BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitaseprints.umm.ac.id/53045/3/BAB II.pdf · Data...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitaseprints.umm.ac.id/53045/3/BAB II.pdf · Data...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Komunitas
Komunitas merupakan kumpulan populasivyang terdiri dari berbagai spesies
yang menempati suatu daerah tertentu. Menurut Odum (1994), komunitas
diklasifikasikan dengan melihat bentuk atau sifat struktur utamanya seperti spesies
yang dominan, bentuk atau indikator hidup, habitat fisik dari komunitas dan sifat
maupun tanda-tanda fungsional.
Komunitas dapat dikaji berdasarkan klasifikasi sifat strukturall (struktur
komunitas). Struktur komunitas dipelajari melalui beberapa cara yaitu ukuran,
komposisi, dan keanekaragaman spesies. Struktur komunitas juga berkaitan erat
dengan kondisi habitat. Perubahan pada habitat dapat mempengaruhi tingkat
spesies sebagai komponen terkecil penyusunan populasi yang membentuk
komunitas. Berdasarkan pendapat tersebut, dijelaskan bahwa komunitas merupakan
kesatuan dinamik dari hubungan fungsional yang saling mempengaruhi diantaranya
populasi, dimana komunitas berperan pada posisinya masing-masing dan menyebar
dalam ruang serta tipe habitatnya (Odum, 1994)
Keberadaan keanekaragam jenis organismeeyang hidup dengan cara
beraturan, tidak tersebar begitu saja tanpa adanya saling ketergantungan (interaksi),
dapatedikaji pada tingkat komunias sehingga pada konsep komunitas menjadi
sangat penting dalam mempelajari ekologi. Menurut Dharmawan et al. (2005),
kajian komunuias dilakukan untuk mengetahui keseimbangan yang tergambar
9
didalam struktur dan komposisi populasi penyusunnya. Kajian komunitas juga
bertujuan untuk mengetahui pola sebaran komunitas dan perubahannya dipakai
sebagai hasil interaksi semua komponen yang bekerja dalam komunitas tersebut.
Komunitas dan komponen penyusunnya adalah sebuah organisasi kehidupan
yang masing-masing memiliki dinamika sendiri disebut struktur komunitas (Satino,
2011). Menurut Husamah, (2015), Struktur komunitas adalah suatu konsep yang
mempelajari susunan atau komposisi spesies dan kelimpahan dalam suatu
komunitas. Komunitas mempunyai struktur dan pola tertentu terhadap
keanekaragaman, kemerataan, dan dominansi dengan ciri yang unik pada suatu
kommunitas. Analisa mengenai kelimpahan, keanekaragaman, kemerataan, dan
dominansi dari suatu komunitas, serta keseimbangan jumlah tiap spesiesnya.
2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan komunitas
Struktur dalam komunitas dapat berubah dikarenakan sebagian besar dapat
diganti dalam ruang dan waktu tertentu. Meskipun secara fungsi komunitas hampir
serupa tetapi memiliki komposisi jenis yang berbeda. Komposisi komunitas
merupakan jenis dan jumlah individu penyusun komunitas disuatu tempat. Struktur
komunitas memiliki karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh setiap jenis
komponen penyusunnya.
Penyebaran jenis dan populasi komunitas ditentukan oleh beberapaafaktor
seperti sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti kecepatan
arus, kekeruhanaatau kecerahan, pasang surut, kedalaman, substratadasar dan suhu.
Sifat kimia seperti kandungan oksigen, karbondioksidaaterlarut, pH, bahan organik,
dan kandungan hara yang dapat mempengaruhi hewan tersebut. Sifat-sifat fisika
10
dan kimia secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh bagi
kehidupan. Perubahan kondisi fisika-kimia suatu perairan kemungkinan akan
berdampak buruk dan merugikan terhadap populasi yang hidup di ekosistem
tersebut (Juwita, 2017).
2.1.2 Parameter Struktur Komunitas
Terdapat lima karakteristik komunitas pada umumnya yang diukur dan dikaji
yaitu bentuk struktur pertumbuhan, dominansi, kelimpahan relaitf, struktur trofik
dan keanekaragaman atau diversitas jenis (Wijayanti, 2011). Menutut Leksono
(2007), bahwa membatasi parameter komunitas bersifat kuantitatif seperti kekayaan
jenis, keanekaragaman dan kelimpahan relatif. Pengamatan struktur komunitas
perlu dilakukan sebelum mempelajari berbagai hubungan komunitas dengan
lingkungan. Hal-hal yang perlu dipahami ketika mengkaji struktur komunitas, yaitu
jenis makhluk hidup penyusun, densitas (kepadatan), dan keanekaragaman jenis
(Satino, 2011). Berikut ini uraian secara lebih rinci tentang parameter struktur
komunitas.
2.1.2.1 Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman merupakan suatu keragaman diantara anggota-anggota
yang ada didalam kelompok. Dilanjutkan McNaughthon & Wolf (1998),
Keanekaragaman dalam konsep ekologi tertuju pada keanekaragaman jenis.
Keanekaragaman Jenis adalah suatu karakteristik atau ciri tingkatan komunitas
(Barbour et al., 1999), berdasarkan organisasi biologisnya dan dapat digunakan
untuk menyatakan struktur komunitas (Soegianto, 1994). Lebih lanjut McNaughton
& Wolf (1998) menjelaskan bahwa pengukuran keanekaragaman jenis melalui
11
jumlah jenis dalam komunitas dan kelimpahan relatifnya. Keanekaragaman jenis
berdasar asumsi bahwa populasi dari jenis-jenis yang secara bersama-sama
terbentuk, berinteraksi antara satu dengan lainnya dalam lingkungan dangan
berbagai cara menunjukkan jumlah jenis yang ada serta kelimpahan relatifnya.
Keanekaragaman jenis terdiri atas dua komponen yaitu jenis yang ada,
umumnya mengarah ke kekayaan (richness) dan kelimpahan relatif jenis yang
mengarahkan ke kesamaan atau kemerataan (eveness dan equitability)
(McNaughton &Wolf, 1998). Dilanjut Odum (1994) menjelaskan bahwa dua
komponen tersebut dapat memberi reaksi berbeda-beda terhadap faktor geografi,
perkembangan atau fisik.
2.1.2.1.1 Indeks Shannon-Wiener (H’)
Menurut Odum (1994) indeks Shannon-Wiener (H’) banyak digunakan dan
merupakan tiruan dari rumus teori informasi yang mengandung faktorial sukar
dihitung, menggabungkan komponen keanekaragaman (vaiety) dan komponen
kemerataan atau kesamaan (eveness/E) sebagai suatu indeks keanekaragaman
(overall indekx of diversity). Indeks ini merupakan satu indeks terbaik untuk
membuat perbandingan dimana dengan tidak memisahkan komponen-komponen
keanekaragaman.
Data kelimpahan diambil secara acak dari setiap komunitas atau
subkomunitas. Perhitungan untuk keanekaragaman menggunakan indeks
keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) (Soegianto, 1994).
Adapun rumus indeks Shannon-Wiener (H’) menurut Krebs (1989) adalah
𝑯′ = −𝚺𝒑𝒊 𝐥𝐧 𝒑𝒊
12
Dimana pi = ni/N adalah perbandingan antara jumlah jenis ke I dengan jumlah
total individu (Ludwing & Reynolds, 1998). Kriteria nilai indeks keanekaragaman
jenis berdasarkan Shannon-Wiener (H’) sebagai berikut:
a. H’>3 menunjukkan keanekaragamn tinggi
b. 1< H’ < 3 menunjukkan keanekargaman sedang
c. H’ < 1 menunjukkan keanekaragaman rendah (Barbour et al., 1987)
Nilai indeks Shannon Wiener (H’) umumnya bernilai antara 1,5 – 3,5 dan
jarang sekali mencapai nilai 4,5. Semakin besar H’ sebuah komunitas maka akan
semakin tinggi kelimpahan relative komunitas tersebut. Sementara menurut Ludwig
& Reynolds (1998), bahwa H’ = 0 terjadi jika hanya terdapat satu jenis dalam satu
sampel dan jika nilai H’ maksimal maka jumlah individu yang sama pada semua
jenisnya menunjukkan kelimpahan terdistribusi secara sempurna.
Suatu komunitas memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi jika tersusun
oleh banyak jenis dengan kelimpahan hampir sama. Sebaliknya jikaakomunitas
hanya memiliki sedikit jenis, dan hanya beberapa yang dominan, maka
keanekaragaman jenis dikategorikan rendah (Soegianto, 1994).
2.1.2.2 Indeks Kemerataan atau Eveness (E)
Menurut Magurran (1988), meskipun Shanon-Weiner telah melampirkan
eveness didalam perhitungan, namun eveness dapat dihitung secara terpisah
menggunakan nilai Hmax (maximum diversity). Rumus eveness adalah,
𝑬 =𝑯′
𝑯𝒎𝒂𝒙=
𝑯′
𝑳𝒏 𝑺
Keterangann:
S = jumlahhtotal jenis
13
H’ = nilai indekssShannon-Weiner
Rumus ini hampir sama dengan rumus J’ oleh Pielou (1997), dimana H’
relatif lebih cepat diperoleh nilai maksimum; bahwa H’ diperoleh ketika semua
jenis dalam sampel tanpa kesalahan walaupun dengan satu individu per jenis (yaitu
ln S). Peet (1974) menunjukkan bahwa J’ dipengaruhi kekuatan dari jenis kekayaan
jenis.
Nilai indeks kemerataan atau Eveness (E) berkisar antara nilai 0 sampai 1
(Magurrann, 1988). Krebs (1989) mengkategorikan kisaran indeks ini yaitu apabila
Ee<e1 tergolong kemerataann jenis tinggi; 0,4e< Ee< 0,6e berarti kemerataan jenis
sedang dan Ee<e0,4 yang berarti kemerataan jenis rendah.
2.1.2.3 Indeks Dominansi
Komunitas dalam kondisi alam diatur oleh faktor abiotik seperti kelembaban,
suhu, dan faktor biologi. Suatu komunitas secara biologi dapat terkendali oleh
adanya jenis tunggal atau kelompok jenis dominan. Tingginya dominansi
menunjukkan rendahnya keanekaragaman (Odum, 1998).
Menururt Suheryanto (2008), suatu kondisieyang beragam, satu jenis tidak
dapat menjadi lebih dominan dari yang lainnya, sedangkan apabila satuuatau dua
jenis mencapai kepadatan yang lebih besar dibandingkan dengan lainnya maka
komunitas itu memiliki kondisi yang kurang beragam. Dominasi adalah
perbandingan jumlah individu dalam suatu jenis dengan jumlah total individu
seluruh jenis.
Menurut Odum (1993) menyatakan bahwa untuk mengetahui indeks
dominansi (D) dengan rumus:
14
𝐷 = ∑(𝑛𝑖(𝑛𝑖 − 1)
(𝑁(𝑁 − 1)
Keterangan :
D : indeks dominansi
ni : nilai kepentingan untuk setiap jenis (jumlah individu spesies ke-i)
N : nilai kepentingan total (jumlah semua tiap spesies)
Melihat dari kualitas perairan dengan keragaman jenis yang tinggi, maka
kisaran nilainya adalah D = 0, maka tidak terdapat spesies yang mendominansi
spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil. Tetapi jika D = 1,
maka terdapat spesies yang mendominansi spesies lainnya atau struktur komunitas
labil, karena tejadi tekanan ekologis atau stress.
2.2 Struktur Komunitas Makroinvertebrata
2.2.1 Makroinvertebrata
Makroinvertebrata adalah hewan tidak bertulang belakang yang hidup di
dasar air laut atau sungai yang menempel pada air maupun lumpur (Widiyanto,
2016). Menurut Michael (1995) makroinvertebrata merupakan organisme akuatik
yang hidup di atas atau di dalam substrat, atau dasar sungai, dan cukup besar untuk
dilihat dengan mata telanjang.
Berdasarkan ukurannya makroinvertebrata dimulai dari specimen yang
berukuran < 0,1 mm, sedangkan hewan yang berumur dewasa sekitar 3-5 cm
(Whitton, 1975). Makroinvertebrata perairan menurut Mardiani (2012) mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut:
15
a. Peka terhadap perubahan kualitas perairan sehingga dapat mempengaruhi
komposisi dan kelimpahannya
b. Ditemukan hampir di semua perairan
c. Memiliki cukup banyak jenis serta mempunyai respon yang berbeda terhadap
gangguan yang terjadi
d. Dapat digunakan sebagai petunjuk pencemaran karena pergerakannya
terbatas
e. Mudah dikumpulkan dan diidentifikasi
f. Pengambilan sampel mudah dilakukan, karena menggunakan alat sederhana,
dan tidak ada pengaruh terhadap makhluk hidup lainnya.
2.2.2 Struktur Makroinvertebrata
Komponen penyusun ekosistem air laut meliputi Polychaeta, Crustacea,
Mollusca, serta Gastropoda lebih dominan dibandingkan organisme lain.
Penyebaran dari lingkungan ditentukan oleh adanya sifat individu itu sendiri
(intrinsik), yaitu sifat genetika dan kesenangan memilih habitat, serta adanya
pengaruh dari luar (ekstrinsik), yaitu interaksi antara hewan makroinvertebrata
dengan lingkunganya (Ruswahyuni, 2010).
Makroinvertebrata pada umumnya sangat peka terhadap perubahan
lingkungan perairan yang ditempatinya, karena itulah makroinvertebrata sering
dijadikan sebagai indikator ekologi dari suatu ekosistem perairan (Sinaga, 2009).
Jumlah spesies, keanekaragaman dan beberapa kelompok fungsional pada
komunitas makroinvertebrata dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan
kualitas suatu perairan.
16
Makroinvertebrata air dapat menunjukkan keadaan mengenai kondisi fisik,
kimia dan biologi disuatu perairan, sehingga sering dibuat sebagai indikator
perairan (Rahayu, 2009). Biota yang sering digunakan sebagai uji bioindikator
kualitas air yaitu makroinvertebrata, perairan yang terlihat sehat (belumitercemar)
akan menujukkan jumlah seimbang antar individu dari semua spesies yang ada.
Sebaliknyaajika perairan yang tercemar, penyebaran individu tidak merata dan
cenderung terdapattspesies yang dominan (Sinaga, 2009). Diungkapkan juga oleh
Widiyanto (2016) keuntungan dari menggunakan makroinvertebrata sebagai
bioindikator karena hidupnya melekat pada substrat dan motilitasnya
(perubahannya) rendah sehingga tidak mudah bergerak berpindah.
Perairan yang tercemar dapat mempengaruhi kelangsungan hidup organisme
makroinvertebrata air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan tercemar, baik
pencemaran kimia maupun fisika (Odum, 1994). Kelompok makroinvertebrata
termasuk kelompok hewan yang relative menetap didasar perairan dan sering
digunakan sebagai petunjuk biologis (indicator) kualitas perairan. Bioindikator atau
indikator ekologis merupakan kelompok organisme yang sensitif dan dapat
dijadikan petunjuk bahwa makroinvertebrata dipengaruhi oleh tekanan lingkungan
akibat dari kegiatan manusia dan destruksi system biotik perairan. Penelitian
mengenai kondisi pantai Bahak Indah diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai tingkat kualitas perairan tersebut. Dilanjut Fahrul (2007) menyatakan hal
ini disebabkan makroinvertebrata pada umumnya berada ditempat tercemar.
Kisaran toleransi hewan-hewan akuatik pada umumnya relatif sempit jika
dibandingkan dengan hewan-hewan daratan. Suhu perairan dapat bervariasi
17
tergantung pada faktor adanya pencemaran pembuangan air limbah dan dapat
menyebabkan kenaikan suhu perairan sehingga dapat mengganggu kehidupan air
(Odum, 1993).
Berdasarkan penggunaan makroinvertebrata sebagai bioindikator kualitassair
untuk mempermudah dalam pemahaman tentang keadaan lingkungannperairan.
Sehingga daya toleransi makroinvertebrata terhadap pencemaran bahan oganik
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Jenis Intoleran
Jenis intoleran memiliki kisaran toleransi yang kecil terhadap pencemaran
dan tidak tahan terhadap tekanan lingkungan, sehingga hanya hidup dan
berkembang di perairan yang dengan tingkat pencemaran yang minim, seperti
hanya bangsa Ephemeroptera (Mayflay) akan memiliki kelimpahan tinggi apabila
berada pada lingkungannyang cenderunggdingin, memiliki arus sedang hingga
deras sertaaberbatu. Beberapa suku dari bangsa ini bersifat burrowerssatau
penggali pada sedimen halus yang berada diatas bebatuan. Mayflay juga memakan
rumput, meski di klasifikasikan masuk herbivora, Mayflay juga memakan bakteri
dalam jumlah besar (McNaughton dan Larry, 1998).
Suku baetidae, merupakan jenissyang memiliki toleransi tinggi dari ordo ini
untuk pencemaran ringan. Hewan padaagolongan ini biasanyaaakan mengalami
penurunannkelimpahan apabila terdapat sedimentasi sertaapolusi organik hewan
tersebut memerlukan banyak oksigen.
18
Gambar 2.1. Baetidae
(Sumber: www. bugguide.net)
2. Jenis Fakultatif
Jenis fakultatif dapat bertahan hidup terhadap lingkungan yang agak lebar,
antara perairan yang belum tercemar sampai dengan tercemar sedang dan masih
dapat hidup pada perairan yang tercemar berat. Jenis ini dibedakan menjadi
fakultatif intoleran dan fakultatif toleran.
Menurut Wilhm (1975), Fakultatif intoleran merupakan jenis yang lebih
banyak hidup di kualitas perairan yang tergolong pencemaran sedang. Suku
Tipulidaeidari Bangsa Diptera termasukkdalam kelompokkfakultatif.
Berikut ini adalah contoh hewan makroinvertebrata dari Tipulidae dimana
tingkatnya tergolong ke dalam jenissfakultatif yang dapat bertahan hidupiterhadap
lingkungan yang lebar, antara perairan yang belumvtercemar hingga tercemar
sedangidan beberapa juga masih dapat hidup diperairan yang tergolong kategori
tercemarvberat.
19
Gambar 2.2 Tipullidae
(Sumber: www.commons.wikimedia.org)
3. Jenis Toleran
Jenis toleran mempunyai daya toleran yang lebar, sehingga dapat berkembang
mencapai kepadatan tertinggi dalam perairan yang tercemar barat. Oleh karena itu,
untuk mengtahui kehadiran atau ketidak hadiran organisme pada lingkungan
perairan digunakan indikator yang menunjukkan tingkat atau derajat kualitas
sebuah habitat. Suku Ampullaridae merupakan merupakan salah satu suku yang
berada pada marga Mesogastropoda pada kelas Gastropoda (Asdak, 2010).
Ciri khas dan morfologi dari suku ini adalah bentuk badanvyang tidak simetri
dengan mantel yang terletak pada bagian depan, cangkang dan isi perut tergulung
spiral kearah belakang. Letak mantel bagian belakang inilah yang mengakibatkan
gerakan perputaran pada pertumbuhan Gastropoda. Proses torsi ini dimulai sejak
dari perkembangan larvanya.
Kelas Gastropoda atau siput ini merupakan salah satu makroinvertebrata yang
terdapat diberbagai perairan, baik perairan tawar ataupun air laut. Kehidupannya
sangat beragam dan hampir ada disemua tempat perairan kecil seperti genangan
perairan lahan pertanian di sawah, empang dan sebagainya. Kondisi habitat yang
disukaivGastropoda berada pada pH dengannkisaran 6,7 - 9,0 serta kadar oksigen
20
terlarut antar 0,5 – 14 ppm. Beberapa banyak penelitian menunjukkan bahwa
Gastropoda dapat bertahan hidup pada daerah yang tercemar berat dan bahan-bahan
pencemaran tersebut seperti logam berat, pestisida, radioaktif, terkonsentasi pada
organ serta cangkang.
Gambar 2.3 Ampullariidae
(Sumber: www. idfg.idaho.gov)
Makroinvertebrata sangat peka terhadap perubahan lingkungan perairan yang
ditempatinya sehingga seringvdijadikan indikator ekologiidi suatu perairan karena
cara hidup, ukuranntubuh, dan perbedaan kisaranntoleransi di antara jenis dalam
lingkungannperairan.
Makroinvertebrata berperan dalamvmineralisasi dan proses pendaur ulangan
bahan-bahannorganik, baik yang sumbernya dari perairan (autokton) maupun
daratan (allokton) serta menduduki urutan ke dua dan tiga dalamvrantai kehidupan
suatuvperairan. Banyak bahan tercemar dalam perairanndapat memberikan dua
pengaruh terhadapvorganisme perairan, yaitu dapat membunuhvspesies tertentu dan
sebaliknyavdapat mendukung perkembangan jenis lain. Apabila air tercemarvada
kemungkinan terjadinya pergeseran jumlah spesiesvyang banyak dengan populasi
yang sedang menjadi jumlah jenis yang sedikit tetapi populasinyaatinggi.
21
Penurunanvdalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggapvsebagai suatu
pencemaran (Sastrawijaya, 2000).
Pemantauan kualitas air dapat dilakukan dengan menggunakan kombinasi
parameter fisika, kimia, dan biologi, namun hanya parameter fisika dan kimia yang
sering digunakan sedangkan untuk parameter biologi jarang digunakan. Padahal
pengukuranvparameter fisika dan kimia hanya memberikanngambaran kualitas
lingkungannsesaat. Indikator biologi digunakannuntuk menilai secara makro
perubahannkeseimbangan ekologi, khususnya ekosistem akibatvpengaruh limbah.
Jika dibandingkanndengan parameter fisika dan kimia, indikator biologi dapat
memantauvsecara berkelanjutan karena komunitassbiota perairan (flora dan fauna)
menghabiskan seluruh hidupnya dilingkunganntersebut, sehingga jikaaterjadi
pencemarannakanvbersifatvakumulasi penimbunan bahan pencemar (Sastrawijaya,
2000).
Indikator biologi adalah biota air yang keberadaannya dalam suatu ekosistem
perairan menunjukkan kondisi spesifik dari periran tersebut (Wediawati, W. 2001).
Indikator biologi juga digunakan sebagai petunjuk yang mudah untuk memantau
terjadinya pencemaran. Adanya pencemaran suatu lingkungan mengakibatkan jenis
keanekaragaman jenis akan mengalami penurunan dan mata rantai makanannya
menjadi sederhana, kecuali bila terjadi penyuburan (Sastrawijaya, 2000). Arisandi
(2001) menyatakan bahwa jenis ideal yang digunakan sebagai indikator biologi
untuk lingkungan akuatik tersebut masuk dalam kelompok organisme yang tidak
mempunyai tulang belakang atau bisa disebut dengan makroinvertebrata.
22
2.3 Pantai Bahak Indah
Pantai Bahak Indah terletak di Kecamatann Tongas Kabupaten Probolinggo
Provinsi Jawa Timur berada di jalur pantai Utara berada di Desa Curahdringu. Letak
geografis Kabupaten Probolinggo antara 113o6’53.36’’E hingga 113o7’41.53’’E
Bujur Timur dan 7o43’18.37S hingga 7o43’2074S Lintang Selatan. Pantai Bahak
ini sudah lama menjadi obyek wisata, namun di pantai bahak tidak hanya
pemandangan pantai yang disuguhkan namun juga terdapat kumpulan pohon
cemara, bakau dan bunga. Pasir pada pantai tersebut memiliki pasir berwarna hitam
dan berlumpur. Pantai ini merupakan tipe pantai terbuka dimana tidak ada
penghalang yang menghalangi arah datangnya ombak. Pasang surut air laut yang
terjadi di pantai tersebut dimulai dari jam 1 siang sampai jam 5 sore.
Perairan pantai memiliki kekayaanmorganisme yang relative tinggi,
sehinggaasangat berpotensi untuk dijaga agar kondisinyaadalam keadaanvbaik.
Kondisi perairannpantai yang baik, tidak hanya akan menggantungkan secara
ekologis, tetapi juga merupakan sumber kehidupan masyarakat, baik secara
langsunggbagi masyarakat nelayan maupun secara tidak langsunggbagi masyarakat
lainnya (Tobing, 2009).
2.3.1 Topologi Pantai
Menurut Sumardi (1996), Berdasarkan struktur tanah dan bahan
penyusunnya, pantaivintertidal dapat dibedakanvatas 3 jenis, yaitu:
1. PantaivBerbatu
Pantai berbatu tersusunndari bahan yang keras dan menjadi daerah yang
palinggpadat makroorganismenya serta memiliki keragamannterbesar baik untuk
23
spesiesshewan maupun tumbuhan. Populasiiyang padat, keragamanvtopografi, dan
banyaknya spesiessdi pantai berbatuvini telah mempesonakannpara ahli biologi laut
dannahli ekologi.
Pantai tersusun dari batuanngranit dengan berbagai macam ukuranntempat
ombak pecah. Biasanya pantaivberbatu berada bersama-sama atau berselingan
dengan pantaivberdinding batu. Kawasan merupakan tempaat yang palinggpadat
makroorganismenya, dannmempunyai keragamannfauna maupun flora yang paling
besar.
Pembagianvzona untuk pantai berbatu dilakukan pembagianisecara horizontal
dan pembagiannsecara vertikal:
a. ZonaaHorizontal, tersusun secaraategak lurus mulai dari permukaan pasang
turun terendah (low tide) sampaivkedataran yang sebenarnya (high tide).
b. ZonaaVertikal, pada zona intertidalvberbatu amat beragam, bergantunggpada
kemiringanvpermukaan berbatu, kisaran pasang-surut, dan keterbukaannya
terhadap gerakan ombak.
2. PantaivBerpasir
Pantaivberpasir umumnya adalah tempat untuk melakukannberbagai aktivitas
wisata. Pantai berpasir terlihat jarang bahkan tidak dihuni oleh kehidupan
makroskopik. Organisme tentuusaja tidak tampakvkarena mengubur dirinya dalam
substrat, Kondisi ini merupakan dampak dari faktor-faktor lingkungan yang beraksi
di pantai.
3. PantaivBerlumpur
24
Pantai berlumpurvini merupakan pantai yang lebih terlindunggdari gerakan
ombak dan cenderung mempunyai butiran yang lebih halus sehingga
mengakumulasi lebih banyak bahan organik sehingga menjadi “berlumpur”. Pantai
berlumpur tidak dapat berkembang apabila terdapat gerakanngelombang. Karena
itu, pantai berlumpurvhanya terbatas pada daerahhintertidal yang benar-benar
terlindungi dari aktivitas gelombang laut terbuka. Pantai berlumpur dapat
berkembang dengan baik jika ada suatu sumber partikel sedimen yang butirannya
halus. Pantaivberlumpur berada di berbagai tempat, sebagianndi teluk yang
tertutup, gobah, pelabuhan, dan terutama estuaria. Pantai berlumpur cenderung
untuk mengakumulasikannbahan organik, yang berarti bahwa tersedia cukup
banyak makanan yang potensial untuk organisme penghuni pantai, tetapi
berlimpahnya partikel organikvyang halus yang mengendapvdi daratan lumpur juga
mempunyai kemampuanvuntuk menyumbat permukaan alat pernapasan.
2.4 Penelitian Sebagai Sumber Belajar
Sumbervbelajar adalah media berupa sumber termasukvpesan, orang, bahan,
alat, teknik, dan latarvyang dapat dipergunakanvpeserta didik baikvsecara sendiri
maupunndalam bentuk kelompok untukvmenfasilitasi proses kegiatannbelajar dan
meningkatkanntaraf kinerja belajar (Abdullah, 2012). Ditambahkan Seels dan
Richey (2006) menjelaskan bahwa segala sumbervpendukung untuk kegiatan
dalam belajar, termasuk sistem pendukung dan materi serta lingkungan
pembelajaran. Sumber belajar tidak hanya alat dan materi yang dipergunakan dalam
25
pembelajaran, tetapi jugaameliputi orang, anggaran, dan fasilitas. Sumbervbelajar
bisa termasuk apa saja yang tersediaauntuk membantu seseorangvbelajar.
Menurut Depdiknas (2004), Bahwa dilihat perencanaannya secaraagaris
besar sumbervbelajar dapat digolongkan menjadindua, yaitu sumber belajar yang
dimanfaatkan dan sumber belajar yang dirancang. Sumber belajar yang
dimanfaatkan tidak didesain secara khusus untuk keperluannpembelajaran dan
keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Sedangakan sumbervbelajar yang dirancang khususidirancang untuk
memberikanifasilitas belajar yangiterarah dan bersifatvformal.
Menurut Nurcahyoo(2007), menyatakan pemanfaatan obyekvatau kejadian
secaravefektif sebagai sumber belajar harus memperhatikan syarat-syarat sebagai
berikut: pertama kejelasan potensi, kedua kejelasannsasarannnya, ketiga kesesuaian
denganitujuan belajar, keempat kejelasanvinformasi yangvdapat diungkap, kelima
kejelasannpedomanveksplorasinya, keenam kejelasannhasil yangvdiharapkan.
Syarat pertama yaitu kejelasan potensi ditunjukkan oleh adanya ketersediaan
objek dan ragam permasalahan yang dapat diungkapkan dalam penelitian ini. Syarat
kedua adalah kejelasan sasarannya, sasaran yang dimaksud meliputi sasaran
pengamatan (objek) dan sasaran peruntukan (subjek). Syarat ketiga ialah
kesesuaian dengan tujuan belajar, ketika melakukan penelitian ini berarti harus
melibatkan berbagai macam kemampuan baik dalam segi kognititf, afektif maupun
psikomotorik, karena kegiatan ini tidak lepas dari aktivitas observasi, merumuskan
masalah, marumuskan hipotesis, mengukur, menghitung, menyatakan hasil,
membuat kesimpulan dan lain-lain. Dengan demikian pemanfaatan penelitian ini
26
sebagai sumber belajar dapat mengembangkan tujuan belajar, yaitu untuk
mengambangkan aspek kognitif, afektif, psikomotorik (Firmansyah, 2016).
Syarat ke empat adalah kejelasan informasi yang diungkapkan, informasi
yang diungkapkan dari penelitian ini yaitu berupa fakta yang dapat dikembangkan
menjadi konsep, prinsip, dan hukum. Syarat ke lima yaitu kejelasan pedoman
eksplorasi ini berkaitan dengan prosedur penelitian. Sumber belajar biologi yang
akan digunakan di SMA perlu dipertimbangkan tentang kemudahan pelaksanaan
dan prosedur penelitian. Syarat ke enam adalah kejelasan hasil yang diharapkan
beberapa hal yang dapat diperoleh yaitu 1). Pengembangan keterampilan melalui
pengamatan, ketepatan dan kelengkapan pengumpulan data, konseptualisasi data,
pemberian arti terhadap berbagai kejadian dan menyimpulkan hasil. 2).
Pengembangan sikap teliti, disiplin, jujur, tekun dan bekerja keras tuntas sewaktu
mengadakan identifikasi dan perhitungan. 3). Pengembangan konsep yang
didapatkan dari hasil penelitian tersebut (Firmansyah, 2016).
27
2.5 Kerangaka Konsep
Keterangan :
: Tidak diteliti
: Diteliti
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Ekosistem Pantai Bahak Indah
Biotik
Hewan
Abiotik
- Suhu
- Salinitas
- Substrat
Kimia Fisika
pH
Struktur Komunitas
Dimanfaatkan
sebagai sumber
belajar
Tumbuhan
Makroinvertebrata
Crustacea
- Leptodius
songuineu
- Xantho
rivulosus
- Parasesarm
a pictum
Gastropoda
- Babylonia
pallida
- Babylonia
spirata
- Olive
tremulina
Bivalvia
- Gafrarium
tumidum
- Tapes
literatus
- Gafrarium
pectinatum