BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana …

18
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Istilah tindak pidana merupakan istilah teknis yuridis dari kata bahasa Belanda “strafbar feit” atau “Delict” dengan pengertian perbuatan yang dilarang oleh peraturan hukum pidana dan dapat dikenai sanksi pidana bagi barang siapa yang melanggarnya. Menurut Moeljatno yang dimaksud dengan ”tindak pidana” adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Terkait dengan masalah pengertian tindak pidana, lebih lanjut Moeljatno mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan : a) Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana b) Larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. c) Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. ”Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya”. Secara garis besar tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memenuhi perumusan yang diberikan dalam ketentuan pidana. Agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai tindak pidana, perbuatan itu harus sesuai dengan perumusan yang diberikan dalam ketentuan Undang-Undang. 5 Korupsi berasal dari bahasa latincorruptio atau corruptus.Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata latinyang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa, seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie). Dari bahasa belanda inilah turun ke Bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”. Kemudian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia korupsi didefinisikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dsb) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. 6 5 https://www.Fh.unsoed.ac.id diakses pada tanggal 19 Maret 2019 pukul 12:27 6 https://nkriku.com/pengertian-korupsi-dampak-korupsi-dan-cara-mengatasi- korupsi/diakses tanggal 19 Maret 2019 pukul 12:00

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana …

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Istilah tindak pidana merupakan istilah teknis yuridis dari kata bahasa

Belanda “strafbar feit” atau “Delict” dengan pengertian perbuatan yang dilarang

oleh peraturan hukum pidana dan dapat dikenai sanksi pidana bagi barang siapa

yang melanggarnya.

Menurut Moeljatno yang dimaksud dengan ”tindak pidana” adalah

perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar

aturan tersebut. Terkait dengan masalah pengertian tindak pidana, lebih lanjut

Moeljatno mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan :

a) Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan

diancam pidana

b) Larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian

yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidana

ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.

c) Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena

antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan

erat pula. ”Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan

orang dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian

yang ditimbulkan olehnya”. Secara garis besar tindak pidana adalah suatu

perbuatan yang memenuhi perumusan yang diberikan dalam ketentuan

pidana. Agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai tindak pidana,

perbuatan itu harus sesuai dengan perumusan yang diberikan dalam

ketentuan Undang-Undang.5

Korupsi berasal dari bahasa latincorruptio atau corruptus.Selanjutnya

disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata

latinyang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa, seperti

Inggris, yaitu corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu

corruptie (korruptie). Dari bahasa belanda inilah turun ke Bahasa Indonesia, yaitu

“korupsi”. Kemudian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia korupsi didefinisikan

sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,

organisasi, yayasan, dsb) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.6

5 https://www.Fh.unsoed.ac.id diakses pada tanggal 19 Maret 2019 pukul 12:27

6https://nkriku.com/pengertian-korupsi-dampak-korupsi-dan-cara-mengatasi-

korupsi/diakses tanggal 19 Maret 2019 pukul 12:00

11

Dalam KUHP tidak ditemui adanya penggunaan terminologi korupsi

secara tegas dalam rumusan delik, namun terdapat bebrapa ketentuan yang dapat

ditangkap dan dipahami esensinya sebagai rumusan tindak pidana korupsi.

Ketentuan-ketentuan tindak pidana korupsi dalam KUHP ditemui pengaturannya

secara terpisah di beberapa pasal pada tiga bab, yaitu:

a. Bab VIII menyangkut kejahatan terhadap penguasa umum, yakni pada

Pasal 209, 210 KUHP.

b. Bab XXI tentang perbuatan curang, yakni pada Pasal 387 dan 388 KUHP.

c. Bab XXVIII tentang kejahatan jabatan, yakni pada Pasal 415, 416, 417,

418, 419, 420, 423, 425, dan 435 KUHP.

Rumusan tentang tindak pidana korupsi yang terdapat di dalam KUHP,

dapat dikelompokkan atas empat kelompok tindak pidana (delik), yaitu:

a. Kelompok tindak pidana penyuapan; yang terdiri dari Pasal 209, 210, 418,

dan Pasal 420 KUHP;

b. Kelompok tindak pidana penggelapan; yang terdiri dari Pasal 415, 416,

dan Pasal 417 KUHP;

c. Kelompok tindak pidana kerakusan (knevelarij atau extortion); yang

terdiri dari Pasal 423 dan Pasal 425 KUHP;

d. Kelompok tindak pidana yang berkaitan dengan pemborongan, leveransir,

dan rekanan; yang terdiri dari Pasal 387, 388, dan Pasal 435 KUHP.

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No 31 Tahun 1999 semakin lama

semakin disempurnakan, sehingga hampir merumuskan berbagai bentuk

pengertian korupsi yang telah diuraikan di atas sebagai tindak pidana korupsi.

Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No 31 Tahun 1999 j.o

Undang- Undang No 20 Tahun 2001 pengertian tindak pidana korupsi tercantum

dalam Bab II tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 2-20 dan Bab III tentang

Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi Pasal 21-Pasal

24.

Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No 31 Tahun 1999 j.o

Undang- Undang No 20 Tahun 2001 pengertian tindak pidana korupsi tercantum

12

dalam Bab II tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 2-20 dan Bab III tentang

Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi Pasal 21-Pasal

24.

Pengertian tindak pidana korupsi terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-

Undang No.: 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

No.: 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam

ketentuan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi adalah :

“setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan atau perekonomian negara.”

Unsur-unsur korupsi berkaitan dengan pemberian seseorang kepada

pejabat negara dengan maksud untuk mempengaruhinya agar memberikan

perhatian istimewa pada kepentingan si pemberi dalam pelaksanaan tugas-tugas

publik.

Unsur-unsur strafbaarfeit atau unsur-unsur tindak pidana menurut Simons

ialah:

a. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau

membiarkan);

b. Diancam dengan pidana;

c. Melawan hukum (onrechtmatig);

d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand);

e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar

persoon).7

Dari unsur-unsur tindak pidana tersebut di atas Simons kemudian

membedakan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari strafbaarfeit. Bahwa

yang dimaksud unsur obyektif adalah perbuatan orang, akibat yang kelihatan dari

perbuatan itu dan keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu. Sedangkan yang

dimaksud unsur subyektif adalah orang yang mampu bertanggung jawab dan

adanya kesalahan (dolus atau culpa).

Menurut Hoffman suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan melawan

hukum maka harus dipenuhi empat unsur utama yaitu :

1. Harus ada yang melakukan perbuatan

2. Perbuatan itu melawan hukum

7

http://pusathukum.blogspot.com/2015/10/unsur-unsur-tindak-pidana.htmldiakses tanggal

19 Maret 2019 pukul 12:31

13

3. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian pada orang lain.

4. Perbuatan itu karena kesalahan yang dapat dicelakan kepadanya.

Dengan demikian, ada tiga fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi,

yaitu bribery (penyuapan), exraction (pemerasan) dan nepotism (nepotisme).

Selanjutnya bisa diidentifikasikan anatomi kejahatan korupsi :

1. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.

2. Korupsi pada umumnya melibatkan kerahasian.

3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang

tidak selalu berupa uang.

4. Pelaku biasanya mempunyai pengaruh yang kuat baik status ekonomi

maupun status politik yang tinggi.

5. Mengandung unsur pengkhianatan kepercayaan.

6. Mengandung unsur tipu muslihat

7. Perbuatan tersebut melanggar norma. Tugas dan pertanggung jawaban

dalam tatanan masyarakat.8

Beberapa pengertian dan tipe Tindak Pidana Korupsi berikut dengan

penjelasan masing-masing unsurnya.

Pengertian Tindak Pidana Korupsi tipe pertama terdapat dalam Pasal 2

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No.: 31 Tahun 1999 :

1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat )

tahun dan paling lama 20 (dua puluh tahun) dan denda paling banyak Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.

Berdasarkan ketentuan pasal di atas unsur-unsur dari tindak pidana korupsi

adalah sebagai berikut :

1. Perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, pada

dasarnya maksud memperkaya di sini dapat ditafsirkan suatu perbuatan

8 Rudi Pardede, Proses Pengembalian Kerugian Negara Akibat Korupsi, (Yogyakarta :

Genta publishing,2016), hlm 21.

14

dengan mana si pelaku bertambah kekayaan oleh karena perbuatan

tersebut. Modus operandi perbuatan memperkaya dapat dilakukan dengan

berbagai cara, misalnya dengan membeli, menjual, mengambil, memindah

bukukan rekening, menandatangani kontrak serta perbuatan lainnya

sehingga si pelaku bertambah kekayaannya.

1. Perbuatan tersebut bersifat melawan hukum dalam Undang-Undang tindak

pidana korupsi mencakup perbuatan melawan hukum baik dalam arti

formil maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak

diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi apabila perbuatan

tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau

norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan

tersebut dapat dipidana.

2. Merugikan keuangan atau perekonomian negara. Penjelasan Undang-

Undang Tindak Pidana Korupsi menentukan bahwa keuangan negara

adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan

atau tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan

negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

a. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban

pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun daerah; dan

b. Berada dalam pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha

Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum,

dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan

yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian

dengan negara

Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi No.: 31 Tahun 1999

sebagaimana diubah menjadi Undang-undang No.: 20 Tahun 2001 merumuskan

pengertian tindak pidana korupsi tipe kedua sebagai berikut:

“setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara

15

atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp.

1.000.000.000,00.- (satu miliar rupiah).

Unsur-unsur tindak pidana korupsi dari pasal di atas adalah sebagai

berikut:

1. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukannya tindak pidana korupsi pada tipe kedua ini

terutama ditunjukkan kepada seorang pegawai negeri.

2. Pegawai negeri saja yang dapat menyalahgunakan jabatan, kedudukan, dari

kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya.

Berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Korusi Pasal 1 Angka 1

memberikan pengertian tentang Korporasi yaitu :

“Kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisir baik merupakan badan

hukum maupun bukan badan hukum”

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Tindak Pidana

Korupsi No.: 31 Tahun 1999 pengertian pegawai negeri meliputi:

a) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Kepegawaian (Undang-undang No.: 43 Tahun 1999);

b) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHPidana (Pasal 92

KUHPidana);

c) Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau

daerah;dan

d) Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang

menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; dan

e) Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang

mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.

3. Tujuan dari perbuatan tersebut menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi. Perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

16

4. atau suatu korporasi berarti membuat orang tersebut, orang lain/kroninya

atau suatu korporasi memperoleh aspek material maupun immaterial dari

perbuatan itu. Pembuktian unsur “menguntungkan” dapat lebih mudah

dibuktikan oleh penuntut umum karena unsur menguntungkan tidak

memerlukan dimensi apakah orang tersebut menjadi kaya atau bertambah

kaya sebagaimana unsur “memperkaya” dalam Pasal 2 Undang Tindak

Pidana Korupsi No.: 31 Tahun 1999.

Menurut Hoge Raad, gaji tidaklah merupakan syarat penting dari

pengertian pegawai negeri. Pengertian pegawai negeri menurut Hoge Raad ini

ternyata dianut pula oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana

ternyata dalam pertimbangan dari putusan-putusannya yang pada pokoknya

menyatakan bahwa pegawai negeri adalah setiap orang yang diangkat oleh

penguasa yang dibebani dengan jabatan umum untuk melaksanakan sebagian

tugas negara.9

Dengan merujuk pada Undang-undang No.: 31 Tahun 1999 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi, maka setiap tindakan seseorang atau

korporasi yang memenuhi kriteria atau rumusan delik di atas, maka kepadanya

dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam Memorie van Toelichting Pasal 51 Ned. W.v.S (Pasal 59 KUHP)

dinyatakan sebagai berikut.

“Suatu strafbaar feit hanya dapat diwujudkan oleh manusia, dan fiksi tentang

badan hukum tidak berlaku di bidang hukum pidana.”

Sebagaimana telah di atur dalam Undang-Undang No.: 31 Tahun 1999 dan

Undang-Undang No.: 20 Tahun 2001. Sebanyak 13 Pasal menjelaskan bentuk-

bentuk korupsi di Indonesia yang dapat dilakukan penindakan terhadapnya.

Dari pasal-pasal tersebut, korupsi dirinci lebih lanjut ke dalam 30 (tiga

puluh) bentuk tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menjelaskan secara rinci

tentang perbuatan-perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena kasus

korupsi. Ketiga puluh bentuk tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat

dikelompokkan sebagai berikut.

9 Adami Chazawi,Pelajaran Hukum Pidana 2 , (Jakarta : Rajawali Pers,2014), hlm.76.

17

1. Kerugian keuangan negara: Pasal 2 dan 3

2. Suap menyuap: Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 5

ayat (2), Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (2),

Pasal 11, 22 Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 12 huruf c, Pasal 12

huruf d dan Pasal 13.

3. Penggelapan dalam jabatan : Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10

huruf b, dan Pasal 10 huruf c.

4. Pemerasan : Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f, Pasal 12 huruf g.

5. Perbuatan curang : Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7

ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 12

huruf h.

6. Benturan-benturan dalam pengadaan : Pasal 12 huruf i.

7. Gratifikasi : Pasal 12 B jo Pasal 12 C.10

Selain definisi tindak pidana korupsi sebagaimana diuraikan di atas, masih

terdapat tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yakni

sebagaimana diatur di dalam Pasal 21, 22 jo 28, 22 jo 29, 22 jo 35, 22 jo 36 dan

24 jo 31 Undang-undang No.: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Dengan adanya unsur-unsur tindak pidana korupsi yang ditetapkan dalam

peraturan perundang-undangan, maka setiap tindakan seseorang atau korporasi

yang memenuhi kriteria atau rumusan delik di atas, maka kepadanya dikenakan

sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Harus diingat dan dipahami bahwa

unsur-unsur tindak pidana sangat penting untuk diketahui karena dengan tidak

terpenuhinya unsur suatu tindak pidana, maka pelaku kejahatan dapat bebas dari

segala tuntutan hukum dan dalam kenyataannya penyebab sehingga seorang

terdakwa korupsi bebas dari jeratan hukum karena tidak terpenuhinya unsur-unsur

tersebut.

B. Pengertian Keuangan Negara

Korupsi sangat berkaitan dengan keuangan negara dan menyangkut

perekonomian negara yang semakin merosot akibat dari korupsi yang dilakukan

oleh para pejabat.

10 KPK, Buku Panduan Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta, Agustus

2016), hlm. 16-17

18

Keuangan negara menurut beberapa ahli antara lain seperti M

Achwan, berpendapat bahwa keuangan negara adalah rencana kegiatan

secara kuantitatif (dengan angka-angka diantaranya diwujudkan dalam

jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya

satu tahun mendatang.

Menurut Goedhart, keuangan negara merupakan keseluruhan

undang-undang yang ditetapkan secara periodik yang memberikan

kekuasaan pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode

tertentu dan menunjukkan alat pembiayaan yang diperlukan untuk menutup

pengeluaran tersebut.

Dalam Penjelasan Undang-undang No.: 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi penjelasan keuangan negara adalah

seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak

dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak

dan kewajiban yang timbul karena :

a) Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban

pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun daerah; dan

b) Berada dalam pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik

Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan

perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang

menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No.: 17 tahun 2003 tentang Keuangan

Negara (UUKN) menyatakan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban

negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang

maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengertian tersebut memiliki substansi

yang dapat ditinjau dalam arti luas meliputi hak dan kewajiban negara yang dapat

dinilai dengan uang, termasuk barang milik negara yang tidak tercakup dalam

anggaran negara. Sementara itu, keuangan negara dalam arti sempit hanya terbatas

19

dengan uang, termasuk barang milik negara yang tercantum dalam anggaran

negara untuk tahun yang bersangkutan.

1. Ruang Lingkup Keuangan Negara

Pada hakikatnya, keuangan negara sebagai sumber pembiayaan dalam

rangka pencapaian tujuan negaa tidak boleh dipisahkan dengan ruang lingkup

yang dimiliknya. Oleh karena ruang lingkup itu menentukan substansi yang

dikandung dalam keuangan negara. Sebenarnya keuangan negara harus memiliki

ruang lingkup agar terdapat kepastian hukum yang menjadi pegangan bagi pihak-

pihak yang melakukan pengelolaan keuangan Negara.

Ketika berbicara mengenai hukum keuangan Negara berarti membicaraan

ruang lingkup keuangan Negara dari aspek yuridis. Ruang lingkup keuangan

Negara menurut Pasal 2 huruf g Undang-Undang Keuangan Negara adalah

sebagai berikut:

a. Negara untuk memungut pajak;

b. Hak negara untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang;

c. Hak negara untuk melakukan pinjaman;

d. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintahan negara;

e. Kewajiban negara untuk membayar tagihan pihak ketiga;

f. Penerimaan negara;

g. Pengeluaran negara;

h. Penerimaan daerah;

i. Pengeluaran daerah;

j. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak

lain berupa uang, suart berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang

dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan pada perusahaan

negara/perusahaan daerah;

k. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggara tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

20

l. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang

diberikan pemerintah.

Ruang lingkup keuangan negara tersebut, dikelompokkan ke dalam tiga

bidang pengelolaan yang bertujuan untuk memberi pengklasifikasian terhadap

pengelolaan keuangan negara. Adapun pengelompokkan pengelolaan keuangan

negara adalah sebagai berikut;

1. Bidang pengelolaan pajak;

2. Bidang pengelolaan moneter;

3. Bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

2. Kerugian Keuangan Negara

Kerugian negara bukanlah kerugian dalam pengertian didunia

perusahaan/perniagaan, melainkan suatu kerugian yang terjadi karena sebab

perbuatan (melawan hukum).

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat bahasa Indonesia Departemen

Pendidikan Nasional, Edisi Keempat Tahun 2008 mendefinisikan kata rugi,

kerugian dan merugikan sebagai berikut:

Kata ”rugi” adalah kurang dari harga beli atau modalnya kurang dari modal,

‟rugi” adalah, tidak mendapatkan faedah (manfaat), tidak beroleh sesuatu yang

berguna, “kerugian” adalah menanggung atau menderita rugi, sedangkan kata

“merugikan” adalah mendatangkan rugi kepada sengaja menjual lebih rendah dari

harga pokok.” Kerugian negara yang ditimbulkan dari akibat perbuatan tindak

pidana korupsi yang dimaksud adalah adanya kerugian negara yang ditimbulkan

pada keuangan negara atau perekonomian negara.11

Pada Penjelasan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No.: 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa :

Kerugian keuangan negara adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya

berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang

ditunjuk.”

Dalam Undang-undang No.: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi memberikan penjelasan tentang pengertian Perekonomian

11 http://raypratama.blogspot.co.id/2012/02/kerugian-negara.html diakses tgl 8 Maret

2019 pukul 18.50

21

negara kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha berdasarkan asas

kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang berdasarkan pada

kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah sesuai dengan

ketentuan pemilihan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan

memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan

rakyat.

Berdasarkan pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006

tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bahwa :

“Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang

yang pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja

maupun lalai”

Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang No.: 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara :

“Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga,

danbarang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan

hukum baik sengaja maupun lalai.”

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka dapat dikemukakan unsur-

unsur dari kerugian negara yaitu :

1. Kerugian negara merupakan berkurangnya keuangan negara berupa uang

berharga, barang milik negara dari jumlahnya dan/atau nilai yang

seharusnya.

2. Kekurangan dalam keuangan negara tersebut harus nyata dan pasti

jumlahnya atau dengan perkataan lain kerugian tersebut benar-benar telah

terjadi dengan jumlah kerugian yang secara pasti dapat ditentukan

besarnya, dengan demikian kerugian negara tersebut hanya merupakan

indikasi atau berupa potensi terjadinya kerugian.

3. Kerugian tersebut akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja

maupun lalai, unsur melawan hukum harus dapat dibuktikan secara

cermat atau tepat.

22

Hal-hal yang dapat merugikan keuangan negara dapat ditinjau dari

beberapa aspek, antara lain aspek pelaku, sebab, waktu dan cara penyelesaiannya :

1. Ditinjau dari aspek pelaku

a. Perbuatan bendaharawan yang dapat menimbulkan kekurangan

perbendaharaan, disebabkan oleh antara lain karena pembayaran,

pemberian atau pengeluaran kepada pihak yang tidak berhak,

pertanggung jawaban/laporan yang tidak sesuai dengan kenyataan,

penggelapan, tindak pidana korupsi, pencurian karena kelalaian.

b. Pegawai negeri non bendaharawan, dapat merugikan keuangan

negara dengan cara antara lain pencurian atau penggelapan,

penipuan, tindak pidana korupsi, dan menaikan harga atau merubah

mutu barang.

c. Pihak ketiga dapat mengakibatkan kerugian negara dengan cara

antara lain menaikkan harga atas dasar kerja sama dengan pejabat

yang berwenang dan tidak menepati perjanjian (wanprestasi).

2. Ditinjau dari aspek penyebab

a. Perbuatan manusia, yakni perbuatan yang sengaja seperti yang

diuraikan pada poin sebelumnya, perbuatan yang tidak disengaja,

karena kelalaian, kealpaan, kesalahan atau ketidakmampuan, serta

pengawas terhadap penggunaan keuangan negara yang tidak

memadai.

3. Ditinjau dari aspek waktu

Tinjauan dari aspek waktu disini dimaksudkan untuk memastikan apakah

suatu kerugian keuangan negara masih dapat dilakukan penuntutan atau

tidak.

4. Ditinjau dari aspek cara penyelesaiannya

a. Tuntutan pidana/pidana khusus (korupsi)

b. Tuntutan perdata

c. Tuntutan perbendaharaan

d. Tuntutan ganti rugi.12

C. Pengembalian Kerugian Negara

Teori pengembalian kerugian keuangan negara adalah teori hukum yang

menjelaskan sistem hukum pengembalian kerugian keuangan negara berdasarkan

prinsip-prinsip keadilan sosial yang memberikan kemampuan, tugas dan tanggung

jawab kepada institusi negara dan institusi hukum untuk memberikan

perlindungan dan peluang kepada individu-individu dalam masyarakat dalam

mencapai kesejahteraan, teori ini dilandaskan pada prinsip dasar berikan kepada

negara yang menjadi hak negara. Di dalam hak negara terkandung kewajiban

negara yang merupakan hak individu masyarakat, sehingga prinsip tersebut setara

dan sebangun dengan prinsip berikan kepada rakyat apa yang menjadi hak

rakyat.13

12 Rudi Pardede, Proses Pengembalian Kerugian Negara Akibat Korupsi, (Yogyakarta :

Genta publishing,2016), hlm. 109-110

13

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/22286/SKRIPSI%20LENGA

P-PIDANA-SULTAN.pdf?sequence=1 diakses pada tanggal 19 Maret 2018 pukul 12:26

23

Sebagai bagian dari upaya pengembalian kerugian keuangan negara secara

tegas dinyatakan dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf a Undang-Undang No.: 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pada pokoknya

mengatur tentang:

”Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau

barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak

pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana

korupsi dilakukan, perampasan tersebut dapat pula dikenakan terhadap harga dari

barang tersebut”.

Dalam Pasal 11 PMK Nomor : 03/PMK.06/2011 dijelaskan pula dalam

pengurusan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,

Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki wewenang dan tanggung jawab

meliputi:

a. Melakukan Penatausahaan;

b. Melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan

hukum terhadap Barang Rampasan Negara yang berada dalam

penguasaannya;

c. Mengajukan usul penetapan status penggunaan, Pemanfaatan,

Pemindahtanganan, pemusnahan dan Penghapusan kepada Menteri atau

kepada pejabat yang menerima pelimpahan wewenang Menteri sesuai

dengan batas kewenangan; dan

d. Melaksanakan kewenangan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 15 (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan

Negara dan Barang Gratifikasi bahwa:

“Penjualan Barang Rampasan Negara oleh Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan

Korupsi dilakukan dengan cara lelang melalui Kantor Pelayanan.”

24

D. Jenis-Jenis Hukuman dan Teori Penghukuman Dalam Hukum Pidana

1. Jenis-Jenis Hukuman

Beratnya hukuman tidak hanya berpengaruh bagi si terhukum, yang

mengalami sendiri akibat perbuatannya juga tidak kurang pentingnya bagi

perlindungan dan rasa aman masyarakat.14

Dalam penjelasan umum Undang-undang No.: 31 Tahun 1999 tindak

pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil. Dengan

rumusan secara formil yang dianut dalam undang-undang ini, meskipun hasil

korupsi telah dikembalikan kepada negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap

diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana. Didalam undang-undang sudah

memuat ketentuan pidana yaitu :

1. Menentukan ancaman pidana minimum khusus;

2. Pidana denda yang lebih tinggi; dan

3. Ancaman pidana mati yang merupakan pemberatan pidana.

Selain itu, undang-undang ini memuat juga pidana penjara bagi pelaku

tindak pidana korupsi yang tidak dapat membayar pidana tambahan berupa uang

pengganti kerugian negara.

Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat 2 jenis

hukuman, yakni hukuman pokok dan hukuman tambahan:

1. Hukuman Pokok terbagi menjadi:

a. Hukuman Mati

Hukuman mati suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan oleh

pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas

seseorang akibat perbuatannya. Setiap orang memang berhak atas

kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan meningkatkan taraf

kehidupannya sebagaimana terdapat dalam Pasal 28A Undang-

14 Bismar Siregar, Bunga Rampai Karangan Tersebar Bismar Siregar, (Jakarta : CV.

Rajawali, 1989), hlm. 8

25

Undang Dasar 1945. Akan tetapi, hak tersebut dapat dibatasi dengan

instrumen Undang-Undang.

b. Hukuman Penjara

Pidana penjara adalah pidana pokok yang dapat dikenakan untuk

seumur hidup atau selama waktu tertentu. Pidana penjara selama

waktu tertentu yaitu antara satu hari hingga dua puluh tahun

berturut-turut (Pasal 12 KUHP) serta dalam masa hukumannya

dikenakan kewajiban kerja (Pasal 14 KUHP).

c. Hukuman Kurungan

Hukuman penjara maupun kurungan, keduanya adalah bentuk

pemidanaan dengan menahan kebebasan seseorang karena

melakukan suatu Tindak Pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal

22 KUHP. Pidana kurungan dikenakan kepada orang yang

melakukan Tindak Pidana Pelanggaran, atau sebagai pengganti

pidana denda yang tak bisa dibayarkan (Pasal 30 ayat 2 KUHP).

d. Hukuman Denda

Hukuman denda dikenakan terhadap pelanggaran yang diatur dalam

Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 30 ayat 2 KUHP jika pidana

denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan.

Pidana Tambahan hanya bersifat menambah pidana pokok yang

dijatuhkan. Jadi, tidaklah dapat berdiri sendiri, kecuali hal-hal tertentu, dalam

perampasan barang-barang tertentu. Pidana tambahan ini bersifat Fakultatif,

artinya dapat dijatuhkan tetapi tidaklah harus.

2. Hukuman Tambahan terbagi meliputi:

a. Pencabutan beberapa hak yang tertentu; (Pasal 35 KUHP)

b. Perampasan barang yang tertentu; (Pasal 39 KUHP)

c. Pengumuman keputusan Hakim. (Pasal 43 KUHP)

26

2. Teori Penghukuman Dalam Hukum Pidana

a) Teori Pemidanaan

Teori tujuan sebagai Theological Theory dan teori gabungan sebagai

pandangan integratif di dalam tujuan pemidanaan beranggapan bahwa

pemidanaan mempunyai tujuan plural, di mana kedua teori tersebut

menggabungkan pandangan Utilitarian dengan pandangan Retributivistsecara

lebih spesifik dan lebih efisien.

Pandangan retributivist mengandaikan pemidanaan sebagai ganjaran

negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga masyarakat

sehingga pandangan ini melihat pemidanaan hanya sebagai pembalasan terhadap

kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab moralnya masing-masing.

Pandangan ini dikatakan bersifat melihat kebelakang (backward looking).

Pandangan Utilitarian melihat pemidanaan dari segi manfaat atau

kegunaannya dimana yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin

dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu pihak, pemidanaan

dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana dan pihak lain

pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan

melakukan perbuatan yang serupa. Pandangan ini dikatakan berorientasi ke depan

(forward looking) dan sekaligus mempunyai sifat pencegahan (detterence).15

Ada tiga golongan utama untuk membenarkan penjatuhan pidana :

1. Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien)

2. Teori relatif atau tujuan (deoltheorien)

3. Teori gabungan (verenigingstheorien)

Beberapa penjelasan teori yang berkaitan dengan tujuan pemidanaan

adalah sebagai berikut :

1. Teori absolut atau pembalasan (retributive/vergeldings theorieen)

Dalam teori ini dasar untuk menjatuhkan hukuman semata-mata

membalas tindakan yang dilakukan pelaku tindak pidana, dan ada yang

berpendapat bahwa teori balas dendam ini semata-mata dianggap

penebus dosa, karena setiap tindak pidana merupakan tindakan yang

merugikan orang lain dan menimbulkan dosa terhadap pelakunya.

Tujuan teori ini sebagai pencegahan dan penyembuhan terhadap

perbuatan pidana.

2. Teori relatif atau teori tujuan (utilitirian/doelthorieen)

Menurut teori ini penjahat tidak harus dijatuhi hukuman seberat

mungkin, karena teori ini berfikir lebih luas dari pada teori absolut,

dianggapnya teori absolut hanya memikirkan terhadap kejahatan yang

lalu tanpa harus memikirkan kejahatan yang akan datang.

3. Teori gabungan (verenigings teorieen).

15 Digilib.unila.ac.id diakses pada tanggal 9 Maret 2019 pukul 12.13

27

Teori gabungan adalah kombinasi dari teori relatif. Menurut teori

gabungan, tujuan pidana selalu membalas kesalahan penjahat juga

dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dengan mewujudkan

ketertiban dengan ketentuan beratnya pidana tidak boleh melampaui

batas pembalasan yang adil.16

Mengenai tujuan pidana untuk pencegahan kejahatan ini, biasa dibedakan

menjadi dua istilah, yaitu :

a) Prevensi special (speciale preventie) atau Pencegahan Khusus

Bahwa pengaruh pidana ditunjukan terhadap terpidana, dimana

prevensi khusus ini menekankan tujuan pidana agar terpidana tidak

mengulangi perbuatannya lagi.

b) Prevensi General (Generale Prevenie) atau Pencegahan Umum

Prevensi General menekankan bahwa tujuan pidana adalah untuk

mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan penjahat.

Pengaruh pidana ditunjukkan terhadap masyarakat pada umumnya

dengan maksud untuk menakut-nakuti.

4. Teori Integratif

Pendekatan ini mengakibatkan adanya keharusan untuk memilih teori

integratif tentang tujuan pemidanaan, yang dapat memenuhi

fungsinya dalam rangka mengatasi kerusakan-kerusakan yang

diakibatkan oleh tindak pidana (individual and social damages).

Perangkat tujuan pemidanaan yang dimaksud diatas adalah :

a) Pencegahan (umum dan khusus);

b) Perlindungan Masyarakat;

c) Memelihara Solidaritas Masyarakat dan

d) Pengimbalan/Pengimbangan.17

16 Mudakir Iskandar Syah, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, ( Jakarta :

Sagung Seto, 2008), hlm. 61-62 17

https://www.google.com/amp/s/rahmanjambi43.wordpress.com/2015/02/06/teoripemidan

aan-dalam-hukum-pidana-indonesia/amp/ diakses tanggal 19 Maret 2018 pukul 12:22