BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8....

39
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum dan jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri . (UU 38/2004 Pasal 1). Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. (UU 38/2004 Pasal 5). 2.2 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu belah atau batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen ataupun tanah liat. Menurut Hary (2011), Struktur perkerasan jalan terdiri dari beberapa lapis material yang diletakkan pada tanah tanah, komponen lapisan terdiri dari beberapa macam bahan granuler yang memberikan sokongan penting dari kapasitas struktural sistem perkerasan, khususnya untuk perkerasan lentur. Komponen material yang berkualitas tinggi diletakkan dibagian atas, semakin kebawah kualitas material semakin berkurang. Hal ini, karena tegangan akibat beban roda lalu lintas, disebarkan semakin kebawah semakin mengecil.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8....

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu

lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah

permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,

jalan lori, dan jalan kabel. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu

lintas umum dan jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,

perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. (UU 38/2004

Pasal 1). Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam

bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan,

serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan sebagai prasarana

distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan

negara. (UU 38/2004 Pasal 5).

2.2 Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang

digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah

atau batu belah atau batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai adalah

aspal, semen ataupun tanah liat.

Menurut Hary (2011), Struktur perkerasan jalan terdiri dari beberapa lapis

material yang diletakkan pada tanah – tanah, komponen lapisan terdiri dari beberapa

macam bahan granuler yang memberikan sokongan penting dari kapasitas struktural

sistem perkerasan, khususnya untuk perkerasan lentur. Komponen material yang

berkualitas tinggi diletakkan dibagian atas, semakin kebawah kualitas material

semakin berkurang. Hal ini, karena tegangan akibat beban roda lalu – lintas,

disebarkan semakin kebawah semakin mengecil.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

7

Perkerasan akan mempunyai kinerja yang baik, bila perencanaan dilakukan

dengan baik dan seluruh komponen – komponen utama dalam sistem perkerasan

berfungsi dengan baik

.

Gambar 2.1 Tampang melintang tipikal perkerasan lentur dan kaku

(Sumber : Hary, 20011)

Komponen – komponen perkerasan meliputi :

a. Lapis aus (wearing course) yang memberikan cukup kekesatan, tahanan gesek,

dan penutup kedap air atau drainase air permukaan.

b. Lapis perkerasan terikat atau tersementasi (aspal atau beton) yang memberikan

daya dukung yang cukup, dan sekaligus sebagai penghalang air yang masuk ke

dalam material tak terikat di bawahnya.

c. Lapis pondasi (base course) dan lapis pondasi bawah (subbase course) tak

terikat yang memberikan tambahan kekuatan (khususnya untuk perkerasan

lentur), dan ketahanan terhadap pengaruh air yang merusak struktur perkerasan,

serta pengaruh degradasi yang lain (erosi dan intrusi butiran halus).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

8

d. Tanah dasar (subgrade) yang memberikan cukup kekakuan, kekuatan yang

seragam dan merupakan landasan yang stabil begi lapisan material perkerasan

di atasnya.

e. Sistem drainase yang dapat membuang air dengan cepat dari sistem perkerasan,

sebelum air menurunkan kualitas lapisan material granuler tak terikat dan

tanah-dasar.

2.3 Pengertian Perkerasan Kaku

Menurut Suryawan (2009), Perkerasan beton atau perkerasan kaku (rigid

pavement) terdiri dari pelat beton semen Portland yang terletak langsung di atas tanah

– tanah dasar, atau di atas lapisan material granular (subbase) yang berada di atas

tanah – dasar (subgrade). Tanah - dasar yang terletak di bawah lapis pondasi bawah

merupakan tanah – dasar yang dipadatkan dengan ketebalan tertantu.

Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton semen

yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan

tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan

lapis permukaan beraspal.Struktur perkerasan beton semen secara tipikal

sebagaimana telihat pada gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2. 2 Tipikal struktur perkerasan beton semen

(Sumber : Bina Marga 2003)

Perkerasan beton semen dibedakan ke dalam 4 jenis :

a. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan (Jointed Unreinforced

Concrete Pavement) adalah jenis perkerasan beton semen yang dibuat tanpa

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

9

tulangan dengan ukuran pelat mendekati bujur sangkar, dimana panjang

dari pelatnya dibatasi oleh adanya sambungan – sambungan melintang.

Panjang pelat dari jenis perkerasan ini sekitar 4 – 5 meter.

b. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan (Jointed Reinforced

Concrete Pavement) adalah jenis perkerasan beton semen yang dibuat

dengan tulangan ukuran pelatnya berbentuk empat persegi panjang, dimana

panjang dari pelatnya di batasi oleh adanya sambungan – sambungan

melintang. Panjang pelat jenis perkerasan ini sekitar 8 – 15 meter.

c. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan (Continously Reinforced

Concrete Pavement) adalah jenis perkerasan beton semen yang di buat

dengan tulangan dengan panjang pelat menerus yang hanya dibatasi oleh

adanya sambungan – sambungan melintang. Panjang pelat dari jenis

perkerasan ini lebih besar dari 75 meter.

d. Perkerasan beton semen pra – tegang (Prestressed Concrete Pavement)

adalah jenis perkerasan beton semen menerus tanpa tulangan yang

menggunakan kabel – kabel pratekan guna mengurangi pengaruh susut,

muai, dan lenting akibat perubahan temperatur dan kelembaban.

Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari

pelat beton. Sifat daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton

semen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kadar air pemadatan,

kepadatan dan perubahan kadar air selama masa pelayanan (Pd T-14-2003).

2.4 Komponen Konstruksi Perkerasan Kaku

Pada konstruksi perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama adalah

berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah (subbase

berupa cement treated subbase maupun granular subbase) berfungsi sebagai

konstruksi pendukung atau pelengkap.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

10

Gambar 2. 3 Skema potongan melintang konstruksi perkerasn kaku

(Sumber : Aly, 2004)

Adapun komponen konstruksi perkerasan beton semen (rigid pavement) adalah

sebagai berikut :

1. Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah dasar adalah bagian dari permukaan badan jalan yang di persiapkan

untuk menerima konstruksi di atasnya yaitu konstruksi perkerasan. Tanah dasar

ini berfungsi untuk penerima beban lalu lintas yang telah di salurkan / di

sebarkan oleh konstruksi perkerasan. Persyaratan yang harus di penuhi dalam

penyiapan tanah dasar (subgrade) adalah lebar, kerataan, kemiringan melintang

keseragaman daya dukung dan keseragaman kepadatan.

2. Lapis Pondasi (Subbase)

Lapis pondasi ini terletak di antara tanah dasar dan pelat beton semen mutu

tinggi. Sebagai bahan subbase dapat di gunakan unbound granular (sirtu) atau

bound granural (CTSB, cement treated subbase). Fungsi utama dari lapis ini

adalah sebagai lantai kerja yang rata dan uniform. Apabila subbase tidak rata,

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

11

maka pelat beton juga tidak rata, ketidak rataan ini dapat berpotensi sebagai

crack inducer.

3. Tulangan

Pada perkerasan beton semen terdapat dua jenis tulangan, yaitu tulangan

pada pelat beton untuk memperkuat pelat beton tersebut dan tulangan

sambungan untuk menyambung kembali bagian – bagian pelat beton yang telah

terputus (di putus). Adapun tulangan tersebut antara lain:

1) Tulangan Pelat

Adapun karaktersistik dari tulangan pelat pada perkerasan beton semen

adalah sebagai berikut :

Bentuk tulangan pada umumnya berupa lembaran atau gulungan.

Pada pelaksanaan di lapangan tulangan yang berbentuk lembaran

lebih baik dari pada tulangan yang berbentuk gulungan, kedua

bentuk tulangan ini di buat oleh pabrik.

Lokasi tulangan pelat beton terletak 14⁄ tebal pelat di sebelah

atas.

Fungsi dari tulangan beton ini yaitu untuk ‘’memegang beton’’

agar tidak retak (retak beton tidak terbuka) bukan untuk

menahan momen ataupun gaya lintang. Oleh karena itu tulangan

pelat beton tidak mengurangi tebal perkerasan beton semen.

2) Tulangan Sambung

Tulangan sambung ada dua macam yaitu tulangan sambung arah

melintang dan arah memanjang, sambungan melintang merupakan

sambungan untuk mengakomodir kembang susut kearah memanjang

pelat, sedangkan tulangan sambung memanjang merupakan sambungan

untuk mengakomodir gerakan lintang pelat beton.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

12

Gambar 2. 4 Sambungan pada konstruksi perkerasan kaku

(Sumber : Aly, 2004)

Adapun ciri dan fungsi dari masing – masing tulangan sambungan adalah :

a. Tulangan Sambungan Melintang

Tulangan sambungan melintang disebut juga dowel.

Berfungsi sebagai sliding device dan load transfer device.

Berbentuk polos, bekas potongan rapid an berukuran besar.

Satu sisi dari tulangan melekat pada pelat beton, sedangkan satu sisi

yang lain tidak lekat pada pelat beton.

Lokasi di tengah tebal pelat dan sejajar dengan sumbu jalan.

b. Tulangan Sambung Memanjang

Tulangan sambungan memanjang disebut Tie Bar.

Berfungsi sebagai unsliding devices dan rotation devices.

Berbentuk deformed / ulir dan berbentuk kecil.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

13

Lekat di kedua sisi pelat beton.

Lokasi ditengah tebal pelat beton dan tegak lurus sumbu jalan

4. Sambungan atau Joint

Fungsi dari sambungan atau joint adalah mengendalikan atau mengarahkan

retak pelat beton akibat shrinkage (susut) maupun wrapping (lenting) agar

teratur baik bentuk maupun lokasinya sesuai yang kita kehendaki (sesuai

desain). Pada sambungan melintang terdapat dua jenis sambungan yaitu

sambungan susut dan sambungan lenting. Sambungan susut di adakan dengan

cara memasang bekisting melintang dan dowel antara pelat pengecoran

sebelumnya dan pengecoran berikutnya. Sedangkan sambungan lenting

diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan tie bar.

5. Bound Breaker di atas Subbase

Bound Breaker adalah plastik tipis yang di letakkan di atas subbase agar

tidak terjadi bounding antara subbase dengan pelat beton di atasnya. Selain itu,

permukaan subbase juga tidak boleh di – groove atau di – brush.

6. Alur Permukaan atau Grooving / Brushing.

Agar permukaan tidak licin pada permukaan beton di buat alur – alur

(tekstur) melalui pengaluran / penyikatan (grooving / brushing) sebelum beton

di semprot curing compound, sebelum beton di tutupi wet burlap dan sebelum

beton mengeras. Arah alur bisa memanjang maupun melintang.

2.5 Keuntungan Serta Kerugian Dari Perkerasan Kaku

Keuntungan dari perkerasan kaku adalah :

- Memiliki ketahanan yang baik terhadap keausan roda lalu lintas

- Dapat menahan beban kendaraan yang berat

- Memiliki ketahanan yang baik terhadap genangan air dan banjir serta

tahan terhadap pelapukan akibat cuaca.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

14

- Biaya perawatan lebih murah dibanding jalan aspal karena tidak perlu

sering dilakukan.

- Dapat digunakan pada struktur tanah lemah tanpa perbaikan struktur

tanahnya terlebih dahulu.

Kerugiannya antara lain :

- Biaya lebih tinggi untuk jalan dengan lalu lintas rendah

- Rentan terhadap retak jika dikonstruksi diatas tanah dasar lunak

- Umumnya memiliki kenyamanan berkendara yang lebih rendah (manual

desain perkerasan jalan).

2.6 Kegagalan Perkerasan Kaku

Menurut Hary (2011), hancurnya perkerasan kaku dapat terjadi ketika pelat

retak – retak secara berlebihan. Retak pada perkerasan kaku dapat timbul akibat

tegangan – tegangan yang bekerja di pinggir atau sudut pelat beton. Lebar retak

bervariasi dari retak rambut (yang terjadi saat beton mengering), sampai retak

‘’lebar’’ (> 1,5 mm) yang menyebabkan hilangnya penguncian antar agregat,

masuknya air ke dalam struktur perkerasan. Retak ‘’sedang’’ lebar 0,5 mm dapat

menghilangkan derajat penguncian antar agregat. DoT (2001) mendefinisikan

kegagalan dari perkerasan beton tak bertulang bersambung (JPCP), bila salah satu

dari hal – hal berikut terjadi :

1. Suatu retak ‘’sedang’’ atau retak ‘’lebar’’ yang memotong pelat beton

dalam arah memanjang atau melintang.

2. Suatu retak ‘’sedang’’ arah memanjang dan arah melintang, yang

berpotongan, panjang keduanya melebihi 200 mm dan dimulai dari pinggir

perkerasan.

3. Retak lebar di sudut, dengan radius lebih dari 200 mm, berpusat di sudut

perkerasan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

15

2.7 Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku

2.7.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Metode Bina Marga 2003

Perencanaan perkerasan kaku dengan metode Bina Marga 2003 (Pd-T-14-

2003) atau Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen merupakan

pedoman perencanaan perkerasan kaku yang di keluarkan oleh Dapartemen Pekerjaan

Umum. Pedoman ini merupakan penyempurnaan petunjuk Perencanaan Perkerasan

Kaku (Rigid Pavement) tahun 1985 – SKBI 2.3.28.1985. Pedoman ini di adopsi dari

AUSTROADS, Pavement Design, A Guide to the Scructural Design of Pavement

(1992). Parameter perencanaan perkerasan kaku Metode Bina Marga 2003 di uraikan

sebagai berikut :

1. Tanah Dasar

Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai

dengan SNI 031731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-

1744-1989, masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan

perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil

dari 2 %, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus

(Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR

tanah dasar efektif 5 % (Pd T-14-2003).

2. Pondasi Bawah

Bahan pondasi bawah dapat berupa :

a. Bahan berbutir

b. Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled

Concrete)

c. Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)

Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi

perkerasan beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus

perihal jenis dan penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

16

tegangan pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi

dengan lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk

mereduksi prilaku tanah ekspansif.

Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai

mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI

03-1743-1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa

ruji, pondasi bawah harus menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal

lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat dilihat pada Gambar 2.

5 dan CBR tanah dasar efektif didapat dari Gambar 2.6.

Gambar 2. 5 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan

beton semen

Gambar 2. 6 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah (Sumber : Bina Marga2003)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

17

3. Beton Semen

Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural

strenght) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan

pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3-5

MPa (30-50 kg/cm2).

Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti

serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5–5,5

MPa (50-55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik

lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat.

Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton

dapat didekati dengan rumus berikut :

fcf = K (fc’)0,50 dalam Mpa atau..............................(1)

fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2..........................(2)

Dengan pengertian :

fc’ : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)

fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)

K : konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat

pecah.

Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah beton

yang dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut :

fcf = 1,37.fcs, dalam Mpa atau.................................(3)

fcf = 13,44.fcs, dalam kg/cm2..................................(4)

Dengan pengertian :

fcs : kuat tarik belah beton 28 hari.

Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk meningkatkan

kuat tariklenturnya dan mengendalikan retak pada pelat khususnya untuk

bentuk tidak lazim. Serat baja dapat digunakan pada campuran beton, untuk

jalan plaza tol, putaran dan perhentian bus. Panjang serat baja antara 15 mm

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

18

dan 50 mm yang bagian ujungnya melebar sebagai angker dan/atau sekrup

penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara tipikal serat dengan panjang

antara 15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke dalam adukan beton, masing-

masing sebanyak 75 dan 45 kg/m³. Semen yang akan digunakan untuk

pekerjaan beton harus dipilih dan sesuai dengan lingkungan dimana

perkerasan akan dilaksanakan (Pd T-14-2003).

4. Lalu – Lintas

Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen,

dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai

dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu-

lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu-lintas dan

konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir.

Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah

yang mempunyai berat total minimum 5 ton.

Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok

sumbu sebagai berikut :

- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).

- Sumbu tunggal roda ganda (STRG).

- Sumbu tandem roda ganda (STdRG).

- Sumbu tridem roda ganda (STrRG) (Pd-T-14-2003).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

19

Gambar 2. 7 Konfigurasi Beban Sumbu

4.1 Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi

Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas

jalan raya yangmenampung lalu-lintas kendaraan niaga terbesar.Jika jalan

tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien distribusi

(C)kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 2.1

berikut ini.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

20

Tabel 2.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi (C)

kendaraan niaga pada lajur rencana

Lebar Perkerasan (Lp) Jumlah Lajur Koefisien Distribusi

1 Arah 2 Arah

Lp < 5,50 m 1 lajur 1 1

5,50 m Lp < 8,25 m 2 lajur 0,70 0,50

8,25 m Lp < 11,25 m 3 lajur 0,50 0,475

mLp < 15,00 m 4 lajur - 0,45

mLp < 18,75 m 5 lajur - 0,425

18,75 m Lp < 22,00 m 6 lajur - 0,40

(Sumber :Bina Marga2003)

4.2 Umur Rencana

Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan

klasifikasi fungsional jalan, pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan yang

bersangkutan, yang dapat ditentukan antara lain dengan metode Benefit

Cost Ratio, Internal Rate of Return, kombinasi dari metode tersebut atau

cara lain yang tidak terlepas dari pola pengembangan wilayah. Umumnya

perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20

tahun sampai 40 tahun (Pd-T-14-2003).

4.3 Pertumbuhan Lalu – Lintas

Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau

sampai tahap di mana kapasitas jalan dicapai denga faktor pertumbuhan

lalu-lintas yang dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :

R = (1+i)UR – 1 / i.................................................(5)

Dengan pengertian :

R : Faktor pertumbuhan lalu lintas

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

21

i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.

UR : Umur rencana (tahun)(Pd-T-14-2003).

Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat juga ditentukan berdasarkan

Tabel 2.2 berikut ini :

Tabel 2.2 Faktor pertumbuhan lalu- lintas (R)

Umur Rencana

(Tahun)

Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)

0 2 4 6 8 10

5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1

10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9

15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8

20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3

25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3

30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5

35 35 50 73,7 111,4 172,3 271

40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6

(Sumber :Bina Marga2003)

4.4 Lalu – Lintas Rencana

Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga

pada lajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta

distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis

sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila

diambil dari survai beban.

Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan

rumus berikut :

JSKN = JSKNH x 365 x R x C ...............................(6)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

22

Dengan pengertian :

JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .

JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan

dibuka.

R : Faktor pertumbuhan komulatif yang besarnya tergantung dari

pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana.

C : Koefisien distribusi kendaraan (Pd-T-14-2003)

4.5 Faktor Keamanan Beban

Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor

keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan

adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti telihat pada Tabel

2.3 beriku ini :

Tabel 2.3 Faktor keamanan beban (FKB)

No. Penggunaan Nilai

FKB

1

Jalan bebas hambatan utama (major freeway)dan jalan berlajur banyak,

yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga

yang tinggi. Bila menggunakan data lalu lintas dari hasil survey beban

(weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai

faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15

1,2

2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume

kendaraan niaga menengah 1,1

3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah 1,0

(Sumber : Bina Marga 2003)

5. Bahu

Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa

lapisan penutup beraspal atau lapisan beton semen. Perbedaan kekuatan antara

bahu dengan jalur lalu-lintas akan memberikan pengaruh pada kinerja

perkerasan. Hal tersebut dapat diatasi dengan bahu beton semen, sehingga

akan meningkatkan kinerja perkerasan dan mengurangi tebal pelat Yang

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

23

dimaksud dengan bahu beton semen dalam pedoman ini adalah bahu yang

dikunci dan diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar minimum 1,50 m,

atau bahu yang menyatu dengan lajur lalu-lintas selebar 0,60 m, yang juga

dapat mencakup saluran dan kreb. (Pd-T-14-2003).

6. Sambungan

Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :

- Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh

penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu-lintas.

- Memudahkan pelaksanaan.

- Mengakomodasi gerakan pelat.

Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara

lain :

- Sambungan memanjang

- Sambungan melintang

- Sambungan isolasi

Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer),

kecuali padasambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi

(joint filler) (Pd-T-14-2003).

6.1 Sambungan Memanjang dengan Batang Pengikat (tie bars)

Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan

terjadinya retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 -

4 m. Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan

mutu minimum BJTU24 dan berdiameter 16 mm.

Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

At = 204 x b x h dan

l = (38,3 x φ) + 75

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

24

Dengan pengertian :

At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan

(mm2).

b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan

dengan tepi perkerasan (m).

h = Tebal pelat (m).

l = Panjang batang pengikat (mm).

φ = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).

Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm.

Tipikal sambungan memanjang diperlihatkan pada Gambar 2.8

Gambar 2. 8 Tipikal Sambungan Memanjang (Pd T-14-2003)

6.2 Sambungan Pelaksanaan Memanjang

Sambungan pelaksanaan memanjang umumnya dilakukan dengan cara

penguncian. Bentuk dan ukuran penguncian dapat berbentuk trapesium

atau setengah lingkaran sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 2.9

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

25

Gambar 2. 9 Ukuran standar penguncian sambungan memanjang (Pd T-14-2003)

Sebelum penghamparan pelat beton di sebelahnya, permukaan

sambungan pelaksanaan harus dicat dengan aspal atau kapur tembok untuk

mencegah terjadinya ikatan beton lama dengan yang baru.

6.3 Sambungan Susut Memanjang

Sambungan susut memanjang dapat dilakukan dengan salah satu dari

dua cara ini, yaitu menggergaji atau membentuk pada saat beton masih

plastis dengan kedalaman sepertiga dari tebal pelat.

6.4 Sambungan Susut dan Sambungan Pelaksanaan Melitang

Ujung sambungan ini harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang

jalan dan tepi perkerasan. Untuk mengurangi beban dinamis, sambungan

melintang harus dipasang dengan kemiringan 1 : 10 searah perputaran

jarum jam.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

26

6.5 Sambungan Susut Melintang

Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal

pelat untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari

tebal pelat untuk lapis pondasi stabilisasi semen sebagai mana

diperlihatkan pada Gambar 2.10 dan 2.11.

Gambar 2. 10 Sambungan susut melintang tanpa ruji (Pd T-14-2003)

Gambar 2. 11 Sambungan susut melintang dengan ruji (Pd T-14-2003)

Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung

tanpa tulangan sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton

bersambung dengan tulangan 8 - 15 m dan untuk sambungan perkerasan

beton menerus dengan tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

27

Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm,

jarak antara ruji 30 cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan

mempengaruhi gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut. Setengah

panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti lengket

untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton. Diameter ruji tergantung

pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Ukuran dan jarak batang dowel (ruji) yang disarankan

Tebal Pelat

Perkerasan

Dowel

Diameter Panjang Jarak

Inchi Mm Inchi Mm Inchi mm Inchi mm

6 150 ¾ 19 18 450 12 300

7 175 1 25 18 450 12 300

8 200 1 25 18 450 12 300

9 225 1 ¼ 32 18 450 12 300

10 250 1 ¼ 32 18 450 12 300

11 275 1 ¼ 32 18 450 12 300

12 300 1 ½ 38 18 450 12 300

13 325 1 ½ 38 18 450 12 300

14 350 1 ½ 38 18 450 12 300

(Sumber : Pd T-14-2003)

7. Prosedur Perencanaan Perkerasan Kaku

Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas dua model

kerusakan yaitu :

1) Retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat.

2) Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh

lendutan berulang pada sambungan dan tempat retak yang

direncanakan.

Prosedur ini mempertimbangkan ada tidaknya ruji pada sambungan atau

bahu beton. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dianggap

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

28

sebagai perkerasan bersambung yang dipasang ruji. Data lalu lintas yang

diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta jumlah repetisi

masing-masing jenis sumbu/kombinasi beban yang diperkirakan selama umur

rencana.

Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung

berdasarkan komposisi lalu-lintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik

atau erosi lebih dari 100%, tebal taksiran dinaikan dan proses perencanaan

diulangi. Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang

mempunyai total fatik dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama

dengan 100%.

2.7.2 Perencanaan Tebal Perkersan Kaku Metode American Associal of State

Highway Transportation Officials atau AASHTO 1993

AASHTO (American Associal of State Highway Transportation Officials)

Guide For Design of Pevement Structures 1993 atau yang lebih dikenal dengan istilah

AASHTO 1993. AASHTO 1993 merupakan salah satu metode perencanaan

perkerasan kaku yang umum di gunakan.

Parameter perencanaan perkerasan kaku Metode AASHTO 1993 terdiri dari :

- Analisa lalu lintas : mencakup umur rencana, lalu – lintas rata – rata,

pertumbuhan lalu lintas tahunan, vehicle damage factor, equivalent

single axle load.

- Terminal serviceability index.

- Initial serviceability.

- Reability.

- Standar normal deviasi.

- Standar deviasi.

- CBR dan Modulus Reaksi tanah dasar

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

29

- Modulus elastisitas beton, fungsi dan kuat tekan beton.

- Flexural strength.

- Drainage coefficient.

- Load transfer coefficient.

1. Analisa Lalu – lintas (Traffic Design)

a. Umur rencana

Umumnya perkerasan beton semen dapat di rencanakan dengan umur

rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun (Pd T-14-2003).

b. Vehicle Damage Factor (VDF)

Vehicle Damage Factor atau faktor daya rusak kendaraan adalah

perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kendaraan

terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar. Penentuan besarnya

nilai VDF di tentukan dengan rumus sebagai berikut :

VDF = (𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛,𝑘𝑔

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟)4

Dimana :

Beban Sumbu Standar merupakan beban sumbu kendaraan

berdasarkan konfigurasi dan jenis sumbu.

Ketentuan Beban Sumbu Standar yang dengan ketentuan sebagai

berikut :

- Sumbu Tunggal Roda Tunggal : 5.400 kg

- Sumbu Tunggal Roda Ganda : 8.200 kg

- Sumbu Tandem Roda Ganda : 13.600 kg

- Sumbu Tripel Roda Ganda : 18.100 kg

Data dan parameter lalu – lintas yang di gunakan untuk perencanaan

tebal perkerasan meliputi :

- Jenis kendaraan.

- Volume lalu – lintas harian rata – rata

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

30

- Pertumbuhan lalu – lintas tahunan.

- Damage factor.

- Umur rencana.

- Faktor distribusi arah (DA).

- Faktor distribusi lajur (DL).

- Equivalent Single Axie Load, ESAL selama umur rencana (traffic

design).

Menrut AASHTO 1993, Faktor distribusi arah : DA = 0,3 – 0,7 dan

umumnya di ambil 0,5, faktor distribusi lajur (DL) mengacu pada

Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Faktor distribusi lajur (DL)

Jumlah lajur setiap arah DL (%)

1 100

2 80 - 100

3 60 – 80

4 50 - 75

(Sumber : AASHTO 1993)

Rumus umum desain traffic ESAL (Equivalent Single Axle Load) :

W18 = ∑ LHRNnN1 j x VDFj x DD x DL x 365

Dimana :

W18 = Traffic design pada lajur lalu – lintas, Equivalent Single Axle

Load.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

31

LHRj = Jumlah lalu – lintas harian rata – rata untuk jenis kendaraan j

VDFj = Vehicle Damage Factor untk jenis kendaraan j.

DD = Faktor distribusi arah.

DL = Faktor distribusi lajur.

N1 = Lalu – lintas pada tahun pertama jalan di buka.

Nn = Lalu – lintas pada akhir umur rencana= Jumlah lalu – lintas

harian rata – rata 2 arah untuk jenis

2. California Bearing Ratio (CBR) atau Tanah Dasar

California Bearing Ratio (CBR), dalam perencanaan perkerasan kaku

digunakan untuk penentuan nilai parameter modulus reaksi tanah dasar

(modulus of subgrade reaction : k).

CBR yang umumnya digunakan di Indonesia berdasar besaran 6% untuk

lapis tanah dasar, mengacu pada spesifikasi (versi Kimpraswil / Departemen

Pekerjaan Umum edisi 2004 dan versi Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta

edisi 2004). Akan tetapi tanah dasar dengan nilai CBR 5 % dan atau 4 % pun

dapat digunakan setelah melalui kajian geoteknik, dengan CBR kurang dari 6

% ini jika digunakan sebagai dasar perencanaan tebal perkerasan, masalah

yang terpengaruh adalah fungsi tebal perkerasan yang akan bertambah, atau

masalah penanganan khusus lapis tanah dasar tersebut. (Sumber : AASHTO

1993)

3. Material Konstruksi Perkerasan

Material perkerasan yang digunakan dengan parameter yang terkait dalam

perencanaan tebal perkerasan sebagai berikut :

1. Pelat beton

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

32

- Flexural strength (Sc’) = 45 kg/cm2

- Kuat tekan (benda uji silinder 15 x 30 cm) : fc’ = 350 kg/cm2

(disarankan)

2. Wet lean concrete

Wet lean concrete kuat tekan (benda uji silinder 15 x 30 cm) : fc’ = 105

kg/cm2 Sc’ digunakan untuk penentuan parameter flexural strength,

dan fc digunakan untuk penentuan parameter modulus elastisitas beton

(Ec).

4. Reliability

Reliability adalah Probabilitas bahwa perkerasan yang direncanakan akan

tetap memuaskan selama masa layannya. Penetapan angka Reliability dari 50

% sampai 99,99 % menurut AASHTO merupakan tingkat kehandalan desain

untuk mengatasi, mengakomodasi kemungkinan melesetnya besaran-besaran

desain yang dipakai. Semakin tinggi reliability yang dipakai semakin tinggi

tingkat mengatasi kemungkinan terjadinya selisih (deviasi) desain. Besaran-

besaran desain yang terkait dengan ini antara lain : (Sumber : AASHTO 1993)

- Peramalan kinerja perkerasan.

- Peramalan lalu – lintas.

- Perkiraan tekanan gandar.

- Pelaksanaan konstruksi.

1. Kinerja perkerasan diramalkan pada angka desain Terminal Serviceability

pt = 2,5 (untuk jalan raya utama), pt = 2,0 (untuk jalan lalu-lintas rendah),

dan Initial Serviceability p0 = 4,5 (angka ini bergerak dari 0 – 5).

2. Peramalan lalu-lintas dilakukan dengan studi tersendiri, bukan hanya

didasarkan rumus empirik. Tingkat kehandalan jauh lebih baik

dibandingkan bila dilakukan secara empiris, linear, atau data sekunder.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

33

3. Perkiraan tekanan gandar yang diperoleh secara primer dari WIM survey,

tingkat kehandalannya jauh lebih baik dibanding menggunakan data

sekunder.

4. Dalam pelaksanaan konstruksi, spesifikasi sudah membatasi tingkat /

syarat agar perkerasan sesuai (atau lebih) dari apa yang diminta desain.

Bahkan desain merupakan syarat minimum dalam spesifikasi.

Mengkaji keempat faktor diatas, penetapan besaran dalam desain

sebetulnya sudah menekan sekecil mungkin penyimpangan yang akan terjadi.

Tetapi tidak ada satu jaminan-pun berapa besar dari keempat faktor tersebut

menyimpang. Penetapan Reliability mengacu pada tabel 2.6. Standar normal

deviasi (ZR) mengacu pada tabel 2.7. sedangkan standar deviation rigit

pavement : So = 0,30 – 0,40.(AASHTO,1993)

Penetapan konsep Reliability dan Standar Deviasi :

Parameter realiability dapat ditentukan sebagai berikut :

- Berdasarkan parameter klasifikasi fungsi jalan

- Berdasarkan status lokasi jalan urban / rural

- Penetapan tingkat Reliability (R)

- Penetapan standar normal deviation (ZR)

- Penetapan standar deviasi (SO)

- Kehandalan dala lalu – lintas dan beban kendaraan

Tabel 2.6 Reliability (R) disarankan

Klasifikasi

jalan

Reliability : R (%)

Urban Rural

Jalan tol 85 - 99,9 80 - 99,9

Arteri 80 - 99 75 - 95

Kolektor 80 - 95 75 - 95

Lokal 50 - 80 50 - 80

(Sumber :AASHTO 1993)

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

34

Tabel 2.7 Standar normal deviation (ZR)

R(%) ZR R(%) ZR

50 -0,000 93 -1,476

60 -0,253 94 -1,555

70 -0,524 95 -1,645

75 -0,674 96 -1,751

80 -0,841 97 -1,881

85 -1,037 98 -2,054

90 -1,282 99 -2,327

91 -1,340 99,9 -3,090

92 -1,405 99,99 -3,750

(Sumber :AASHTO 1993)

5. Serviceability

Terminal Serviceability index (pt) mengacu pada Tabel 2.8 dan Intial

serviceability untuk rigit pavement : (po) = 4,5 (AASHTO,1993)

Tabel 2.8 Terminal Serviceability Index

Percent of people Pt

stating unacceptable

12 3,0

55 2,5

85 2,0

(Sumber :AASHTO 1993)

Penetapan parameter serviceability :

- Initial serviceability : po = 4,5

- Terminal serviceability index : pt = 2,5

Jalur utama (major highways)

- Termiinal servicesbility index : pt = 2,0

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

35

Jalan lalu lintas rendah

- Total loss of serviceability : ΔPSI = po - pt

6. Modulus Reaksi Tanah Dasar

Modulus of subgrade reaction (k) menggunakan gabungan formula dan

grafik penentuan modulus reaksi tanah dasar berdasar ketentuan CBR tanah

dasar, Setelah didapatkan nilai CBR rata – rata, maka Modulus of subgrade

reaction (k) dapat dihitung dengan rumus :

MR = 1.500 x CBR

K = MR

19,4

Dimana :

MR = Resilient modulus

Faktor loss of support (LS) mengacu pada tabel 2.9 (AASHTO 1993)

Tabel 2.9 Faktor loss of support

No Tipe material LS

1 Cement Treated Granular Base ( E = 1.000.000 – 2.000.000 psi ) 0 - 1

2 Cement Aggregate Mixtures ( E = 500.000 – 1.000.000 psi ) 0 - 1

3 Asphalt Treated Base ( E = 350.000 – 1.000.000 psi ) 0 - 1

4 Bituminous Stabilized Mixtures ( E = 40.000 – 300.000 psi ) 0 - 1

5 Lime Stabilized ( E = 20.000 – 70.000 psi ) 1 - 3.

6 Unbound Granular Materials ( E = 15.000 – 45.000 psi ) 1 - 3.

7 Fine grained / Natural subgrade materials ( E = 3.000 – 40.000 psi ) 2 - 3.

(Sumber :AASHTO 1993)

7. Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas beton adalah perbandingan antara tegangan dan

regangan beton. Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti nilainya

bervariasi tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan

karakteristik dan perbandingan semen dan agregat. Pada perkerasan kaku

rumus yang digunakan untuk mendapatkan modulus elastisitas beton yaitu :

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

36

EC = 57.000 √𝑓𝑐′

Dimana :

EC = Modulus elastisitas beton (psi).

Fc’ = Kuat tekan beton, silinder (psi).

Kuat tekan beton fc’ ditetapkan sesuai pada spesifikasi pekerjaan (jika ada

dalam spesifikasi)

Di Indonesia saat ini umumnya digunakan : fc’ = 350 kg/cm2

8. Flexural Strength

Flexural strength (modulus of rupture) ditetapkan sesuai pada Spesifikasi

pekerjaan. Flexural strength saat ini umumnya digunakan : Sc’ = 45 kg/cm2 =

640 psi.

9. Koefisien Drainase (Drainase Coefficient)

AASHTO memberikan 2 variabel untuk menentukan nilai koefisien

drainase :

Variabel pertama : mutu drainase, dengan variasi excellent, good,

fair, poor, very poor. Mutu ini ditentukan oleh berapa lama air

dapat dibebaskan dari pondasi perkerasan. Penetapan variabel

pertama mengacu pada tabel 2.10

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

37

Tabel 2.10 Quality of drainage

Quality of drainage Tingkat penyerapan air

Excellent 2 jam

Good 1 hari

Fair 1 minggu

Poor 1 bulan

Very poor Air tidak terbatas

(Sumber :AASHTO 1993)

Variabel kedua : persentasi strutur perkerasan dalam satu tahun

terkena air sampai tingkat mendekati jenuh air (saturated), dengan

variasi < 1 %, 1 – 5 %, 5 – 25 %, > 25 %. Untuk mendapatkan

nilai variabel kedua dapat dihitung menggunakan persamaan

berikut :

Pheff = 𝑇𝑗𝑎𝑚

24 x

𝑇ℎ𝑎𝑟𝑖

365 x WL x 100

Dimana :

Pheff = Persentasi hari efektif hujan dalam setahun yang akan

berpengaruh terkenanya perkerasan (dalam %).

Tjam = Rata – rata hujan per hari (jam).

Thari = Rata – rata jumlah hari hujan per tahun (hari)

WL = Faktor air hujan yang akan masuk ke pondasi jalan (%)

Selanjutnya koefisien drainase mengcu pada tabel 2.11

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

38

Tabel 2.11 Koefisien drainase

Percen of time pavement structure is exposed to moisture levels

approaching saturation

Quality of drainage < 1 % 1 - 5 % 5 - 25 % > 25 %

Excellent 1.25 - 1.20 1.20 - 1.15 1.15 - 1.10 1.10

Good 1.20 - 1.15 1.15 - 1.10 1.10 - 1.00 1.00

Fair 1.15 - 1.10 1.10 - 1.00 1.00 - 0.90 0.90

Poor 1.10 - 1.00 1.00 - 0.90 0.90 - 0.80 0.80

Very poor 1.00 - 0.90 0.90 - 0.80 0.80 - 0.70 0.70

(Sumber :AASHTO 1993)

Penetapan parameter koefisien drainase :

- Berdasarkan kualitas drainase.

- Kondisi Time pavement structure is exposed to moisture levels

approaching saturation dalam setahun.

10. Koefisien Penyaluran Beban (Load Transfer Coefficient)

Koefisien Penyaluran Beban (Load transfer coefficient) mengacu pada

tabel 2.12 (AASHTO 1993).

Tabel 2.12 Koefisien penyaluran beban

Bahu Aspal Tied PCC

Penyaluran beban Ya Tidak Ya Tidak

Jenis pekerjaan

Beton bersambung

tak 3,2 3,8 - 4,4 2,5 - 3,1 3,6 - 4,2

bertulang dan

bertulang

CRCP 2,9 - 3,2 N/A 2,3 - 2,9 N/A

(Sumber :AASHTO 1993)

Pendekatan penetapan parameter load transfer :

- Joint dengan dowel : J = 2,5 – 3,1

- Untuk overlay design : J = 2,2 – 2,6

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

39

11. Perhitungan Tebal Pelat

Perencanaan tebal perkerasan beton perlu di pilih kombinasi yang paling

optimum atau ekonomis dari tebal pelat beton dan lapis pondasi bawah.

Penentuan tebal perkerasan beton dapat di tentukan dengan persamaan :

Log10W18=ZRSo+7,35log10(D+1)-0,06+log10[

𝛥𝑃𝑆𝐼

4,5−1,5]

1+1,624𝑥107

(𝐷+1)8,46

+(4,22-0,32.pt)xlog10

𝑆𝑐.𝐶𝑑[𝐷0,75−1,132]

215,63𝑥𝐽𝑥[18,42

(𝐸𝑐𝑘)0,25]

Dimana :

W18 = Traffic design, Equivalent Single Axle Load (ESAL).

ZR = Standar normal deviasi.

So = Standar deviasi.

D = Tebal pelat beton (inches).

ΔPSI = Serviceability loss = po – pt

po = Initial serviceability.

Pt = Terminal serviceability index.

Sc’ = Modulus of rupture sesuai spesifikasi pekerjaan (psi).

Cd = Drainage coefficient.

J = Load transfer coefficient.

Ec = Modulus elastisitas (psi).

k = Modulus reaksi tanah dasar (pci)

12. Dowel dan Tie Bar

a. Dowel

Dowel alat pemindah beban yang biasanya di pakai adalah dowel baja

buat polos. Dowel berfungsi sebagai penyalur beban pada sambungan

yang dipasang dengan separuh panjang terikat dan separuh panjang

dilumasi atau dicat untuk memberikan kebebasan bergeser. Syarat

perancangan minimum dapat mengacu pada tabel 2.13. atau penentuan

diameter dowel dapat menggunakan pendekatan formula :

d = 𝐷

8

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

40

Dimana :

d = diameter dowel / ruji

D = Tebal pelat beton

Tabel 2.13 Ketentuan dimensi dan jarak pemasangan dowel

Tebal perkerasan (in) Diameter dowel

(in)

Panjang dowel

(in)

Jarak dowel

(in)

6 3/4 18 12

7 1 18 12

8 1 18 12

9 1 1/4 18 12

10 1 1/4 18 12

11 1 1/4 18 12

12 1 1/4 18 12

(Sumber :AASHTO 1993)

b. Tie bar

Tie bar (batang pengikat) adalah potongan baja profil yang dipasang

pada lidah alur dengan maksud untuk mengikat pelat agar tidak bergerak

horizontal. Tie bar dirancang untuk memegang plat sehingga teguh, dan

dirancang untuk menahan gaya – gaya tarik maksimum. Tie bar tidak

dirancang untuk memindah beaban. Jarak Tie bar dapat mengacu pada

tabel 2.14

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

41

Tabel 2.14 Ketentuan dimensi dan jarak pemasangan Tie bar

Jenis dan

mutu baja

Tegangan

kerja (psi)

Tebal

perkerasan

(in)

Diameter batang 1/2 in

Panjang

(in)

Jarak maximum (in)

Lebar

lajur 10

ft

Lebar

lajur 11

ft

Lebar

lajur 12

ft

Grade 40 30 .000

6 25 48 48 48

7 25 48 48 48

8 25 48 44 40

9 25 48 40 38

10 25 48 38 32

11 25 35 32 29

12 25 32 29 26

(Sumber :AASHTO 1993)

2.8 Rencana Anggaran Biaya

2.8.1 Pengertian Rencana Anggaran Biaya

Rencana anggaran biaya adalah :

- Perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-

biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tertentu.

- Merencanakan sesuatu bangunan dalam bentuk dan faedah dala penggunaannya,

beserta besar biaya yang diperlukan susunan-susunan pelaksanaan dalam

bidangadministrasi maupun pelaksanaan pekerjaan dalam bidang teknik

Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam penyusunan anggaran biaya antara

lain :

- Anggaran Biaya Kasar (Taksiran), sebagai pedomannya digunakan harga

satuannyatiap meter persegi luas lantai. Namun anggaran biaya kasar dapat juga

sebagaipedoman dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang

dihitung secara teliti.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

42

- Anggaran Biaya Teliti, proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat sesuai

dengan ketentuan dan syarat-syarat penyusunan anggaran biaya(Nurcholid

Syawaldi).

2.8.2 Tujuan Rencana Anggaran Biaya

Untuk mengetahui harga bagian/item pekerjaan sebagai pedoman untuk

mengeluarkan biaya-biaya dalam masa pelaksanaan. Selain itu supaya bangunan yang

akan didirikan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien (Nurcholid Syawaldi).

2.8.3 Fungsi Rencana Anggaran Biaya

Sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan dan sebagai alat pengontrol

pelaksanaan pekerjaan (Nurcholid Syawaldi).

2.9 Analisa Harga Satuan Dasar (HSD)

Komponen untuk menyusun Harga Satuan Pekerjaan (HSP) memerlukan

analisa Harga Satuan Dasar(HSD) tenaga kerja,Harga Satuan Dasar(HSD) alat, dan

Harga Satuan Dasar(HSD) bahan. Berikut ini diberikan langkah-langkah

perhitunganHarga Satuan Dasar(HSD) komponen Harga Satuan Pekerjaan (HSP)

(Kementrian Pekerjaan Umum).

2.9.1 Langkah Perhitungan Harga Satuan Dasar (HSD) Tenaga Kerja

Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan dahulu bahan

rujukan harga standar untuk upah sebagai Harga Satuan Dasar (HSD) tenaga kerja.

Langkah perhitungan Harga Satuan Dasar (HSD) tenaga kerja adalah sebagai

berikut:

1. Tentukan jenis keterampilan tenaga kerja, misal pekerja (P), tukang (Tx), mandor

(M), atau kepala tukang (KaT)

2. Kumpulkan data upah yang sesuai dengan peraturan daerah (Gubernur, Walikota,

Bupati) setempat, data upah hasil survai di lokasi yang berdekatan dan berlaku

untuk daerah tempat lokasi pekerjaan akan dilakukan

3. Perhitungkan tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah dengan

memperhitungkan biaya makan, menginap dan transport

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

43

4. Tentukan jumlah hari efektif bekerja selama satu bulan (24 – 26 hari), dan jumlah

jam efektif dalam satu hari (7 jam).

5. Hitung biaya upah masing-masing per jam per orang

6. Rata-ratakan seluruh biaya upah per jam sebagai upah rata-rata per

jam(Kementrian Pekerjaan Umum).

2.9.2 Langkah Perhitungan Harga Satuab Dasar (HSD) Alat

AnalisisHarga Satuan Dasar(HSD)alat memerlukan data upah operator atau

sopir, spesifikasi alat meliputi tenaga mesin, kapasitas kerja alat (m³), umur ekonomis

alat (dari pabrik pembuatnya), jam kerja dalam satu tahun, dan harga alat. Faktor

lainnya adalah komponen investasi alat meliputi suku bunga bank, asuransi alat,

faktor alat yang spesifik seperti faktor bucket untuk Excavator, harga perolehan alat,

dan Loader, dan lain-lain(Kementrian Pekerjaan Umum).

2.9.3 Langkah Perhitungan Harga Satuan Dasar (HSD) Bahan

Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan dahulu

rujukan harga standar bahan atau Harga Satuan Dasar(HSD) bahan per satuan

pengukuran standar.

Analisis Harga Satuan Dasar(HSD) bahan memerlukan data harga bahan

baku, serta biaya transportasi dan biaya produksi bahan baku menjadi bahan olahan

atau bahan jadi. Produksi bahan memerlukan alat yang mungkin lebih dari satu alat.

Setiap alat dihitung kapasitas produksinya dalam satuan pengukuran per jam, dengan

cara memasukkan data kapasitas alat, faktor efisiensi alat, faktor lain dan waktu

siklus masing-masing. Harga Satuan Dasar(HSD)bahan terdiri atas harga bahan baku

atau Harga Satuan Dasar(HSD)bahan baku, Harga Satuan Dasar(HSD) bahan olahan,

dan Harga Satuan Dasar(HSD) bahan jadi. Perhitungan harga satuan dasar (HSD)

bahan yang diambil dari quarry dapat menjadi dua macam, yaitu berupa bahan baku

(batu kali/gunung, pasir sungai/gunung dll), dan berupa bahan olahan (misalnya

agregat kasar dan halus hasil produksi mesin pemecah batu dan lain sebagainya).

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalaneprints.umm.ac.id/48741/44/BAB 2.pdf · 2019. 8. 14. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi

44

Harga bahan di quarry berbeda dengan harga bahan yang dikirim ke base

camp atau ke tempat pekerjaan, karena perlu biaya tambahan berupa biaya

pengangkutan material dari quarry ke base camp(Kementrian Pekerjaan Umum)