BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
-
Upload
truonghanh -
Category
Documents
-
view
245 -
download
0
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri
Gorontalo
Beasiswa merupakan suatu bentuk penghargaan terhadap siswa maupun
mahasiswa selama menjalani pendidikan. Pemberian beasiswa ini diberikan
oleh lembaga pendidikan maupun pihak luar kepada mereka yang berprestasi
namun kurang mampu dalam menyelesaikan pendidikannya (Badjuka, 2012).
Seperti yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Berdasarkan pasal
tersebut, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi
setiap warga negara tanpa diskriminasi, dan masyarakat berkewajiban
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu diperlukan biaya yang
cukup besar. Oleh karena itu bagi setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya
tidak mampu membiayai pendidikannya, dan berhak mendapatkan beasiswa bagi
mereka yang berprestasi. Pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Bab V Pasal 12 ayat (1.c), menyebutkan bahwa
setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa
6
bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya,
dan di Pasal 12 ayat (1.d), menyebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap
satuan pendidikan berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang
tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.
Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan, Bagian Kelima, Pasal 27 ayat (1), menyebutkan bahwa pemerintah
dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya memberi bantuan biaya pendidikan
atau beasiswa kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu
membiayai pendidikannya. Pada Pasal 27 ayat (2), menyebutkan bahwa
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberi
beasiswa kepada peserta didik yang berprestasi (DIKTI, 2011).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa beasiswa
merupakan dana bantuan pendidikan yang diberikan berdasarkan prestasi dan
ketidakmampuan seseorang untuk membiayai pendidikan. Sebagaimana yang
telah disebutkan dalam Undang-undang bahwa pemberian bantuan beasiswa
merupakan hal yang wajib dilakukan dan juga tujuannya adalah untuk menjamin
mutu pendidikan bagi tiap warga negara tanpa diskriminasi.
Begitu pula dengan Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo yang
telah memiliki program beasiswa PPA dan BBM tiap tahunnya. Beasiswa harus
diterima oleh pihak yang yang layak menerimanya, sehingga membutuhkan
metode yang tepat untuk menghasilkan data akurat mengenai penerima beasiswa.
Beasiswa PPA dan BBM banyak diminati oleh mahasiswa, namun penerima
beasiswa PPA dan BBM dibatasi dan juga harus memenuhi syarat-syarat atau
7
kriteria-kriteria tertentu. Data yang masuk akan diseleksi terlebih dahulu melalui
Biro Administrasi Kemahasiswaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo.
2.1.1.1 Persyaratan Beasiswa
Persyaratan untuk mendapatkan beasiswa adalah sebagai berikut (Laporan
Persyaratan Beasiswa PPA dan BBM):
A. Persyaratan Umum
Mahasiswa calon penerima beasiswa:
1. Beasiswa PPA untuk program studi S1 duduk pada semester 2, 4, dan 6,
Diploma duduk pada semester 2 dan 4.
2. Beassiwa BBM untuk program studi S1/Diploma paling rendah pada semester
6.
3. Surat permohonan beasiswa kepada Rektor UNG.
4. Fotokopi slip pembayaran SPP terakhir.
5. Fotokopi kartu keluarga.
6. Surat keterangan baik dari fakultas.
7. Wajib mengisi kuesioner.
8. Beasiswa ini tidak berlaku bagi mahasiswa yang berstatus Pegawai Negeri
Sipil (PNS).
B. Persyaratan Khusus
- PPA (Peningkatan Prestasi Akademik)
1. Mahasiswa yang mempunyai IPK paling tinggi.
8
2. Mahasiswa yang mempunyai SKS yang paling banyak (jumlah semester
paling sedikit).
3. Mahasiswa yang memiliki prestasi di kegiatan ko/ekstra kurikuler (olahraga,
teknologi, seni/budaya tingkat Internasional/Dunia, Regional/Asia/Asean dan
Nasional).
4. Mahasiswa yang (orang tuanya) paling tidak mampu.
- BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa)
1. Mahasiswa yang (orang tuanya) paling tidak mampu.
2. Mahasiswa yang memiliki prestasi di kegiatan ko/ekstra kurikuler (olahraga,
teknologi, seni/budaya tingkat Internasional/Dunia, Regional/Asia/Asean dan
Nasional).
3. Mahasiswa yang mempunyai IPK paling tinggi.
4. Mahasiswa yang mempunyai SKS yang paling banyak (jumlah semester
paling sedikit).
2.1.2 Pengertian Sistem Pendukung Keputusan
Little (1970) mendefinisikan SPK sebagai sekumpulan prosedur berbasis
model untuk data pemrosesan dan penilaian untuk membantu para manajer dalam
membuat keputusan. Dia menyatakan bahwa sistem tersebut haruslah sederhana,
cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu penting, dan mudah
berkomunikasi.
9
Sementara Velmurugan dan Narayanasamy (2008) mendefinisikan SPK
sebagai istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan setiap aplikasi
komputer yang meningkatkan kemampuan pengguna untuk membuat keputusan.
Lebih khusus lagi, istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu
sistem berbasis komputer yang dirancang untuk membantu para pengambil
keputusan untuk menggunakan data, pengetahuan, dan teknologi komunikasi
dengan tujuan mengidentifikasi masalah dan membuat keputusan dalam
memecahkan masalah tersebut.
Berdasarkan dua pendapat diatas, Sistem Pendukung Keputusan dapat
disimpulkan menjadi sistem berbasis model yang menggunakan komputer untuk
mengolah data, nilai, pengetahuan, dan informasi yang digunakan oleh para
pembuat keputusan sebagai alat bantu dalam menghasilkan keputusan.
2.1.3 Karakteristik dan Kapabilitas Sistem Pendukung Keputusan
Karakteristik dan kapabilitas kunci dari SPK menurut Turban dkk (2005),
ialah:
1. Dukungan untuk pengambilan keputusan, terutama pada situasi
semiterstruktur dan tak terstruktur, dengan menyertakan penilaian manusia
dan informasi terkomputerisasi. Masalah-masalah tersebut tidak dapat
dipecahkan (atau tidak dapat dipecahkan dengan konvenien) oleh sistem
komputer lain atau oleh metodoe atau alat kuantiatif standar.
2. Dukungan untuk semua level manajerial, dari eksekutif puncak sampai
manajer lini.
10
3. Dukungan untuk individu dan kelompok. Masalah yang kurang terstruktur
sering memerlukan keterlibatan individu dari departemen dan tingkat
organisasional yang berbeda atau bahkan dari organisasi lain. SPK
mendukung tim virtual melalui alat-alat Web kolaboratif.
4. Dukungan untuk keputusan independen dan atau sekuensial. Keputusan dapat
dibuat satu kali, beberapa kali atau berulang (dalam interval yang sama).
5. Dukungan di semua fase proses pengambilan keputusan: intelegensi, desain,
pilihan, dan implementasi.
6. Dukungan diberbagai proses dan gaya pengambilan keputusan.
7. Adaptivitas sepanjang waktu. Pengambilan keputusan seharusnya reaktif,
dapat menghadapi perubahan kondisi secara cepat dan dapat
mengadaptasikan SPK untuk memenuhi perubahan tersebut. SPK bersifat
fleksibel dan karena itu pengguna dapat menambahkan, menghapus,
menggabungkan, mengubah, atau menyusun kembali elemen-elemen dasar.
SPK juga fleksibel dalam hal dapat dimodifikasi untuk memecahkan masalah
lain yang sejenis.
8. Pengguna merasa seperti di rumah. Ramah-pengguna, kapabilitas grafis yang
sangat kuat dan antarmuka manusia-mesin interaktif dengan satu bahasa
alami dapat sangat meningkatkan keefektifan SPK. Kebanyakan aplikasi SPK
yang baru menggunakan antarmuka berbasis-Web.
9. Peningkatan terhadap keefektifan pengambilan keputusan (akurasi,
timeliness, kualitas) ketimbang pada efisiensinya (biaya pengambilan
11
keputusan). Ketika SPK disebarkan, pengambilan keputusan sering
membutuhkan waktu lebih lama, namun keputusannya lebih baik.
10. Kontrol penuh oleh pengambil keputusan terhadap semua langkah proses
pengambilan keputusan dalam memecahkan suatu masalah. SPK secara
khusus menekankan untuk mendukung pengambila keputusan, bukannya
menggantikan.
11. Pengguna akhir dapat mengembangkan dan memodifikasi sendiri sistem
sederhana. Sistem yang lebih besar dapat dibangun dengan bantuan ahli
sistem informasi. Perangkat lunak OLAP dalam kaitannya dengan data
warehouse membolehkan pengguna untuk membangun DSS yang cukup
besar dan kompleks.
12. Biasanya model-model digunakan untuk menganalisa situasi pengambilan
keputusan. Kapabilitas pemodelan memungkinkan eksperimen dengan
berbagai strategi yang berbeda di bawah konfigurasi yang berbeda.
13. Akses disediakan untuk berbagai sumber data, format dan tipe mulai dari
sistem informasi geografis (GIS) sampai sistem berorientasi objek.
14. Dapat dilakukan sebagai alat standalone yang digunakan oleh seorang
pengambil keputusan pada satu lokasi atau didistribusikan disatu organisasi
keseluruhan dan dibeberapa organisasi sepanjang rantai persediaan. Dapat
diintegrasikan dengan SPK lain dan atau aplikasi lain, dan dapat
didistribusikan secara internal dan eksternal dengan mengunakan networking
dan teknologi Web.
12
2.1.4 Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Turban dkk (2005) komponen-komponen dalam Sistem
Pendukung Keputusan terdiri dari:
a. Subsistem Manajemen Data
Subsistem manajemen data memasukkan satu database yang berisi data yang
relevan untuk situasi dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut sistem
manajemen database (DBMS). Subsistem manajemen data dapat
diinterkoneksikan dengan data warehouse perusahaan, suatu repositori untuk
data perusahaan yang relevan untuk pengambilan keputusan. Biasanya data
disimpan atau diakses via server Web database.
b. Subsistem Manajemen Model
Merupakan paket perangkat lunak yang memasukkan model keuangan,
statistik, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lainnya yang memberikan
kapabilitas analitik dan manajemen perangkat lunak yang tepat. Bahasa-
bahasa pemodelan untuk membangun model-model kustom juga dimasukkan.
Perangkat lunak ini sering disebut Sistem Manajemen Basis Model
(MBMS). Komponen ini dapat dikoneksikan ke penyimpanan korporat atau
eksternal yang ada pada model. Sistem manajemen dan metode solusi model
diimplementasikan pada sistem pengembangan Web (seperti Java) untuk
berjalan pada server aplikasi.
c. Subsistem Antarmuka Pengguna
Pengguna berkomunikasi dengan dan memerintahkan SPK melalui subsistem
ini. Pengguna adalah bagian yang dipertimbangkan dari sistem. Para peneliti
13
menegaskan bahwa beberapa kontribusi unik dari SPK berasal dari interaksi
yang intensif antara computer dan pembuat keputusan. Browser Web
memberikan struktur antarmuka pengguna grafis yang familier dan konsisten
bagi kebanyakan SPK.
d. Subsistem Manajemen Berbasis-Pengetahuan
Subsistem ini dapat mendukung semua subsistem lain atau bertindak sebagai
suatu komponen independen. Ia memberikan inteligensi untuk memperbesar
pengetahuan si pengambil keputusan. Subsistem ini dapat diinterkoneksikan
dengan repositori pengetahuan perusahaan (bagian dari sistem manajemen
pengetahuan), yang kadang-kadang disebut basis pengetahuan
organisasional. Pengetahuan dapat disediakan via server Web. Banyak
metode kecerdasan tiruan diimplementasikan dalam sistem pengembangan
Web seperti Java, dan mudah untuk diintegrasikan dengan komponen SPK
lainnya.
Berdasarkan definisi, SPK harus mencakup tiga komponen utama dari
DBMS, MBMS, dan antarmuka pengguna. Subsistem manajemen berbasis-
pengetahuan adalah opsional, namun dapat memberikan banyak manfaat
karena memberikan inteligensi bagi tiga komponen utama tersebut. Seperti
pada semua sistem informasi manajemen, pengguna dapat dianggap sebagai
komponen SPK.
14
Gambar 2.1 Skematik SPK (Turban, 2005)
2.1.5 Langkah- Langkah Pemodelan dalam Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Kusrini (2007) langkah-langkah yang diperlukan ketika
melakukan pemodelan dalam pembangunan SPK, yaitu:
a. Studi Kelayakan (Intelligence)
Pada langkah ini, sasaran ditentukan dan dilakukan pencarian prosedur,
pengumpulan data, identifikasi masalah, identifikasi kepemilikan masalah,
klasifikasi masalah, hingga akhirnya terbentuk sebuah pernyataan masalah.
b. Perancangan (Design)
Pada tahapan ini akan diformulasikan model yang akan digunakan dan
kriteria-kriteria yang ditentukan. Setelah itu, dicari alternatif model yang bisa
menyelesaikan permasalahan tersebut. Langkah selanjutnya adalah
15
memprediksi keluaran yang mungkin. Kemudian ditentukan variabel-variabel
model.
c. Pemilihan (Choice)
Setelah pada tahap perancangan ditentukan berbagai alternatif model berserta
variable-variabelnya. Pada tahapan ini akan dilakukan pemilihan modelnya,
termasuk solusi dari model tersebut. Selanjutnya, dilakukan analisis
sensitivitas, yakni dengan mengganti beberapa variabel.
d. Membuat SPK
Setelah menentukan modelnya, berikutnya adalah mengimplementasikannya
dalam aplikasi SPK.
2.1.6 Analytical Hierarchy Process (AHP)
Proses AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton
School of Bussines pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan
judgement dalam memilih alternatif yang disukai. Dengan menggunakan AHP,
suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang
terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil
keputusan yang efektif atas persoalan tersebut (Marimin, 2004).
Pada dasarnya proses pengambilan keputusan menggunakan metode AHP
adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama AHP adalah sebuah hierarki
fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Keberadaan hierarki
memungkinkan dipecahnya masalah kompleks atau tidak terstruktur dalam
16
sub-sub masalah, lalu menyusunnya menjadi suatu bentuk hierarki (Kusrini,
2007).
Sehingga pada metode ini persepsi manusia digunakan sebagai input
utama dalam pemecahan masalah, artinya persepsi manusia yang digunakan ialah
manusia yang ahli dalam bidang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
Dalam hal ini manusia dianggap pakar dalam pemecahan masalah dan dalam
menentukan bobot penilaiannya.
2.1.6.1 Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process
Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip
yang harus dipahami, diantaranya adalah (Kusrini, 2007):
1. Decomposition (Membuat Hierarki)
Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen-
elemen pendukung, menyusun elemen secara hierarki, dan
menggabungkannya atau mensistensinya.
2. Comparative Judgement (Penilaian Kriteria dan Alternatif)
Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan.
Menurut Saaty (1988), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah
skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat
kualitatif dari skala perbandingan Saaty bisa diukur menggunakan Tabel
seperti yang terlihat pada Tabel 2.1
17
Tabel 2.1 Nilai Skala Perbandingan Berpasangan
Intensitas Kepentingan Keterangan
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya
9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Kebalikan Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i
3. Synthesis of priority (Menentukan Prioritas)
Untuk setiap kriteria dan alternative, perlu dilakukan perbandingan
berpasangan (Pairwise Comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif dari
seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah
ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot dan prioritas
dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan
matematika.
4. Logical Consistency (Konsistensi Logis)
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, objek-objek yang serupa bisa
dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua,
menyangkut tingkat hubungan antarobjek yang didasarkan pada kriteria
tertentu.
18
2.1.6.2 Prosedur Analytical Hierarchy Process
Pada dasarnya, prosedur atau langkah-langkah dalam metode AHP
meliputi (Kusrini, 2007):
a. Mengidentifikasi masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu
menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi. Penyusunan hierarki
adalah dengan menetapkan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara
keseluruhan pada level teratas.
b. Menentukan prioritas elemen
1) Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat
perbandingan pasangan, yaitu membandingkan elemen secara
berpasangan sesuai kriteria yang diberikan.
2) Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk
merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap
elemen yang lainnya.
c. Sintesis
Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan
disintesiskan untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang
dilakukan dalam langkah ini adalah :
1) Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks
2) Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang
bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.
3) Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan
jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.
19
d. Mengukur Konsistensi
Dalam membuat keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik
konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan
pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan
dalam langkah ini adalah:
1) Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif
elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif
elemen kedua, dan seterusnya.
2) Jumlahkan setiap baris.
3) Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif
yang bersangkutan.
4) Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada,
hasilnya disebut maks.
e. Menghitung Consistency Indeks CI dengan rumus:
CI = ...……………(1)
Dimana n = banyaknya elemen.
f. Hitung Rasio Konsistensi/Consistency Ratio (CR) dengan rumus:
CR = ………………(2)
Dimana : CR = Consistency Ratio
CI = Consistency Indeks
IR = Indeks Random Consistency
20
g. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10%, maka
penilaian data judgment harus diperbaiki. Namun jika rasio konsistensi
(CI/IR) kurang atau sama dengan 0,1, maka hasil perhitungan bisa
dinyatakan benar. Daftar Indeks Random Konsistensi (IR) bisa dilihat dalam
tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Daftar Indeks Random Konsistensi (IR)
UKURAN MATRIKS NILAI IR
1,2 0,00 3 0,58 4 0,90 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49 11 1,51 12 1,48 13 1,56 14 1,57 15 1,59
2.1.7 Technique for Others Preference by Similarity to Ideal Solution
(TOPSIS)
Metode TOPSIS pertama kali diperkenalkan oleh Hwang dan Yoon tahun
1981, dengan gagasan utamanya datang dari konsep kompromi solusi yakni
alternatif yang dipilih memiliki jarak terdekat dengan solusi ideal positif (solusi
optimal) dan memiliki jarak terjauh dari solusi ideal negatif (solusi non-optimal).
21
Jadi memilih yang terbaik dari pemilahan, akan menjadi alternatif yang terbaik
(Tzeng, 2011).
Berikut ini adalah contoh sebuah matriks dengan alternatif dan kriteria
(Manurung, 2010):
D = 푥 ⋯ 푥⋮ ⋱ ⋮
푥 ⋯ 푥 ………………(3)
Dimana:
D = matriks
m = alternatif
n = kriteria
푥 = alternatif ke- i dan kriteria ke- j
2.1.7.1 Prosedur TOPSIS
Prosedur pengerjaan metode TOPSIS adalah sebagai berikut (Manurung,
2010):
1. Normalisasi matriks keputusan
Setiap elemen pada matriks D dinormalisasikan untuk mendapatkan
matriks normalisasi R. Setiap normalisasi dari nilai 푟 dapat dilakukan
dengan perhitungan sebagai berikut:
푟 =
………………(4)
22
Untuk i=1,2,3,…,m;
j=1,2,3,…,n
2. Pembobotan pada matriks yang telah dinormalisasikan
Diberikan bobot W = (w1,w2,…,wn), sehingga weighted normalized matrix
V dapat dihasilkan sebagai berikut:
V = 푤 푟 ⋯ 푤 푟⋮ ⋱ ⋮
푤 푟 ⋯ 푤 푟 ………………(5)
Dengan i=1,2,3,…,m dan j=1,2,3…,n
3. Menentukan solusi ideal positif dan solusi ideal negatif
Solusi ideal positif dinotasikan dengan 퐴 dan solusi ideal negatif
dinotasikan dengan 퐴 , sebagai berikut :
Menentukan Solusi Ideal (+) & (-)
퐴 = {(max 푣 | j ϵ J)(min 푣 | j ϵ J’), I = 1,2,3,…m} = {푣 , 푣 ,…푣 } ..(6)
퐴 = {(max 푣 | j ϵ J)(min 푣 | j ϵ J’), I = 1,2,3,…m} = {푣 , 푣 ,…푣 } ..(7)
Dimana:
푣 = elemen matriks V baris ke-i dan kolom ke-j
J = {j= 1,2,3,…,n dan j berhubung dengan benefit criteria}
J’ = {j= 1,2,3,….n dan j berhubung dengan cost criteria}
23
4. Menghitung Separation Measure
Separation measure ini merupakan pengukuran jarak dari suatu alternatif
ke solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Perhitungan matematisnya
adalah sebagai berikut:
Separation measure untuk solusi ideal positif
푆 = ∑ (푣 −푣 )² , dengan i=1,2,3,…n ………………(8)
Separation measure untuk solusi ideal negatif
푆 = ∑ (푣 −푣 )² , dengan i=1,2,3,…n ………………(9)
5. Menghitung kedekatan relative dengan ideal positif
Kedekatan relative dari alternatif 퐴 dengan solusi ideal 퐴
direpresentasikan dengan:
퐶 = , dengan 0 <퐶 < 1 dan i=1,2,3,…m ………………(10)
6. Mengurutkan Pilihan
Alternatif dapat dirangking berdasarkan urutan 퐶 . Maka dari itu, alternatif
terbaik adalah salah satu yang berjarak terpendek terhadap solusi ideal dan
berjarak terjauh dengan solusi ideal negatif.
2.18 Perhitungan Akurasi
Perhitungan akurasi dilakukan agar dapat dinilai dalam bentuk angka dan
presentase menggunakan rumus akurasi umum, yakni (Abidin, 2012):
Akurasi =
….……………(11)
24
2.2 Penelitian Terkait
Penelitian mengenai Sistem Pendukung Keputusan beasiswa PPA dan
BBM di Universitas Negeri Gorontalo sebelumnya pernah diteliti oleh Badjuka
(2012) yakni Penerapan Metode FMADM dalam Penentuan Kuota dan Penerima
Beasiswa pada Universitas Negeri Gorontalo menggunakan metode Fuzzy SAW.
Pada penelitian ini terdapat 11 kriteria untuk menentukan calon penerima
beasiswa PPA dan BBM, yakni nilai IPK, penghasilan orang tua, keadaan
keluarga, semester, penerima beasiswa pemerintah, usia, status orang tua,
tanggungan orang tua, kuliah bersaudara, jalur masuk, dan jenjang mahasiswa.
Badjuka berkesimpulan bahwa aplikasi sistem yang dibangun menggunakan
metode Fuzzy SAW ini dapat membantu proses pengambilan keputusan sehingga
diperoleh kuota program studi yang proporsional dan mahasiswa yang berhak
menerima beasiswa.
Sementara Idris (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Simple Additive
Weighting (SAW) melakukan perbandingan metode Sistem Pendukung Keputusan
yakni AHP dan SAW dengan menggunakan studi kasus Penentuan Penerima
Bantuan Modal Wirausaha Baru pada Dinas Koperasi Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Gorontalo. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk
mengetahui tingkat keakurasian dari hasil yang diberikan oleh masing-masing
metode tersebut, yakni AHP dan SAW. Menurut Idris, hasil akhir yang
diberikan oleh kedua metode tersebut relatif sama akan tetapi metode AHP
mampu memberikan informasi yang lebih akurat, karena pada metode AHP
25
prosesnya dilakukan perbandingan berpasangan antara kriteria dan kriteria serta
subkriteria dan subkriteria.
Selain itu, Daniel (2012) melakukan penelitian mengenai Sistem
Pendukung Keputusan menggunakan metode TOPSIS, yakni Penerapan Metode
Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) Untuk
Perekrutan Tenaga Kerja. Daniel (2012) mengemukakan bahwa hasil
penelitiannya tersebut mampu menyelesaikan permasalahan yang ada karena
TOPSIS merupakan metode pengambilan keputusan yang multikriteria yang juga
dapat melakukan proses perhitungan dengan mencari jarak terdekat dari solusi
ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif. Sehingga proses perekrutan
dapat berlangsung secara efektif dan efisien serta menghasilkan keputusan
yang objektif.
Sementara itu Menurung (2012) pada penelitiannya yakni Sistem
Pendukung Keputusan Seleksi Penerima Beasiswa dengan Metode AHP dan
TOPSIS (Studi Kasus: FMIPA USU) melakukan penggabungan metode yakni
AHP dan TOPSIS, dimana metode tersebut ia terapkan untuk menyelesaikan
permasalahan penerima beasiswa di Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
Dalam metode ini, proses yang dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan
perhitungan AHP untuk mendapatkan bobot prioritas, kemudian dilanjutkan
dengan melakukan pengerjaan perhitungan TOPSIS untuk perangkingan, dimana
bobot yang digunakan ketika melakukan pengerjaan perhitungan TOPSIS yakni
bobot yang dihasilkan dalam perhitungan AHP. Menurut Manurung(2010),
26
metode ini menurut dianggap mampu memecahkan masalah penyeleksian
beasiswa.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, penulis menyimpulkan bahwa
metode gabungan AHP dan TOPSIS serta metode TOPSIS mampu memberikan
alternatif terbaik bagi masalah yang ada. Sehingga penulis berinisiatif untuk
melakukan analisis perbandingan terhadap kedua metode, apakah metode
penggabungan lebih akurat dibandingkan metode yang tidak digabungkan,
maupun sebaliknya. Selain itu penulis juga akan melengkapi kekurangan metode
AHP dan TOPSIS yang diteliti oleh Manurung, yaitu dengan menyelesaikan
perhitungan matriks hingga mendapatkan hasil Consistency Ratio (CR). Karena
dalam penelitian Manurung, penyelesaian metode AHP hanya dilakukan hingga
mendapatkan bobot prioritas tanpa mencari tahu apakah nilai bobot tersebut
konsisten atau tidak. Penulis juga menggunakan studi kasus beasiswa PPA dan
BBM di Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo, dimana kriteria yang
digunakan adalah kriteria dari Laporan Persyaratan Beasiswa PPA dan BBM dari
Fakultas Teknik UNG, dan kriteria dari penelitian Badjuka (2012). Hal lain yang
membedakan penelitian Badjuka dan penulis adalah pemisahan bobot prioritas
beasiswa PPA dan beasiswa BBM. Pada penelitian Badjuka, prioritas bobot
penerima beasiswa PPA dan BBM digabungkan, sehingga penulis berinisiatif
untuk memisahkan penilaian bobot beasiswa PPA dan BBM, karena prioritas
penerima beasiswa PPA berbeda dengan prioritas penerima beasiswa BBM.