BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TEORI GELOMBANG DAN BUNYI...

46
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TEORI GELOMBANG DAN BUNYI Pada bagian ini akan diberikan beberapa definisi dan pengertian dasar mengenai gelombang dan bunyi serta hal-hal yang berkaitan dengan teori ini. 2.1.1 Pengertian Gelombang Gerak gelombang muncul di dalam hampir tiap-tiap cabang fisika, seperti gelombang air, gelombang bunyi, gelombang cahaya, gelombang radio, dan gelombang elektromagnetik lainnya. Sebuah perumusan mengenai atom dan partikel-partikel sub-atomik dinamakan mekanika gelombang. Jelaslah bahwa sifat-sifat gelombang sangat penting di dalam fisika. Gelombang dapat didefenisikan sebagai getaran yang merambat melalui medium yang dapat berupa zat padat, cair, dan gas. Gelombang terjadi karena adanya sumber getaran yang bergerak terus-menerus. Medium pada proses perambatan gelombang tidak selalu ikut berpindah tempat bersama dengan rambatan gelombang. Misalnya bunyi yang merambat melalui medium udara, maka partikel-partikel udara akan bergerak osilasi (lokal) saja. Gelombang berdasarkan medium perambatannya dapat dikategorikan menjadi gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang mekanik terdiri dari partikel-partikel yang bergetar, dalam perambatannya memerlukan medium. Contohnya gelombang bunyi, gelombang pada air, gelombang tali. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet dan medan listrik secara berurutan, arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Perambatan gelombang ini tidak memerlukan medium dan bergerak mendekati kelajuan cahaya. Contohnya sinar gamma (γ), sinar X, sinar ultra violet, cahaya tampak, infra merah, gelombang radar, gelombang TV, gelombang radio. Berdasarkan arah getar dan arah rambat, gelombang dibedakan menjadi dua jenis yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatannya tegak lurus terhadap arah getarnya, contohnya gelombang pada tali , gelombang permukaan air, gelombang

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TEORI GELOMBANG DAN BUNYI...

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI GELOMBANG DAN BUNYI

Pada bagian ini akan diberikan beberapa definisi dan pengertian dasar

mengenai gelombang dan bunyi serta hal-hal yang berkaitan dengan teori ini.

2.1.1 Pengertian Gelombang

Gerak gelombang muncul di dalam hampir tiap-tiap cabang fisika, seperti

gelombang air, gelombang bunyi, gelombang cahaya, gelombang radio, dan

gelombang elektromagnetik lainnya. Sebuah perumusan mengenai atom dan

partikel-partikel sub-atomik dinamakan mekanika gelombang. Jelaslah bahwa

sifat-sifat gelombang sangat penting di dalam fisika.

Gelombang dapat didefenisikan sebagai getaran yang merambat melalui

medium yang dapat berupa zat padat, cair, dan gas. Gelombang terjadi karena

adanya sumber getaran yang bergerak terus-menerus. Medium pada proses

perambatan gelombang tidak selalu ikut berpindah tempat bersama dengan

rambatan gelombang. Misalnya bunyi yang merambat melalui medium udara,

maka partikel-partikel udara akan bergerak osilasi (lokal) saja.

Gelombang berdasarkan medium perambatannya dapat dikategorikan

menjadi gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang

mekanik terdiri dari partikel-partikel yang bergetar, dalam perambatannya

memerlukan medium. Contohnya gelombang bunyi, gelombang pada air,

gelombang tali. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan

dari perubahan medan magnet dan medan listrik secara berurutan, arah getar

vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Perambatan

gelombang ini tidak memerlukan medium dan bergerak mendekati kelajuan

cahaya. Contohnya sinar gamma (γ), sinar X, sinar ultra violet, cahaya tampak,

infra merah, gelombang radar, gelombang TV, gelombang radio.

Berdasarkan arah getar dan arah rambat, gelombang dibedakan menjadi

dua jenis yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang

transversal adalah gelombang yang arah rambatannya tegak lurus terhadap arah

getarnya, contohnya gelombang pada tali , gelombang permukaan air, gelombang

9

cahaya. Sedangkan gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah

merambatnya searah dengan arah getarnya, contohnya gelombang bunyi dan

gelombang pada pegas. Gelombang ini terdiri dari rapatan dan regangan. Rapatan

adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan mendekat selama sesaat.

Regangan adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan menjauh selama

sesaat. Rapatan dan regangan berhubungan dengan puncak dan lembah pada

gelombang transversal. Gelombang transversal dan gelombang longitudinal dapat

digambarkan secara grafis pada gambar 2.1.

Gambar 2.1a Gelombang Transversal (diambil dari Cutnell & Johnson, 1992)

Gambar 2.1b Gelombang Longitudinal (diambil dari Stanley Wolfe, 2003)

Besaran-besaran yang digunakan untuk mendiskripsikan gelombang antara

lain panjang gelombang (λ) adalah jarak antara dua puncak yang berurutan,

frekuensi (ƒ) adalah banyaknya gelombang yang melewati suatu titik tiap satuan

waktu, periode (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang melewati suatu

titik, amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik setimbang, kecepatan

gelombang (v) adalah kecepatan dimana puncak gelombang (atau bagian lain dari

gelombang) bergerak. Kecepatan gelombang harus dibedakan dari kecepatan

partikel pada medium itu sendiri. Pada waktu merambat gelombang membawa

energi dari satu tempat ke tempat lain. Saat gelombang merambat melalui medium

maka energi dipindahkan sebagai energi getaran antar partikel dalam medium

tersebut.

10

2.1.2 Pengertian Bunyi

Bunyi, secara harafiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang kita dengar.

Bunyi merupakan hasil getaran dari partikel-partikel yang berada di udara (Sound

Research Laboratories Ltd, 1976) dan energi yang terkandung dalam bunyi dapat

meningkat secara cepat dan dapat menempuh jarak yang sangat jauh (Egan, 1972).

Defenisi sejenis juga dikemukakan oleh Bruel & Kjaer (1986) yang menyatakan

bahwa bunyi diidentikkan sebagai pergerakan gelombang di udara yang terjadi

bila sumber bunyi mengubah partikel terdekat dari posisi diam menjadi partikel

yang bergerak.

Secara lebih mendetail, Doelle (1972) menyatakan bahwa bunyi

mempunyai dua defenisi, yaitu:

1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam

medium elastik seperti udara. Definisi ini dikenal sebagai bunyi Obyektif.

2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan

penyimpangan fisis yang digambarkan pada bagian atas. Hal ini disebut

sebagai bunyi subyektif.

Secara singkat, Bunyi adalah suatu bentuk gelombang longitudinal yang

merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat

perantara serta ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran.

Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan peregangan

partikel-partikel udara yang bergerak ke luar, yaitu karena penyimpangan tekanan.

Hal serupa juga terjadi pada penyebaran gelombang air pada permukaan suatu

kolam dari titik dimana batu dijatuhkan.

Gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai

gelombang mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair

dan gas. Medium gelombang bunyi ini adalah molekul yang membentuk bahan

medium mekanik ini (Sutrisno, 1988). Gelombang bunyi ini merupakan

vibrasi/getaran molekul-molekul zat dan saling beradu satu sama lain namun

demikian zat tersebut terkoordinasi menghasilkan gelombang serta

mentransmisikan energi bahkan tidak pernah terjadi perpindahan partikel (Resnick

dan Halliday , 1992).

11

Berbicara, tentang substansi yang menjalar apabila gelombang bunyi

mencapai tapal batas maka gelombang bunyi tersebut akan terbagi dua yaitu

sebagian energi ditransmisikan/diteruskan dan sebagian lagi

direfleksikan/dipantulkan. Suatu penelitian mengenai terjadinya penjalaran bunyi,

mendeteksi dan penggunaan bunyi sangat penting untuk mengetahui lebih lanjut

akan pengalihan energi mekanik (Giancoli, 1998). Gambar 2.2 dan 2.3 adalah

perambatan gelombang bunyi pada kondisi medium yang berbeda.

Gambar 2.2 Rambatan Gelombang bunyi dari medium kurang rapat ke medium

yang lebih rapat [18].

Gambar 2.3 Rambatan Gelombang bunyi dari medium lebih rapat ke medium

yang kurang rapat [18].

Hewan menggunakan gelombang bunyi/suara untuk memperoleh

perubahan informasi dan untuk mendeteksi lokasi dari suatu objek. Misalnya ikan

lumba-lumba, kelelawar, menggunakan gelombang bunyi untuk mengemudi dan

menentukan lokasi makanan, apabila cahaya tidak cukup untuk pengamatan.

Manusia berusaha menggunakan gelombang bunyi sebagai pengganti cahaya

(Ackerman et al, 1988). Syarat terdengarnya bunyi ada tiga macam yaitu ada

sumber bunyi, ada medium (udara), dan ada penerima/pendengar.

12

Pada udara, variasi-variasi tekanan ini berbentuk kompresi (compressions)

dan regangan (rarefactions) yang periodik. Pada gambar 2.4 dan 2.5, bel

meradiasikan nada murni (pure tone) ke semua arah, sehingga menciptakan satu

dataran gelombang melingkar. Getaran yang terjadi terus-menerus (continuaes)

hingga berhenti pada bel menyebabkan deret kompresi dan regangan udara yang

bergerak secara longitudinal dari sumber. Amplitudo gelombang dibawa serta

oleh tekanan, yang mana semakin besar amplitudo maka semakin besar juga

kompresi dan regangan yang terjadi.

Gambar 2.4 Radiasi bunyi dari bel

Gambar 2.5 Dua implus tunggal yang memiliki ketinggian

(magnitude) atau amplitudo berbeda menjauh dari sumber bunyi.

Perubahan tekanan yang membawa informasi bunyi ini bergerak pada arah

yang sama dengan muka gelombang, yaitu secara longitudinal, sehingga dapat

dikatakan bunyi merupakan gerakan gelombang mekanis yang longitudinal.

13

2.1.3 Sifat – Sifat Bunyi

Pengertian mengenai sifat-sifat dasar fisik bunyi merupakan suatu hal

yang sangat penting untuk diketahui dalam mengembangkan suatu pendekatan

secara sistematis terhadap masalah kontrol kebisingan. Bunyi mempunyai

beberapa sifat seperti: asal dan perambatan bunyi, frekuensi bunyi, cepat rambat

bunyi, panjang gelombang, intensitas, kecepatan partikel dan lain-lainya sebagai

berikut.

2.1.3.a Asal dan Perambatan Bunyi

Semua benda yang dapat bergetar mempunyai kecenderungan untuk

menghasilkan bunyi. Bila ditinjau dari arah getarnya, bunyi termasuk gelombang

longitudinal dan bila dilihat dari medium perambatannya, bunyi termasuk

gelombang mekanik.

2.1.3.b Frekuensi Bunyi

Frekuensi merupakan gejala fisis obyektif yang dapat diukur oleh

instrumen-instrumen akustik. Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per

peristiwa dalam selang waktu yang diberikan. Untuk memperhitungkan frekuensi,

seseorang menetapkan jarak waktu, menghitung jumlah kejadian peristiwa, dan

membagi hitungan ini dengan panjang jarak waktu. Hasil perhitungan ini

dinyatakan dalam satuan hertz (Hz) yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich

Rudolf Hertz yang menemukan fenomena ini pertama kali.

Frekuensi adalah banyaknya getaran per banyaknya waktu pada waktu

lampau satuan dari ukuran sebuah frekuensi didefinisikan sebagai banyaknya

siklus perdetik (cps). Sekarang, frekuensi ditentukan dalam satuan yang disebut

Hertz (Hz). Satu Hertz sama dengan satu siklus perdetik. Frekuensi yang dapat

didengar oleh Manusia berkisar 20 sampai 20.000 Hz dan jangkauan frekuensi ini

dapat mengalami penurunan pada batas atas rentang frekuensi sejalan dengan

bertambahnya umur manusia (lipscomb & Taylor, 1978). Jangkauan frekuensi

audio manusia akan berbeda jika umur manusia juga berbeda. Frekuensi bunyi

dapat didefinisikan sebagai jumlah periode siklus kompresi dan regangan yang

muncul dalam satu satuan waktu [6, Hal 7].

14

f = 1 / T (2-1)

dimana : f = Frekuensi (Hz)

T = Waktu (detik)

Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombangsinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi;gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi.

Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga

periode berbanding terbalik dengan frekuensi [6, Hal 7].

T =f1

(s) (2-2)

dimana : = Frekuensi (Hz)

= periode (detik)

Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang

frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan

penerima bunyi [6].

Tabel 2.1 Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber

dan penerima bunyi.

Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)

Manusia 85 – 5000

Anjing 450 – 1080

Kucing 780 – 1520

Piano 30 – 4100

Pitch Music Standart 440

14

f = 1 / T (2-1)

dimana : f = Frekuensi (Hz)

T = Waktu (detik)

Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombangsinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi;gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi.

Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga

periode berbanding terbalik dengan frekuensi [6, Hal 7].

T =f1

(s) (2-2)

dimana : = Frekuensi (Hz)

= periode (detik)

Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang

frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan

penerima bunyi [6].

Tabel 2.1 Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber

dan penerima bunyi.

Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)

Manusia 85 – 5000

Anjing 450 – 1080

Kucing 780 – 1520

Piano 30 – 4100

Pitch Music Standart 440

14

f = 1 / T (2-1)

dimana : f = Frekuensi (Hz)

T = Waktu (detik)

Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombangsinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi;gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi.

Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga

periode berbanding terbalik dengan frekuensi [6, Hal 7].

T =f1

(s) (2-2)

dimana : = Frekuensi (Hz)

= periode (detik)

Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang

frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan

penerima bunyi [6].

Tabel 2.1 Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber

dan penerima bunyi.

Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)

Manusia 85 – 5000

Anjing 450 – 1080

Kucing 780 – 1520

Piano 30 – 4100

Pitch Music Standart 440

15

Terompet 190 – 990

Drum 95 – 180

Kelelawar 10.000 – 120.000

Jangkrik 7.000 – 100.000

Burung Nuri 2.000 – 13.000

Burung Kakak Tua 7.000 – 120.000

Mesin Jet 5 – 50.000

Mobil 15 – 30.000

Penerima Bunyi Rentang Frekuendi (Hz)

Manusia 20 – 20.000

Anjing 15 – 50.000

Kucing 60 – 65.000

Kelelawar 1000 – 120.000

Jangkrik 100 – 15.000

Burung Nuri 250 – 21.000

Burung Kakak Tua 150 – 150.000

Sumber:hhtp://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8&ch=jsti&id=173

2.1.3.c Cepat Rambat Bunyi

Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda-beda pada tiap media yang

dilaluinya. Pada media gas udara, cepat rambat bunyi tergantung pada kerapatan,

suhu, dan tekanan [6, Hal 10].= (2-3)

atau dalam bentuk yang sederhana dapat ditulis := 20,05√dimana : c = Cepat rambat bunyi (m/s)

γ = Rasio panas spesifik (untuk udara = 1,41)

Pa = Tekanan atmosfir (Pascal)

ρ = Kerapatan (Kg/m3)

T = Suhu (K)

16

Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan, sedangkan

pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan [6, Hal 11].= (2-4)

dimana : E = Modulus young (N/m2)

ρ = Kerapatan (Kg/m3)

Pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.

c =K (2-5)

dimana : K = Modulus bulk (N/m2)

= Kerapatan (Kg/m3)

Karena bunyi merupakan gelombang maka bunyi mempunyai cepat rambat yang

dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :

1. Kerapatan partikel medium yang dilalui bunyi. Semakin rapat susunan

partikel medium maka semakin cepat bunyi merambat, sehingga bunyi

merambat paling cepat pada zat padat. Tabel 2.2 disajikan beberapa

kecepatan bunyi dalam material tertentu.

Tabel 2.2 Cepat rambat bunyi pada berbagai material [Hemond, 1983]

Material Kecepatan bunyi (ft/s) Kecepatan bunyi (m/s)

Udara 1,1 335

Timah 3,7 1128

Air 4,5 1385

Beton 10,2 3109

Kayu 11,1 3417

Kaca 15,5 4771

Baja 16 4925

2. Suhu medium, semakin panas suhu medium yang dilalui maka semakin

cepat bunyi merambat. Hubungan ini dapat dirumuskan kedalam

17

persamaan matematis (v = v0 + 0,6.t) dimana v0 adalah cepat rambat pada

suhu nol derajat dan t adalah suhu medium. Besar kecilnya cepat rambat

bunyi pada suatu medium sangat tergantung pada temperatur medium

tersebut (Beranek & L’ver, 1992).

2.1.3.d Panjang Gelombang

Panjang suatu gelombang bunyi dapat didefinisikan sebagai jarak yang

ditempuh oleh perambatan bunyi selama tiap siklus. Hubungan antara panjang

gelombang, frekuensi, dan cepat rambat bunyi dapat ditulis sebagai berikut sesuai

[6, Hal 12] = (2-6)

dimana : λ = Panjang gelombang bunyi (m)

c = Cepat rambat bunyi (m/s)

f = Frekuensi (Hz)

2.1.3.e Intensitas Bunyi

Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam

suatu daerah per satuan luas [6, Hal 15]. Intensitas bunyi dalam arah tertentu di

suatu titik adalah laju energi bunyi rata-rata yang ditransmisikan dalam arah

tersebut melewati satu-satuan luasan yang tegak lurus arah tersebut di titik

bersangkutan. Untuk tujuan praktis dalam dalam pengendalian kebisingan

lingkungan, tingkat tekanan bunyi sama dengan tingkat intensitas bunyi (Doelle,

1972).

Intesitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan := (2-7)

dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2)

W = Daya akustik (Watt)

A = Luas area yang ditembus tegak lurus oleh

gelombang bunyi (m2)

18

Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi

yang dapat dideteksi telinga manusia, adalah 10-6 W/cm2. Tingkat tekanan bunyi

beberapa macam bising dan bunyi tertentu ditunjukkan dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3 Skala intensitas Kebisingan

Jenis Bising/Bunyi Desibel KriteriaJet tinggal landas, meriam,mesin, uap, halilintar, band rock. 100-130 Menulikan

Bising lalu lintas, peluit polisi,knalpot truk. 80-100 Sangat keras

Kantor yang bising, radio padaumumnya, perusahaan. 60-80 Keras

Percakapan pada umumnya,radio perlahan, rumah bising. 40-60 Sedang

Kantor pribadi, ruang tenang,percakapan yang tenang. 20-40 Lemah

Gemirisik daun, bisikan, nafasmanusia. S/d 20 Sangat lemah

2.1.3.f Kecepatan Partikel

Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi

udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong patikel udara yang dekat

dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya

partikel-partikel di sekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel

pada persamaan. = (2-8)

dimana : = Kecepatan partikel (m/s)

p = Tekanan (Pa)

ρ = Massa jenis bahan (Kg/m3)

c = cepat rambat bunyi (m/s)

Dengan menggunakan kesetimbangan momentum antara momentum linear

dan impuls gaya pada gelombang longitudinal untuk permasalahan solid borne

maka dapat dianologikan menjadi persamaannya adalah := (2-9)

dimana : = Tegangan pada solid (N/m2)

19

= Massa jenis bahan (Kg/m3)

c = Kecepatan bunyi merambat pada batang (m/s)

v = Kecepatan partikel (m/s)

dengan asumsi bahwa :

1. Gelombang yang terjadi di solid adalah gelombang bidang

2. Persamaan di atas dapat diturunkan menjadi gerak di benda solid

3. Reaksi medium solid berupa tegangan, sedangkan pada udara berupa

tekanan.

2.1.3.g Titinada

Sifat sensasi pendengaran yang memungkinkan kita menyusun bunyi

dalam suatu skala yang berkisar dari frekuensi rendah ke tinggi disebut dengan

titinada. Secara subyektif fisiologis, titinada sama dengan frekuensi. Titinada

terutama tergantung pada frekuensi bunyi perangsang, makin tinggi frekuensinya,

makin tinggi pula titinadanya.

2.1.3.h Warna Nada

Sensasi bunyi yang mempunyai titinada disebut nada. Nada murni adalah

sensasi bunyi frekuensi tunggal, ditandai dengan ketunggalan titinadanya. Bunyi

ini dapat dihasilkan dengan memukul garpu tala atau dengan memainkan nada

rendah secara lembut pada suling.

Kebanyakan bunyi musik tidak menghasilkan nada murni saja, tetapi

menghasilkan bunyi yang terdiri dari beberapa frekuensi tambahan, yang disebut

dengan nada kompleks. Nada kompleks adalah sensasi bunyi yang ditandai oleh

lebih dari satu frekuensi. Frekuensi terendah yang berada dalam suatu nada

kompleks disebut nada dasar, sedangkan komponen-komponen dengan frekuensi

lebih tinggi disebut nada atas atau parsial.

2.1.3.i Kekerasan Bunyi

Kekerasan bunyi adalah sifat sensasi pendengaran yang subyektif dan

dalam besaran kekerasan ini, bunyi dapat disusun pada skala yang berkisar dari

lemah sampai keras. Kekerasan adalah tanggapan subyektif terhadap tekanan

20

bunyi dan intensitas bunyi. Phon adalah satuan tingkat kekerasan bunyi, yang

dibentuk oleh suatu percobaan psikologis yang sangat luas. Skala phon ikut

memperhatikan kepekaan telinga yang berbeda terhadap bunyi dengan frekuensi

yang berbeda.

2.1.4 Tekanan Bunyi dan Tingkatan Tekanan Bunyi

Tekanan bunyi adalah variasi tekanan diatas dan dibawah tekanan

atmosfer dalam satuan pascal. Variasi tekanan ini sifatnya periodik, satu variasi

tekanan komplit disebut juga sebagai satu siklus (frekuensi). Secara umum

persamaan gelombang tekanan bunyi datang dapat dituliskan sebagai := sin (2 − ) (2-10)

dan persamaan untuk gelombang ditransmisikan dan dipantulkan adalah := sin(2 − ) (2-11)= sin(2 + ) (2-12)

dimana : = Tekanan bunyi (N/m2 atau Pa)

= Tekanan bunyi ditransmisikan (N/m2 atau Pa)

= Tekanan bunyi dipantulkan (N/m2 atau Pa)

= Amplitudo tekanan bunyi (N/m2)

f = Frekuensi (Hz)

t = Waktu (detik)

k1,k2 = Bilangan gelombang pada media 1 dan media 2 = 2x = jarak dari sumber gelombang (m)

Penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan getaran partikel udara

karena adanya gelombang bunyi disebut tekanan bunyi.

Tingkat tekanan bunyi diukur oleh sound level meter yang terdiri atas

mikrofon, penguat, dan instrument output (keluaran) yang mengukur tingkat

tekanan bunyi dalam decibel. Nilai tingkat tekanan bunyi ini sangat bervariasi,

yaitu pada rentang 2 x 10-5 N/m2 hingga 600 N/m2. Bermacam-macam alat/ piranti

tambahan dapat disambungkan atau digabungkan pada instrumen dasar ini, sesuai

dengan kebutuhan, seperti penganalisis frekuensi atau perekam grafis. Meter

21

tingkat bunyi yang dibuat dalam berbagai ukuran oleh beberapa perusahaan, dapat

digunakan untuk sejumlah tujuan dalam akustik lingkungan. Ini merupakan

instrumen yang penting dalam menilai dan mengendalikan bunyi bising dan

getaran. Tingkat tekanan bunyi di definisikan dalam persamaan berikut sesuai

dengan [6, Hal 17]:

= 10 ( )dB (2-13)

dimana : Lp = Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level (SPL)) (dB)

pref = Tekanan bunyi referensi, 10-5 N/m2 untuk bunyi udara.

p (t) = Tekanan bunyi ditranmisikan (Pa)

Pada umumnya, suatu instrumen sound level meter dilengkapi dengan fitur

pembobotan frekuensi A, B, C, dan flat-weighting (pembobotan datar).

1. Frekuensi Pembobotan –A

A-weighted sound level (tingkat pembobotan bunyi –A) ini memberikan

hubungan tingkat tekanan bunyi dengan respon manusia untuk berbagai

jenis sumber bunyi (Hemond, 1983). Akibatnya, tingkat pembobotan jenis

ini paling sering digunakan dalam keperluan pengendalian kebisingan.

Satuan tingkat pembobotan bunyi –A adalah decibel dengan simbol

dB(A).

2. Frekuensi Pembobotan –B

Pembobotan –B ini tidak digunakan lagi dalam instrument untuk

pengukuran akustik.

3. Frekuensi Pembobotan –C

Respon pembobotan –C ini cukup uniform dari 50 hingga 5000 Hz. Oleh

karenanya, pembobotan jenis ini sering digunakan bila pembobotan datar

tidak terdapat dalam instrumen sound level meter. Ketika pembobotan –C

digunakan, satuan yang digunakan adalah decibel dengan symbol dB(C).

4. Flat-weighting (Pembobotan datar –dB)

Pembobotan jenis ini memiliki jangkauan frekuensi yang sangat luas

sehingga kadang disebut all pass respons. Pembobotan ini digunakan bila

pemakaian sound level meter dilengkapi dengan band filter.

22

Nilai tingkat tekanan bunyi yang didapat dari hasil pengukuran sound lever meter

dalam skala decibel (dB), dapat dikonversikan ke dalam satuan dB(A) melalui

suatu skala koreksi pada tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Skala koreksi pembobotan -A

Frekuensi (Hz) Skala Koreksi

31,5 -39,2

63 -26,1

125 -16

250 -8,6

500 -3,3

1000 0

2000 +1,4

4000 +1,8

8000 +1,9

Contohnya dalam suatu pengukuran tingkat tekanan bunyi (Lp) suatu sumber

bunyi dengan menggunakan sound level meter yang disertai dengan octave band

filter, didapat nilai tingkat tekanan bunyi sebesar 100 dB pada frekuensi

pengukuran 63 Hz. Dan bila diinginkan nilai tingkat tekanan bunyi dalam satuan

dB(A), maka dengan menggunakan tabel 2.4 di atas, maka didapat:

Lp = 100 dB – 26,1 = 73,9 dB(A)

2.1.5 Tingkatan Intensitas Bunyi

Intensitas bunyi sangat penting diperhatikan untuk mengetahui radiasi total

yang menuju udara oleh sumber bunyi dan untuk mengetahui tekanan bunyi.

Intensitas bunyi bergantung pada posisi dalam daerah persatuan luas dimana

gelombangnya bergerak secara paralel. Intensitas bunyi akan bernilai maksimum

jika arah gelombangnya tegak lurus dari sumber bunyi.

Hubungan intensitas bunyi, tekanan bunyi, kecepatan bunyi dan kerapatan

udara adalah sebagai berikut [6, Hal 15] := (2-14)

23

dimana : prms = Akar kuadrat tekanan bunyi rata-rata (Pa)

Imax = Intensitas maksimum (W/m2)

ρ = Kerapatan udara (Kg/m3)

c = Cepat rambat bunyi di udara (m/s)

Tingkatan Intensitas bunyi didefinisikan dalam rumus berikut [6, Hal 17] := 10 (2-15)

dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2)

Iref = Intensitas referensi (10-12 W/m2)

2.1.6 Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi

Daya bunyi adalah radiasi sumber bunyi yang menuju ke sekitar udara,

dalam satuan Watts. Intensitas merupakan besaran yang setara dengan daya

gelombang yang merambat per satuan luas muka gelombang. Berbeda dengan

gelombang bidang, gelombang speris yang berpropagasi ke segala arah dengan

bidang berbentuk bola (speris) seperti yang disajikan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Hubungan antara daya bunyi dan intensitas pada bidang

gelombang berbentuk bola.

Sebagaimana yang berlaku untuk gelombang bidang, maka intensitas

gelombang speris dapat dihitung dengan prinsip yang sama. Hanya saja karena

muka gelombang berbentuk sperik (bola) maka luasnya adalah 4 . Sehingga

hubungan daya bunyi dengan intensitas bunyi dapat ditulis dalam persamaan := (4 ) ( ) (2-16)

dimana : Ws = Total daya bunyi (Watts)

24

Is(r) = Maksimum intensitas bunyi pada jarak radius (W/m2)

r = Jarak dari titik tengah akustik sumber bunyi ke

permukaan imajiner sphere (m)

Tingkatan daya bunyi didefinisikan dalam persamaan := 10 log ⁄ (2-17)

dimana : Lw = Tingkatan daya bunyi (dB)

W = Daya bunyi (Watts)

W0 = Daya bunyi referensi (10-12 Watts)

2.1.7 Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat

Tekanan Bunyi

Intensitas pada suatu ketika berhubungan dengan tekanan bunyi pada titik

dalam daerah bebas dengan mengkombinasikan persamaan pada [6, hal 15 dan

17], maka diperoleh tingkat intensitas bunyi sebagai berikut:

= 10 = 10 = 10 +10 (2-18)

= − 10dimana : K = Konstanta = Iref ρc/p2

ref = ρc/400

Dengan cara yang sama terhadap tingkat tekanan bunyi, maka := + 10 logPada kondisi dimana intensitas adalah seragam dalam sebuah daerah S, daya

bunyi dan intensitas berhubungan pada persamaan :

W = I . A

Selanjutnya hubungan antara tingkat intensitas dan tingkat daya bunyi adalah :10 = 10 + 10 (2-19)= + 10dimana : A = Luas permukaan daerah (m2)

A0 = 1 m2

25

2.1.8 Telinga Manusia dan Pendengaran

Jika tekanan gelombang bunyi yang berubah mencapai telinga luar,

getaran yang diterima gendang telinga diperbesar oleh tulang-tulang kecil di

telinga tengah dan diteruskan melewati cairan ke ujung-ujung syaraf telinga

dalam. Syaraf akhirnya meneruskan impuls ini ke otak, dimana proses mendengar

tahap akhir terjadi, maka sensasi bunyi tercipta. Gambar 2.8 menunjukkan

anatomi dari telinga manusia.

Gambar 2.8 Anatomi telinga manusia

Pada saat gelombang bunyi mencapai telinga manusia, terjadi suatu

penerimaan dan dikatakan terdengar. Bagian luar dan bagian dalam telinga

sebenarnya adalah penerima gelombang suara, yang sinyalnya diteruskan ke otak

dan kemudian dianalisis di sana. Keseluruhan proses terdiri dari rangkaian

beberapa proses tunggal. Gelombang bunyi yang jatuh ke dalam telinga

merangsang gendang telinga menjadi getaran paksa. Rantai dari tiga tulang rawan

pada pendengaran meneruskan getaran ini ke jendela yang berbentuk oval dan

mengantarkan getaran itu ke dalam cairan telinga bagian dalam.Perilimpa

memenuhi saluran dalam kokhlea, yang dibagi menurut panjangnya menjadi tiga

kolom cairan oleh dua lapisan pemisah (membran Paries vestibularis dan

membran basilaris). Saluran-saluran ini dihubungkan satu sama lain pada ujung

kokhlea, pada helikotrema . Kemampuan telinga menghasilkan frekuensi tinggi

yang teramati berdasarkan pada pemanfaatan dari impuls saraf dalam pusat

26

pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena

bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator

Helmholtz. Pada membran basilar yang terentang di dalam perilimpa, membentuk

gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang

sesungguhnya dari gelombang bunyi.

Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi

pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle,

1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya

bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman.

Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu

keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit

disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat

perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan

didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran

terlihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Kontur kekerasan sama

26

pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena

bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator

Helmholtz. Pada membran basilar yang terentang di dalam perilimpa, membentuk

gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang

sesungguhnya dari gelombang bunyi.

Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi

pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle,

1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya

bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman.

Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu

keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit

disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat

perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan

didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran

terlihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Kontur kekerasan sama

26

pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena

bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator

Helmholtz. Pada membran basilar yang terentang di dalam perilimpa, membentuk

gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang

sesungguhnya dari gelombang bunyi.

Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi

pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle,

1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya

bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman.

Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu

keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit

disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat

perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan

didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran

terlihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Kontur kekerasan sama

27

2.2 MATERIAL AKUSTIK

Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah

untuk menyerap suara/bising. Material akustik adalah suatu bahan yang dapat

menyerap energi suara yang datang dari sumber suara. Pada dasarnya semua

bahan dapat menyerap energi suara, namun besarnya energi yang diserap berbeda-

beda untuk tiap bahan. Energi suara tersebut dikonversi menjadi energi panas,

yang merupakan hasil dari friksi dan resistansi dari berbagai material untuk

bergerak dan berdeformasi. Sama halnya dengan besar energi suara yang sangat

kecil bila dilihat dalam satuan Watt, energi panas yang dihasilkan juga sangat

kecil sehingga secara makrokopis tidak akan terlalu terasa perubahan temperatur

pada bahan tersebut.

Peredam suara merupakan suatu hal penting didalam desain akustik, dan

dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian [19, Trihandoko], yaitu : (1) Material

berpori (porous materials), (2) Membran penyerap (panel absorbers), (3) Rongga

penyerap (cavity resonators), dan Manusia dan furnitur.

1. Material berpori (porous material), seperti bahan akustik yang umum

digunakan, yaitu mineral wool, plester akustik, sama seperti karpet dan bahan

gorden, yang dikarakterisasi dengan cara membuat rajutan yang saling mengait

sehingga membentuk pori yang berpola. Pada saluran dan rongga yang sempit

dan saling merekat inilah terjadi perubahan energi, dari energi suara menjadi

energi vibrasi, kalor atau perubahan momentum. Daya penyerapan atau

peredaman dari suatu jenis material adalah fungsi dari frekuensi. Penyerapan

relatif rendah pada frekuensi rendah dan meningkat terhadap ketebalan

material (perhatikan gambar 2.10a, kurva 1, 2, dan 3, kemudian kurva 9, 10, 11

dari gambar 2.10b). Absorpsivitas frekuensi rendah dapat ditingkatkan dengan

cara melapisi material sehingga menambah ketebalannya. Mengecat plaster dan

tile, secara varial akan menghasilkan efektivitas reduksi yang cukup besar.

2. Membran penyerap (panel absorber): lembar bahan solid (tidak porus) yang

dipasang dengan lapisan udara dibagian belakangnya (air space backing).

Bergetarnya panil ketika menerima energi suara serta transfer energi getaran

tersebut ke lapisan udara menyebabkan terjadinya efek penyerapan suara. Sama

halnya separti material berpori, yang berfungsi sebagai peredam suara, yaitu

28

merubah energi suara menjadi energi vibrasi dan kalor. Membran penyerap

sangat efisien pada frekuensi rendah (gambar 2.11b). Penambahan porous

absorber pada bagian ruang kosong antara ruang panil dan dinding akan lebih

jauh meningkatkan efisiensi dari penyerapan frekuensi rendah.

3. Rongga penyerap (cavity resonator), rongga udara dengan volume tertentu

dapat dirancang berdasarkan efek resonator Helmholzt. Efek osilasi udara pada

bagian leher (neck) yang terhubung dengan voulume udara dalam rongga

ketika menerima energi suara menghasilkan efek penyerapan suara, menyerap

energi suara paling efisien pada pita frekuensi yang sempit di dekat sumber

gaungnya (gambar 2.11c). Peredam jenis ini biasanya dalam bentuk elemen

tunggal, seperti blok beton standar dengan rongga yang ditempatkan

didalamnya; bentuk lain terdiri dari panil yang berlubang-lubang dan kisi-kisi

kayu dengan selimut absorbsi diantaranya. Selain memberikan nilai estetika

arsitektur, sistem yang baru saja dijelaskan (bentuk kedua) memberikan

absorbsi yang berguna untuk rentang frekuensi yang lebih lebar daripada

kemungkinan yang diberikan oleh elemen tunggal berongga (struktur

sandwich).

4. Penyerapan suara tiap benda diberikan oleh manusia, meja, kursi dan furnitur

kayu seperti terlihat pada gambar 2.11d. Furnitur kayu termasuk didalamnya

adalah kursi dan meja. Untuk kondisi dimana terdapat banyak orang dengan

meja dan kursi (seperti dapat kita temukan di dalam ruang kelas dan ruang

kuliah), akan lebih cocok jika digunakan peredaman per orang dan per benda

dari furnitur yang diberikan pada gambar 2.11d daripada peredaman oleh

manusia saja seperti dilihat pada kurva 1 dari gambar 2.10 dengan menentukan

jumlah dan distribusi peredam jenis ini, dapat dimungkinkan untuk merancang

kelakuan waktu gaung terhadap frekuensi untuk memperoleh hampir semua

lingkungan akustik yang diinginkan. Hal ini juga dapat memungkinkan untuk

merancang sebuah ruangan dimana karakteristik gaungnya dapat diubah

dengan cara menggeser atau merubah posisi panil dimana posisi permukaan

berpengaruh terhadap sifat peredaman yang berbeda. Selama waktu gaung

optimum bergantung terhadap fungsi ruangan, dengan cara ini dapat

dimungkinkan untuk merancang sebuah ruangan serba guna (multipurpose

29

rooms). Bagaimanapun, cara seperti ini akan lebih efektif untuk menekan biaya

dan memberikan solusi yang fleksibel, khususnya di dalam ruangan yang besar.

Gambar 2.10 Sabine absorptivities of common constructional materials,

(1) occupied, audience, orchestra, chorus areas, including the floor

beneath. (2) well-upholstered, cloth-covered seat (perforated bottoms)

without audience. (3a) curtain (18 oz/yd2) hung to half area. (3b) Leather-

covered upholstered seats, without audience, over a reflective floor. (4)

Concrete-block wall, unpainted (approximate). (5) Wooden platform, with

air space below. (6) Wooden floor. (7) Concrete-block wall, painted

(approximate). (8a) Smooth plaster on brick (but see 14) . (8b) Poured

concrete, unpainted. (9a) 2-in fiberglass blanket on rigid backing. (9b)

Same with 9a but with 1-in. air space between blanket and backing. (10)

Heavy carpet on 40 oz (1.35 kg/m2) underpad. Unpainted acoustic tile.

Unpainted acoustic plaster. (11) Heavy carpet on concrete. (12) glass

window. (13) plaster on lath on studs. (14) 1-in thick, damped plaster on

concrete block, brick, or lath. 2-in thick, well-fitted wooden walls. (15)

Heavy plate glass window. (adapted from Doelle [13], Beranek, [14] and

Knudsen & Harris [16] )

30

Gambar 2.11 Absorption properties of acoustic materials. (a1) Glued

acoustic tile ceiling on rigid backing. (a2) Material a1 after two coats of

paint (brush or roller). (b) Material a1 suspended away from wall. (c) 2.5

cm thick fiberglass (50 kg/m3) on rigid backing. (d) c but 10 cm thick. (e) 6

mm plywood 75 mm from rigid backing. (f) e with sound isolation blanket .

(g) Slotted two-well concrete block, singe-cavity resonator. (h) Perforated

panerl resonator with isolation blanket, 10 percent open urea [18].

2.2.1 Gejala Penyerapan Suara Dalam Material

Energi suara datang yang tiba pada suatu bahan akan diubah sebagian oleh

bahan tersebut menjadi energi lain, seperti misalnya getar (vibrasi) atau energi

panas. Oleh karena itu, bahan yang mampu menyerap suara pada umumnya

mempunyai struktur berpori atau berserat.

31

Nilai absorpsivitas suara dihitung menggunakan persamaan dibawah ini:

α = (2-20)

Dimana Wa dan Wi masing-masing adalah daya suara yang diserap dan daya

suara yang tiba pada permukaan bahan. Secara ilustratif, gejala penyerapan suara

oleh suatu bahan akustik dapat dilihat pada gambar 2.12 berikut.

Gambar 2.12 Ilustrasi penyerapan energi suara oleh bahan akustik [19,

Trihandoko].

Bahan-bahan akustik yang tergolong sebagai bahan penyerap suara antara lain

adalah glass wool, rock wool, soft board, carpet, kain, busa, acoustic tiles,

resonator, dan lain-lain.

2.3 MATERIAL KOMPOSIT

Material komposit adalah penggabungan atau pencampuran bahan yang

sekurang-kurangnya teridiri dari dua bahan material yang berbeda phasa dan sifat

mikroskopisnya dengan menggunakan aturan tertentu [3, hal 129]. Contoh

material komposit yang tradisional adalah batubara, yang merupakan campuran

dari tanah liat yang dicampur dengan rumput dan konkrit yang merupakan

campuran antara semen dengan pasir atau batu kerikil. Material komposit

biasanya terdiri dari bahan penyusun dan bahan yang mengisolasi bahan lain.

32

Komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda yaitu :

1. Penguat (reinforcement), yang mempunyai sifat yang kurang ductile tetapi

lebih rigid serta lebih kuat.

2. Matriks umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan regiditas

yang lebih rendah.

Saat ini jenis komposit yang paling banyak digunakan adalah komposit

berpenguat serat. Hal ini karena serat sebagai penguat memiliki keuntungan

sebagai berikut:

1. Memiliki perbandingan panjang dengan diameter (aspect ratio) yang

besar. Hal ini menggambarkan bahwa bila digunakan sebagai penguat

dalam komposit, serat akan memiliki luas daerah kontak yang luas dengan

matriks dibanding bila menggunakan penguat lain. Dengan demikian

diharapkan akan terbentuk ikatan yang baik antara serat dengan matriks.

2. ”Size effect”. Serat memiliki ukuran yang kecil sehingga jumlah cacat per

satuan volume serat akan lebih kecil dibandingkan material lain. Dengan

demikian serat akan memiliki sifat mekanik yang baik dan konsisten.

3. Serat memiliki densitas yang rendah sehingga memilki sifat mekanik

spesifik (sifak mekanik per satuan densitas) yang tinggi.

4. Fleksibilitas serat dan diameternya yang kecil membuat proses manufaktur

serat menjadi mudah.

2.3.1 Jenis – Jenis Material Komposit

Komposit didefinisikan sebagai material yang terdiri dua atau lebih

material penyusun yang berbeda, umumnya matriks dan penguat (reinforcement).

Matriks adalah bagian komposit yang secara kontinyu melingkupi penguat dan

berfungsi mengikat penguat yang satu dengan yang lain serta meneruskan beban

yang diterima oleh komposit ke penguat. Sedangkan penguat adalah komponen

yang dimasukkan ke dalam matriks yang berfungsi sebagai penerima atau

penahan beban utama yang dialami oleh komposit.

33

Berdasarkan jenis penguatnya komposit dibagi:

1. Material komposit serat (fibricus composite), yaitu komposit yang terdiri

dari serat dan bahan dasar yang diprosuksi secara fabrikasi, misalnya serat

+ resin sebagai bahan perekat, sebagai contoh adalah FRP (Fiber

Reinforce Plastic) plastik diperkuat dengan serat dan banyak digunakan,

yang sering disebut fiber glass.

2. Komposit lapis (laminated composite), yaitu komposit yang terdiri dari

lapisan dan bahan penguat, contohnya polywood, laminated glass yang

sering digunakan sebagai bahan bangunan dan kelengkapannya.

3. Komposit partikel (particulate composite), yaitu komposit yang terdiri dari

partikel dan bahan penguat seperti butiran (batu dan pasir) yang diperkuat

dengan semen yang sering kita jumpai sebagai betin.

Berdasarkan matriksnya, komposit dibagi menjadi:

1. Metal matrix composites (MMC) yaitu komposit yang menggunakanmatriks logam.

2. Ceramic matrix composites (CMC) yaitu komposit yang menggunakan

matriks keramik.

3. Polymer matrix composites (PMC) yaitu komposit yang menggunakan

matriks polimer.

Ditinjau dari matriks yang digunakan, komposit yang paling banyak digunakan

adalah komposit bermatriks polimer. Hal ini karena polimer memiliki proses

manufaktur yang relatif sederhana, sifat mekanik yang baik, dan membentuk

ikatan yang baik dengan sebagian besar penguat.

Polimer yang lebih banyak digunakan sebagai matriks komposit adalah

polimer termoset, walaupun polimer termoplastik juga dapat digunakan.

Penggunaan polimer termoset lebih umum karena proses manufaktur polimer

termoset lebih sederhana. Manufaktur komposit termoset biasanya tidak

memerlukan temperatur dan tekanan yang tinggi. Viskositas polimer termoset

yang rendah pada suhu kamar juga membuat impregnasi (kemampuan meresap)

polimer tersebut ke dalam serat lebih baik dibanding termoplastik. Namun

termoset juga memiliki kelemahan antara lain sifatnya yang pada umumnya

beracun dan kesulitan pendaur-ulangan polimer termoset.

34

2.3.2 Kelebihan Bahan Komposit

Bahan komposit mempunyai sifat-sifat mekanik dan fisika yang banyak,

diantaranya:

1. Gabungan bahan dasar dan penguat dapat menghasilkan komposit yang

mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari bahan dasarnya.

2. Bahan komposit mempunyai berat yang jauh lebih rendah dibandingkan

dengan bahan konvesional. Ini memberikan informasi yang penting dalam

penggunaannya karena komposit akan mempunyai kekuatan dan kekuatan

spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvesional, pengurangan berat

adalah suatu aspek yang penting dalam industri pembuatan komposit

seperti automobile dan pesawat terbang, karena berhubung dengan

penghematan bahan bakar.

3. Bahan komposit tahan terhadap kikisan.

4. Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari segi daya guna, yaitu

produk yang mempunyai gabungan sifat-sifat yang menarik dan dapat

dihasilkan dengan menggabungkan lebih dari satu serat dengan bahan

dasar untuk menghasilkan komposit hybrid.

2.3.3 Kelapa Sawit

Kelapa Sawit yang mempunyai nama latin adalah (Elaeis) merupakan

tanaman industri penting penghasil minyak makan, minyak industri, maupun

bahan bakar (biodisel). Kepala sawit yang mempunyai umur ekonomis 25 tahun

dan bisa mencapai tinggi 24 meter dapat hidup dengan baik di daerah tropis

(15°LU – 15°LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari

permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan

curah hujan yang stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak

tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan

tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit [9].

Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah.

Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah

menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan

35

minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan

memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan

baku margarin.

Selain buahnya, ternyata batang kelapa sawit yang selama ini dianggap

sebagai limbah bisa dijadikan salah satu bahan yang dapat berguna. Batang kelapa

sawit yang mempunyai sifat lembut dan berpori diyakini dapat menyerap energi

suara yang mengenainya. Dengan asumsi yang demikian maka dilakukanlah

penelitian material komposit yang berbahan dasar serat batang komposit untuk

membuktikan penyerapan energi suara yang terjadi.

2.3.4 Polyurethane

Polyurethane merupakan polymeric material yang mengandung urethane

grup (-NH-CO-O-) hasil reaksi dari polyol dengan isocyanate. Poliuretan dapat

berupa serat yang mudah lengket. Suatu contoh Poliuretan yang amat sangat

berpengaruh adalah spandex. Polyurethane dihasilkan dari

reaksi diisocyanates dengan di-alcohols. Terkadang di-alcohol digantikan dengan

suatu diamin, sehingga polimer yang didapat nantinya disebut polyurea yang

memiliki suatu ikatan urea. Akan tetapi, pada umumnya sering disebut

polyurethane juga (karena polyurea tidak begitu terkenal). Polyurethane dapat

berikatan dengan baik dengan hidrogen sehingga dapat membentuk suatu kristal.

Oleh karena itu, polyurethane sering digunakan untuk co-polymer blok buatan

dengan sifat elastis yang lembut khas polimer. Co-Polymer blok ini memiliki sifat

termo-plastik elastomers (Anonim, 2007).

Komponen utama yang penting dari suatu polyurethane adalah isocyanate

yang molekulnya berisi dua isocyanate (diisocyanates). Molekul ini juga dikenal

sebagai monomers atau monomer unit. Isocyanates dapat berbau harum, seperti

diphenylmethane diisocyanate (MDI) atau toluene diisocyanat (TDI); atau

alifatik, seperti hexamethylene diisocyanate (HDI) atau isophorone

diisocyanate (IPDI).

Komponen kedua yang juga tak kalah penting dari suatu polyurethane

polymer adalah polyol (Molekul yang berisi dua kelompok hidroksit atau diols,

memiliki 3 kelompok hidroksit atau triols). Dalam prakteknya, polyols dibedakan

36

dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol

(BDO), diethylene glycol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metana (TMP).

Sampai saat ini polyurethane telah banyak diaplikasikan untuk mengganti bahan-

bahan seperti rubber, metal, wood dan plastic, persamaan reaksi pembetukan

polyurethane ditunjukkan pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Ikatan uretan dan reaksi pembentukan polyurethane

Polyurethane dibuat dengan mereaksikan molekul yang memiliki gugus

isosianat dengan molekul yang memiliki gugus hidroksil. Dengan demikian, jenis

dan ukuran setiap molekul pembentuk akan memberikan sumbangan terhadap

sifat polyurethane yang terbentuk. Hal inilah yang membuat polyurethane

menjadi polimer yang sangat fleksibel baik dalam sifat mekanik maupun

aplikasinya.

Saat ini, aplikasi polyurethane paling banyak (sekitar 70%) adalah sebagai

bahan busa, kemudian diikuti dengan elastomer, baru kemudian sebagai lem dan

pelapis. Pembuatan busa dari polyurethane dimungkinkan dengan menggunakan

agen pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi

reaksi sehingga polyurethane dapat membentuk busa. Jika polyurethane yang

digunakan bersifat lunak, maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada

kasur busa, alas kursi dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam),

seperti pada insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa

polyurethane bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi

dinding, polyurethane juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan

senyawa halogen.

36

dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol

(BDO), diethylene glycol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metana (TMP).

Sampai saat ini polyurethane telah banyak diaplikasikan untuk mengganti bahan-

bahan seperti rubber, metal, wood dan plastic, persamaan reaksi pembetukan

polyurethane ditunjukkan pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Ikatan uretan dan reaksi pembentukan polyurethane

Polyurethane dibuat dengan mereaksikan molekul yang memiliki gugus

isosianat dengan molekul yang memiliki gugus hidroksil. Dengan demikian, jenis

dan ukuran setiap molekul pembentuk akan memberikan sumbangan terhadap

sifat polyurethane yang terbentuk. Hal inilah yang membuat polyurethane

menjadi polimer yang sangat fleksibel baik dalam sifat mekanik maupun

aplikasinya.

Saat ini, aplikasi polyurethane paling banyak (sekitar 70%) adalah sebagai

bahan busa, kemudian diikuti dengan elastomer, baru kemudian sebagai lem dan

pelapis. Pembuatan busa dari polyurethane dimungkinkan dengan menggunakan

agen pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi

reaksi sehingga polyurethane dapat membentuk busa. Jika polyurethane yang

digunakan bersifat lunak, maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada

kasur busa, alas kursi dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam),

seperti pada insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa

polyurethane bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi

dinding, polyurethane juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan

senyawa halogen.

36

dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol

(BDO), diethylene glycol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metana (TMP).

Sampai saat ini polyurethane telah banyak diaplikasikan untuk mengganti bahan-

bahan seperti rubber, metal, wood dan plastic, persamaan reaksi pembetukan

polyurethane ditunjukkan pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Ikatan uretan dan reaksi pembentukan polyurethane

Polyurethane dibuat dengan mereaksikan molekul yang memiliki gugus

isosianat dengan molekul yang memiliki gugus hidroksil. Dengan demikian, jenis

dan ukuran setiap molekul pembentuk akan memberikan sumbangan terhadap

sifat polyurethane yang terbentuk. Hal inilah yang membuat polyurethane

menjadi polimer yang sangat fleksibel baik dalam sifat mekanik maupun

aplikasinya.

Saat ini, aplikasi polyurethane paling banyak (sekitar 70%) adalah sebagai

bahan busa, kemudian diikuti dengan elastomer, baru kemudian sebagai lem dan

pelapis. Pembuatan busa dari polyurethane dimungkinkan dengan menggunakan

agen pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi

reaksi sehingga polyurethane dapat membentuk busa. Jika polyurethane yang

digunakan bersifat lunak, maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada

kasur busa, alas kursi dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam),

seperti pada insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa

polyurethane bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi

dinding, polyurethane juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan

senyawa halogen.

37

Keunggulan polyurethane dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya

(rubber, metal, wood dan plastic):

1. Tingkat kekerasan suatu spare part sangat penting dalam penggunaan suatu

mesin. Dengan menggunakan bahan polyurethane kekerasan suatu spare part

dapat diatur sedemikian rupa dari hardness 10 shore A sampai dengan 95

shore A.

2. Mempunyai tingkat abrasi yang tinggi yang mengakibatkan spare part yang

terbuat dari bahan polyurethane tidak mudah aus.

3. Spare part yang terbuat dari bahan polyurethane dapat flexible terhadap

temperatur rendah (low temperature), bahan dapat dioperasikan sampai

dengan dibawah 0o C.

4. Spare part yang terbuat dari bahan polyurethane tidak mudah sobek,

kekuatannya lebih baik dari bahan rubber.

Pemakaian polyurethane di Indonesia sebagai bahan pendukung industri

masih sangat tergantung pada impor, walaupun beberapa industri sudah mulai

mencoba memproduksi polyurethane di dalam negeri. Banyaknya pabrik kertas,

furnitur, industri otomotif dan industri alas kaki di Indonesia membuat prospek

usaha di bidang polyurethane di masa depan cukup menjanjikan, asalkan kita mau

tekun mendalami teknik pembuatan dan pencetakannya.

2.4 KOEFISIEN SERAP BUNYI

Penyerap jenis berserat adalah penyerap yang paling banyak dijumpai,

sebagai contoh jenis selimut mineral wool (rockwool atau glasswool). Penyerap

jenis ini mampu menyerap bunyi dalam jangkauan frekuensi yang lebar dan lebih

disukai karena tidak mudah terbakar. Namun kelemahanya terletak pada model

permukaan yang berserat sehingga harus digunakan dengan hati-hati agar lapisan

serat tidak rusak/cacat dan kemungkinan terlepasnya serat-serat halus ke udara

karena usia pemakaian.

Penyerap dari bahan berserat dipasarkan dari berbagai ketebalan dan

kerapatan sehingga yang paling sesuai dengan frekuensi bunyi yang hendak

diserap. Sebagai gambaran umum untuk menyerap bunyi frekuensi rendah

diperlukan penyerap berserat dalam ketebalan yang lebih bila dibandingkan

38

dengan untuk menyerap suara berfrekuensi tinggi. Sebagai contoh bila untuk

suara berfrekuensi tinggi dibutuhkan ketebalan 30 mm, maka untuk frekuensi

rendah dibutuhkan ketebalan 75 mm sampai dengan 100 mm (Mediastika, 2009).

Untuk nilai koefisien penyerapan bunyi pada berbagai material dengan ketebalan

tertentu dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Koefisien penyerapan bunyi dari Material akustik

Material

Frekwensi (Hz)

125 250 500 1000 2000 4000

Gypsum board (13 mm)

Kayu

Gelas

Tegel geocoustic (81 mm)

Beton yang dituang

Bata tidak dihaluskan

Steel deck (150 mm)

0.29

0.15

0.18

0.13

0.01

0.03

0.58

0.10

0.11

0.06

0.74

0.01

0.03

0.64

0.05

0.10

0.04

2.35

0.02

0.03

0.71

0.04

0.07

0.03

2.53

0.02

0.04

0.63

0.07

0.06

0.02

2.03

0.02

0.05

0.47

0.09

0.07

0.02

1.73

0.03

0.07

0.40

Sumber : Doelle, Leslie L, 1993.

Penggunaan material akustik untuk memagari jalur perambatan bising

merupakan salah satu cara termudah untuk dapat mengendalikan bising melalui

jalur propagasi bunyi (perhatikan gambar 2.14).

Gambar 2.14 Penggunaan material akustik pada jalur rambatan pada

dinding ruang mesin.

39

Perambatan gelombang dengan menggunakan dinding penghalang dapat juga

menurunkan kebisingan (seperti aplikasi pada gambar 2.15).

Material akustik acourete fiber

Gambar 2.15 Penggunaan material akustik untuk meredam kebisingan pada

mesin pendingin.

Konsep dari penyerapan bunyi (Acoustic Absorption) merujuk kepada

kehilangan energi yang terjadi ketika sebuah gelombang bunyi menabrak dan

dipantulkan dari suatu permukaan benda. Kata “ Absorpsi” sering digunakan oleh

orang-orang dengan mengakaitkan aksi dari sebuah Bunga Karang ketika

terendam air. Jika suatu gelombang suara bertemu atau menumbuk suatu

permukaan bahan, maka suara tersebut akan dipantulkan, diserap, dan diteruskan

atau ditransmisikan oleh bahan tersebut. Besarnya energi suara yang yang

dipantulkan, diserap, atau diteruskan bergantung jenis dan sifat dari bahan atau

material tersebut. Pada umumnya bahan yang berpori (porous material) akan

menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya,

karena dengan adanya pori-pori tersebut maka gelombang suara dapat masuk

kedalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan

dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah menjadi

energi kalor [18].

40

GelombangDatang

GelombangPantul

GelombangDatang

GelombangPantul

Gelombang diserap/ditransmisikan

11c 22c

Bila suatu gelombang bunyi datang bertemu pada suatu permukaan batas

yang memisahkan dua daerah dengan laju gelombang berbeda (seperti gambar

2.16), maka gelombang bunyi tersebut akan dipantulkan (R) dan

diserap/ditransmissikan () dan kemungkinan yang terjadi adalah :

1. Dipantulkan semua (R = 1), artinya ketika gelombang bunyi datang

dan dipantulkan kembali maka nilai efisiensi R = 1 atau koefesien

pantul (R) adalah 1.

2. Ditransmisikan/diserap semua ( = 1), artinya jika gelombang bunyi

datang dan gelombang tersebut diserap semua maka nilai efisiensi =

1 atau koefesien serap () adalah 1.

3. Sebagian gelombang akan dipantulkan dan sebagian lagi akan

ditransmisikan/diserap (0 < < 1).

Jika pada suatu media akustik terdapat dua material dengan sifat

impedansi , dan , seperti pada gambar 2.16, dimana ρ adalah massa jenis

material dan c adalah cepat rambat bunyi. Gelombang datang dari arah kiri

merambat tegak lurus terhadap permukaan bahan. Jika , lebih kecil dari, , kemudian energi dari gelombang datang tidak dapat ditransmisikan

melewati dataran antar muka, setiap energi yang tersisa akan menjadi gelombang

pantul. Sedangkan jika , lebih besar dari , dan energi dari gelombang

datang dapat ditransmisikan melewati dataran antar muka, setiap energi akan

menjadi gelombang yang diserap. Jika , sama besar dengan , dan energi

yang ada yang dapat ditransmisikan dan ada juga yang tidak dapat ditransmisikan

maka sebagian akan menjadi gelombang pantul dan sebagian lagi akan menjadi

gelombang yang diserap.

Gambar 2.16 Pemantulan dan penyerapan bunyi dari media akustik

41

Sehingga dapat disimpulkan bahwa:

1. 1c1> 2c2 akan dipantulkan

2. 1c1< 2c2 akan diserap

3. 1c1 2c2 akan diserap dan dipantulkan

Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan

energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefenisikan sebagai

koefesien absorbsi (α).

EnergySoundIncidentenergySoundAbsorbed

(2-21)

2

211

1122 11ZccZR

dimana:

= impedansi pada bahan (kg/m2.s = rayls)

ρ1 = Kerapatan udara (kg/m3)

ρ2 = Kerapatan bahan (kg/m3)

c1 = Cepat rambat bunyi di udara (m/s)

c2 = Cepat rambat bunyi pada bahan (m/s)

Dengan R adalah koefisien refleksi suara, yang didefinisikan sebagai

perbandingan tekanan gelombang suara yang dipantulkan terhadap tekanan

gelombang suara yang datang. Persamaan tersebut menggunakan asumsi bahwa

tidak ada suara yang ditransmisikan atau diteruskan. Sehingga untuk menghitung

normal impedansinya (Z) dapat dihitung dengan persamaan (2-22) berikut.= (2-22)

dimana : ρ = kerapatan udara (kg/m3)

c = cepat rambat bunyi dalam udara (m/s)

R = koefisien pantul

Z = normal impedansi bahan uji (kg/m2.s = rayls)

VelocityParticleForceApplied

cZ 222

42

Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada frekuensi tertentu dinyatakan

oleh koefesien absorbsi bunyi. Koefisien ini dinyatakan dengan α (Alpha), nilai α

dapat berada diantara 0 dan 1 pada suatu frekuensi tertentu. Adalah suatu

kebiasaan standar untuk membuat daftar nilai koefesien serap bunyi pada wakil

frekuensi standar yang meliputi bagian yang paling penting dari jangkauan

frekuensi audio, yaitu pada 125, 250, 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz. Penyerapan

bunyi suatu permukaan diukur dalam Sabin. Satu sabin menyatakan satu

permukaan seluas 1 ft2 (atau 1 m2) yang mempunyai koefesien penyerapan α =

1,0. Sebagai contoh, suatu permukaan akustik seluas 11 m2 dan mempunyai α =

0,5, maka penyerapan permukaannya adalah Sα = 11 x 0,50 = 5,5 m2 dan material

tersebut menyerap 65 0/0 bunyi yang datang padanya. Untuk kualitas pengujian

serapan bunyi suatu bahan akustik, sangat dipengaruhi oleh ketebalan, kepadatan,

porositas, serta orientasi perletakan bahan.

Dalam mengukur koefisien serapan bunyi pada material ada tiga metode

standard yang sering digunakan, antara lain:

1. Metode tabung impedansi (resonator)

Dengan metode ini, koefisien serapan ditentukan langsung dari amplitudo

tekanan dalam pola gelombang tegak yang disusun di tabung. Metode ini

digunakan untuk mengukur koefisien penyerapan bunyi bahan-bahan akustik yang

kecil dan gelombang bunyi yang merambat tegak lurus pada permukaan bahan,

jangkauan frekuensi sekitar 200-3000 Hz. Metode ini lebih tepat dimanfaatkan

untuk pekerjaan-pekerjaan teoritik. Tabung ini dapat digambarkan sebagaimana

pada gambar 2.17 berikut:

Gambar 2.17 Tabung impedansi (resonator)

Keterangan :

B = Tabung utama

L = Troli untuk mengatur jaraksumber bunyi

P = Probe tube

G = Pengukur jarak sumber

J = neck

K = Mikropon

42

Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada frekuensi tertentu dinyatakan

oleh koefesien absorbsi bunyi. Koefisien ini dinyatakan dengan α (Alpha), nilai α

dapat berada diantara 0 dan 1 pada suatu frekuensi tertentu. Adalah suatu

kebiasaan standar untuk membuat daftar nilai koefesien serap bunyi pada wakil

frekuensi standar yang meliputi bagian yang paling penting dari jangkauan

frekuensi audio, yaitu pada 125, 250, 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz. Penyerapan

bunyi suatu permukaan diukur dalam Sabin. Satu sabin menyatakan satu

permukaan seluas 1 ft2 (atau 1 m2) yang mempunyai koefesien penyerapan α =

1,0. Sebagai contoh, suatu permukaan akustik seluas 11 m2 dan mempunyai α =

0,5, maka penyerapan permukaannya adalah Sα = 11 x 0,50 = 5,5 m2 dan material

tersebut menyerap 65 0/0 bunyi yang datang padanya. Untuk kualitas pengujian

serapan bunyi suatu bahan akustik, sangat dipengaruhi oleh ketebalan, kepadatan,

porositas, serta orientasi perletakan bahan.

Dalam mengukur koefisien serapan bunyi pada material ada tiga metode

standard yang sering digunakan, antara lain:

1. Metode tabung impedansi (resonator)

Dengan metode ini, koefisien serapan ditentukan langsung dari amplitudo

tekanan dalam pola gelombang tegak yang disusun di tabung. Metode ini

digunakan untuk mengukur koefisien penyerapan bunyi bahan-bahan akustik yang

kecil dan gelombang bunyi yang merambat tegak lurus pada permukaan bahan,

jangkauan frekuensi sekitar 200-3000 Hz. Metode ini lebih tepat dimanfaatkan

untuk pekerjaan-pekerjaan teoritik. Tabung ini dapat digambarkan sebagaimana

pada gambar 2.17 berikut:

Gambar 2.17 Tabung impedansi (resonator)

Keterangan :

B = Tabung utama

L = Troli untuk mengatur jaraksumber bunyi

P = Probe tube

G = Pengukur jarak sumber

J = neck

K = Mikropon

42

Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada frekuensi tertentu dinyatakan

oleh koefesien absorbsi bunyi. Koefisien ini dinyatakan dengan α (Alpha), nilai α

dapat berada diantara 0 dan 1 pada suatu frekuensi tertentu. Adalah suatu

kebiasaan standar untuk membuat daftar nilai koefesien serap bunyi pada wakil

frekuensi standar yang meliputi bagian yang paling penting dari jangkauan

frekuensi audio, yaitu pada 125, 250, 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz. Penyerapan

bunyi suatu permukaan diukur dalam Sabin. Satu sabin menyatakan satu

permukaan seluas 1 ft2 (atau 1 m2) yang mempunyai koefesien penyerapan α =

1,0. Sebagai contoh, suatu permukaan akustik seluas 11 m2 dan mempunyai α =

0,5, maka penyerapan permukaannya adalah Sα = 11 x 0,50 = 5,5 m2 dan material

tersebut menyerap 65 0/0 bunyi yang datang padanya. Untuk kualitas pengujian

serapan bunyi suatu bahan akustik, sangat dipengaruhi oleh ketebalan, kepadatan,

porositas, serta orientasi perletakan bahan.

Dalam mengukur koefisien serapan bunyi pada material ada tiga metode

standard yang sering digunakan, antara lain:

1. Metode tabung impedansi (resonator)

Dengan metode ini, koefisien serapan ditentukan langsung dari amplitudo

tekanan dalam pola gelombang tegak yang disusun di tabung. Metode ini

digunakan untuk mengukur koefisien penyerapan bunyi bahan-bahan akustik yang

kecil dan gelombang bunyi yang merambat tegak lurus pada permukaan bahan,

jangkauan frekuensi sekitar 200-3000 Hz. Metode ini lebih tepat dimanfaatkan

untuk pekerjaan-pekerjaan teoritik. Tabung ini dapat digambarkan sebagaimana

pada gambar 2.17 berikut:

Gambar 2.17 Tabung impedansi (resonator)

Keterangan :

B = Tabung utama

L = Troli untuk mengatur jaraksumber bunyi

P = Probe tube

G = Pengukur jarak sumber

J = neck

K = Mikropon

43

Diameter dalam tabung utama ditentukan melalui persamaan [12, Hal 21]:

hfd 20000 cm (2-23)

dimana :

d = diameter dalam tabung

fh = frekuensi tertinggi pengukuran

Cepat rambat bunyi dalam tabung ditentukan dengan persamaan:

frcc 1

276.01'

(2-24)

dimana: c’ = cepat rambat bunyi dalam tabung (cm/s)

c = cepat rambat bunyi diudara bebas (cm/s)

r = jari-jari tabung (cm)

f = frekuensi (Hz)

Metode ini hanya mengukur koefisien serapan normal yang terjadi, penggunaan

metode ini untuk menunjukkan macam-macam sifat dari pada serapan yang

mana dimiliki oleh sebuah bahan. Metode ini terutama digunakan di dalam

pekerjaan riset ataupun dalam pengaturan kualitas untuk pembuatan dari pada

bahan – bahan penyerapan suara.

Nada-nada murni dihasilkan oleh sebuah oscillator yang digunakan

untuk menggetarkan loudspeaker yang menghasilkan gelombang. Jika

perpindahan dari gelombang yang terjadi pada sembarang waktu, maka dapat

dinyatakan sebagai berikut:

d1 = a sin (ωt – kx)

k = 2 π/λ

dan perpindahan gelombang pantulan dapat dinyatakan sebagai berikut:

d2 = fa sin (ωt + kx)

dimana: a = amplitudo maksimum mula – mula

fa = amplitudo maksimum dari gelombang pantulan

44

Jadi sebagai akibat perpindahan pada setiap titik diberikan dengan :

d = d1 + d2

= a sin (ωt – kx) + fa sin (ωt + kx)

= a (1 + f) sin ωt cos kx + a (1 - f) cos ωt sin kx

Dapat terlihat bahwa masing – masing nilai maksimum dan minimum

adalah a (1 + f) dan a (1 – f) dan λ/4 terpisah, yang pertama menjadi 0, λ/2, 3 λ/2,

2 λ dan lain-lain. Sedangkan yang kedua menjadi λ /4, 3 λ/4 , 5 λ/4, 7 λ/4 dan

sebagainya. Jika nilai maksimum dan minimum dari amplitudo adalah A1 dan A2

maka :

A2A1 =

f)-(1af)(1a atau f =

A2)(A1A2)-(A1

= Amplitudo

tetapi energi dapat ditunjukkan sebagai berbanding langsung terhadap amplitudo

kwadran yaitu:

energi = r = f2 = 2

2

A2)(A1A2)-(A1

r = sebagian dari energi pantulan

α = koefisien serapan

= 1- r

α = 2

2

A2)(A1A2)-(A11

α = 2

22

A2)(A1A2)(A1-A2)(A1

α = 2A2)(A12212

AxA

α = 2A2)(A1214

AxA

Jika perbandingan maksimum dan minimum A1/A2 diukur maka rumus yang

sesuai dapat dituliskan sebagai berikut [3, Hal 135].

α = 2A2)/A1(1214

AxA

α =A2/A1)A2/A1(2

4

(2-25)

45

Dari persamaan (2-25) maka dapat dicari nilai koefisien absorbsi bunyi dari suatu

material teknik yang selanjutnya dipakai untuk mencari nilai koefisien pantul (R)

dan normal impedansinya (Z).

Pengukuran gelombang pada pengujian koefisien absorbsi dengan metode

Impedance Tube dapat dilakukan dengan melihat tampilan bentuk gelombang

pantul pada monitor Oscilloscope seperti pada gambar 2.18. Puncak gelombang

tertinggi adalah Pmax (dinotasikan A1) dan gelombang terendah adalah

Pmin(dinotasikan A2). Frekuensi yang diamati disesuaikan dengan ukuran

diameter dari Impedance Tube. Semakin besar diameter Impedance Tube yang

digunakan maka frekuensi maksimum yang dapat diukur semakin kecil.

Gambar 2.18 Gelombang pantul untuk menentukan SWR

Sehingga dari gambar dapat disimpulkan bahwa :

Standing Wave Rasio (SWR) = =

Koefisien Refleksi/pantul R(f) =

Maka: R = 1- α

dimana : R = koefisien pantul bunyi

α = koefisien serap bunyi

Persamaan tersebut menggunakan asumsi bahwa tidak ada energi suara

yang ditransmisikan atau diteruskan. Dalam metode tabung impedansi ini banyak

SWRSWR

11

A1

A2

46

standarisasi yang telah ditetapkan untuk pengujian koefisien serap bunyi, salah

satunya adalah ASTM C-384.

Untuk mendapatkan suatu pembacaan standar secara umum tanpa melihat

rentang frekuensi masing-masing koefisien absorbsi bahan, maka dipakai nilai

NRC (Noise Reduction coefficient) atau koefisien reduksi bunyi. NRC atau

koefisien reduksi bising adalah angka rata-rata koefisien absorbsi material akustik

pada frekuensi 250, 500, 1000, dan 2000 Hz. NRC diperlukan untuk menunjukkan

seberapa jauh efisiensi bahan dalam mereduksi bunyi, dan ini dipakai sebagai

angka standar internasional dalam menilai efisiensi kemampuan bahan dalam

mereduksi bunyi. Nilai NRC dijadikan sebagai data dalam menilai kinerja akustik

bahan dalam pemilihan dan perancangan bahan akustik ruang pada mesin atau

bangunan secara keseluruhan.

Misalnya : karpet memiliki α sebagai berikut :

a. pada frekuensi 250 = 0,20

b. pada frekuensi 500 = 0,35

c. pada frekuensi 1000 = 0,45

d. pada frekuensi 2000 = 0,55

Maka NRC karpet adalah :, , , , = , = 0,39 = 0, 40

2. Metode ruang dengung dengan Revebration Room.

Dengan metode ini, pengukuran dibuat dengan memberikan sumber bunyi

pada suatu ruangan hingga dataran bunyi mencapai tingkat uniform melalui suatu

materi dalam sekitar satu detik. Sumber kemudian dimatikan dengan cepat dan

tingkat tekanan bunyi yang ada diruangan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan

membaca slope pada kurva alat ukur. Waktu untuk Reveberation dan persamaan

Sabin dapat ketahui dengan persamaan berikut [6, Hal 52]:

Tr =A

V05.0 (s) (2-26)

Dimana :

Tr = Waktu dengung

V = Volume ruang (m3)

A = Total absorbsi dalam ruang ditunjukan dalam satuan Sabin

47

A = α . S (Sabin.m2)

α = koefisien Absorbsi (Sabin)

Metode ruang dengung ini menggunakan ruang kosong dengan waktu

dengung yang panjang. Bahan penyerap bunyi contoh dipasang pada ruang

kosong tersebut tersebut, sehingga dengan demikian akan mengurangi waktu

dengung yang panjang tadi. Koefisien penyerapan bunyi bahan lalu dapat dihitung

dari pengurangan waktu dengung ruang ketika kosong.

Tabel 2.6 menunjukkan harga koefisien absorbsi bunyi dari beberapa material

akustik dengan memberikan nilai NRC-nya.

Tabel 2.6 Koefisien serapan bunyi dari beberapa material akustik

MaterialKoefisien Absorbsi Bahan

NRC125Hz

250Hz

500Hz

1000Hz

2000Hz

4000Hz

Lembaran sabut kelapa 10 mm 0,05 0,11 0,16 0,24 0,34 0,32 0,21Lembaran sabut kelapa 20 mm 0,27 0,3 0,41 0,49 0,55 0,37 0,44Lembaran sabut kelapa 30 mm 0,13 0,29 0,47 0,64 0,67 0,49 0,52Lembaran sabut kelapa 50 mm 0,41 0,58 0,74 0,76 0,62 0,37 0,68Lembaran sabut kelapa 70 mm 0,28 0,58 0,73 0,77 0,8 0,5 0,72Papan gypsum standar 9 mm 0,12 0,08 0,06 0,02 0,04 0,03 0,05Papan gypsum standar 12 mm 0,14 0,05 0,07 0,08 0,08 0,05 0,07Papan gypsum akustik 9 mm 0,02 0,02 0,04 0,09 0,14 0,13 0,07Gabungan Papan gypsum standar 9 mm + sabut 10 mm 0,23 0,18 0,14 0,06 0,05 0,03 0,11Gabungan Papan gypsum akustik 9 mm + sabut 10 mm 0,08 0,29 0,25 0,18 0,22 0,1 0,24

Sumber : Riset Romi Hidayat, 2001.

3. Metode steady state

Metode ini terdiri dari pengukuran tingkat tekanan bunyi dalam ruangan

dalam keadaan steady, kemudian suatu daya bunyi diberikan pada ruangan

tersebut. Sumber diletakkan tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat pada

permukaan yang akan diukur. Sound level meter dilengkapi dengan satu atau 1/3

octave bandwith filter.

48

2.5 TRANSMISSION LOSS

Ketika gelombang bunyi yang merambat di udara mengenai atau

menumbuk permukaan dinding, maka sebagian energi yang ada pada gelombang

bunyi tersebut akan diteruskan dan sebagian lagi akan hilang karena energi

gelombang bunyi tersebut dapat mengalami refleksi, difraksi, difusi maupun

absorbsi (dapat dilihat diskripsinya pada gambar 2.19). Energi gelombang bunyi

yang diserap oleh penghalang sebagian akan diubah menjadi energi panas maupun

bentuk energi lainnya. Bila sebagian energi gelombang bunyi diubah menjadi

energi kinetik, maka akan terjadi getaran pada penghalang yang bersangkutan, dan

hal ini akan menjadi sumber bunyi baru.

Gambar 2.19 Diskripsi Reflection, Sound Absorbtion, dan Transmission Loss

Sehingga dari gambar 2.19 tersebut dapat disimpulkan bahwa :

Energi bunyi datang (Ed) = Energi bunyi keluar (Et)

= R + A + TL

dimana : R = Energi bunyi dipantulkan (dB)

A = Energi bunyi diserap (dB)

TL = Transmission Loss (dB)

Selain nilai koefisien absorbsi bunyi, faktor yang dinilai pada karakteristik

suatu bahan akustik adalah nilai Transmission Loss (TL) material akustik, yaitu

kemampuan bahan untuk tidak meneruskan bunyi atau menginsulasi bunyi dari

suatu ruang sumber bunyi ke ruang penerima di sebelahnya. Transmission Loss

(TL) atau rugi transmisi bunyi menyatakan besarnya sebagian energi yang hilang

49

karena gelombang bunyi melewati suatu penghalang (Hemond, 1983) seperti

ditunjukkan pada gambar 2.20 berikut.

85 dB

45 dB

Gambar 2.20 Proses terjadinya Transmission Loss pada material akustik

Pada gambar 2.20 terjadi pengurangan intensitas bunyi, pengurangan ini terjadi

karena karakter material akustik merubah energi bunyi menjadi bentuk energi

lainnya, apakah melalui proses konduksi, konveksi atau transmitansi. Dengan

adanya proses perubahan tersebut, maka yang tersaring dan keluar menjadi energi

bunyi lagi hanya sebagian saja. Proses inilah yang dimaksud dengan rugi tranmisi

bunyi atau transmission loss (TL).

Untuk mengetahui berapa besar intensitas bunyi sebelum dan sesudah

melalui partisi atau penghalang dapat dilakukan pengukuran dengan alat Sound

Level Meter (SLM), satuannya dalam decibel (dB). Di dalam bangunan atau ruang

mesin, kemungkinan TL dapat terjadi pada semua bahan pada elemen bangunan,

misalnya bahan lantai bertingkat, dinding ruang eksterior maupun interior, bahan

bukaan (pintu dan jendela), maupun plafond. Untuk menghindari penyimpangan

yang sangat menyesatkan dalam pengujian atau pengukuran untuk mengetahui

harga rata-rata dari sound transmission loss tersebut, maka sebaiknya mengacu

pada pengukuran standar yang telah ditetapkan. Pengukuran standar untuk

mengetahui transmission loss sangat banyak, diantaranya adalah ASTM E-90,

ASTM E-1050, ISO DIS 140-1, ISO 354 dan lainnya.

Pengukuran dengan ASTM E-1050 adalah metode pengukuran dengan

tabung impedansi untuk mendapatkan nilai transmission loss sebagaimana seperti

gambar 2.21 berikut.

50

Receiving tube

Test Sample

Gambar 2.21 Sound Transmission Loss Measurement System [15]

Rugi transmisi ini berhubungan erat dengan reduksi bising (noise reduction) yang

terjadi antara ruang sumber bunyi dengan ruang penerima bunyi. Reduksi bising

merupakan selisih tingkat tekanan bunyi rata-rata dalam ruang sumber bunyi

dengan tingkat tekanan bunyi rata-rata dalam ruang penerima. Secara matematis

reduksi bising dinyatakan dalam persamaan berikut:

NR = L1 – L2 (2.27)

dimana : NR = Reduksi bising (dB)

L1 = Tingkat tekanan bunyi dalam ruang sumber bunyi (dB)

L2 = Tingkat tekanan bunyi dalam ruang penerima (dB)

Sedangkan hubungan antara rugi transmisi (TL) dengan reduksi bising (NR)

dinyatakan dalam persamaan 2.28 berikut:

TL = NR + 10 log (2.28)

dimana : TL = Transmission Loss (dB)

NR = Noise Reduction ( dB)

S = Luas permukaan antara ruang sumber bunyi dengan ruangpenerima (m2)

A2 = Penyerapan total ruang penerima (sabin.m2)

= S1.α1 + S2.α2 . . . + Sn.αn

51

Ada suatu pengklasifikasian nilai transmission loss ke dalam standar

tertentu, yaitu STC (Sound Transmission Class). Semakin tinggi nilai STC suatu

material maka semakin baik kemampuan kontruksi material tersebut dalam

mereduksi kebisingan. Sound Transmission Class (STC) adalah bilangan tunggal

yang digunakan untuk menilai suatu sistem akustik yaitu dengan menyatakan

kemampuan mereduksi bising dari suatu kontruksi struktur material pada nilai

frekuensi yang berbeda-beda. Penentuan nilai STC ini telah ditetapkan dalam

suatu harga standar yang mengacu pada standar ASTM E-413 “ Classification for

Rating Sound Insulation“. Nilai STC suatu material ditentukan dengan

membandingkan grafik TL pengukuran dengan kontur acuan standar STC yaitu

dengan menggeser kontur STC secara vertikal relatif terhadap kurva TL hingga

didapat posisi kontur STC paling tinggi yang dapat dicapai terhadap kurva TL

dengan mengikuti ketentuan berikut:

1. Jumlah penyimpangan dibawah kontur STC tidak melebihi atau sama

dengan 32 dB.

2. Penyimpangan maksimum pada tiap frekuensi percobaan tunggal tidak

melebihi 8 dB.

3. Nilai STC dibaca pada frekuensi kontur STC 500 Hz.

Penentuan nilai STC tersebut sebagaimana pada gambar grafik 2.22 standar

kontur STC yang mengacu pada standar ASTM E-413 berikut ini.

Gambar 2.22 Penentuan nilai sound transmission class dengan kurva TL tertentu

52

Pada gambar grafik 2.22, kontur yang menunjukkan standar kontur STC

adalah kurva yang berwarna hitam. Sedangkan kurva berwarna biru adalah plot

dari STL (sound transmission loss) tertentu. Dari grafik tersebut maka diperoleh

nilai STC-nya adalah 50. Kontur STC ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian

frekuensi rendah (125 Hz – 400 Hz) dengan kenaikan TL sebesar 15 dB, bagian

frekuensi menengah (400 Hz – 1250 Hz) dengan kenaikan TL sebesar 5 dB dan

bagian frekuensi tinggi ( > 1250 Hz ) tanpa kenaikan dan penurunan TL.

Nilai sound transmission class sangat tergantung kepada keseluruhan

sistem kontruksi yang dipakai oleh suatu bahan. Kemampuan penghalangan bunyi

pada suatu dinding sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu massa dinding,

kekakuan bahan dinding, redaman internal serta cara pemasangan dinding atau

kontruksi dinding. Pada tabel 2.7 dan 2.8 menunjukkan nilai dari sound

transmission loss dan nilai STC-nya dari beberapa jenis material akustik.

Tabel 2.7 Nilai Transmission Loss dan STC dari material akustik

Material AkustikTransmission Loss (dB)

STC250Hz

500Hz

1000Hz

2000Hz

4000Hz

Papan gypsum 9 mm, steel chanel studs ,Ketebalan konst: 60 mm 25 33 27 31 37 31

Papan gypsum 12 mm, steel chanel studs ,Ketebalan konst: 60 mm 31 34 30 38 41 35

Papan gypsum 9 mm, Insulasi sabut kelapasteel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 33 35 32 37 40 35

Papan gypsum 12 mm, Insulasi sabut kelapasteel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 39 40 35 41 48 41

Papan gypsum 9 mm, Insulasi sabutglasswool steel chanel studs , Ketebalankonst: 60 mm

34 36 33 40 42 37

Papan gypsum 9 mm, Insulasi glasswool dansabut kelapa,steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm

35 41 36 40 44 39

Papan gypsum 9 mm, Insulasi glasswool dansabut kelapa (50 : 50 ),steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm

37 41 35 41 43 39

Sumber: Riset Romi Hidayat, 2001.

53

Tabel 2.8 Nilai STC dari berbagai material akustik

Sumber: Kinsler, 2000.