BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...

18
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan analisis sektor unggulan telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Hasil penelitian terdahulu dapat digunakan sebagai acuan referensi bagi peneliti untuk membantu penelitian saat ini yang sedang dilakukan. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang topiknya berhubungan dengan analisis sektor unggulan. Endi dkk (2014) Hasil analisisnya menunjukkan bahwa sektor ekonomi Kota Bandar Lampung yang tergolong maju dan tumbuh pesat adalah sektor industri pengolahan dan sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan. Sub sektor ekonomi Kota Bandar Lampung yang tergolong maju dan tumbuh pesat adalah industri bukan migas, barang kayu dan hasil hutan lainnya, semen dan barang galian bukan logam, logam dasar besi dan baja, angkutan jalan rel, angkutan laut dan jasa pemerintah lainnya. Soebagiyo dkk (2015) Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa sektor yang menjadi kunci dalam pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah yaitu sektor dengan daya serap tenaga kerja yang tinggi. Sektor pertanian, industri dan perdagangan merupakan kompenen penting dalam pertumbuhan ekonomi. Kabupaten Wonogiri, Sragen, Boyolali, Semarang, Kendal, Kebumen, dan Purworejo merupakan daerah dengan keunggulan sektor utama. Kota Surakarta, Semarang, Salatiga, Pekalongan, Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Semarang, dan Kebumen merupakan daerah

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan analisis sektor unggulan telah

banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Hasil penelitian terdahulu dapat

digunakan sebagai acuan referensi bagi peneliti untuk membantu penelitian

saat ini yang sedang dilakukan. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu

yang topiknya berhubungan dengan analisis sektor unggulan.

Endi dkk (2014) Hasil analisisnya menunjukkan bahwa sektor

ekonomi Kota Bandar Lampung yang tergolong maju dan tumbuh pesat

adalah sektor industri pengolahan dan sektor keuangan persewaan dan jasa

perusahaan. Sub sektor ekonomi Kota Bandar Lampung yang tergolong maju

dan tumbuh pesat adalah industri bukan migas, barang kayu dan hasil hutan

lainnya, semen dan barang galian bukan logam, logam dasar besi dan baja,

angkutan jalan rel, angkutan laut dan jasa pemerintah lainnya.

Soebagiyo dkk (2015) Hasil analisis penelitian ini menunjukkan

bahwa sektor yang menjadi kunci dalam pertumbuhan ekonomi di Jawa

Tengah yaitu sektor dengan daya serap tenaga kerja yang tinggi. Sektor

pertanian, industri dan perdagangan merupakan kompenen penting dalam

pertumbuhan ekonomi. Kabupaten Wonogiri, Sragen, Boyolali, Semarang,

Kendal, Kebumen, dan Purworejo merupakan daerah dengan keunggulan

sektor utama. Kota Surakarta, Semarang, Salatiga, Pekalongan, Kabupaten

Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Semarang, dan Kebumen merupakan daerah

8

dengan sektor pendukung. Sedangkan Kota Surakarta, Semarang, Salatiga,

Pekalongan, Magelang, Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Sragen,

dan Purworejo merupakan daerah dengan keunggulan sektor pelengkap.

Mangilaleng dkk (2015), Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor

unggulan Kabupaten Minahasa Selatan berdasarkan perhitungan Location

Qotient (LQ) sektor unggulannya yaitu sektor pertambangan, sektor

pertanian, sektor konstruksi, dan diikuti oleh sektor industri. Hasil

perhitungan Shift Share (SS) yang memberikan daya saing terbesar di

Kabupaten Minahasa Selatan yaitu sektor pertanian, sektor industri dan sektor

konstruksi.

Hubungan antara penelitian yang dilakukan saat ini dengan penelitian

terdahulu adalah bersifat pengembangan dimana penelitian saat ini

menambahkan alat analisis DLQ dalam penelitian.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Prinsip Dasar Ekonomi Regional

Ilmu ekonomi regional atau ilmu ekonomi wilayah adalah suatu

cabang dari ilmu ekonomi yang dalam pembahasannya memasukkan unsur

perbedaan potensi satu wilayah dengan wilayah lain. Ilmu ekonomi

regional tidak hanya membahas kegiatan individual melainkan kegiatan

suatu wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau dengan kata

lain melihat berbagai wilayah dengan potensinya yang berbeda-beda dan

9

bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat

pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah.

Menurut Tarigan (2005:10) Hakekat dari bidang ilmu ekonomi

regional memiliki cakupan yang sangat luas sehingga sampai saat ini para

ahli ekonomi regional belum memiliki pandangan yang sama mengenai

materi yang harus di bahas. Namun ada hal-hal yang sudah menjadi bagian

dari ekonomi regional yaitu pendapatan wilayah, teori basis ekspor,

berbagai teori pertumbuhan ekonomi wilayah,di tambah dengan teori

lokasi yang menjadi ciri khas ekonomi regional. Oleh karena itu, ekonomi

regional tidak dapat lepas dari teori ekonomi umum yaitu cabang ekonomi

makro dan ekonomi pembangunan.

2. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat

Menurut Tarigan (2005:54), teori Turnpike (Pertumbuhan jalur

cepat) diperkenalkan oleh Samuelson di tahun 1955. Teori ini menyatakan

bahwa setiap negara/wilayah perlu untuk melihat sektor/komoditas yang

memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, yang

disebabkan karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki

competitive adventage untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan

modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang

lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan

volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya

terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing

10

pada pasar luar negeri. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong

sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan

akan tumbuh. Mensinergiskan sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor

saling berkaitan dan saling mendukung. Menggabungkan kebijakan Jalur

cepat (turnpike) dan mengkaitkannya dengan sektor yang lain akan mampu

membuat perekonomian menjadi cepat tumbuh.

3. Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan

pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan

oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegitan ekonomi

dikelompokkan atas kegiatan basis dan nonbasis.

Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual

produk/jasa keluar wilayah baik wilayah lain dalam negara itu maupun

keluar negeri. Kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil

produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah

atau biasa disebut kegiatan basis. Lapangan kerja dan pendapatan disektor

basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous (tidak

tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal).

Semua kegiatan lain yang bukan kegitan basis termasuk ke dalam

kegiatan/sektor service atau pelayanan/sektor nonbasis yang merupakan

sektor ekonomi yang hanya mampu penuhi kebutuhan wilayahnya sendiri.

Oleh karena itu, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat

11

pendapatan masyarakat setempat, sehingga sektor ini terikat dengan

kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi

pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan ini, satu-satunya

sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi

pertumbuhan alamiah adalah sektor basis.

Ada beberapa cara untuk memilah kegiatan basis dan nonbasis yaitu:

a. Metode Langsung

Metode langsung dapat dilakukan dengan survei langsung

kepada pelaku usaha kemana mereka memasarkan barang yang

diproduksi dan darimana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan

untuk menghasilkan produk tersebut. Dari jawaban yang mereka

berikan, dapat ditentukan berapa persen produk yang dijual ke luar

wilayah dan berapa persen yang dipasarkan di dalam wilayah.

b. Metode Tidak Langsung

Mengingat rumitnya melakukan survei langsung ditinjau dari

sudut waktu dan biaya, banyak juga dipakai metode tidak langsung

dalam mengukur kegiatan basis dan nonbasis. Salah satu metode tidak

langsung adalah dengan menggunakan asumsi atau disebut metode

asumsi. Metode asumsi, berdasarkan kondisi wilayah tersebut

(berdasarkan data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan

sebagai kegiatan basis dan kegiatan lainnya sebagai kegiatan nonbasis.

Kegiatan yang mayoritas produknya dijual keluar wilayah atau

mayoritas uang masuknya berasal dari luar wilayah langsung dianggap

12

basis, sedangkan yang mayoritas produknya dipasarkan lokal dianggap

nonbasis. Metode asumsi menganggap kegiatan lain yang bukan

dikategorikan basis otomatis akan di anggap menjadi kegiatan nonbasis.

13

c. Metode Campuran

Metode campuran adalah gabungan antara metode asumsi

dengan metode langsung. Dalam metode campuran diadakan survei

pendahuluan, yaitu pengumpulan data sekunder biasanya dari instansi

pemerintah atau lembaga pengumpul data seperti BPS. Dari data

sekunder berdasarkan analisis ditentukan kegiatan mana yang dianggap

basis dan nonbasis. Asumsinya apabila 70% atau lebih produknya

diperkirakan dijual keluar wilayah maka kegiatan itu langsung dianggap

basis. Sebaliknya, apabila 70% atau lebih produknya dipasarkan di

tingkat lokal maka langsung dianggap nonbasis. Apabila porsi basis dan

nonbasis tidak begitu kontras, porsi itu harus ditaksir. Untuk

menentukan porsi terebut, harus dilakukan survei lagi dan harus

ditentukan sektor mana yang surveinya cukup dengan pengumpulan

data sekunder dan sektor mana yang mungkin membutuhkan sampling

pengumpulan data langsung dari pelaku usaha.

d. Metode Location Quotient

Metode lain yang tidak langsung adalah dengan menggunakan

Location Quetient (metode LQ). Metode LQ membandingkan porsi

lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah kita

dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor

yang sama secara nasional. (Tarigan 2005:62).

14

4. Teori Basis Ekspor Richardson

Penganjur teori ini pertama kali adalah Tiebout. Dimana kegiatan

untuk menghasilkan produk/lapangan pekerjaan dalam suatu daerah dilihat

sebagai lapangan kerja dasar (basis) dan lapangan kerja pelayanan

(nonbasis). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya

tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus

berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lain, sedangkan

pekerjaan service (nonbasis) adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat didaerah itu sendiri.

Teori basis ekspor terdiri dari 2 asumsi, yaitu :

a. Asumsi pokok bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen

(independen) dalam pengeluaran. Artinya, semua unsur pengeluaran

lain terikat (independen) terhadap pendapatan. Secara tidak langsung

hal ini berarti di luar pertambahan alamiah, hanya peningkatan ekspor

saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah. Sektor lain

hanya meningkat apabila pendapatan daerah secara keseluruhan

meningkat. Jadi, satu-satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah

ekspor. Ekspor tidak terikat di dalam siklus pendapatan daerah.

b. Asumsi kedua adalah fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari

titik nol sehingga tidak akan berpotongan (intercept). (Tarigan

(2005:55).

15

5. Komoditas / Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah suatu komoditas untuk meningkatkan

pertumbuhan maupun perkembangan pada komoditas-komoditas lainnya,

yang mana setiap komoditas baik yang mensuplai inputnya ataupun

komoditas yang memanfaatkan outputnya sebagai input dalam proses

produksinya. (Widodo, 2006).

Menurut Daryanto dkk (2010:31) kriteria-kriteria komoditas yang

dikatakan unggul adalah :

a. Merupakan pelopor dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah.

Dimana, komoditas tersebut mampu untuk memberikan pengaruh

positif terhadap pendapatan suatu wilayah.

b. Memiliki hubungan kuat dengan sesama komoditas.

c. Dapat mempertahankan eksistensinya didalam pasar baik nasional

maupun internasional dengan harga terjangkau namun tidak

mengabaikan kualitas.

d. Mempunyai hubungan baik dengan daerah lain dalam bidang ekonomi.

e. Berstatus teknologi modern dimana dapat terus berkembang mengikuti

zaman.

f. Dapat mengurangi jumlah pengangguran dengan penyerapan pekerja

yang memiliki skill sesuai kebutuhan

g. Dapat saling melengkapi dengan cara menggantikan apabila salah satu

komoditas mengalami penurunan dalam perkembangannya.

16

h. Mampu bertahan dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil baik yang

berasal dari luar daerah maupun dari daerah itu sendiri.

i. Dalam pertumbuhannya membutuhkan dukungan

j. Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumber daya dan

lingkungan.

6. Analisis Tipologi Klassen

Menurut Widodo (2005) dalam Sjafrizal (2016:202), menyatakan

bahwa teknik analisis Tipologi Klassen juga digunakan untuk menganalisis

pengelompokan sektor-sektor ekonomi menurut masing-masing daerah.

Dalam hal ini indikator yang digunakan mengalami sedikit perubahan

dibandingkan dengan teknik analisis tipologi klassen yang terdahulu, yaitu

laju pertumbuhan dan kontribusi dari masing-masing sektor setiap daerah.

Dengan cara demikian akan dapat diketahui sektor-sektor ekonomi yang

pertumbuhannya bersifat andalan, potensial, berkembang, dan terbelakang.

Pengelompokan yang demikian akan dapat membantu para perencana

untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi secara sektoral.

Implikasi dari penggunaan Matrik Klassen Tipologi tersebut dalam

perumusan kebijakan dan program pembangunan sektor-sektor ekonomi

antara lain dapat dilakukan dengan cara bilamana peningkatan

pertumbuhan ekonomi daerah merupakan sasaran utama pembangunan,

maka prioritas sebaiknya diberikan pada peningkatan kegiatan sektor-

17

sektor andalan bagaimana terdapat pada kuadran 1. Akan tetapi, bilamana

pemerataan pembangunan merupakan sasaran utama pembangunan daerah,

maka prioritas pembangunan sebaiknya diberikan pada sektor-sektor

ekonomi yang terdapat pada kuadaran 4 yang masih dalam kondisi

tertinggal.

7. Analisis Static Location Quotient (SLQ) dan Dinamic Location Quotient

(DLQ)

Teknik analisis SLQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya

peranan suatu sektor/industri disuatu daerah terhadap besarnya peranan

suatu sektor/indusri tersebut secara nasional.

Teknik analisis SLQ juga digunakan untuk menentukan kategori suatu

sektor termasuk dalam sektor yang berpotensi atau sektor unggulan atau

sektor bukan unggulan. Alat analisis ini digunakan dalam menentukan

sektor unggulan yang berkembang dengan baik atau ekonomi basis suatu

perekonomian wilayah.

Formulasi perbandingan antara pangsa sektor i daerah studi k

dengan pangsa sektor tersebut dengan daerah referensi p, disebut dengan

hasil bagi lokasi atau static location Quotient (SLQ) atau dapat ditulis :

SLQ =

Dimana :

18

Sik = Sumbangan sektor i daerah studi k (kabupaten) dalam

pembentukkan Produk Domestik Regional Bruto Riil (PDRB)

daerah studi k

PDRBK = PDRB total semua sektor di daerah studi k

Sip = Sumbangan sektor i daerah referensi p (Propinsi) dalam

pembentukan PDRB daerah referensi p

PDRBP = PDRB total di semua sektor daerah referensi p (Provinsi)

Nilai SLQ yang mungkin dihasilkan berdasarkan perhitungan dengan

menggunakan persamaan diatas ada tiga, yaitu :

a. SLQ bernilai = 1, artinya sektor ekonomi di daerah studi (kabupaten)

memiliki laju pertumbuhan yang sama dengan perekonomian di daerah

referensi (Provinsi) pada sektor yang sama. Sektor tersebut menjadi

basis atau memiliki keunggulan komperatif. Komoditas di sektor

tersebut tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayahnya sendiri

tapi juga dapat diekspor ke luar wilayah.

b. SLQ bernilai > 1, artinya sektor ekonomi di daerah studi (kabupaten)

memiliki laju pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan

perekonomian daerah referensi (provinsi) pada sektor yang sama. Oleh

karena itu, sektor ekonomi tersebut adalah sektor unggulan daerah studi

(kabupaten) dan juga termasuk basis ekonomi yang Produk Domestik

Regional Brutonya masih mampu ditingkatkan lagi oleh daerah studi.

Sektor tersebut tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan

19

komparatif. Komoditas Sektor tersebut hanya cukup untuk memenuhi

kebutuhan diwilayahnya sendiri.

c. SLQ bernilai < 1, artinya sektor ekonomi di daerah studi (kabupaten)

memiliki laju pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan dengan

perekonomian daerah referensi (Provinsi) pada sektor yang sama.

Sehingga, sektor ekonomi tersebut tidak termasuk dalam sektor

unggulan daerah studi sekaligus tidak termasuk dalam golongan basis

dan tidak prospektif untuk lebih ditingkatkan oleh daerah studi. Sektor

tersebut tergolong non basis. Komoditas di sektor tesebut tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan diwilayahnya sendiri, perlu pasokan atau

impor dari luar wilayah. (Modul Praktikum Ekonomi Regional

(2016:13)

d. Analisis Dinamic Location Quotient (DLQ) merupakan perkembangan

dari SLQ dan merupakan analisis LQ yang dilakukan dalam bentuk

time series atau trend. Dalam hal ini, Notasi giS GiP digunakan untuk

menyatakan pangsa sektor (i) didaerah studi P dan di daerah referensi

G, sedangkan notasi gP dan GG menyatakan rata-rata pangsa ekonomi

daerah studi P dan daerah referensi G. Dengan notasi demikian, rumus

atau persamaan LQ dinamis dapat dihasilkan. DLQ adalah modifikasi

dari SLQ dengan mengkomodasi faktor-faktor pangsa sub sektor dari

waktu ke waktu. DLQ dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

DLQip = [

=

20

Dimana :

DLQip = indeks potensi sub sektor i di daerah studi

= Pangsa pertumbuhan PDRB sub sektor i di daerah studi

= rata-rata pangsa perumbuhan PDRB aeluruh sub sektor di

daerah studi

= pangsa pertumbuhan PDRB subsektor i di daerah referensi

= rata-rata pangsa pertumbuhan PDRB seluruh subsektor di

daerah referensi

t = selisih tahun akhir dan tahun awal

= Indeks potensi pengembangan subsektor i di daerah referensi

Indeks potensi pengembangan subsektor i di daerah

referensi.

Nilai DLQ yang dihasilkan dapat diartikan sebagai berikut :

a. Jika DLQ > 1, maka potensi perkembangan subsektor i di daerah

studi lebih cepat dibandingkan sub sektor yang sama di daerah

referensi.

b. Jika DLQ < 1, maka potensi perkembangan subsektor i di daerah

studi lebih rendah dibandingkan daerah referensi.

Gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam

menentukan apakah industri tersebut tergolong unggulan, prospektif,

andalan, atau tertinggal. (Modul Praktikum Ekonomi Regional (2016:14).

21

8. Analisis Shift – Share

Analisis shift share membandingkan perbedaan laju pertumbuhan

berbagai sektor di daerah dengan wilayah nasional. Analisis shift share

juga dapat mengidentifikasi peranan ekonomi nasional dan kekhususan

daerah tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah bersangkutan.

Tarigan (2005:86)

Metode analisis shift share juga merupakan salah satu teknik

analisis yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor utama yang

mempengaruhi dan menentukan pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah.

Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi tersebut dapat berasal dari luar

daerah maupun dari dalam daerah bersangkutan.

Model persamaan matematika yang digunakan untuk analisis shift–share

yaitu:

/ -1)] + [ ( /

)] – ( / ] + [ ] – (

/ )]

Keterangan:

= Perubahan nilai tambah sektor i

= Nilai tambah sektor i di daerah pada awal periode

= Nilai tambah sektor i di daerah pada akhir periode

= Nilai tambah sektor i di tingkat nasional pada awal periode

= Nilai tambah sektor i di tingkat nasional pada akhir periode.

22

Formulasi diatas memberikan gambaran mengenai kenaikan atau

pertambahan nilai dalam suatu wilayah, yang dirinci menjadi tiga bagian

yaitu :

a. Regional Share adalah bagian dari kemajuan atau perkembangan

ekonomi wilayah yang dikarenakan keadaan yang terjadi diluar

wilayahnya. Contoh kemajuan ekonomi wilayah karena kebijakan

nasional yang harus diikuti oleh semua daerah, atau karena dorongan

pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dengan daerah tetangga.

b. Proportionality Shift adalah bagian dari kemajuan atau perkembangan

ekonomi wilayah yang dikarenakan keadaan didalam wilayah itu

sendiri dimana keadaan ekonomi wilayahnya bisa dikatakan baik,

yang disebabkan oleh komoditas yang memiliki spesialisasi

bertumbuh dengan cepat.

c. Differential Shift adalah bagian dari kemajuan atau perkembangan

ekonomi wilayah yang disebabkan keadaan wilayah yang spesifik dan

memiliki daya saing. Keadaan ini yang memberikan keuntungan bagi

wilayah tersebut karena mampu mendukung kegiatan ekspor wilayah

bersangkutan. (Sjafrizal 2016:189).

C. Kerangka Pemikiran

Pembangunan sebuah wilayah bertujuan untuk pengembangan

masyarakat wilayah tersebut. Pembangunan sebuah wilayah tidak terlepas

dari sumber daya alam dan sumber daya manusia yang optimal, yang

23

diharapkan dapat meningkatkan nilai Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) yang juga dapat menggambarkan keadaan perekonomian dan sektor

yang berpotensi pada wilayah yang bersangkutan.

Kabupaten Sumba Barat daya adalah salah satu kabupaten yang

mempunyai peranan penting untuk mendukung perekonomian dalam Provinsi

Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu, Untuk dapat mendukung

perekonomian Provinsinya, Kabupaten Sumba Barat Daya harus mengetahui

keunggulan wilayahnya yang bergantung pada letak wilayah, sumber daya

alam dan sumber daya manusianya.

Sektor unggulan dalam sebuah wilayah dapat diketahui melalui

perhitungan penggabungan nilai SLQ dan DLQ dengan menggunakan

indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) harga konstan

berdasarkan lapangan usaha wilayah tersebut. Dalam perhitungan

penggabungan nilai SLQ dan DLQ, Kabupaten/kota di istilahkan sebagai

daerah sedangkan Provinsi di istilahkan sebagai wilayah nasional atau

wilayah induk. Sektor yang memiliki nilai DLQ > 1 dan SLQ > 1 maka sektor

tersebut termasuk dalam sektor unggulan. Penelitian ini juga membahas

tentang analisis Tipologi Klassen dan analisis Shift Share untuk mendukung

cara mengetahui sektor unggulan Di Kabupaten Sumba Barat Daya.

Sektor unggulan tidak saja berkaitan dengan ekspor, tetapi diharapkan

menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan wilayah atau daerah yang

bersangkutan.

24

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Produk Domestik Regional Bruto

berdasarkan lapangan usaha

Tipologi Klassen

Sektor Ekonomi Unggulan di

Kabupaten Sumba Barat Daya

Static Location Quotient (SLQ) dan Dinamic Location Quetient (DLQ)

Shift Share (SS)