BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Implementasirepository.ump.ac.id/3793/3/BAB II_DESY...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Implementasirepository.ump.ac.id/3793/3/BAB II_DESY...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Implementasi
1. Pengertian Implementasi
Kebijakan adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan. Hal ini berarti bahwa bila pemerintah
memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuan (objektifnya)
dan kebijakan negara itu harus meliputi semua “tindakan” pemerintah.
Jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau
pejabat pemerintah saja. Di samping itu sesuatu yang tidak dilaksanakan
oleh pemerintah pun termasuk kebijakan negara. Hal ini disebabkan
karena “sesuatu yang tidak dilakukan” oleh pemerintah akan mempunyai
pengaruh atau dampak yang sama besarnya dengan “sesuatu yang
dilakukan pemerintah” oleh pemerintah (Wahab, 2008 : 14).
Untuk menghasilkan suatu pelaksanaan kebijakan yang baik perlu
adanya suatu implementasi kebijakan publik. Implementasi berarti
pelaksanaan dari suatu kesepakatan yang telah dibentuk untuk mencapai
tujuan tertentu. Pendapat dari ahli mengenai Implementasi antara lain :
pendapat yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn yang
menyatakan bahwa proses Implementasi merupakan sebuah tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh individu-individu, pejabat, kelompok yang
mengarah pada pencapaian sebuah tujuan dalam sebuah kebijakan.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
8
Presman dan Wildavsky mengemukakan mengimplementasikan
sebaiknya terkait dengan kata kebijakan dan untuk melaksanakan sebuah
kebijakan sangat perlu mendapat perhatian. Daniel A. Masmanian dan
Paul A. Sabatier 1979, menjelaskan mengenai makna dari Implementasi
serta mengatakan bahwa memahami sesuatu kenyataan dan terjadi setelah
suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan perhatian
dari Implementasi sebuah kebijakan (Solichin Abdul Wahab, 2008: 65 ).
Suatu program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak
yang diinginkan (Winarno, 2002: 101). Budi Winarno (2002), yang
mengatakan bahwa implementasi kebijakan dibatasi sebagai menjangkau
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah dan
individu-individu swasta (kelompok-kelompok) yang diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan
kebijaksanaan sebelumnya.
Adapun makna implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan
Paul Sabatier (1979) sebagaimana dikutip dalam buku Solihin Abdul
Wahab (2008: 65), mengatakan bahwa, yaitu :
“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah
suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus
perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan
kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman
kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
9
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak
nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.
Dari pandangan ahli di atas dapat dikatakan bahwa suatu proses
implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut
perilaku badan-badan adminstratif yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan suatu program yang telah ditetapkan serta menimbulkan
ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut
jaringan kekuatan-kekuatan poltik, ekonomi, dan sosial yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi segala pihak yang
terlibat, sekalipun dalam hal ini dampak yang diharapkan ataupun yang
tidak diharapakan.
Van Meter dan Van Horn (Budi Winarno, 2002;102) membatasi
implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan
individu-individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan sebelumnya.
Implementasi merupakan sebuah konsep yang sangat populer
dalam praktek penyelenggaraan negara. Dalam konteks ini
implementasi dapat dipandang sebagai sebuah realisasi atau tindak
lanjut dari suatu kebijaksanaan atau keputusan tertentu yang diambil
oleh aparatur penyelenggara negara. Oleh karena itu, konsep
implementasi berkembang dalam bentuk implementasi kebijaksanaan.
Mazmanian dan Sabatier (dalam Solichin Abdul Wahab, 2004:65)
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
10
mengatakan bahwa “antara apa yang disebut sebagai perumusan
kebijaksanaan dan implementasi kebijaksanaan tidak dianggap sebagai
suatu hal yang terpisah, sekalipun mungkin secara analitis, bisa saja
dibedakan”.
Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam Solichin Abdul
Wahab. (2008:88) berpendapat bahwa implementasi program
merupakan fungsi dari 3 variabel ;
a. Mudah/tidaknya masalah dikendalikan.
1) Kesukaran-kesukaran teknis.
Tercapai atau tidaknya tujuan suatu program akan tergantung
pada kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator
pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta
pemahaman mengenahi prinsip-prinsip hubungan kausal yang
mempengaruhi masalah
2) Keragaman perilaku kelompok sasaran.
Semakin beragam perilaku yang diatur akan semakin sulit
untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas.
3) Prosentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok
sasaran.
Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang
perilakunya akan diubah, maka akan semakin besar pula
peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap
program.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
11
4) Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang
dikehendaki
Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki
maka semakin sukar semakin besar memperoleh implementasi
yang berhasil.
b. Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses
implementasi
1) Kejelasan dan konsistensi tujuan.
2) Keterandalan teori kausalitas yang dipergunakan.
3) Ketepatan alokasi sumber-sumber dana.
4) Keterpaduan hierarki dalam dan di antara lembaga
pelaksana.
5) Aturan-aturan keputusan dari badan pelaksana.
6) Rekruitmen pejabat pelaksana.
7) Akses formal pihak luar.
c. Variabel di luar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses
implementasi
1) Kondisi sosial, ekonomi dan teknologi.
2) Dukungan publik.
3) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok-
kelompok.
4) Dukungan dari pejabat pelaksana.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
12
5) Komitmen dan kemampuan kepemimpinan pejabat-pejabat
pelaksana.
Dalam implementasi program ada beberapa pihak yang terkait,
misalnya organisasi pemerintah maupun unsur-unsur masyarakat.
Dalam hal ini Solichin Abdul Wahab (2008:61) menyatakan
Proses implementasi kebijaksanaan sesungguhnya tidak hanya
menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada
diri kelompok sasaran, melainkan juga menyangkut jaringan kekuatan-
kekuatan politik, ekonomi dan sosial, yang langsung atau tidak
langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat,
dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak, baik yang
diharapkan (intented) maupun yang tidak diharapkan (spillover/
negative effects).
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuan (dalam Riant Nugroho, 2004: 158)
Budi Winarno (2002: 29) mengemukakan bahwa ”suatu program
kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit saja jika program
tersebut tidak dimplementasikan”. Artinya, implementasi kebijakan
merupakan tindak lanjut dari sebuah program atau kebijakan, oleh karena
itu suatu program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif
pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
13
badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat
bawah.
Pandangan lain mengenai implementasi kebijakan dikemukakan
oleh Mazmanian dan Sabatier (Samodra Wibawa,dkk, 2004: 21)
menjelaskan bahwa mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti
berusaha untuk memahami apa yang senyata-nyata terjadi sesudah suatu
program diberlakukan atau dirumuskan yakni peristiwa-peristiwa dan
kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan
negara, baik itu usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-
usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun
peristiwa-peristiwa.
Sedangkan Samodra Wibawa,dkk (2004: 5), menyatakan bahwa
“implementasi kebijakan berarti pelaksanaan dari suatu kebijakan atau
program”. Pandangan tersebut di atas menunjukkan bahwa proses
implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan
administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan ketaatan pada diri target group, melainkan menyangkut
lingkaran kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung
atau tidak dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat,
dan pada akhirnya membawa konsekuensi logis terhadap dampak baik
yang diharapkan (intended) maupun dampak yang tidak diharapkan
(spillover/negatif effects).
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
14
Dari defenisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan
terdiri dari tujuan atau sasaran kebijakan, aktivitas, atau kegiatan
pencapaian tujuan, dari hasil kegiatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana
kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada
akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau
sasaran kebijakan itu sendiri. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan
dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir
(output), yaitu : tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.
Menurut Hogwood dan Gunn dalam Solichin Abdul Wahab. (2008 :
71-81), untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna
maka diperlukan beberapa persyaratan, antara lain:
a. kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan/Instansi pelaksana;
b. tersedia waktu dan sumber daya;
c. keterpaduan sumber daya yang diperlukan;
d. implementasi didasarkan pada hubungan kausalitas yang handal;
e. hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubung;
f. hubungan ketergantungan harus dapat diminimalkan;
g. kesamaan persepsi dan kesepakatan terhadap tujuan;
h. tugas-tugas diperinci dan diurutkan secara sistematis;
i. komunikasi dan koordinasi yang baik;
j. pihak-pihak yang berwenang dapat menuntut kepatuhan pihak lain.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
15
Menurut Hogwood dan Gunn dalam Solichin Abdul Wahab, (2008:
71-78), implementasi kebijakan juga dapat berjalan dengan sempurna
dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Kondisi ekternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak
menimbulkan gangguan/kendala serius.
b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan suber-sumber yang
memadai
c. Perpaduan sumber-sumber yang tersedia benar-benar tersedia.
d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh hubungan
kausal yang handal.
Menurut Grindle (Samodra Wibawa, dkk., 2004) implementasi
kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi
kebijakan berkaian dengan kepentingan yang dipengaruhui oleh
kebijakan, jenis manfaat yang akan dihasilkan, derajat perubahan yang
diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan, siapa pelaksana program, dan
sumber daya yang dikerahkan. Sementara konteks implementasi berkaitan
dengan kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat,
karakteristik lembaga dan penguasan dan kepatuhan serta daya tanggap
pelaksana.
Sabatier dan Mazmanian dalam Samudra Wibawa. (2004:68)
menganggap bahwa “suatu implementasi akan efektif jika birokrasi
pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
16
(petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis). Oleh karena itu model ini
disebut sebagai model top down”.
Berdasarkan pendekatan compliance di atas maka kajian tentang
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun akan difokuskan
kepada birokrasi pelaksana dan kelompok sasaran.
a. Birokrasi Pelaksana
Birokrasi pelaksana adalah para pelaksana program atau
orang-orang yang menangani implementasi suatu
kebijakan/program. Dengan demikian birokrasi pelaksana
menunjuk pada faktor manusia sebagai pelaksana program.
Dalam implementasi program faktor manusia menempati
posisi yang penting, bahkan paling penting mengingat eksistensi
suatu kebijakan pada dasarnya untuk menangani permasalahan
dalam kehidupan manusia. Selain itu manusia juga yang menjadi
subyek maupun obyek dari impelementasi itu sendiri. Berkaitan
dengan hal tersebut, Handoko (2001:211) berpendapat bahwa
“salah satu unsur dasar dari suatu program adalah adanya satuan
atau para anggota organisasi yang bertanggungjawab atas setiap
langkah program”. Pada sisi lain, adanya birokrasi pelaksana dapat
pula dihubungkan dengan pentingnya faktor manusia dalam
organisasi. Hal ini dikemukakan oleh A.S. Moenir (2000:88)
sebagai berikut :
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
17
Unsur manusia memegang peranan utama dalam organisasi,
peranan tersebut terbagi atas peranan sebagai pengembang misi
organisasi, peran sebagai pemimpin organisasi dan peran sebagai
pekerja atau pelaksana.
Dari gambaran tersebut di atas jelas bahwa faktor manusia
mempunyai peranan yang sangat besar di dalam organisasi, baik
sebagai pengemban misi organisasi, pemimpin organisasi maupun
pekerja/ pelaksana.
b. Kelompok Sasaran
Menurut Solichin Abdul Wahab (2008:50) yang dimaksud
dengan kelompok sasaran atau target group adalah “individu,
masyarakat atau organisasi yang hendak dipengaruhi oleh suatu
kebijaksanaan atau program yang diharapkan memberi akibat.
Kelompok sasaran tidak selalu pihak yang menerima akibat
(beneficeries)”.
Kelompok sasaran merupakan pihak yang akan menikmati
dan memanfaatkan hasil-hasil implementasi suatu program. Oleh
karena itu implementasi suatu program idealnya benar-benar dapat
membangun partisipasi aktif dari kelompok sasaran dan juga
mampu memenuhi kebutuhan dari kelompok sasaran. Dengan kata
lain implementasi suatu program akan berhasil jika kelompok
sasaran menerima dan berpartisipasi aktif di dalamnya dan di sisi
lain ada kesesuaian antara hasil (output) program dengan
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
18
kebutuhan penerima bantuan, sehingga program tersebut dapat
dimanfaatkan. Sebaliknya bila hasil-hasil program tersebut tidak
sesuai dengan apa yang oleh kelompok sasaran, maka program
tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga program
tersebut tidak akan berhasil. Hal ini seperti dikatakan oleh Korten
(dalam Solichin Abdul Wahab, 2008:52) bahwa
Daya kerja dari suatu program pembangunan adalah fungsi
kesesuaian antara mereka yang dibantu, program dan organisasi
yang membantu. Program pembangunan akan gagal memajukan
kesejahteraan suatu kelompok jika tidak ada hubungan yang erat
antara kebutuhan-kebutuhan penerima bantuan dengan hasil
program, persyaratan program dengan kemampuan nyata dari
organisasi pembantu dan kemampuan pengungkapan kebutuhan
oleh pihak penerima dan proses pengambilan keputusan dari
organisasi pembantu.
2. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III
Model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh
Edward III tahun 1980 menunjukan empat variable yang berperan
penting, dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Empat variable
tersebut yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.
Penjelasan lebih jauh dari kempat variable tersebut sebagai berkut:
a. Komunikasi, yaitu menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat
dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
19
pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target
group). Tujuan dan sasaran dari program/kebijakan dapat
disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adany a
distorsi atas kebijakan dan program. Ini menjadi penting karena
semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran atas program maka
akan mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan dalam
mengaplikasikan program dan kebijakan dalam. ranah yang
sesungguhnya.
b. Sumber daya, yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh
sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun
sumberdaya finansial. Sumber daya manusia adalah
kecukupanbaikkualitas maupun kuantitas implementor yang dapat
melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah
kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan. Keduanya
harus diperhatikan dalam implementasi program/ kebijakan
pemerintah. Sebab tanpa kehandalam implementor, kebijakan menjadi
kurang enerjik dan berjalan lambat dan seadanya. Sedangkan, sumber
daya finansial menjamin keberlasungan program/kebijakan. Tanpa ada
dukungan finansial yang memadai, program tak dapat berjalan efektif
dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.
c. Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada
implementor kebijakan/program. Karakter yang penting dimiliki oleh
implementor adalah kejujuran, komitmen dan demokratis.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
20
Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa
bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program/kebijakan.
Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam aras
program yang telah digariskan dalam guideline program. Komitmen
dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan
tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan
meningkatkan kesan baik implementor dan kebijakan dihadapan
anggota kelompok sasaran. Sikap ini akan menurunkan resistensi dari
masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok
sasaran terhadap implementor dan program/kebijakan.
d. Struktur Birokrasi, menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting
dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup
dua hal penting pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi
pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah
ditetapkan melalui standar operating procedur (SOP) yang
dicantumkan dalam guideline program/ kebijakan. SOP yang baik
mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan
mudah dipahami oleh siapapun karena akan menjadi acuan dalam
bekerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun
sejauh mungkin menghindari hal yang berbelit, panjang dan kompleks.
Struktur organisasi pelaksana hams dapat menjamin auar.va
pengarnbilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara
cepat. Dan hal ini hanya dapat lahir jika struktur didesain secara
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
21
ringkas dan fleksibel menghindari "virus weberian" yang kaku, terlalu
hirarkhis dan birokratis.
Keempat variabel di atas dalam model yang dibangun oleh Edward
III memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan
sasaran program/kebijakan. Semuanya saling bersinergi dalam mencapai
tujuan dan satu variabel akan sangat mempengaruhi variabel yang lain.
Misalnya saja, implemenlor yang tidak jujur akan mudah sekali
melakukan mark up dan korupsi atas dana program/kebijakan dan
program tidak dapat optimal dalam mencapai tujuannya. Begitu-run
ketika watak dari implementor kurang demokratis akan sangat
mempengaruhi proses komunikasi dengan kelompok sasaran. Model
Edward III ini dalam dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Model Implementasi Edward III
Sumber: Edward III, 1980: 48 (Indiahono,2009:33).
Model implementasi dari Edward ini dapat digunakan sebagai alat
mencitra implementasi program di berbagai tempat dan waktu.
Komunikasi
Sumberdaya
Disposisi
Stuktur
birokrasi
Implementasi
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
22
Meter dan Horn (Subarsono;2006;99) mengemukakan bahwa
terdapat lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni;
a. Standar dan sasaran kebijakan, di mana standar dan sasaran kebijakan
harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir.apabila standar dan
sasaran kebijakan kabur, Sumberdaya, dimana implementasi kebijakan
perlu dukungan sumberdaya, baik sumber daya manusia maupun
sumber daya non manusia.
b. Hubungan antar organisasi, yaitu dalam benyak program, implementor
sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain,
sehingga diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
c. Karakteristik agen pelaksana yaitu mencakup stuktur birokrasi, norma-
norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang
semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.
d. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variable ini mencakup
sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok
kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan,
karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak,
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, serta apakah elite
politik mendukung implementasi kebijakan.
e. Disposisi implementor yang mencakup tiga hal yang penting, yaitu
respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
23
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi yaitu pemahaman
terhadap kebijakan, intensitas disposisi implementor, yaitu preferensi
nilai yang dimiliki oleh implementor.
Van Meter dan Van Horn memililiki kesamaan dengan Mazmanian
dan Sabatier yang mendasar tentang implementasi sebuah kebijakan.
Birokrasi memiliki peranan yang cukup penting dalam setiap
implementasi, yang juga di pengaruhi oleh faktor sosial lain. Peneliti
mengkombinasikan beberapa gagasan dari model-model yang
disampaikan sesuai dengan kebutuhan penelitian dalam menilai kenerja
sebuah implementasi, yaitu karakteristik pelaksana, kecenderungan
pelaksana, keterpaduan hierarki di dalam lingkungan dan Di antara
Lembaga-lembaga/Instansi-instansi pelaksana, penjelasan lebih jauh dari
ketiganya adalah sebagai berikut:
a. Karakteristik Pelaksana
Karakterisitik pelaksana merupakan perbedaan yang mendasar
dalam cara pandang pelaksana dalam suatu organisasi yang didasari oleh
nilai-nilai yang dianut, hal tersebut sangat tidak dapat dipisahkan dengan
struktur birokrasi yang ada dalam tiap orgnisasi. Menurut Van Meter dan
Van Horn struktur birokrasi diartikan sebagai karakteristik-karakteristik,
norma-norma dan pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam
badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun
nyata dengan apa yang mereka miliki dengan menjalankan kebijakan.
Struktur birokrasi secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
24
karakter dari pelaksana dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Norma-
norma yang terbangun dalam organisasi terbentuk dari nilai-nilai yang
dijunjung tinggi sehingga menentukan tindakan yang akan diambil oleh
pelaksana.
Mintzberg dalam Teguh Sulistyani, (2004: 61) menunjukkan enam
tipe struktur birokrasi yang masing-masing cocok dengan kebutuhan
organisasi yang dominan yaitu sebagai berikut:
1) Struktur sederhana. Struktur ini dapat berlaku pada organisasi yang
baru saja didirikan dengan pola otoritas yang disentralkan di tangan
manejer atau kelompok kecil pemilik.
2) Birokrasi mesin, struktur ini memiliki sebuah gambaran organisasi
birokrasi yang telah disebut kan sebelumnya dan mengasumsikan
karakterteristik sistem mekanisme organisasi. Organisasi diterapkan
secara luas dan lama dan beroperasi dalam lingkungan yang relatif
stabil.
3) Birokrasi propesional, struktur ini membiarkan penggunaan keahlian
propesional dalam kondisi otonomi dan differensiasi status yang kaku
(misalnya rumah sakit). Tidak ada kecenderungan untuk memberikan
tekanan yang terlalu banyak dalam praktek-praktek birokrasi.
4) Adhokrasi, struktur ini berlaku pada organisasi secara total atau suatu
divisi di dalamnya. Organisasi yang didesain untuk mendorong agar
inovasi beroperasi pada lingkungan yang kompleks dan dinamis.
Karyawan-karyawan dengan keahliannya, yang cenderung untuk
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
25
dipekerjakan pada kelompok-kelompok proyek dengan orientasi
pasar, menggunakan banyak kuasa dan pengaruh.
5) Missioner, missioner dipertimbangkan betul karena tidak cukupnya
gambaran organisasi formal. Misalnya divisi pekerjaan dan
spesialisasi yang sangat tidak jelas. Orang terikat bersama-sama oleh
nilai-nilai yang mereka gunakan bersama-sama.
6) selanjutnya ada tiga struktur yang paling populer yaitu: lini, lini dan
staf serta matriks.
Bentuk lini adalah yang paling sederhana karena merupakan satu
kesatuan garis komando yang telah tersusun secara hierarkis ke bawah
denga garis vertikal antara atasan dan bawahan, sedangkan antara jabatan
yang setingkan dihubungkan dengan garis wewenang. Lini dan staf adalah
pimpinan mengangkat beberapa staf yang berada langsung pada
kendalinya yang memiliki wewenang hanya memberi nasehat, saran,
pelayanan kepada pimpinan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya secara
baik. Matrik adalah organisasi proyak yang anggotanya adalah dari
beberapa unit, apabila telah selesasi tuganya akan dikembalikan kembali
pada unit yang bersangkutan.
Karakter organisasi ditentukan juga oleh budaya, budaya
mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya
menciptakanperbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi
yang lain. Kedua, budaya merupakan suatu identitas bagi anggota-anggota
organisasi. Ketiga, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
26
sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individu sesorang.
Keempat, budaya menciptakan kemantapan sosial. Budaya merupakan
perekat sosial dari organisasi sehingga tercipta suatu tatanan yang
terbentuk dan dipahami serta dilakukan oleh anggota.
Van Meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur yang
berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan
kebijakan:
1) Kompetensi dan ukuran staf suatu badan.
2) Tingkat pengawasan hirarkhis terhadap keputusan-keputusan subunit
dan dan proses-proses dalam badan pelaksana.
3) Sumber-sumber politik suatu organisasi.
4) Vitalitas suatu organisasi.
5) Tingkat komunikasi-komunikasi terbuka yang didefinisikan sebagai
jaringan kerja komunikasi horizintal dan vertikal secara bebas serta
tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan
individu-individu diluar organisasi.
6) Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan “pembuat
keputusan” atau “pelaksana keputusan” (dalam Winarno, 2002: 124)
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi
adalah kemampuan dan kemauan untuk melakukan sebuah tugas dengan
kinerja yang efektif.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
27
b. Kecenderungan Pelaksana
Arah kecenderungan pelaksana terhadap ukuran-ukuran dasar dan
tujuan sangat penting. Pelaksana tidak melaksanakan kebijakan dengan
baik bisa juga kerena menolak tujuan yang terkandung dalam kebijakan.
Van meter dan Van Horn berpendapat ada beberapa alasan kenapa
pelaksana menolak tujuan-tujuan yang terkandung tersebut, yaitu:
1) Tujuan-tujuan yang ditetapkan sebelumnya mungkin bertentangan
dengan sistem nilai pribadi pelaksana.
2) Kesetiaan-kesetiaan ektra organisasi.
3) Perasaan akan kepentingan diri sendiri.
4) Atau karena hubungan-hubungan yang ada atau yang lebih disenangi
(dalam Winarno, 2002: 118).
c. Keterpaduan Hierarki di dalam Lingkungan dan Di antara
Lembaga-lembaga/Instansi-instansi pelaksana
Elmore da Paul Berman dalam Solichin Abdul Wahab, (2008: 89),
menyebutkan kesukaran-kesukaran untuk mewujudkan tindakan yang
terkoordinasi didalam lingkungan badan/instansi tertentu dan diantara
sejumlah besar badan-badan semi otonom yang terlibat dalam kebanyakan
usaha-usaha implementasi. Koordinasi akan semakin sulit jika
menyangkut peraturan pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan
oleh provinsi dan kabupaten.
Kemampuan mengkoordiansikan lembaga-lembaga pelaksana
secara hierarki sangat diperlukan bagi implementasi sebuah perda.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
28
Tingkat keterpaduan hierarki diantara badan-badan pelaksana dipengaruhi
oleh:
1) Jumlah titik-titik veto/pihak-pihak yang dapat membatalkan
keputusan (veto points) yang terdapat dalam usaha pencapaian tujuan
formal, dan
2) Seberapa jauh para pendukung bagi tercapainya tujuan memiliki
cukup pengaruh dan wewenang memberikan sanksi guna tumbuhnya
kepatuhan di kalangan mereka yang memiliki potensi untuk memveto
(Solichin Abdul Wahab, 2008:89).
Titik-titik veto disini mencakup semua peristiwa atau keadaan
dimana seorang aktor mempunyai kemampuan untuk merintangi upaya
pencapaian tujuan formal yang telah digariskan dalam peraturan.
Rintangan atau penolakan yang berasal dari titik-titik veto tertentu sudah
barang tentu bisa diatasi, jika keputusan kebijaksanaan dibekali dengan
wewenang memberikan sanksi atau pengaruh-pengaruh tertentu guna
meyakinkan para aktor (baik pada pejabat pelaksana maupun kelompok-
kelompok sasaran) untuk mengubah perilaku mereka.
Sebuah organisasi tanpa adanya koordinasi fungsi manajemen akan
menghasilkan kegiatan acak sehingga dalam proses pencapaiaan
tujuannya tidak akan dapat berjalam secara efektif. Kebutuhan akan
koordinasi akan sangat terlihat jelas diantara bagian-bagian atau unit-unit
organisasi yang pekerjaannya saling bergantung sehingga semakin banyak
pekerjaan dari unit-unit atau individu yang saling erat hubungannya maka
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
29
akan semakin besar pula kemungkinan terjadi masalah-masalah dalam
koordinasi.
Menurut George R. Terry ruang lingkup koordinasi dapat ditinjau
dari sudut bidang-bidangnya, yakni: (1) koordinasi dalam individu, (2)
koordinasi antara individu-individu dari suatu kelompok, (3) koordinasi
antara kelompok-kelompok dalam suatu perusahaan, dan (4) koordinasi
antara perusahaan-perusahaan dan macam-macam peristiwa dunia
(Moekijat, 2004: 27).
Permasalahan yang muncul dalam sebuah koordinasi sebuah
organisasi disebabkan oleh perbedaan orientasi sasaran, orientasi waktu,
hubungan antar individu dan kelompok, dan metode standar yang
berlainan untuk menilai kemajuan kearah tujuan untuk memberikan
penghargaan kepada pegawai, jadi disini tingkat koordinasi bagaimana
proses untuk menyerasikan, menyatupadukan, menyinkronisasikan
kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan Perda agar terdapat kesatuan dalam
tindakan untuk mencapai suatu tujuan.
Analisis atas implementasi kebijakan tentang keberhasilan dan
kegagalan implementasi akan membawa kebijakan kearah yang lebih baik
pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman yang telah
dijalankan. Strategi implementasi yang baik melalui tahapan kebijakan
yang meliputi beberapa langkah , antara lain :
a. Sosialisasi kebijakan (flow of policy information)
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
30
b. Konsultasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan
c. Koordinasi antar instansi-instansi terkait
d. Mekanisme pelaporan
Persetujuan atau delegasi dan keputusan yang dijalankan dalam
implementasi. Dari beberapa uraian di atas tentang teori implementasi
kebijakan tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan
merupakan suatu tindakan atau pelaksanaan suatu keputusan dalam
bentuk peraturan yang dilakukan baik oleh individu atau swasta maupun
pejabat pemerintah dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan berbagai akibat yang ditimbulkan bagi kelompok sasaran atau
masyarakat.
3. Teori Implementasi Hukum
Soerjono Soekanto dalam buku Pengantar Ilmu Hukum
menjelaskan, Hukum tumbuh hidup dan berkembang di dalam
masyarakat. Hukum merupakan sarana menciptakan ketertiban dan
ketentraman bagi kedamaian dalam hidup sesama warga masyarakat.
Hukum tumbuh dan berkembang bila warga masyarakat itu sendiri
menyadari makna kehidupan hukum untuk mencapai suatu kedamaian
dalam masyarakat (Soerjono Soekanto, 1986: 13).
Menurut kamus besar bahasa inggris-Indonesia (Echols dan Hasan
Sadily, 1992:312), implementasi berasal dari kata “implementation yang
berarti pelaksanaan, implemetasi. Implementasi sebagai penerapan atau
penggunaan peraturan kebijakan oleh badan atau pejabat administrasi
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
31
negara yang harus sesuai dan serasi dengan asas-asas hukum umum yang
berlaku dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai. Implementasi
kebijakan adalah aktifitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan
yang telah ditetapkan dengan penggunaan sarana atau alat untuk mencapai
tujuan kebijakan.
Berdasarkan pengertian tersebut , maka implementasi dalam
konteks pengertian ini adalah pelaksanaan Pemerintah Purbalingga
mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dalam mewujudkan
pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Purbalingga.
Howlett dan Ramesh, 1995 dalam Dwiyanto, (2009:31) menyatakan
bahwa implementasi dipengaruhi oleh :
e. Pangkal tolak permasalahan, jika pangkal tolak permasalahan itu jelas
maka implementasi kebijakan publik akan berjalan dengan lancar,
artinya dengan mengenali apakah pangkal tolak itu berpedoman
sosial, politik, ekonomi, ataupun kebudayaanakan memudahkan
implementer kebijakan dalam melaksanakan kebijakan publik
tersebut.
f. Tingkat keakutan masalah yang dihadapi pemerintah;semakin akut
permasalahan yang dihadapi sebuah kebijakan publik maka akan
membutuhkan waktu penyelesaian dalam implementasi kebijakan,
semakin lama dan pengorbanan sumberdaya baik material atau
immaterial tentu semakin banyak.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
32
g. Ukuran kelompok yang ditargetkan ;semakin kecil target group yang
dituju dari sebuah kebijakan publik, tentunya akan semakin mudah
dikelola ketimbang kelompok target yang besar dan mempunyai
lingkup yang luas.
h. Dampak perilaku yang diharapkan;jika dampak yang diinginkan
semata-mata kuantitatif (ekonomis) maka akan lebih mudah
menanganinya ketimbang jika dampak yang diinginkan merupakan
perilaku seperti tingkat ketaqwaan seseorang , penghayatan dan
pengamalan tentang nasionalisme, pembangunan tentang watak
bangsa dan seterusnya. Selain berdimensi kualitatif dampak perilaku
macam ini membutuhkan waktu yang tidak pendek.
B. Peraturan Daerah
1. Pengertian Peraturan Daerah
Dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah ada dua produk hukum
yang dapat dibuat oleh suatu Daerah, salah satunya adalah Peraturan
Daerah. Kewenangan membuat Peraturan Daerah, merupakan wujud nyata
Pelaksanaan hak Otonomi yang dimiliki oleh suatu sarana Daerah dan
sebaliknya. Peraturan Daerah merupakan salah satu sarana dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah
setelah mendapat persetujuan bersama DPRD, untuk Penyelenggaraan
Otonomi yang dimiliki oleh Provinsi/Kabupaten/Kota, serta tugas
Pembantuan. Peraturan Daerah pada dasarnya merupakan penjabaran lebih
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
33
lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan
memperhatikan ciri khas masing-masing Daerah. Perda yang dibuat oleh
suatu Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum atau
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi serta mempunyai
kekuatan mengikuti setelah diUndangkan dengan dimuat dalam Lembaran
Daerah (Rozali Abdullah, 2005: 131-132).
Perda merupakan bagian dari Peraturan Perundang-undangan,
pembentukan suatu Peraturan Daerah harus berdasarkan pada asas
pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Perda yang baik adalah
yang memuat ketentuan, antara lain:
a. Memihak kepada rakyat banyak
b. Menjunjung tinggi hak asasi manusia
c. Berwawasan lingkungan dan budaya.
Sedangkan tujuan utama dari suatu Perda adalah untuk mewujudkan
kemandirian Daerah dan memberdayakan masyarakat. Pembuatan suatu
Perda, masyarakat berhak memberikan masukan baik secara lisan maupun
tertulis. Keterlibatan masyarakat sebaiknya dimulai dari proses penyiapan
sampai pada waktu pembahasan rancangan Perda (Rozalli Abdullah,
2005:133).
Kewenangan membuat Peraturan Daerah asalah wujud nyata
pelaksanaan hak Otonomi yang dimiliki oleh suatu Daerah dan sebaliknya.
Peraturan Daerah merupakan salah saru sarana dalam penyelenggaraan
Otonomi Daerah (Rozali Abdullah, 2005: 131).
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
34
Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat
persetujuan dari DPRD. Pembentukan suatu Peraturan Daerah harus
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan PerUndang-undangan pada
umumnya yang terdiri dari kejelasan tujuan, Kelembagaan atau organ
pembentukan yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi yang muatan,
kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan.
Muatan suatu Peraturan Daerah yang baik harus mengandung azas
pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, keadilan, kesamaan kedudukan
hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum dan
keseimbangan dalam proses pembentukan suatu Peraturan Daerah,
masyarakat berhak memberikan masukan, baik secara lisan, atau secara
tertulis. Keterlibatan masyarakat ini dimulai dari proses penyiapan sampai
pada waktu pembahasan rencana Peraturan Daerah.
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor. 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud
dengan Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah. Peraturan Daerah sebagai Hukum merupakan
bentuk Hukum tertulis yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat
mengikat umum. Peraturan Daerah dibentuk dengan tujuan mengatur
masyarakat disuatu Daerah secara umum agar berperilaku sesuai dengan
apa yang diharapkan agar mendukung penyelenggaraan Pemerintah dan
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
35
Pembangunan. Sebagai peraturan sehingga Daerah lain tidak memiliki
daya kekuatan untuk menerapkannya pula (Sabarno, 2007: 196).
Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-undang Nomor. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-undangan, materi muatan
Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan dalam Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan dan
menampung kondisi khusus Daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan
PerUndang-undangan yang lebih tinggi. Rancangan Peraturan Daerah
dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur
atau Bupati. Apabila dalam suatu masa sidang Gubernur atau Bupati dan
DPRD menyampaikan rancangan Peraturan Daerah yang disampaikan
oleh Gubernur atau Bupati digunakan sebagai bahan persandingan.
Program penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program
Legislasi Daerah, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam
penyiapan suatu materi Peraturan Daerah (Pasal 15 Undang-undang
Nomor .12 Tahun 2011 tentang pembentukan Perundang-undangan).
2. Peraturan Daerah Nomor 02 tahun 2014 tentang Pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang di bentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan
bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
36
Nomor 02 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, seringkali di jumpai adanya beberapa aduan masyarakat terkait
dugaan Pencemaran lingkungan, baik yang di sebabkan oleh aktivitas
kegiatan lndustri maupun kegiatan/usaha lainnya yang kurang
memperhatikan Kelestarian fungsi lingkungan, sehingga menyebabkan
penurunan fungsi lingkungan hidup. Sesuai amanat Peraturan Daerah
Nomor 2 tahun 2014 yang merupakan turunan dari Undang-undang
Nomor 32 tahun 2009, mengisyaratkan kepada kita bahwa perlu adanya
keseimbangan hak dan kewajiban dalam Pengelolaan lingkungan.
Penanganan masalah lingkungan hidup perlu adanya komitmen bersama
semua pihak untuk peduli dan mau berbuat sesuatu untuk mewujudkan
lingkungan hidup yang di harapkan (http://blh. Purbalinggakab.go.id).
Meningkatnya kegiatan pembangunan di Indonesia dapat
mendorong peningkatan pembangunan bahan berbahaya dan beracun (B3)
di berbagai sektor seperti industri, pertambangan, pertanian dan kesehatan.
B3 tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri (impor).
B3 yang dihasilkan dari dalam negeri juga ada yang diekspor ke suatu
negara tertentu. Proses ekspor dan impor ini semakin mudah untuk
dilakukan dengan masuknya era globalisasi. Selama tiga dekade terakhir,
penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3), seperti limbah bahan
kimia kadaluwarsa di Indonesia semakin meningkat dan tersebar luas di
semua sektor apabila tidak dikelola dengan baik, maka dapat menimbulkan
kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup dan lingkungan
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
37
hidup, seperti pencemaran udara, tanah, air dan laut (PP No 74 tahun
2001).
C. Tinjauan Umum tentang Lingkungan Hidup
1. Pengertian Lingkungan Hidup
lstilah Lingkungan atau lingkungan Hidup adalah terjemahan dari
bahasa lnggris environment, sedangkan lingkungan hidup manusia (human
environment) menunjukan pengertian yang khusus, jika dibandingkan
dengan lingkungan atau lingkungan hidup. Berdasarkan Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang pokok-pokok Pengelolaan Hidup, Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup,dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkunga Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. Menurut kamus lingkungan hidup diartikan sebagai the
physical, chemical and biotic condition surrounding and organism
(Michael Allaby, 1979:21).
Lingkungan hidup adalah semua benda berupa manusia, hewan
,tumbuhan, organisme, tanah, Air, udara, rumah, sampah, mobil, angin,
daya, dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang tempat
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
38
manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya
(NHT Siahaan, 2004: 5).
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya
yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnaya (Supriadi, 2010: 169).
Pengertian lingkungan hidup itu dapat dirangkum dalam suatu
unsur-unsur sebagai berikut :
a. Semua benda berupa manusia, hewan, tumbuhan, organism, tanah,
air ,udara, rumah, sampah, mobil, angin, dan lain-lain. Keseluruhan
yang disebutkan ini digolongkan sebagai materi. Sedangkan satuan-
satuannya disebutkan sebagai komponen
b. Daya disebut dengan energy
c. Keadaan disebut juga kondisi atau situasi
d. Perilaku atau Tabiat
e. Ruang yaitu Wadah berbagai komponen berada
f. Proses interaksi disebut juga saling mempengaruhi atau bias pula
disebut dengan jaringan kehidupan
Berdasarkan unsur-unsur tersebut salah satu unsur lingkungan
hidup yang penting adalah adanya interaksi. melalui unsur ini terjalin
suatu proses saling mempengaruhi antara komponen-komponen
lingkungan. Proses demikian dapat berjalan langsung atau tidak langsung.
Dalam pengertian teoritis, setiap komponen memiliki fungsi masing-
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
39
masing, yang bukan saja dinikmati oleh dirinya tetapi juga oleh
komponen-komponen lain. Berdasarkan fungsi-fungsi ini, maka terjalinlah
mata rantai kehidupan (lie chains). Masing-masing komponen menjaga
dan mempertahankan eksistensi dan fungsinya. Selama terdapat
ketaraturan fungsi dan interaksi, maka proses interaksi akan tetap
terkendali sedemikian rupa sehingga tetap tercapai keseimbangan. Adanya
keseimbangan bukanlah berarti tidak ada perubahan (statis), keseimbangan
itu dapat berjalan dalam pola yang dinamis, berubah, dalam perubahan
kecil atau besar. Perubahan ini bia terjadi melalui proses alam maupun
karena perbuatan manusia (NHT Siahaan, 2004: 10).
Perusakan Lingkungan Hidup, dan Kerusakan Lingkungan
Hidup Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pengertian pencemaran
lingkungan hidup, perusakan lingkungan dan kerusakan lingkungan hidup
adalah sebagai berikut :
a. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukannya
makhluk hidup, zat, energy, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui Baku
Mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan
b. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik,kimia, dan
atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui criteria baku
kerusakan lingkungan hidup
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
40
c. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan atau tidak
langsung terhadap sifat fisik,kimia dan atau hayati lingkungan hidup
yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
D. Tinjauan Umum tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
1. Pengertian Pengelolaan Lingkungan hidup
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum.
Adapun Asas Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup
berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain :
a. Asas Tanggung Jawab Negara
Yang dimaksud dengan Asas tanggung jawab Negara
adalah :
Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan
dan mutu hidup rakyat,baik generasi masa kini maupun generasi
masa depan.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
41
Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat
Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumberdaya
alam yang menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan
hidup.
b. Asas Kelestarian dan Keberlanjutan
Yang dimaksud Asas Kelestarian dan Keberlanjutan adalah
bahwa setiap orang memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap
generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi
mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi mendatang
dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya
pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas
lingkungan hidup
c. Asas Keserasian dan Keseimbangan
Yang dimaksud dengan Asas Keserasian dan Keseimbangan
adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperbaiki
berbagai aspek seperti kepetingan ekonomi, sosial, budaya, dan
perlindungan serta pelstarian ekosistem.
d. Asas Keterpaduan
Yang dimaksud dengan Asas Keterpaduan adalah bahwa
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan denagan
memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen
terkait.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
42
e. Asas Manfaat
Yang dimaksud dengan Asas Manfaat adalah bahwa segala
usaha atau kegiatan Pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan
dengan potensi Sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras
dengan lingkungannya.
f. Asas Kehati-hatian
Yang dimaksud dengan Asas kehati-hatian adalah bahwa
ketidakpuasan mengenai dampak suatu usaha atau kegiatan karena
keterbatasan penguasaan ilmu Pengetahuan dan Teknologi bukan
merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi
atau menghindari ancaman terhadap pencemaran atau kerusakan
lingkungan hidup.
g. Asas Otonomi Daerah
Yang dimaksud dengan Asas Otonomi Daerah adalah bahwa
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri
urusan Pemerintahan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan
lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik lndonesia.
h. Asas Keadilan
Yang dimaksud dengan Asas keadilan adalah bahwa
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
43
keadilan secara Proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas
daerah, lintas generasi, maupun lintas gender
i. Asas Ekorogion
Yang dimaksud dengan Asas Ekorogion adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan
karakteristik sumber daya alam,ekosistem, kondisi geografis, budaya
masyarakat stempat dan kearifan lokal
j. Asas Keanekaragaman Hayati
Yang dimaksud dengan Asas keanekaragam Hayati adalah
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan
keberadaan,keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati
yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam
hewani yang bersamaan dengan unsur nonhayati disekitarnya secara
keseluruhan membentuk ekosistem.
k. Asas Pencemar Membayar
Yang dimaksud dengan Asas pencemar membayar adalah
bahwa setiap penanggung jawab yang usaha atau kegiatannya
menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup wahib
menanggung biaya pemulihan lingkungan
l. Asas Partisipatif
Yang dimaksud dengan Asas Partisipatif adalah bahwa setiap
anggota masyarakat didorong untuk berpedoman aktif dalam proses
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
44
pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengellaan
lingkungan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung.
m. Asas Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
Yang dimaksud dengan Asas Tata Kelola Pemerintahan yang
baik adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
jiwai oleh prinsip Partisipatif, Transparasi, Akuntanbilitas, Efisiensi.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 3
Undang-undang No.32 Tahun 2009 bertujuan untuk :
a. Melindungi Wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia dari
pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup
b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia
c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem
d. Menjaga kelstarian fungsi lingkungan hidup
e. Mencapai keserasian,keselarasan,dan keseimbangan lingkungan hidup
f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi
masa depan
g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia
h. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan
j. Mengantisipasi isu lingkungan hidup
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
45
Menurut Pasal 3 Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindugan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bertujuan :
a. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia dari
pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup
b. Menjamin keselamtan, kesehatan, dan kehidupan manusia
c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem
d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan
hidup
f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi
masa depan
g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia
h. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan
i. Mengantisipasi isu lingkungan global.
Ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
menurut Pasal 4 Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup meliputi :
a. Perencanaan
b. Pemanfaatan
c. Pengendalian
d. Pemeliharaan
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
46
e. Pengawasan
f. Penegakan hukum
Tugas dan Wewenang Pemerintah dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 63 ayat (1) yaitu :
a. Menetapkan kebijakan nasional
b. Menetapkan norma standar,prosedur dan kriteria
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai AMDAL atau
UKL-UPL
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS
e. Mengkordinasikan dan melaksanakan pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup
f. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
pengaduan masyarakat
g. Menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuanmasyarakat
hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang
terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
h. Menerbitkan ijin lingkungan
i. Mengembangkan sarana dan standar laboratorium lingkungan
hidup
j. Mengelola informasi lingkungan hidup Nasional
k. Menetapkan standar pelayanan minimal Melakukan pembinaan dan
pengawasan ketatan penanggung jawab usaha atau kegiatan terhadap
ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan Perundang-undangan
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
47
l. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai B3, limbah,serta
limbah B3
m. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai B3, limbah,serta
limbah B3
n. Menetapkan wilayah ekorogion dan melakukan penegakan hukum
lingkungan hidup dan melakukan penegakan hukum lingkungan hidup.
Pasal 84 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa
penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui
pengadilan atau diluar pengadilan.pilihan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup dilakukan secara sukarela oleh para pihak yang
bersengketa dan gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apanila
upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang dipilih dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa (Undang-
undang Republik lndonesia Nomor.32 Tahun 2009, Pasal 84).
Pengelolaan lingkungan Menurut Otto Soemarwoto mempunyai
ruang lingkup yang luas dengan cara yang beraneka pula. Pertama, ialah
Pengelolaan lingkungan secara rutin. Kedua, ialah perencanaan dini
Pengelolaan lingkungan suatu Daerah yang menjadi dasar dan tuntutan
bagi Perencanaan Pembangunan. Ketiga, ialah perencanaan pengelolaan
lingkungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan terjadi
sebagai akibat suatu proyek pembangunan suatu proyek Pembangunan
sedang direncanakan, Keempat, ialah perencanaan Pengelolaan lingkungan
untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan baik karena
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
48
sebab alamiah maupun karena tindakan manusia (Otto Soemarwoto,
Hlm.95).
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 70 menyatakan bahwa
masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk berperan baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan
manusia (Undang-undang Republik lndonesia Nomor. 32 Tahun 2009,
Pasal 70 ).
E. Tinjauan Umum tentang Pengolahan Air Limbah
1. Pengertian Limbah
Secara Umum limbah adalah sisa hasil proses produksi yang sudah
tidak dimanfaatkan lagi dan harus dikelola agar btidak menimbulkan
pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan. Sedangkan air limbah
didefinisikan sebagai sisa hasil produksi yang berbentuk cair yang sudah
tidak dimanfaatkan lagi dan harus dikelola agar tidak menimbulkan
pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan (lslan Habibi, 2012: 22).
2. Macam Limbah
a. Limbah Padat
Limbah padat berasal dari kegiatan lndustri dan domestik. Limbah
domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga,
limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan,
pertanian serta dari tempat- tempat umum. Jenis-jenis limbah padat
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
49
yaitu : kertas, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kasa,
organik, bakteri, kulit telur.
b. Limbah Cair
Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang
berwujud cair. Segala jenis limbah yang berwujud cairan, berupa air
beserta buangan yang tercampur maupun terlarut dalam air.
c. Limbah Gas
Polusi udara adalah tercemarnya udara oleh beberapa partikulat zat
(limbah) yang mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon,
sulfur dioksida, nitrogen oksida, ozon (asap kabut fotokimiawi),
karbon nonoksida dan timah.
d. Limbah B3
B3 adalah sisa hasil usaha atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang karena sifat dan konsentrasinya atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan merusakan lingkungan hidup (Permen LH Nomor
03 tahun 2008 tentang Tata Cara Perizinan Pengellaan Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun).
.
F. Pengelolaan Limbah B3
1. Definisi Pengelolaan Limbah
Pengelolaan Limbah B3 adalah serangkaian kegiatan yang
mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
50
pemanfaatan pengelolaan dan penimbunan limbah B3. Reduksi limbah B3
asalah suatu kegiatan pada penghasil umtuk mengurangi jumlah dan
mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3 sebelum dihasilkan dari
suatu kegiatan (Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999).
Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, dan atau membuang B3
(Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2001).
2. Tujuan Pengolahan Limbah
Pengelolaan Limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang di
akibatkan limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan
yang sudah tercemar dengan fungsinya kembali (Peraturan Pemerintah
Nomor 85 tahun 1999).
3. Prosedur Pengelolaan Limbah
Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang
menggunakan B3 dan atau menghasilkan limbah B3 wajib melaksanakan
reduksi limbah B3. Pengolahan dan atau penimbunan limbah B3 dapat di
lakukan sendiri oleh penghasil limbah B3 atau penghasil limbah B3 dapat
menyerahkan pengolahan dan atau penimbunan limbah B3 yang
dihasilkan itu kepada pengolah atau penimbun limbah B3 (Peraturan
Pemerintah Nomor 85 tahun 1999).
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
51
4. Penyimpanan Limbah
Limbah B3 harus di simpan secara tepat bilamana ingin dicegah
kemungkinan bahaya-bahayanya. Fasilitas dan prosedur penyimpanan
harus menampung keselamatan dari seluruh kemungkinan bahayanya.
Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum
dapat diolah dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3
dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan
sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat
dihindarkan.
G. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat,
energi, dan atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan atau
jumlah baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan atau
merusak lingkungan hidup serta membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup mausia dan makhluk hidup lain.
Definisi B3 adalah bahan buangan bentuk (padat, cair dan gas) yang
dihasilkan baik dari proses produksi maupun dari proses pemanfaatan
produksi lndustri tersebut yang mempunyai sifat berbahaya dan bersifat
beracun.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
52
H. Diskripsi Pengolahan dan Pengukuran Kinerja Lingkungan
Sebagai upaya mewujudkan komitmen terhadap pelestarian lingkungan
hidup di Purbalinga selalu melakukan pengolahan dan pengukuran terhadap
kinerja lingkungan.
Jenis Limbah yang dihasilkan dari kegiatan Produksi di Purbalinga
berupa limbah padat, limbah cair, dan bising.
a. Limbah Padat Non Bahan Berbahaya dan Beracun ( Non B3)
Kegiatan atau usaha di Purbalinga akan menghasilkan limbah padat non
B3.Limbah ini dihasilkan dari berbagai aktifitas pendukung proses
produksi.Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah domestic dan juga
limbah produksi (serbuk gergaji,abu,boiler,dan potongan kayu)
Limbah padat produksi pada bagian /divisi Rotary diperkirakan mencapai
1.681,515 kg/hari, devisa bare Core diperkirakan diperkirakan mencapai
25.0008,39 kg/hari dan devisi Laminating diperkirakan mencapai
2.615,58 kg/hari. Hasil tersebut dengan asumsi 1 orang menghasilkan
sampah 3 ons (0,03kg) dengan jumlah karyawan sejumlah 4309 orang.
Bentuk pengelolaan yang dilakukan adalah menyediakan tempt sampah
dengan prinsip pemilihan anatar organic dan anorganik.
b. Limbah Padat Bahan Berbahaya dan Beracun(B3)
Limbah padat bahan berbahay dan beracun dihasilkan dari sisa material
listrik yang sudah tidak digunakan,botol bekas oli,spear part kendaraan,
limbah alat perkantoran (cartage,spear part CPU,Bateray) pengelolaan
yang dilakukan produksi di Purbalinga terdapat limbah B3 adalah dengan
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
53
membuat TPS limbah B3 dan khusus limbah B3 oli bekas kendaraan dan
spear part kendaraan dilakukan debengkel remi yang memiliki ijin TPS
B3
c. Limbah Cair Non Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah Domestik)
Limbah cair domestic dihasilkan dari kegiatan domestic produksi di
Purbalinga. Berdasarkan SNI 03-7065-2005 bahwa jumlah air limbah
domestic yang dihasilkan untuk kegiatan indsutri adalah 40
lt/pegawai/hari. Jika jumlah karyawan adalah 4309 orang maka jumlah air
limbah domestic yang dihasilkan adalah 172.360 lt/hari.
I. Sistem Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan dapat
dilakukan dengan cara fiska,kimia,dan biologis atau gabungan ketiga sistem
pengolahan tersebut . pengolahan limbah cair produksi di Purbalinga terdiri
dari proses pre-treatment, proses biologi (Aerobic), Wetland dan Sand Filter.
1. Proses pre-treatment
Pada proses pre-treatment menjadi proses sebagai berikut :
a. Penyaringan kasar pada awal sebelum masuk bak Equalisasi
Yang bertujuan memisahkan benda padat agar tidak masuk ke dalam
instalasi pengolahan air limbah
b. Bak Equalisasi
- Menampung limbah dari proses produksi
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
54
- Mengurangi fluktuasi beban,pH dan debit sehingga beban limbah
menjadi seragam ketika masuk proses IPAL
c. Penambahan nutrisi organik untuk meningkatkan tingkat sifat
biodegrabadle air limbah
2. Proses Biologi Aerobic
Pada proses pengolahan Aerobic limbah akan mengalami proses
degenerasi lanjutan secara biologi dengan memanfaatkan mikroba
Aerobic. Proses Aerobic dengan menggunakan reactor tipe aerasi
bertingkat (Actived sludge bertingkat ).
3. Proses Wetland
Wetland adalah proses pengolahan air limbah dengan
memanfaatkan vegetasi atau tumbuhan air pada suatu kolam dengan
kedalaman tertentu. Cara pengolahan ini melalui proses Respirasi
tanaman hydriphite mampu menghisap oksigen dari udara melalui
daun,batang,akar dan kemudian dilespaskan kembali pada daerah sekitar
perakaran ke seluruh segmen air yang diolah.
4. Sand Filter
Fungsi sand filter adalah menyaring partikel-partikel kotoran yang
terdapat di dalam air. Pada proses sand filtrasi bahan koloid akan
tertahan yaitu dalam bentuk lapisan gelatin sedangkan ion-ion yang larut
dalam air akan dinetralkan oleh ion-ion pasir. Dengan demikian sifat air
akan berubah karena terjadi netralisasi tersebut. Disamping itu, lapisan
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017
55
zoogligal pasir yang mengandung organisme hidup akan memakan bahan
organik sehingga akan membersihkan air.
5. Bak kontrol
Pada proses ini bertujuan untuk mengontrol hasil olahan air
limbah. Pada bak ini biasa menggunakan media ikan sebagai control
awal. Untuk mengetahui kandungan bahan kimia dalam air bisa melalui
pengujian air di laboratorium.
Implementasi Perda Purbalingga…, Desy Purwaningtyas, Fakultas Hukum UMP, 2017