BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bank Syariah ...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bank Syariah ...
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Bank Syariah
2.1.1.1 Pengertian Bank Syariah
Dalam UU No. 21 Tahun 2008 pasal 1 tentang Perbankan,
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
Bank syariah adalah bank yang menjalankan usahanya berdasarkan Prinsip
Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (Harahap, 2010).
Ketentuan syariah dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, pasal 1 angka 12 sebagai berikut (Harahap, 2010):
“Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.”
16
Memasuki gerbang pemahaman bank syariah akan berhadapan
dengan suatu paradigma baru, suatu pengertian atau pandangan yang sama
sekali baru yaitu (Muthaher, 2012):
Paradigma baru pertama adalah hubungan bank dengan nasabah.
Hubungan bank syariah dengan nasabah adalah hubungan kontrak
(contractual agreement) atau akad antara investor pemilik dana atau
shahibul maal dengan investor pengelola dana atau mudharib yang bekerja
sama untuk melakukan usaha yang produktif dan berbagi keuntungan secara
adil (mutual investement relationship). Adanya hubungan kerja sama
investasi tersebut pada dasarnya akan mewujudkan suatu hubungan usaha
yang harmonis karena berdasarkan suatu asas keadilan usaha dan menikmati
keuntungan yang disepakati secara proporsional. Apabila kita amati
hubungan nasabah dan bank konvesional maka pada dasarnya merupakan
suatu hubungan kreditur dengan debitur dengan menerapkan sistem bunga.
Sistem bunga yang diterapkan dalam bank konvensional merupakan
bentuk yang takterhindarkan sebagai suatu bentuk hubungan eksploitatif
antara bank dengan nasabah atau sebaliknya antara nasabah dengan bank,
hal ini dapat terjadi karena dalam pemberian kredit bank akan berusaha
mendapatkan bunga yang setinggi-tingginya sedangkan nasabah akan
berusaha menekan bunga serendah-rendahnya. Sebaliknya nasabah sebagai
deposan akan berupaya untuk mendapatkan bunga setinggi tingginya tanpa
memperhatikan kondisi bank yang sebenarnya yang sedang kesulitan
likuiditas, sehingga secara terus menerus mengalami negative spread dan
akhirnya modal negatif.
17
Paradigma kedua adalah adanya larangan kegiatan usaha tertentu
oleh bank syariah yang bertujuan menciptakan kegiatan perekonomian yang
produktif, adil dan menjunjung tinggi moral. Bank syariah akan
mewujudkan produktifitas karena akan mengikis habis konsep time value of
money dan melarang transaksi yang bersifat spekulatif. Sejalan dengan
konsep Islam mengenai harta benda dan sumber daya alam, maka harta
benda dan sumber daya alam yang ada harus dimanfaatkan, digunakan, dan
produktif untuk kesejahteraan masyarakat. Konsep penggunaan harta benda
dan sumber daya alam ini akan sangat menentang adanya penumpukan harta
benda, tanah, atau sumber daya alam yang dikuasai oleh sebagian kecil
masyarakat dan tidak produktif, termasuk pemutaran dana pada bank tanpa
adanya investasi yang nyata. Bank syariah dapat menciptakan perekonomian
yang adil karena konsep usaha dalam bank syariah adalah bagi hasil dan
tidak memungkinkan seorang deposan yang memiliki uang yang banyak
menanamkan dananya pada bank tanpa menanggung risiko sedikitpun,
sementara pihak bank atau pengelola dana akan dibebani tanggungjawab
yang sangat besar untuk mengelola dana dan menghasilkan keuntungan.
Paradigma yang ketiga adalah kegiatan usaha bank syariah yang
lebih variatif dibandingkan dengan bank konvensional yang kita kenal
dewasa ini, karena dalam bank syariah tidak hanya berlandaskan sistem bagi
hasil tetapi juga sistem jual beli, sewa beli, serta penyediaan jasa lainnya
sepanjang tidak bertentangan dengan prinisip syariah. Walaupun terdapat
beberapa pendapat para ahli yang mempertanyakan kembali mengenai
fungsi kelembagaan bank syariah sebagai “bank” atau “perusahaan
18
investasi” namun demikian secara aplikasi tidak dapat diragukan lagi bahwa
keragaman kegiatan usaha bank syariah tersebut telah menumbuh
kembangkan berbagai aspek transaksi ekonomi dalam masyarakat sehingga
bank syariah akan mamiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kebutuhan
dunia usaha.
Paradigma yang keempat adalah penyajian laporan keuangan bank
syariah akan terkait erat dengan konsep investasi dan norma-norma
moral/sosial dalam kegiatan usaha bank. Selain penyajian laporan keuangan
bank sebagai lembaga pencari keuntungan juga terdapat laporan keuangan
yang terkait dengan bank sebagai fungsi sosial. Dengan memperhatikan
dasar keadilan dan kebenaran maka konsep Islam dan pencatatan keuangan
tetap mengacu kepada konsep dasar laporan keuangan yaitu dapat
dipertanggungjawabkan, tranparans, dan keadilan, dapat diperbandingkan,
namun demikian dalam pencatatan transaksi keuangan dilakukan berbeda
dengan jenis laporan keuangan bank konvensional.
Tabel 2.1
Perbedaan pokok antara bank syariah dan bank konvesional
Bank Syariah Bank Konvesional
a. Melakukan investasi-investasi
yang halal saja.
b. Berdasarkan prinsip bagi hasil,
jual beli, atau sewa.
c. Profit dan falah oriented.
d. Hubungan dengan nasabah
dalam bentuk hubungan
kemitraan.
e. Penghimpunan dan penyaluran
dana harus sesuai dengan fatwa
Dewan Pengawas Syariah.
a. Investasi yang halal dan
haram.
b. Memakai perangkat
bunga.
c. Profit oriented.
d. Hubungan dengan
nasabah dalam bentuk
hubungan debitor-
kreditor.
e. Tidak terdapat dewan
sejenis. Sumber: Muhammad Syafi’i Antonio (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik
19
2.1.1.2 Prinsip Operasional Bank Syariah
Dalam menjalankan operasinya, fungsi bank syariah terdiri
(Muthaher, 2012):
1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana
yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas
dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank.
2. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik
dana/shahibul maal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki
oleh pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer
investasi).
3. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4. Sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan dana zakat dan
penerimaan serta penyaluran dana kebajikan (fungsi optimal).
Dari fungsi tersebut maka beberapa prinsip produk bank Islam terdiri dari
(Muthaher, 2012):
a. Prinsip-prinsip dalam Penghimpunan Dana Bank Syariah
1. Prinsip Wadi’ah
Prinsip wadi’ah adalah titipan di mana pihak pertama
menitipkan atau benda kepada pihak kedua selaku penerimaan
titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu waktu dapat
diambil kembali, di mana penitipan dapat dikenakan biaya penitipan.
20
2. Prinsip Mudharabah
Prinsip mudharabah yaitu perjanjian antara dua pihak dimana
pihak pertama sebagai pemilik dana/sahibul mal dan pihak kedua
sebagai pengelola dana/mudharib untuk mengelola suatu kegiatan
ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan
yang akan diperoleh, sedangkan kerugian yang timbul adalah risiko
pemilik dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa mudharib
melakukan kecurangan atau tindakan yang tidak amanah
(misconduct).
b. Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah
1. Prinsip Jual Beli (Al Buyu’) yaitu terdiri dari:
i. Murabahah yaitu akad jual beli antara dua belah pihak di
mana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri
dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan
bagi penjual;
ii. Salam yaitu pembelian barang dengan pembayaran di muka
dan barang diserahkan kemudian;
iii. Istishna’ yaitu pembelian barang melalui pesanan dan
diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan pesanan
pembeli dan pembayaran dilakukan di muka sekaligus atau
secara bertahap.
2. Prinsip Bagi Hasil
i. Mudharabah yaitu perjanjian antara pemilik modal dan
pengelola modal untuk memperoleh keuntungan.
21
ii. Musyarakah yaitu perjanjian antara pihak-pihak untuk
menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan
pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang
disepakati.
c. Prinsip-prinsip Penyediaan Jasa
1. Prinsip Sewa-Ijarah yaitu kegiatan penyewaan suatu barang dengan
imbalan pendapatan sewa, bila terdapat kesepatakatn pengalihan
pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah muntahiyah bitsmlik
(sama dengan operating Iease). Prinsip sewa terdiri dari:
i. Ijarah yaitu akad sewa menyewa barang antara bank
(muaajir) dengan penyewa (mustajir).
ii. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik yaitu akad sewa menyewa
barang antara bank (muaajir) dengan penyewa (mustajir) yang
diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan
barang sewaan akan berpindah kepada mustajir.
2. Prinsip Jasa Perbankan Syariah
Jasa-jasa terdiri dari:
i. Wakalah yaitu pihak pertama memberikan kuasa kepada
pihak kedua (sebagai wakil) untuk urusan tertentu di mana
pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi,
ii. Kafalah yaitu pihak pertama bersedia menjadi penanggung
atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak kedua sepanjang
sesuai dengan yang diperjanjikan di mana pihak pertama
menerima imbalan berupa fee atau komisi (garansi),
22
iii. Sharf yaitu pertukaran/jual beli mata uang yang berbeda
dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan
harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran.
d. Prinsip Kebajikan
Yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebijakan dalam bentuk zakat
infaq shodaqah dan lainnya serta penyaluran alqardul hasan yaitu
penyaluran dan dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan
miskin dengan penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali
pengembalian pokok utang.
2.1.2 Manajemen Dana Bank Syariah
Manajemen dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh
lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang
diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing,
dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-
kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya (Muhammad, 2005).
Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga
mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-
satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami
kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit yang mengalami kekurangan
dana (deficit unit). Melalui bank kelebihan dana-dana tersebut dapat
disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat
kepada kedua belah pihak.
23
Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank syariah
dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dan kreditur, melainkan
hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahibul maal) dengan
pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu tingkat laba bank syariah bukan
saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham,
tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang dapat diberikan kepada
nasabah yang menyimpan dana. Dengan demikian kemampuan manajemen
untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha dan
pengelola investasi yang baik akan sangat menentukan kualitas usahanya
sebagai lembaga intermediary dan kemampuannya menghasilkan laba.
Secara lengkap indikator kinerja dan kesehatan perbankan syariah
dapat dilihat dalam tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2
Indikator Kinerja dan Kesehatan Bank Syariah
Sumber: Muhammad (2005). Manajemen Bank Syariah
24
Pokok-pokok permasalahan manajemen dana bank pada umumnya dan
bank syariah pada khususnya adalah (Muhammad, 2005):
1. Bagaimana memperoleh dana dan dalam bentuk apa dengan biaya
yang relatif murah.
2. Berapa jumlah dana yang dapat ditanamkan dan dalam bentuk apa
untuk memperoleh pendapatan yang optimal.
3. Berapa besarnya deviden yang dibayarkan yang dapat memuaskan
pemilik/pendiri dan laba ditahan yang memadai untuk pertumbuhan
bank syariah.
Dari permasalahan yang ada diatas, maka manajemen dana mempunyai
tujuan sebagai berikut (Muhammad, 2005):
1. Memperoleh profit yang optimal.
2. Menyediakan aktiva cair dan kas yang memadai.
3. Menyimpan cadangan.
4. Mengelola kegiatan-kegiatan lembaga ekonomi dengan
kebijakan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai
pemelihara dana-dana orang lain.
5. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.
Bank syariah dirancang untuk melakukan fungsi pelayanan sebagai
lembaga keuangan bagi para nasabah dan masyarakat. Untuk itu bank
syariah harus mengelola dana yang dapat digolongkan sebagai berikut
(Muhammad, 2005):
1. Kekayaan bank syariah dalam bentuk:
25
a. Kekayaan yang menghasilkan (Aktiva Produktif) yaitu
pembiayaan untuk debitur serta penempatan dana di bank atau
investasi lain yang menghasilkan pendapatan.
b. Kekayaan yang tidak menghasilkan yaitu kas dan inventaris
(harta tetap).
2. Modal bank syariah, berasal dari:
a. Modal sendiri yaitu simpanan pendiri (modal), cadangan dan
hibah, infak/shadaqah.
b. Simpanan/hutang dari pihak lain.
3. Pendapatan usaha keuangan bank syariah berupa bagi hasil atau
mark up dari pembiayaan yang diberikan dan biaya administrasi
serta jasa tabungan bank syariah di bank.
4. Biaya yang harus dipikul oleh bank syariah yaitu biaya operasi,
biaya gaji, manajemen, kantor dan bagi hasil simpanan nasabah
tabungan.
Untuk mengatasi hal tersebut pihak bank syariah dapat melakukan
kegiatan manajemen sebagai berikut:
1. Rencana Keuangan (Budgeting)
2. Batasan dan pengukuran atas:
a. Struktur modal, mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka panjang atau mengukur tingkat
proteksi kreditor jangka panjang.
b. Pemeliharan likuiditas, mengukur kemampuan suatu bank dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
26
c. Pengawasan efisiensi, mengukur efisiensi dan kemampuan bank
dalam melakukan kegiatan operasinya.
d. Rentabilitas, menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha
dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.
e. Aktiva produktif, mengukur efisiensi dan efektivitas
pemanfaatan setiap aktiva produktif yang dimiliki bank.
Seberapa jauh bank syariah dapat menjalankan aktivitas manajerial
secara efisien. Tingkat efisiensi manajerial bank sangat ditentukan oleh
seberapa besar tingkat keuntungan bersih bank. Dari tingkat keuntungan
bersih dibandingkan dengan kondisi aset dan ekuitas dapat dijadikan ukuran
efisiensi manajerial bank.
Tingkat keuntungan bersih yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable factors) dan faktor-
faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable factors). Controllable
factors adalah faktor yang dipengaruhi oleh manajemen seperti segmentasi
bisnis (orientasinya kepada wholesale dan retail), pengendalian pendapatan
(tingkat bagi hasil, keuntungan atas transaksi jual-beli, pendapatan fee atas
layanan yang diberikan) dan pengendalian biaya-biaya. Uncontrollable
factors atau faktor eksternal adalah faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
bank seperti kondisi ekonomi secara umum dan situasi persaingan di
lingkungan wilayah operasinya. Bank tidak dapat mengendalikan faktor-
faktor eksternal, tetapi mereka dapat membangun fleksibilitas dalam
rencana operasi mereka untuk menghadapi perubahan faktor-faktor
eksternal.
27
Rasio yang biasanya dipakai untuk mengukur kinerja bank yaitu:
1. Return on Assets (ROA)
ROA adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income)
dengan rata-rata aktiva (average assets). Rasio ini digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan
(laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin
besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin
baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Rumus yang
digunakan adalah:
ROA = 𝐄𝐁𝐓
𝐫𝐚𝐭𝐚−𝐫𝐚𝐭𝐚 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐀𝐬𝐞𝐭 (income statement approach)
ROA = 𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐓𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐢𝐡
𝐫𝐚𝐭𝐚−𝐫𝐚𝐭𝐚 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐀𝐬𝐞𝐭 (value added approach)
2. Return on Equity (ROE)
ROE adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income)
dengan rata-rata modal (average equity) atau investasi para pemilik bank.
Dari pandangan para pemilik, ROE adalah ukuran yang lebih penting
karena merefleksikan kepentingan kepemilikan mereka.
ROE = 𝐄𝐀𝐓
𝐫𝐚𝐭𝐚−𝐫𝐚𝐭𝐚 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐌𝐨𝐝𝐚𝐥 (income statement approach)
ROE = 𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐓𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡 𝐃𝐢𝐬𝐭𝐫𝐢𝐛𝐮𝐬𝐢
𝐫𝐚𝐭𝐚−𝐫𝐚𝐭𝐚 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐌𝐨𝐝𝐚𝐥 (value added approach)
28
Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank (baik
pemegang saham pendiri maupun pemegang saham baru) serta para investor
di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan (jika
bank tersebut telah go public). Dengan demikian rasio ROE merupakan
indikator penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk
mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan
dengan pembayaran deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi
kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan
Keuntungan bagi para pemilik bank adalah merupakan hasil dari tingkat
keuntungan (profitability) dari aset dan tingat leverage yang dipakai.
Hubungan antara ROA dan leverage dapat digambarkan sebagai berikut
(Muhammad, 2005):
𝐍𝐞𝐭 𝐈𝐧𝐜𝐨𝐦𝐞
𝐀𝐯𝐞𝐫𝐚𝐠𝐞 𝐀𝐬𝐬𝐞𝐭𝐬 x
𝐀𝐯𝐞𝐫𝐚𝐠𝐞 𝐀𝐬𝐬𝐞𝐭𝐬
𝐂𝐚𝐩𝐢𝐭𝐚𝐥
3. Rasio perbandingan antara total laba bersih dengan total aktiva produktif.
Pengertian aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 31/147/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 tentang
Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam
Rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga,
penempatan dana antar bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada
transaksi rekening administratif.
29
Kualitas Aktiva Produktif dinilai berdasarkan:
a. Prospek usaha.
b. Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur.
c. Kemampuan membayar.
Berdasarkan analisis dan penilaian terhadap faktor penilaian
mengenai prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar dengan
mempertimbangkan komponen-komponen yang tidak disebutkan, kualitas
kredit ditetapkan menjadi:
a. Lancar (Pass)
b. Dalam perhatian khusus (special mention)
c. Kurang lancar (sub standard)
d. Diragukan (doubtful)
e. Macet (loss)
2.1.3 Laporan Keuangan Bank Syariah
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Laporan keuangan yang lengkap meliputi laporan keuangan atas kegiatan
komersial dan/atau sosial. Laporan keuangan kegiatan komersial meliputi
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat
disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya, sebagai laporan arus kas,
atau laporan perubahan ekuitas), catatan dan laporan lain serta materi
penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Laporan
keuangan atas kegiatan sosial meliputi laporan sumber dan penggunaan
dana zakat, dan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan. Di
30
samping itu juga termasuk, skedul dan informasi tambahan yang berkaitan
dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan
geografis (PSAK Akuntansi Syariah, par 7).
Definisi laporan keuangan dalam akuntansi bank syariah adalah
laporan keuangan yang menggambarkan fungsi bank Islam sebagai investor,
hak dan kewajibannya, dengan tidak memandang tujuan bank Islam itu dari
masalah investasinya, apakah ekonomi atau sosial (Muhammad, 2005).
Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat
bagi pihak pihak yang berkepentingan (pengguna laporan keuangan) dalam
pengambilan keputusan ekonomi yang rasional, seperti (Muhammad, 2005):
1. Shahibul maal/pemilik dana
2. Pihak-pihak yang memanfaatkan dan menerima penyaluran dana
3. Pembayar zakat, infak, dan shadaqah
4. Pemegang saham
5. Otoritas pengawasan
6. Bank Indonesia
7. Pemerintah
8. Lembaga penjamin simpanan
9. Masyarakat
Tujuan Laporan Keuangan Syariah adalah untuk menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi
keuangan aktivitas operasi bank yang bermanfaat dalam mengambil
putusan. Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
31
Keuangan Syariah (KDPPLKS) paragraf 30, di nyatakan bahwa tujuan
laporan keuangan syariah adalah sebagai berikut (Muthaher, 2012):
a. meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua
transaksi dan kegiatan usaha;
b. informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta
informasi aset, kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah bila ada dan bagaimana perolehan dan
penggunaannya;
c. informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung
jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana,
menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak; dan
d. informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh
penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer; dan informasi
mengenai pemenuhan kewajiban (Obligation) fungsi sosial entitas
syariah termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah
dan wakaf.
Sesuai karakteristik maka laporan keuangan entitas syariah antara lain
meliputi (Muthaher, 2012):
a. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan
komersial:
i. Laporan posisi keuangan;
ii. Laporan laba rugi;
iii. Laporan arusa kas; dan
iv. Laporan perubahan ekuitas.
32
b. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial:
i. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat; dan
ii. Laporan sumber dan penggunaan dana kebijakan.
c. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan
dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut.
Menurut Baydoun dan Willet, bentuk laporan keuangan perusahaan
yang lebih cocok dengan akuntansi Islam adalah value added statement
bukan laporan laba rugi konvensional. Menurut beliau value added
statement cenderung kepada prinsip-prinsip pertanggungjawaban sosial.
Dalam value added statement, informasi yang disajikan meliputi laba bersih
yang diperoleh perusahaan sebagai nilai tambah yang kemudian
didistribusikan secara adil kepada kelompok yang terlibat dengan
perusahaan dalam menghasilkan nilai tambah (Harahap, 2006).
Gambar 2.1
Format Laporan Keuangan Perusahaan Islami
Menurut Baydoun dan Willet
Sumber: Sofyan Syafri Harahap (2006). Menuju Perumusan Teori Auntansi Islam
33
Berbicara mengenai tanggung jawab sosial, Islam telah
mengaturnya, tidak hanya pada tanggung jawab sosial tetapi juga kepada
Tuhan. Oleh karena itu untuk memfasilitasi pertanggungjawaban tersebut
maka beberapa kemungkinan bentuk jenis Laporan Keuangan Akuntansi
Islam adalah sebagai berikut (Harahap, 2006):
1. Neraca dimana dimuat juga informasi tentang karyawan, dan
akuntansi SDM.
2. Laporan Nilai Tambah sebagai pengganti Laporan Laba Rugi.
3. Laporan Arus Kas.
4. Socio Economic atau Laporan Pertanggungjawaban Sosial.
5. Catatan penyelesaian laporan keuangan yang bisa berisi laporan:
a. Mengungkapkan lebih luas tentang laporan keuangan yang
disajikan.
b. Laporan tentang berbagai nilai dan kegiatan yang tidak sesuai
dengan syariat Islam. Misalnya dengan juga menyajikan
pernyataan Dewan Pengawas Syariah.
c. Menyajikan informasi tentang efisiensi, good governance dan
laporan produktivitas.
2.1.4 Penyajian Keuangan Bank Syari’ah Menurut PSAK No. 101
Laporan keuangan bank syariah sesuai dengan format umum dengan
mengacu pada lampiran PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Syariah yang
diterbitkan IAI tahun 2007 terdiri dari komponen-komponen berikut
(Muthaher, 2012):
34
a. Laporan posisi keuangan (Neraca)
Unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran posisi
keuangan (Neraca) adalah aset, kewajiban, dan syirkah temporer,
dan ekuitas (KDPPLKS paragraf 71).
i. Aset
ii. Kewajiban
iii. Dana syirkah temporer
iv. Ekuitas
b. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi merupakan ukuran kinerja entitas syariah
yang disajikan sedemikian rupa dengan menonjolkan berbagai unsur
kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara awajar.
Unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran penghasilan
bersih (laba) adalah:
i. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama
suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau
penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang berasal dari kontribusi penanam modal.
(KDPPLKS paragraf 97)
ii. Beban (expenses) penurunan manfaat ekonomi selama suatu
periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya
aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan
ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam
modal. (KDPPLKS paragraf 97)
35
iii. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah
bagian bagi hasil pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil
investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan
keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa
dikelompokkan sebagai beban (ketika untung) atau pendapatan
(ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan
alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas
investasi yang dilakukan bersama dengan entitas syariah.
(KDPPLKS paragraf 107)
Berikut adalah bentuk umum laporan laba rugi yang mengacu pada
Penyajian Laporan Syariah yang diterbitkan IAI tahun 2007.
Tabel 2.4 Bentuk Lapor Laba Rugi Bank Syariah PT Bank Syariah “X”
Laporan Laba Rugi periode 1 Januari s/d 31 Desember 20X2 dan 20X1
Uraian 20X2 20X1
Pendapatan
Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank Sebagai
Mudharib
Pendapatan dari jual beli:
Pendapatan Margin Murabahah xxx xxx
Pendapatan bersih Salam xxx xxx
Pendapatan bersih Istishna’ xxx xxx
Pendapatan Sewa-bersih:
Pendapatan bersih Ijarah xxx xxx
Pendapatan dari bagi hasil:
Pendapatan bagi hasil Mudharabah xxx xxx
Pendapatan bagi hasil Musyarakah xxx xxx
Pendapatan usaha utama lainnya xxx xxx
Jumlah Pendapatan Pengelolaan Dana oleh bank
sebagai Mudharib
xxx xxx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil (xxx) (xxx)
Hak bagi hasil milik bank xxx xxx
Pendapatan usaha lainnya
Pendapatan imbalan jasa perbankan xxx xxx
Pendapatan imbalan investasi terikat xxx xxx
Jumlah pendapatan usaha lainnya xxx xxx
Beban Usaha
36
Beban kepegawaian xxx xxx
Beban administrasi dan umum xxx xxx
Bank penyusutan dan Amortisasi xxx xxx
Beban bonus Giro Wadiah xxx xxx
Beban estimasi kerugian komitmen xxx xxx
Beban lain-lain xxx xxx
Jumlah Beban Usaha xxx xxx
Laba (Rugi) Usaha
Pendapatan dan Beban Non-Usaha
Pendapatan nonusaha xxx xxx
Jumlah pendapatan (beban) nonusaha xxx xxx
Jumlah pendapatan (beban) nonusaha xxx xxx
Laba (Rugi) sebelum pajak xxx xxx
Beban Pajak (xxx) (xxx)
Zakat (xxx) (xxx)
Laba (Rugi) Bersih Periode Berjalan xxx xxx Sumber: Osmad Muthaher. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah.
c. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas yang disajikan entitas syariah meliputi
beberapa komponen utama laporan keuangan sebagai komponen
utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
i. Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan;
ii. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian
beserta jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui
secara langsung dalam ekuitas;
iii. Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan
perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur
dalam PSAK terkait;
iv. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada
pemilik;
v. Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode
serta perubahan;
37
vi. Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis
modal saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir
periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap
perubahan.
d. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas disusun berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terkait.
e. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat disajikan entitas
syariah sebagai komponen utama laporan keuangan yang menunjukkan:
I. Dana zakat berasal dari wajib zakat (muzakki):
i. zakat dari dalam entitas syariah;
ii. zakat dari pihak luar entitas syariah;
II. Penggunaan dana zakat melalui lembaga amil zakat untuk:
i. fakir
ii. miskin
iii. riqab
iv. orang yang terlilit utang (gharim)
v. muallaf
vi. fisabilillah
vii. orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil) dan
viii. amil
III. Kenaikan
IV. Saldo awal dana zakat
38
V. Saldo akhir dana zakat
f. Laporan Sumber-sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
Laporan Sumber dan PenggunaanDana Kebajikan disajikan Entitas
sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
I. Sumber dana kebajikan berasal dari penerimaan:
i. Infak,
ii. Sedekah,
iii. hasil pengelolaan wakaf sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku,
iv. pengambilan dana kebajikan produktif,
v. denda,
vi. pendapatan non halal;
II. Penggunaan dana kebajikan untuk:
i. dana kebajikan produktif,
ii. sumbangan,
iii. penggunaan lainnya untuk kepentingan umum;
III. kenaikan atau penurunan sumber dana kebajikan;
IV. saldo awal dana penggunaan dana kebajikan;
V. saldo akhir dana penggunaan dana kebajikan.
2.1.5 Standar Akuntansi Perbankan Syari’ah
PSAK (Pernyataan Standar Keuangan) No. 59 merupakan
pernyataan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indoensia (IAI)
mengenai Akuntansi Perbankan Syariah. Produk DSAK-IAI
39
merupakan awal dari pengakuan dan eksistensi Akuntansi Syariah di
Indonesia. PSAK ini disahkan tanggal 1 Mei 2002, berlaku mulai 1
Januari 2003 atau pembukuan yang berakhir tahun 2003.
Berdasarkan pernyataan yang dikutip dari SAK Mei 2002,
menjelaskan tentang “PSAK No. 59 adalah awal lahirnya standar
mengenai akuntansi syariah. PSAK NO. 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK) pada tanggal 1 Mei 2002. Walaupun PSAK 59
sudah tidak berlaku lagi, namun inilah tonggak dari keperluan kita
akan akuntansi syariah”.
Adapun inti dari PSAK 59 yaitu pernyataan ini bertujuan
untuk mengatur perlakuan akuntansi (pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan) transaksi khusus yang berkaitan
dengan aktivitas bank syariah. Ruang lingkup dalam pernyataan
yang diterapkan untuk bank umum syariah, bank perkreditan rakyat
syariah, dan kantor cabang syariah bank konvesional yang
beroperasi di Indonesia. Hal-hal umum yang tidak diatur dalam
pernyataan ini mengacu pada PSAK yang lain dan/atau prinsip
akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.
Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian
laporan keuangan sesuai permintaan khusus (statutory) pemerintah,
lembaga pengawas independen, dan bank sentral (Bank Indonesia).
Laporan keuangan bank syariah yang lengkap terdiri atas beberapa
40
komponen yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan
perubahan ekuitas, laporan perubahan dana investasi terikat, laporan
sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah, laporan
sumber dan penggunaan dana qardhul hasan, dan catatan laporan
keuangan.
Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian
laporan keuangan yang mencakup periode laporan yang dimulai
pada atau setelah tanggal 1 Januari 2003. Setelah 10 tahun
perbankan Indonesia tidak mempunyai standar akuntansi syariah,
akhirnya 1 Mei 2002, disahkan PSAK 59 tentang Akuntasi
Perbankan Syariah. Masa berlaku PSAK 59 ini terbilang lama, dan
belum ada revisi dalam kurun waktu tersebut.
PSAK ini hanya berlaku selama 5 tahun dan akhirnya
dibentuklah standar khusus akuntansi syariah. Seiring dengan
berjalannya waktu, ekonomi syariah pun mulai menjadi salah satu
fokus di dalam lembaga keuangan, yang tidak lagi hanya sebagai
alternatif atas kekurangan ekonomi konvesional, tetapi sudah
menjadi perekonomian solutif dalam memecahkan persoalan
ekonomi. Oleh karena itu, keberadaan akuntansi syariah mutlak
diperlukan untuk mengimbangi laju perkembangan ekonomi syariah
ini.
Keberadaan PSAK Syariah yang baik akan mendorong
terciptanya sistem akuntansi yang baik pula, sehingga akan tersedia
informasi yang dapat dipercaya. Peran keberadaan PSAK Syariah
41
yang matang, berimbas pada perkembangan Lembaga Keuangan
Syariah.
Hingga saat ini Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah
menerbitkan 9 (sembilan) PSAK Syariah yaitu: penyajian laporan
keuangan syariah, akuntansi murabahah, akuntansi salam, akuntansi
istishna, akuntansi mudharabah, akuntansi musyarakah, akuntansi
ijarah, asuransi syariah, dan akuntansi, zakat, infak & sedekah
(belum diterbitkakn namun sudah disahkan).
Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari
penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para
penggunanya. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan
sebagai acuan bagi:
1. Penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dalam
pelaksanaan tugasnya;
2. Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah
akuntansi syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi
keuangan syariah;
3. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai
dengan standar akuntansi keuangan syariah.
Adapun PSAK yang dikeluarkan IAI ialah PSAK 101-106
disahkan tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari
2008 atau pembukuan tahun berakhir tahun 2008.
42
2.1.6 Penyajian Laporan Keuangan Bank Syari’ah berdasarkan Nilai
Tambah.
Sebagai konsekuensi menerima SET, maka akuntansi syariah tidak
lagi menggunakan konsep income dalam pengertian laba, tetapi
menggunakan nilai tambah. Dalam pengertian yang sederhana dan
konvensional, nilai tambah adalah selisih lebih dari harga jual keluaran yang
terjual dengan costs masukan yang terdiri dari bahan baku dan jasa yang
dibutuhkan (Baydoun & Willett, 1994; Collins, 1994; Wurgler, 2000, dalam
Triyuwono, 2007).
Value Added Statement (VAR) atau Laporan Nilai Tambah berkaitan
juga dengan Human Resources Accounting dan Employee Reporting
terutama dalam hal informasi yang disajikan. Value Added Statement ini
sebenarnya menutupi kekurangan informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan utama, Neraca, Laba Rugi, dan Arus Kas. Karena semua laporan
ini gagal memberikan informasi:
1. Total produktivitas dari perusahaan.
2. Share dari setiap stakeholders atau anggota tim yang ikut dalam
proses manajemen, yaitu: pemegang saham, kreditur, pegawai,
masyarakat dan pemerintah.
VAR berusaha untuk mengisi kekurangan ini ditambah dengan
memberikan informasi tentang kompensasi yang diberikan kepada pegawai
dan mereka yang berkepentingan (stakeholders) lainnya terhadap informasi
perusahaan.
43
Kalau laporan keuangan konvensional menekankan informasinya
pada laba maka VAR menekankan pada upaya mengenerate kekayaan.
Karena laba pemegang saham (kapitalis) biasanya hanya menggambarkan
hak atau kepentingan pemegang saham saja bukan seluruh tim yang ikut
terlibat dalam kegiatan perusahaan. Value added adalah kenaikan nilai
kekayaan yang degenerate atau dihasilkan dengan penggunaan yang
produktif dari seluruh sumber-sumber kekayaan perusahaan oleh seluruh
tim yang ada termasuk pemilik modal, karyawan, kreditor, dan pemerintah.
Value added tidak sama dengan laba. Laba menunjukkan pendapatan bagi
pemilik saham sedangkan nilai tambah mengukur kenaikan kekayaan bagi
seluruh stakeholders.
Kesadaran akan pentingnya VAR ini sejalan dengan peralihan
penekanan tujuan manajemen dari pertama-tama memaksimalkan profit
kepada pemilik modal, ke memaksimalkan nilai tambah kepada
stakeholders. Masyarakat yang semakin menyadari pentingnya keadilan
sosial juga merupakan salah satu penyebab munculnya VAR ini karena
dianggap lebih adil dan lebih demokratis. Sehingga hubungan antara
masing-masing pihak yang bekerjasama dalam satu tim lebih harmonis
karena masing-masing nilai tambah yang diberikannya diukur. Indikator
atau informasi ini tentu akan bisa digunakan untuk melakukan pembagian
hasil. Dalam konsep ekonomi Islam tampaknya konsep VAR ini lebih sesuai
konsep bisnis dalam Islam didasarkan pada kerjasama (musyarakah dan
mudharabah) yang adil, transparan dan saling menguntungkan bukan salah
satu mengeksploitasi yang lain.
44
VAR ini merupakan alternatif pengganti laporan laba rugi dalam
akuntansi konvensional. Dimana Baydoun dan Willet menjelaskan bahwa
VAR merupakan laporan keuangan yang lebih menerapkan prinsip full
disclosure dan didorong dengan kesadaran moral dan etika. Karena prinsip
fuul disclosure paling tidak mencerminkan kepekaan manajemen terhadap
proses aktivitas bisnis terhadap pihak-pihak yang terlibat didalamnya,
sehingga kepekaan itu diwujudkan dalam informasi akuntansi melalui
distribusi pendapatan yang lebih adil. Artinya bahwa dengan VAR
perusahaan telah merubah mainstream tujuan akuntansinya dari decision
making yang kabur bergeser ke pertanggungjawaban sosial. KonsepVAR
merupakan salah satu bukti pelaporan yang menggambarkan nilai-nilai
Islam.
Pergeseran tujuan akuntansi dari adanya VAR harus dimanfaatkan
oleh umat Islam yang telah memiliki seperangkat panduan kehidupan yang
universal, termasuk didalamnya praktik bisnis dan dasar serta prinsip
akuntansi. Dengan perkembangan VAR keselarasan dengan prinsip syariah
yaitu keadilan, kejujuran, full disclosure dan pertanggungjawaban dapat
terwujud. Akan lebih lengkap jika VAR ini dikonstruksi sebagai wujud dari
kesatuan tujuan perusahaan yang tidak hanya pada sosial, tetapi juga
pertanggungjawaban kepada Pencipta. Artinyatujuan laporan keuangan
tersebut menjadi media pertanggungjawaban manajemen secara vertikal dan
horisontal. Dengan penetapan tujuan ini maka diharapkan tidak ada bias
antara tujuan dan praktek akuntansi dengan tujuan hidup kita sebagai hamba
Allah.
45
Pertangggungjawaban akuntansi secara vertikal dengan
menggunakan VAR dapat dilaksanakan dalam bentuk penerapan keadilan
antara pihak-pihak yang terlibat dan bekerjasama. Sedangkan horisontalnya
mendistribusikan nilai tambah secara adil kepada pihak yang terlibat dalam
menciptakan niali tambah tersebut. Sehingga dengan bentuk laporan
pertanggungjawaban tersebut, dapat menampilkan nilai yang sesungguhnya
atau ketepatan dan keakuratan nilai dari perusahaan serta kerjasama
didalamnya.
Beberapa kegunaan dari VAR ini yaitu (Harahap, 2006):
1. Konsep ini dinilai objektif sehingga dianggap sebagai informasi
yang absah sebagai dasar menghitung penghargaan dalam nilai uang.
2. Pertambahan nilai kotor merupakan informasi yang sangat berguna
untuk mengetahui angka reinvestasi (laba ditahan dan penyusutan).
3. Laporan ini dianggap dapat menjembatani kepentingan akuntansi
dan ekonomi dengan mengungkapkan jumlah kekayaan dalam
pengukuran pendapatan nasional.
4. Pertambahan nilai bersih bisa menjadi dasar distribusi kekayaan
bukan pertambahan nilai kotor saja.
5. Pertambahan nilai bersih sangat cocok menjadi dasar perhitungan
bonus produktivitas tenaga kerja dengan memberikan penyisihan
pada perubahan modal.
6. Dengan mengurangkan biaya penyusutan akan menghindari double
counting yang bisa terjadi jika ada pertukaran aktiva antara dua
perusahaan.
46
7. Pertambahan nilai bersih sangat menguntungkan bagi konsep laba
untuk semua. Ini akan mendorong spirit team atau sense of
belonging dalam perusahaan. Masing-masing pihak mengetahui
kontribusinya dalam proses peningkatan kekayaan perusahaan.
8. Mestinya nemunerasi karyawan tidak hanya berasal dari gaji tetapi
juga kenaikan kekayaan, ini konsep baru dalam dunia bisnis modern.
Informasi untuk kepentingan ini disupplay oleh VAR.
9. Dapat menjadi media peramalan yang baik bagi peristiwa ekonomi
yang dapat mempengaruhi kesehatan perusahaan.
10. Sangat cocok untuk ekonom dalam perhitungan pendapatan
nasional.
Namun disamping keunggulannya ada juga beberapa keterbatasan VAR
yaitu(Harahap, 2006):
1. Tidak semua pihak yang terlibat dalam menghasilkan pertambahan
nilai itu merasa senang bekerjasama dengan yang lain. Tidak jarang
justru ada konflik, sehingga laporan ini justru bisa menimbulkan
atau mempertajam konflik.
2. Ada kemungkinan dengan adanya VAR ini manajemen salah
tanggap seolah ingin memaksimasi pertambahan nilai. Padahal sikap
ini bisa menimbulkan inefisiensi.
3. Kesalahan penafsiran terhadap pertambahan nilai dapat
menimbulkan kepalsuan pendapat seperti:
a. Kenaikan pertambahan nilai dianggap kenaikan laba.
47
b. Kenaikan pertambahan nilai per unit dianggap otomatis
bermanfaat bagi pemegang saham.
c. Seolah dianggap bisa mengidentifikasi distribusi yang adil
atas perubahan pertambahan nilai.
d. Pertambahan nilai yang tinggi untuk tenaga kerja per unit
dianggap merupakan prestasi ekonomi yang baik.
e. Share tenaga kerja yang besar atas pertambahan nilai tidak
berhak mendapatkan gaji yang tinggi.
Berdasarkan kaijian yang dilakukan terhadap para pakar akuntansi
syari’ah (Gambling dan Karim, 1994), (Baydoun dan Willet, 2000),
Triyuwono 2001), (Hamed, 2000) dan (Harahap, 2001) dapat dirangkum
format penyajian dan pengungkapan pelaporan keuangan yang
merekomendasikan tiga komponen laporan keuangan tambahan bagi
perusahaan-perusahaan isalmi yaitu:
1. Neraca Nilai Sekarang
Neraca Nilai Sekarang ditujukan untuk memenuhi prinsip full
disclosure yaitu dintaranya nilai perusahaan dalam perhitungan bagi
hasil mudharabah lebih transparan dan juga untuk menghitung
kewajiban zakat.
2. Laporan Nilai Tambah (Value Added Statement)
Laporan Nilai Tambah (Value Added StatemenT) dipandang sesuai
dengan akuntansi syari’ah karena menyajikan share dari nilai
tambah yang diberikan oleh pihak-pihak yang terkait yaitu
diantaranya karyawan, pemerintah, pemilik, reditur dan lingkungan
48
sosialnya dengan mendistribusikan kekayaan yang diciptakan oleh
perusahaan. Laporan Nilai Tambah memberikan informasi yang
sangat jelas berapa bersar nilai tambah yang dihasilkan perusahaan
dan kepada siapa saja nilai tambah itu akan didistribusikan (Morley,
1997). Oleh kerena itu Nilai Tambah dipandang sesuai dengan etika
bisnis dalam islam yaitu keadilan dan kerjasama. Konsep Nilai
Tambah juga sejalan dengan penekanan tujuan memaksimalkan
profit kepada pemilik modal ke memaksimalkan nilai tambah kepada
stakeholders.
49
Tabel 2.5
Format Laporan Nilai Tambah
Sumber:
LabaBersih xxx
Pendapatan lain xxx
Revaluasi xxx
Jumlah xxx
Distribusi:
ZIS xxx
Pemerintah (pajak) xxx
Karyawan (gaji) xxx
Pemilik (deviden) xxx
Sub Total Distribusi xxx
Dana yang Diinvestasikan Kembali xxx
(laba ditahan dan cadangan)
Total Nilai Tambah xxx
Sumber: Sofyan S. Harahap (2006). Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam
3. Laporan Petanggungjawaban Sosial (Social Responsibility Report)
Laporan Pertanggungjawaban Sosial (Social Responsibility Repor)
dipandang sesuai dengn nilai-nilai Islam karena menekankan
pertanggungjawaban (akuntabilitas) yang selaras dengan tujuan
akuntansi syari’ah.
2.2 Penelitian Terdahulu
Terdapat penelitian terdahulu tentang konsep kinerja keuangan
perbankan syariah, antara lain:
1. Penelitian Wahyudi (2005) tentang analisis perbandingan kinerja
keuangan bank syariah dengan menggunakan pendekatan laba rugi
dan nilai tambah. Hasil penelitian membuktikan bahwa kinerja
keuangan bank syariah yang dihitung dengan menggunakan
50
pendekatan nilai tambah menghasilkan nilai rasio yang lebih besar
jika dibandingkan dengan menggunakan pendekatan laba rugi. Hal
ini disebabkan adanya perbedaan konstruksi dan konsep dari teori
akuntansi kedua pendekatan tersebut.
2. Penelitian Putri Kartik dan Djoko Kristianto(2013) tentang analisis
kinerja keuangan bank muamalat Indonesia dengan menggunakan
pendekatan laba rugi dan nilai tambah. Hasil penelitian
membuktikan bahwa kinerja keuangan menunjukkan antara
pendekatan laba rugi dan nilai tambah terdapat perbedaan secara
kuantitatif. Secara keseluruhan tingkat probanilitas perbankan
syariah yang diukut dengan menggunakan pendekatan laba rugi dan
nilai tambah, menurut hasil penelitian besarnya rasio yang diperoleh
dengan pendekatan laba rugi lebih rendah dibandingkan dengan
pendekatan nilai tambah. Jadi terdapat perbedaan antara pendekatan
laba rugi dan nilai tambah disebebkan adanya perbdaan kontruksi
dan konsep dari teori akuntansi kedua pendekatan tersebut. Sehingga
dalam penelitian ini, diperoleh nilai tambah (laba) yang lebih tinggi
dibandingkan dengan laba yang diperoleh berdasarkan pendekatan
laba rugi.
3. Penelitian Agus Rifai (2013) tentang analisis perbandingan kinerja
bank syariah menggunakan pendekatan income statement (ISA) dan
value added reporting (VAR). Hasil penelitian membuktikan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan bank
syariah dengan analisis pendekatan ISA san VAR.
51
2.3 Kerangka Pemikiran
Analisis kinerja keuangan bank syariah merupakan sarana untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan bank syariah mampu memberikan
keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak
langsung terhadap operasional bank yang bersangkutan. Analisis kinerja
keuangan bank syariah dapat ditinjau dari aspek besar atau kecilnya rasio
kinerja keuangan bank syariah yang terdiri dari Return On Asset (ROA),
Return On Equity (ROE), dan rasio perbandingan antara total laba bersih
dengan total aktiva produktif.
Analisis kinerja keuangan bank syariah didasarkan pada laporan
keuangan, yang meliputi neraca dan laporan laba rugi yang disajikan oleh
manajemen bank syariah. Neraca dan laporan laba rugi bank syariah disusun
menggunakan pedoman PSAK Akuntansi Syariah. Jika ditinjau secara
seksama PSAK Akuntansi Syariah tidak sepenuhnya sesuai dengan
karakteristik bank syariah. Hal ini tampak pada laporan keuangan bank
syariah yang masih bersifat stakeholders oriented. Kondisi ini tidak selaras
dengan pendapat para pakar akuntansi syariah, bahwa tujuan laporan
keuangan bisnis syariah tidak sebatas pada direct stakeholders saja
melainkan kepada indirect stakeholders. Hal ini untuk memenuhi tujuan
dari akuntansi syariah yaitu pemenuhan kewajiban kepada Allah,
lingkungan sosial, individu oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan ekonomi
dan membantu mencapai keadilan. Oleh sebab itu pakar akuntansi syariah
merekomendasikan adanya penambahan Laporan Nilai Tambah dalam
52
laporan keuangan yang diterbitkan oleh lembaga ekonomi Islami termasuk
dalam hal ini adalah bank syariah.
Oleh sebab itu upaya untuk mengetahui kinerja keuangan lembaga
ekonomi syariah termasuk dalam hal ini adalah PT Bank Syariah Mandiri,
tidak cukup hanya didasarkan pada Laporan Laba Rugi saja tetapi juga perlu
didasarkan pada Laporan Nilai Tambah, agar diketahui secara riil kinerja
keuangan yang telah dihasilkan.
Kerangka pemikiran pada penelitian ini sebagaimana yang tampak
pada Gambar 2.1 pada bagian dibawah ini.
53
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Sumber : Wahyudi (2005) diolah
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan hubungan yang diperkirakan secara logis di
antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan
yang dapat diuji (Sekaran, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbandingan kinerja keuangan bank syariah dengan menggunakan
pendekatan laba rugi dan nilai tambah.
Laporan Keuangan Bank
Syariah Syariah
Penyajian dan pengungkapan
laporan keuangan
(Pendekatan laba rugi)
Laporan Laba Rugi
Penyajian dan pengungkapan
laporan keuangan
(Pendekatan nilai tambah)
Laporan Nilai Tambah
Kinerja Keuangan
PT Bank Syariah Mandiri
(Return On Asset dan Return On
Equity dan total laba per total aktiva
produktif)
Statistik Deskriptif dan Uji
Beda
Statistik Deskriptif dan Uji
Beda
54
1. Perbedaan Rasio ROA
ROA merupakan perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva.
Rasio ROA rasioa yang menggambarkan kemapuan bank dalam mengelola
dana yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang menghasilkan
keuntungan. Semakin besar rasio yang diperoleh berarti kemampuan bank
syariah dalam meberikan keuntungan bagi hasil kepada nasabah semakin
baik, dan sebaliknya jika perolehan rasio kinerja kecil berarti kemampuan
bank syariah memberikan keuantungan berupa bagi hasil nasabah rendah
(Kartika et.all, 2013). Semakin besar ROA suatu bank maka semakin besar
tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi
bank tersebut dari penggunaan asset.
Dalam penelitian Agus Rifai (2013) menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada rasio ROA antara ISA dan VAR pada tiga
BUS tahun 2008-2010. Selain itu berdasarkan analisis deskriptif terhadap
ROA selama periode penelitian, dari dua pendekatan tersebut secara
kuantitatif VAR memiliki rasio ROA yang lebih tinggi dibandingan dengan
ISA. Hal tersebut menggambarkan bahwa dengan pendekatan VAR,
besarnya jumlah pendekatan bank syariah dikarenakan dalam VAR bagian
pihak ketiga atas bagi hasil, gaji karyawan, zakat dan pajak tidak
mengurangi pendapatan yang diperoleh tetapi merupakan bagian dari
pendistribusian pendapatan atau nilai tambah yang telah dihasilkan oleh
bank syariah. Sehingga hipotesis yang digunakan:
H1: Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio ROA perbankan syariah
jika dianalisis dengan pendekatan laba rugi dan nilai tambah.
55
2. Perbedaan Rasio ROE
ROE adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan
rata-rata modal (average equity) atau investasi para pemilik bank. Semakin
besar rasio yang diperoleh berarti kemampuan bank syariah dalam
meberikan keuntungan bagi hasil kepada nasabah semakin baik, dan
sebaliknya jika perolehan rasio kinerja kecil berarti kemampuan bank
syariah memberikan keuantungan berupa bagi hasil nasabah rendah (Kartika
et.all, 2013). Semakin tinggi ROE maka semakin tinggi pula laba yang
diperoleh perusahaan sehingga rentabilitas bank semakin baik
Dalam penelitian Wahyudi (2005) juga membuktikan rasio ROE dengan
menggunakan pendekatan nilai tambah menunjukkan peningkatan. Hal ini
sesuai dengan apa yang dinyatakan Harahap (2007) yaitu ROE bank syariah
dikejar sampai akhirat, sedangkan sistem akuntansi konvensional ROE-nya
hanya dikejar untuk tahun ini saja. Jadi kesimpulannya, ekonomi Islam itu
menguntungkan dalam dua hal yakni rentang waktunya berdimensi dunia
akhirat, dan juga menguntungkan buat keadilan kepada rakyat secara
keseluruhan. Sehingga hipotesis yang digunakan adalah:
H2: Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio ROE perbankan syariah
jika dianalisis dengan pendekatan laba rugi dan nilai tambah.
56
3. Perbedaan Rasio Perbandingan Antara Total Laba Bersih dengan
Total Aktiva Produktif
Value Added Statement yang kalau dalam akuntansi konvensional disebut
Laporan Laba Rugi. Akan tetapi, dari keduanya terdapat perbedaan. Value
Added Statement lebih menekankan pada distribusi nilai tambah yang
diciptakannya kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya (Muhammad,
2005).
Laba merupakan kelebihan penghasilan di atas biaya selama satu
periode akuntansi (Harahap, 2002). Nilai tambah tidak sama dengan laba.
Laba menunjukkan pendapatan bagi pemilik saham sedangkan nilai tambah
mengukur kenaikan kekayaan bagi seluruh stakeholders (Harahap, 2006).
Aktiva produktif adalah penanaman dana bank baik dalam rupiah
maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana
antar bank, penyertaan, komitmen, dan kontijensi pada transaksi rekening
administratif (Kartik et.all, 2013). Rasio perbandingan total laba bersih
dengan total aktiva produktif digunakan untuk mengetahui kemampuan
bank dalam mengelola dana yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva
produktif.
Dalam penelitian Putri Kartika dan Djoko Kristianto (2013) secara
kuantitatif pendekatan nilai tambah memiliki rasio perbandingan laba bersih
dengan aktiva produktif yang lebih tinggi walaupun terdapat selisih kecil
dibandingkan dengan pendekatan laba rugi. Sehingga hipotesis yang
digunakan adalah:
57
H3: Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio perbandingan antara
total laba bersih dengan total aktiva produktif perbankan syariah jika
dianalisis dengan pendekatan laba rugi dan nilai tambah.
4. Perbedaan secara Keseluruhan
Penelitian kinerja keuangan bank syariah dapat dilakukan dengan
menganalisa laporan keuangan yang diterbitkan. Salah satunya dengan
menganalisa tingkat profitabilitas bank syariah yang bersangkutan, dengan
menggunakan rasio Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE),
rasio perbandingan total laba bersih dengan total aktiva produktif.
Value Added Statement (VAR) atau Laporan Nilai Tambah berkaitan
juga dengan Human Resources Accounting dan Employee Reporting
terutama dalam hal informasi yang disajikan. Kalau laporan keuangan
konvensional menekankan informasinya pada laba maka VAR menekankan
pada upaya mengenerate kekayaan. Karena laba pemegang saham
(kapitalis) biasanya hanya menggambarkan hak atau kepentingan pemegang
saham saja bukan seluruh tim yang ikut terlibat dalam kegiatan perusahaan.
Value added adalah kenaikan nilai kekayaan yang degenerate atau
dihasilkan dengan penggunaan yang produktif dari seluruh sumber-sumber
kekayaan perusahaan oleh seluruh tim yang ada termasuk pemilik modal,
karyawan, kreditur, dan pemerintah. Value added tidak sama dengan laba.
Laba menunjukkan pendapatan bagi pemilik saham sedangkan nilai tambah
mengukur kenaikan bagi seluruh stakeholders (Harahap, 2006).
58
VAR menggantikan Laporan Laba Rugi karena laporan nilai tambah
itu lebih adil dan lebih sesuai dengan nilai dan konsep Islam (Harahap,
2007). VAR inilah yang kalau dalam akuntansi konvensional disebut
Laporan Laba Rugi. Akan tetapi, dari keduanya terdapat perbedaan. VAR
lebih menekankan pada distribusi nilai tambah yang diciptakannya kepada
pihak-pihak yang berhak menerimanya (Muhammad, 2005). Sehingga
hipotesis yang digunakan adalah:
H6: Terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan perbankan
syariah jika dianalisis dengan pendekatan laba rugi dan nilai tambah.