BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi II (I Gede... · 2.1 Transportasi Transportasi adalah...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi II (I Gede... · 2.1 Transportasi Transportasi adalah...
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transportasi
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke
tempat lainnya dengan menggunakan media kendaraan yang digerakkan oleh
manusia maupun mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Permasalahan didalam transportasi
merupakan permasalahan yang tidak lepas dari kendaraan yang bergerak dan
berhenti yang akan menimbulkannya kemacetan. Seperti halnya yang terjadi pada
ruas Jalan Legian.
Permasalahan yang terjadi pada ruas Jalan Legian diakibatkan oleh banyak
faktor seperti kendaraan berhenti, contoh taksi yang berhenti untuk menaikan atau
menurunkan penumpang. Jumlah arus kendaraan yang meningkat setiap tahunnya
tanpa diimbangi dengan kapasitas yang memadai akan mengakibatkan
permasalahan pada lalu lintas. Permasalahan lalu lintas juga diakibatkan oleh
adanya parkir dipinggir jalan (on street parking).
Legian yang menjadi daerah tujuan pariwisata, tentu saja menjadi Legian
sebagai lahan bisnis, ini dapat dilihat dari banyaknya pertokoan yang berjejer di
pinggir Jalan Legian. banyaknya pertokoan yang berjejer dipinggir jalan dan tidak
memiliki fasilitas parkir yang memadai, mengakibatka para konsumennya
menggunakan badan jalan sebagai lahan parkirnya, hal ini tentu saja dapat
mengurangi lebar efektif jalan. Berkurangnya leber efektif jalan dapat
mengakibatkan permasalahan lalu lintas seperti kemacetan.
2.2 Parkir
Parkir adalah suatu kebutuhan untuk pemilik kendaraan yang
menginginkan kendaraannya diparkir di tempat tujuan atau dekat dengan tempat
tujuan agar mudah di capai. Salah satunya menggunakan badan jalan. Parkir
didefinisikan sebagai tempat khusus bagi kendaraan untuk berhenti demi
keselamatan. Sebagian besar orang mencari tempat terdekat dari tujuannya untuk
memarkir kendaraan, jika tempat parkir terlalu jauh dari tujuan maka orang akan
5
beralih ketempat lain. Sehingga tujuan utama adalah agar lokasi parkir sedekat
mungkin dengan tujuan perjalanan antara 300-400 meter adalah jarak berjalan
yang pada umumnya masih dianggap dekat (Tamin,2000). Penyediaan tempat
parkir di pinggur jalan pada lokasi tertentu baik badan jalan maupun dengan
menggunakan sebagian dari perkerasan jalan, mengakibatkan turunnya kapasitas
jalan, terhambatnya arus lalu lintas dan penggunaan jalan menjadi tidak efektif
(Abubakar, 1998). Menurut penempatannya parkir dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu parkir di badan jalan (on street parking) dan parkir di luar badan jalan (off
street parking).
2.2.1 Parkir Di Pinggir Jalan atau di Badan Jalan (On Street Parking)
Parkir di pinggir jalan atau di badan jalan ini biasanya terletak di
sepanjang ruas jalan atau badan jalan. Parkir paling sering dilakukan oleh pelaku
parkir bila tidak memadainya tempat parkir yang di sediakan. dan agar lokasi
parkir sedekat mungkin dengan tempat tujuan. Parkir jenis ini menguntungkan
bagi para pelaku parkir yang dekat dengan tempat tujuannya. Tetapi hal ini dapat
mengurangi kapasitas jalan dan mengganggu aktifitas lalu lintas. Akibatnya
terjadi banyak masalah pada lalu lintas.
Menurut (Abubakar, dkk 1998), penggunaan badan jalan untuk fasilitas
parkir kendaraan, hanya dapat dilakukan pada jalan kolektor atau lokal dengan
memperhatikan kondisi jalan dan lingkungan, kondisi lalu lintas, dan aspek
keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
Menurut Oglesby parkir di jalan sulit dilakukan pada jalan dengan ruang
terbatas sebab akan mengurangi kapasitas jalan. Parkir di pinggir jalan akan
menimbulkan kemacetan dan kebingungan para pengemudi yang selanjutnya
memperpanjang waktu tempuh dan kecelakaan. Parkir di tepi jalan sulit dilakukan
pada jalan dengan ruas terbatas sebab akan mengurangi kapasitas jalan, sehingga
parkir di pinggir jalan akan menyebabkan masalah kemacetan dan kebingungan
pengemudi yang selanjutnya akan memperpanjang waktu tempuh dan
memperbesar kecelakaan. Walaupun hanya beberapa kendaraan saja yang parkir
di badan jalan tetapi kendaraan tersebut secara efektif telah mengurangi badan
jalan (Wells,1985).
6
2.3 Satuan Ruang Parkir
Satuan Ruang Parikr (SRP) adalah ukuran luas efektif untuk kebutuhan
suatu kendaraan termasuk ruang bebas dan bukaan pintu mobil. Untuk
menentukan SPR didasarkan pada pertimbangan seperti dimensi kendaraan dan
ruang bebas parkir. Untuk ruang bebas kendaraan parkir, diberikan pada arah
lateral dan longitudinal kendaraan. Ruang bebas arah lateral ditetapkan pada saat
posisi pintu mobil terbuka dan diukur dari ujung paling luar pintu ke badan
kendaraan parkir yang ada disampingnya. Ruang bebas arah memanjang diberikan
di depan kendaraan untuk menghindari dengan dinding atau kendaraan yang lewat
lajur gang, untuk lebar buka pintu merupakan fungsi karakteristik pemakai
kendaraan yang memanfaatkan fasilitas parkir. Pada tempat dimana parkir
dikendalikan maka ruang parkir harus diberikan marka pada permukaan jalan.
Dalam hal ini karakteristik pengunaan kendaraan yang menggunakan fasilitas
parkir dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Lebar bukaan pintu kendaraan
Jenis Bukaan Pintu Penggunaan dan/atau Peruntukan Fasilitas
Parkir
Gol.
Pintu depan/belakang
Terbuka tahapan awal 55
cm
-Karyawan/pekerja kantoran
-Tamu/pengunjung pusat kegiatan
perkantoran, Perdagangan, pemerintahan,
universitas
I
pintu belakang terbuka
penuh 75 cm
Pengunjung tempat olahraga, pusat hiburan
atau rekreasi, hotel, pusat perdagangan
eceran/swalayan, rumah sakit, bioskop
II
Pintu belakang terbuka
penuh dan ditambah untuk
pergerakan kursi roda
Orang cacat III
Sumber : Dirjen Perhubungan Darat (1998)
Penentuan satuan ruang parkir (SRP) dibagi atas tiga jenis kendaraan seperti
yang ada pada tabel berikut ini :
7
Tabel 2.2 Penentuan Satuan Ruang Parkir
No. Jenis Kendaraan Satuan Ruang Parkir (m2)
1
a. Mobil Penumpang Golongan I 2,30 x 5,00
b. Mobil Penumpang Golongan II 2,50 x 5,00
c. Mobil Penumpang Golongan III 3,00 x 5,00
2 Bus/Truk 3,40 x 12,50
3 Sepeda Motor 0,75 x 2,00
Sumber : Dirjen Perhubungan Darat (1998)
Berikut ini adalah gambar dimensi Satuan Ruang Parkir :
Gambar 2.1 Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk Sepeda Motor
Sumber : Dirjen Perhubungan Darat (1998)
Gambar 2.2 Satuan Ruang Parkir untuk Mobil Penumpang (dalam cm)
Sumber : Dirjen Perhubungan Darat (1998)
Keterangan :
B = Lebar total kendaraan
O = Lebar bukaan pintu
L = Panjang total kendaraan
a1, a2 = Jarak bebas arah longitudinal
R = Jarak bebas arah lateral
8
Dimana :
1. Golongan I : B = 170 a1 = 10 Bp = 230 = B + O + R
O = 55 L = 470 Lp = 500 = L + a1 + a2
R = 5 a2 = 20
2. Golongan II : B = 170 a1 = 10 Bp = 250 = B + O + R
O = 75 L = 470 Lp = 500 = L + a1 + a2
R = 5 a2 = 20
3. Golongan III : B = 170 a1 = 10 Bp = 300 = B + O + R
O = 80 L = 470 Lp = 500 = L + a1 + a2
R = 50 a2 = 20
2.4 Standar Kebutuhan Parkir
Masalah parkir adalah masalah kebutuhan ruang. Kebutuhan ruang parkir
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, tergantung beberapa hal, seperti:
jenis pelayanan, tarif yang diberlakukan, ketersediaan ruang parkir, tingkat
kepemilikan kendaraan, tingkat pendapatan masyarakat. Penyediaan ruang dalam
kota dibatasi oleh wilayah kota yang ada dan tata guna lahannya (Warpani, 1990).
Standar kebutuhan parkir adalah jumlah luas areal parkir yang dibutuhkan
untuk menampung kendaraan berdasarkan fasilitas dan tata guna lahan.
Kebutuhan parkir ini berbeda-beda untuk setiap jenis dan fungsi tata guna lahan,
daerah/kawasan pada suatu negara, sehingga ada penelitian untuk mendapatkan
standar kebutuhan parkir sesuai hal tersebut.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.3 Kebutuhan Ruang Parkir Beberapa Guna Lahan
Guna Lahan Luas untuk parker
Kawasan tempat kerja, usaha, ilmu
pengetahuan, seni budaya, daerah
perdagangan, jasa.
dari luas lantai bangunan
Untuk kawasan industri ringan, industri
berat.
dari luas lantai bangunan
Tempat tinggal untuk umum: hotel,
losmen dan sejenisnya.
Tiap satu kamar, perlu satu petak
parkir.
Sumber : Warpani (1990)
9
2.5 Karakteristik Parkir
Karakteristik parkir merupakan sifat suatu parkir yang mendasar dan
nantinya akan dapat memberikan suatu penilaian terhadap permasalahan parkir
yang terjadi (Hobbs,1974). Karakteristik parkir adalah hal-hal dasar yang dapat
memberikan penilaian terhadap pelayanan parkir dan permasalahan parkir yang
terjadi pada daerah studi. Berdasarkan karakteristik parkir ini dapat diketahui
kondisi parkir yang terjadi pada lokasi studi seperti volume parkir, akumulasi
parkir, lamanya parkir, tingkat pergantian parkir, kapasitas parkir, penyediaan
ruang parkir, dan indeks parkir.
2.5.1 Volume Parkir
Volume parkir adalah jumlah kendaraan yang termasuk dalam beban
parkir yaitu jumlah kendaraan per periode waktu tertentu. Waktu yang digunakan
kendaraan untuk parkir, dalam menit atau jam, menyatakan lama parkir. Data
jumlah parkir diperlukan untuk mengetahui penggunaan ruang parkir yang ada di
lokasi penelitian (Hobbs, 1997).
Rumus yang digunakan :
Volume = Nin + X (Kendaraan) (2.1)
Keterangan :
Nin : Jumlah kendaraan yang masuk
X : Kendaraan yang sudah ada sebelum waktu survey
2.5.2 Akumulasi Parkir
Akumulasi parkir adalah jumlah seluruh dari kendaraan yang parkir
selama periode tertentu. Dimana integrasi dari akumulasi parkir selama periode
tertentu menunjukan beban parkir (jumlah kendaraan parkir) dalam satuan jam
kendaraan per periode waktu tertentu (Hobbs, 1995).
Waktu yang biasanya digunakan untuk menghitung akumulasi parkir biasanya
dalam menit atau jam untuk menyatakan lamanya parkir.
2.5.3 Tingkat Pergantian Parkir (Parking Turn Over)
tingkat pergantian parkir atau parking turn over adalah tingkat penggunaan
ruang parkir yang diperoleh dari pembagian jumlah total kendaraan yang parkir
dengan jumlah petak yang ada pada periode waktu tertentu. Persamaan yang akan
digunakan (Oppenlender, 1976) :
10
TR =
( ) ( ) (2.2)
Keterangan :
TR = Tingkat pergantian parkir (Kendaraan/Petak/Parkir).
Nt = Jumlah total kendaraan selama survai (Kendaraan)
S = Jumlah petak parkir yang ada (Petak)
Ts = Lama waktu penelitian (Jam)
2.5.4 Lama Parkir (Durasi)
Lama parkir adalah lamanya suatu kendaraan berada pada suatu ruang
parkir tertentu. Suatu ruang parkir akan mampu melayani banyak kendaraan, jika
waktu parkirnya singkat dibandingkan dengan ruang parkir yang digunakan parkir
oleh kendaraan dalam waktu yang lama. Menurut waktu yang digunakan untuk
parkir, maka parkir dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Parkir waktu singkat yaitu pemarkir mempergunakan ruang parkir kurang
dari satu jam.
b. Parkir waktu sedang yaitu pemarkir mempergunakan ruang parkir antara
satu sampai empat jam dan untuk keperluan belanja.
c. Parkir waktu lama yaitu pemarkir mempergunakan ruang parkir lebih dari
empat jam dan biasanya untuk keperluan kerja.
Untuk mengetahui durasi parkir dapat digambarkan sesuai dengan grafik di bawah
ini :
Gambar 2.3 Grafik Hubungan Lama Parkir dengan Persentase Kendaraan Parkir
Sumber : Hobbs (1995)
11
Pada gambar 2.3 menunjukan persentase kendaraan yang parkir dengan lama
parkir misal diambil waktu parkir 60 menit artinya jumlah kendaraan yang parkir
selama kurang dari atau sama dengan 60 menit atau kurang dari 80% dari jumlah
total kendaraan yang parkir selama periode waktu survei. Sedangkan untuk
mengetahui rata-rata lamanya parkir dari seluruh kendaraan selama waktu survei,
dapat diketahui dari rumus merikut (Oppenlander, 1976) :
D = ( ) ( ) ( )
(2.3)
Keterangan :
D : Rata-rata lama parkir/durasi (jam/kendaraan)
Nx : Jumlah kendaraan yang parkir selama interval waktu survey
X : Jumlah dari interval
I : Interval waktu survey
Nt : Jumlah total kendaraan selama waktu survey
2.5.5 Kapasitas Parkir
Kapasistas parkir adalah kemampuan ruangan tersebut menampung
kendaraan, dalam hal ini adalah volume kendaraan pemakai fasilitas parkir
tersebut. Kendaraan pemakai fasilitas parkir ditinjau dari prosesnya yaitu datang,
berdiam diri (parkir) dan meninggalkan fasilitas parkir. Kapasitas parkir yaitu
daya tampung yang tersedia pada daerah studi, dalam setiap waktu tertentu.
Kapasitas parkir dapat dihitung dengan rumus :
KP =
(2.4)
Keterangan :
KP = Kapasitas parkir (Kendaraan/Jam)
S = Jumlah total stall / Petak resmi yang ada
D = Rata-rata lamanya parkir (Jam/Kendaraan)
2.5.6 Penyediaan Ruang Parkir (Parking Supply)
Penyediaan ruang parkir atau parking supply adalah batas ukuran yang
memberikan gambaran mengenai banyaknya kendaraan yang dapat diparkir di
lokasi studi selama periode survai. Parking supply dapat dihitung dengan rumus
(Oppenlander, 1976) :
12
Ps = ( ) ( )
(2.5)
Keterangan :
Ps = Parking supply (Kendaraan)
S = Kapasitas normal (Jumlah Petak)
Ts = Lamanya survai (jam)
D = Rata-rata lamanya parkir (Jam/Kendaraan)
F = faktor pengunaan 0,80 untuk perkantoran/kegiatan yang sabtu
dan minggu tutup, dan 0,90 untuk pertokoan.
2.5.7 Indeks Parkir
Indek parkir yaitu perbandingan antara akumulasi dengan kapasitas. Hal
ini digunakan untuk mengetahui jumlah petak parkir yang tersedia di lokasi
penelitian, memenuhi atau tidak memenuhi untuk menampung kendaraan yang
parkir.
Indeks Parkir =
(2.6)
Keterangan :
IP > 1 : Artinya kebutuhan parkir melebihi daya tampung yang
ada atau terjadi masalah parkir.
IP = 1 : Artinya kebutuha parkir seimbang dengan daya tampung
yang ada atau normal.
IP < 1 : Artinya kebutuhan parkir masih dibawah daya tampung
yang ada atau tidak ada masalah parkir.
Besarnya indeks parkir yang tertinggi di dapat dari perbandingan antara
akumulasi parkir terbanyak dengan kapasitas parkir. Besaran indeks parkir ini
akan menunjukan apakah kawasan parkir tersebut bermasalah atau tidak
(Warpani, 1988).
2.6 Jalan
Jalan merupakan suatu media atau sarana untuk melintasnya lalu lintas,
bergeraknya kendaraan dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Untuk itu jalan
harus dibuat dengan aman, nyaman, tepat, efisien, dan ekonomis. Jaringan
transportasi yang baik sangat di perlukan untuk mencapai berjalannya lalu lintas
yang aman, nyaman, tepat, efisien dan ekonomis.
13
2.7 Kondisi Geometrik dan Kondisi Jalan
Untuk menghitung kinerja ruas jalan, harus diketahui data kondisi
gometrik jalan dan kondisi lingkungan yang ada di lapangan.
2.7.1 Kondisi Geometrik
Yang dimaksud kondisi geometrik jalan (Departemen P.U 1997) adalah :
a. Jalur gerak yaitu bagian jalan yang direncanakan khusus untuk kendaraan
bermotor lewat, berhenti dan parkir (termasuk bahu).
b. Jalur jalan yaitu seluruh bagian dari jarak gerak, median, dan pemisah luar.
c. Median jalan yaitu daerah yang memisahkan arah lalu lintas pada suatu
segmen jalan.
d. Lebar jalur (m) yaitu lebar jalur jalan yang dilewati lalu lintas, tidak
termasuk bahu.
e. Lebar jalur efektif (m) yaitu lebar rata-rata yang tersedia bagi gerak lalu
lintas setelah dikurangi untuk parkir tepi jalan, atau halangan lain
sementara yang menutup jalan.
f. Kereb yaitu batas yang ditinggikan dari bahan kaku antara pinggir jalur
lalu lintas dan trotoar.
g. Trotoar yaitu bagian jalan yang disediakan bagi pejalan kaki yang biasanya
sejajar dengan jalan dan dipisahkan dari jalur jalan oleh kereb.
h. Jarak penghalang kereb (m) yaitu jarak kereb ke penghalang di trotoar
(misalnya pohon,tiang lampu, dll)
i. Lebar bahu (m) yaitu lebar bahu disisi jalur jalan yang disediakan untuk
kendaraan berhenti, pejalan kaki dan kendaraan yang bergerak lambat.
j. Lebar bahu efektif (m) yaitu lebar bahu (m) benar-benar tersedia untuk
digunakan, setelah pengurang akibat penghalang sperti pohon, kios, dll.
k. Panjang jalan yaitu panjang segmen jalan yang diamati.
l. Tipe jalan adalah hal yang menentukan jumlah lajur dan arah pada segmen
jalan. Macam-macam tipe jalan dapat dilihat pada Gambar 2.4.
14
1. Jalan dua lajur satu arah (2/1)
2. Jalan dua lajur dua arah tak terbagi (2/2 UD)
3. Jalan empat lajur dua arah tak terbagi (4/2 UD)
4. Jalan empat lajur dua arah terbagi (4/2 D)
5. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D)
Gambar 2.4 Macam-macam tipe jalan
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1997
m. Jumlah lajur ditentukan dari marka lajur atau lebar jalur efektif untuk
segmen jalan yaitu ditentukan pada Tabel 2.4 :
Tabel 2.4 jumlah lajur
Lebar Jalur Efektif (m) Jumlah Jalur
5 – 10,5 2
10,5 – 16 4
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
2.8 Arus dan Komposisi Lalu Lintas
Arus lalu lintas (Qp) adalah jumlah kendaraan bermotor yang melalui titik
pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dengan kend/jam, smp/jam, atau LHRT
(Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan. Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan
15
komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang
(smp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan
mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (emp)
yang diturunkan secara empiris. Tipe-tipe kendaraan yaitu sebagai berikut:
1. Kendaraan Tak Bermotor/ un motorized (KTB) kendaraan beroda
yang menggunakan tenaga manusia atau hewan termasuk sepeda,
becak, kereta kuda dan kereta dorong atau gerobak.
2. Sepeda Motor/ motor cycle (SM) kendaraan bermotor beroda dua
atau tiga (termasuk sepeda motor dan yang beroda tiga)
3. Kendaraan Ringan/ light vehicle (KR) kendaraan bermotor dua as
beroda empat dengan jarak as 2,0 – 3,0 m termasuk mobil
penumpang, mini bus, pick up, opelet, mikrobis, dan truck kecil.
4. Kendaraan Berat/heavy vehicle (KB) kendaraan bermotor dengan
jarak as lebih dari 3,50m, biasanya beroda lebih dari 4 termasuk
bus dan truk 2 as, truck 3 as dan truck kombinasi.
Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukan sebagai kejadian terpisah
dalam faktor penyesuaian hambatan samping. Nilai ekivalensi mobil penumpang
ditampilkan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 emp untuk jalan perkotaan tak terbagi
Tipe Jalan : Arus Lalu Lintas emp
Jalan Tak Terbagi Total Dua Arah HV MC
(kend/jam) Lebar Jalur Lalu Lintas
Wc (m)
≤ 6 > 6
Dua lajur tak terbagi 0 - 1800 1.3 0.5 0.4
(2/2 UD) ≥ 1800 1.2 0.35 0.25
Empat lajur tak terbagi 0 - 3700 1.3 0.4
(4/2 UD) ≥ 3700 1.2 0.25
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
16
2.9 Hambatan Samping
Hambatan samping adalah hal yang berada di samping segmen jalan yang
berdampak pada kinerja lalu lintas seperti pejalan kaki dengan bobot = 0,5,
kendaraan umum atau kendaraan lain berhenti dengan bobot = 1,0, kendaraan
masuk atau keluar sisi jalan dengan bobot = 0,7, dan kendaraan lambat dengan
bobot = 0,4. Untuk menentukan kelas hambatan samping maka data masing-
masing kejadian dikalikan dengan masing-masing faktor bobotnya, kemudian
jumlah semua kejadian berbobot untuk mendapatkan frekuensi berbobot kejadian.
Selanjutnya dengan menggunakan Tabel 2.6 maka akan didapat kelas hambatan
samping pada ruas jalan pada daerah studi.
Tabel 2.6 kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan
Kelas Hambatan
Samping (SFC)
Kode Jumlah Berbobot Kejadian
Per 200 m Per Jam
( Dua Sisi)
Kondisi Khusus
Sangat Rendah VL <100 Daerah pemukiman
; Jalan samping
tersedia.
Rendah L 100 – 299 Daerah
pemukiman;
Beberapa angkutan
umum dsb.
Sedang M 300 – 499 Daerah industri;
Beberrapa took sisi
jalan.
Tinggi H 500 – 899 Daerah komersil;
aktivitas sisi jalan
tinggi.
Sangat Tinggi VH >900 Daerah komersil;
aktivitas pasar sisi
jalan.
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
17
2.10 Kinerja Ruas Jalan
Kinerja ruas jalan merupakan ukuran kuantitatif yang menerangkan
kondisi operasional dari fasilitas lalu lintas seperti yang dinilai oleh Bina Marga
Departemen P.U tahun 1997. Berikut ini adalah parameter-parameter yang
digunakan untuk menentukan kinerja ruas jalan. Kinerja ruas jalan terdiri dari
volume lalu lintas, kapasitas, kecepatan, derajat kejenuhan dan tingkat pelayanan.
2.10.1 Volume Lalu Lintas
Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu
penampang pada ruas jalan tertentu pada periode waktu yang telah ditentukan.
biasanya jumlah kendaraan ini dikelompokan berdasarkan masing-masing jenis
kendaraan yaitu kendaraan ringan (LV), kendaraan berat (HV), sepeda motor
(MC) dan kendaraan tak bermotor (UM), Departemen P.U, 1997.
1. Kendaraan ringan (LV) meliputi mobil penumpang, opelet,
mikrobis, pick up, dan truck kecil.
2. Kendaraan berat (HV) meliputi truck besar dan bus besar dengan 2
gandar dan truck besar dan bus besar dengan 3 gandar atau lebih.
3. Sepeda motor (MC)
4. Kendaraan tak bermotor (UM) meliputi gerobak, sepeda, sepeda
barang.
2.10.2 Kapasitas (C)
Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus
atau volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu. Kapasitas
merupakan arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan
per satuan waktu pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas
ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan
banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur. Nilai
kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
memungkinkan. Karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmen
jalan sedikit (sebagaimana terlihat dari kapasitas simpang sepanjang jalan),
kapasitas juga telah diperkirakan dari analisis kondisi iringan lalu lintas, dan
secara teoritis dengan mengasumsikan hubungan matematika antara kerapatan,
18
kecepatan dan arus, seperti persamaan dibawah ini. Kapasitas dinyatakan dalam
suatu mobil penumpang (smp). Persamaan untuk menentukan kapasitas yaitu :
C = C0 x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (2.7)
Keterangan :
C = Kapasitas (smp/jam).
C0 = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan.
FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak terbagi).
FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb.
FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota.
Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kondisi dasar yang ditentukan
sebelumnya, maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitas menjadi
sama dengan kapasitas dasar.
2.10.2.1 Kapasitas dasar (Co)
Kapasitas dasar merupakan kapasitas pada kondisi ideal. Sehingga semua
faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan besarnya kapasitas sama dengan kapasitas
dasar. Nilai kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Kapasitas dasar (Co) untuk jalan perkotaan
Tipe Jalan Kapasitas Dasar
(smp/jam)
Keterangan
Empat lajur terbagi atau jalan satu arah 1650 Per lajur
Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur
Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
2.10.2.2 Faktor Penyesuaian Untuk Kapasitas (FCw)
Faktor penyesuaian lebar jalan (FCw) ditentukan berdasarkan jenis jalan
dan lebar efektif jalur lalu lintas (Wc). Untuk mencari besarnya faktor
penyesuaian lebar jalan yaitu dengan memasukan nilai lebar jalur lalu lintas
efektif (Wc) ke Tabel 2.8
Tabel 2.8 Penyesuaian kapasitas (FCw) untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas pada
jalan perkotaan.
19
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (m) FCw
Empat lajur dua
arah terbagi (4/2
D) atau jalan satu
arah
Per lajur
3.00
3.25
3.50
3.75
4.00
0.92
0.96
1.00
1.04
1.08
Empat lajur dua
arah tak terbagi
(4/2 UD)
Per lajur
3.00
3.25
3.50
3.75
4.00
0.91
0.95
1.00
1.05
1.09
Dua lajur dua arah
tak terbagi (2/2
UD)
Total dua arah
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
0.56
0.87
1.00
1.14
1.25
1.29
1.34
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
2.10.2.3 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCsp)
Faktor penyesuaian pemisah arah merupakan jumlah arus per arah dan
hanya untuk jalan tak terbagi. Secara umum reduksi kapasitas akan meningkat bila
pemisah arah makin menjauh dari 50% - 50%. Pada jalan empat lajur reduksi
kapasitas lebih kecil daripada jalan dua arah untuk pemisah arah yang sama.
Sedangkan untuk jalan terbagi dan satu arah faktor penyesuaian kapasitas pemisah
arah bernilai 1.0 dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah (FCsp)
Arus per Arah (% - %) 50 - 50 55 - 45 60 - 40 65 - 35 70 - 30
FCsp Dua lajur Dua Arah (2/2) 1 0.97 0.94 0.91 0.88
Empat lajur Dua Arah (4/2) 1 0.985 0.97 0.955 0.94
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
20
2.10.2.4 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FCsf)
Faktor penyesuaian hambatan samping (FCsf) ditentukan berdasarkan jenis
jalan, kelas hambatan samping, lebar bahu efektif (atau jarak kereb ke
penghalang), serta dibedakan berdasarkan jalan dengan bahu jalan dan jalan
dengan kereb.
1. Jalan dengan bahu
Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan bahu
(FCsf) pada jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Faktor penyesuaian (FCsf) untuk pengaruh hambatan saping dan lebar
bahu
Tipe Jalan Kelas Hambatan Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan
Samping Samping
dan Lebar Bahu (FCsf)
Lebar Bahu Ws (m)
≤ 0.5 1.0 1.5 ≤ 2.0
4/2 terbagi Sangat rendah (LV) 0.96 0.98 1.01 1.03
Rendah (L) 0.94 0.97 1.02 1.02
Sedang (M) 0.92 0.95 0.98 1.00
Tinggi (H) 0.88 0.92 0.95 0.98
Sangat tinggi (VH) 0.84 0.88 0.92 0.96
4/2 tak terbagi Sangat rendah (LV) 0.96 0.99 1.01 1.03
Rendah (L) 0.94 0.97 1.00 1.02
Sedang (M) 0.92 0.95 0.98 1.00
Tinggi (H) 0.87 0.91 0.94 0.98
Sangat tinggi (VH) 0.80 0.86 0.90 0.95
2/2tak terbagi
Sangat rendah (LV) 0.94 0.96 0.99 1.01
atau jalan Rendah (L) 0.92 0.94 0.97 1.00
satu arah Sedang (M) 0.89 0.92 0.95 0.98
Tinggi (H) 0.82 0.86 0.90 0.95
Sangat tinggi (VH) 0.73 0.79 0.85 0.91
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
21
2. Jalan dengan kereb
Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCsf) berdasarkan
jarak antara kereb dan penghalang pada trotoar (wk) dan hambatan samping
tertera pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Faktor penyesuaian (FCsf) untuk pengaruh hambatan samping dan
jarak kereb ke penghalang
Tipe Jalan Kelas Hambatan Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan
Samping Samping
dan Jarak Kereb - Penghalang (FCsf)
Jarak Kereb - Penghalang (FCsf)
≤ 0.5 1.0 1.5 ≤ 2.0
4/2 terbagi Sangat rendah (LV) 0.95 0.97 0.99 1.01
Rendah (L) 0.94 0.96 0.98 1.00
Sedang (M) 0.92 0.93 0.95 0.98
Tinggi (H) 0.86 0.89 0.92 0.95
Sangat tinggi (VH) 0.81 0.85 0.88 0.92
4/2 tak terbagi Sangat rendah (LV) 0.95 0.97 0.99 1.01
Rendah (L) 0.93 0.95 0.97 1.00
Sedang (M) 0.90 0.92 0.95 0.97
Tinggi (H) 0.84 0.87 0.90 0.93
Sangat tinggi (VH) 0.77 0.81 0.85 0.90
2/2tak terbagi Sangat rendah (LV) 0.93 0.95 0.97 0.99
atau jalan Rendah (L) 0.90 0.92 0.95 0.97
satu arah Sedang (M) 0.86 0.88 0.91 0.94
Tinggi (H) 0.78 0.81 0.84 0.88
Sangat tinggi (VH) 0.68 0.72 0.77 0.82
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
2.10.2.5 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCcs)
Faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs) ditentukan bardasarkan jumlah
penduduk di kota ruas jalan yang bersangkutan berada. Departemen P.U 1997
menyarankan reduksi terhadap kapasitas dasar bagi kota berpenduduk kurang dari
22
1 juta jiwa dan kenaikan terhadap kapasitas dasar bagi kota berpenduduk lebih
dari 3 juta jiwa. Faktor penyesuaian ukuran kota dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Tabel 2.12 Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCcs) ukuran jalan
perkotaan
Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk Ukuran Kota (FCcs)
<0.1
0.1 – 0.5
0.5 – 1.0
1.0 – 3.0
>3.0
0.86
0.90
0.94
1.00
1.04
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
2.10.3 Kecepatan Arus Bebas (FV)
Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada saat tingkatan
arus nol, sesuai dengan kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya
mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lain dijalan
(yaitu saat arus = 0). Kecepatan arus bebas mobil penumpang biasanya 10-15%
lebih tinggi dari kendaraan lain. Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas
pada jalan perkotaan mempunyai bentuk berikut :
FV = (FV0 + FVW) X FFVSF X FFVCS (2.8)
Keterangan :
FV = Kecepatan arus bebas kedaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam).
FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan alinyemen
yang diamati (km/jam).
FVW = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas (km/jam).
FFVSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu/jarak kereb ke
penghalang.
FFVCS= Faktor penyesuaian ukuran kota.
Kecepatan arus bebas dasar ditentukan berdasarkan jenis jalan dan jenis
kendaraan. Secara umum kendaraan ringan memiliki kecepatan arus lebih tinggi
daripada kendaraan berat dan speda motor. Jalan terbagi memiliki kecepatan arus
bebas lebih tinggi dari pada jalan tidak terbagi. Bertambahnya jumlah lajur sedikit
menaikkan kecepatan arus bebas. Untuk nilai kecepatan arus bebas dasar dapat
23
dilihat pada Tabel 2.13. Faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas terdiri
dari, penyesuaian lebar jalan lalu lintas efektif (FVW), faktor penyesuaian kondisi
hambatan samping (FFVSF), dan faktor penyesuaian ukuran kota (FFVCS).
Tabel 2.13 Kecepatan arus bebas dasar (FVo) untuk jalan perkotaan
Tipe Jalan
Kecepatan Arus Bebas (FVo) (km/jam)
Kendaraan
Ringan
Kendaraan
Berat Sepeda Motor
Semua
Kendaraan
(KR) (KB) (SM) (rata - rata)
6/2 terbagi
61 52 48 57 atau tiga
Lajur
satu arah
4/2 terbagi
57 50 47 55 atau dua
Lajur
satu arah
4/2 tak 53 46 43 51
Terbagi
2/2 tak 44 40 40 42
Terbagi
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
2.10.3.1 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (FVW)
Penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas ditentukan berdasarkan jenis
jalan dan lebar jalur lalu lintas efektif (WC). Pada jalan selain 2/2 UD
pertambahan atau pengurang kecepatan bersifat linier sejalan dengan selisihnya
dengan leber standar (3,5 meter). Hal ini berbeda terjadi pada jalan 2/2UD
terutama untuk Wc (2 arah) kurang dari 6 meter. Dapat dilihat Tabel 2.14.
24
Tabel 2.14 : Faktor penyesuaian (FVW) untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas
pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan jalan perkotaan.
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc)
(m)
FVw (km/jam)
Empat lajur terbagi
atau jalan satu arah
Per lajur
3.00
3.25
3.50
3.75
4.00
-4
-2
0
2
4
Empat lajur tak
terbagi
Per lajur
3.00
3.25
3.50
3.75
4.00
-4
-2
0
2
4
Dua lajur tak terbagi Total dua arah
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
-9.5
-3
0
3
4
6
7
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
2.10.3.2 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FFVsf)
Faktor penyesuaian hambatan samping (FFVsf) ditentukan berdasarkan
jenis jalan, kelas hambatan samping, dan lebar bahu efektif. Faktor penyesuaian
hambatan samping dapat dilihat pada Tabel 2.15 dan Tabel 2.16.
25
a. Jalan dengan bahu
Tabel 2.15 : Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan lebar
bahu (FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk
jalan perkotaan dengan bahu
Tipe Jalan Kelas Hambatan Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan
Samping Samping
dan Lebar Bahu (FCsf)
Lebar Bahu Ws (m)
≤ 0.5 1.0 1.5 ≤ 2.0
4/2 terbagi
Sangat rendah (LV) 1.02 1.03 1.03 1.04
Rendah (L) 0.98 1.00 1.02 1.03
Sedang (M) 0.94 0.97 1.00 1.02
Tinggi (H) 0.89 0.93 0.96 0.99
Sangat tinggi (VH)
0.84
0.88
0.92
0.96
4/2 tak terbagi
Sangat rendah (LV) 1.02 1.03 1.03 1.04
Rendah (L) 0.98 1.00 1.02 1.03
Sedang (M) 0.93 0.96 0.99 1.02
Tinggi (H) 0.87 0.91 0.94 0.98
Sangat tinggi (VH)
0.80
0.86
0.90
0.95
2/2tak terbagi
Sangat rendah (LV) 1.00 1.01 1.01 1.01
atau jalan Rendah (L) 0.96 0.98 0.99 1.00
satu arah Sedang (M) 0.91 0.93 0.96 0.99
Tinggi (H) 0.82 0.86 0.90 0.95
Sangat tinggi (VH)
0.73
0.79
0.85
0.91
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
26
b. Jalan dengan kereb
Tabel 2.16 : Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan jarak
kereb ke penghalang (FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan
ringan untuk jalan perkotaan dengan kereb
Tipe Jalan Kelas Hambatan Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan
Samping Samping
dan Jarak Kereb - Penghalang (FCsf)
Jarak Kereb - Penghalang (FCsf)
≤ 0.5 1.0 1.5 ≤ 2.0
4/2 terbagi Sangat rendah (LV) 1.00 1.01 1.01 1.02
Rendah (L) 0.97 0.98 0.99 1.00
Sedang (M) 0.93 0.95 0.97 0.99
Tinggi (H) 0.87 0.90 0.93 0.96
Sangat tinggi (VH) 0.81 0.85 0.88 0.92
4/2 tak terbagi Sangat rendah (LV) 1.00 1.01 1.01 1.02
Rendah (L) 0.96 0.98 0.99 1.00
Sedang (M) 0.91 0.93 0.95 0.98
Tinggi (H) 0.84 0.87 0.90 0.94
Sangat tinggi (VH) 0.77 0.81 0.85 0.90
2/2tak terbagi Sangat rendah (LV) 0.98 0.99 0.99 1.00
atau jalan Rendah (L) 0.93 0.95 0.96 0.98
satu arah Sedang (M) 0.87 0.89 0.92 0.95
Tinggi (H) 0.78 0.81 0.84 0.88
Sangat tinggi (VH) 0.68 0.72 0.77 0.82
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
2.10.3.3 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FFVCS)
Faktor penyesuaian ukuran kota (FFVCS) ditentukan berdasarkan jumlah
penduduk di kota tempat ruas jalan yang bersangkutan berada. Departemen P.U
1997 menyarankan reduksi terhadap kecepatan arus bebas dasar bagi kota
berpenduduk kurang dari 1 juta jiwa dan kenaikan terhadap kapasitas dasar bagi
kota berpenduduk lebih dari 3 juta jiwa. Seperti pada Tabel 2.17 berikut :
27
Tabel 2.17 Faktor penyesuaian (FFVcs) untuk pengaruh ukuran kota pada
kecepatan arus bebas kendaraan ringan jalan perkotaan
Ukuran Kota (juta Penduduk) Faktor penyesuaian untuk Ukuran Kota
(FFVcs)
<0.1
0.1 – 0.5
0.5 – 1.0
1.0 – 3.0
>3.0
0.90
0.93
0.95
1.00
1.03
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
2.10.4 Kecepatan
Kecepatan adalah laju perjalanan yang bisa dinyatakan dalam kilometer
per jam (km/jam). Kecepatan menentukan jarak yang dilalui pengemudi
kendaraan dalam waktu tertentu. Pemakaian jalan dapat menaikkan kecepatan
untuk memperpendek waktu perjalanan atau memperpanjang jarak perjalanan.
Nilai perubahan kecepatan adalah mendasar, tidak hanya untuk berangkat dan
berhenti tetapi untuk seluruh arus lalu lintas yang dilalui. Kecepatan adalah rasio
jarak yang dijalani dan waktu perjalanan. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai
kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) di sepanjang segmen jalan.
Persamaan untuk penentu kecepatan ruang mempunyai bentuk sebagai berikut
(Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997) :
( )
Keterangan :
V = Kecepatan Rata-rata LV (km/jam)
L = Panjang segmen (km)
TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) menggunakan kecepatan
tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan. Kecepatan tempuh
didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan sepanjang
segmen jalan. Kecepatan rata-rata ruang (space mean speed), yaitu kecepatan rata-
rata dari semua kendaraan yang melewati suatu potongan jalan selama periode
waktu tertentu.
28
2.10.5 Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap
kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja
simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukana apakah segmen jalan tersebut
mempunyai masalah kapasitas atau tidak.
( )
Keterangan :
DS = Derajat kejenuhan.
Q = Volume lalu lintas (smp/jam).
C = Kapasitas (smp/jam).
Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas dinyatakan
dalam smp/jam. DS digunakan untuk analisis perilaku lalu lintas berupa
kecepatan.
2.10.6 Tingkat Pelayanan (Level of Service)
Tingkat pelayanan jalan adalah ukuran kuantitatif yang mencerminkan
persepsi pengemudi tentang kualitas mengendarai kendaraan. Pada jalan
perkotaan, kualitas pelayanan jalan atau kinerja lalu lintas tergantung oleh
beberapa faktor, antara lain jenis penampang melintang jalan beserta ukuran –
ukurannya, jenis maupun jarak antara persimpangan, dan ada atau tidaknya parkir
dipinggir jalan.
Konsep tingkat pelayanan digunakan sebagai ukuran kualitas pelayanan
jalan. Ukuran-ukuran yang cocok untuk menentukan tingkat pelayanan bias
diidentifikasikan dari kecepatan kendaraan yang melewati satu jalan raya atau
volume kendaraan di jalan tersebut.
Klasifikasi tingkat pelayanan jalan dari tingkat pelayanan A sampai F
diukur dari rasio Q/C dimana Q adalah arus (smp/jam) dan C adalah kapasitas
sesungguhnya (smp/jam). Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat pelayanan adalah :
a. Volume
b. Kapasitas
c. Kecepatan
29
Untuk hubungan antara tingkat pelayanan, kondisi lapangan, dan rasio
volume terhadap kapasitas, dapat dilihat pada Tabel 2.18.
Tabel 2.18 : Hubungan antara tingkat pelyanan, kondisi di lapangan dan rasio
volume terhadap kapasitas (rasio Q/C)
Tingkat Pelayanan Kondisi Lapangan Rasio Q/C
A Arus bebas dengan kecepatan tinggi,
pengemudi dapat memilih kecepatan
yang diinginkan tanpa tundaan
0.00 – 0.19
B Arus stabil, kecepatan mulai dibatasi
oleh kondisi lalu lintas, pengemudi
memiliki kebebasan yang cukup untuk
memilih kecepatannya
0.20 – 0.44
C Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak
kendaraan oleh kondisi lalu lintas,
pengemudi dibatasi dalam memilih
kecepatan
0.45 – 0.74
D Arus mendekati tidak stabil, kecepatan
dikendalikan oleh kondisi lalu lintas,
rasio Q/C masih bias ditoleransi
0.75 – 0.84
E Volume lalu lintas mendekati kapasitas,
arus tidak stabil, kecepatan terkadang
terhenti
0.85 – 1.00
F Arus lalu lintas macet, kecepatan
rendah, antrian panjang serta
hambatan/tundaan besar
>1.00
Sumber : Transportation Research Board (1994)
30
Gambar 2.5 Kecepatan sebagai fungsi dari (Q/C) untuk jalan dua lajur dua arah
tak terbagi (2/2 UD)
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1997)
Gambar 2.3 diatas menggambarkan hubungan antara kecepatan rata-rata
kendaraan ringan dengan derajat kejenuhan dengan mencari kecepatan arus bebas
dan derajat kejenuhan terlebih dahulu, sehingga mendapatkan kecepatan rata-rata
kendaraan ringan.
Berdasarkan Tabel 2.19 maka hubungan antara kecepatan, tingkat
pelayanan dan rasio volume terhadap kapasitas jalan dapat dilihat pada Gambar
2.3.