BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan jumlah uang beredar, suku bunga dan
inflasi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dari hasil penelitian
terlebih dahulu dapat digunakan sebagai acuan referensi bagi peneliti dan dapat
membantu penelitian saat ini yang sedang dilakukan. Berikut ini beberapa
penelitian terdahulu yang topiknya berhubungan dengan inflasi.
Maggi dan Saraswati (2013) yang bertujuan untuk menganalisis efek dari
berbagai faktor seperti jumlah uang beredar, suku bunga PUAB, harga minyak
dunia, dan faktor perubahan musim terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pada jangka panjang variabel jumlah uang
beredar, suku bunga PUAB, dan harga minyak dunia berpengaruh signifikan
terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Sedangkan dalam jangka pendek hanya suku
bunga PUAB yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia.
Perlambang (2012) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh kurs, jumlah
uang beredar, BI rate dan ekspor bersih terhadap inflasi di Indonesia. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa variabel jumlah uang beredar dan BI
Rate mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia.
Sedangkan variabel lainnya yaitu, kurs dan ekspor bersih tidak mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Hasil pengujian yang
dilakukan secara simultan (bersama-sama) menunjukkan bahwa kurs, jumlah
7
uang beredar, BI rate dan ekspor bersih mempunyai pengaruh terhadap inflasi di
Indonesia.
Oktavia (2008) yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara inflasi
dan uang beredar di Indonesia dengan teknik analisis menggunakan metode
regresi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum
selama periode 1988 – 2006 terdapat korelasi positif antara tingkat inflasi dengan
pertumbuhan jumlah uang beredar. Selama periode 1988-2006, perubahan jumlah
uang beredar di Indonesia menyebabkan perubahan yang cukup proporsional
terhadap GDP nominal. Dengan kata lain, perubahan output nominal yang
dicerminkan dalam tingkat harga cukup banyak dipengaruhi oleh jumlah uang
beredar.
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini terletak pada
variabel yang digunakan yaitu variabel Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan
Inflasi. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dengan saat ini yaitu terletak
pada teknik analisis data yang digunakan dan periode penelitian. Pada penelitian
terdahulu menggunakan teknik analisis regresi berganda, sedangkan penelitian
saat ini menggunakan Error Correction Model.
B. Landasan Teori
1. Pengertian Inflasi
Definisi sederhana mengenai inflasi adalah merupakan kecenderungan
kenaikan harga-harga umum secara terus menerus. Dari definisi ini dapat
dikatakan bahwa kenaikan satu atau beberapa pada suatu saat tertentu dan hanya
8
“sementara” belum tentu menimbulkan inflasi. (Waluyo, 2006:167) Pendapat lain
mengatakan bahwa inflasi adalah tingkat perubahan dalam harga-harga dan
tingkat harga adalah akumulasi dari inflasi-inflasi terdahulu (Dornbusch, 2008)
a. Jenis-Jenis Inflasi
1) Menurut sifatnya, yaitu:
a) Inflasi merayap/rendah (creeping inflation), yaitu inflasi yang besarnya
kurang dari 10% per tahun.
b) Inflasi menengah (galloping inflation) besarnya antara 10-30% per tahun.
Inflasi ini biasanya ditandai dengan kenaikan harga-harga secara cepat dan
relatif besar. Angka inflasi pada kondisi ini biasanya disebut inflasi 2 digit,
misalnya 15%, 20%, dan sebagainya.
c) Inflasi berat (high inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara 30-100% per
tahun. Dalam kondisi ini harga-harga secara umum naik dan bahkan
menurut istilah ibu-ibu rumah tangga harga berubah.
d) Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai dengan
kenaikan harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (diatas 100%). Pada
kondisi ini masyarakat biasanya menarik dana yang mereka simpan di bank-
bank dan tidak ingin lagi menyimpan uang, karena nilainya merosot sangat
tajam, sehingga lebih baik ditukarkan dengan barang.
2) Berdasarkan sebabnya, yaitu:
a) Demand Pull Inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena adanya demand
secara keseluruhan yang tinggi di satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah
mencapai kesempatan penuh (full employment), akibatnya adalah sesuai dengan
9
hukum permintaan, bila permintaan banyak sementara penawaran tetap, maka
harga akan naik. Bila hal ini berlangsung secara terus menerus akan
mengakibatkan inflasi yang berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya
diperlukan adanya pembukaan kapasitas produk baru dengan penambahan tenaga
kerja baru.
Gambar 2.1 : Demand Pull Inflation Curve Harga
AS
P2 E¹
P1 E AD¹
AD
0 Y1 Y2 PN Sumber : Murni, 2006:205
Pergeseran kurva permintaan agregat dari AD menjadi AD¹ yang
mendorong harga naik dari P1 menjadi P2. Kenaikan harga ini menimbulkan
terjadinya inflasi. Akibat kenaikan harga ini menyebabkan produk nasional
bertambah dari Y1 menjadi Y2.
b) Cost Push Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan karena turunnya
produksi karena naiknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi
karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang
bersangkutan jatuh/menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya
tuntutatn kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat dan sebagainya). Akibat
naiknya biaya produksi, maka dua hal yang bisa dilakukan oleh produsen, yaitu:
pertama, langsung menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang
10
sama, atau harga produknya naik (karena tarik-menarik permintaan dan
penawaran) karena penurunan jumlah produksi.
Gambar 2.2 : Cost Push Inflation Curve Harga
AS¹ AS
P2 E¹
P1 E
AD
0 Y2 Y1 PN
Sumber: Murni, 2006:205
Pergeseran kurva penawaran agregat dari AS menjadi AS¹ yang mendorong
harga naik dari P1 menjadi P2. Kenaikan harga ini menimbulkan terjadinya
inflasi. Kenaikan harga ini menyebabkan produk nasional berkurang dari Y1
menjadi Y2.
c) Berdasarkan asalnya, yaitu:
a) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation). Inflasi ini
timbul karena adanya defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat
pada APBN. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya pemerintah akan mencetak
uang baru. Selain itu harga-harga naik dikarenakan musim paceklik (gagal panen),
bencana alam yang berkepanjangan dan sebagainya.
b) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation). Ketika negara-
negara yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi,
dapatlah diketahui bahwa harga-harga barang dan,juga ongkos produksi relatif
11
mahal, sehingga bila terpaksa negara lain harus mengimpor barang tersebut maka
harga jualnya di dalam negeri tentu saja bertambah mahal.
2. Teori Inflasi
a. Teori Kuantitas
Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang beredar,
psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations).
Inti dari teori ini adalah sebagai berikut:
Pertama, inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang
beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau penambahan uang giral
tidak menjadi soal). Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, kejadian
seperti misalnya gagal panen, hanya akan menaikkan harga-harga untuk
sementara waktu saja. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti
dengan sendirinya, apapun sebab awal dari kenaikan harga tersebut.
Kedua, laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar
dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang.
b. Teori Keynes
Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar
batas kemampuan ekonominya. Proses ini dapat dikatakan sebagai suatu keadaan
di mana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah
barang-barang yang tersedia (inflationary gap). Inflationary gap ini muncul
karena golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil menterjemahkan aspirasi
mereka menjadi permintaan yang efektif akan barang-barang. Dengan kata lain,
12
mereka berhasil memperoleh dana untuk mengubah aspirasinya menjadi rencana
pembelian barang-barang yang didukung dengan dana.
Bila jumlah dari permintaan efektif dari semua golongan masyarakat
tersebut pada harga-harga yang berlaku, melebihi jumlah maksimum dari barang-
barang yang bisa dihasilkan oleh masyarakat, maka inflationary gap timbul.
Karena,permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia, maka harga-harga
akan naik. Adanya k enaikan harga –harga berarti bahwa sebagian dari rencana-
rencana pembelian barang dari golongan-golongan tersebut tidak bisa terpenuhi.
Pada periode selanjutnya golongan-golongan tersebut akan berusaha untuk
memperoleh dana yang lebih besar lagi (dari pencetakan uang baru atau kredit
dari bank yang lebih besar atau gaji yang lebih besar). Proses inflasi akan terus
berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat
melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan masyarakat. Inflasi akan berhenti bila
permintaan efektif total tidak melebihi, pada harga-harga yang berlaku, jumlah
output yang tersedia.
c. Teori Strukturalis
Teori Strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas
pengalaman di negara-negara Amerika Latin. Teori ini memberi tekanan pada
ketegaran (inflexibilities) dari struktur perekonomian negara-negara sedang
berkembang. Menurut teori ini, ada dua penyebab utama dalam perekonomian
negara-negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi:
1) Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh
secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Kelambanan ini
13
disebabkan karena: dasar penukaran (terms of trade) yang makin memburuk,
supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap
kenaikan harga. Kelambanan pertumbuhan ekspor ini berarti kelambanan
kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan (untuk konsumsi
maupun untuk investasi). Akibatnya negara tersebut terpaksa mengambil
kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada penggalakan produksi dalam
negeri dari barang yang sebelumnya diimpor (impor substitution strategy).
Ongkos produksi yang lebih tinggi ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi, dan
bila proses substitusi impor ini makin meluas, kenaikan ongkos produksi juga
makin luas ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga barang-barang yang
naik, dengan demikian terjadilah inflasi.
2) Ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di dalam
negeri. Dikatakan bahwa produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh
secepat pertambahan penduduk dan penghasilan perkapita, sehingga harga bahan
makanan di dalam negeri cenderung untuk naik melebihi kenaikan harga barang-
barang lain. Akibat selanjutnya adalah timbulnya tuntutan dari para karyawan
(sektor industri) untuk memperoleh kenaik upah/gaji. Kenaikan upah berarti
kenakan ongkos produksi, yang berarti pula kenaikan harga dari barang-barang
tersebut . kenaikan harga barang-barang seterusnya mengakibatkan timbulnya
tuntutan kenaikan upah lagi. Kenaikan upah kemudian diikuti oleh kenaikan
harga-harga, dan seterusnya. Proses ini akan berhenti dengan sendirinya
seandainya harga bahan makanan tidak terus naik. Tetapi oleh karena faktor
struktural tadi, harga bahan makanan akan terus naik, sehingga proses saling
14
dorong mendorong atau proses “spiral” antara harga dan upah tersebut terus selalu
mendapat “umpan” baru dan tidak berhenti. (Boediono, 2015:161-168)
3. Efek Inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi
serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity
effect, sedang efek terhadap alokasi faktor produksi, dan produk nasional masing-
masing disebut dengan efficiency effects dan output effects. (Nopirin, 2000:32)
a. Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi
ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Demikian juga dengan orang
yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas, mereka akan mengalami
kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapat
keuntungan karena adanya inflasi ialah mereka yang memperoleh kenaikan
pendapatan dengan persentase yang lebih tinggi dari pada laju inflasi. Dengan
demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian
pendapatan dan kekayaan masyarakat.
b. Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effects)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan
ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang
kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa
barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu
mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian
15
mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Memang tidak ada jaminan bahwa
alokasi faktor produksi itu lebih efisien dalam keadaan tidak ada inflasi.
c. Efek terhadap output (Output effects)
Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam
keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah
sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong
kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi cukup tinggi (hyper inflation) dapat
mempunyai akibat sebaliknya, yaitu penurunan output.
4. Kebijakan Anti Inflasi
Upaya-upaya untuk mengendalikan inflasi dapat berupa penerapan
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter (Murni, 2006):
a. Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah untuk mengubah dan
mengendalikan penerimaan dan pengeluaran pemerintah mellaui APBN
(Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara) dengan maksud untuk mengetasi
masalah yang sedang dihadapi. Bentuk kebijakan fiskal untuk jangka pendek
berupa:
1) Membuat perubahan yang berkaitan dengan pembelanjaan/pengeluaran
pemerintah.
2) Membuat perubahan yang berkaitan dengan sistem pajak dan jumlah pajak
yang ditetapkan.
Untuk jangka panjang dapat berupa:
16
1) Kebijakan penstabilan otomatik yang artinya menjalankan sistem pajak
yang telah ada, misalnya sistem pajak progresif dan proporsional.
2) Kebijakan fiskal diskresioner artinya kebijakan yang secara khusus
membuat perubahan terhadap sistem yang ada. Misalnya membuat undang-
undang atau peraturan baru di bidang penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
b. Kebijakan moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dilakukan bank sentral dalam
mengatur dan mengendalikan jumlah uang yang beredar. Kebijakan bank sentral
ini ada yang bersifat kuantitatif dan ada yang bersifat kualitatif.
Kebijakan kuantitatif meliputi kebijakan operasi pasar terbuka (open market
operation) yaitu membeli atau menjual obligasi pemerintah, kebijakan tingkat
diskonto yaitu kebijakan dalam menetapkan tingkat bunga, dan kebijakan
cadangan wajib (reserve requirement) yaitu kebijakan dalam menetapkan
cadangan wajib untuk deposito bank dan lembaga keuangan lainnya. Kebijakan
yang bersifat kualitatif meliputi pengawasan kredit secara selektif dan morel
kepada masyarakat pengguna jasa bank.
5. Uang
a. Definisi dan Fungsi Uang
Uang adalah sesuatu yang diterima secara umum yang digunakan para
pelaku ekonomi sebagai alat pembayaran dari transaksi ekonomi yang dilakukan
yaitu berupa pembelian barang, jasa, serta pembayaran utang.
Fungsi uang yaitu sebagai berikut (Soeratno, 2004:145)
17
1) Alat tukar menukar
Dengan adanya uang, orang tidak harus menukar barang yang diinginkan dengan
barang yang diproduksinya tetapi langsung menjual produksinya di pasar. Fungsi
ini sangat berguna dalam perekonomian yang sudah maju.
2) Alat pengukur nilai
Fungsi uang sebagai alat pengukur nilai menunjukkan bahwa uang digunakan
sebagai alat untuk membandingkan nilai suatu produk dengan produk lainnya.
3) Alat pembayaran masa depan
Fungsi uang sebagai alat pembayaran masa depan menunjukkan bahwa uang
berfungsi sebagai standar pembayaran masa depan atau untuk pembayaran
angsuran utang.
4) Alat penimbun kekayaan atau daya beli
Menyimpan uang berarti menimbun kekayaan dalam bentuk uang tunai.
Penyimpanan uang ini dimaksudkan untuk mempermudah pertukaran atau
transaksi di saat ini ataupun di masa yang akan datang.
5) Sebagai suatu komoditi yang diperdagangkan
Nilai tukar antar mata uang yang disebut dengan kurs mata uang selalu mengalami
perubahan. Perubahan kurs mata uang disebabkan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan, penawaran mata uang di pasar mata uang asing, dan
faktor-faktor lainnya seperti kondisi politik. Perubahan kurs mata uang
mengakibatkan nilai tukar antar mata uang menjadi lebih tinggi atau lebih rendah
sehingga menarik bagi pelaku ekonomi untuk memperoleh laba dari selisih harga
jual dengan harga beli suatu mata uang.
18
b. Jenis Uang
Uang dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, yaitu berdasarkan
bahan terdapat jenis uang logam dan uang kertas. Uang logam tergantung dari
berbagai jenis logam yang digunakan, antara lain: emas, perak, dan perunggu.
Sedangkan untuk uang kertas, berdasarkan perkembangan perekonomian
mempunyai diversifikasi yaitu sebagai uang kartal dan sebagai uang giral. Kedua
jenis kertas ini berbeda dalam hal yang menciptakan. Uang kertas biasa
dikeluarkan oleh bank sentral, sedangkan uang giral dikeluarkan oleh bank umum.
Uang juga dapat dikelompokkan menurut likuiditasnya, yaitu:
1) M1 adalah uang kartal yang beredar di masyarakat ditambah simpanan
dalam bentuk uang giral.
2) M2 adalah M1 ditambah tabungan dan deposito berjangka pada bank umum.
3) M3 adalah m2 ditambah simpanan pada lembaga keuangan non bank.
Berdasarkan ketiga definisi uang tersebut, yang paling likuid adalah M1 karena
proses menjadikannya uang tunai sangat cepat. (Soeratno, 2004:149)
6. Teori Permintaan Uang
a. Teori permintaan uang Klasik (teori Kuantitas)
Teori klasik menganggap uang tidak mempunyai pengaruh terhadap sektor
riil, tidak ada pengaruhnya terhadap tingkat bunga, tingkat kesempatan kerja, dan
tingkat penghasilan nesional. Pendapatan nasional ditentukan oleh jumlah dan
kualitas daripada tenaga kerja, jumlah daripada faktor-faktor produksi yang
dipakai maka pendapatan nasional tidak akan berubah. Uang hanya berpengaruh
19
terhadap terhadap harga barang saja. Bila jumlah uang beredar bertambah maka
akan mengakibatkan kenaikan harga saja, sedangkan output (pendapatan nasional)
tidak berubah. Pemisahan kedua sektor ini yaitu sektor moneter dan sektor riil
(output) sering disebut dengan classical dichotomy. (Rahardjo, 2009:51)
1) Teori Irving Fisher
Teori ini berdasarkan pada prinsip teori Klasik bahwa perekonomian selalu
dalam keadaan full employment. (Penawaran akan selalu menciptakan permintaan.
Ini berarti suatu perekonomian tidak akan mengalami underemployment atau
underconsumption. Sehingga pengeluaran total masyarakat akan selalu dapat
mencukupi untuk menunjang produksi pada kesempatan kerja penuh). Secara
sederhana Irving Fisher merumuskan teorinya pada suatu persamaan:
MV = PT
Keterangan:
M = jumlah uang tunai yang diminta
V = tingkat perputaran uang (velocity)
P = tingkat harga barang
T = volume barang yang ditransaksikan
2) Teori Cambridge (Marshall-Pigou)
Teori Marshall lebih menekankan pada berapa kali bagian pendapatan
(GNP) yang diwujudkan dalam bentuk uang. Menurut teori Cambridge, perilaku
setiap orang berbeda dalam memegang uang. Ada berbagai kemungkinan bentuk
alokasi kekayaan itu, antara lain dalam wujud uang. Memegang kekayaan
dalambentuk uang memberi keuntungan bagi pemiliknya karena sifat likuidnya.
20
Teori ini lebih menekankan pada faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung
rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang seseorang dengan
volume transaksi yang direncanakan. Secara sistematis teori ini dapat ditulis:
M = k.Py
Keterangan:
k = bagian dari pendapatan nasional yang diwujudkan dalam bentuk uang
kas
3) Teori Permintaan Uang Keynes
Teori ini lebih menekankan pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai
medium of exchange. Keynes membagi permintaan uang atas 3 kategori, yaitu:
a) Permintaan uang untuk tujuan transaksi
Keynes menerima pendapat dari Cambridge yang mengatakan bahwa
orang-orang memegang uang tunai untuk memenuhi dan melancarkan transaksi-
transaksi yang dilakukan.
b) Permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga (precautionary motive)
Ketika masyarakat memegang uang, mereka akan memperoleh manfaat dari
memegang uang tersebut. Manfaatnya berupa uang tersebut tersebut dapat
digunakan untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tak terduga. Menurutnya
permintaan uang untuk berjaga-jaga dipengaruhi oleh penghasilan seseorang dan
mungkin dipengaruhi oleh tingkat bunga.
c) Permintaan uang untuk tujuan spekulasi
Uang kas yang dipegang karena pemegangnya dapat melakukan spekulasi
pada tingkat bunga yang akan datang. Spekulasi ini dikaitkan dengan
21
ketidaktentuan harapan (uncertain expectation) dari tingkat bunga yang akan
datang, dengan membeli atau menjual obligasi dengan harapan untuk memperoleh
keuntungan.
7. Jumlah uang beredar
Jumlah uang beredar meliputi uang kertal yang beredar, uang giral, dan
uang kuasi. Uang kartal adalah uang yang diterbitkan oleh Bank Sentral yang
terdiri atas uang kertas dan uang logam. Uang kartal ada yang masuk ke kas
negara. Misalnya pembayaran pajak oleh wajib pajak. Di samping itu, ada uang
kartal yang masuk ke dalam kas bank umum, misalnya pembayaran oleh
masyarakat yang menabung di bank umum. Uang giral adalah uang yang
diterbitkan oleh bank umum yang berupa saldo rekening koran yang ada di bank
umum. Uang kuasi adalah uang yang diterbitkan oleh bank umum yang terdiri
dari deposito berjangka, tabungan, dan rekening valuta asing milik swasta
domestik.
Munculnya uang giral dan uang kartal berasal dari uang yang diedarkan oleh
bank sentral, karena uang yang diedarkan dipegang masyarakat sebagian untuk
tujuan konsumsi dan sebagian untuk tujuan tabungan atau saving. Jumlah uang
beredar terdiri atas uang kartal dan uang giral saja biasa disebut dengan jumlah
uang beredar dalam arti sempit (M1). Jumlah uang beredar yang terdiri atas uang
kartal, uang giral, dan uang kuasi biasa disebut dengan jumlah uang beredar dalam
arti luas (M2). Jumlah uang beredar M2 merupakan penjumlahan m1 dan M2 dan
uang kuasi (Soeratno, 2004:164)
22
8. Suku Bunga
Menurut Kasmir bunga adalah harga yang harus dibayar kepada nasabah
(yang memiliki simpanan) dengan yang ahrus dibayar oleh nasabah kepada bank
(nasabah yang memperoleh pinjaman) (Kasmir, 2009:131)
Menurut Judisseno bunga sebagai instrumen, artinya adalah tingkat bunga
yang berlaku dalam suatu negara dapat berfluktuasi dari tingkat yang satu ke
tingkat lainnya. Bunga juga didefinisikan sebagai penghasilan yang diperoleh oleh
orang-orang yang memberikan kelebihan uangnya (surplus spending units) untuk
digunakan sementara waktu oleh orang-orang yang membutuhkan dan
menggunakan uang tersebut untuk menutupi kekurangannya (deficit spending
units) (Judisseno, 2002:80-81)
9. Teori Suku Bunga
a. Pandangan Klasik dan Keynesian mengenai Bunga
Para ekonom klasik berpendapat bahwa dalam masyarakat harus ada
interaksi positif antara dua kelompok yang saling melengkapi satu dengan
lainnya. Kelompok pertama adalah mereka yang memiliki surplus spending units
(penabung), dan kelompok yang kedua adalah mereka yang kekurangan dana atau
deficit units, seperti pengusaha yang membutuhkan modal untuk usahanya. Kedua
kelompok tersebut berinterkasi di pasar investasi untuk mencari kesepakatan
harga atau equilibrium position dari uang yang mereka gunakan untuk keperluan
investasi. Kesepakatan harga yang tercipta di antara keduanya selanjutnya disebut
dengan istilah bunga.
23
Harga kesepakatan akibat interkasi antara dua kelompok tersebut di atas,
memperjelas pendapat kaum klasik mengenai bunga, bahwa fluktuasi bunga dapat
mempengaruhi perilaku penabung maupun investor, seperti penjelasan berikut
“pada waktu tingkat bunga cukup tinggi, maka jumlah tabungan secara agregat
meningkat dalam jumlah yang sangat besar dalam bentuk dana yang siap
dipinjamkan (loanable fund). Di lain pihak, tingkat bunga yang tinggi bukanlah
kondisi yang baik bagi investor untuk menggunakan dana investasi yang tersedia,
sehingga investor akan menahan diri untuk tidak menggunakan dana tersebut.
Akibatnya permintaan investasi pada waktu tingkat bunga tinggi adalah sangat
rendah.
Keadaan tersebut menurut para ahli ekonomi klasik akan dengan sendirinya
mendorong tingkat bunga ke tingkat yang lebih rendah. Demikian juga pada
keadaan tingkat bunga yang rendah, investor banyak menggunakan dana investasi
untuk kegiatan usahanya, namun sebaliknya para penabung enggan memberikan
dananya dalam pasar investasi, akibatnya penawaran dana tersebut sangat
berkurang. Kekurangan dana investasi mengakibatkan tidak tersedianya dana yang
diperlukan oleh investor, sehingga keadaan tersebut dengan sendiirnya akan
mendorong tingkat bunga ke tingkat yang lebih tinggi. Demikian seterusnya,
fluktuasi tingkat bunga memperngaruhi tabungan dan investasi.
Ekonom klasik berkeyakinan bahwa seluruh tabungan masyarakat dalam
kondisi penggunaan tenaga penuh, seluruhnya akan dimanfaatkan oleh investor
untuk mendanai berbagai keperluannya. Kepercayaan tersebut memberikan
24
keyakinan bahwa dengan sendirinya tingkat bunga akan menyesuaikan antara
permintaan dan penawaran dalam pasar investasi.
Pandangan tersebut ditentang oleh Keynes, bahwa tingkat bunga tidak
menentukan besar kecilnya investasi maupun tabungan masyarakat. Tabungan dan
investasi menurut Keynes ditentukan dan dipengaruhi secara langsung oleh
tingkat pendapatan masyarakat itu sendiri. Terutama untuk tabungan, menurut
Keynes orang akan menabung jikaorang tersebut memiliki kelebihan uang
(marginal propensity to save), yaitu pendapatan di atas kebutuhan konsumsinya.
Keynes yakin bahwa bunga bukanlah faktor utama dalam menentukan
tingkat tabungan masyarakat. Demikina juga halnya dengan investasi, Keynes
berkeyakinan bahwa bunga bukanlah faktor utama dalam menentukan tingkat
investasi, walaupun diakui bahwa salah satu pertimbangan untuk investasi adalah
tingkat bunga. Tingkat investasi menurutnya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
selain bunga.
10. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
SBI diterbitkan pertamakali pada tahun 1970 untuk menciptakan instrumen
keuangan jangka pendek yang diperdagangkan antarbank. Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) adalah sekuritas atas unjuk yang diterbitkan bank sentral (Bank
Indonesia) dengan nilai nominal. Bagi Bank Indonesia, SBI adalah sekuritas
dalam rangka melaksanakan kebijakan moneter melalui operasi pasar terbuka
(open market operation).
25
Bila jumlah uang beredar ingin dikurangi, maka Bank Indonesia akan
menjual SBI, begitu sebaliknya. Agar minat membeli SBI makin tinggi, Bank
Indonesia dapat menaikkan tingkat suku bunga SBIatau sebaliknya. Mengingat
resiko SBI sangat kecil (paling kecil), biasanya tingkat bunga SBI paling rendah
diantara instrumen pasar uang lainnya. Karena itu, bila BI menaikkan tingkat
bunga SBI maka tingkat bunga tabungan juga akan naik, agar nasabah perbankan
tidak memindahkan depositonya ke SBI. (Manurung, 2004:92)
C. Hubungan Antar Variabel
1. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Inflasi
Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan inflasi di Indonesia yaitu
suku bunga acuan bank Indoensia atau dengan kata lain BI rate yang menjadi
sinyal bagi perbankan untuk menetapkan tingkat suku bunganya seperti tabungan,
deposito, dan kredit (Langi dkk, 2014) BI rate juga digunakan untuk
mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI hasil lelang operasi pasar
terbuka berada di sekitar BI rate (Perlambang, 2010) Perubahan suku bunga
sangat mempengaruhi lembaga-lembaga keuangan dalam menambah atau
mengurangi peminjamannya.
Pada ketika berlaku pengangguran dan resesi, ekonomi perlu diperbaiki
dengan cara menambah investasi dan pinjaman. Untuk yujuan tersebut bank
sentral akan menurunkan suku bunga diskonto. Penurunan ini akan
mengakibatkan bank-bank umum meminjam dan menambah cadangannya. Ketika
perekonomian mengalami ancaman inflasi, maka bank sentral akan menaikkan
26
suku bunga. Langkah ini akan mengurangi keinginan bank umum untuk
meminjam dari bank sentral. Pengurangan pinjaman ini diharapkan akan
mengurangi kegiatan perusahaan dan dapat menghindari inflasi (Sukirno,
2007:439)
2. Pengaruh Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi
Ketika permintaan masyarakat akan barang-barang (aggregate demand)
bertambah (misalnya karena bertambahnya penegluaran pemerintah yang dibiayai
oleh pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang
ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang
murah), maka tingkat harga umum akan meningkat. Tingkat harga merupakan
salah satu faktor yang menentukan permintaan uang (money demand).
Kenaikan harga kemudian akan mendorong naiknya jumlah uang yang
diminta masyarakat. Pada akhirnya, perekonomian akan mencapai ekuilirium
baru, saat jumlah uang yang diminta kembali seimbang dengan jumlah uang yang
diedarkan. Penjelasan yang menggambarkan bagaimana tingkat harga ditentukan
dan berubah seiring dengan perubahan jumlah uang beredar disebut dengan teori
kuantitas uang (quantity theory of money). Berdasarkan teori ini, jumlah uang
yang beredar dalam suatu perekonomian menentukan nilai uang, sementara
pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan sebab terjadinya inflasi.
27
D. Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dimunculkan,
maka diciptakanlah kerangka penelitian seperti berikut:
Gambar 2.3 : Kerangka Pemikiran Penelitian
Di dalam perekonomian, sebagian besar harga cenderung naik seiring
berjalannya waktu. Kenaikan tingkat harga secara keseluruhan ini dinamakan
inflasi. Menurut kelompok pendukung countercyclical monetary policy, pada saat
perekonomian mengalami resesi, otoritas moneter menempuh kebijakan moneter
yang bersifat ekspansif, yaitu meningkatkan jumlah uang beredar sehingga
ekspansi moneter tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasrat masyarakat
berkonsumsi dan berproduksi.
Dengan demikian, berarti adanya perubahan jumlah uang yang beredar akan
selalu menyebabkan terjadinya perubahan tingkat harga, bahkan secara
proporsional (menurut Fisher). Bila pemerintah menambah jumlah uang yang
beredar secara terus-menerus, maka tingkat harga pun akan naik terus. Dalam
menghadapi masa boom, otoritas moneter harus melakukan kontraksi moneter,
yaitu dengan harapan dapat memperlambat kegiatan perekonomian sehingga
perekonomian akan terhindar dari tekanan inflasi.
Inflasi
Jumlah Uang Beredar
Suku Bunga SBI
+
-
28
E. Hipotesis
Sejalan dengan latar belakang pada penelitian ini dapat diambil suatu
hipotesis atau dugaan sementara sebagai berikut:
1. Pada Jangka Panjang
a. Diduga suku bunga Sertifikat Bank Indonesia berpengaruh signifikan
terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
b. Diduga jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi
di Indonesia.
2. Pada Jangka Pendek
a. Diduga suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dan tingkat inflasi
berpengaruh sifnifikan secara parsial terhadap tingkat inflasi di Indonesia.