0818592209 | franchise warung kopi aceh | franchise kedai kopi aceh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea Canephora Pierre ex A. Froehner)
Kopi Robusta merupakan salah satu anggota dari suku Rubiaceae yang
banyak dibudidayakan di negara tropis. Kopi berasal dari dataran tinggi Ethiopia
pada abad ke 9, kemudian menyebar ke Mesir dan Yaman. Pada abad ke 15 kopi
menyebar lebih luas yaitu ke Persia, Turki dan Afrika Utara. Pada abad ke 17 kopi
mulai menyebar ke Benua Eropa (National Geographic, 2013).
Jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan di Indonesia khususnya di
pulau Jawa pada tahun 1696 adalah kopi arabika (C. arabica). Namun, karena
adanya serangan penyakit karat daun (Hemilia vastatik) yang terjadi pada tahun
1876, maka pemerintah pada waktu itu memasukkan kopi Liberika (C. liberica)
ke Indonesia. Akan tetapi kopi jenis ini juga tidak tahan terhadap serangan
penyakit karat daun sehingga pada tahun 1900 diperkenalkan kopi Robusta (C.
canephora) yang tahan terhadap penyakit karat daun, tumbuh dan
pemeliharaannya mudah serta produksinya lebih tinggi, sehingga sekarang
mencapai 90% luas areal kopi di Indonesia sebagai besar di tanami kopi robusta
(Muljana, 1986; van Steenis et al., 2008).
2.1.1 Morfologi Kopi Robusta
Kopi robusta merupakan tanaman perdu yang mempunyai batang yang
kokoh dan kuat dengan tinggi mencapai 2 - 4 meter (van Steenis et al., 2008).
Kopi memiliki sistem perakaran tunggang dengan kedalaman mencapai 3 meter.
7
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
8
Akar lateral tumbuh dan berkembang di permukaan tanah dengan panjang dapat
mencapai sekitar 2 meter dari pohon dan berkembang di kedalaman kurang dari
45 cm dari permukaan tanah (Siahaan, 2008; van Steenis et al., 2008).
Tanaman kopi memiliki batang dimorfisme (Gambar 2.1.A), yaitu
memiliki cabang yang pertumbuhannya mengarah ke atas (orthotrop) dan cabang
yang pertumbuhannya mengarah ke samping (plagiotrop). Pada cabang
plagiotrop, jarak antar ruas dapat mencapai 8 – 15 cm (van Steenis et al., 2008).
Kopi memiliki daun yang lebar dan memanjang dengan panjang daun antara
20 – 30 cm dan lebar daun antara 10 – 16 cm. Tulang daun tenggelam, sehingga
permukaan daun jelas berlekuk-lekuk (Gambar 2.1.B). Daun kopi robusta
mempunyai pangkal daun yang membulat. Tangkai daun mempunyai panjang ±1
cm dengan tulang samping berjumlah 10 – 12 pasang (van Steenis et al., 2008).
Gambar 2.1 Batang kopi diamorfisme (A), Daun kopi (B), Bunga kopi (C),
Benang sari (D), Putik (E), dan Biji kopi (F) (Prastowo et al.,
2010).
A B C
D E F
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
9
Tanaman kopi pada umumnya mulai berbunga pada umur dua tahun dan
hanya berbunga sekali pada musim kemarau (Najiyati & Danarti, 1990). Tanaman
kopi memiliki bunga majemuk yang muncul di ketiak daun, yang terdiri dari 3 - 5
kuntum bunga. Pada pangkal setiap anak payung terdapat 2 daun penumpu yang
cukup lembek, berbentuk segi tiga dengan panjangnya ± 5 mm. Bunga berwarna
putih dan harum dengan panjang tabung mahkota dapat mencapai 15 – 18 mm.
Daun mahkota berjumlah 5 – 7 dengan ukuran panjang antara 12 – 13 mm dan
lebar 3,5 – 4 mm (Gambar 2.1.C). Benang sari tertancap pada tabung mahkota
dengan panjang mencapai ± 5 mm (Gambar 2.1.D). Tangkai putik memanjang
jauh di luar tabung mahkota dan bercabang dua (Gambar 2.1.E) (van Steenis et
al., 2008).
Setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan, buah kopi menjadi masak
dalam waktu antara sembilan bulan sampai satu tahun. Buah kopi pada umumnya
dapat dipanen pada bulan Maret sampai September (Siahaan, 2008). Kopi robusta
memiliki buah bertipe batu (drupa) dan berbentuk bulat telur dengan diameter
sekitar 15 – 18 mm (Gambar 2.1.F). Dalam satu buah biasanya terdapat 2 biji
berbentuk pipih. Pada bagian ventral terdapat sebuah alur. Buah kopi sewaktu
muda berwarna hijau dan jika masak akan berwarna merah (Siahaan, 2008; van
Steenis et al., 2008).
2.1.2 Jenis Kopi
Di dunia ditemukan sekitar 100 jenis tanaman kopi, tetapi hanya dua jenis
kopi yang dikenal memiliki nilai ekonomi dan diperdagangkan secara komersial,
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
10
yaitu kopi arabika dan kopi robusta (Etienne, 2002). Dua jenis yang lain
dibudidayakan dalam skala yang jauh lebih kecil yaitu kopi liberica (C. liberica)
dan kopi excelsa (C. dewevrei).
Kopi arabika merupakan jenis yang paling banyak diproduksi, yaitu sekitar
lebih dari 60% produksi kopi dunia. Daerah ideal tempat budidaya kopi arabika
adalah pada ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut. Di bawah
ketinggian itu, arabika tidak bisa tumbuh dengan baik (Etienne, 2006). Kopi
arabika mudah terserang penyakit dan tidak tahan terhadap perubahan musim.
Buah kopi arabika memiliki rasa lebih manis dengan rasa kopi yang kurang kuat.
Gambar 2.2. Kopi Arabika (Prastowo et al., 2010).
Tidak seperti kopi arabika, kopi robusta (C. canephora Pierre ex A.
Froehner) lebih tahan terhadap cuaca dan hama penyakit, serta mudah dalam
pemeliharaannya dibandingkan kopi arabika. Kopi robusta hidup di bawah
ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Hasil panen per pohon juga lebih
banyak dibandingkan dengan kopi arabika namun untuk rasa masih tidak bisa
menandingi arabika (Etienne, 2006). Kopi robusta memiliki kadar kafeina hampir
dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan kopi arabika (Widyotomo et al., 2011).
Kopi robusta umumnya dibudidayakan di daerah Afrika dan Indonesia, sedangkan
kopi arabika banyak dibudidayakan di Amerika Latin seperti Brazil.
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
11
Gambar 2.3. Kopi Robusta (Prastowo et al., 2010).
2.1.3 Manfaat Kopi
Tanaman kopi memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena hampir semua
bagian dari tanaman bermanfaat bagi kehidupan manusia. Batang tanaman kopi
yang sudah tua dapat yang diolah menjadi arang (Gambar 2.4.A) ataupun kayu
bakar. Daun tanaman kopi juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan kompos (Tirta, 2006).
Gambar 2.4 Arang batang kopi (A), Minuman terbuat dari kopi (B), dan Masker
menggunaka serbuk kopi (C) (Tirta, 2006; Prawirodigdo et al.,
2005; Siahaan, 2008).
Bagian kopi yang bernilai ekonomi paling tinggi adalah buahnya. Kulit buah
kopi yang dikeringkan dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan untuk
penggemukan domba (Gambar 2.4.B; Prawirodigdo et al., 2005), sedangkan biji
kopi yang telah dikeringkan dapat dibuat bubuk untuk beberapa kepentingan
A B C D
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
12
(Gambar 2.4.C). Bubuk kopi biasanya digunakan untuk minumaan yang mampu
menghilangkan rasa kantuk dan kelelahan. Dari segi medis bubuk kopi juga
bermanfaat untuk merangsang pernapasan, membantu asimilasi dan pencernaan
makanan, sebagai obat penolong diare serta pencegah muntah sesudah operasi
(Siahaan, 2008). Bubuk kopi juga dapat digunakan sebagai bahan kosmetik karena
dapat menghaluskan kulit (Gambar 2.4.D; Siahaan, 2008).
2.2 Budidaya Kopi dan Permasalahannya
2.2.1 Produksi Kopi Dunia dan Indonesia
Kopi merupakan salah satu komoditas perdagangan utama di dunia. Total
produksi kopi di dunia mencapai lebih dari 8 juta ton per tahun dengan nilai
penjualan lebih dari US$ 22,7 milyar pada tahun 2011 (ICO, 2013). Total
produksi tersebut dihasilkan dari perkebunan kopi yang luasnya mencapai lebih
dari 10 juta hektar lahan yang tersebar di lebih dari 80 negara di dunia (Santos et
al., 2006).
Di Indonesia, kopi merupakan salah satu komoditas sub sektor pertanian
yang mempunyai andil cukup penting sebagai penghasil devisa negara. Komoditas
kopi merupakan penghasil devisa ketiga terbesar dalam bidang pertanian setelah
kelapa sawit dan karet (Priyono & Danimihardja, 1991).
Produksi kopi di Indonesia relatif meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2000, produksi kopi di Indonesia hanya sekitar 550 ribu ton per tahun
(Gambar 2.5). Angka tersebut naik menjadi sekitar 700 ribu ton pada tahun 2006
dan relatif stabil sampai sekarang (AEKI, 2013). Dengan total produksi tersebut,
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
13
Indonesia merupakan negara produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil
dan Vietnam (FAO, 2013).
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
Brazil Vietnam Indonesia Colombia Ethiopia
Negara
Pro
du
ksi
(T
on
)
Gambar 2.5 Produksi Kopi (FAO, 2013)
2.2.2 Permasalahan Budidaya Kopi di Indonesia
Meskipun Indonesia merupakan negara dengan total produksi terbesar
ketiga di dunia (Gambar 2.5), namun total produksi tersebut lebih disebabkan
oleh area perkebunan kopi yang sangat luas. Luas perkebunan kopi di Indonesia
mencapai lebih dari 1,3 juta ha dan merupakan negara terluas kedua di dunia
setelah Brazil dengan luas areal perkebunan lebih dari 2,1 juta Ha (Gambar 2.6;
FAO, 2013).
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
14
Gambar 2.6 luas lahan Perkebunan Kopi (FAO, 2013).
Hal tersebut terjadi karena produktivitas perkebunan kopi Indonesia
tergolong sangat rendah dan tidak mengalami peningkatan selama 10 tahun
terakhir dibandingkan dengan negara lain (Gambar 1.1). Produktivitas
perkebunan kopi di Indonesia kurang dari 500 kg per hektar per tahun. Angka
tersebut hampir seperlima dari produktivitas perkebunan kopi di Sierra Leona
yang mencapai hampir 2,5 ton per hektar lahan ataupun seperempat produktivitas
kopi di Vietnam yang mencapai lebih dari 2,1 ton per hektar lahan (FAO, 2013).
Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya produktivitas kopi
di Indonesia, diantaranya sebagian besar umur tanaman pada perkebunan kopi di
Indonesia sudah relatif tua yaitu lebih dari 10 tahun (Simanungkalit, 2001).
Disamping itu kualitas pemeliharaan tanaman juga rendah khususnya pada
tanaman setelah panen sehingga produktivitas tanaman pada panen berikutnya
semakin menurun (Giska, 2012).
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
15
Di antara faktor-faktor penyebab rendahnya produktivitas kopi tersebut,
faktor kualitas bibit yang ditanam juga memegang peran penting dalam rendahnya
produktivitas kopi di Indonesia. Bibit kopi yang digunakan petani di Indonesia
mempunyai kualitas rendah (Priyono, 2010).
2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia
Mayoritas petani kopi melakukan pembibitan secara generatif melalui biji
(Gambar 2.7.A). Tahapan pembibitan dengan menggunakan biji adalah dengan
menyiapkan biji masak yang dipanen dari pohon berkualitas kemudian ditanam
pada media tanah atau kompos. Biji akan berkecambah setelah 30 - 40 hari dan
siap ditanam ke lahan setelah berumur 8 bulan (Prastowo et al., 2010).
Pembibitan dengan teknik ini memiliki keunggulan berupa produksi bibit
dapat dilakukan secara masal dan mudah untuk dilakukan. Namun, teknik ini juga
memiliki kelemahan berupa munculnya keragaman genetik yang tinggi dan tidak
sama dengan induknya. Hal ini karena tanaman kopi khususnya jenis robusta
memiliki sifat penyerbukan silang (Santoso & Raharjo, 2011).
Gambar 2.7. Menanam secara generatif menggunakan biji (A), Menanam secara
vegetatif dengan stek (B), Menanam secara vegetatif dengan
okulasi (C), Menanam secara vegetatif dengan sambung pucuk (D)
(Prastowo et al., 2010).
A
B
C
D
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
16
Alternatif yang digunakan petani untuk mengatasi kelemahan perbanyakan
bibit kopi secara generatif di atas adalah dengan menggunakan metode vegetatif
yaitu melalui stek (Gambar 2.7.B), okulasi (Gambar 2.7.C) dan sambung pucuk
(Gambar 2.7.D). Stek dilakukan dengan memilih batang dari indukan tanaman
kopi yang berkualitas. Kemudian ditancapkan pada medium tanam yang sudah
disiapkan. Hasil stek akan terlihat setelah berumur sekitar 20 hari dan siap
dipindahkan ke lahan setelah berumur 7 bulan (Prastowo et al., 2010). Teknik ini
akan menghasilkan bibit sesuai dengan induknya, namun karena jumlah batang
yang bisa distek terbatas maka teknik ini tidak dapat menghasilkan bibit dalam
jumlah masal serta merusak tanaman induknya. Disamping itu, bibit yang
dihasilkan juga akan memiliki akar serabut sehingga tidak tahan terhadap
perubahan musim (Prastowo et al., 2010).
Cara vegatatif lain yang dapat digunakan untuk mengatasi kekurangan
perbanyakan melalui stek adalah melalui okulasi. Okulasi dilakukan dengan cara
menyiapkan batang bawah berupa bibit yang berasal dari perbanyakan biji dan
mata tunas yang berasal dari pohon induk unggul. Mata tunas ditempelkan pada
batang bawah, setelah ditutup atau diselubungi plastik dilajutkan dengan
pemeliharaan selama sekitar 20 hari. Bibit akan siap ditanam di lahan setelah 15
bulan (Prastowo et al., 2010). Teknik ini memiliki keunggulan berupa bibit yang
dihasilkan memiliki akar tunggang dan memiliki sifat sama dengan tanaman
induknya. Namun, jumlah mata tunas yang terbatas, serta memiliki keberhasilan
yang rendah maka teknik ini tidak mampu menghasilkan bibit dalam jumlah
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
17
masal. Disamping itu teknik ini juga merusak tanaman induknya (Santoso &
Raharjo, 2011).
Cara lain yang dilakukan petani untuk menghasilkan bibit lebih cepat
dibandingkan okulasi adalah melalui sambung pucuk. Seperti halnya okulasi,
pucuk tanaman kopi yang memiliki beberapa helai daun (Gambar 2.7.D)
ditempelkan pada batang bawah suatu bibit. Keberhasilan teknik ini akan
diketahui setelah bibit berumur antara 15 sampai 20 hari dan bibit siap tanam ke
lahan setelah berumur sekitar 6 – 8 bulan setelah batang utama (primer) bercabang
dua sampai tiga cabang (Prastowo et al., 2010). Teknik ini mampu menghasilkan
bibit lebih cepat dibandingkan dengan okulasi, namun karena keterbatasan jumlah
pucuk maka teknik ini juga tidak dapat menghasilkan bibit dalam jumlah masal.
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan
pembibitan kopi secara konvensional di atas adalah dengan memanfaatkan teknik
kultur jaringan tumbuhan. Kultur jaringan atau kultur in vitro adalah suatu teknik
untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan
bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada
kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
berregenerasi menjadi tanaman sempurna (Nugrahani et al., 2011).
Teknik kultur jaringan mempunyai kelebihan dapat menghasilkan bibit
dalam jumlah yang banyak serta identik dengan induknya. Teknik ini juga tidak
merusak tanaman induk (Priyono, 2010). Secara umum, kultur jaringan tanaman
terdiri atas 3 macam, yaitu kultur organ dengan eksplan (embrio, akar, meristem,
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
18
pucuk, anther), kultur sel atau suspensi dengan ekplan (sel tunggal, protoplas),
organogenesis dan embryogenesis (Zulkarnain, 2009).
Salah satu teknik kultur jaringan yang mulai dikembangkan untuk
menyediakan bibit kopi secara in vitro adalah embryogenesis somatik (Oktavia et
al., 2003). Embryogenesis somatik adalah sebuah proses pembentukan embryo
dari satu sel somatik tanpa melalui peristiwa pembentukan sel gamet (Trijatmiko,
1996; von Arnod et al., 2002). Teknik ini banyak diaplikasikan antara lain pada
tanaman pepaya (Suntoyo et al., 2002), jarak pagar (Zulkarnain & Lizwati, 2011),
dan pule pandak (Sugito, 2006).
2.4 Perkembangan Penelitian Embryogenesis Somatik Kopi
Embryogenesis somatik juga sudah banyak dikembangkan untuk
memperbanyak tanaman kopi. Tahapan-tahapan dalam embryogenesis somatik
meliputi induksi kalus (Gambar 2.8.A), induksi embryo globular (Gambar
2.8.B&C), embryo berbentuk jantung (Gambar 2.8.D), torpedo (Gambar
2.8.E), perkecambahan (Gambar 2.8.F), tanaman sempurna (Gambar 2.8.G),
dan aklimatisasi pada tanah (Gambar 2.8.H; Figueroa et al., 2002).
Teknik embryogenesis somatik memberikan banyak keuntungan seperti
tanaman induk tidak rusak, hasil klon sama dengan induknya, jumlah bibit yang
banyak dan seragam. Namun, teknik ini juga mempunyai permasalahaan yaitu
tingkat keberhasilan rendah dengan tingkat keberhasilan berkisar antara 0 - 67 %
(Arimarsetyowati, 2011; Priyono et al., 2010).
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
19
Gambar 2.8 Kalus (A), Globular dari kalus (B) dan Globular dari eksplan daun
(C), Embryo berbentuk jantung (D), Embryo berbentuk Torpedo (E),
Perkecambahan (F), Tanaman sempurna siap diaklimatisasi (G),
Aklimatisasi pada tanah (H) (Figueroa et al., 2002).
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan
embryogenesis somatik kopi. Upaya tersebut diantaranya adalah dengan
menggunakan berberapa macam jenis eksplan (Oktavia et al., 2003), penambahan
air kelapa ke dalam medium tanam (Priyono & Danimihardja, 1991) maupun type
dan jenis medium dilaporkan oleh Zamarripa et al., (1991).
Penelitian embryogenesis somatik kopi diawali penelitian Staritsky (1970)
menggunakan eksplan tunas orthotrop C. canephora Pierre ex A. Froehner Tunas
dipelihara di medium Linsmaier dan Skoog (LS, 1965) dan berhasil menginduksi
embrio somatik setelah beberapa bulan. Namun, teknik tersebut tidak dapat
menginduksi embryo somatik pada tunas orthotrop C. arabica dan C. Liberika.
Eksplan integumen biji juga telah dicobakan untuk menginduksi embryo
somatik pada kopi, namun waktu yang dibutuhkan untuk munculnya embryo
sangat lama, yaitu lebih dari 15 bulan yang dilaporkan oleh Sreenath et al.,
(1993). Ekplan epikotil, hipokotil dan akar yang berasal dari kecambah berumur 6
A B C D
E F G H
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
20
bulan juga berhasil digunakan untuk menginduksi embryo somatik. Namun, hasil
penelitian menunjukkan bahwa persentase keberhasilannya masih rendah (sekitar
50 %; Oktavia et al., 2003) serta belum diketahui keunggulan bibit karena eksplan
yang digunakan berasal dari biji.
Eksplan daun mulai digunakan untuk induksi embryo somatik oleh Sondahl
dan Sharp (1977). Daun dipelihara di medium dasar Murashig dan Skoog (MS,
1962) dan berhasil terinduksi kalus setelah kultur dipelihara selama 2 bulan. Pada
penelitian tersebut yaitu induksi embryo dari daun hanya dapat menghasilkan 5
planlet.
Pada kopi robusta, Dublin (1981) juga berhasil menginduksi embryo
somatik dari eksplan daun yang ditanam dalam media MS. Hal yang sama juga
dilaporkan oleh Neuenschwander & Thomas (1992) dengan eksplan daun pada
kopi arabika. Namun, waktu yang dibutuhkan untuk mengindiksi embryo masih
lama yaitu 6 bulan.
Riyadi dan Tirtoboma (2004) juga berhasil menginduksi embrio somatik
kopi secara langsung dengan menggunakan eksplan daun. Daun dipelihara pada
media Murashige-Skoog (MS) dan berhasil terinduksi embryo dengan waktu 2
minggu. Namun, tingkat keberhasilannya hanya mencapai 70 % . Arimarsetyowati
(2011) juga menggunakan eksplan daun C. arabica yang ditanam pada medium
MS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa embryo somatik berhasil terinduksi dari
eksplan daun, namun persentase keberhasilannya rendah yaitu hanya 7 % dan
waktu yang lama sekitar lebih dari 3 bulan.
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
21
Berbagai upaya lain juga telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan
induksi embryogenesis somatik, diantaranya adalah dengan penambahan air
kelapa ke dalam medium tanam (Priyono & Danimihardja, 1991). Hasil penelitian
menunjukan persentase terbentuknya embryo cukup tinggi yaitu sekitar 80 % ,
embryo juga berhasil dikecambahkan, namun tingkat keberhasilan pada tahap
aklimatisasi masih cukup rendah, yaitu hanya 18 %.
Upaya lain juga dilakukan dengan menggunakan seperempat dan setengah
konsentrasi garam makro dan mikro Murashige & Skoog (MS) yang dilengkapi
dengan vitamin B5 (Arimarsetiowati, 2011; Neuenschwander & Thomas, 1991;
Oktavia et al., 2003; Priyono et al., 2010; Hatanaka et al., 1991). Hasil dari semua
penelitian tersebut menunjukkan bahwa embryo somatik telah berhasil diinduksi,
namun tingkat keberhasilannya masih rendah dan bervariasi yaitu antara 0 – 50 %.
Selain itu, terdapat juga peneliti yang menggunakan medium cair yaitu
Zamarripa et al. (1991) ataupun medium semi padat (Gatica et al., 2008).
Penggunaan medium tersebut mampu menginduksi embryo somatik dengan
tingkat keberhasilan cukup tinggi, yaitu sekitar 70 %. Namun, dengan medium
tersebut waktu yang dibutuhkan untuk induksi embryo lebih dari 3 bulan.
Berbagai upaya yang telah dilaporkan di atas menunjukkan bahwa embryo
somatik telah berhasil diinduksi pada tanaman kopi, namun dengan tingkat
keberhasilan yang bervariasi serta waktu yang dibutuhkan relatif lama. Salah satu
faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya keberhasilan embryogenesis
somatik kopi dan waktu induksi embryo yang lama adalah belum digunakannya
zat pengatur tumbuh (ZPT) yang tepat baik jenis maupun konsentrasinya.
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
22
2.5 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik yang pada konsentrasi
sangat rendah (mendekati 1 µM) mampu menimbulkan suatu respon fisiologis
terhadap tumbuhan. Senyawa organik yang disintesis oleh tumbuhan itu sendiri
dan memiliki fungsi mengatur pertumbuhan dan perkembangan (hormon) juga
digolongkan sebagai salah satu ZPT. Hal yang sama juga berlaku bagi senyawa
organik sintetik yang memiliki fungsi seperti hormon tumbuhan juga
dikategorikan sebagai ZPT. Terdapat lima macam ZPT, yaitu giberelin, etilen,
asam abisat, auksin dan sitokinin, sedangkan ZPT yang umum digunakan dalam
kultur jaringan tiga macam yaitu giberelin auksin dan sitokinin (Salisbury & Ross,
1995).
Zat pengatur tumbuhan golongan giberelin adalah senyawa isoprenoid yang
disintesis dari asetat asetil koenzim A melalui jalur asam mevalonat. ZPT
golongan giberelin memiliki 19 atau 20 atom karbon yang bergabung dalam satu
sistem cincin 4 atau 5. Semua giberelin bersifat asam dan dinamakan GA (asam
giberelat). Sampai saat ini diketahui lebih dari 90 jenis golongan asam giberelat,
namun beberapa jenis asam giberelat yang banyak digunakan adalah GA1, GA3,
GA4, GA7, GA9, dan GA32. ZPT ini berfungsi untuk meningkatkan
perkecambahan biji dan menginduksi perpanjangan ruas (Salisbury & Ross,
1995).
Zat pengatur tumbuhan etilen adalah zat pengatur tumbuhan yang
mempunyai struktur sederhana dan berbentuk gas. Etilen diturunkan dari karbon 3
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
23
dan 4 pada asam amino metionin. Etilen pada kultur jaringan berfungsi untuk
meningkatkan pembentukan pucuk (Salisbury & Ross, 1995).
Zat pengatur tumbuhan asam abisat adalah seskuiterpenoid yang berkarbon
15 yang disintesis sebagian di kloroplas dan plastid lain melalui lintasan asam
mevanolat. ZPT ini berfungsi untuk membantu proses pembentukan embryo
secara normal dan pembentukan simpanan protein pada biji serta menghambat
perkecambahan pada banyak jenis biji (Salisbury & Ross, 1995).
Zat pengatur tumbuhan golongan auksin banyak digunakan dalam kultur
jaringan untuk perpanjangan sel, pembentukan akar adventif, dan menghambat
pembentukan tunas adventif dan tunas ketiak. ZPT golongan auksin antara lain
IAA (indole acetic acid), NAA (naphtalene acetic acid), IBA (indole butiric acid),
2.4-D (2.4-dichlorophenoxyacetic acid), dicamba (3,6-dicloro-o-anisic acid), dan
picloram (4-amino-3,5,6-tricloropicolinic acid) (Salisbury & Ross, 1995).
Zat pengatur tumbuh golongan sitokinin adalah senyawa turunan adenine
dan berperan dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin
digunakan untuk merangsang terbentuknya tunas, berpengaruh dalam
metabolisme sel, dan merangsang sel dorman serta aktivitas utamanya adalah
mendorong pembelahan sel. Pada kultur jaringan sitokinin berperan dalam
mendorong pembelahan sel atau jaringan yang digunakan sebagai eksplan dan
merangsang perkembangan tunas. ZPT golongan sitokinin antara lain BA (benzil
adenin), kinetin (furfuril amino purin), 2-Ip (dimethyl allyl aminopurin), dan
zeatin (Salisbury & Ross, 1995).
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
24
Pada teknik embryogenesis somatik kopi, ada dua golongan ZPT yang
sering digunakan yaitu auksin dan sitokinin (Priyono, 2010). Senyawa auksin
yang banyak digunakan antara lain 2,4-D sedangkan sitokinin adalah kinetin.
2.5.1 2,4-Dichloropenoxy acetic acid (2,4-D)
2,4-Dichloropenoxyacetic acid merupakan auksin yang paling umum
digunakan untuk menginduksi embryogenesis somatik (Wattimena, 1992). 2,4-D
memiliki rumus molekul C8H6C12O3 (Gambar 2.9) dengan berat molekul 221,04
g mol-1
dan merupakan golongan auksin sintesis yang mempunyai sifat stabil,
karena tidak mudah terurai oleh enzim-enzim yang dikeluarkan sel atau
pemanasan pada proses sterilisasi (Salisbury & Ross, 1995).
2,4-D bermanfaat untuk perkembangan sel, menaikkan tekanan osmotik,
meningkatkan sintesis protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air dan
melenturkan atau melunakkan dinding sel yang diikuti menurunnya tekanan
dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai dengan kenaikan
volume sel (Salisbury & Ross, 1995).
Gambar 2.9 Rumus Bangun 2,4-D
Penggunaan 2,4-D untuk menginduksi embryo somatik suatu tanaman telah
banyak dilaporkan seperti pada tanaman pepaya (Suntoyo et al., 2002); jarak
pagar (Zulkarnaen & Lizawati, 2011); pule pandak (Rauvolfia serpentina (L.)
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
25
Benth. ex Kurz) (Sugito, 2006); tanaman jabon (Anthocephalus cadamba Miq. ex
Roxb.) (Kartikasari et al.,2013).
Penggunaan 2,4-D untuk menginduksi embryo somatik kopi juga sudah
banyak dilaporkan misalnya hasil penelitian Hatanaka et al., (1991) yang
menunjukkan peran penting ZPT tersebut dalam menginduksi embryo somatik
kopi dengan persentase keberhasilan 25 %. Penambahan 2,4-D ke dalam medium
tanam sebanyak 1 µM dan 5 µM yang dikombinasikan dengan 2-ip juga pernah
dilaporkan pada induksi embrio somatik tanaman kopi arabika (C. arabica)
dengan persentase keberhasilan mencapai 77,2 % (Oktavia et al., 2003). Hal yang
sama juga dilaporkan oleh Riyadi & Tirtoboma (2004).
2,4-D merupakan auksin yang dapat berpengaruh pada pemanjangan sel-sel
tanaman. Mekanisme kerja 2,4-D dalam pemanjangan sel tumbuhan adalah
dengan cara mempengaruhi pengendoran atau pelenturan dinding sel. 2,4-D
memacu protein yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion
H+ ke dinding sel. Ion H
+ ini mengaktifkan enzim sehingga memutuskan beberapa
ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel
tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah
pemanjangan ini, sel tersebut terus menerus tumbuh dengan mensintesis kembali
material dinding sel dan sitoplasma (Salisbury & Ross, 1995).
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
26
2.5.2 Kinetin
Kinetin (6-furfurylamino purine) merupakan golongan sitokinin sintesis
yang biasa digunakan dalam menginduksi embriogenesis somatik (Salisbury &
Ross, 1995). Kinetin memiliki rumus molekul C10H9N5O (Gambar 2.10) dengan
berat molekul 215,2 g mol-1
, yang befungsi untuk meningkatkan pembelahan sel
pada jaringan tanaman serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Kartikasari et al., 2013).
Gambar 2.10 Rumus bangun kinetin
Penggunaan kinetin untuk menginduksi embryo somatik suatu tanaman
telah banyak dilaporkan seperti pada tanaman seperti asparagus (Winarsih &
Priyono. 2000) dan tanaman jabon (Anthocephalus cadamba Miq. ex Roxb.;
Kartikasari et al., 2013).
Penggunaan kinetin untuk menginduksi embryo somatik kopi juga sudah
banyak dilaporkan salah satunya adalah kinetin dengan konsentrasi 10-7
M sampai
7,5 x 10-6
M digunakan untuk menginduksi embryo somatik daun kopi dengan
persentase yang bervariasi antara 0 – 25 % (Hatanaka et al., 1991). Hal yang sama
juga dilakukan oleh Riyadi & Tirtoboma, (2004) menggunakan kinetin pada
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013
27
konsentrasi 10-6
mg/l untuk induksi embryo kopi dan mengasilkan hasil yang
bervariasi.
Kinetin merupakan sitokinin yang dapat menstimulasi pembelahan sel
tanaman. Mekanisme kerja kinetin pada pembelahan sel tanaman adalah dengan
memberi isyarat kepada sel target untuk membelah. Kinetin memberikan isyarat
kepada sel target dengan menstimulasi sintesis DNA pada sel tanaman, sehingga
sel tersebut membelah. Oleh karena itu, kinetin umumnya diperlukan pada proses
mitosis (Salisbury & Ross, 1995).
Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013