Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

download Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

of 22

Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    1/22

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Evaluasi Pelayanan Kesehatan Rumahsakit

    Pelayanan menurut Groonroos (1990), suatu aktivitas atau serangkaian

    aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai

    akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang

    disediakan perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan

    permasalahan konsumen/pelanggan. Dalam konsep pelayanan rawat inap di RS

    maka aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang diberikan tenaga profesi

    kesehatan kepada pasien di instalasi rawat inap dalam rangka menyembuhkan

    pasien, mengurangi keterbatasan dan ketidakmampuan, memenuhi harapan dan

    berkualitas. Kualitas dalam pelayanan kesehatan berhubungan dengan mutu

    pelayanan, mutu pelayanan berhubungan dengan struktur input dan proses dari

    manajemen pelayanan di instalasi rawat inap.

    Penyelenggaraan pelayanan kesehatan paripurna adalah prosedur kompleks

    yang terdiri dari kegiatan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan

    kesehatan bersifat holistik karena melibatkan jasmani, rohani, sosial dan lingkungan

    masyarakat menyangkut berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi, iman

    dan taqwa (Depkes, 2000). Evaluasi terhadap penyelenggaraan pelayanan

    kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat sesuai dengan

    kebijakan-kebijakan yang berlaku. Perkembangan perilaku ekonomi dan teknologi

    mengharuskan rumahsakit menyiapkan diri memenuhi tuntutan dari kemampuan

    masyarakat mengevaluasi mutu pelayanan mereka sebagai industri jasa.

    Kompleksitas rumahsakit sangat memerlukan berbagai evaluasi untuk menilaibagaimana performance rumahsakit dalam melaksanakan tugas pokok dan

    fungsinya sebagai institusi pelayanan kesehatan di daerah. Manajemen rumahsakit

    sesungguhnya bersifat kompleks, tidak hanya menyangkut pelayanan medik dan

    pelayanan keperawatan saja, namun juga mencakup manajemen perhotelan,

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    2/22

    pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi, manajemen personalia, manajemen

    perlengkapan, transportasi dan manajemen pelayanan umum lainnya. Dalam upaya

    meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumahsakit khususnya yang

    menyangkut proses pelayanan dapat digambarkan dalam gambar model pelayanan

    di rumahsakit seperti gambar 4.

    Gambar 1. Model Pelayanan Rumahsakit (Wijono, 1999)

    Rumahsakit merupakan institusi yang padat modal, teknologi dan tenaga

    sehingga pengelolaan rumahsakit tidak bisa semata-mata sebagai unit sosial, telah

    dijadikan sebagai subyek hukum dan juga sebagai target gugatan atas pelayanan

    medik. Rumahsakit harus mempunyai sistem dan proses untuk melakukan

    monitoring dan meningkatkan pelayanan, secara efektif melaksanakan evaluasi

    mutu pelayanan kesehatan. Evaluasi pelayanan kesehatan bersifat multi

    dimensional mencakup riwayat penyakit, proses pelayanan kesehatan, sasaran,

    efisiensi, efektifitas, dimensi-dimensi mutu dan sistem pelayanan kesehatan (Azwar,

    1999), sedangkan menurut WHO, evaluasi adalah: suatu cara yang sistematis untuk

    mempelajari berdasarkan pengalaman dan menggunakan pembelajaran untuk

    memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan serta meningkatkan

    perencanaan yang lebih baik dimasa mendatang dengan seleksi yang seksama .

    9

    Pelayanan medik

    Pelayanan keperawatan

    Pelayanan penunjang medik

    Pelayanan komunikasi, informasidan edukasi

    Pelayanan perhotelan

    Pelayanan umum

    INPUT PROSES OUTPUT

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    3/22

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    4/22

    struktur input, struktur proses dan struktur luaran (Depkes, 2005). Tingkat

    kesempurnaan pelayanan di rumahsakit sangat relatif, dari sisi pemberi pelayanan

    di rawat inap adalah apabila semua tahapan dalam pelaksanaan semua jenis

    pelayanan kesehatan yang dibutuhkan untuk kesembuhan pasien telah memenuhi

    standar pelayanan kesehatan yang disusun dan disepakati untuk dilaksanakan

    dalam setiap memberikan pelayanan kepada pasien di rumahsakit (Copeland,

    2005).

    Donabedian (1988), mengemukakan bahwa kualitas pelayanan dalam

    perspektif yang lebih luas meliputi interaksi praktisi medik dengan pasien; kontribusi

    pasien dalam pelayanan; kenyamanan pelayanan; akses terhadap fasilitas

    pelayanan; pengaruh sosial terhadap akses; dan pengaruh sosial dalam

    peningkatan kesehatan melalui pelayanan kesehatan. Pengertian mutu pelayanan

    menurut Depkes RI (1993), ialah derajat kesempurnaan pelayanan rumahsakit yang

    memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan dengan

    menggunakan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan efektif

    serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum

    dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan

    pemerintah dan masyarakat konsumen.

    Mutu pelayanan kesehatan sebuah rumahsakit akan selalu terkait denganstruktur input, struktur proses dan struktur luaran dari sistem pelayanan kesehatan

    rumahsakit (Green dkk, 1997). Dari rumusan-rumusan mutu pelayanan sebenarnya

    menunjukkan pada luaran dari struktur proses pelayanan kesehatan yang telah

    mendapatkan input-input terstruktur berupa unsur-unsur manajemen pelayanan

    kesehatan di rumahsakit. Luaran ini dapat diukur dengan rasionalisasi terhadap

    indikator-indikator mutu pelayanan kesehatan rumahsakit sebagai suatu standar

    yang harus dicapai dan dipertahankan dan jika mungkin melampauinya (Azwar,

    1996).

    Pengertian masalah adalah adanya kesenjangan antara apa yang kita

    kehendaki (seharusnya) dengan kenyataan yang ada. Dengan memperhatikan

    sistem proses manajemen, maka suatu masalah dapat timbul pada struktur input,

    proses, output, outcome atau impact sebagaimana digambarkan dalam gambar 2.

    11

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    5/22

    Keterkaitan dengan mutu pelayanan yang menjadi sumber dan pokok evaluasi

    pelayanan kesehatan, maka standar mutu adalah yang kita kehendaki atau dengan

    kata lain mutu yang memenuhi standar yang kita kehendaki. Maka mutu yang

    memenuhi standar diawali dari adanya sumberdaya (input) yang memenuhi standar,

    hasil yang memenuhi standar diawali oleh proses pelayanan yang terstandar

    Gambar 2. Masalah dan Standar Mutu

    STANDAR STANDAR STANDAR STANDAR STANDAR

    Dengan melihat masalah mutu menggunakan pendekatan sistem, dapat

    dipahami bahwa suatu masalah yang timbul dalam struktur input akan memberikan

    akibat berangkai pada mutu proses dan selanjutnya mempengaruhi hasil dan

    memberikan dampak jangka pendek dan jangka panjang.

    2.3 Standar dan Indikator Pelayanan Rumahsakit

    Pemerintah telah menetapkan beberapa indikator yang dapat dijadikan

    pedoman dalam mengukur tingkatan mutu pelayanan kesehatan di rumahsakit.

    Pengukuran ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan data yang diantaranya

    bersumber dari rekam medik pasien. Indikator kematian yang berhubungan/mengacu dengan aspek pelayanan medik menurut Depkes RI diantaranya adalah:

    a. Kematian paska bedah (Post operation death rate), yaitu: rasio antara

    jumlah pasien paska bedah yang meninggal dalam 10 hari setelah operasi dan

    jumlah pasien yang dioperasi dalam satu periode (Eachern, 1969), indikatornya

    PROSES OUTCOME IMPACTOUTPUTINPUT

    MASALAH

    12

    MUTU

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    6/22

    adalah 0% untuk yang dibenarkan dan 1% untuk yang tidak dibenarkan

    (Rissanen, 2000).

    b. Kematian ibu melahirkan, yaitu: rasio antara jumlah pasien obstetri yang

    meninggal dan jumlah pasien obstetri yang keluar (hidup/meninggal) dalam satu

    periode (Huffman, 1990),

    c. Kematian > 48 jam, yaitu: angka kematian > 48 jam setelah dirawat untuk

    setiap 1000 penderita keluar yang dihitung sebagai rasio jumlah pasien mati

    setelah 48 jam atau lebih dirawat terhadap jumlah pasien keluar (hidup + mati)

    dikali 1000, (Depkes, 2002), rumusan lain yang dipakai adalah: total kematian >

    48 jam dalam periode tertentu dibagi total pasien keluar hidup dan mati > 48 jam

    dalam periode yang sama dikali 100% (Muninjaya, 2004).

    Manfaatnya: memberikan gambaran mutu pelayanan di rumahsakit, nilai

    idealnya: < 25 perseribu. Untuk mutu Pelayanan kesehatan dari indikator

    kematian yang sering digunakan adalah: Net Death Rate, yaitu angka kematian >

    48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap penderita keluar (hidup/meninggal),

    pengertian dirawat adalah bahwa pasien telah mendapatkan suatu struktur input

    dan proses pelayanan kesehatan rawat inap di rumahsakit.

    d. Kematian < 48 jam, yaitu: angka kematian umum untuk setiap 1000

    penderita keluar yang dihitung sebagai rasio jumlah pesien mati seluruhnyaterhadap jumlah pasien keluar dikali 1000 (Muninjaya, 2004). Nilai idealnya: > 45

    perseribu (Depkes, 2000). Angka ini bias untuk menilai mutu Pelayanan

    kesehatan jika angka kematian > 48 jam lebih tinggi.

    Secara luas rerata mortalitas dapat digunakan sebagai sumber informasi

    dalam mengukur tingkat mutu pelayanan kesehatan di rumahsakit (Gowrisankaran,

    1999). Rumahsakit Ninewalls dari tahun 1994-1998 di Edinburg menggunakan data

    kematian untuk meneliti biaya efektif yang telah dibayarkan pasien kepada

    rumahsakit dengan hasilnya adalah hanya 40% total biaya yang telah dikeluarkan

    pasien yang memberikan nilai pada upaya keselamatan dan pelayanan, sedang

    sisannya untuk keperluan keluarga dan kesejahteraan pada pemberi pelayanan

    (Cool, 1999).

    13

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    7/22

    Indikator mutu yang terkait dengan pelaksanaan audit medik, yang dapat

    dikembangkan oleh komite medik antara lain: jumlah pembahasan kasus per tahun;

    jumlah pelaksanaan audit; prosentase rekomendasi dari pembahasan kasus yang

    sudah dilaksanakan; prosentase rekomendasi dari hasil audit medik yang sudah

    dilaksanakan; prosentase penurunan medical error. Pemerintah telah mengeluarkan

    kebijakan tentang standar minimal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah

    yang memberikan pelayanan umum, intinya untuk memenuhi kebutuhan akan mutu

    pelayanan dari masyarakat sebagai konsumen/pelanggan.

    Kualitas pelayanan medik menjadi indikator kinerja rumahsakit untuk dapat

    meningkatkan kunjungan pasien. Bila kualitas pelayanan medik tidak terus menerus

    dipelihara dan ditingkatkan besar kemungkinan rumahsakit akan ditinggalkan

    pasien. The American College of Surgeons (ACS) memformulasikan standar untuk

    pekerjaan profesional di rumahsakit, antara lain ada 5 (lima) butir yang penting yang

    berhubungan dengan kematian, serta ada batas ambangnya dan tidak terlalu sulit

    untuk mengumpulkan datanya, mencakup: angka kematian kasar; angka kematian

    pasca bedah; angka kematian anastesi; angka kematian persalinan dan angka

    kematian bayi (Eachern, 1969).

    Standar Kualitas Pelayanan Medik dapat dilihat dari tinggi rendahnya angka

    kematian di rumahsakit dan sebagai indikatornya angka berikut yang merupakanacuan umum: angka kematian kasar 3-4%; angka kematian pasca bedah 1-2%;

    angka kematian anastesi < 1%; angka kematian persalinan 1-2 dan angka

    kematian bayi 15-20 (Soejadi, 1996).

    Menurut IOM masalah qualitydapat dikategorikan sebagai:

    1. misuse, pasien tidak mendapatkan pelayanan yang memadai karena

    telah mendapatkan komplikasi yang sebenarnya dapat dihindari;

    2. overuse, jika resiko yang akan diterima pasien jauh lebih besar dari

    manfaatnya; dan

    3. underuse, yaitu gagal untuk menyediakan pelayanan yang

    seharusnya dapat lebih memperbaiki luaran pasien (Dwiprahasto, 2005)

    14

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    8/22

    2.3.1. Standar Pelayanan Medis (SPM)

    Pelayanan medis yang memenuhi persyaratan memerlukan SPM, sampai

    saat ini Depkes dan IDI belum dapat menyusun semua SPM dengan alasan

    demikian banyaknya diagnosa dalam ICD 9 dan atau ICD 10 yang diberlakukan di

    Indonesia, sedangkan tolok ukur dan pedoman dalam pelayanan masih sangat

    terbatas. SPM yang berlaku nasional akan bermanfaat bagi profesi kedokteran dan

    masyarakat secara keseluruhan, dapat juga digunakan untuk mengukur efisiensi

    penggunaan sumber daya, baik tenaga kesehatan, ilmu dan teknologi, sarana

    maupun dana, yang digunakan untuk menyembuhkan pasien. SPM yang telah

    tersusun terdiri atas dua bagian yaitu: Standar Pelayanan Pennyakit dan Standar

    Pelayanan Penunjang dan terbagi atas 12 (duabelas spesialistik).

    Dengan adanya SPM pengelolaan penderita di rumahsakit khususnya

    pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat lebih bermutu dan dapat

    dipertanggungjawabkan. SPM merupakan langkah awal dari pelaksanaan akreditasi

    rumahsakit. Suatu program untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan

    rumahsakit. Dalam pelaksanaan profesi kedokteran diperlukan SPM yang

    mencakup: Standar ketenagaan, prosedur, sarana, dan hasil yang diharapkan.

    SPM memiliki 4 (empat) tujuan yang juga bersifat fungsi dari standar tersebut,yaitu: melindungi masyarakat dari praktek-praktek yang tidak sesuai dengan standar

    profesional; melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak bayar; sebagai

    pedoman dalam pengawasan praktek dokter dan pembinaan serta peningkatan

    mutu pelayanan kedokteran; sebagai pedoman untuk menjalankan pelayanan

    kesehatan yang efektif dan efisien. Standar merupakan suatu pedoman yang

    dimaksud untuk meningkatkan mutu pelayanan menjadi makin efektif dan efisien.

    Dengan demikian SPM adalah: suatu prosedur yang diikuti; merupakan prosedur

    untuk kasus yang akan dirujuk atau ditangani oleh spesialis yang bersangkutan;

    merupakan acuan dan pelengkap untuk rumahsakit dan selalu berkembang sesuai

    dengan perkembangan teknologi. (Wijono, 1999)

    15

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    9/22

    2.3.2. Standar Pelayanan Keperawatan (SPK)

    2.4. Medikal Audit

    2.4.1. Pengertian Audit

    Ada beberapa pengertian audit, diantaranya ialah:

    1. Audit adalah suatu metode evaluasi, yang didefinisikan sebagai analisis kritis

    secara sistematis dari mutu pemeliharaan kesehatan (Azwar, 1999)

    2. audit medik sebagai upaya evaluasi secara professional terhadap mutu

    pelayanan medik yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam

    mediknya yang dilaksanakan oleh profesi medik (Depkes, 2005).

    3. Audit medik, adalah suatu model evaluasi yang didefinisikan sebagai analisis

    kritis secara sistematis dari mutu pemeliharaan kesehatan. Termasuk

    didalamnya prosedur yang digunakan untuk diagnosa dan terapi, penggunaan

    sumber daya dan outcome yang dihasilkan dan mutu hidup pasien (Suther dkk,

    1993, citPranantyo, 1996).

    Maksud dari medikal audit jika dijalankan dengan efektif akan membantu

    menyediakan jaminan yang diperlukan kepada dokter, perawat, pasien dan manajer

    dimana mutu yang paling baik dari pelayanan dicapai dengan kemampuan sumber

    daya yang ada (Legort dkk, 1993, cit. Pranantyo). Manfaat dari audit adalah:

    meningkatkan outcome pasien; meningkatkan mutu kehidupan pasien; fungsi

    adekuat untuk staf yunior yang sedang belajar dan meningkatkan hasil, cost

    effectivenes dari sumber daya yang ada. Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh

    audit (jika ada indikasi perilaku dokter spesialis yang arogan) diantaranya adalah:

    mengambil waktu tenaga profesional.

    Audit medik perlu dilakukan sebagai upaya mengejawantahkan etika

    kedokteran dan melindungi pasien (Moeloek, 2005). Tingkatan audit terdiri dari:

    tingkat konsultan individu; seorang konsultan secara sistematis riview terhadap

    pekerjaan unit kerja dan staf yuniornya, audit peer riview(teman sejawat); adalah

    16

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    10/22

    dimana teman sejawat disiplin keilmuan meriview masing-masing pekerjaan satu

    sama lainnya, dan eksternal audit; audit dari luar rumahsakit yang dapat dilakukan

    oleh organisasi profesi atau instansi terkait. Audit sebagai suatu kegiatan untuk

    melaksanakan pengamatan dan evaluasi suatu kegiatan pelayanan kesehatan.

    Audit dilaksanakan untuk mengambil suatu keputusan, sementara itu Alcorn dkk,

    (1979) menyatakan audit merupakan salah satu cara pengamatan dan evaluasi

    yang efektif dalam rangka merencanakan biaya dan pengawasan pelayanan

    rumahsakit.

    Audit medik terdiri dari audit internal dan eksternal. Audit yang dilakukan oleh

    rumahsakit adalah audit internal yang merupakan kegiatan yang sistemik dan

    dilakukan oleh kelompok yang terdiri dari kegiatan peer review, surveillance dan

    assessment terhadap pelayanan medik. Pembahasan kasus tersebut antara lain

    meliputi kasus kematian atau yang lebih dikenal dengan istilah death case, kasus

    sulit, kasus langka, kasus kesakitan, kasus yang sedang dalam tuntutan pasien atau

    sedang dalam proses pengadilan dan lain sebagainya. Kasus yang dibahas pada

    pembahasan kasus tersebut adalah kasus perorangan/per-pasien dan dilakukan

    secara kualitatif.

    2.4.2. Pelaporan Audit Rumahsakit

    Direktur rumahsakit tetap perlu diikutkan dan diberikan laporan walaupun

    audit medik merupakan peer review, karena mungkin ada hasil analisa dan

    rekomendasi, ada yang perlu ditindaklanjuti rumahsakit, berupa penambahan

    sarana, prasarana dan peralatan. Audit medik merupakan hal penting yang wajib

    dilakukan oleh rumahsakit. Dengan adanya berbagai bentuk audit maka rumahsakit

    diharapkan dapat memilih bentuk/tema audit sesuai dengan situasi dan kondisi

    rumahsakit masing-masing.

    Evaluasi pelaksanaan audit medik dilakukan paling lama setiap tahun. Tujuanevaluasi dari pelaksanaan adalah agar proses audit dapat berjalan Iebih baik. Selain

    di tingkat rumahsakit, monitoring dan evaluasi pelaksanaan audit medik dilakukan

    melalui pelaksanaan akreditasi rumahsakit. Pada akreditasi rumahsakit untuk

    pelayanan medik ada kewajiban rumahsakit untuk melakukan audit medik.

    17

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    11/22

    Ketentuan dari akreditasi rumahsakit adalah rumahsakit harus mempunyai tim audit

    yang dapat merupakan bagian dari sub komite peningkatan mutu dari komite medik.

    Pelaporan audit medik dilakukan paling lama setiap 3-6 bulan sekali dalam

    rapat khusus membahas hasil audit medik dan bisa dipublikasikan. Naskah tertulis

    sebagai hasil akhir dari audit ini dapat dipublikasikan dengan persetujuan pasien

    demi perkembangan ilmu kedokteran/kesehatan.

    2.4.3. Tim Audit Rumahsakit

    Tim ini dibentuk untuk meneliti dan membahas kasus-kasus medik penting.

    Dalam melaksanakan tugasnya tim audit dapat mengundang dokter ahli lain yang

    berasal dari dalam dan luar rumahsakit (dokter ahli lain tersebut bukan anggota tim

    audit) yang relevan dengan kasus-kasus yang diteliti dan dibahas. Untuk

    melaksanakan audit, tim harus mempunyai pedoman audit dan melaksanakan audit

    secara teratur. Dalam pelaksanaan audit ada yang disebut auditor, klien dan

    auditee. Auditor adalah orang yang melakukan audit. Suatu audit dapat

    dilaksanakan oleh satu auditor atau lebih. Seorang auditor harus mempunyai

    keterampilan yang cukup untuk melaksanakan suatu audit. Klien adalah orang,

    departemen atau kelompok yang meminta audit atau dengan kata lain klien adalah

    pelanggan auditor. Audit dimulai berdasarkan suatu permintaan dari klien atau

    pelanggan. Peminta harus yang mempunyai kewenangan untuk hal tersebut dan

    harus mengetahui untuk apa audit diminta.

    Berdasarkan hal tersebut monitoring dan evaluasi yang akan dilakukan

    melalui program akreditasi rumahsakit meliputi: 1. Keberadaan tim pelaksana audit

    medik, 2. Pedoman audit medik, 3. Jumlah kasus yang dilakukan audit minimal 3

    (tiga) buah, 4. Laporan kegiatan audit medik, 5. Rekomendari dari hasil audit dan 6.

    Tindak lanjut pelaksanaan rekomendasi. Auditee dapat berupa orang, fungsi atau

    area yang akan di audit. Auditee mempunyai beberapa tanggung jawab untukmemudahkan pelaksanaan audit, yaitu bekerja sama dan membantu dalam suatu

    audit, memberikan fasilitas yang memadai dan peralatan yang diperlukan untuk

    menyelesaikan audit, mengkaji rekomendasi dan kesimpulan audit, dan menerapkan

    setiap tindakan korektif yang diperlukan. Audit medik adalah merupakan peer

    review, peer surveilllance danpeer assessment. (Depkes, 2005)

    18

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    12/22

    Rumahsakit harus membentuk tim pelaksana audit medik berikut dengan

    uraian tugasnya. Tim pelaksana tersebut dapat merupakan tim ataupun panitia yang

    dibentuk di bawah komite medik atau panitia yang dibentuk khusus untuk itu. Jadi

    pelaksanaan audit medik dapat dilakukan oleh komite medik, sub Komite (panitia)

    peningkatan mutu medik atau sub komite (panitia) audit medik. Mengingat audit

    medik sangat terkait dengan berkas rekam medik, maka pelaksana audit medik

    wajib melibatkan bagian rekam medik khususnya dalam hal pengumpulan berkas

    rekam medik. Selain itu, audit medik merupakanpeer reviewmaka pelaksana audit

    medik wajib melibatkan kelompok staf medik dalam melakukan audit medik yaitu

    mulai dari pemilihan topik, penyusunan standar dan kriteria serta analisa hasil audit

    medik. Apabila diperlukan, pelaksana audit medik dapat mengundang konsultan

    tamu atau organisasi profesi terkait untuk melakukan analisa hasil audit medik dan

    memberikan rekomendasi khusus.

    Pelaksanaan audit harus secara terbuka, adil, ,jujur, transparan, tidak

    konfrontasional, tidak menghakimi, friendlydan konfidensial. Perlu didukung dengan

    umpan balik berbentuk presentasi, penekanan bahwa audit bukan untuk seseorang

    atau nama, bukan untuk menyalahkan atau membuat malu tetapi untuk

    meningkatkan pelayanan terhadap pasien. Mengingat, tidak seorangpun senang

    untuk dikritik, maka sub komite peningkatan mutu profesi/tim pelaksana audit medikmerupakan orang yang penting dalam mensukseskan kegiatan audit medik.

    Selain itu tujuan audit medik bukan merupakan upaya memberikan sanksi

    melainkan merupakan cara dan alat evaluasi pelayanan medik, untuk menjamin

    pasien dan masyarakat pengguna, bahwa mutu pelayanan yang tinggi perlu

    ditegakkan sebagai sasaran yang harus dibina secara terus menerus. Dalam audit

    medik, kehadiran konsultan tamu kadang sangat berguna untuk melaksanakan dan

    membantu kegiatan-kegiatan analisa dasar dan membuat rekomendasi khusus.

    Walaupun tanggung jawab pelaksanaan audit medik tetap pada pelaksana audit

    dengan peran kelompok staf medik terkait.

    Untuk melaksanakan evaluasi pada proses audit diperlukan standar, namun

    banyak faktor yang mempengaruhi penetapan standar, diantaranya adalah

    beberapa faktor yang berhubungan dan dapat diukur secara tepat. Maka hasil

    19

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    13/22

    evaluasi dan interpretasi dari semua aspek hasil audit memerlukan pertimbangan

    yang sangat bijaksana dengan kesadaran akan adanya kaitan dari satu aspek ke

    aspek lainnya. Selain itu, walaupun perhitungan statistik merupakan bagian dari

    audit medik, namun harus ditekankan bahwa statistik hanya merupakan suatu

    bagian saja dan pada dasarnya hanya berperan sebagai titik tolak dari semua upaya

    audit medik untuk keperluan dokumentasi.

    Dengan dilakukannya monitoring dan evaluasi kegiatan audit medik tersebut

    maka pencatatan dan pelaporan kegiatan perlu dilakukan dengan baik. Notulen

    rapat, hasil pembahasan/penelitian kasus yang di audit perlu dilakukan secara

    tertulis dan dilaporkan ke direktur rumahsakit. Monitoring dan evaluasi di tingkat

    rumahsakit dilakukan oleh komite medik. Untuk melakukan monitoring dan evaluasi

    komite medik agar mengembangkan indikator mutu pelayanan yang harus dicapai.

    Indikator mutu yang dikembangkan dapat berupa indikator yang sederhana yaitu

    hanya mengukur input namun dapat pula indikator yang lengkap yaitu mengukur

    input, proses dan luaran. Yang paling penting dari audit medik ini ialah interpretasi

    secara profesional tentang fakta-fakta yang ditemukan yang mempengaruhi standar

    pelayanan medik. Apabila didapatkan keadaan yang ternyata berbeda dengan yang

    normal maka keadaan ini perlu diperhatikan dan dijelaskan.

    Karena itu, rekam medik haruslah merupakan bahan utama dalam upayaevaluasi terus menerus ini, agar dapat dibandingkan dengan pencapaian rumahsakit

    lain ataupun dengan pencapaian upaya sendiri dimasa lalu. Namun untuk

    melaksanakan audit diperlukan kesediaan dokter untuk melaksanakan program

    audit. Sikap dan perilaku para dokter adalah merupakan kunci keberhasilan. Jika

    ada dokter, yang mengatakan bahwa audit medik membuang waktu maka sub

    komite peningkatan mutu profesi/tim pelaksana audit medik perlu menanyakan

    mengapa dan mengetahui bagaimana pandangannya terhadap audit medik, apabila

    ada perbedaan pandangan maka perlu diberi penjelasan tentang tujuan dan

    harapan dilaksanakan audit itu.

    Audit medik merupakan siklus yang terus menerus karena merupakan upaya

    perbaikan yang terus menerus. Berdasarkan hal tersebut diatas maka langkah-

    langkah pelaksanaan audit medik sebagai berikut :

    20

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    14/22

    a. Choose topic; Pemilihan topik yang akan dilakukan audit,

    b. Set target standards; Penetapan standar dan kriteria,

    c. Observe pra; Penetapan jumlah kasuslsampel yang akan diaudit,

    d. Compare performance with target; Membandingkan standar/kriteria dengan

    pelaksanaan pelayanan Sub Komite, melakukan analisa kasus yang tidak sesuai

    standar dan kriteria,

    e. Implement change and plane care; Tindakan korektif, dan

    f. Cycle repeated; Rencana re-audit.

    Terlaksananya langkah-langkah audit sebagaimana tersebut di atas sangat

    tergantung dengan motivasi staf medik untuk meningkatkan mutu pelayanan, karena

    itu dalam melakukan audit perlu memperhatikan apa yang harus dilakukan (do's)

    dan apa yang jangan dilakukan (don'ts). Dalam perspektif baru audit merupakan

    review, surveillance dan assessment secara sistematis dan independen untuk

    menentukan apakah kegiatan penerapan standar sudah dilaksanakan atau belum.

    Dan bila belum dilaksanakan dicari akar permasalahan sehingga bisa dilakukan

    upaya perbaikan. Apabila dari hasil audit ditemukan kesalahan atau tidak

    dipatuhinya standar maka perlu dilakukan pembinaan dan dicari solusi pemecahan

    permasalahannya. Walaupun telah ada perubahan pengertian dan tujuan audit,

    namun kesan mencari-cari kesalahan kadang-kadang masih dirasakan. Oleh karena

    itu sebelum melakukan audit medik, rumahsakit perlu melakukan Iangkah-Iangkah

    persiapan audit medik sebagai berikut :

    a. Rumahsakit menetapkan pelaksana audit medik oleh Komite Medik dengan

    Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit, karena itu rumahsakit wajib mempunyai

    Komite Medik dan sub-sub komite, dimana komite dan sub komite tersebut telah

    berfungsi. Penetapan organisasi pelaksana audit medik harus dilengkapi dan

    uraian tugas anggota. Rumahsakit perlu menyusun pedoman audit medikrumahsakit, PSO audit medik serta standar dan kriteria jenis kasus atau jenis

    penyakit yang akan dilakukan audit.

    b. Rumahsakit membudayakan upaya self assessment atau evaluasi pelayanan

    termasuk evaluasi pelayanan medik, sehingga setiap orang/unit kerja di

    rumahsakit sudah terbiasa dengan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action).

    21

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    15/22

    c. Rumahsakit agar membuat ketentuan behwa setiap dokter/dokter gigi yang

    memberikan pelayanan medik wajib membuat rekam medik dan harus segera

    dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan medik.

    d. Rumahsakit melalui komite medik agar melakukan sosialisasi dan atau training

    hal-hal yang terkait dengan persiapan pelaksanaan audit medik kepada seluruh

    tenaga dokter/dokter gigi yang memberikan pelayanan.

    Perencanaan audit meliputi:penentunan design audit, metode pengumpulan

    data, pemaparan hasil audit (result) dan merencanakan re-audit (second audit

    cycle). Audit medik yang terencana dan berkesinambungan diperlukan untuk

    meningkatkan mutu Pelayanan kesehatan di rumahsakit dilakukan sebagai upaya

    pengejawantahan etika kedokteran dan melindungi pasien (Moeloek, 2005).

    Sebagai institusi Pelayanan kesehatan, rumahsakit dapat merencanakan program

    audit sebagai daftar kegiatan dalam Rencana Audit Satuan Kerja Rumahsakit.

    Audit medik seharusnya mendorong, memberi penghargaan dan bermanfaat

    bagi pasien, namun mengapa banyak dokter berpikir rapat audit adalah

    membosankan, tidak menyenangkan dan pimpinan jarang mengubahnya. Andrew

    Gibbons dan Dafit Dhariwal menjelaskan bagaimana membuat audit menjadi

    nyaman. Kesuksesan program audit dibutuhkan keterlibatan seluruh kelompok staf

    medik. Karena itu rapat komite medik yang membahas hasil audit medik harus

    dihadiri oleh seluruh kelompok staf medik, minimal kelompok staf medik yang terkait

    dengan topik audit medik tersebut. Apabila diperlukan, jadwal rapat dapat di review

    ulang sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh kelompok staf medik hadir.

    Pembahasan kasus sangat tergantung dari ruang Iingkup dan besar

    permasalahan dari kasus tersebut. Apabila ruang Iingkup kasus tersebut kecil dan

    tidak terkait dengan kelompok staf medik lain maka kasus tersebut tidak perlu

    dibahas di tingkat kedua, karena sudah dapat diselesaikan di tingkat pertama. Yangperlu diperhatikan adalah: bahwa tingkatan tersebut bukanlah merupakan jenjang

    yang harus dilalui tahap demi tahap, tetapi lebih untuk efisiensi dan efektifitas dalam

    pembahasan kasus. Idealnya semua kasus dapat diselesaikan di tingkat pertama,

    namun kita sadari pelayanan medik adalah sangat kompleks dan antar spesialisasi

    bisa saling terkait karena itu pembahasan tingkat kedua sering masih diperlukan.

    22

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    16/22

    Mekanisme pembahasan kasus dapat diuraikan sebagai berikut :

    1. Ketua komite memilih dan menetapkan kasus berdasarkan data/kasus.

    2. Menetapkan tanggal pelaksanaan diskusi tingkat komite dan surat undangan.

    3. Menginformasikan secara tertulis kepada kelompok staf medik kasus terkait.

    4. Ketua kelompok staf medik menyerahkan berkas/formulir kepada ketua komite

    medik.

    2.5. Audit Medik, Kaitannya Dengan Mutu Pelayanan Rumahsakit

    Departemen Kesehatan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

    496/MENKES/IV/2005 tanggal 5 Mei 2005 tentang Pedoman Audit Medis

    Rumahsakit telah mengharuskan rumahsakit untuk melakukan audit medis.

    Pedoman ini terdiri dari 5 bab, yaitu: pendahuluan, audit medis dan kaitannya

    dengan mutu pelayanan medis, tatalaksana audit medis, monitoring dan evaluasi

    dan penutup (Depkes, 2005). Pengembangan peningkatan mutu pelayanan saat ini

    mengarah kepada patient safetyyaitu keselamatan dan keamanan pasien, sangat

    penting untuk meningkatkan mutu rumahsakit dalam rangka globalisasi. WHO

    Excecutive Board telah mengeluarkan suatu resolusi untuk membentuk program

    patient safetyyang terdiri dari 4 aspek utama yakni :

    1. Penetapan norma, standar dan pedoman global dalam melaksanakan kegiatanpencegahan untuk menurunkan resiko,

    2. Merencanakan kebijakan upaya peningkatan pelayanan pasien berbasis bukti

    dengan standar global, yang menitikberatkan terutama dalam aspek produk yang

    aman dan praktek klinis yang aman sesuai dengan pedoman, medical product

    dan medical devices yang aman digunakan serta mengkreasi budaya

    keselamatan dan keamanan dalam Pelayanan kesehatan dan organisasi

    pendidikan,

    3. Mengembangkan mekanisme melalui akreditasi untuk mengakui karateristik

    provider pelayanan kesehatan bahwa telah melewati benchmarkuntuk unggulan

    dalam keselamatan dan keamanan pasien secara internasional (patient safety

    internationally) dan,

    4. Mendorong penelitian terkait denganpatient safety.

    23

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    17/22

    Keempat aspek diatas sangat erat kaitannya dengan globalisasi bidang

    kesehatan yang menitik beratkan akan "mutu". Dengan adanya program

    keselamatan dan kemanan pasien (patient safety) tersebut, diharapkan rumahsakit

    bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan standar yang tinggi

    sesuai dengan kondisi rumahsakit sehingga terwujudnya pelayanan medik prima di

    rumahsakit. Aspek mutu pelayanan medik di rumahsakit berkaitan erat dengan

    masalah medikolegal (Dwiprahasto, 2005)

    Sebagai bagian dari Quality Assurance sangat terkait dengan upaya

    peningkatan mutu dan standarisasi, karena itu tujuan secara umum dilakukan audit

    adalah: Tercapainya pelayanan medik prima di rumahsakit, sedangkan tujuan

    khususnya adalah: Untuk melakukan evaluasi mutu pelayanan medik, untuk

    mengetahui penerapan standar pelayanan medik, dan untuk melakukan perbaikan-

    perbaikan pelayanan medik sesuai kebutuhan pasien dan standar pelayanan medik

    Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang

    Praktik Kedokteran, seorang dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi

    spesialis dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib

    memberikan pelayanan medik sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur

    operasional serta kebutuhan medik pasien. Karena itu setiap dokter, dokter

    spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis dalam melaksanakan praktikkedokteran atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali

    biaya, dimana dalam rangka pelaksanaan kegiatan tersebut dapat diselenggarakan

    audit medik.

    Ada hubungan timbal balik antara mutu dan kualitas pelayanan dimana

    manajer-manajer harus menerima kejadian pertama bahwa inisiatif audit utama di

    rumahsakit dapat mengakibatkan pengurangan jumlah pelayanan, pembiayaan

    bertambah, karena penambahan biaya perlengkapan atau pemeliharaan yang

    diperlukan sehubungan dengan hasil audit (Wiyono. 1999), dan munculnya rasa

    tidak suka dari tenaga profesional di rumahsakit terhadap hasil audit yang

    menyebabkan terbukanya/diketahuinya bagaimana tingkatan mutu pelayanan yang

    telah diberikan, tanggungjawab serta tanggunggugatnya didalam forum komite

    gugus mutu rumahsakit.

    24

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    18/22

    Upaya peningkatan mutu dapat dilaksanakan melalui clinical governance,

    suatu cara (sistem) upaya menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan secara

    sistematis dan efisien dalam organisasi rumahsakit. Sesuai dengan Pedoman

    Pengorganisasian Staf Medik dan Komite Medik, masing-masing kelompok staf

    medik wajib menyusun minimal 3 jenis indikator mutu pelayanan medik. Upaya

    peningkatan mutu pelayanan medik tidak dapat dipisahkan dengan upaya

    standarisasi pelayanan medik, karena itu pelayanan medik di rumahsakit wajib

    mempunyai standar pelayanan medik yang kemudian perlu ditindaklanjuti dengan

    penyusunan standar indikator. Tanpa ada standar dan indikator yang disusun dan

    ditetapkan sulit untuk melakukan pengukuran mutu pelayanan.

    Kegiatan-kegiatan untuk mendukung penyelenggaraan QA di rumahsakit

    diantaranya adalah: pendidikan dan pelatihan medik berkelanjutan, pelatihan

    metode statistik, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, pedoman

    praktek, peer riview, audit medik, manajemen mutu pelayanan kesehatan,

    standarisasi pelayanan medik, indikator-indikator klinis, akreditasi, sertifikasi,

    masyarakat ilmiah atau assosiasi kedokteran (fungsional), simposium, seminar,

    lokakarya, pertemuan-pertemuan ilmu kedokteran (dan keperawatan). Topik-topik

    QA yang dapat dilakukan di rumahsakit diantaranya adalah: tindakan pelayanan

    medik pada umumnya; kegiatan pre dan pasca operatif; kebijaksanaan terapi,termasuk terapi antibiotika; reaksi transfusi darah; pelayanan laboratorium;

    pelayanan radiologi; koordinasi pelayanan gawat darurat; perawatan luka baring;

    perawatan luka bakar; pertolongan partus; pengendalian infeksi nosokomial;

    pengendalian infeksi suntikan dan jarum infus, kebersihan dan sterilisasi, dan

    sebagainya

    2.6. Rekam Medik

    Rekam medik diartikan sebagai keterangan tertulis maupun terekam tentang

    identitas pasien, anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnose dan segala

    pelayanan dan tindakan medik yang diberikan kepada pasien dan pengobatan, baik

    di rawat inap, raja dan pelayanan gawat darurat. rekam medik bertujuan mencapai

    terpenuhinya tertib administrasi dan peningkatan mutu Pelayanan kesehatan.

    25

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    19/22

    Menurut Huffman, 1981: rekam medik memuat siapa, apa, dimana, bilamana dan

    kapan penderita mendapatkan perawatan selama di rumahsakit.

    Tingkat kelengkapan pengisian rekam medik sesuai petunjuk Depkes rata-

    rata 95%. Pedoman rekam medik diatur dalam Permenkes RI No: 749a/Men-

    Kes/Per/XII/1989. (Depkes, 1997, 2004). Menurut Koeswadji, (1992), manfaat

    kelengkapan pengisian rekam medik adalah untuk melindungi rumahsakit dan yang

    bekerja di rumahsakit terhadap tuntutan dan gugatan ganti rugi menurut hukum.

    Menurut Kartono, (2000), melalui rekam medik dokter akan memperoleh gambaran

    yang lebih tepat tentang penyakit pasien. Dalam kenyataan sehari-hari rekam medik

    sering tidak tergambar secara berkesinambungan sehingga secara teoritis dapat

    diatasi dengan menggunakan rekam medik

    Sunartini (1999), mengemukakan bahwa rekam medik mencerminkan

    kualitas pelayanan pasien yang diberikan di rumahsakit sehingga merupakan salah

    satu pertimbangan dalam akreditasi rumahsakit. Rekam medik yang lengkap

    memuat informasi tentang identitas pasien (nomor induk, karakeristik, demografi,

    sosial dan informasi lainnya) fakta pendukung diagnosis, alasan dan hasil

    pengobatan. Menurut Lazuardy, (2002) kelengkapan pembuatan rekam medik

    menjadi tumpuan untuk menjaga kualitas medik.

    2.7. Peran Proses Pelayanan Medik Dalam Kematian

    Proses pelayanan di rawat inap melibatkan unsur-unsur manajemen

    pelayanan, struktur input dan struktur proses diantaranya terdiri dari: PSO

    pelayanan medik dan keperawatan; Peralatan kesehatan dan obat pendukung

    pelayanan; dan Sumber daya manusia.

    Kematian dan proses kematian serta akibatnya bagi suatu organisasi jasa

    pelayanan harus dapat dipelajari untuk memberikan pemahaman tentang segala

    sesuatu tentang kematian. Menurut Kalish, 1979, ada 3 (tiga) kategori informasi

    yang dapat memperjelas perihal kematian pasien, yaitu:

    1. Its be explicit in varying degrees; mutu pelayanan kesehatan yang bervariasi;

    2. Input maybe complete or incomplete; kelengkapan informasi sebagai

    masukan dalam perencanaan; dan

    26

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    20/22

    3. Way of categorizing informational input; menetapkan kelompok informasi

    dalam perencanaan

    Keluarga Pasien dapat mengerti dari perihal kematian dari salah satu cara

    atau kombinasi dari ketiga cara tersebut di atas dengan melalui tahapan: adanya

    pernyataan dari dokter yang merawatnya dan mendengar komentar oleh dokter lain

    (second opinion). Tanda-tanda kematian dapat dikenali dengan baik jika

    pelaksanaan pengawasan pasien selama dirawat dilakukan dengan baik oleh

    tenaga kesehatan di rumahsakit, sebagai contoh: pengawasan terhadap intake dan

    output cairan tubuh yang ketat akan menghindari beberapa kondisi akibat dari

    kekurangan cairan dan kelebihan cairan tubuh. Penimbunan cairan di rongga paru

    akan memberikan pengaruh pada daya kembang paru, pengurangan daya kembang

    paru akan memberikan pengaruh pada pendisrtribusian oksigen, terganggunya

    pendistribusian oksigen akan mempengaruhi tingkat kebutuhan organ tubuh akan

    oksigen dan akhirnya akan memberikan pengaruh pada fungsi fisiologis organ tubuh

    dan akhirnya menghentikannya. Penatalaksanaan standar pelayanan medik dan

    keperawatan yang bertanggung jawab akan mampu menghindari kejadian terakhir

    dari kondisi kekurangan dan atau kelebihan cairan tubuh. (Bucholz, 1993).

    Pendidikan dan pelatihan berjenjang berkelanjutan berhubungan dengan

    kebutuhan akan upaya peningkatan mutu pelayanan, pengembangan dengan

    pembelajaran terus menerus dari pengalaman harian dan meningkatkan sikap

    profesional untuk mencegah keterbatasan kinerja perseorangan dalam pelayanan.

    (BMA, 2001). Proses pelayanan yang diaudit akan memperbaiki kinerja seseorang,

    karena diketahui apa yang tidak terstandar dan apa yang seharusnya dilakukan

    untuk mencegah kematian.

    2.8. Evidance Based Medicine.

    2.9. Root Cases/Cause Analisys (RCA).

    3.0. Landasan Teori

    27

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    21/22

    Efisiensi pelayanan di rumahsakit salah satunya dapat dilihat dari proses

    audit medik, manajemen audit medik membutuhkan informasi medik dan atau

    informasi kesehatan lainnya, informasi medik dan kesehatan lainnya dapat ditemui

    diantaranya dari rekam medik yang tersedia di rumahsakit. Audit Kematian

    merupakan evaluasi kritis terhadap struktur luaran dari manajemen pelayanan di

    rumahsakit.

    Struktur dalam sistem Pelayanan kesehatan di instalasi rawat inap terdiri dari:

    1. Input: segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan di rawat

    inap, seperti: SDM, dana, alat dan obat, Protap dan PSO, teknologi dan lain-lain;

    2. Proses: interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan pasien dan atau

    dengan keluarga pasien dan antara sesama pemberi pelayanan di rumahsakit

    dalam melaksanakan standarisasi pelayanan medik dan keperawatan; dan

    3. Luaran: hasil pelayanan rawat inap, merupakan perubahan yang terjadi terhadap

    pasien dan atau anggota keluarganya, termasuk pemenuhan rasa puas.

    Masing-masing variabel berhubungan sebab akibat, saling mempengaruhi

    dan dapat berupa siklus manajemen, hubungan input dengan mutu Pelayanan

    kesehatan adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan,

    input yang baik dan bermutu akan memberikan hasil berupa proses yang baik dan

    pada akhirnya akan ada output yang bermutu, berupa kesembuhan pasien yang

    dirawat dan terhindarnya dari kecacatan. Untuk mengevaluasi mutu pelayanan

    rawat inap tersebut diperlukan audit klinik dari catatan medik/rekam medik pasien

    yang meninggal > 48 jam tersebut. Dengan menggunakan Daftar Tilik Analisis

    Penyimpangan Mortalitas akan diketahui alasan-alasan untuk membenarkan dan

    atau tidak membenarkan penyimpangan dari proses dan input pelayanan rawat inap

    di sebuah rumahsakit. (PMPK, 2004)

    2.9. Kerangka Konsep

    Dari teori Donabedian, 1988 maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah

    seperti pada gambar 3.

    Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

    28

  • 8/14/2019 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Evaluasi Pelayanan

    22/22

    INPUT PROSES LUARAN DAMPAK

    Struktur input dalam Pelayanan kesehatan rawat inap di RSD yang akan

    diteliti adalah standar pelayanan medik dan standar asuhan keperawatan yang

    dalam suatu proses pelayanan rawat inap memberikan pengaruh pada mutu luaran

    proses berupa peningkatan kematian > 48 jam dan masih adanya rujukan pasien

    dari ruang instalasi rawat inap.

    2.10. Pertanyaan Penelitian

    Dari uraian kepustakaan, landasan teoritis dan kerangka konsep penelitian di

    atas, maka pertanyaan penelitian dari usulan proposal ini diantaranya adalah:

    a. Bagaimanakah proses pelayanan rawat inap pada pasien yang meninggal > 48

    jam di RSD ?b. Bagaimanakah distribusi kematian > 48 jam di RSD ?

    c. Apakah terdapat faktor eksternal dari Struktur Input dan Proses yang

    mempengaruhi tinggi rendahnya angka kematian di rumahsakit ?

    29

    STANDARPELAYANAN

    MEDIK

    PELAYANANPENUNJANG

    MEDIK

    PELAYANANRAWAT INAP

    KEMATIAN> 48 JAM

    STANDARASUHAN

    KEPERAWATAN