BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf ·...

25
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik Penelitian mengenai dampak pelaksanaan program Pusat Pemulihan Gizi (PPG) yang selama ini dikenal sebagai Therapeutic Feeding Centre (TFC) dalam penanggulangan gizi buruk di Puskesmas Berangas, Kabupaten Barito Kuala, sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, baik secara individu maupun secara kelompok. Penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian evaluasi pelaksanaan program diantaranya pernah dilakukan oleh : 2.1.1 Basirun (2004) melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan Perawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Se- Kabupaten Kebumen”. Tujuan dari penelitian untuk mengevaluasi pelaksanaan perawatan kesehatan masyarakat di wilayah Kabupaten Kebumen, sedangkan metode yang digunakan adalah penelitian secara deskriptif. Kesimpulan dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa kunjungan rumah pada keluarga sudah dilaksanakan oleh 48,48 % Puskesmas. 2.1.2 Djaling dan Frans (2011) penelitiannya berjudul “Dampak Pelaksanaan Program Mamangun Tuntang Mahaga Lewu (PM2L) dalam rangka Percepatan Pengentasan Kelurahan Tertinggal di Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana input, proses, output, outcome dan dampak pelaksanaan PM2L dalam percepatan pengentasan kelurahan Tertinggal di Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Kesimpulan dari hasil

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Empirik

Penelitian mengenai dampak pelaksanaan program Pusat Pemulihan Gizi

(PPG) yang selama ini dikenal sebagai Therapeutic Feeding Centre (TFC) dalam

penanggulangan gizi buruk di Puskesmas Berangas, Kabupaten Barito Kuala,

sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, baik secara

individu maupun secara kelompok. Penelitian lain yang berkaitan dengan

penelitian evaluasi pelaksanaan program diantaranya pernah dilakukan oleh :

2.1.1 Basirun (2004) melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi

Pelaksanaan Perawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Se-

Kabupaten Kebumen”. Tujuan dari penelitian untuk mengevaluasi

pelaksanaan perawatan kesehatan masyarakat di wilayah Kabupaten

Kebumen, sedangkan metode yang digunakan adalah penelitian secara

deskriptif. Kesimpulan dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa

kunjungan rumah pada keluarga sudah dilaksanakan oleh 48,48 %

Puskesmas.

2.1.2 Djaling dan Frans (2011) penelitiannya berjudul “Dampak Pelaksanaan

Program Mamangun Tuntang Mahaga Lewu (PM2L) dalam rangka

Percepatan Pengentasan Kelurahan Tertinggal di Kota Palangkaraya

Provinsi Kalimantan Tengah”. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana input, proses, output, outcome dan dampak

pelaksanaan PM2L dalam percepatan pengentasan kelurahan Tertinggal

di Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. Metode yang

digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Kesimpulan dari hasil

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

11

penelitian ini menyatakan bahwa P2ML dalam penyediaan sarana dan

prasarana dasar, peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan,

dan peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan terhadap

percepatan pengentasan kelurahan tertinggal di Kota Palangkaraya

memberikan dampak yang positif terhadap pengentasan kelurahan desa

tertinggal.

2.1.3. Mariana (2011) melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan

Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) pada Balita

Gizi Buruk di Puskesmas Malawei dan Puskesmas Klasaman Kota

Sorong Propinsi Papua Barat Tahun 2010”. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengevaluasi input, proses, dan output dalam pelaksanaan

program pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) pada balita

gizi buruk di Puskesmas Melawei dan Puskesmas Klasaman Kota sorong

Propinsi Papua Barat pada bulan Mei-Juli 2010. Jenis penelitian ini

adalah penelitian deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa

perencanaan di Puskesmas Malawei sudah terlaksana dengan baik,

sedangkan perencanaan yang dilakukan TPG Puskesmas Klasaman

belum baik. Penggerakan dan pelaksanaan (P2) PMT-P di Puskesmas

belum berjalan dengan baik dan optimal karena karena kurangnya TPG

yang terampil. Pengawasan, Pegendalian dan Penilaian (P3) di

Puskesmas Malawei berjalan dengan baik dan optimal yang terlihat dari

ketepatan waktu pelaksanaan program sedangkan di Puskesmas

Klasaman belum berjalan optimal. Penurunan Jumlah balita gizi buruk di

Puskesmas Malawei dan Puskesmas Klasaman masih dibawah 80%

sehingga dapat dikatakan program PMT-P di Puskesmas Malawei dan

Puskesmas Klasaman belum berhasil. Bagi pihak Koordinator PMT-P

disarankan untuk meningkatkan kemampuan TPG dalam perencanaan ,

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

12

penggerakan dan pelaksanaan serta pengawasan pengendalian dan

penilaian program kegiatan PMT-P dengan memberikan pelatihan-

pelatihan.

2.1.4. Saritua Harianja (2007) penelitiannya berjudul “Evaluasi Pelaksanaan

Program Gizi Puskesmas di Kabupaten Humbang Hasundutan” metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kasus

menggunakan data sekunder melalui laporan petugas Puskesmas dan

Dinas kesehatan Kabupaten. Kesimpulan dari penelitian Pelaksanaan

Program Gizi Puskesmas yang saat ini berjalan belum mampu

memecahkan permasalahan rakyat miskin. Puskesmas diminta untuk

melakukan lebih banyak pengawasan melalui kegiatan dan bertindak

sebagai fungsi pendukung dan pengawas yang mewakili dinas kesehatan

Kabupaten.

2.1.5. Toto Suharto (2006) judul penelitiannya “Koordinasi Lintas Sektor pada

Tim Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi di Kabupaten Sleman”.

Tujuannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi koordinasi lintas

sektor pada tim SKPG di Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan

adalah kualitatif untuk memperoleh data mengenai mekanisme koordinasi

dan strategi yang diterapkan. Data yang ada di kumpulkan melalui

wawancara. Kesimpulan penelitian mengambarkan bahwa Tim SKPG

belum menggunakan mekanisme koordinasi yang semestinya dilakukan

standarisasi proses pekerjaan, merupakan mekanisme yang dominan,

sedangkan penyesuaian bersama dan pengawasan langsung, tidak

dilakukan. Strategi yang dilakukan belum dapat memperbaiki koordinasi

SKPG.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

13

2.2. Kajian Teori

2.2.1. Gizi Buruk

Kurang Energi Protein (KEP) sampai saat ini masih merupakan salah satu

masalah gizi utama di Indonesia. Anak disebut KEP bila berat badan anak di

bawah normal dibandingkan rujukan Word Health Organization-National Centre

For Health Statistic (WHO-NCHS). Kurang Energi Protein dikelompokkan

menjadi 2, yaitu gizi kurang (bila berat badan menurut umur di bawah -2SD) dan

gizi buruk (bila berat badan menurut umur di bawah -3SD) (Depkes, 2006).

Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak

berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau

ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-

kwashiorkor. Faktor-faktor penyebab gizi buruk terutama yang berkaitan

langsung, misalnya konsumsi makanan, status perolehan vitamin A, penyakit

infeksi dan status imunisasi.

Kasus gizi buruk dapat disebabkan oleh asupan makanan anak yang

kurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk melakukan aktivitas

dan berkembang. Hal ini dapat terjadi karena pola asuh yang salah, seperti ibu

yang sibuk bekerja di hutan/lading sehingga anak tidak terawat. Keadaan ini

diperberat dengan kebiasaan seperti member makanan padat sebelum usia 6

bulan dan kadang tidak higienis (Andewi dan Yulina, 2010).

Waktu makan merupakan saat belajar menyayangi, mencintai dan

berinteraksi untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan fisik, social

dan emosi anak. Kedua orang tua dan pengasuh harus mengajak bicara dengan

anak selama makan, member makan serta memperlakukan anak laki-laki dan

perempuan dengan setara dan sabar. Membujuk anak untuk mau makan

merupakan hal penting, tetapi tidak boleh memaksa mereka makan (Unicef,

2010)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

14

Gizi buruk terjadi akibat kekurangan gizi tingkat berat, yang bila tidak

ditangani secara tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian.

Perawatan gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan tatalaksana anak gizi

buruk rawat inap di puskesmas perawatan, rumah sakit dan di puskesmas,

Therauphetic Feeding Centre (TFC) atau Pusat Pemulihan Gizi (PPG). Gizi

buruk tanpa komplikasi bisa diberi pelayanan dengan rawat jalan bisa

dilayani di puskesmas atau poskesdes. Kenyataan di lapangan, kasus gizi

buruk sering ditemukan terlambat dan atau ditangani tidak tepat. Hal ini terjadi

karena belum semua puskesmas terlatih untuk melaksanakan tatalaksana gizi

buruk. Selain itu kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana untuk

menyiapkan formula khususnya untuk balita gizi buruk, serta kurangnya tindak

lanjut pemantauan setelah balita pulang ke rumah (Minarto, 2010).

Ada beberapa tipe gizi buruk yang sudah kronis, antara lain marasmus,

kwashiorhor dan perpaduan keduanya yaitu marasmus kwashiorhor. Marasmus

adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus, iga

gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Kwashiorkor

adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama

di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil,

pandangan mata sayu dan rambut tipis/kemerahan. Sedangkan Marasmus-

Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari

marasmus dan kwashiorkor.

Kejadian Luar Biasa Gizi Buruk (KLB-gizi buruk) adalah apabila terjadi lebih

dari 1% kasus gizi buruk disertai dengan meningkatnya faktor resiko perubahan

memburuknya pola konsumsi dan penyakit) di suatu wilayah tertentu.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

15

Sumber : Laporan Gizi Buruk Dinas Kesehatan, Provinsi Kalimantan Selatan

Gambar 2.1. Foto Anak Balita Gizi Buruk

Sistem Kewaspadaan Dini KLB Gizi Buruk (SKD-KLB) merupakan

kewaspadaan terhadap ancaman terjadinya gizi buruk serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya melalui surveilans, yang informasinya dimanfaatkan untuk

meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan

tindakan penanggulangan kejadian luar biasa secara cepat dan tepat.

2.2.3. Penanggulangan Gizi Buruk

Sasaran yang ditetapkan pemerintah dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional tahun 2010-2014 adalah menurunnya prevalensi

kekurangan gizi (terdiri dari gizi-kurang dan gizi-buruk) pada anak balita menjadi

15,0 persen. Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen untuk memperbaiki

status gizi masyarakat, terutama masyarakat miskin. Untuk menanggulangi

tingginya prevalensi kekurangan gizi khususnya pada anak balita, pemerintah

telah melaksanakan berbagai program dan kegiatan sebagaimana telah

dirumuskan dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN PG) tahun

2006-2010. Kegiatan pada RAN PG antara lain sebagai berikut (i) peningkatan

kesadaran gizi keluarga (kadarzi) melalui penyuluhan dan pemantauan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

16

perkembangan di masyarakat; (ii) pencegahan penyakit yang berhubungan

dengan gizi seperti diare, malaria, TBC, dan HIV dan AIDS; (iii) promosi pola

hidup sehat; dan (iv) perbaikan ketahanan pangan. Selain itu pemerintah juga

merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

2004-2009 untuk sektor kesehatan yang antara lain meliputi program perbaikan

gizi masyarakat. (Anonim, 2010).

Depkes RI (2008) menyatakan bahwa Sistem Kewaspadaan Pangan dan

Gizi (SKPG) merupakan suatu sistem pengelolaan informasi yang dilakukan

secara terus menerus untuk mendukung perencanaan dan penetapan langkah-

langkah tindakan penanggulangan jangka pendek maupun jangka panjang

berkaitan dengan masalah pangan dan gizi di suatu wilayah tertentu

Sedangkan Sistem kewaspadaan Gizi (SKG) adalah suatu sistem

pengelolaan informasi gizi yang merupakan bagian dari kegiatan SKPG yang

dilakukan secara terus menerus untuk mendukung perencanaan dan penetapan

langkah-langkah tindakan penanggulangan masalah gizi baik jangka pendek

maupun panjang.

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak

tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat

dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa

mengukur/melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain

adalah KEP berat/Gizi buruk tipe kwasiorkor. Kwashiorkor adalah MEP berat

yang disebabkan oleh defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor pada umumnya

terjadi pada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah karena

tidak mampu menyediakan makanan yang cukup mengandung protein hewani seperti

daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan sumber protein sebenarnya

dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan tetapi karena kurangnya

pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi protein. Marasmus adalah MEP

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

17

berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat

terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori

dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke

dalam status marasmik kwashiorkor. Penemuan kasus balita KEP dapat dimulai dari

Posyandu. Pada penimbangan bulanan di posyandu dapat diketahui apakah anak

balita berada pada daerah pita warna hijau, kuning, atau dibawah garis merah (BGM). Bila

hasil penimbangan BB balita dibandingkan dengan umur di KMS terletak pada

pita kuning, dapat dilakukan perawatan di rumah , tetapi bila anak dikategorikan

dalam KEP sedang-berat/BGM, harus segera dirujuk ke Puskesmas. Di

Puskesmas BB anak pada KMS berada di bawah garis merah (BGM) segera lakukan

penimbangan ulang dan kaji secara teliti. Bila KEP Berat/Gizi buruk (BB < 60%

Standard WHO-NCHS) lakukan pemeriksaan klinis dan bila tanpa penyakit

penyerta dapat dilakukan rawat inap di puskesmas. Bila KEP berat/Gizi buruk

dengan penyakit penyerta harus dirujuk ke rumah sakit umum.

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.

Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat

badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang

telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak

disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh

di bawah standar dikatakan gizi buruk. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis

disebut marasmus atau kwashiorkor. Marasmus adalah MEP berat yang

disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi

bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein

terjadi bersama dalam waktuyang cukup lama maka anak dapat berlanjut kedalam

status marasmik kwashiorkor.

Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori

protein (Suriadi, 2001:196). Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

18

ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim

marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu atau lebih

tanda defisiensi protein dan kalori.

Besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor

penting, yaitu karena ketidaktahuan serta karena bagitu lekatnya tradisi dan

kebiasaan yang mengakar di masyarakat khususnya dibidang makanan, cara

pengolahan makanan, dan cara penyajian serta menu masyarakat kita dengan

segala tabu-tabunya. Salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) diantaranya

karena faktor ekonomi yaitu daya beli yang rendah dari para keluarga yang

kurang mampu. Nampaknya ada hubungan yang erat antara pendapatan

keluarga dan status gizi anak-anaknya. Pengetahuan ibu juga merupakan salah

satu faktor terjadinya kurang gizi pada balita, karena masih banyak orang yang

beranggapan bahwa bila anaknya sudah kenyang berarti kebutuhan mereka

terhadap gizi sudah terpenuhi.

KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak

menurunkan mutu fisik dan intelektual, serta menurunkan daya tahan tubuh yang

berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok

rentan biologis. Pengejawantahan KEP terlihat dari keadaan fisik seseorang

yang diukur secara Antropometri. Manifestasi KEP tercermin dalam bentuk fisik

tubuh yang apabila diukur secara Anthropometri (TB/U, BB/U, BB/TB) kurang

dari nilai baku yang dianjurkan.

Masalah KEP atau pencapaian status gizi (dalam arti positif) merupakan

salah satu keluaran penting dari pembangunan sosial-ekonomi-budaya secara

umum. Oleh karenanya status gizi dijadikan salah satu indikator suksesnya

pembangunan. Penentuan kriteria, target, dan tahapan pencapaiannya dapat

disusun secara teknis. Pencapaian status gizi tersebut dilaksanakan dalam

pendekatan lintas sektoral, multifaset dan komprehensif.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

19

Sesuai dengan sifat masalah KEP yang kompleks, maka berkurangnya

prevalensi KEP pada anak balita merupakan dampak komplementer dari

berbagai program pembangunan sosial dan ekonomi yang ada, sedang program

gizi lebih banyak ikut memberi arah agar unsur perbaikan gizi tidak terlupakan.

Disamping itu, keberhasilan dalam meningkatkan keadaan gizi anak balita juga

merupakan akibat langsung peran serta aktif masyarakat, terutama peranan

wanita dan Lembaga Sosial Masyarakat lain di Posyandu. Penanggulangan KEP

diprioritaskan daerah tertinggal/miskin baik di pedesaan/perkotaan. Kegiatan ini

pelaksanaannya diintegrasikan ke dalam program penanggulangan kemiskinan

secara nasional.

Faktor penyebab dari KEP pada balita adalah Penyakit Infeksi, dan

rendahnya Tingkat Pendapatan Orang Tua, Konsumsi Energi, Perolehan

Imunisasi, Konsumsi Protein, Kunjungan Ibu ke Posyandu, hal ini berkaitan

dengan pengetahuan ibu. Dampak dari KEP adalah dapat menurunkan mutu

fisik dan intelektual serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat

meningkatnya resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan

biologis. Penanggulangan KEP yang dapat dilakukan adalah dengan

mengurangi/mengatasi faktor resiko, melalui perawatan kesehatan, pencegahan

infeksi potensial KEP, pemberian ASI eksklusif, perbaikan sosial ekonomi

keluarga, Keluarga berencana, Imunisasi, kerjasama lintas program dan lintas

sektor seperti: kesehatan, pertanian, ketenaga kerjaan, pendidikan,

kesejahteraan sosial dan kependudukan juga dibutuhkan. Selain mengurangi

factor resiko di atas, perlu juga dilakukan revitalisasi posyandu dengan

menggalakkan kegiatan program : penimbangan balita secara rutin, imunisasi,

upaya kesehatan ibu dan anak, pelayanan keluarga berencana, upaya perbaikan

gizi, pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan, penyuluhan kesehatan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

20

akan sangat mendukung, pelayanan gizi pada balita KEP berat/gizi buruk

meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan rujukan.

2.2.3. Pusat Pemulihan Gizi (PPG)

Therauphetic Feeding Centre (TFC) atau Pusat Pemulihan Gizi (PPG)

yang dulu dikenal sebagai Panti Pemulihan Gizi (PPG) lebih dilihat dari

fungsinya sebagai perawatan dan pengobatan anak gizi buruk di suatu

tempat/ruangan khusus baik di puskesmas/puskesmas perawatan/rumah

sakit dimana ibu/keluarga dari anak balita gizi buruk tersebut ikut serta

merawat anaknya secara intensif (Depkes RI, 2009).

Sumber : Depkes RI, 2009 Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk, Buku I

Gambar 2.2. Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

21

Dari PPG para ibu akan mudah mendapatkan informasi seputar kesehatan

putra-putri mereka, melakukan konsultasi seputar masalah kesehatan Balitanya,

dan Balita-balita yang menderita gizi buruk pun dapat mendapatkan perawatan

intensif. Ibunya juga diajari cara mengubah pola asuh dan perilaku membuat

makanan sehat untuk menjaga kondisi kesehatan anak-anaknya.

PPG dapat dibentuk bila dalam satu wilayah kecamatan memenuhi criteria

Global Acute Malnutrition(GAM) atau prevalensi gizi kurang akut lebih dari 20%

serta GAM atau prevalensi gizi kurang akut 10-19,9% dengan faktor penyulit

seperti adanya bencana baik alam maupun non alam. Biasanya anak balita

dengan gizi buruk dirawat 2-3 bulan. Waktu ini dimanfaatkan untuk wahana

pendidikan bagi ibu balita. Disini balitapun menginap sambil diberi ketrampilan

bagaimana merawat anak balitanya, cara memasak dengan pemberian makanan

mengandung tinggi kalori dan protein dengan aneka bahan makanan setempat

sehingga kekurangan berat badan dapat terpenuhi dan dapat meningkatkan

tinggi badan. Jika dalam pemantauan selama masa perawatan di PPG

dinyatakan sembuh, anak dikembalikan dalam keluarganya untuk dilanjutkan

pemulihan status gizinya sehingga tidak kembali jatuh ke keadaan semula

(Andewi dan Yulina, 2010).

2.2.4. Pusat Pemulihan Gizi (PPG) Puskesmas Berangas, Kabupaten Barito Kuala

Kabupaten ini terdiri dari 17 kecamatan yang meliputi 200 desa/kelurahan.

Kecamatan yang terpilih dalam pelaksanaan PPG adalah Kecamatan Alalak

yang mempunyai jumlah penduduk sebanyak 41.463 jiwa tersebar di 18

desa/kelurahan, dengan luas wilayah keseluruhan 106,89 km². Kecamatan

Alalak pada awal berdiri hingga bulan Maret 2010 mempunyai 1 puskesmas

induk, yaitu Puskesmas Berangas (Puskesmas Perawatan). Secara geografis,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

22

Puskesmas Berangas ini lebih dekat ke ibukota provinsi yaitu Kota Banjarmasin

(± 5 km) dibandingkan ke ibukota Kabupaten Barito Kuala yaitu Marabahan (±

42 km) ini.

Pada tanggal 04 Maret 2010 telah diresmikan Puskesmas Semangat

Dalam yang merupakan pengembangan dari Puskesmas Pembantu di Kelurahan

Handil Bakti menjadi Puskesmas Induk oleh Bapak Gubernur Provinsi

Kalimantan Selatan, dan pada moment yang sama juga diresmikan Pusat

Pemulihan Gizi oleh Ibu Bupati Barito Kuala.

Sumber : Profil Pusat Pemulihan Gizi Puskesmas Berangas, Kabupaten Barito Kuala

Gambar 2.3. Peresmian Pusat Pemulihan Gizi Puskesmas Berangas

Puskesmas Berangas memiliki jumlah karyawan 47 orang, yang terdiri dari

1 orang dokter, 2 orang ahli gizi, 4 orang perawat, 20 orang bidan, dan 3 orang

Sarjana Kesehatan Masyarakat. Puskesmas Berangas dibantu oleh 5 buah

puskesmas pembantu.

Peresmian TFC Puskesmas Berangas, Kabupaten Barito Kuala. Dari kanan, Gubernur Kalimantan Selatan

(baju biru tua), Bupati Barito Kuala (baju coklat) dan ketua TP PKK Kabupaten Barito Kuala (baju seragam

PKK)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

23

Puskesmas Berangas membina 50 buah Posyandu balita dengan 250

orang kader 3.313 anak balita sebagai sasarannya. Pada tahun 2009 jumlah

balita yang beratnya dibawah garis merah (BGM) pada Kartu Menuju Sehat

(KMS) yang berhasil dilacak sebanyak 104 orang, dengan persentasi kehadiran

dalam kegiatan posyandu (D/S) rata-rata sangat rendah (4%). Rendahnya angka

kehadiran tersebut dinilai sangat memprihatinkan karena tumbuh kembangnya

tidak terpantau sehingga tidak diketahui status gizinya.

Berdasarkan hal tersebut diatas, pihak pengelola Program Gizi Dinas

Kesehatan Kabupaten Barito Kuala mendapat tawaran untuk membentuk Panti

Pemulihan Gizi (PPG) yang selanjutnya namanya diganti menjadi Pusat

Pemulihan Gizi (PPG) dengan bantuan operasional dari Proyek DHS 2 Propinsi

Kalsel TA. 2009/2010.

Persiapan fisik PPG Berangas dimulai pada bulan Desember 2009,

sedangkan pelaksanaan operasional PPG menerima balita gizi kurang/buruk

pada tanggal 07 Januari 2010.

Pada prinsipnya PPG merupakan Pusat Pemulihan Gizi Buruk dengan

perawatan serta pemberian makanan anak secara intensif dan adekuat sesuai

usia dan kondisinya. Dengan melibatkan peran serta ibu agar dapat mandiri

ketika kembali ke rumah.

Sumber daya yang pada umumnya diperlukan untuk pelaksanaan

suatu program terdiri dari sumber daya manusia (tenaga), sarana dan

bahan dan dana. Tenaga yang terlibat dalam program PPG adalah Tim Asuhan

Gizi yang terdiri dari dokter, nutrisionis/dietisien dan perawat, yag melakukan

perawatan balita gizi buruk dengan menerapkan 10 langkah tatalaksana anak

gizi buruk meliputi fase stabilisasi, transisi, rehabilitasi dan tindak lanjut.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

24

Sumber dana operasional kegiatan program PPG berasal dari APBN

dan APBD atau melalui DIPA Program Perbaikan gizi Provinsi Kalimantan

Selatan.

Tim asuhan gizi di PPG Puskesmas Berangas telah mendapat pelatihan

tatalaksana anak gizi buruk. Tim asuhan ini merawat secara bergantian selama

24 jam, 7 hari dalam seminggu. Pada kondisi tertentu dokter bertugas selama 24

jam apabila terdapat pasien dalam keadaan gawat darurat. Waktu kerja terbagi

dalam 3 giliran jaga yaitu: a). Giliran jaga I : PK. 08.00 s/d 14.00 ; b). Giliran

jaga II : PK. 14.00 s/d 20.00 dan c). Giliran jaga III : PK. 20.00 s/d 08.00.

PPG Puskesmas Berangas mendapatkan fasilitas berupa Ruang

perawatan yang terpisah dari ruang perawatan lainnya. Ruang perawatan

dengan ventilasi dan pencahayaan cukup, tanpa AC dan kipas angin, tempat

tidur anak gizi buruk dijauhkan dari jendela atau pintu masuk.

Fasilitas PPG Puskesmas Berangas ini terdiri dari tempat tidur dan

kelengkapannya (bantal, sprei, selimut, perlak, lemari pakaian dll), ruang

petugas/ administrasi, ruang konseling kesehatan dan gizi, tempat bermain anak,

tempat penyimpanan obat, dapur: ruang persiapan dan penyiapan formula

makanan (F-75, F-100, Resomal, dll), tempat penyimpanan bahan makanan,

fasilitas air bersih, Mandi Cuci Kakus (MCK) dan fasilitas pembuangan limbah.

Kegiatan PPG Puskesmas Berangas meliputi pelayanan medis, pelayanan

keperawatan, pelayanan dan konseling gizi, pendidikan kesehatan dan gizi,

rujukan, stimulasi pertumbuhan, pencatatan dan pelaporan serta monitoring dan

evaluasi. Selain itu juga diterapkan 3 asuhan dalam perawatan balita gizi buruk

yaitu : yang pertama adalah asuhan medis berupa : a). Menentukan diagnosis

post anamnesa; b) Pemberian terapi sesuai penyakit; c). Pemeriksaan harian

atau pencatatan status pasien rawat inap PPG; d). Rujukan ke RS, bila

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

25

diperlukan; e). Evaluasi tiap pasien / hari bila tidak naik BB atau turun BB; f).

Anamnesa pasien inspeksi, perkusi dan palpasi.

Yang kedua adalah asuhan nutrisi yaitu dengan : melatih orang tua

menyiapkan makanan formula sesuai dengan pedoman penatalaksanaan gizi

buruk, melakukan anamnesa diit, menyusun menu, penyediaan makanan untuk

orang tua pasien, konsultasi gizi pasca perawatan, memantau dan evaluasi

pemberian makan pada pasien dan penyediaan makanan anak sesuai usia dan

kondisinya.

Dan yang ketiga adalah asuhan keperawatan yaitu dengan observasi

keadaan umum pasien per 24 jam, mengkur tanda-tanda vital per 24 jam,

edukasi orang tua selama perawatan, kolaborasi dengan ahli gizi tentang nutrisi

yang diberikan, kolaborasi dgn dokter tentang pemberian obat selama perawatan

dan melakukan tindakan sesuai advice (konsul & rujukan).

2.2.5. Kabupaten Barito Kuala

Kabupaten Barito Kuala, salah satu di antara 13 kabupaten - kota di

Propinsi Kalimantan Selatan, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara

Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Nomor : 001/KPTS/ M.PDT /II/2005,

telah ditetapkan sebagai salah satu kabupaten "daerah tertinggal" bersama-sama

199 kabupaten lainnya di seluruh Indonesia. Wilayah kabupaten Barito Kuala,

keberadaannya memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri, yang dicerminkan oleh

posisi dan potensi alaminya, baik yang menjadi keunggulan maupun yang

selanjutnya menjadi kelemahan dalam pemanfaatannya, dalam rangka proses

pembangunan. Posisi dan letak lokasi Kabupaten Barito Kuala yang perlu yang

perlu digarisbawahi adalah penyangga langsung aktifitas Kota Banjarmasin

sebagai Ibu Kota Propinsi Kalimantan Selatan, dibelah dan menjadi muara

Sungai Barito, yakni sungai terpanjang di Pulau Kalimantan yang mengalir

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

26

melalui Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah dan Wilayah Propinsi Kalimantan

Selatan. Dengan posisi ini menjadikan Kabupaten Barito Kuala sebagai salah

satu pintu masuk dan menjadi lintasan menuju ke sebagian wilayah Propinsi

Kalimantan Tengah melalui jalan darat (Jalan Negara Trans Kalimantan Bagian

Selatan ) dan melalui sungai. Demikian pula posisi letak lokasi ini menjadikan

Kabupaten Barito Kuala sebagai pintu masuk ke Wilayah Propinsi Kalimantan

Selatan lainnya melalui akses prasarana jalan darat dan sekaligus akses

sungai. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya sesuai geografisnya,

Kabupaten Barito Kuala berada pada posisi yang sangat strategis, termasuk

ada pada wilayah pelayanan Pelabuhan Laut Tri Sakti dan hanya berada pada

jarak kurang lebih 40 km dari Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin.

Strategisnya posisi geografis wilayah Kabupaten Barito Kuala, tidak

selamanya memberikan konstribusi posisi positif bagi pengembangan wilayah,

sepanjang tidak ada perlakuan tepat atas "potensi internal" yang dimilikinya.

Pernyataan ini dapat dijelaskan, melalui permasalahan, bahwa pada wilayah

kabupaten yang menjadi penyangga Kota Banjarmasin ini, utamanya wilayah

yang terkait langsung dengan aktifitas Pelabuhan Tri Sakti, merupakan bagian

dari wilayah kawasan industri pengolahan kayu terbesar kedua di Indonesia.

Pada wilayah yang masuk territorial Kabupaten Barito Kuala, sebelum tahun

2006, paling tidak terdapat 14 (empat belas) industri pangolahan kayu berskala

sedang-besar, yang seluruh bahan bakunya dipasok dari luar wilayah

kabupaten. Namun, mengingat minimalnya prasarana wilayah di Kabupaten

Barito Kuala, menyebabkan industri pengolahan kayu dimaksud hanya

memanfaatkan keberadaan Sungai Barito pada sisi Kabupaten Barito Kuala

(sisi barat). Sedangkan aktivitas dan orientasi manejemen serta karyawan

perusahaan industri yang bersangkutan, tetap mengarah ke Kota Banjarmasin,

yang ada pada sisi lain (timur) Sungai Barito. Keberadaan dan kondisional ini

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

27

tidak selalu menguntungkan bagi pengembangan wilayah Kabupaten Barito

Kuala dan yang terpenting membuktikan bahwa "kunci" pembangunan dan

pengembangan wilayah adalah "'perlakuan" sebagai pemanfaatan potensi

internal yang dimiliki Kabupaten Barito Kuala itu sendiri. Dengan contoh

pengalaman ini, berdasarkan kecenderungan perkembangan regional yang

didominasi oleh aktifitas pemanfaatan batubara, maka untuk 5 (lima) tahun ke

depan, potensi intern wilayah yang terkait sangat erat dengan aktifitas

tersebut, harus benar-benar dioptimalkan guna kepentingan pemerintah dan

masyarakat Kabupaten Barito Kuala.

2.2.6. Penelitian Kualitatif

Moleong (2004:6) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain

secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,

pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai

metode alamiah.

Penelitian kualitatif menurut Moleong (2004:11) merupakan penelitian

yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap,

pandangan, perasaan dan perilaku individu atau sekelompok orang. Metode

yang biasa dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara,

pengamatan, dan pemanfaatan dokumen. Data yang dikumpulkan dalam

penelitian kualitatif berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Laporan

penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian

laporan tersebut. Data berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto,

videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

28

Penelitian kualitatif berakar pada latar alasan alamiah sebagai keutuhan,

mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif,

mengadakan analisis secara induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya pada

usaha menemukan teori dari dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan

proses daripada hasil, membatasi studi dengan focus, memiliki seperangkat

criteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitiannya bersifat

sementara, dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak: peneliti

dan subjek penelitian (Moleong, 2004: 44).

Peneliti kualitatif melaksanakan kegiatan sedemikian rupa sehingga ia

melihat dan memandang kenyataan subjektif dari subjek penelitian. Metode yang

digunakan oleh peneliti membantu peneliti untuk menghindari subjektivitas. Satu

teknik dalam penelitian kualitatif ialah hasilnya harus diketahui bahkan dipelajari

serta disepakati oleh subjek penelitian. Dengan demikian, jika terjadi prasangka,

pandangan atau sikap suka-tidak suka muncul, hal itu akan dicek secara

langsung. Tujuan peneliti disini adalah menambah pengetahuan dan

menemukan teori baru, dan bukanlah memutuskan sesuatu pada latar tertentu.

Dalam hal ini peneliti kualitatif percaya bahwa situasi itu rumit sehingga mereka

ingin memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dan bukan sekadar

menyempitkan kesimpulan pada suatu kejadian kecil tertentu. Pandangan

objektif peneliti harus mengatasi subjektivitas yang mungkin terjadi.

Peneliti kualitatif berusaha berinteraksi dengan subjek penelitiannya

secara alamiah, tidak menonjol dan dengan cara tidak memaksa. Peneliti

memperlakukan subjek sebagai subjek penelitian, dan mungkin tidak bertindak

dan bereaksi secara alamiah dalam latar alamiah. Penelitian kualitatif tertarik

untuk menyidik orang-orang dalam latar alamiah tentang bagaimana mereka

berpikir dan bertindak menurut cara mereka. Dalam hal ini diusahakan agar

jangan sampai terjadi oleh kehadiran seorang peneliti, tindakan dan cara para

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

29

subjek menjadi berubah. Oleh karena itu cara mengadakan wawancara jangan

dilakukan secara formal dalam arti antara pewawancara dan responden.

Wawancara hendaknya dilakukan secara informal, tanpa disadari oleh subjek

penelitian bahwa dia sedang diwawancarai dan dilakukan antara dua orang

dengan derajad yang sama.

Tahap penelitian kualitatif menurut Moleong (2004:127) terdiri atas:

Tahap Pra-lapangan, menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan

penelitian, mengurus perijinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan

memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan etika

penelitian.

2.2.7. Ruang Lingkup Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian atas hasil (dalam hal pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang baru atau yang telah ditingkatkan) dan dampak

(pada pemecahan atau pengurangan masalah kesehatan dan pada keseatan

masyarakat yang lebih baik) pelatihan dan proses yang melahirkan hasil dan

dampak tersebut (Mc Mahon, 1999).

Evaluasi program merupakan evaluasi terhadap kinerja program,

sebagaimana diketahui bahwa program dapat didefinisikan sebagai

kumpulan kegiatan-kegiatan nyata, sistematis dan terpadu yang

dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi instansi pemerintah ataupun

dalam rangka kerjasama dengan masyarakat, atau yang merupakan

partisipasi aktif masyarakat, guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah

ditetapkan. Evaluasi program merupakan hasil komulatif dari berbagai

kegiatan (Mac Kenzie, 2007).

Evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu

mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

30

pembinaan yang tepat pula. Evaluasi program sangat penting dan bermanfaat

terutama bagi pengambil keputusan. Alasannya adalah dengan masukan hasil

evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak

lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan (Antina Nevi, 2009).

Evaluasi program kesehatan merupakan bagian dari proses manajerial

pembangunan kesehatan nasional yang lebih luas. Dalam melakukan evaluasi

kita sebenarnya menetapkan suatu nilai. Kita dapat mengurangi unsur subyektif

pada penilaian tersebut dengan mendasarkan penilaian atas fakta-fakta yang

ada. Penerapannya menghendaki pikiran yang terbuka dan mampu memberi

kritik yang membangun menuju kepada pemikiran pendapat yang sehat

(Soekarwati, 1995).

1. Tujuan Evaluasi

Evaluasi memiliki tujuan sebagai berikut: a). Membantu perencanaan di

masa yang akan datang; b). Mengetahui apakah sarana yang tersedia

dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya; c). Menentukan kelemahan dan kekuatan

daripada program, baik dari segi teknis maupun administratif yang selanjutnya

diadakan perbaikan-perbaikan; d). Membantu menentukan strategi, artinya

mengevaluasi apakah cara yang telah dilaksanakan selama ini masih bisa

dilanjutkan, atau perlu diganti; e). Mendapatkan dukungan dari psonsor

(pemerintah atau swasta), berupa dukungan moral maupun material; f).

Motivator, jika program berhasil, maka akan memberikan kepuasan dan rasa

bangga kepada para staf, hingga mendorong mereka bekerja lebih giat lagi.

Penilaian sebagai salah satu fungsi manajemen bartujuan untuk

mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu perencanaan,

sekaligus mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan

memakai ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang terlibat dalam

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

31

suatu perencanaan. Penilaian adalah suatu upaya untuk mengukur member nilai

secara obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya.

Tujuan utama dari penilaian adalah agar hasil penilaian tersebut dapat dipakai

sebagai umpan balik untuk perencanaan sebelumnya (Muninjaya, 2004).

2. Dinamika Evaluasi

Salah satu ciri evaluasi adalah sebagai suatu proses yang

berkesinambungan, maka dengan sendirinya disamping mempunyai ciri-ciri

yang khas juga mencerminkan sifat kedinamisannya dengan cara

membedakan: input, procces dan output. Pada sisi input, evaluasi

pengembangan personil sangat penting untuk melihat kebutuhan sesuai

dengan keterampilan yang diharapkan, sehingga dapat dikembangkan

pengawasan yang mendukung pada organisasi logistik serta mekanisme

pendukung lainnya. Sebagai suatu langkah awal yang penting dalam sisi input

adalah evaluasi terhadap penetapan tujuan, dikaitkan dengan visi dan misi

program atau organisasi, serta penetapan sasaran program itu sendiri

(Azwar, 1996).

Pada sisi proses adalah untuk mengarahkan sumber-sumber daya agar

menghasilkan pelayanan yang diinginkan yang juga harus dievaluasi. Aspek

proses evaluasi dapat diikut sertakan sebagai input sumber daya, atau

dipandang sebagai proses output, akan tetapi harus di identifikasi secara

terpisah untuk membedakan kapasitas tindakan dari penggunaan nyata dari

kapasitas tersebut. Output adalah merupakan hasil pelayanan yang memberi

dampak yang berbeda-beda terhadap status kesehatan (Mubarak dkk., 2009).

Menurut Mantra (1997) secara umum evaluasi dapat dibedakan atas

beberapa tahap yaitu: a). Evaluasi pada tahap awal program, yaitu evaluasi

yang dilakukan pada tahap pengembangan program sebelum program

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

32

dimulai. Evaluasi ini akan menghasilkan informasi yang akan di pergunakan

untuk mengembangkan program agar program dapat lebih sesuai dengan

situasi dan kondisi sasaran; b). Evaluasi pada tahap proses, yaitu evaluasi

yang dilakukan disini adalah pada saat program sedang dilakasanakan.

Tujuannya adalah untuk mengukur apakah program yang sedang berjalan

telah sesuai dengan rencana atau tidak atau apakah telah terjadi

penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari program; c).

Evaluasi pada akhir program, yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat

program telah selesai dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan

pernyataan efektifitas atau tidaknya suatu program selama kurun waktu

tertentu. Sehingga dapat dipergunakan dalam pengambilan keputusan untuk

merencanakan dan mengalokasikan resources; dan d). Evaluasi dampak

program, yaitu evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas program dalam

menghasilkan perubahan sikap dan perilaku pada target sasaran, evaluasi

dampak merupakan kebalikan dari penilaian kebutuhan program mana kalau

evaluasi kebutuhan menentukan kebutuhan suatu program sedangkan

penilaian dampak akan menentukan tingkat kebutuhan yang nyata setelah

diintervensi oleh program kesehatan.

Langkah-langkah dalam evaluasi/penilaian adalah sebagai berikut: a).

Menentukan tujuan evaluasi, tujuan dari evaluasi harus dimengerti, sebab hal

ini mempengaruhi bagian apa dari program yang perlu diamati, selanjutnya

memengaruhi pula macam informasi yang akan dikumpulkan; b). Menentukan

bagian apa dari program yang akan dievaluasi, apakah yang dievaluasi

masukannya, proses, keluaran, atau dampaknya, atau kombinasi dari bagian-

bagian tersebut; c). Mengumpulkan data awal (base line data), data ini dapat

dipergunakan sebagai pembanding, anatara sebelum diadakan suatu kegiatan

dengan situasi sesudah diadakan kegiatan. Data awal yang diperlukan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

33

bergantung pada apa yang akan dinilai dan maksud penilaian; d). Mempelajari

tujuan program, tujuan program merupakan syarat penting suatu program,

agar penilaian dapat dilakukan dengan baik, tujuan harus dapat dikur dan

jelas, tujuan dapat dirumuskan menjadi tujuan jangka pendek, menengah, dan

panjang dimana tujuan jangka pendek adalah tujuan yang ingin dicapai dalam

waktu dekat, merupakan loncatan untuk bisa sampai pada tujuan jangkat

menengah dan tujuan jangka menengah untuk bisa sampai pada tujuan yang

harus dicapai dulu, untuk bisa mencapai tujuan jangak panjang serta tujuan

jangka panjang merupakan tujuan akhir dari sebuah program; e). Menentukan

tolok ukur (indikator), perlu ditetapkan patokan apa yang akan digunakan

sebagai dasar pengukuran. Dengan kata lain, harus ditentukan apa yang akan

diukur, contohnya jika tujuannya adalah meningkatakan kesadaran

masyarakat terhadap pentingnya olahraga, harus ditentukan dahulu apa yang

akan dipakai untuk mengukur kesadaran masyarakat, misalkan untuk

mengukur berapa persen masyarakat yang berolahraga pada pagi hari, maka

mereka yang membiasakan olahraga pada pagi hari adalah tolok ukurnya, hal

ini harus dibandingkan antara sebelum dan sesudah kegiatan; f). Menentukan

cara menilai, alat penilaian, dan sumber datany; g). Mengumpulkan data;

h).Mengolah dan menyimpulkan data yang didapat; dan i). Feedback (umpan

balik) dan saran-saran kepada program yang akan dinilai (Notoatmodjo,

2007).

Evaluasi di bidang kesehatan adalah suatu kegiatan yang penting untuk

menilai kualitas, rasionalitas, efektifitas, efisiensi dan equitas pada pelayanan

kesehatan. Evaluasi suatu program kesehatan yang menyeluruh adalah

eveluasi yang dilakukan terhadap 3 komponen yaitu masukan (input),

pelaksanaan (procces), dan keluaran (output) (Seokarwati, 1995).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/859/3/BAB II.pdf · Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan

34

Tipe-tipe evaluasi antara lain adalah : a). Penilaian akan kebutuhan

program, penilaian ini dilaksanakan pada tahap sebelum program ini

dilaksanakan disuatu daerah dengan maksud agar program yang

direncanakan sesuai masalah dan kebutuhan masyarakat setempat; b).

Penilaian perencanaan program, penilaian ini dilaksanakan pada tahap untuk

menilai kelayakan dan menandainya rencana program dan kebutuhan

masyarakat; c). Penilaian penampilan kerja. Penilaian untuk melihat

kesesuaian antara pelaksanaan nyata program dan rencana dengan perhatian

diarahkan pada hasilnya dalam segi kuantitas maupun kualitas; d). Penilaian

efek, yaitu penilaian terhadap pengaruh langsung dari hasil suatu program; e).

Penilaian dampak, yatu penilaian untuk mengetahui pengaruh

dilaksanakannya suatu program baik secara langsung maupun tidak langsung

terhadap masyarakat (Farida, Y.T, 2000).

Evaluasi program kesehatan merupakan bagian dari proses manajerial

pembangunan kesehatan nasional yang lebih luas. Dalam melakukan evaluasi

kita sebenarnya menetapkan suatu nilai. Kita dapat mengurangi unsur

subyektif pada penilaian tersebut dengan mendasarkan penilaian atas fakta-

fakta yang ada. Penerapannya menghendaki pikiran yang terbuka dan mampu

memberi kritik yang membangun menuju kepada pemikiran pendapat yang

sehat (Rita, S., 1990).