BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah...

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan Proses penuaan merupakan suatu proses penurunan fungsi organism yang terjadi seiring dengan berjalannya waktu. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Terdapat banyak teori penuaan yang dikemukakan oleh para ahli namun kebanyakan teori belum dapat dibuktikan sepenuhnya pada manusia karena waktu hidup manusia relatif panjang. Beberapa teori penuaan yang banyak dipelajari antara lain: 1. Teori Wear and TearPenyalahgunaan organ tubuh dapat membuat kerusakan lebih cepat. Pada tahun 1882, seorang ahli biologi dari Jerman yaitu Dr. August Weisman telah memperkenalkan teori ini. Di usia yang masih muda, tubuh masih mampu melakukan kompensasi terhadap pengaruh buruk dari luar. Namun proses penuaan membuat tubuh kehilangan kemampuan untuk itu. Teori ini juga menyatakan bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang lebih dini dapat membantu mengembalikan proses penuaan. Mekanismenya dengan merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan (Goldman dan Klatz, 2003). 2. Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair sehingga akibatnya terjadi penumpukan kerusakan molekuler sepanjang waktu. Penyebab kerusakan ini dapat berasal dari internal dan eksternal. Penyebab internal seperti

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Penuaan

Proses penuaan merupakan suatu proses penurunan fungsi organism yang

terjadi seiring dengan berjalannya waktu. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai

faktor. Terdapat banyak teori penuaan yang dikemukakan oleh para ahli namun

kebanyakan teori belum dapat dibuktikan sepenuhnya pada manusia karena waktu

hidup manusia relatif panjang. Beberapa teori penuaan yang banyak dipelajari

antara lain:

1. Teori “Wear and Tear”

Penyalahgunaan organ tubuh dapat membuat kerusakan lebih cepat. Pada

tahun 1882, seorang ahli biologi dari Jerman yaitu Dr. August Weisman telah

memperkenalkan teori ini. Di usia yang masih muda, tubuh masih mampu

melakukan kompensasi terhadap pengaruh buruk dari luar. Namun proses penuaan

membuat tubuh kehilangan kemampuan untuk itu. Teori ini juga menyatakan

bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang lebih dini dapat

membantu mengembalikan proses penuaan. Mekanismenya dengan merangsang

kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan (Goldman dan Klatz, 2003).

2. Teori Kontrol Genetik

Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair sehingga

akibatnya terjadi penumpukan kerusakan molekuler sepanjang waktu. Penyebab

kerusakan ini dapat berasal dari internal dan eksternal. Penyebab internal seperti

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

radikal bebas, glikosilasi sedangkan penyebab eksternal antara lain polusi, mutasi

gen, radiasi dan kimia. Namun tubuh diberi kemampuan untuk dapat mendeteksi

dan memperbaiki kerusakan DNA. Sehingga terdapat keseimbangan antara

kerusakan dengan efisiensi “DNA repair” yang terjadi selama hidup (Goldman

dan Klatz, 2003).

3. Teori Radikal Bebas

Menurut teori ini, penuaan merupakan akibat dari akumulasi perubahan-

perubahan akibat dari reaksi dalam tubuh yang dipicu oleh radikal bebas. Hal ini

diyakini sebagai penyebab utama bukan hanya untuk penuaan namun juga

penyakit bahkan kematian. Radikal bebas adalah molekul dengan elektron yang

tidak berpasangan dengan reaktivitas yang sangat tinggi, dihasilkan selama proses

metabolisme sel normal (endogenus) maupun dari sumber-sumber di luar tubuh

(eksogenus). Telah diketahui bahwa radikal bebas dapat merusak membran sel,

protein dan DNA sehingga dapat berakibat fatal bagi kelangsungan hidup sel.

Efek buruk radikal bebas berupa reaksi rantai yang menyebabkan oksidasi bahan -

bahan organik oleh molekul oksigen. Hal ini menimbulkan rusaknya fungsi

selular akibat dari mutasi DNA. Dalam keadaan fisiologis, akibat buruk dari

radikal bebas dapat diredam oleh tubuh baik secara enzimatis maupun non-

enzimatis oleh senyawa-senyawa yang tergolong antioksidan. Namun bila jumlah

antioksidan tubuh kurang dari yang diperlukan maka akan terjadi stress oksidatif.

Jika terjadi dalam waktu yang berkepanjangan maka terjadi penumpukan hasil

kerusakan oksidatif yang menyebabkan sel kehilangan fungsinya dan akhirnya

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

mati. Hal ini meningkat dengan bertambahnya umur dan diduga sebagai penyebab

utama proses penuaan (Goldman dan Klatz, 2003).

4. Teori Neuroendokrin

Hormon bersifat vital dalam mengatur dan memperbaiki fungsi tubuh.

Pada usia muda berbagai hormon bekerja dengan baik mengendalikan berbagai

fungsi organ tubuh, sehingga berfungsi optimal (Goldman and Klatz, 2003).

Ketika manusia menjadi tua, produksi hormon juga menurun, akibatnya

berbagai fungsi tubuh terganggu. Lalu munculah berbagai keluhan. Karena

hormon saling berkaitan maka berkurangnya produksi hormon tertentu

mempengaruhi hormon lainnya. Proses penuaan mempengaruhi sistem hormon,

tetapi gangguan hormon menimbulkan gejala dan tanda yang sama dengan yang

terjadi akibat proses penuaan (Pangkahila, 2011).

Penurunan fungsi hormon yang tajam dapat diatasi dengan terapi sulih

hormon yang membantu mengembalikan fungsi hormon tubuh sehingga

memperlambat proses penuaan

2.2 Pelatihan Fisik Berlebih

2.2.1 Definisi Pelatihan Fisik

Pelatihan fisik atau olah raga merupakan faktor penting bagi kehidupan

manusia karena dapat menunda proses penuaan. Pelatihan fisik yang teratur dan

tepat dapat mempertahankan kebugaran fisik. Kondisi ini berbeda tiap individu

meliputi frekuensi, intensitas, tipe dan waktu untuk mendapatkan hasil yang

maksimal dan menurunksan resiko cedera. Hal ini juga dikemukakan oleh Bell

(2008) yaitu sama seperti obat-obatan yang digunakan untuk terapi penyakit,

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

maka olah raga pun mempunyai dosis tertentu dan bersifat individual. Hal ini

penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan resiko yang minimal pada

pelatihan olahraga. Untuk mendapatkan hasil maksimal dan risiko minimal pada

pelatihan, diperlukan kondisi lingkungan yang memadai dan takaran pelatihan

yang tepat untuk setiap individu meliputi FITT, yaitu Frequency, Intencity, Type,

Time. Frekuensi pelatihan yang disarankan 3 – 4 kali seminggu dengan intensitas

72% - 87% dari denyut jantung maksimal (220 – umur) dengan variasi 10 denyut

per menit. Jenis pelatihan yang dianjurkan kombinasi antara latihan aerobik dan

pelatihan otot dalam waktu 30 – 60 menit, didahului dengan pemanasan selama 15

menit dan diakhiri dengan pendinginan selama 10 menit. Dengan waktu

maximum 300 jam dalam seminggu (Pangkahila, 2009).

Aktivitas fisik ada 2 macam, yaitu :

1. Aktivitas fisik yang dilakukan secara mendadak (“acute exercise”)

2. Aktivitas fisik yang dilakukan secara berulang (“training exercise”)

Selama berolah raga normalnya terjadi peningkatan pemakaian oksigen

oleh tubuh sebanyak sepuluh sampai dua puluh kali bahkan lebih dibandingkan

saat beristirahat. Hal ini dapat memicu pelepasan radikal bebas, yang akan terlibat

dalam proses oksidasi lemak membran sel otot. Proses ini disebut peroksidasi

lipid dan memyebabkan sel menjadi lebih mudah mengalami proses penuaan atau

kerusakan lain (Cooper, 2001). Namun alaminya tubuh akan melakukan

kompensasi terhadap peningkatan radikal bebas tersebut dengan meningkatkan

system antioksidan alaminya sehingga proses kerusakan dapat dicegah.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

Bila nilai ambang batas ini dilampaui, akan membahayakan kesehatan atlet.

Suatu takaran pelatihan akan mencapai sasaran dan tujuan jika dalam program

pelatihannya sudah tercakup (Bompa, 2009) :

1) Jenis atau tipe pelatihan yang dipilih

2) Unsur intensitas (persentase beban dan kecepatan)

3) Volume (durasi, jarak dan jumlah repetisi)

4) Densitas /kekerapan/frekwensi pelatihan

2.2.2. Pelatihan Fisik Berlebih

Seringkali pelatihan fisik dilakukan secara berlebihan karena salah

mengartikan bahwa olah raga itu baik bagi kesehatan sehingga timbul anggapan

bahwa semakin banyak berolah raga maka efeknya akan baik bagi kesehatan.

Namun kenyataannya pelatihan fisik secara berlebih yang sering disebut aktivitas

fisik berlebih ini hanya akan membahayakan kesehatan karena tidak dilakukan

dengan dosis yang tepat (Reynolds, 2010). Aktivitas fisik berlebih juga dapat

terjadi pada orang yang jarang melakukan olah raga kemudian melakukan

olahraga yang melebihi kemampuannya. Pelatihan fisik berlebih diakibatkan oleh

volume pelatihan yang terlalu banyak, intensitas pelatihan yang terlalu banyak,

durasi pelatihan terlalu panjang dan frekuensi pelatihan yang terlalu sering

(Hatfield, 2001). Latihan yang berlebih atau overtraining / burnout adalah suatu

keadaan dimana terjadi kelelahan kronis selama aktivitas yang melebihi

kemampuan individual sampai menimbulkan cedera otot biasanya terjadi sebelum

akhir dari kompetisi (Vincen dkk., 2000; Prentice, 2011)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

Pelatihan fisik berlebih menimbulkan gangguan pada sistem endokrin,

terjadi peningkatan kadar kortisol dan penurunan kadar testosteron (Maffetone,

2007), peningkatan ACTH, penurunan LH plasma. Aktivitas berlebih dapat

meningkatkan stress oksidatif, karena terjadi peningkatan konsumsi O2 oleh

aktivitas otot skeletal. Meskipun oksigen dibutuhkan, oksigen juga bersifat toksik

yang dapat memicu peningkatan ROS. Pada organ yang tidak mendapat oksigen

dan nutrisi yang cukup akan menimbulkan keadaan iskemik dan kerusakan

mikrovaskular. Keadaan ini disebut sebagai Reperfusion Injury, yang memicu

terjadinya kerusakan jaringan dan peningkatan radikal bebas.

Olahraga dapat menyembuhkan penyakit jantung dan hipertensi, walaupun

olahraga berat meningkatkan ROS dalam jaringan, dan 2-5% oksigen yang

dipakai dalam metabolisme tereduksi menjadi ion superoksid yg bersifat radikal

bebas. Radikal bebas oksigen dikelompokkan dalam ROS. Pembentukan ROS

akibat olahraga yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan sel dan modifikasi

molekul termasuk DNA, membran lipid, dan protein. Perlindungan dari serangan

ROS yang disebabkan olahraga berlebih merupakan respons jaringan untuk

meningkatkan aktivitas sekelompok enzim antioksidan, guna melindungi sel dari

kerusakan ROS.

2.2.3. Pembentukan Radikal Bebas Pada Pelatihan Fisik Berlebih

Pelatihan fisik berlebih meningkatkan terbentuknya radikal bebas

(Adiputra, 2008). Sejumlah tertentu radikal bebas diperlukan oleh tubuh untuk

melawan radang, membunuh bakteri, mengatur tonus otot polos dalam organ dan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

pembuluh darah (Giriwijoyo, 2004). Apabila berlebih, menyebabkan kerusakan

sel dengan 3 cara (Winarsi, 2007; Eberhardt, 2001):

1. Kerusakan DNA, mengakibatkan mutasi DNA bahkan kematian sel

2. Peroksidasi lipid membrane sel dan sitosol, menyebabkan terjadinya proses

reduksi asam lemak sehingga mengakibatkan kerusakan membran dan organel

sel.

3. Modifikasi protein teroksidasi oleh karena cross linking protein

Mekanisme normal tubuh membentuk antioksidan yang ada di dalam

tubuh untuk menetralkan radikal bebas yang terbentuk perlahan ini dapat

terganggu akibat latihan yang berlebihan tersebut, sehingga jumlah antioksidan

yang terbentuk menjadi lebih sedikit dibandingkan jumlah radikal bebas. Aktivitas

fisik berlebih juga menyebabkan peningkatan penggunaan oksigen di atas

kebutuhan normal, karena terjadi peningkatan metabolisme di dalam tubuh

terutama otot-otot yang berkontraksi. Hal ini menyebabkan terjadi peningkatan

kebocoran elektron dari mitokondria yang akan menjadi ROS. Oksigen yang

digunakan dalam proses metabolisme tubuh saat overtraining dapat menyebabkan

peningkatan produksi radikal bebas yang bersifat sangat reaktif terhadap sel atau

komponen sel sekitarnya (Chevion dkk., 2003; Evan, 2000).

2.3 Stres Oksidatif

Aktivitas fisik berlebih dapat meningkatkan terjadinya stres oksidatif,

yaitu keadaan patologis yang disebabkan oleh kerusakan sel dan jaringan di dalam

tubuh karena peningkatan jumlah radikal bebas yang tidak normal, sehingga

terjadi ketidakseimbangan antara prooksidan dan antioksidan. Ketika jumlah

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

antioksidan yang diperlukan oleh tubuh saat mengalami stres oksidatif tidak

mencukupi, akan dapat merusak membran sel, protein dan DNA. Stress oksidatif

yang meningkat dapat memicu timbulnya berbagai penyakit dan mempercepat

proses penuaan (Sen dan Packer, 2000; Atalay dan Laaksonen, 2002). Hal ini

merupakan penyebab utama proses penuaan (Bagiada, 2001).

Keadaan yang menyebabkan stres oksidatif ini salah satunya adalah

pelatihan fisik berat atau berlebih (Hersh, 2004). Stres oksidasi dapat dikendalikan

antara lain dengan membiasakan untuk menerapkan pola hidup sehat dan

mengkonsumsi antioksidan, diharapkan akan memacu kerja antioksidan dalam

tubuh. Latihan fisik maksimal dapat menyebabkan terjadinya stress oksidatif pada

tikus (Senturk dkk., 2001) dan manusia (Sonneborn dan Barbee, 1998; Senturk

dkk., 2005).

Kadar antioksidan yang rendah atau adanya inhibisi terhadap enzim

antioksidan dapat menyebabkan kerusakan sel. Antioksidan merupakan suatu

unsur kimia atau biologi yang dapat menetralisasi potensi kerusakan yang

diakibatkan oleh radikal bebas. Berbagai antioksidan endogen dan eksogen

berperan penting dalam melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif dan berbagai

penyakit kronis (Sen dkk., 2010). Beberapa antioksidan endogen seperti enzim

superoxide-dismutase, glutation peroksidase dan katalase dihasilkan oleh tubuh,

sedangkan yang lain seperti vitamin C dan E merupakan antioksidan eksogen

yang harus didapat dari luar tubuh seperti buah-buahan dan sayur-sayuran (Iorio,

2007).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

Atas dasar mekanisme kerjanya antioksidan dapat dibedakan menjadi lima jenis

yaitu (Sri, 2007):

1. Antioksidan primer

Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru

karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul netral atau

kurang aktif sebelum sempat bereaksi. Antioksidan yang ada dalam tubuh

yaitu SOD, katalase, glutation peroksidase (GSH-Px). Sedangkan antioksidan

primer yang dapat ditambahkan dari luar seperti glutation, asam lipoat, SOD,

melatonin.

2. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal

bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi

kerusakan yang lebih besar. Merupakan antioksidan eksogenous atau non

enzimatis (Winarsi, 2007). Yang merupakan antioksidan ini adalah vitamin E,

vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam urat, albumin (Soewoto, 2001).

3. Antioksidan tersier

Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel dan jaringan

yang rusak akibat serangan radikal bebas. Termasuk kelompok ini adalah

metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel.

4. Oxygen Scavenger

Antioksidan ini dapat mengikat oksigen sehingga tidak mendukung terjadinya

reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

5. Chelators/Sequestrants

Jenis antioksidan ini dapat mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi

oksidasi, contoh chelators misalnya asam sitrat dan asam amino.

Antioksidan akan bekerja dengan melindungi lipid dari proses peroksidasi

oleh radikal bebas. Ketika radikal bebas mendapat elektron dari antioksidan, maka

radikal bebas tersebut tidak perlu lagi menyerang sel dan reaksi rantai oksidasi

akan terputus. Setelah memberikan elektron, antioksidan menjadi radikal bebas

secara definisi. Antioksidan dalam keadaan ini tidak berbahaya karena mereka

mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan elektron tanpa menjadi

reaktif. Pada keadaan sehat, tubuh dapat mencegah terbentuknya radikal bebas

karena sistem pertahanan alami antioksidan tubuh, yang mempunyai kemampuan

melawan aksi oksidan dari radikal bebas. Menurunnya efektivitas sistem tersebut

menyebabkan defisiensi absolut atau relatif kadar antioksidan di dalam tubuh

(Iorio, 2007).

Pemberian antioksidan yang cukup dan optimal memang dapat

meningkatkan kebugaran, meningkatkan kemampuan tubuh dalam melakukan

pelatihan fisik, menurunkan kadar stress oksidatif dalam tubuh dan mencegah

terjadinya penuaan dini. Namun masyarakat tetap disarankan untuk lebih berhati -

hati atas banyak beredarnya berbagai produk antioksidan, vitamin, mineral dan

obat-obatan herbal di pasaran yang belum terbukti secara ilmiah (Pangkahila,

2007).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

2.4 Enzim Glutation Peroksidase

Tubuh memiliki mekanisme tersendiri dalam mekanisme pertahanan

terhadap radikal bebas melalui antioksidan. Antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru, atau mengubah radikal

bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Chevion dkk.,

2003). Secara umum, antioksidan dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

antioksidan enzimatis/ antioksidan primer/ antioksidan pencegah dan antioksidan

non enzimatis/ antioksidan sekunder/ antioksidan pemutus reaksi rantai. Adapun

antioksidan enzimatis terdiri dari superoksida dismutase (SOD), glutation

peroksidase (GPx) dan katalase yang dapat memberikan atom hidrogen secara

cepat kepada senyawa radikal dan kemudian senyawa radikal antioksidan yang

terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Enzim SOD

mengkatalisis perubahan anion superoksida (O²¯) menjadi H2O2 dan O2. GPx

dan katalase memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Antioksidan non enzimatis

terdiri dari vitamin C, vitamin E dan beta karoten. Enzim-enzim ini berperan

dalam menetralisir radikal bebas di dalam tubuh dan melindungi jaringan dari

stres oksidatif. Kedua kelompok antioksidan ini bekerja sama memerangi aktivasi

senyawa oksidan dalam tubuh (Tilak dan Devasagayam, 2006).

Kekurangan salah satu komponen dari antioksidan tersebut dapat

menyebabkan penurunan status antioksidan secara menyeluruh pada seseorang,

sehingga perlindungan tubuh terhadap serangan radikal bebas akan menurun

(Chevion dkk., 2003). Pengamatan untuk menilai status antioksidan dapat melalui

berbagai parameter. Status antioksidan dalam tubuh dapat diamati dalam berbagai

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

parameter yaitu kadar malondialdehida (MDA) (Winarsi, 2004), aktivitas enzim

superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase (Winarsi dkk.,

2003), vitamin C, vitamin E, vitamin A plasma, dan lain-lain. Untuk mendapatkan

hasil yang makismal satu jenis antioksidan perlu didukung oleh jenis antioksidan

yang lain. Hal itu karena masing-masing jenis antioksidan memiliki sifat dan cara

kerja yang mungkin tidak sama, namun keduanya memiliki target yang tidak

berbeda, yaitu menekan atau menghambat reaktivitas radikal bebas (Damiani

dkk., 2008).

Glutation peroksidase adalah enzim intraseluler yang terlarut dalam

sitoplasma, namun aktivitasnya juga ditemukan dalam mitokondria. Enzim

glutation peroksidase yang ditemukan dalam sitoplasma tersebut merupakan

tetramer, dan mengandung selenosistein pada sisi aktifnya. Enzim ini bersifat

nukleofilik, yang sangat mudah terionisasi dan mengakibatkan terlepasnya proton.

Sedangkan glutation peroksidase ekstraseluler (secara genetik berbeda dari bentuk

intraseluler) terdeteksi dalam berbagai jaringan. Cara kerja enzim yang berperan

penting dalam melindungi organisme dari kerusakan oksidatif ini adalah

mengubah molekul hidrogen peroksida (yang dihasilkan SOD dalam sitosol dan

mitokondria) dan berbagai hidro serta lipid peroksida menjadi air. Aktivitas ensim

glutation peroksidase mampu mereduksi 70% peroksida organik dan lebih dari

90% H2O2. Pada tahun 1996, Delas Beauvieaux dkk melaporkan bahwa ensim

glutation peroksidase dapat mendekomposisi H2O2 lebih kuat dibandingkan

dengan enzim katalase. Glutatione peroksida berpotensi mengubah molekul

hidrogen peroksida dengan cara mengoksidasi GSH menjadi GSSG. Glutation

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

bentuk tereduksi mencegah lipid membran dan unsur-unsur sel lainnya dari

kerusakan oksidasi dengan cara merusak molekul hidrogen peroksida dan lipid

peroksida (Winarsi, 2007).

GSH-Px

2GSH + H2O2 GSSG +2H2O

Glutation peroksidase sebagai enzim antioksidan bekerja sebagai peredam

(“squenching”) radikal bebas (Sen dkk., 2010). Glutation peroksidase juga

berperan dalam metabolism xenobiotik yang ditemukan dalam kadar milimolar

dalam sel. Sedangkan Selenium (Se) adalah mineral yang penting untuk sintesis

protein dan aktivitas ensim glutation peroksidase. Selenium terdapat dalam

glutation peroksidase sel darah merah. Aktivitas glutation peroksidase

memerlukan glutation sebagai kosubstrat dan enzim glutation reduktase untuk

merestorasi glutation teroksidasi menjadi bentuk tereduksi.

Dalam hepar dan sel darah merah terdapat glutation peroksidase dengan

konsentrasi tinggi, sedangkan jantung, ginjal, paru-paru, adrenal, lambung, dan

jaringan adipose mengandung kadar gluatation peroksidase dalam kadar sedang.

Glutation peroksidase kadar rendah sering ditemukan dalam otak, otot, testis, dan

lensa mata.

Aktivitas enzim glutation peroksidase juga ditemukan dalam mitokondria ,

plasma, dan saluran pencernaan. Dalam sitoplasma, ensim glutation peroksidase

16 bekerja pada membran fosfolipid yang teroksidasi sehingga dikenal juga

sebagai hidroperoksida glutation peroksidase. Enzim glutation peroksidase juga

dapat langsung mereduksi hidroperoksida kolesterol, ester kolesterol, lipoprotein,

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

dan fosfolipid yang teroksidasi dalam membran sel. Aktivitas enzim tersebut

dapat juga diinduksi oleh keadaan hiperoksia (Asikin, 2001).

Pada proses penuaan terjadi disfungsi mitokondria dan akumulasi dari

kerusakan oksidatif. Dengan demikian akan menyebabkan terjadinya peningkatan

stress oksidatif dengan bertambahnya usia. Glutation peroksidase yang rendah

berkorelasi dengan gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge

dkk., 2005).

2.5 Hormon Melatonin

2.5.1 Biosintesis dan Metabolisme

Hormon merupakan substansi dari hasil sintesis dan sekresi kelenjar-

kelenjar di sistem endokrin. Hormon pada umumnya disekresi dalam konsentrasi

rendah sekali namun dapat memberikan efek metabolik dan biokimia berupa

pengaturan reaksi enzimatik yang berlangsung terus-menerus pada jaringan

sasaran.

Hormon melatonin merupakan salah hormon tubuh yang di hasilkan dan

dibawa ke aliran darah terutama oleh kelenjar pineal body (epiphysis). Dimana

fungsinya yaitu mengatur pola tidur baik di manusia dan hewan (Prendergast dkk.,

2010), menurunkan aktivitas motorik dan suhu tubuh. Di dalam tubuh manusia,

glandula pineal berada di tengah otak, di belakang ventrikel ketiga. Glandula

pineal terdiri atas dua tipe sel yaitu: pinealocytes yang bersifat predominan dan

memproduksi indolamines (kebanyakan melatonin) dan peptide (seperti arginin

vasotocin), dan sel – sel neuroglial.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

Gambar 2.1. Glandula pineal yang menghasilkan melatonin

(Putz dan Pabst, 2000)

Melatonin, atau juga disebut N-acetyl-5-methoxytryptamine, pertama kali

didapatkan dari ekstrak glandula pineal sapi oleh McLord dan Allen pada tahun

1917. Ekstrak dari substansi ini dapat mencerahkan warna kulit pada katak.

Selanjutnya pada tahun 1958, Aaron B. Lerner mengkaji struktur kimianya dan

memberi nama melatonin. Penelitian ini terus berkembang, hingga pada tahun

1970-an, Lynch dkk mempublikasikan adanya pengaruh hormon melatonin dalam

membentuk ritme sirkadian pada manusia.

Sementara pada tikus Lesnikov dan Perpaoli (1994), dari Rusia berhasil

meremajakan tikus tua dengan melakukan transplantasi dengan kelenjar pineal

tikus syngeneic atau inbreed strain yang masih muda. Hasilnya tikus tua menjadi

muda kembali dan umumya memanjang 50% dibanding tikus muda yang

mcn&pat transplantasi kelenjar pineal tikus tua. Kemudian, terbukti pula bahwa

tikus tua ini umurnya memanjang 30% dari rata-rata umur tikus yang tidak

mendapat transplantasi. Disimpulkan di sini bahwa kelenjar pineal di otak

merupakan sumber kemudaan.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

Biosintesis melatonin dilakukan melalui 4 tahap. Sebagai prekursor adalah

L-Tryptophan yang diambil secara aktif dari darah, dan diubah menjadi serotonin

oleh 5-hidroxylase dan decarboxylase. Serotonin kemudian diubah menjadi

N-acetylserotonin oleh enzim N-acetyltransferase (NAT). NAT kemudian diubah

menjadi melatonin oleh enzim hydroxyindolo-O-methyl transferase (HIOMT).

Setelah terbentuk, melatonin tidak disimpan di kelenjar, tetapi segera disekresikan

ke aliran darah (Konturek dkk., 2006).

Gambar 2.2. Biosintesis melatonin (Konturek dkk., 2006)

Selain diproduksi oleh glandula pineal, melatonin (5-hydroxy-N-

acetyltryptamine) yang merupakan derivat dari serotonin ini juga diproduksi

dalam jumlah yang besar oleh sel – sel enteroendokrin pada mukosa

gastrointestinal, retina, limfosit, testis, ovarium, kulit dan sumsum tulang

belakang. Jadi, pada malam hari melatonin diproduksi oleh glandula pineal dan

dilepaskan ke sirkulasi, tetapi selama siang hari melatonin hanya diproduksi oleh

sistem gastrointestinal (Jaworek dkk., 2010).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

Sintesis melatonin dipengaruhi oleh sinyal yang diterima melalui mata.

Sinyal yang melalui retina akan melewati jalur retino-hypothalamic pathway. Dari

nukleus suprachiasmatic (SCN), dimana irama sirkandian diatur, signal melewati

ganglion servikal superior dan kemudian menuju kelenjar pineal. Jalur ini akan

aktif pada saat gelap, karena aktivitas saraf ganglion cervical superior dihambat

oleh terang. Noradrenalin disekresikan oleh saraf terminal dari ganglion cervical

superior dan menstimulasi kelenjar pineal melalui reseptor B, yang akan

mensintesis cAMP untuk mengaktifkan NAT (Yonei dkk., 2010).

Sintesis dan pelepasan melatonin dipicu oleh kegelapan dan dihambat oleh

cahaya. Input neural ke kelenjar berupa norepinefrin dan outputnya adalah

melatonin. Hormon melatonin mencapai aliran darah melalui difusi pasif.

Peningkatan sekresi melatonin segera terjadi setelah keadaan gelap, dan mencapai

puncaknya pada waktu tengah malam (antara pukul 2 sampai pukul 4 pagi), dan

menurun secara bertahap setelahnya. Konsentrasi melatonin sangat bergantung

pada umur. Infant yang berumur kurang dari 3 bulan mensekresi melatonin dalam

jumlah yang sangat kecil dan menjadi teratur setelah 3 bulan kelahiran. Sekresi

melatonin meningkat lalu menjadi circadian pada infant yang lebih tua, dan

puncak konsentrasi nokturnal paling tinggi (rata – rata 325 pg per ml / 1400 pmol

per liter) adalah pada umur 1-3 tahun, lalu menurun secara bertahap. Pada usia

dewasa muda yang normal, nilai rata – rata pada siang hari dan puncak malam

hari masing – masing adalah 10 dan 60 pg/ml (40 dan 260 pmol per liter).

Bersamaan dengan penuaan, kadar puncak melatonin tercapai lebih lambat 1 jam

dari normal dan kadarnya tersebut hanya 50% dari kadar orang dewasa muda.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

Siklus harian dari konsentrasi serum melatonin sebanding dengan siklus pagi

hingga malam.

Gambar. 2.3 Kadar Melatonin Sesuai Usia

(Live in Green Company, 2008)

Melatonin melakukan banyak fungsi fisiologisnya dengan bekerja pada

reseptor membran dan nukleus walaupun banyak dari fungsi tersebut tidak

tergantung pada reseptor, seperti perlawanan terhadap radikal bebas, dan

berinteraksi dengan protein sitosol misalnya calmodulin. Dua reseptor melatonin

(MT1 dan MT2) adalah reseptor – reseptor membran yang memiliki tujuh domain

membran dan termasuk dalam keluarga besar dari reseptor – reseptor G-protein

coupled. Aktivasi dari reseptor melatonin menginduksi berbagai respon yang

dimediasi oleh pertussis-sensitive dan insensitive G proteins. Di dalam sitosol,

melatonin berinteraksi dengan calmodulin. Nuclear binding receptors telah

diidentifikasikan di dalam limfosit dan monosit manusia. Dengan kondisi ini

diharapkan dapat meminimalkan kerusakan sel akibat radikal bebas (Srinivasan

dkk., 2005).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

Pada manusia, 90% melatonin dibuang dari tubuh dalam lintasan tunggal

melalui hati, dalam jumlah yang kecil diekskresikan di urin, dan sejumlah kecil

ditemukan di air liur (Buscemi dkk., 2004).

Fungsi utama dari melatonin sudah sangat dikenal. Melatonin diketahui

banyak orang sebagai pembantu tidur. Memang satu dari fungsi fisiologisnya

adalah untuk berperan dalam pengaturan permulaan dan kualitas tidur, dimana

masalah yang sering muncul berkaitan dengan penuaan yaitu kesulitan tidur

(Goldmann dan Klatz, 2005).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa disamping fungsinya untuk

sinkronisasi jam biologis, melatonin juga meningkatkan kekuatan aktivitas

antioksidan. Bahkan baru-baru ini, agak mengejutkan bahwa melatonin telah

diidentifikasikan sebagai pemakan radikal bebas secara langsung yang sangat kuat

dan juga sebagai antioksidan secara tidak langsung. Apa yang menjadi suatu hal

yang tidak biasa yaitu kemampuan dari melatonin sebagai pelindung terhadap

ROS dan Nitrogen Reactive Species (NRS). Bidang penelitian ini telah menjadi

saksi suatu ledakan perkembangan pada dekade terakhir, sedangkan semua

mekanisme dari efek melatonin sebagai pemusnah radikal bebas dan produk

terkait lainnya belum teridentifikasi. Tidak ada keraguan tentang kemampuan

tersebut untuk membatasi kerusakan molekular yang disebabkan oleh oksigen

toksik dan nitrogen-based reactans. Dimana melatonin secara tidak langsung

berperan sebagai antioksidan dengan menstimulasi enzim-enzim antioksidan,

melalui stimulasi sintesis dari glutation, dengan kemampuannya untuk

meningkatkan efisiensi dari rantai transport elektron pada mitokondria sehingga

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

menurunkan kebocoran elektron dan menekan generasi dari radikal bebas (Reiter

dkk., 2003).

Penelitian pada mencit menyimpulkan bahwa melatonin mungkin berperan

dalam peningkatan jangka hidup. Karena selain berperan dalam meregulasi siklus

tidur, menangani gangguan tidur, dan mengatasi jet lag juga berperan sebagai

antioksidan yang poten, stimulator sistem imun, perlawanan terhadap kanker,

menjaga kesehatan jantung, meningkatkan mood, dan terapi yang potensial dalam

melawan AIDS, Alzheimer dan Parkinson’s disease, kerusakan otak yang

disebabkan oleh stroke, katarak, diabetes, dan Down Syndrome (Goldmann dan

Klatz, 2005; Dubocovich dkk., 2010).

2.5.2 Melatonin sebagai antioksidan

Kriteria dari antioksidan yang baik haruslah memenuhi beberapa kriteria,

yaitu, dapat berdistribusi luas dalam jaringan, sel, dan subselular. Mampu

melewati semua barier morfologi seperti blood-brain barrier dan plasenta serta

dapat melakukan transport yang cepat ke dalam sel. Karena sifat melatonin dapat

larut dalam lemak dan air maka melatonin adalah antioksidan yang termasuk

dalam kriteria tersebut (Karbownik dan Reiter, 2000). Dalam suatu penelitian,

diketahui bahwa kemampuan antioksidan melatonin lebih superior dibandingkan

antioksidan klasik seperti vitamin C, E, dan β-carotene (Tomas-Zapico dan Coto-

Montes, 2007). Selain itu, tidak seperti antioksidan lain yang dapat menjadi

prooksidan, setelah teroksidasi, melatonin akan mengalami degradasi dan

menghilang sehingga tidak berpartisipasi dalam siklus redok. Melatonin tidak

berubah menjadi pro-oksidan. Jadi, melatonin dapat diklasifikasikan sebagai

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

antioksidan terminal (Solis-Herruzo dan Solis-Munoz, 2009; Korkmaz dkk.,

2009).

Melatonin berfungsi sebagai antioksidan melalui 2 cara, yaitu menangkap

radikal bebas dan meningkatkan aktivitas enzim antioksidan. Melatonin dapat

menetralisir berbagai radikal bebas, seperti O2•ˉ, OH•, H2O2, ONOO-, 1O2,

LOO•, dan NO• (Reiter dkk., 2003). Hal ini disebabkan karena adanya gugus

asetil di satu sisi rantai dan gugus metoksi pada posisi 5 dari 31 nukleus indol

pada melatonin (Srinivasan dkk., 2011). Melatonin juga menurunkan aktivitas

nitrit oksida sintase (NOS) yang merupakan enzim prooksidan. NOS adalah enzim

yang meningkatkan sintesa NO• dengan mengubah L-arginine menjadi L-sitrulin

(Solis-Herruzo dan Solis-Munoz, 2009).

Melatonin dalam kondisi fisiologis dan stres oksidatif dapat meningkatkan

aktivitas enzim antioksidan. Melatonin menstimulasi aktivitas enzim SOD

sehingga O2•ˉ berubah menjadi H2O2 yang lebih tidak toksik. Hal ini juga

mengurangi pembentukan ONOO- yang sangat reaktif dan merusak. Enzim

katalase dan GPx juga ditingkatkan aktifitasnya oleh melatonin, sehingga H2O2

menjadi H2O. Hal ini mencegah pembentukan OH•, radikal bebas yang bersifat

paling reaktif dan berbahaya. Selain itu, melatonin menstimulasi enzim

gammaglutamilsistein sintetase sehingga meningkatkan kadar glutation (GSH)

yang merupakan substrat bagi enzim GPx untuk metabolisme H2O2. Untuk

meningkatkan kadar GSH, melatonin juga meningkatkan aktivitas enzim glutation

reduktase (GRx) (Kucukakin, 2010).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

Gambar 2.4 Peran tidak langsung melatonin terhadap peningkatan

antioksidan (Reiter, 2000)

Penelitian-penelitian sebelumnya juga menyebutkan pada tahap sel

melatonin meningkatkan antioksidan melalui interaksinya dengan receptor-

dependent atau independent manner (Mahal dkk., 1999). Meskipun mekanisme

pastinya belum diketahui namun dapat dikemukakan beberapa kemungkinan,

yaitu:

1. Reseptor-reseptor melatonin yaitu MT1 dan MT2 yang berada di membran sel

akan mengaktivasi signal Protein G protein menyebabkan hambatan pada

adenylate cyclase (AC) dengan akibat penurunan cyclic AMP (cAMP),

regulasi traskripsi gen,aktivasi dari protein subtipe C kinase dan perubahan

level Ca++ intraseluler.

2. Melatonin secara independen langsung menembus membran sel dan akan

mengubah status redoks pada sel. Melawan ROS di di sitoplasma sel,

mitokondria dan nukleus. Di dalam sitoplasma melatonin menjaga

keseimbangan GSH dan berinteraksi dengan protein seperti calmodulin

(CaCaM), calreticulin dan enzim cytosolic quinine reductase 2 dan MT3.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

3. Melatonin juga merupakan ligand untuk Retinoic Related Orphan Receptor

(RZR/RORa) untuk meregulasi ekspresi dari enzim-enzim antioksidan seperti

glutation peroksidase (GPx), glutation reduktase (GRd) dan superoksida

dismutase (SOD).

Gambar 2.5 Melatonin pada tahap sel

(Mahal dkk., 1999)

Melatonin mempunyai batas keamanan tinggi. Penelitian pada manusia

yang diberikan melatonin dosis sangat tinggi (1 g/hari) selama 1 bulan, tidak

menunjukkan efek samping. LD50 oral pada tikus >3,2 g/kg berat badan,

sedangkan pada mencit >1,3 g/kg berat badan dan termasuk kategori toksisitas

sangat rendah (Kucukakin, 2010). Melatonin 200 mg/kg/hari (ekuivalen dengan

dosis manusia 14 g/hari) yang diberikan pada tikus betina selama kehamilan, tidak

menyebabkan toksisitas pada tikus ataupun pada fetus (Reiter dkk., 2003).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan II.pdf · Teori Kontrol Genetik Dasar teorinya adalah ketidaksempurnaan dari molecular repair ... protein dan DNA sehingga dapat berakibat

Waktu paruh melatonin hanyalah 0.57-0.67 jam. Setelah pemberian

melatonin, kadar melatonin dalam plasma akan meningkat dengan cepat,

kemudian kembali ke awal hanya setelah 2-3 jam (Nava dkk., 2003).

Efek melatonin tergantung pada waktu pemberian. Dari suatu penelitian,

melatonin yang diberikan 1 jam sebelum gelap bekerja lebih baik dibandingkan

melatonin yang diberikan 4 jam setelah terang. Hal ini disebabkan karena pada

saat gelap, terjadi peningkatan densitas reseptor melatonin dan peningkatan

sekresi melatonin oleh kelenjar pineal sehingga menghasilkan kadar melatonin

yang tinggi dalam darah (Prunet-Marcassus dkk., 2003).

2.6 Tikus (Rattus norvegicus)

Dalam melakukan penelitian dengan hewan diperlukan pengetahuan dan

ketrampilan tentang penanganan hewan uji. Peneliti harus bekerja dengan

tenang,tidak terburu-buru dan menangani hewan uji secara benar, agar penelitian

dapat berjalan lancar sesuai dengan rencana (Ngatidjan, 2006).

Salah satu hewan percobaan yang banyak digunakan dalam penelitian di

bidang kedokteran, farmasi, tumbuhan bahan obat, gizi dan bidang ilmu lainnya

adalah tikus putih. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar banyak digunakan

sebagai hewan percobaan karena hewan ini mudah diperoleh dalam jumlah

banyak, mempunyai respon yang cepat, memberikan gambaran secara ilmiah yang

mungkin terjadi pada manusia, dan harganya relatif murah.

Pada percobaan ini menggunakan tikus dengan jenis kelamin jantan karena

tikus jantan tidak terpengaruh secara hormonal dibandingkan dengan tikus betina

(Kram dkk., 2001).