BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rel 2.1.1. Pengertian Rel...
-
Upload
nguyendieu -
Category
Documents
-
view
220 -
download
3
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rel 2.1.1. Pengertian Rel...
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rel
2.1.1. Pengertian Rel Kereta Api
Rel pada jalan rel mempunyai fungsi sebagai pijakan mengglindingnya roda
kereta api dan untuk meneruskan beban dari roda kereta api kebantalan. Rel ditumpu
oleh bantalan-bantalan, sehingga rel merupakan batang yang ditumpu oleh penumpu-
penumpu. Tipe rel yang digunakan di Indonesia adalah tipe R54, R50, R42, R33, dan
R25. Panjang jalan rel yang masih beroprasi di Indonesia adalah 4.360Km, di
Sumatera 1.348Km, di Jawa 3.012Km, hampir seluruhnya sudah uzur, berusia lebih
dari 50 tahun. Rel dapat aus, mengembang, melengkung, atau patah yang dapat
mempengaruhi operasi bahkan mengakibatkan kereta api anjlok atau terguling.
Komponen-komponen struktur jalan rel dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu :
struktur bagian atas terdiri dari rel, bantalan dan penambat dan struktur bagian bawah
yaitu bagian pondasi terdiri dari balas dan tanah dasar. (http://www.PTKAI/rel.
co.id(2011))
2.1.2. Bantalan Rel
Bantalan rel kereta api adalah suatu landasan tempat dimana rel tersebut
bertumpu dan juga diikat dengan pemambat rel, sehingga bantalan rel tersebut harus
kuat untuk menyangga atau menahan beban dari kereta api tersebut. Dengan
demikian kereta api tersebut tidak terguling atau anjlok. Pada saat pemilihan bahan
yang akan digunakan untuk bantalan rel kereta api, harus menggunakan bahan
pilihan, baik dari kayu, beton maupun bahan – bahan bantalan rel yang lain. Dalam
pemasangan bantalan untuk rel kereta api juga harus memperhatikan jarak dari setiap
bantalan tersebut. Dengan memperhatikan jarak dari setiap bantalan tersebut maka
akan mengurangi beban yang harus diterima oleh tiap bantalan rel. Jarak normal
yang digunakan untuk jarak tiap bantalan adalah 0,6 m atau 60 cm.
(http://www.PTKAI/rel. co.id.(2011))
Tiga jenis bantalan yang digunakan dalam jaringan kereta api di Indonesia yaitu :
5
1. Bantalan kayu
Bantalan kayu adalah suatu bantalan yang pertama kali digunakan dalam
bantalan rel. Bantalan kayu tersebut pertama digunakan karena pada waktu itu hanya
masih mengenal kayu dan belum mengenal beton maupun baja. Bantalan kayu
tersebut digunakan karena pada saat itu kayu mudah sekali didapatkan dan harganya
relatif murah. Dalam pemakaian untuk bantalan rel, memiliki keuntungan dan
kerugian dalam pemakaian tersebut. (http://www.PTKAI/rel. co.id.(2011))
Kelebihan dan kekurangan tersebut antara lain :
Kelebihan bantalan kayu yaitu :
1. Memiliki tingkat elastisitas yang tinggi
2. Pada saat dilalui terasa nyaman karena tidak mengakibatkan getaran yang tinggi
Kekuranngan bantalan kayu yaitu :
1. Tidak tahan lama, terutama pada yang memiliki curah hujan dan tingkat
kelembaban yang tinggi yang mengakibatkan kayu mudah lapuk.
2. Sulit untuk mencari bahan yang cocok sehingga harganya mahal (Pada beberapa
tahun ini)
Gambar 2.1. Rel dengan bantalan kayu (http://id.wikipedia.org/wiki/Rel)
2. Bantalan Baja
Bantalan ini terbuat dari palat baja, dan biasanya dipasang pada lengkungan
saja dan tidak pada seluruh bagian lintasan kereta api. Kelebihan dan kekurangan
bantalan yang terbuat dari baja. (http://www.PTKAI/rel. co.id.(2011))
6
Kelebihan bantalan baja yaitu :
1. Lebih kuat untuk menahan beban
2. Lebih Tahan Lama
Kekurangan bantalan baja yaitu :
1. Harganya yang mahal bahkan melebihi harga bantalan beton
2. Mudah anjlok terutama pada daerah yang berpasir karena memiliki beban yang
lebih besar.
Gambar 2.2. Rel dengan bantalan baja (http://id.wikipedia.org/wiki/Rel)
3. Bantalan Beton
Bantalan beton pada rel sendiri merupakan suatu bantalan yang terbuat dari
beton tulangan prategang, dan juga pada bantalan beton ditempatkan angker
penambat. Pada bantalan rel yang menggunakan beton memiliki beberapa
keuntungan, tetapi juga memiliki kekurangan dari pada bantalan rel yang lain.
(http://www.PTKAI/rel. co.id.(2011))
Kelebihan dan kekurangan tersebut antara lain :
Kelebihan bantalan beton yaitu :
1. Memiliki daya tahan yang tinggi
2. Tahan terhadap cuaca dibandingkan dengan bantalan yang terbuat dari kayu
3. Lebih ekomonis, karena bisa tahan sampai 20 tahun
4. Lebih kuat untuk menahan tekanan beban kereta
Kekurangan bantalan beton yaitu :
1. Harga bahan bantalan yang mahal
2. Memerlukan ketelitian yang cukup tinggi sehingga membutuhkan tenaga ahli
3. Lebih kaku, sehingga getaran yang ada cukup terasa
7
Gambar 2.3. Rel dengan bantalan beton (http://id.wikipedia.org/wiki/Rel)
2.1.3. Penambat rel
Penambat rel adalah suatu komponen yang menambat rel pada bantalan
sedemikian hingga kedudukan rel menjadi tetap, kokoh dan tidak tergeser terhadap
bantalan. Penambat rel terdiri dari penambatan kaku dan penambatan elastic.
Penambatan rel kaku terdiri atas paku rel, tarpon (firefond), atau mur dan baut
dengan atau tanpa plat landas. Sedangkan struktur bagian bawah yaitu bagian
pondasi terdiri dari balas dan tanah dasar. (http://www.PTKAI/rel. co.id.(2011))
2.1.4. Balas
Lapisan balas terletak di atas lapisan tanah datar. Balas berfungsi :
meneruskan dan menyebarkan beban yang diterima bantalan ke tanah dasar,
mencegah atau menahan bergesernya bantalan dan mengalirkan air sehingga tidak
terjadi genangan air di sekitar bantalan dan rel serta mendukung bantalan dengan
dukungan yang kenyal. (http://www.PTKAI/rel. co.id.(2011))
2.1.5. Tanah dasar
Tanah dasar jalan rel (subgrade) merupakan lapisan yang terbuat dari bahan
geoteknik, yang dapat merupakan : bahan keadaan asli, bahan yang diperbaiki, dan
bahan buatan. Tanah dasar jalan rel mempunyai fungsi : mendukung beban yang
diteruskan oleh balas kepada tanah dasar, meneruskan beban kelapisan dibawahnya,
(badan jalan), dan memberikan landasan yang rata pada kedudukan atau ketinggian
atau evalasi di tempat balas diletakkan. (http://www.PTKAI/rel. co.id.(2011))
2.2 Baja Sebagai Bahan Rel Kereta Api
Baja merupakan bahan dasar dari rel kereta api. Baja adalah logam paduan
antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai
unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0.2 % hingga
8
1.7% berat sesuai grade-nya. Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-
unsur lain selain karbon yang akan tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn),
silikon (Si), Kromium (Cr), Vanadium (V), dan unsur lainnya. Dalam hal aplikasi
baja sering digunakan sebagai bahan baku untuk alat-alat perkakas, alat-alat
pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan rumah tangga dan lain-lain.
(Beumer dan Anwir (1994))
2.2.1. Klasifikasi Baja
Menurut ASM handbook vol.1:329 (1993), baja dapat diklasifikasi berdasarkan
komposisi kimia seperti kadar karbon dan paduan yang digunakan. Berikut
merupakan klasifikasi baja berdasarkan komposisi kimianya. (Beumer dan Anwir
(1994))
1. Baja Karbon
Baja karbon terdiri dari dan karbon. Karbon merupakan unsur pengeras besi yang
efektif dan murah. Oleh karena itu, pada umumnya sebagian besar baja hanya
mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya. Perbedaan persentase
kandungan karbon dalam campuran logam baja menjadi salah satu pengklasifikasian
baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi ke dalam tiga macam yaitu :
a. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung karbon kurang dari 0.3%
C. baja karbon rendah merupakan baja yang paling murah diproduksi diantara semua
karbon, mudah di quenching dan dilas, serta keuletan dan ketangguhannya sangat
tinggi tetapi kekerasan rendah dan tahan aus. Sehingga pada penggunaannya, baja
jenis ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen body
mobil, struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, kaleng, pagar, dan lain-lain.
(Beumer dan Anwir, (1994))
b. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel)
Baja karbon menengah adalah baja yang mengandung karbon 0.3% C-0.6%C.
baja karbon menengah memiliki kelebihan jika dengan baja karbon rendah, kekuatan
tarik dan batas renggang yang tinggi, tidak mudah di bentuk oleh mesin, lebih sulit
dilakukan untuk pengelasan dan dapat dikeraskan di quenching dengan baik. Baja
karbon menengah banyak digunakan untuk poros, rel kereta api, roda gigi, pegas,
9
baut, komponen mesin yang membutuhkan kekuatan tinggi dan lain-lain. (Beumer
dan Anwir (1994))
c. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)
Baja karbon tinggi adalah yang mengandung kandungan karbon 0,6% C-
1,7%C dan memiliki tahan panas yang tinggi, kekerasan tinggi, namun keuletannya
lebih rendah. Baja karbon tinggi mempunyai kuat tarik paling tinggi dan banyak
digunakan untuk material perkakas, salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam
pembuatan kawat baja dan kabel baja. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung
di dalam baja maka baja karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas dan
alat-alat perkakas seperti palu, gergaji atau pahat potong. Selain itu, baja jenis ini
banyak digunakan untuk keperluan industri lain seperti pembuatan kikir, rel kereta
api, pisau cukur, mata gergaji, dan sebagainya. (Beumer dan Anwir (1994))
2.2.2. Karakteristik Baja
Sifat-sifat karakteristik yang dimiliki baja karbon antara lain:
1. Kestabilan dimensi pada saat perlakuan panas.
2. Mempunyai kemampuan diperkeras (hardenability) yang sangat tinggi.
3. Mempunyai tingkat kekerasan yang tinggi setelah pendinginan cepat (quench).
4. Mampu untuk diperkeras melalui pendinginan udara.
5. Ketahanan terhadap tumbukan mekanik yang cukup baik.
6. Permesinan yang cukup mudah pada kondisi lunak (annealedl).
(Beumer dan Anwir (1994))
Sifat mekanis baja juga dipengaruhi oleh cara mengadakan ikatan karbon dengan
besi. Menurut Schonmetz (1985) terdapat 3 struktur utama kristal saat karbon
mengadakan ikatan dengan besi, yaitu :
1. Ferrite, yaitu besi murni (Fe) terletak rapat saling berdekatan tidak teratur,
baik bentuk maupun besarnya. Ferrite merupakan bagian baja yang paling
lunak, ferrite murni tidak akan cocok digunakan sebagai bahan untuk benda
kerja yang menahan beban karena kekuatannya kecil.
2. Karbida besi (Fe3C) suatu senyawa kimia antara besi ( Fe) dengan karbon (C)
sebagai unsur struktur tersendiri dinamakan cementite dan mengandung 6,7
% karbon.
10
3. Pearlite, merupakan campuran antara ferrit dan sementit dengan kandungan
karbon sebesar 0,8%. Struktur pearlite mempunyai kristal ferrite tersendiri
dari serpihan cementite halus yang saling berdampingan dalam lapisan tipis
mirip lamel. (Beumer dan Anwir (1994))
2.2.3 Sifat Umum Baja
Baja mempunyai sejumlah sifat yang membuatnya menjadi bahan bangunan
dan perkakas hingga rel kereta api yang sangat berharga, beberapa sifat baja yang
penting adalah : kekuatan, kelenturan, kealotan, kekerasan, dan ketahanan terhadap
korosi. (Beumer dan Anwir (1994))
2.2.3.1 Kekuatan
Baja mempunyai daya tarik, lengkung dan tekan yang sangat besar. Pada
setiap golongan baja, pabrikan baja menandai beberapa besar daya baja kekuatan
baja itu. Pabrikan baja misalnya, memasukkan satu golongan baja batangan dan
mencantumkan pada baja itu Fe 360. Disini Fe menunjukkan bahwa golongan itu
merupakan produk dari besi, sementara angka itu menunjukkan daya kekuatan
(minimum) tarikan atau daya tarik baja itu. Yang dimaksud dengan istilah tersebut
adalah gaya tarik N yang dapat dilakukan baja bergaris tengah 1 mm² sebelum baja
itu menjadi patah. Dalam hal ini daya tarik itu adalah 360 N/mm². Dahulu kita
mencantumkan daya tarik baja itu Fe 37 karena daya tariknya adalah 37 kgf/mm².
Karena mengandung sedikit kadar karbon, maka semua jenis baja mempunyai daya
tarik yang kuat. Oleh karena daya tarik baja yang kuat, maka baja dapat menahan
berbagai tegangan seperti tegangan lentur. (Beumer dan Anwir (1994))
2.2.3.1 Kelenturan
Baja tidak hanya kuat tetapi juga memiliki sifat kelenturan
2.2.3.2 Keuletan
Pada umumnya baja bersifat sangat alot sehingga tidak cepat mengalami
patah.
2.2.3.3 Kekerasan
Baja itu sendiri sangat keras sekali sehingga sebagai bahan kontruksi, baja
mungkin saja untuk digunakan dalam berbagai tujuan. Apabila untuk produk-produk
baja tertentu ada suatu keausan maka bisa saja baja tersebut dikeraskan dengan cara
dipanaskan agar kekerasannya meningkat. (Beumer dan Anwir (1994))
11
2.2.3.4 Ketahanan Terhadap Korosi
Tanpa perlindungan baja sangat cepat berkarat, untung saja baja dapat
diberikan perlindungan yang efektip dengan berbagai cara salah satunya dengan
perlakuan panas. (Beumer dan Anwir (1994))
Tabel 2.1 Klasifikasi Baja Karbon Menurut AISI/SAE.
Lanjutan table 2.1
12
2.2.4 Perlakuan Panas
Kekerasan yang lebih besar adalah sangat penting untuk benda-benda tertentu
yang dibuat dari baja. Yang dimaksud dengan kekerasan dari suatu bahan yang lain
untuk dapat mencapai kekerasan yang tinggi diperlukan benda baru yang dapat
dikuatkan sesudah benda-benda di produksikan.
Ada beberapa cara untuk mengeraskan :
Mengeraskan secara mendalam : Benda dari baja baik bagian luar maupun
bagian dalam dibuat menjadi sangat keras. Mengeraskan permukaan : Hanya bagian
luarnya saja yang sedangkan bagian intinya tidak dapat perlakuan. (Beumer dan
Anwir (1994))
2.2.4.1 Pengerasan yang mendalam
Pada pengerasan mendalam, benda yang sudah terbentuk, dipanaskan dengan
temperatur yang cukup tinggi. Kemudian dengan cepat didinginkan tindakan ini
disebut “mengejutkan” baja dilakukan di dalam air, minyak atau di udara. Benda itu
menjadi keras bukan hanya bagian luarnya saja tetapi juga intinya menjadi keras
benar. Dengan cara ini baja menjadi cepat rapuh, berarti baja itu dapat dengan cepat
patah. Beberapa peralatan dikeraskan dengan cara ini. Kita semua paham betapa
mudah patahnya ulir mata bor dari baja yang berukuran kecil. (Beumer dan Anwir
(1994))
2.2.4.2 Pengerasan permukaan
Untuk peralatan-peralatan tertentu hanya bagian luarnya saja yang harus
diperkeras. Untuk dapat menerima tekanan yang besar, inti benda itu harus tetap
lentur. Hal ini dapat dicapai dengan hanya mengeraskan bagian permukaan dari
benda tersebut. Pengerasan permukaan dipakai pada poros dan berbagai kopling.
(Beumer dan Anwir (1994))
13
2.2.5 Spesifikasi Bahan
Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja AISI 1065 yang
dibuat menjadi tiga benda kerja atau spesimen dengan komposisi kimia adalah :
Sumber : George E. Totten, ph.D.,FASM, Steel Heat Treatment Second Edition.
Karbon (C) = 0,65 – 0,75%
Mangan (Mn) = 0,60 – 0,90%
Phospor (P) = 0,040 Max
Sulfur (S) = 0,050 Max
2.3 Beban Normal
Sebuah Kereta api terdiri dari lokomotif dan 10 kereta dengan berat 520 ton,
sehingga berat untuk satu kereta sebesar 52 ton. Satu kereta menggunakan dua buah
bogie ( satu bogie terdiri dari 4 buah roda ). Sehingga masing masing roda mendapat
beban sebesar 6,5 ton. Dengan luas bidang kontak yang sangat kecil dari 80 – 120
mm2 maka disetarakan luas kontak yang dipakai 100 mm2 (Marsahal dkk,(2006)).
Jadi beban normal yang diterima rel dari roda jika diketahui ; gravitasi 10 m/s2
𝑃 = 𝐹
𝐴…………………………………………………(2.1)
2.4 Kontak Mekanik (Kontak Silinder)
Pada tipe kontak yang berbentuk dua bidang silinder dengan masing-masing
poros parallel yang dibebankan pada kontak sebagai gaya P per satuan panjang dan
bidang kontak membuat panjang kontak berputar pada luas bidang 2a dipaksakan
paralel ke poros-y. Ini adalah dasar dari dua dimensi permukaan. (lihatlah gambar ini
yang memperlihatkan saat kontak dua permukaan silinder) (Jonshon,dkk,(2005))
Gambar 2.4 Mekanisme kontak dua bidang permukaan silinder
Sumber : contack mechanic (jonshon) 2005
14
Distribusi tekanan normal p(x) pada permukaan kontak ditentukan dengan teori
Hertz adalah :
𝑝(𝑥) = 𝑝0(1 −𝑥2
𝑎2)1/2................................................................. (2.2)
Dimana p0 adalah tekanan maksimal pada pusat kontak dan pada setengah luas
bidang kontak.
Tekanan maksimal pada kontak dapat di tentukan dengan : Langkah awal
sebelum melakukan uji keausan adalah menentukan besar beban kontak yang
bekerja pada disc. Besar beban kontak pada disc dapat ditentukan dengan
persamaan berikut :
a
Pp
20 ..................................................................(2.3)
R
EaP
4
*2 ..............................................................(2.4)
Dengan mensubtitusi persamaan 2.4 ke persamaan 2.3 maka diperoleh persamaan
untuk setengan panjang kontak (a) sebagai berikut :
*
2 0
E
RPa ..................................................................(2.5)
Dimana :
21
111
RRR
2
2
2
1
2
1 11
*
1
E
v
E
v
E
2.5 Slip-roll Ratio
Perbandingan putaran dari dua buah disc yang menerima beban kontak
gelinding gesek. Jika suatu material menerima rolling-sliding contact serta adanya
pengaruh slip-roll ratio secara berulang-ulang akan menimbulkan adanya gesekan
pada material di permukaan dan di bawah permukaan kontak mengalami regangan
geser dan terakumulasi sangat besar. Apabila regangan geser ini terakumulasi dan
mencapai titik kritis regangan geser material maka kegagalan material dapat terjadi,
seperti keausan (wear) dan kegagalan akibat kelelahan (fatigue).
15
Untuk menentukan slip-roll ratio pada kontak dua disc dapat ditentukan
dengan persamaan (Tyfour, W.R, dkk, (1996)) :
𝑠𝑟 = 𝑣1− 𝑣2
(𝑣1+𝑣2
2)
𝑥 100% ........................................... (2.6)
Dimana : sr = slip-roll ratio
v1 = kecepatan disc 1
v2 = kecepatan pada disc 2
2.6 Keausan
Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara progresif
atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil
pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Keausan telah
menjadi perhatian praktis sejak lama, tetapi hingga beberapa saat lamanya masih
belum mendapatkan penjelasan ilmiah yang besar sebagaimana halnya pada
mekanisme kerusakan akibat pembebanan tarik, impak, puntir atau fatigue. Hal ini
disebabkan masih lebih mudah untuk mengganti komponen/part suatu sistem
dibandingkan melakukan disain komponen dengan ketahanan/umur pakai (life) yang
lama. (Yuwono, dan Ahkmad, (2009))
Saat ini, prinsip penggantian dengan mudah seperti itu tidak dapat
diberlakukan lebih lanjut karena pertimbangan biaya (cost). Pembahasan mekanisme
keausan pada material berhubungan erat dengan gesekan (friction) dan pelumasan
(lubrication). Telah mengenai ketiga subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu
Tribologi. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan response
material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Material apapun dapat mengalami
keausan disebabkan mekanisme yang beragam. (Yuwono, dan Ahkmad, (2009))
Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan
teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual.
Salah satunya adalah dengan metode twin disc dimana benda uji memperoleh beban
gesek dari cincin yang berputar (revolving disc). Pembebanan gesek ini akan
menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan
mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. (Yuwono, dan Ahkmad,
(2009))
Di bawah ini diberikan penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut :
16
1. Keausan adhesive : terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih
mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lain dan pada akhirnya terjadi
pelepasan/pengoyakan salah satu material, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.5
Gambar : 2.5 Ilustrasi skematik keausan adhesive
Sumber : (Karakterisasi Material 1: (Destructive Testing) (Yuwono Herman,dan Ahkmad, (2009))
2. Keausan abrasive : terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material
tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi
penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak, sebagaimana ditunjukkan
oleh Gambar 2.6. Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan oleh derajat
kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau sperity tersebut. Sebagai
contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika
diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila
partikel tersebut berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama partikel
tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan mengakibatkan
pengoyakan sementara pada kasus terakhir partikel tersebut mungkin hanya
berputar (rolling) tanpa efek abrasi. (Yuwono, dan Ahkmad, (2009))
Gambar : 2.6 ilustrasi skematik keausan abrasive
Sumber : (Karakterisasi Material 1: (Destructive Testing) (Yuwono Herman,dan Ahkmad, (2009))
17
3. Keausan lelah : merupakan mekanisme yang relatif berbeda dibandingkan dua
mekanisme sebelumnya, yaitu dalam hal interaksi permukaan. Baik keausan
adhesive maupun abrasif melibatkan hanya satu interaksi sementara pada keausan
lelah dibutuhkan interaksi multi. Gambar 2.7 memberikan skematis mekanisme
keausan lelah. Permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada
pembentukan retak-retak mikro (t1). Retak-retak tersebut pada akhirnya menyatu
(t2) dan menghasilkan pengelupasan material (t3). Tingkat keausan sangat
tergantung pada tingkat pembebanan. (Yuwono, dan Ahkmad, (2009))
Gambar : 2.7 Ilustrasi skematik keausan lelah.
Sumber : (Karakterisasi Material 1: (Destructive Testing) (Yuwono Herman,dan Ahkmad, (2009))
4. Keausan oksidasi : seringkali disebut sebagai keausan korosif. Pada prinsipnya
mekanisme ini dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di bagian
permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini akan
menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda
dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material pada lapisan permukaan
akan mengalami keausan yang berbeda. Hal ini selanjutnya mengarah kepada
perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya
seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut. Gambar 2.8 memperlihatkan
skematis mekanisme keausan oksidasi/korosi ini. (Yuwono, dan Ahkmad, (2009))
Gambar : 2.8 Ilustrasi skematik keausan oksidasi
Sumber : (Karakterisasi Material 1: (Destructive Testing) (Yuwono Herman,dan Ahkmad, (2009))
18
Penyebab keausan antara lain :
1. Pergesekan antara dua material yang solid secara terus menerus hingga
menyebabkan material tersebut mengalami perubahan bentuk dan
mengurangi masa pemakaian.
2. Kurangnya pelumasan secara teratur pada material yang bergerak dan
bersentuhan.
3. Pengerasan pada permukaan disc yang bergesekan tidak dilakukan secara
sempurna hingga timbul crack pada permukaan disc hingga terjadi kegagalan
pada material tersebut.
4. Beban yang diberikan pada material tersebut terlalu besar yang menyebabkan
koefisien gesek lebih tinggi,dll.
(Yuwono, dan Ahkmad, (2009))
2.7 Regangan geser
Suatu gaya geser yang besar dapat menyebabkan suatu material yang
mendapatkan gaya tersebut akan menunjukkan suatu perubahan bentuk. Regangan
geser didefinisikan sebagai rasio perbandingan perubahan bentuk awal hingga
puncak perubahan bentuk (regangan geser kritis) atau kegagalan material. Untuk
mengetahui keadaan regangan geser yang dialami material setelah pengujian keausan
hanya dapat diamati melalui microscope. Yang dapat mempengaruhi material
mengalami regangan geser adalah tekanan kontak maksimum (MPa), slip roll-ratio
(%), jumlah pembebanan cycle dan gesekan satu arah permukaan dalam uji keausan
twin disc mechine.
Untuk penghitungan regangan geser adalah sebagai tan . Dalam kasus adalah
penghitungan sudut struktur perubahan bentuk pada 0.05 mm yang telah mengalami
kontak permukaan dapat dilihat pada gambar 2.7 sebagai ilustrasi.
19
Gambar 2.9 Ilustrasi penghitungan regangan yang terlihat dibawah microscope
Sumber : Deterionatoin Of Rolling Contack Fatigue Life Of Pearlitic Rail Steel Due To Dry-
Wet Rolling-Sliding Line Contack ( Tyfour,dkk,) 1996.
Setelah melihat strukur regangan geser akan terlihat deformasi plastis pada
material. Untuk menghitung besar regangan geser dan regangan geser kritisnya dapat
dilakukan dengan perhitungan Menurut Journal Tyfour, dkk,(1996) :
Regangan geser () = tan
Dimana :
tan = 𝛥𝑥
𝛥𝑦 ………………………………………………........………………..(2.7)
Sedangkan untuk regangan geser kritisnya juga dengan penambahan pembebanan
gelinding geser (cycle). 1 ternyata tidak ada perubahan atau pembesaran sudut
deformasi regangan geser maka adalah 2 nilai kritis geser material juga bisa
dengan formula sebagai berikut :
Jika i = i+1, ………………………………………………………………...(2.8)
maka,
i = c (regangan geser kritis)…………………………………………………(2.9)
Dimana :
i = jumlah putaran gelinding geser yaitu sebanyak 1000 cycles, 5000 cycles
dan 10.000 cycles.
= regangan geser
x = jarak deformasi dr titik awal (µm)
20
y = ketebalan deformasi yang terjadi dari permukaan (µm)
Menurut Tyfour dan rekan-rekannya (1996), material rel kereta api yang
mengalami proses pengerasan dan pelumasan dalam uji keausan akan aus atau wear
setelah 26.119 cycles dengan beban kontak maksimum sebesar 1200 MPa. Regangan
geser kritis pada material dapat diketahui jika sudut deformasi tidak mengalami
perubahan namun akan mengalami keretakan dan wear setelah beberapa ribu cycles.
Regangan geser kritis pada material akan terjadi kegagalan material atau awal
terjadinya keretakan pada permukaan karena regangan geser dibawah telah mencapai
batas regangan geser kritis.