikan dengan tepat kemauan individu tersebut untuk coba melakukan
behavior (perilaku) yang dikehendaki, sedangkan perceived control adalah
kemungkinan untuk mempertimbangkan beberapa kendala-kendala realistik yang
mungkin ada.
Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan perluasan dari Theory of
Reasoned Action (TRA). Konsep TRA adalah niat seseorang terhadap perilaku
dibentuk oleh dua faktor penentu yaitu attitude toward behavior (sikap) dan
subjective norm (Ajzen and Fishbein, 2005). Sedangkan TPB merupakan
pengembangan dari teori TRA dengan menambahkan satu lagi faktor penentu yakni
perceived behavioral control (Ajzen,1991). Gambar berikut ini menjelaskan alur
TPB dengan implikasi pada K3 dilembaga atau organisasi.
22
Gambar 2.3
Alur TPB dengan Implikasi pada K3 di Lembaga atau Organisasi
Sumber : Icek Azjen (2005)
Attitude toward Behavior (Sikap) merupakan salah satu faktor penentu
dalam diri seseorang yang didalami untuk memberi respon positif maupun negatif
pada penilaian terhadap sesuatu yang diberikan. Kuhl and Beckmann (1985), “
Attitude toward the behavior is the degree to which a person has a favorable or
unfavorable evaluation of a behavior. It depends on the person’s assessment of the
expected outcomes of the behavior“.
Teori ini dapat membantu kita dalam memprediksi dan memahami lebih
dalam tentang seberapa besar kecenderungan individu atau kelompok dalam
melakukan pekerjaan atau penyikapan / berperilaku secara spesifik. Kemudian Sikap
dalam bahasan penelitian ini diartikan sebagai penilaian positif ataupun negatif
terkait upaya penggalangan K3.
2.6. Norma Subjektif (Budaya K3)
Menurut Knight and Howes (2003) norma subjektif dinilai sebagai
penerimaan tekanan sosial untuk menampilkan sebuah perilaku yang spesifik.
Norma subjektif merupakan peraturan yang diciptakan menjadi sebuah kebiasaan
sehingga untuk menanamkan kebiasaan tersebut diperlukan paksaan atau tekanan
Behavioral Belief
Keinginan untuk
tidak mengenakan
APD / PPE
Attitude toward Behavior
Keuntungan dan Kerugian
melaksanakan K3 bagi
Pegawai
Normative Belief
Atasan / beberapa rekan tidak mengindahkan
aturan K3 yang ada
Subjective Norm
Adanya motivasi dari
atasan atau rekan kerja
untuk tidak mengindahkan
aturan K3.
Control Belief
Rekan kerja mengalami
kecelakaan kerja akibat
tidak mengikuti aturan
K3
Perceived Behavioral
Control
Pilihan Keinginan: (1) taat
aturan K3, (2) tidak taat
aturan K3
Intention
Apakah
memutuskan
untuk taat
aturan K3?
Behavior
Taat dengan
aturan K3
yang ada
Actual Behavioral
Control
Lembaga atau
organisasi
menuliskan moto K3
23
yang dapat memunculkan perilaku yang sesuai. Selanjutnya Ajzen and Fishben
(2005) menerangkan bahwa “The Subjective norm is the person’s perception that
most people who are important to him think he should or should not pemrform the
behavior in question”. Mereka mendefinisikan jika norma subyektif merupakan
persepsi individu berhubungan dengan kebanyakan dari orang-orang yang penting
bagi dirinya mengharapkan individu untuk melakukan atau tidak melakukan tingkah
laku tertentu, orang-orang yang penting, bagi dirinya itu kemudian dijadikan acuan
atau patokan untuk mengarahkan tingkah laku.
Norma subjektif merupakan dasar penentu / determinan kedua dari intensi
dalam teori planned behavior, norma subyektif pun masih terkait dengan believes
(keyakinan-keyakinan). Namun belief pada norma subyektif berbeda jenis dengan
belief dalam sikap karena belief dalam norma subyektif adalah representasi persepsi
dari significant others (tokoh panutan) baik perorangan maupun kelompok tertentu
yang kemudian mempengaruhi individu apakah akan menampilkan perilaku atau
tidak.
Norma subyektif menurut Ajzen and Fishben (2005) ditentukan oleh dua
hal yaitu :
a. Normative belief, merupakan keyakinan yang berhubungan dengan pendapat
tokoh atau orang lain baik perorangan maupun kelompok yang penting dan
berpengaruh bagi inidividu yang biasa disebut dengan significant
others (tokoh panutan) yang menjadi acuan untuk melakukan atau tidak
melakukan perilaku tertentu. Maka individu termotivasi untuk melakukan
tingkah laku tersebut.
b. Motivation to comply, yaitu seberapa jauh motivasi individu untuk
mengikuti pendapat tokoh panutan tersebut.
2.7. Niat untuk Melaksanakan K3
Niat untuk mentaati peraturan atau tidak melanggar aturan K3 merupakan
suatu kesadaran yang disadari unsur ketaatan untuk mencapai tujuan. Hal itu berarti
sikap dan perilaku yang didorong oleh adanya kontrol diri yang kuat, artinya sikap
dan perilaku untuk mentaati peraturan lembaga atau organisasi muncul dari dalam
dirinya (Setyobudi, 2008). Kontrol diri yang kuat btersebut didasari oleh berbagai
faktor yakni motivasi dan kebutuhan (need) dalam mengaplikasikan niat tersebut.
Motivasi merupakan aspek penting dalam menentukan perilaku seseorang salah
satunya yakni perilaku kerja. Motivasi dapat mendorong seseorang untuk
mengarahkan spesifikasi perilaku tertentu dalam sebuah kegiatan. Motivasi dalam
hal ini ditujukan agar pegawai bekerja dengan produktif, mampu bekerja sama
dengan baik sesuai aturan K3 yang telah ditetapkan guna mencapai tujuan organisasi
lembaga atau organisasi yakni menerapkan pola kerja yang mengedepankan
24
keselamatan kerja. Lingkungan kerja yang motivasional mampu menyediakan
reward sesuai kinerja yang diberikan (Malayu,2000).
Niat yang dilaksanakan atas dasar kebutuhan memiliki situasi yang berbeda
bagi tiap individu. Menurut Teori Hierarki Kebutuhan Maslow terdapat salah satu
level kebutuhan yakni keamanan dalam hal ini seperti keamanan dan kestabilan
kondisi salah satunya keselamatan dan keamanan kerja serta asuransi kesehatan
(Kotler, 2004). Studi ini mengarahkan niat pegawai dalam melaksanakan K3
didasari atas faktor kebutuhan keselamatan dan keamanan selama bekerja.
Intensi (niat) dalam kamus besar bahasa Inggris-Indonesia melalui kata
dasarnya memiliki arti maksud, pamrih, atau tujuan, disengaja. Intention yang
artinya adalah niat. Intensi (niat) adalah penetapan tujuan hasil dari sebuah perkiraan
perilaku. Niat dengan kata lain intention menurut Ajzen (2005), sangat dipengaruhi
oleh pengambilan sikap terhadap suatu perilaku, norma-norma subyektif dan adanya
pengendalian perilaku yang disadari (kesadaran).
Niat dalam bahasan penelitian diartikan sebagai kemauan untuk
melaksanakan program K3 atau terlibat di dalam implementasi K3. Sikap dan
perilaku dalam berdisiplin kerja ditandai oleh berbagai inisiatif dan kehendak untuk
mentaati peraturan. Artinya, orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi
tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku, tetapi juga
mempunyai kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan
yang diberlakukan lembaga atau organisasi.
25
2.7 Kerangka Konseptual
Gambar 2.4 Kerangka Penelitian
2.8 Hipotesis Penelitian
H1 = Knowledge Management berpengaruh terhadap Niat Melaksanakan K3
H2 = Sikap berpengaruh terhadap Niat Melaksanakan K3
H3 = Norma Subjektif berpengaruh terhadap Niat Melaksanakan K3
H4 = Knowledge Management, Sikap dan Norma Subjektif berpengaruh terhadap
Niat Melaksanakan K3
Manajemen Pengetahuan
(Knowledge Management)
(X1)
Sikap K3 (X2)
Norma Subjektif (X3)
Niat Melaksanakan K3
(Y)
Analisis Regresi Berganda
Uji F dan Uji T