BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
1. Balita
a. Pengertian
Balita adalah anak yang telah menginjak usia 1 tahun atau lebih
populer dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Masa balita
merupakan masa penting dalam tumbuh kembang anak secara fisik
(Muaris, 2006).
Utami (2006) menyatakan bahwa bawah lima tahun atau “Balita”
merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak
awal. Rentang usia balita dimulai dari satu sampai dengan lima tahun.
Menurut Notoatmodjo (2007) anak balita merupakan kelompok yang
rawan gizi dan rawan penyakit. Beberapa kondisi atau anggapan yang
menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan penyakit antara
lain:
1) Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke
makanan orang dewasa.
2) Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah
bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang.
3) Anak balita sudah mulai main di tanah, dan sudah dapat main di
luar rumahnya sendiri, sehingga lebih terpapar dengan lingkungan
yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi
dengan berbagai macam penyakit seperti ISPA
4) Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam
memilih makanan. Di pihak lain, ibunya sudah tidak begitu
8
memperhatikan lagi makanan anak balita, karena dianggap sudah
dapat makan sendiri.
b. Tumbuh Kembang Balita
Tumbuh kembang anak atau balita menurut Soetjiningsih (2006)
mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan
dan sulit dipisahkan yaitu mengenai pertumbuhan dan perkembangan.
Definisi pertumbuhan dan perkembangan balita sebagai berikut:
1) Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat dengan organ maupun
individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound,
kilogram), ukuran panjang (sentimeter, meter), umur tulang dan
keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
2) Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses
pematangan. Disini menyangkut adanya proses deferensiasi dari
sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi,
intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu:
1) Faktor Keturunan (genetik)
Faktor genetik merupakan faktor utama sebagai dasar dalam
mencapai tumbuh kembang anak. Faktor ini meliputi faktor
bawaan, jenis kelamin, suku bangsa. Faktor ini dapat ditentukan
9
dengan intensitas dan kecepatan dalam pembelahan sel telur,
tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas,
dan berhentinya pertumbuhan tulang.
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor yang memegang peranan
penting dalam menentukan tercapai dan tidaknya potensi yang
sudah dimilikinya, meliputi lingkungan prenatal (lingkungan dalam
kandungan), dan lingkungan post natal (lingkungan setelah
dilahirkan). Lingkungan dalam kandungan dapat terjadi selama
anak dalam kandungan, mulai konsepsi sampai lahir yang meliputi
gizi ibu hamil, lingkungan mekanis seperti posisi janin dalam
uterus (rahim), zat kimia atau toxin seperti penggunaan obat-
obatan, alkohol, kebiasaan merokok ibu hamil, dan hormonal.
Faktor lingkungan yang lain adalah radiasi yang dapat
menyebabkan kerusakan pada organ otak janin, infeksi dalam
kandungan juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan bayi, demikian juga stres dapat mempengaruhi
kegagalan tumbuh kembang.
Faktor imunitas dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan sebab dapat menyebabkan terjadinya abortus dan
lain-lain. Faktor lingkungan setelah lahir seperti gizi, imunisasi,
penyakit kronis dan hormonal. Faktor fisik seperti cuaca, musim,
keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi.
3) Faktor psikososial
Faktor psikososial seperti stimulasi, motivasi belajar, hukuman,
kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta, kasih sayang, dan kuantitas
interaksi antara anak dan orang tua.
10
4) Faktor keluarga
Faktor keluarga seperti pekerjaan, pendidikan orang tua, jumlah
saudara, jenis kelamin, kepribadian ayah dan ibu, agama,
urbanisasi dan faktor publik.
2. ISPA pada Balita
a. Pengertian ISPA
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan salah satu
penyakit yang diderita oleh masyarakat, yang meliputi infeksi saluran
pernafasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA
adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal
(mikroplasma) atau substansi asing yang melibatkan suatu atau semua
bagian saluran pernapasan (Wong, 2003).
Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute
Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting
yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai
berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan
gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung
hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung
sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut
meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam
ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
b. Faktor yang Mempengaruhi ISPA
Berbagai faktor yang mempengaruhi pneumonia pada balita telah
banyak diteliti oleh para pakar, meliputi faktor lingkungan (kepadatan
hunian rumah, kebiasaan merokok, ventilasi), faktor sosial ekonomi
11
keluarga (tingkat ekonomi, tingkat pemahaman pekerjaan, pendapatan,
dan perawatan ibu terhadap balita) (Depkes RI, 2006).
Istilah pneumonitis perlu dibedakan pengertiannya dengan pneumonia.
Pneumonia adalah proses radang pada parenkin paru, bagian distal
bronkiolus terminalis, mencakup bronkiolus respiratorius, alveolus
dan irtersitium, serta menimbulkan konsolidasi dan gangguan
pertukaran gas setempat. Ada beberapa faktor determinan etiologi dari
penyakit paru lingkungan yaitu: 1) ukuran partikel debu, yaitu hanya
partikel debu yang mempunyai ukuran 0,3 sampai 0,5 m yang bisa
mencapai alveoli, 2) struktur kimiawi debu, 3) konsentrasinya di udara
lingkungan, 4) lamanya paparan dan 5) suseptibilitas individu terhadap
debu inorganik tertentu yang menjadi penyebab (Rahmatullah, 2006).
c. Klasifikasi
Misnadiarly (2008), mengklasifikasikan penderita ISPA ke dalam dua
kelompok usia penderita yaitu:
1) Usia di bawah 2 bulan (pneumonia berat dan bukan pnemonia)
2) Usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun ( bukan pnemonia,
pnemonia berat dan bukan pnemonia)
ISPA ditandai dengan batuk atau kesulitan bernafas, pilek, panas atau
demam, tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada, tidak
menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas, pernafasan < 50x/
menit untuk usia 2 bulan sampai < 1 tahun, < 40 x/menit untuk usia 1
tahun sampai 5 tahun (WHO, 2002)
d. Jenis ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut terbagi menjadi dua yaitu:
1) Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut
12
Saluran pernapasan atas berfungsi menghangatkan, melembabkan
dan menyaring udara. Bersama udara, masuk berbagai patogen,
yang dapat nyangkut di hidung, faring (tonsila), larings, atau
trakea dan dapat berproliferasi, bila daya tahan tubuh menurun.
Penyebaran infeksi (bila terjadi) tergantung pada pertahanan tubuh,
dan dari virulensi kuman yang bersangkutan (infeksi sekunder)
(Tambayong, 2000).
Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut menurut Erlien (2008)
terdiri dari :
a) Influenza
Influenza sering juga disebut flu merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus dan gejala-gejala yang ditimbulkan
mengakibatkan terganggunya sistem pernapasan. Influenza
berbeda dengan pilek (common cold).
b) Sinusitis
Sinusitis merupakan salah satu peradangan pada daerah sinus
yang terjadi karena adanya infeksi virus, misalnya karena
komplikasi influenza maupun karena alergi.
c) Faringitis (radang tenggorokan)
Faringitis yaitu munculnya peradangan (infeksi) pada daerah
tenggorokkan (faring). Faringitis dapat disebabkan oleh virus
atau bakteri.
2) Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut
Proses infeksi saluran pernapasan dapat disebabkan oleh patogen
yang mengenai saluran pernapasan atas. Infeksi ini menimbulkan
berbagai gambaran patologis dan klinis bergantung pada ketahanan
hospes dan virulensi organism (Tambayong, 2000).
13
Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut menurut Erlien (2008)
terdiri dari :
a) Laringitis
Laringitis adalah peradangan pada daerah laring. Laring
terletak pada ujung saluran pernapasan yang menuju paru-paru
(trakea). Pada daerah ini terdapat pita suara. Oleh karena itu,
laringitis juga kadang-kadang disebut sebagai radang pita
suara.
b) Bronkitis
Bronkitis adalah peradangan yang terjadi pada daerah bronkus.
Bronkus merupakan saluran pada sistem pernapasan yang
menuju paru-paru.
c) Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru-paru
(alveoli). Pneumonia, dalam bahasa sehari-hari sering disebut
radang paru-paru. Pneumonia merupakan infeksi pada saluran
pernapasan yang tergolong serius. Terjadinya pneumonia pada
anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada
bronkus (biasa disebut broncopneumonia). Pneumonia
merupakan masalah kesehatan dunia karena menyebabkan
angka kematian yang tinggi.
e. Faktor risiko terjadinya ISPA
Kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis
penyakit. Penyakit ISPA dan tuberkulosis erat kaitannya dengan
kondisi sanitasi perumahan. Faktor-faktor resiko lingkungan pada
14
bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit
maupun kecelakaan antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan
hunian ruang tidur, kelembaban udara, kualitas udara ruang, binatang
penular penyakit, air bersih, limbah rumah tangga sampah serta
perilaku penghuni dalam rumah (Depkes RI, 2002).
f. Faktor Predisposisi ISPA
Kondisi sosial ekonomi yang buruk dan perokok pasif merupakan
faktor predipsosisi ISPA (Meadow & Newell, 2005).
g. Pengobatan
1) Pemberian antibiotika
2) Petunjuk perawatan di rumah bagi ibu-ibu
3) Pengobatan demam
4) Pengobatan wheezing
h. Pencegahan ISPA
1) Pengertian
Pencegahan adalah suatu tindakan antisipasi yang diambil untuk
mengurangi kemungkinan timbulnya atau berkembangnya suatu
kejadian atau kondisi, atau untuk meminimalkan kerusakan akibat
kejadian atau kondisi tersebut jika ini benar-benar terjadi (Pickett
& Hanlon, 2008).
2) Tujuan Pencegahan
Pickett & Hanlon (2008) menyatakan bahwa tujuan dilakukan
pencegahan adalah:
15
a) Untuk menghemat hari kerja
b) Untuk mencegah kematian
c) Untuk menghemat uang
d) Untuk mencegah pemanfaatan sistem keperawatan medis
i. Upaya Pencegahan
Misdiniarly (2008) menyatakan bahwa upaya pencegahan merupakan
komponen strategis dalam pemberantasan ISPA pada anak terdiri dari :
1) Pencegahan melalui imunisasi
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi
DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini
dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Hal
ini dimengerti karena campak, pertusis dan juga difteri dapat juga
menyebabkan ISPA atau pneumonia.
2) Pencegahan melalui non imunisasi
Upaya pencegahan non imunisasi meliputi
a) Pemberian ASI Eksklusif
Pertumbuhan yang sehat dan baik pada anak, terutama pada
masa tiga tahun pertama kehidupan dipengaruhi nutrisi yang
baik. Pemberian makanan dan nutrisi di masa-masa awal
kehidupan individu sangat baik dilakukan dengan menyusui
karena ASI dianggap sebagai the ultimate health food
(makanan pokok yang menyehatkan) bagi bayi. Pemberian ASI
juga dapat mencegah resiko terserangnya anak dari beberapa
penyakit, seperti diare, infeksi saluran pernafasan, otitis media
dan lain-lain. (Suradi dkk, 2010).
16
b) Pemberian nutrisi yang baik
Usia balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang anak yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak.
Pemenuhan kebutuhan gizi pada balita memegang peranan
penting untuk menunjang proses tumbuh kembang, selain peran
lingkungan dan interaksi anak dengan orang tua. Apabila
makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan
balita dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
metabolisme dalam otak. Pada keadaan yang lebih berat,
kekurangan gizi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
badan. Kekurangan gizi pada balita juga menyebabkan
keterlambatan perkembangan motorik yang meliputi
perkembangan emosi dan tingkah laku. Kekurangan dan
kelebihan asupan gizi pada balita mempengaruhi status gizi dan
status kesehatannya (Febri, 2008).
Balita merupakan salah satu golongan paling rawan gizi. Masa
balita disebut juga masa vital, khususnya sampai usia dua
tahun, karena adanya perubahan yang cepat dan menyolok
maka pemeliharan gizi sangat penting, jika tidak akan
mengganggu proses pertumbuhan secara maksimal. Keadaan
gizi merupakan gambaran apa yang dikonsumsi seseorang
dalam jangka waktu yang cukup lama. Infeksi memperburuk
taraf gizi dan gangguan gizi memperburuk imunitas balita.
(Aritonang, 2006)
c) Penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur
Anak-anak harus dijauhkan dari pajanan asap rokok, asap dapur
terutama dari pembakaran kayu dan sejenisnya, serta polusi
udara. Memperbaiki higiene lingkungan dapat dilakukan
misalnya dengan menyediakan ventilasi yang baik di dalam
17
rumah, menjaga kebersihan, dan menggunakan masker
pelindung untuk mengurangi pajanan terhadap polusi.
Asap rokok yang ditebarkan orang lain, imbasnya dapat
menyebabkan berbagai penyakit, terutama pada bayi dan anak-
anak mulai dari berbagai gangguan pernapasan pada bayi,
telinga, gangguan pertumbuhan, kolik dan infeksi paru seperti
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) (Nasir, 2009).
Bayi dan anak yang terpajan asap rokok sebelum dan sesudah
kelahiran memperlihatkan peningkatan angka ISPA, infeksi
saluran napas bawah misalnya pneumonia dan asma pada
kanak-kanak dibandingkan dengan bayi dan anak-anak dari
orang tua bukan perokok. Haluaran urine yang mengandung
metabolit nikotin meningkat drastis pada anak-anak dari orang
tua perokok dibandingkan dengan anak-anak dari orang tua
perokok bukan perokok (Corwin, 2009).
Kondisi rumah yang kurang dari kebersihan seperti debu sebab
balita akan menghirup debu dan membuat pernapasannya
terganggu. Asap juga dapat menyebabkan terjadinya ISPA
seperti asap kebakaran, asap dapur karena, kayu bakar serta
asap anti nyamuk.
d) Perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat.
Pencegahan ISPA akan berhasil jika diciptakan lingkungan
hidup yang baik, misalnya dengan mengurangi kepadatan
penduduk, memperbaiki ventilasi rumah, membuat sistem
dapur yang baik dengan membatasi terhisapnya asap dari
kompor, meningkatkan hygiene perorangan dan sebagainya.
18
B. Keluarga Prasejahtera
1. Keluarga
a. Pengertian
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai
peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga
(Friedman, dalam Suprajitno, 2004).
b. Peran Keluarga
Peran adalah seperangkat perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan
yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan satuan tertentu.
Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Ayah
sebagai pemimpin keluarga, pencari nafkah, pendidik, pelindung atau
pengayom, dan pemberi rasa aman kepada anggota keluarga. Selain
itu, sebagai anggota masyarakat/ kelompok sosial tertentu. Ibu sebagai
pengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik anak-anak, pelindung
keluarga, dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga. Selain
itu, sebagai anggota masyarakat. Anak berperan sebagai pelaku
psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan
spiritual (Ali, 2010)
Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita termasuk dalam
peran orang tua dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua dalam
pencengahan ISPA sangat diperlukan karena yang biasa terkena
dampak ISPA adalah usia balita dan anak-anak yang kekebalan
tubuhnya masih rentan terkena infeksi. Sehingga diperlukan peran
orang tua dalam menangani hal ini. Orang tua harus mengerti tentang
dampak negatif dari penyakit ISPA seperti ISPA ringan bisa menjadi
pneumonia yang kronologisnya dapat mengakibatkan kematian, jika
tidak segera ditangani.
19
Menurut Depkes (2003) pencegahan kejadian ISPA ini tidak terlepas
dari peran orang tua yang harus mengetahui cara-cara pencegahan
ISPA. ISPA dapat dicegah dengan mengetahui penyakit ISPA,
mengatur pola makan balita, menciptakan lingkungan yang nyaman,
dan menghindar faktor pencetus.
Peran keluarga dalam mencegah ISPA yaitu
1) Hidup sehat dengan memperhatikan asupan nutrisi yang baik
dengan pola makan yang sehat
Pola makan yang sehat adalah pola makan yang seimbang yang
menyertakan karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral
dengan perbandingan jumlah yang sesuai dengan piramida
makanan dan kebutuhan gizi balita.
Menurut Wiboworini (2007) berdasarkan fungsinya zat gizi
secara umum dapat disederhanakan sebagai berikut:
a) Zat gizi penghasil energi, yaitu karbohidrat, lemak dan
protein. Zat gizi penghasil energi sebagian besar dihasilkan
oleh makanan pokok seperti padi-padian, umbi-umbian, sagu
dan pisang.
b) Zat gizi pembangun sel, terutama diperoleh dari protein yang
dihasilkan ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan,
dan hasil olahannya seperti tahu, tempe dan oncom. Oleh
karenanya, lauk-pauk tergolong dalam zat pembangun.
c) Zat gizi pengatur, terdiri atas vitamin dan mineral yang
diperoleh dari sayuran dan buah-buahan.
Pola makan balita harus sesuai dengan pedoman makan balita
seperti di bawah ini.
20
Tabel 2.1 Pedoman Makan Balita
Jenis Makanan Jumlah Sumber Tenaga 3-4 piring nasi @ 100 gram atau penggantinya
(mie, bihun, roti, kentang)
Sumber zat pembangun 4-5 porsi daging @ 50gram atau penggantinya (tempe, tahu, ikan, telur, daging ayam). Dianjurkan sekurang-kurangnya 1 porsi berasal dari sumber protein hewani. Susu dianjurkan 2 gelas sehari.
Sumber zat pengatur 2-3 porsi sayur dan buah. Gunakan sayur dan buah-buahan berwarna (1 porsi sayur = 1 mangkuk sayur, 1 porsi buah segar = 100 gram)
Sumber : Widjaja (2005)
2) Mengenali tanda dan gejala ISPA
Tanda dan gejala ISPA pada balita yaitu :
a) Batuk atau (juga disertai kesulitan bernafas)
b) Napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke
dalam (severe chest indrawing)
c) Dahak berwarna kehijauan serperti karet
3) Memberikan ASI Eksklusif dan imunisasi
Pertumbuhan yang sehat dan baik pada anak, terutama pada masa
tiga tahun pertama kehidupan dipengaruhi nutrisi yang baik.
Pemberian makanan dan nutrisi di masa-masa awal kehidupan
individu sangat baik dilakukan dengan menyusui karena ASI
dianggap sebagai the ultimate health food (makanan pokok yang
menyehatkan) bagi bayi. Pemberian ASI juga dapat mencegah
resiko terserangnya anak dari beberapa penyakit, seperti diare,
infeksi saluran pernafasan, otitis media dan lain-lain. (Suradi dkk,
2010)
21
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan utama bayi. ASI mempunyai
keunggulan yang tidak tergantikan oleh makanan dan minuman
apa pun. ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi
bayi dari berbagai penyakit. ASI mengandung semua zat gizi
yang paling tepat dan lengkap dengan komposisi sesuai dengan
kebutuhan bayi. (Prabantini, 2010).
World Health Organization (WHO) merekomendasikan
pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif selama 6 bulan. ASI
bermanfaat bagi daya tahan hidup, pertumbuhan dan
perkembangan bayi, mengurangi tingkat kematian bayi yang
disebabkan oleh penyakit umum yang menimpa anak seperti
diare, radang paru dan mempercepat pemulihan jika sakit.
(Yuliarti, 2010).
ASI yang keluar saat kelahiran bayi sampai hari ke-4 atau ke-7
(kolostrum) mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak
dari susu matang (mature). Zat ini akan melindungi bayi dari
penyakit diare (mencret) (Roesli, 2007).
Imunisasi merupakan usaha pemberian kekebalan pada bayi dan
anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu
(Hidayat, 2008).
Tabel 2.2 Waktu Yang Tepat Untuk Pemberian Imunisasi Dasar
Umur Jenis Imunisasi 0-7 hari Hepatitis B-1 1 bulan BCG 2 bulan Hepatitis B2, DPT 1, Polio 1 3 bulan Hepatitis B3, DPT 2, Polio 2 4 bulan DPT 3, Polio 3 9 bulan Campak, polio 4
Sumber : Depkes RI (2010)
22
c. Fungsi Keluarga
Friedman dalam Ali (2010) membagi fungsi keluarga menjadi lima
yaitu :
1) Fungsi afektif. Berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan dasar kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Anggota keluarga
mengembangkan gambaran diri yang positif, peran dijalankan
dengan baik, dan penuh rasa kasih sayang.
2) Fungsi sosialisasi. Proses perkembangan dan perubahan yang
dilalui individu menghasilkan interaksi sosial, dan individu
tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan sosial.
Keluarga merupakan tempat individu melaksanakan sosialisasi
dengan anggota keluarga dan belajar disiplin, norma budaya, dan
perilaku melalui interaksi dalam keluarga, sehingga individu
mampu berperan di dalam masyarakat.
3) Fungsi reproduksi. Fungsi untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4) Fungsi ekonomi. Fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
seperti makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain
5) Fungsi perawatan keluarga. Keluarga menyediakan makanan,
pakaian, perlindungan, dan asuhan kesehatan/ keperawatan.
d. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan
Suprajitno (2004) menyatakan bahwa sesuai dengan fungsi
pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang
kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi:
23
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti
dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan
nada keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan
dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga.
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara
tidak langsung menjadi perhatian orang tua atau keluarga. Apabila
menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat kapan
terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar
perubahannya.
2) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa di antara keluarga yang mempunyai
kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.
Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat
agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika
keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada
orang di lingkungan tinggal keluarga atau memperoleh bantuan.
3) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar
tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh
keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami
gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau
perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan
dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah
24
apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan
untuk pertolongan pertama.
4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan
keluarga.
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi
keluarga.
2. Keluarga Prasejahtera
a. Pengertian
Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi
salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) secara
minimal, seperti kebutuhan akan pangan, papan, sandang, kesehatan
dan pendidikan.
b. Indikator Keluarga Prasejahtera
1) Keluarga Sejahtera Tahap I
a) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau
lebih
b) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di
rumah, bekerja atau sekolah dan berpergian
c) Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan
dinding yang baik
d) Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan,
e) Bila pasangan usia subur ingin ber-KB pergi ke sarana
pelayanan kontrasepsi
f) Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah
25
2) Keluarga Sejahtera tahap II
a) Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing
b) Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan
daging/ ikan / telur
c) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel
pakaian baru per tahun.
d) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi tiap penghuni
rumah.
e) Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga
dapat melaksanakan tugas/ fungsi masing-masing.
f) Ada seseorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk
memperoleh penghasilan
g) Seluruh anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa bicara tulisan
latin
h) Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan
alat atau obat kontrasepsi.
3) Keluarga Sejahtera Tahap III
a) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama
b) Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang
atau barang
c) Kebiasaan keluarga makan bersma paling kurang seminggu
sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi
d) Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat
tinggal
26
e) Keluarga memperoleh informsi dari surat kabar/ majalah/ radio/
tv.
4) Keluarga Sejahtera Tahap III Plus
a) Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan
sumbangan materiil untuk kegiatan sosial.
b) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus
perkumpulan sosial/ yayasan / institusi masyarakat.
C. Hubungan Peran Keluarga Keluarga Prasejahtera dengan Pencegahan
ISPA
Faktor imunitas dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sebab
dapat menyebabkan terjadinya abortus dan lain-lain. Faktor lingkungan
setelah lahir seperti gizi, imunisasi, penyakit kronis dan hormonal. Faktor
fisik seperti cuaca, musim, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan
rumah dan radiasi.
Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yaitu fungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, seperti makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain dan fungsi
perawatan keluarga. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan,
dan asuhan kesehatan/ keperawatan.
Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu
atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) sebagai keluarga sejahtera
I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan
kesehatan. Keluarga prasejahtera mempunyai keterbatasan ekonomi untuk
memberikan makanan yang bergizi dan lingkungan yang bersih sebagai upaya
pencegahan ISPA.
27
D. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian Aplikasi Teori L, Green (Notoatmodjo, 2010), Misdiniarly
(2008)
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Upaya pencegahan ISPA
Variabel bebas Variabel Terikat
Peran keluarga prasejahtera
ISPA
Faktor yang Mempengaruhi ISPA : 1. Lingkungan 2. Sosial ekonomi 3. Peran keluarga
Pencegahan ISPA 1. Imunisasi 2. Non imunisasi
Faktor Predisposisi a. Pengetahuan b. Keyakinan c. Kepercayaan d. Sistem nilai e. Sikap
Faktor Pendukung a. Sarana Kesehatan b. Prasarana kesehatan c. Peraturan/hukum
tentang kesehatan d. Tenaga ahli kesehatan
Faktor Pendorong a. Tokoh masyarakat b. Petugas kesehatan c. Pean Keluarga d. Karyawan e. Pembuat keputusan
28
F. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu
1. Variabel bebas, yaitu peran keluarga prasejahtera
2. Variabel terikat, yaitu upaya pencegahan ISPA
G. Hipotesa
Hipotesa penelitian ini yaitu ada hubungan peran keluarga prasejahtera
dengan upaya pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita
di Desa Depok Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang.