BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB...

25
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU No Nama Peneliti Hasil Penelitian 1 Ibnu Darmawan ( 2008 ) Tidak seimbangnya besaran penerimaan insentif tenaga perawat yang kurang berazas keadilan sehingga perlu dilakukan perbaikan pada distribusi insentif pelayanan tenaga perawat di RSUD Dr. H.Soewondo Kendal 2 Arsita Wirawanni (2010 ) Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi transparansi, persepsi keadilan dan persepsi ketepatan waktu pembagian dengan kepuasan jasa pelayanan yang diterima oleh responden Di Rumah Sakit Roemani Semarang. 3 Donna D. Adelia ( 200 ) Menunjukkan bahwa persepsi sistem kompensasi kerja langsung dan tidak langsung yang diterima tenaga keperawatan berpengaruh terhadap kinerja tenaga keperawatan di instalasi rawat inap RS Delta Surya Sidoarjo 4 Mahang Sugiarto (2009) Menunjukkan bahwa kompensasi berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap kepuasan dan kinerja perawat. 5 Yanti Nurhayati ( 2009 ) Menunjukkan bahwa indikator penilaian kinerja perawat yang dikembangkan sebagai dasar pembagian insentif jasa keperawatan di unit penghasil terdiri dari indikator kinerja input yang terdiri dari pendidikan, golongan, jabatan dan masa kerja. Indikator kinerja proses terdiri dari kebersihan dan kerapian dalam bekerja, profesional, disiplin dalam tugas, kerja sama dan komunikasi. 6 Taufiqurrahman Hamdie (2007) Dimensi iklim organisasi yang memiliki korelasi dan memberikan kontribusi dalam memprediksikan kepuasan kerja karyawan dan tenaga keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Hadji Boejasin Pelaihari secara berurutan adalah 1. Imbalan/ jasa pelayanan, 2. tanggung jawab (dimensi ini memberikan sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan dan 4. Kepemimpinan. 7 Sjafri (2009) keterkaitan kompensasi dengan kinerja karyawan sangatlah siginifikan. Semakin tinggi kompensasi semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Empirik

Tabel 2.1

RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU

No Nama Peneliti Hasil Penelitian

1 Ibnu Darmawan ( 2008 )

Tidak seimbangnya besaran penerimaan insentif tenaga perawat yang kurang berazas keadilan sehingga perlu dilakukan perbaikan pada distribusi insentif pelayanan tenaga perawat di RSUD Dr. H.Soewondo Kendal

2 Arsita Wirawanni (2010 )

Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi transparansi, persepsi keadilan dan persepsi ketepatan waktu pembagian dengan kepuasan jasa pelayanan yang diterima oleh responden Di Rumah Sakit Roemani Semarang.

3 Donna D. Adelia ( 200 )

Menunjukkan bahwa persepsi sistem kompensasi kerja langsung dan tidak langsung yang diterima tenaga keperawatan berpengaruh terhadap kinerja tenaga keperawatan di instalasi rawat inap RS Delta Surya Sidoarjo

4 Mahang Sugiarto (2009) Menunjukkan bahwa kompensasi berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap kepuasan dan kinerja perawat.

5 Yanti Nurhayati ( 2009 )

Menunjukkan bahwa indikator penilaian kinerja perawat yang dikembangkan sebagai dasar pembagian insentif jasa keperawatan di unit penghasil terdiri dari indikator kinerja input yang terdiri dari pendidikan, golongan, jabatan dan masa kerja. Indikator kinerja proses terdiri dari kebersihan dan kerapian dalam bekerja, profesional, disiplin dalam tugas, kerja sama dan komunikasi.

6 Taufiqurrahman Hamdie (2007)

Dimensi iklim organisasi yang memiliki korelasi dan memberikan kontribusi dalam memprediksikan kepuasan kerja karyawan dan tenaga keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Hadji Boejasin Pelaihari secara berurutan adalah 1. Imbalan/ jasa pelayanan, 2. tanggung jawab (dimensi ini memberikan sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan dan 4. Kepemimpinan.

7 Sjafri (2009)

keterkaitan kompensasi dengan kinerja karyawan sangatlah siginifikan. Semakin tinggi kompensasi semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

12

Penelitian mengenai penetapan insentif jasa pelayanan untuk

tenaga perawat di RSUD dr. Soewondo Kendal dilakukan oleh Ibnu

Darmawan (2008). Hasil penelitian menunjukkan tidak seimbangnya

besaran penerimaan insentif tenaga perawat yang kurang berazas keadilan

sehingga perlu dilakukan perbaikan pada distribusi insentif pelayanan

tenaga perawat di RSUD Dr. H.Soewondo Kendal.

Penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Sistem Pembagian Jasa

Pelayanan Terhadap Tingkat Kepuasaan Jasa Pelayanan Yang Diterima

Perawat Di Rumah Sakit Roemani Semarang dilakukan oleh Arsita

Wirawanni (2010 ). Hasil analisis responden, yang mempersepsikan sistem

pembagian jasa pelayanan transparan (47,5%), adil (49,5%) dan tepat

waktu (50,9%). Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan

yang signifikan antara persepsi transparansi, persepsi keadilan dan

persepsi ketepatan waktu pembagian dengan kepuasan jasa pelayanan yang

diterima oleh responden. Hasil analisis multivariate menunjukkan adanya

pengaruh bersama-sama antara persepsi transparansi (Exp B= 4,679)

dengan persepsi ketepatan waktu (Exp B= 3,789) terhadap kepuasan jasa

pelayanan yang diterima perawat di RS Roemani Semarang. Saran yang

dapat direkomendasikan dalam penelitian ini adalah melakukan peninjauan

ulang dalam proses pembagian jasa pelayanan.

Menurut Sjafri (2009), keterkaitan kompensasi dengan kinerja

karyawan sangatlah siginifikan. Semakin tinggi kompensasi semakin

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

13

tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan; ceteris paribus. Derajat kepuasan

yang semakin tinggi akan semakin meningkatkan motivasi karyawan

dalam meraih kinerja yang tinggi. Jika dikelola dengan baik, kompensasi

membantu perusahaan untuk mencapai tujuan dalam memperoleh,

memelihara, dan menjaga karyawan dengan optimum.

Taufiqurrahman Hamdie (2007) penelitian pada Rumah Sakit

Umum Daerah Hadji Boejasin Pelaihari dengan mengunakan rancangan

kuantitatif cross sectional survey,dari hasil penelitian, terdapat hubungan

positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja,

hubungan tersebut dengan tingkat korelasi sedang. Dimensi iklim

organisasi yang memiliki korelasi dan memberikan kontribusi dalam

memprediksikan kepuasan kerja karyawan dan tenaga keperawatan Rumah

Sakit Umum Daerah Hadji Boejasin Pelaihari secara berurutan adalah 1.

Imbalan/ jasa pelayanan, 2. tanggung jawab (dimensi ini memberikan

sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

dan 4. Kepemimpinan. Dimensi iklim organisasi yang memiliki korelasi

dan memberikan kontribusi dalam memprediksikan kepuasan kerja

karyawan tenaga umum atau administrasi Rumah Sakit Umum Daerah

Hadji Boejasin Pelaihari hanya dimensi imbalan/ jasa pelayanan.

Penghasilan adalah pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja

yang dicapai dan diberikan kepada pegawai dalam upaya memberikan

tangungjawab dan dorongan kepada pegawai untuk meningkatkan

kualitas dan kuantitas kinerjanya. Rivai (2004) mengemukakan karir

adalah seluruh pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan individu selama

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

14

masa hidupnya. Karir merupakan pola dari pekerjaan dan sangat

berhubungan dengan pengalaman (posisi, wewenang, keputusan, dan

interpretasi subjektif atas pekerjaan) dan aktivitas selama masa kerja

individu. Kinerja menurut Mangkunegara (2000) adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.

Mahsun (2006) memberikan definisi kinerja sebagai gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan

sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic

planning suatu organisasi.

2.2 Kajian Teoritis

2.2.1 Remunerasi

2.2.1.1 Pengertian Remunerasi

Remunerasi memiliki arti penggajian, bisa berupa uang atau

lainnya atas imbalnya telah bekerja rutin. Sedangkan menurut Kamus

Bahasa Indonesia dan Tresaurus Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh

Pusat Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008,

remunerasi mempunyai arti pemberian hadiah (penghargaan atau jasa),

bayaran, imbalan, kompensasi, atau upah. Kadang-kadang ada juga

artikel di internet yang salah menuliskan “Remunerasi” jadi “Renumerasi”.

Remunerasi-remunerasi yang lagi heboh belakangan ini

menyangkut pada PNS atau biasa disebut dengan Remunerasi PNS,

Disini yang dimaksud dengan Remunerasi PNS ini adalah payment atau

penggajian. Remunerasi PNS tersebut dimaksudkan untuk mendorong

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

15

agar menjadi SDM yang berkualitas, dan tidak pindah ke swasta, juga

akan mengurangi KKN.

Remunerasi di rumah sakit merupakan salah-satu unsur yang

cukup penting untuk diketahui oleh para manajer rumah sakit karena

menyangkut biaya kehidupan dan penghidupan seluruh karyawan.

Seringkali ketidak seimbangan upah, gaji atau insentif antara kelompok

dokter, perawat dan yang setara dengan perawat, tenaga adminstratif

serta tingkatan manajer rumah sakit menyebabkan terjadinya konflik yang

berkepanjangan dan menyebabkan menurunnya komitmen karyawan

terhadap organisasi. Karenanya perlu pemahaman bagaimana sistem

remunerasi dapat dikembangkan dan disesuaikan berdasarkan

kesepakatan melalui beberapa pendekatan yang lebih fleksibel. Sistem

remunerasi adalah suatu sistem pengupahan yang mengatur gaji, insentif

merit dan bonus pegawai pada suatu perusahaan. Sistem ini berbeda

beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, sangat

bergantung kepada kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam

memberikan upah terhadap para karyawannya.

Berbagai perusahaan termasuk pada lingkungan pemerintah telah

menggunakan sistem ini dengan cara pendekatan yang berbeda-beda.

Pada umumnya pendekatannya berdasarkan keahlian atau kompetensi

karyawan yang dihubungkan dengan waktu yang dibutuhkan dalam

bekerja sesuai dengan profesinya masing masing.

Dengan demikian, akan sangat berbeda gaji dasar karyawan

dengan kompetensi yang tinggi yang ditentukan dengan indikator

indikator tertentu misalnya pendidikan karyawan yang lebih tinggi akan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

16

berbeda dengan karyawan yang berpendidikan rendah. Artinya harga tiap

satuan waktu antara yang berpendidikan tinggi dengan yang

berpendidikan rendah akan sangat berbeda. Pada beberapa perusahaan

menggunakan satuan waktu dan jenis pekerjaan apa yang dikerjakan

oleh karyawan yang bersangkutan.

Yang paling sulit ditentukan adalah besaran rupiah dari satuan

waktu tersebut, apalagi di rumah sakit yang merupakan institusi padat

karya, padat teknologi dan padat modal memperlihatkan variabilitas yang

sangat tinggi. Terdapat sekitar 62 jenis ketenagaan di suatu institusi

rumah sakit, dari mulai dokter spesialis konsulen, spesialis, dokter umum,

dokter gigi spesialis dan umum, sarjana farmasi, sarjana keperawatan,

akuntan, sarjana komunikasi, perawat, analis dan tenaga administrasi

lainnya. Keragaman ini menimbulkan kesulitan tersendiri, dalam

menentukan besaran yang layak bagi para karyawan dengan perbedaan

keahlian dan banyak jenisnya.

Jika menggunakan pendekatan waktu maka harus dipikirkan

harga per satuan waktu dari masing masing jenis profesi atau keahlian

karyawan. Pendekatan ini agak sulit untuk diterapkan di rumah sakit.

Karena harga persatuan waktu akan menjadi lahan perebutan antar

profesi di rumah sakit.

Rumah sakit pada intinya adalah suatu institusi yang memberikan

pelayanan kesehatan individu. Karenanya didalam rumah sakit akan

tampak dua jenis kelompok karyawan yaitu pertama adalah karyawan

yang bekerja pada pelayanan langsung terhadap pelanggan atau pasien

yang mengakibatkan munculnya transaksi keuangan antara pasien

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

17

dengan rumah sakit misalnya tenaga dokter, perawat, analis, asisten

apoteker dan sejenisnya. Kelompok ini selanjutnya berada pada suatu

tempat yang disebut sebagai Revenue center atau pusat pendapatan.

Kelompok kedua adalah karyawan yang menunjang pekerjaan para

pemberi pelayanan langsung yang berada pada suatu tempat yang

dikenal dengan cost center atau pusat biaya, misalnya kepala bidang

keuangan, kepala bidang administrasi, customer service, IPSRS, laundry

dan sejenisnya.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka kelompok pada revenue

center adalah penghasil uang. Dan para penghasil uang inilah yang

memiliki nilai jasa pelayanan. Misalnya jasa pelayanan visite, jasa

tindakan bedah, jasa ekspertisi tontgent, jasa keperawatan jasa farmasi

dan sejenisnya. Sedangkan para karyawan penunjang tidak mungkin

memunculkan jasa pelayanan misalnya jasa pelayanan bagian keuangan,

jasa pelayanan IPSRS dan sejenisnya.

Jika demikian maka komponen jasa pada tarif rumah sakit akan

muncul khusus untuk para pemberi pelayanan terhadap pelalanggan atau

pasien, misalnya dokter, perawat, analis, asisten dan sejenisnya. Yang

perlu dipikirkan adalah bahwa pelayanan rumah sakit adalah pelayanan

dalam bentuk tim dan tim tersebut secara utuh terdiri dari para karyawan

pada revenue center dan para karyawan pada cost center. tidak mungkin

salah satunya ditiadakan. Namun pada satu sisi para karyawan pada

revenue center muncul jasa pelayanan sedangkan karyawan pada cost

center tidak muncul jasa pelayanan. Apakah ini berarti bahwa para

tenaga administrasi, tenaga pendukung lainnya tidak mendapatkan jasa

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

18

seperti halnya tenaga pada revenue center yang jelas muncul dalam

komponen tarif rumah sakit. Tentu saja tidak demikian, karena pelayanan

rumah sakit adalah pelayanan tim, maka sudah selayaknya karyawan

pada kelompok cost center juga mendapat tambahan insentif. Pengaturan

insentif, gaji dan merit ataupun bonus inilah yang perlu diatur oleh sistem

remunerasi yang berkekuatan hukum.

Pada rumah sakit yang menerapkan pola keuangan Badan

Layanan Umum (BLU) baik pusat maupun Daerah, sudah diamanatkan

bahwa sistem remunerasi merupakan salah satu perangkat dengan PPK

BLU seperti tertuang didalam PP No 23 Tahun 2005 Tentang Pola

Penerapan keuangan Badan Layanan Umum.

2.2.1.2 Hubungan Manajemen Kinerja dengan Remunerasi

Dari hasil penelitian, 43% responden menyatakan ada hubungan

yang erat antara manajemen kinerja atau sistem akuntabilitas dengan

pengajian atau sistem remunerasi, ternyata upah masih merupakan

elemen yang cukup penting dalam manajemen kinerja. Hal yang perlu

dipahami disini adalah bahwa dengan pemberian upah yang memadai

dengan apa yang telah dikerjakan oleh seseorang maka akan

meningkatkan motivasi orang yang bersangkutan untuk berkinerja lebih

baik. Sisi lain dari pengertian ini adalah bahwa jika seseorang tidak

mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan target dan standar yang telah

ditentukan maka karyawan yang bersangkutan tidak semestinya

mendapatkan upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab upah

sudah ditentukan berdasarkan kinerja waktu dan target/standar yang

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

19

telah disepakati sebelumnya. Prinsip disini adalah No performance no

pay.

Hal ini disebabkan karena upah mendorong kinerja dan

kemampuan karyawan atas dasar tiga alasan yaitu :

Bisa mamotivasi SDM untuk menjadi lebih baik kinerjanya,

mengembangkan keterampilan dan kemampuan mereka.

Sebagai ilustrasi. tidak sedikit karyawan yang hanya

mengandalkan senioritas semata, dia tidak berkinerja sesuai dengan

yang diharapkan pimpinan organisasi, dia hanya memerintah dan dia

merasa bahwa dialah yang berkuasa didalam organisasi karena

lamanya dia bekerja ditempat tersebut. Aturan main ditabrak dan

cenderung arogan. Keadaan ini akan menyulitkan prinsip kesetaraan

dan kepatutan didalam penyusunan sistem remunerasi didalam

organisasi yang bersangkutan

Menyampaikan pesan bahwa kinerja dan kemampuan adalah

penting.

Disini jelas bahwa kinerja harus didukung kemampuan atau

kompetensi secara utuh yang terdiri dari skill, knowledge dan attitude.

Jadi pesan kinerja akan tampak jelas jika karyawan memiliki indikator

kinerja yang dapat diukur, target dan standar kinerja. Setelah

karyawan melaksanakan pekerjaannya kemudian dianalisa

kinerjanya melalui pencapaian target dan standarnya maka indikator

akan terukur dengan sendirinya.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

20

Merupakan keterbukaan dan keseimbangan penghargaan kepada

SDM berdasarkan pada kinerja, kemampuan atau sumbangsih

mereka terhadap organisasi.

Upah dalam bentuk gaji sebenarnya adalah penghargaan atau

pekerjaan dinilai dengan harga tertentu. Semestinya setiap jenis

kinerja yang telah sesuai dengan standar/target maka harus dihargai

sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan sebelumnya

didalam sistem remunerasi. Sifatnya harus terbuka atau transparan.

Artinya berapa score dalam siustem indexing seseorang dalam

perusahaan harus dibuka secara transparan terhadap seluruh

karyawan yang bekerja didalam perusahaan tersebut.

Hakekat yang perlu diperhatikan dan disimak lebih dalam oleh

para manajer dan seluruh karyawan adalah, bahwa keterbukaan

bukanlah telanjang bulat. Para manajer harus tetap memiliki hak

prerogatif dalam hal hal tertentu yang bersifat sensitif. Sebab jika

telanjang bulat maka akan terjadi tarik menarik dan saling adu

kekuatan diantara kelompok profesi yang ada didalam perusahaan.

2.2.1.3 Peningkatan gaji dan kinerja

Secara logika saja setiap kinerja akan dihargai dengan nilai

tertentu. Maka jika kinerjanya meningkat sudah selayaknya nilaipun

menjadi meningkat, artinya akan terjadi peningkatan gaji jika kinerja

karyawan yang bersangkutan meningkat. Pada pegawai negeri sipil

kenaikan gaji berkala justru ditentukan berdasarkan waktu, setiap tahun

adal kanaikan gaji berkala dan perubahan status pensisikan, bukan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

21

ditentukan oleh kinerja PNS yang bersangkutan. Maka banyak kinerja

PNS terkesan merosot dan buruk karena yang mereka kejar adalah

pendidikan. Ada trend yang cukup mengkhawatirkan pada jajaran RSD,

dimana dengan banyaknya lembaga pendidikan S1 maupun S2 yang

tersebar di daerah daerah, banyak karyawan mengambil pendidikan

tersebut tanpa disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan mereka.

Akibatnya banyak sarjana dan pascasarjana yang sulit ditempatkan pada

tempat yang seharusnya. Mereka hanya mengejar status pendidikan

sarjana atau pascasarjana dengan harapan penyesuaian gaji mereka

akan meningkat secara bermakna. Poada sisi lain penyusunan sistem

remunerasi khususnya sistem insentif akan menghadapi kepelikan yang

cukup rumit, sebab para sarjana yang secara harfiah tidak dibutuhkan

oleh rumah sakit akan tetapi kenyataannya ada di rumah sakit dan

mereka menuntut upah kesarjanaannya.

Untuk hal tersebut diatas maka konsep sistem remunerasi

khususnya dalam sistem insentif akan diberikan index pendidikan yang

sesuai dengan jenis pekerjaan yang sesuai pula. Misal sarjana

pendidikan tetapi bekerja sebagai kepala administrasi kepegawaian

tentunya sarjana pendidikan tersebut tidak berlaku.

Perbedaan antara kinerja dan kemampuan yang ada kaitannya dengan

upah Adakah kemungkinan perbedaan kinerja dengan jenis

pekerjaannya. Kalau ada maka perlu penilaian tersendiri agar sistem

insentif bisa diterapkan secara adil dan transparan.

Upah dikaitkan dengan kemampuan yang dinilai tersendiri

berdasarkan pendidikan dan pelatihan khusus yang bersertifikat. Makin

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

22

tinggi pendidikan maka nilai index akan semakin tinggi. Jadi khusus untuk

rumah sakit maka perawat mahir akan lebih tinggi nilai indexnya

dibanding perawat biasa, demikian pula karyawan yang memiliki sertifikat

pelatihan akan lebih tinggi nilai indexnya dibanding karyawan yang tidak

memiliki sertifikat pelatihan yang bersertifikat. Kondisi penting pengenalan

gaji yang dihubungkan dengan kemampuan Kondisi yang perlu diciptakan

adalah bahwa sistem remunerasi harus jelas mencantumkan kompetensi

yang bersangkutan yang akan dinilai berdasarkan indexing. Dan ukuran

untuk dilakukan indexing adalah berdasarkan :

1. Basic index

2. Competency index

3. Risk Index

4. Emergency index

5. Position index

6. Performance index

Didalam organisasi rumah sakit akan ada dua kelompok besar

yaitu revenue center (pusat pendapatan) dan cost center ( pusat

pembiayaan ).

2.2.2 Kinerja

2.2.2.1 Pengertian Kinerja

Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari

kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam English Distionary,

terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata “to

perform” dengan beberapa “entries” yaitu :

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

23

1. Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute);

2. Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar ( to

discharge of fulfill; as vow);

3. Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or

complete an understaking); dan

4. Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do

what is expected of a person machine).

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan

tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan

organisasi bersangkutan sacara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai

dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999).

Kinerja karyawan lebih mengarah pada tingkatan prestasi kerja

karyawan. Kinerja karyawan merefleksikan bagaimana karyawan

memenuhi keperluan pekerjaan denganbaik (Senen, 2008).

Mathis dan Jackson (2002), mendefinisikan bahwa kinerja pada

dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan.

Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka

memberikan kontribusi kepada organisasi, yang antara lain termasuk :

1. Kuantitas keluaran

2. Kualitas keluaran

3. Inisiatif

4. Kehadiran di tempat kerja

5. Sikap kooperatif

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

24

2.2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Sumber daya manusia merupakan faktor yang berperan aktif

dalam menggerakkan perusahaan/organisasi dalam mencapai tujuannya.

Tercapainya tujuan perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para

pelaku yang terdapat dalam perusahaan, untuk berkinerja dengan baik.

Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga

(institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate

performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila

kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar

kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang

karyawan akan baik bila ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi,

bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian

dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik

(Prawirosentono, 1999).

Menurut Gibson (1996), ada 3 (tiga) variabel yang mempengaruhi

perilaku dan kinerja individu, yaitu:

1. Variabel individu, terdiri dari kemampuan dan ketrampilan (mental dan

fisik), latar-belakang (keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman),

demografis (umur, asal-usul, dan jenis kelamin).

2. Variabel organisasional, terdiri dari sumberdaya, kepemimpinan,

imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

25

3. Variabel psikologis, terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan

motivasi.

Sumber daya manusia merupakan faktor yang berperan aktif

dalam menggerakkan perusahaan/organisasi dalam mencapai tujuannya.

Tercapainya tujuan perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para

pelaku yang terdapat dalam perusahaan, untuk berkinerja dengan baik.

Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga

(institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate

performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila

kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar

kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang

karyawan akan baik bila ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi,

bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian

dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik

(Prawirosentono, 1999).

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi

berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi

oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu,

menurut model partner-lawyer (Donnelly, Gibson and Invancevich: 1994),

kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor; (a) harapan

mengenai imbalan; (b) dorongan; (c) kemampuan; kebutuhan dan sifat;

(d) persepsi terhadap tugas; (e) imbalan internal dan eksternal; (f)

persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Dengan demikian,

kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu: (1) kemampuan, (2)

keinginan dan (3) lingkungan.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

26

Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang

harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta

mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja

yang baik tidak akan tercapai. Dengan kata lain, kinerja individu dapat

ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan

kemampuan. Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan

kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya.

Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh

pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya.

Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu :

a. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan

untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.

b. Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan

kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai

hasil kinerja (outcome).

Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut

terjadi sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan

akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak

terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar.

Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan

kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap

pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja,

dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan

masyarakat.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

27

2.2.2.3 Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja bukanlah tujuan akhir melainkan merupakan

alat agar dihasilkan manajemen yang lebih efisien dan terjadi peningkatan

kinerja. Hasil dari pengukuran kinerja memberitahu kita atas apa yang

telah terjadi atau apa yang harus dilakukan. Pengukuran kinerja

merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai

dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan yang dilakukan secara

periodik.

Tujuan pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi personil

dalam mencapai sasaran institusi atau organisasi dan dalam mematuhi

standar kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Sistem pengukuran

kinerja biasanya terdiri atas metode yang sistematis dalam penetapan

sasaran dan tujuan, serta pelaporan periodik yang mengindikasikan

realisasi atas pencapaian sasaran dan tujuan.

Untuk mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis,

digunakan "indikator kinerja klinis" sebagai langkah untuk mewujudkan

komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim

kerja. Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan

mampu mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor,

diperbaiki serta ditingkatkan secara terus menerus. Model

pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat dan

bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam organisasi yaitu pada tingkat

"First Line Manager", karena produktifitas (jasa) berada langsung

ditangan individu-individu dalam kerja tim.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

28

Namun demikian komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan

stakeholder lainnya tetap menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi

yang sama antara dua komponen tersebut dalam menentukan sasaran

dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan kinerja dalam

suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja

klinis akan menyentuh langsung faktor -faktor yang menunjukkan indikasi-

indikasi obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas seorang perawat

atau bidan, sejauh mana fungsi dan tugas yang dilakukan memenuhi

standar yang ditentukan.

Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual

Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai

oleh seseorang). Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja seorang

pegawai selama periode tertentu yang dinilai dengan serangkaian tolak

ukur yang berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang

ditetapkan.Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas

maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan

penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Deskripsi dari

kinerja menyangkut tiga komponen penting yakni tujuan, ukuran dan

penilaian.

Perawat dalam melaksanakan tugasnya dapat dinilai dari

kinerjanya. Yang dimaksud dengan kinerja perawat dalam penelitian ini

adalah penampilan hasil karya dari para perawat dalam memberikan

pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan. Asuhan

keperawatan dalam hal ini merupakan suatu proses rangkaian kegiatan

pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien, untuk

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

29

memenuhi kebutuhan dasar pasien yang berpedoman pada standar dan

etika keperawatan, dalam lingkup dan wewenang serta tanggungjawab

keperawatan, yang meliputi tindakan, perhatian perawat seperti

menyambut klien secara profesional, tersenyum dan memperkenalkan

diri, memanggil klien dengan nama yang disukai klien dan jika perawat

tidak mampu memenuhi permintaan klien, maka perawat berusaha

memanggil seseorang yang lebih memahami permintaan sehingga klien

mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap.

Komunikasi perawat seperti memberikan informasi kepada klien

sesuai dengan tingkat keahlian, pengetahuan dan kompetensinya.

Emosional support perawat seperti melakukan sentuhan, memberikan

senyuman perhatian, melakukan kontak mata dan hadir dihadapan klien

dengan tenang, memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya serta

selalu melibatkan klien dalam pembicaraan. Kepercayaan yang dimiliki

perawat dalam hal ini adalah upaya mempertahankan hubungan yang

baik antara perawat dan klien seperti memberikan rahasia kepada klien,

berdiskusi tentang rencana keperawatan yang diberikan kepada klien dan

selalu memperhatikan hak-hak klien. Menurut Mangkunegara (2000)

kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai

seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab

yang diberikan kepadanya. Mahsun (2006) memberikan defenisi kinerja

sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan, program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi

dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu

organisasi.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

30

Rifai (2004) mengemukakan kinerja merupakan suatu fungsi dari

motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan

sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu.

Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk

mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang

akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.

Ilyas (2001) mengemukakan penilaian kinerja adalah suatu proses

menilai hasil karya personal dalam suatu organisasi melalui instrument

kinerja dan pada hakikatnya merupakan suatu evaluasi terhadap

penampilan kerja personal dengan membandingkannya dengan standar

baku penampilan. Azwar (1996) menyatakan bahwa penilaian adalah

suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil

yang dicapai dengan tolak ukur atau kinerja yang telah ditetapkan,

dilanjutkan dengan pengambilan keputusan serta penyusunan saran-

saran yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program.

2.2.2.4 Indikator Kinerja

Dalam rangka mengukur kinerja instansi/organisasi dan mengukur

kinerja perorangan sebagai pelaksana, menurut Prawirosentono (1999)

diperlukan membangun dan menciptakan standar ukuran kinerja

organisasi terlebih dahulu dimana standar tersebut harus sesuai dengan

tujuan organisasi dan selanjutnya ukuran kinerja diproyeksikan ke dalam

standar kerja pada pelaku dan unit-unit organisasi tersebut. Indikator

kinerja merupakan ukuran yang menggambarkan tingkat pencapaian

suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

31

kinerja haruslah merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta

digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja yang

baik dalam tahap perencanaan,tahap pelaksanaan, maupun tahapan

setelah kegiatan selesai.

Menurut Sudiman (2001), indikator kinerja yang sering digunakan

adalah sebagai berikut :

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar

pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka

menghasilkan output Indikator ini dapat berupa dana, personil yang

terlibat dalam pelaksanaan kegiatan, data, peraturan perundangan

dan sebagainya.

2. Indikator proses adalah berbagai aktivitas yang menunjukkan upaya

yang dilakukan dalam rangka mengolah masukan menjadi keluaran.

Indikator ini menggambarkan perkembangan pelaksanaan

pengolahan masukan menjadi keluaran.

3. Keluaran adalah segala sesuatu yang diharapkan langsung dapat

dicapai dari suatu kegiatan, baik kegiatan berupa fisik dan non fisik.

4. Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya

keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcome merupakan

ukuran seberapa jauh setiap jasa mmemenuhi kebutuhan dan

harapan masyarakat.

5. Manfaat adalah kegunaan suatu keluaran yang dirasakan langsung

oleh masyarakat. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat

diakses oleh publik.

6. Dampak adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

32

atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja

setiap indicator dalam suatu kegiatan

Agar evaluasi kinerja bersifat sensitif, artinya dapat membedakan

kinerja karyawan yang sangat baik dan baik dengan kinerja yang sedang,

buruk dan sangat buruk. Maka setiap indikator kinerja dilengkapi dengan

Deskriptor Level Kinerja ( DLK ) atau Performance Level Descriptor

(PLD). DLK adalah skala bobot yang melukiskan tingkatan kinerja untuk

setiap indikator kinerja.

Menurut Wirawan ( 2009 ) Instrumen evaluasi kinerja yang cocok

digunakan dalam penilaian kinerja adalaha :

1. Hasil Kerja terdiri dari ; Kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja dan

efisiensi dalam melaksanakan tugas.

2. Perilaku Kerja terdiri dari ; Disiplin kerja, inisiatif dan ketelitian.

3. Sifat individu dalam bekerja ; Kepemimpinan, kerjasama, komunikasi,

senyum, salam dan sapa.

2.2.3 Keperawatan

2.2.3.1 Pengertian Keperawatan

Keperawatan adalah suatu profesi yang mengabdi kepada

manusia dan kemanusiaan artinya profesi keperawatan lebih

mendahulukan kepentingan kesehatan masyarakat di atas

kepentingannya sendiri. Pelayanan keperawatan yang diberikan

berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang memadukan sikap

kemampuan intelektual, serta ketrampilan tehnikal dari perawat menjadi

keinginan dan kemampuan menolong sesama baik sakit maupun sehat

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

33

agar mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya (Aditama, 1999).

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang

diperoleh pendidikan keperawatan (Depkes, 2007).

Adapun uraian tugas perawat pelaksana sesuai dengan buku

petunjuk kerja dalam Model Praktik eperawatan Profesional adalah :

1. Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standard.

2. Mengadakan serah terima dengan tim/grup lain (grup petugas

pengganti) mengenai:

a) Kondisi pasien

b) Logistik keperawatan

c) Administrasi rumah sakit

d) Pelayanan penunjang

e) Kolaborasi program pengobatan.

3. Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh grup

sebelumnya.

4. Merundingkan pembagian tugas dengan anggota grupnya.

5. Menyaipkan perlengkapan untuk pelayanan dan visit dokter.

6. Mendampingi dokter visit, mencatat dan melaksanakan program

pengobatan dokter.

7. Membantu melaksanakan rujukan.

8. Melaksanakan orientasi terhadap pasien/keluarga baru, mengenai:

a) Tata tertib ruangan

b) b. Perawat yang bertugas

9. Menyiapkan pasien pulang dan memberi penyuluhan kesehatan.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

34

10. Memelihara kebersihan ruang rawat dengan :

a) Mengatur tugas cleaning service.

b) Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua

petugas, peserta didik dan pengunjung ruangan.

11. Membantu kepala ruangan membimbing mahasiswa praktek.

12. Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan

keperawatan serta tenaga keperawatan.

13. Menulis laporan tim mengenai kondisi pasien dan lingkungan.

14. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/keluarga.

15. Menjelaskan tata tertib rumah sakit, hak dan kewajiban pasien.

Praktek keperawatan pada dasarnya adalah memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien. Spektrumnya luas mulai dari melaksanakan

pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosis keperawatan,

menyusun perencanaan tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan

keperawatan (termasuk tindakan medik yang dapat dilakukan oleh

perawat sampai evaluasi terhadap hasil tindakan keperawatan dan

akhirnya mendokumentasikan. Hal itu dikenal sebagai standar praktek

professional keperawatan (Soeroso, 2002).

2.2.3.2 Evaluasi Kinerja Perawat

Pembinaan dan pengembangan terhadap perawat adalah salah

satu kegiatan yang harus dilakukan untuk menunjang kinerja perawat,

dan pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan mutu pelayanan

keperawatan. Melalui evaluasi ini akan diperoleh informasi mengenai

hasil yang telah dicapai, faktor-faktor yang mendukung, dan hambatan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/BAB II.pdf · sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan

35

yang dihadapi dalam memberikan layanan keperawatan. Keberhasilan

dari pelayanan keperawatan sangat ditentukan oleh kinerja perawat

(Arwani, 2005 ).

Evaluasi terhadap kinerja perawat dapat dilakukan dengan menilai

berbagai hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan perawat,

yaitu kuantitas hasil kerja, kualitas hasil pekerjaan,efisiensi dalam

melaksanakan tugas, disiplin kerja, inisiatif, ketelitian dalam bekerja,

kerjasama dengan kawan sejawat, kepemimpinan dan kreativitas dalam

bekerja ( Heru S, 2005 )

Pengumpulan data atau informasi yang selanjutnya digunakan

sebagai bahan penilaian kinerja terhadap perawat dapat diperoleh melalui

kuisioner, wawancara, observasi atau model checklist atau graphic rating

scale dengan indikator sepeti diatas,

Pengujian indikator dilakukan dengan mengorelasikan skor setiap

butir indikator dengan total skor. Nilai korelasi positif yang tinggi

menunjukkan bahwa indikator tersebut mempunyai validitas yang tinggi,

jika sebaliknya, maka validitasnya rendah. Reliabilitas instrument dapat

dilakukan dengan test-retest. Dalam metode ini, instrument evaluasi

diujikan beberapa kali pada responden yang sama, tetapi pada waktu

yang berbeda. Jika korelasinya positif dan signifikan, maka instrument

tersebut dinyatakan reliable atau instrumen tersebut stabil.