BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Anatomi Kulit Manusiaeprints.umm.ac.id/61014/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Anatomi Kulit Manusiaeprints.umm.ac.id/61014/3/BAB II.pdf ·...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kulit Manusia
2.1.1. Anatomi Kulit Manusia
Kulit adalah bagian terbesar dari tubuh manusia yaitu sekitar 15% dari total berat
badan orang dewasa. Berat kulit dua kali lipat dari berat otak yaitu 3-5 kg (Tortora &
Derrickson, 2009). Kulit berfungsi sebagai pembatas yang melindungi tubuh dari
paparan dan rangsangan. Selain itu kulit juga sangat kompleks, elastis, sensitif dan
memiliki kelembutan serta ketebalan yang bervariasi. Kulit yang elastis dan longgar
terdapat pada bibir, preputium dan palbebra. Sedangkan kulit yang tebal, terdapat pada
telapak tangan dan telapak kaki orang dewasa. Kulit lembut terdapat pada leher dan
badan, kulit yang tipis terdapat pada muka, sedangkan kulit dengan rambut kasar
terdapat pada kepala (Wasitaatmadja, 2011).
Gambar 2. 1 Struktur Kulit (Mescher AL, 2013)
Struktur kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan hipodermis (subkutis).
Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar yang terdiri dari beberapa sel spesifik
yang disebut sebagai keratinosit yang berfungsi mengsintesis keratin. Lapisan
epidermis memiliki ketebalan yang berbeda yaitu pada kulit telapak tangan dan telapak
kaki 400-600µm sedangkan pada kulit selain telapak tangan dan telapak kaki 75-150
6
µm (Tortora dkk., 2006). Lapisan kedua pada kulit manusia adalah lapisan dermis yang
memiliki batas tidak nyata yaitu stratum papilare dan stratum retikular. Selain itu, pada
lapisan dermis terdapat folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (Mescher
AL, 2013). Setelah lapisan dermis terdapat lapisan hipodermis (subkutis) yang terdiri
dari sel-sel lemak (Kalangi, 2013).
2.1.1.1. Epidermis
Epidermis adalah lapisan terluar kulit manusia yang terdiri dari empat jenis sel
utama, yaitu keratinosit, melanosit, sel langerhans dan sel merkel. Keratinosit
merupakan sel terbanyak yaitu 90% dari sel-sel yang berada pada lapisan epidermis
(Ziser, 2005). Sel ini akan terus menerus diperbarui melalui mitosis sel dalam lapisan
basal yang secara berkala akan bergeser ke permukaan epitel. Selama mitosis sel-sel
ini akan berdiferensiasi, kemudian membesar, dan mengumpulkan keratin dalam
sitoplasma. Setelah 20-30 hari sel-selamati akan terkelupas (Kalangi, 2013). Selain
keratinosit 8% dari sel epidermis disusun oleh melanosit yang berfungsi memproduksi
pigmen melanin. Melanin adalah pigmen coklat-hitam atau kuning-merah yang
berperan terhadap warna kulit dan menyerap sinar UV (Tortora dan Bryan, 2010).
Selain itu sel langerhans dan sel merkel juga ditemukan pada lapisan epidermis. Sel
langerhans berperan dalam respon imun sedangkan sel merkel berperan dalam sensasi
sentuhan (Ziser, 2005). Epidermis tersusun dari beberapa lapisan, yaitu: stratum basal,
stratum spinosum, stratum granulosum, dan lapisan tanduk (Kumar & Clark, 2009).
2.1.1.2. Dermis
Dermis adalah srtuktur penyusun kulit yang berperan terhadap kelenturan, dan
kekuatan regang kulit. Kemampuan tersebut berfungsi untuk melindungi tubuh dari
cedera mekanis, membantu dalam termoregulasi, dan termasuk reseptor stimuli
indrawi. Lapisan dermis tersusun atas elastin, proteoglikan, dan fibroblas yang
menghasilkan kolagen. Serabut kolagen sekitar 72% dari berat keseluruhan kulit
manusia tanpa lemak. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papiler dan lapisan
retikuler. Pada lapisan papiler berisi saraf dan pembuluh kapiler yang memelihara
epidermis sedangkan pada lapisan retikuler terdiri dari jaringan ikat yang kuat yang
7
mengandung serat elastis dan kolagen. Lapisan dermis memiliki ketebalan yang
bervariasi yaitu 0,6 mm pada kelopak mata dan 3 mm pada punggung, telapak tangan
dan telapak kaki (Mescher, 2013). Pada bagian dalam lapisan dermis juga terdapat
papila rambut, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, otot penegak rambut, folik larambut,
ujung pembuluh darah dan ujung saraf, serta serabut lemak yang terdapat pada lapisan
hipodermis (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.1.1.3. Lapisan Subkutan (Hipodermis)
Lapisan hiodermis terdiri atas jaringan ikat dan lemak yang jumlahnya bervariasi
sesuai daerah tubuh. Sel lemak yang ada pada lapisan ini lebih banyak dibandingkan
sel lemak yang terdapat pada lapisan dermis. Jumlah sel lemak tergantung pada jenis
kelamin dan keadaan gizi. Lemak pada lapisan hipodermis berkumpul di daerah-daerah
tubuh tertentu seperti abdomen, paha dan bokong yang memiliki ketebalan 3 cm atau
lebih. Lapisan lemak yang tebal ini disebut dengan pannikulus adiposus (Kalangi,
2013). Selain itu, pada lapisan hipodermis juga terdapat saraf, pembuluh darah, dan
limfe (Wasitaatmadja, 2011).
2.1.2. Fungsi Kulit
2.1.2.1. Pembentukan vitamin D
Pembentukan vitamin D dilakukan dengan cara mengaktivasi prekursor 7
dihidroksi kolesterol dengan bantuan dari sinar UV (Djuanda, 2007). Selanjutnya
enzim yang terdapat di hati dan ginjal memodifikasi prekursor dan menghasilkan
kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Kalsitriol adalah hormon yang berfungsi
mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah
(Tortora dkk., 2006).
2.1.2.2. Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit berperan dalam mengatur suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara yaitu
pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler (Djuanda,
2007). Pada kondisi suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah
banyak serta memperlebar pembuluh darah sehingga panas akan terbawa keluar dari
tubuh. Sebaliknya, pada kondisi suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit
8
keringat dan pembuluh darah akan menyempit sehingga mengurangi pengeluaran
panas oleh tubuh (Harien, 2010).
2.1.2.3. Fungsi persepsi
Struktur kulit pada lapisan dermis dan subkutis terdapat ujung-ujung saraf
sensorik (Djuanda, 2007). Respon terhadap rangsangan panas dihantarkan oleh badan-
badan Ruffini di dermis dan subkutis. Sedangkan respon terhadap rangsangan dingin
dihantarkan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner
terletak di papila dermis yang berperan terhadap rabaan. Respon terhadap tekanan
dihantarkan oleh badan Paccini di epidermis (Tortora dkk., 2006).
2.1.2.4. Fungsi proteksi
Kulit berfungsi sebagai pelindung untuk tubuh dengan berbagai cara yaitu keratin
melindungi kulit dari abrasi (gesekan), mikroba, zat kimia, dan panas. Lipid yang
dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi, selain itu juga
dapat mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit. Sebum yang
berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta
mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit.
Pigmen melanin melindungi dari efek sinar UV yang berbahaya. Pada stratum basal,
sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini
bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik dapat
tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka
dapat timbul keganasan. Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang
protektif yaitu sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba.
Kemudian ada sel fagosit yang berperan memfagositosis mikroba yang masuk
melewati keratin dan sel Langerhans (Martini, 2006).
2.1.2.5. Fungsi absorpsi
Kulit tidak dapat menyerap air, tetapi kulit dapat menyerap senyawa yang larut-
lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida
(Djuanda, 2007). Kulit memiliki fungsi respirasi yang didukung dengan
permeabilitasnya terhadap oksigen, karbon dioksida dan uap air. Selain itu beberapa
zat toksik juga dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien, 2010).
9
Beberapa obat juga dirancang agar dapat larut dalam lemak, seperti kortison, sehingga
mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan
(Martini, 2006). Kemampuan absorpsi kulit tergantung pada tebal tipisnya kulit,
hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang
melalui sel-sel epidermis (Tortora dkk., 2006).
2.1.2.6. Fungsi ekskresi
Kulit juga berperan dalam ekskresi dengan perantaraan 2 kelenjar eksokrinnya,
yaitu kelenjar keringat dan kelenjar sebasea:
1) Kelenjar keringat
Stratum korneum merupakan bagian dari kulit yang memiliki sifat kedap
air, akan tetapi sekitar 400 mL air dapat dikeluarkan dengan cara menguap
melalui kelenjar keringat setiap hari (Djuanda, 2007). Seseorang yang bekerja
dalam ruangan akan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, sedangkan
orang yang aktif jumlahnya akan lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air
dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan karbon
dioksida, garam dan dua molekul organik dari hasil pemecahan protein yaitu
urea dan amoniak (Martini, 2006).
2) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea adalah kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang biasa disebut sebum menuju lumen (Harien, 2010).
Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan
kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke
permukaan kulit. Sebum merupakan campuran dari kolesterol, trigliserida,
elektrolit dan protein. Sebum berfungsi untuk menghambat pertumbuhan
bakteri, melumasi dan memproteksi keratin (Tortora dkk., 2006).
2.2. Rute Penetrasi Zat Aktif Melalui Kulit
Rute penghantaran zat aktif ke dalam kulit memiliki tujuan yang berbeda
meliputi: epidermal, penyerapan topikal, dan transdermal. Kosmetik, pengusir
serangga, dan disinfektan merupakan contoh formulasi umum yang dirancang untuk
10
mempertahankan senyawa aktif pada permukaan kulit. Formulasi topikal memiliki
tujuan agar bahan aktif dapat menembus daerah kulit lebih dalam. Formulasi
transdermal bertujuan untuk penghantaran bahan aktif hingga sirkulasi sistemik.
Sediaan topikal akan terpenetrasi ke dalam kulit dan memberikan efek farmakologis
dengan adanya proses absorbsi yang meliputi 2 jalur yaitu (Benson dan Watkinson,
2011):
2.2.1. Transappendageal
Rute transappendageal merupakan jalur masuknya zat aktif melalui folikel
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea karena adanya pori-pori yang
memungkinkan zat aktif dapat berpenetrasi. Rute transappendageal ini sesuai untuk
ion-ion dan molekul dengan ukuran besar yang berpermeasi lambat melalui stratum
korneum. Rute transappendageal dapat menghasilkan difusi yang lebih cepat setelah
penggunaan obat karena tidak melintasi stratum korneum. Difusi melalui
transappendageal dapat terjadi dalam 5 menit setelah pemakaian obat.
2.2.2. Transepidermal
Sebagian besar penetrasi zat aktif melalui kontak dengan lapisan stratum
korneum. Jalur penetrasi melalui stratum korneum dapat dibedakan menjadi 2 jalur
yaitu interseluler dan transeluler. Prinsip masuknya zatoaktif ke dalam stratum
korneum ditentukan oleh koefisien partisi dari zat aktif atau penetran. Obat-obat yang
bersifat lipofilik akan berpartisi melalui jalur interseluler sedangkan obat-obat
hidrofolik akan masuk kedalam stratum korneum melalui rute transeluler. Sebagian
besar zat aktif berpenetrasi kedalam stratum korneum melalui kedua rute tersebut, tapi
terkadang obat-obat yang bersifat larut lemak berpartisi dalam corneocyt yang
mengandung residu lemak.
2.3. Penuaan Kulit
Aging atau penuaan adalah suatu proses biologis yang secara alami dapat terjadi
dan menyerang organ-organ tubuh salah satunya adalah kulit. Proses penuaan pada
kulit dapat ditandai dengan kulit kasar, keriput, bersisik, kering serta timbul noda hitam
atau flek (Swastika dkk, 2013). Proses penuaan dapat disebabkan oleh faktor internal
maupun eksternal. Proses penuaan internal atau biasa disebut dengan proses penuaan
11
alamiah merupakan proses yang terus berlangsung sejak usia pertengahan 20-an.
Penuaan ini dipengaruhi oleh mitosis sel di dalam tubuh yang telah berhenti
beraktivitas. Manifestasi klinis penuaan kulit dapat berupa kelemahan, kerutan, serosis
dan gambaran tumor jinak seperti angioma buah cherry dan keratosis seboroik.
Sedangkan proses penuaan karena faktor eksternal (Photoaging) dapat terjadi akibat
radiasi dari sinar UV. Radiasi dari sinar UV-A dan UV-B dapat menghasilkan radikal
bebas dan menimbulkan kerusakan pada DNA. Radikal bebas merupakan faktor utama
yang berperan dalam mempercepat proses penuaan dini. Meningkatnya ROS sebagai
akibat radikal bebas karena sinar UV-B dapat menyebabkan peningkatan peroksidasi
lipid. Senyawa ROS juga berperan dalam metabolisme kolagen, sebab dapat
menghancurkan kolagen dan menginduksi beberapa enzim yang berperan dalam
degradasi kolagen yaitu matriks metaloproteinase (mmps), sehingga mengakibatkan
kolagen kulit mengalami penurunan. Penurunan kolagen merupakan indikator pada
kulit yang mengalami kekeriputan akibat proses penuaan (Selamet dkk., 2013).
Manifestasi klinis pada kulit yang mengalami photoaging dapat berupa kerutan halus
dan kasar, bernodus, permukaan kasar, terdapat bercak kekuningan dan kering
(Wahyuningsih, 2011).
2.4. Radikal bebas
Radikal bebas merupakan atom yang mempunyai satu atau lebih elektron yang
tidak berpasangan. Adanya jumlah elektron ganjil, maka tidak semua elektron dapat
berpasangan sehingga atom ini sangat reaktif. Reaksi pembentukan radikal bebas
melalui tiga tahapan yaitu tahap inisiasi (tahapan pembentukan radikal bebas), tahap
propagasi (tahap pemanjangan rantai radikal) dan tahap terminasi (tahap bereaksinya
senyawa radikal dengan radikal lain) (Winarsi, 2011). Sumber radikal bebas dapat
berasal dari dalam tubuh (endogen) yang terbentuk sebagai sisa proses metabolisme
(proses pembakaran) karbohidrat, lemak dan protein yang kita konsumsi. Radikal
bebas juga dapat diperoleh dari luar tubuh (eksogen) yang berasal dari polusi udara
karena asap kendaraan, berbagai bahan kimia, makanan yang telah hangus
(carbonated) dan sinar ultra violet (Richa, 2009).
12
Kulit berfungsi sebagai pelindung tubuh dari berbagai pengaruh luar. Kerusakan
yang terjadi pada kulit akan mengganggu kesehatan dan juga penampilan sehingga
kulit perlu dijaga dan dilindungi kesehatannya. Salah satu faktor yang dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit ialah radikal bebas yang berupa sinar ultraoviolet
(Maysuhara, 2009). Sinar UV berbahaya bagi kulit karena dapat menimbulkan reaksi
buruk terhadap kulit manusia. Dalam kondisi yang berlebih, sinar UV dapat
menyebabkan beberapa masalah pada kulit, mulai dari kulit kemerahan, pigmentasi,
bahkan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan resiko kanker. Hal ini dapat
terjadi karena radikal bebas yang dihasilkan akan menyebabkan kerusakan DNA, yang
berdampak pada proliferasi sel secara terus menerus sehingga menjadi awal
terbentuknya kanker. Efek buruk tersebut dapat timbul karena adanya stres oksidatif
yang terjadi setelah adanya paparan sinar UV (Jannah, 2014 dan Wungkana, 2013).
2.5. Antioksidan
Secara umum antioksidan dapat diartikan sebagai senyawa yang mempunyai
struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas
sehingga dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).
Secara kimia antioksidan adalah senyawa pemberi elektron atau donor elektron dan
secara biologis antioksidan dapat diartikan sebagai senyawa yang mampu mengatasi
dampak negatif dari oksidan dalam tubuh seperti kerusakan sel tubuh. Keseimbangan
antara antioksidan dan oksidan dalam tubuh sangat penting terutama untuk menjaga
fungsi membran lipid, protein sel, dan asam nukleat (Winarsi, 2007).
Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan salah satu elektronnya kepada
senyawa radikal sehingga reaksi oksidasi dapat dihambat (Sayuti dan Rina, 2015).
Antioksidan dapat diproduksi secara alami dalam tubuh manusia untuk mengimbangi
produksi radikal bebas. Peningkatan produksi radikal bebas yang terbentuk akibat
radiasi UV dan polusi udara karena asap kendaraan mengakibatkan antioksidan dalam
tubuh kurang memadai, sehingga diperlukan adanya tambahan antioksidan dari luar
(Muchtadi, 2013). Antioksidan dapat diperoleh dalam bentuk sintesis maupun alami.
Antioksidan sintetis seperti Butylated Hydroxyanisole (BHA) dan Butylated
Hydroxytoluene (BHT). Antioksidano intetis efektif untuk menghambat reaksi
13
oksidasi. Namun, penggunaan antioksidan sintetik dibatasi karena jika digunakan
secara berlebihan dapat bersifat karsiogenik, sehingga dibutuhkan antioksidan alami
yang lebih aman. Salah satu sumber antioksidan alami adalah tanaman yang
mengandung senyawa flavonoid, klorofil dan tanin (Lie jin dkk, 2012).
2.5.1. Klasifikasi Antioksidan
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibedakan dalam dua kelompok yaitu
antioksidan alami yang merupakan hasil ekstraksi dari bahan alami dan antioksidan
sintetik yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia. Beberapa contoh antioksidan
sintetik adalah tokoferol, Butylated Hydroxytoluene (BHT), Butylated Hydroxyanisol
(BHA), (Winarsi, 2007). Antioksidan berdasarkan mekanisme reaksinya dibagi
menjadi tiga macam, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan
tersier.
2.5.1.1. Antioksidan primer
Antioksidan primer merupakan suatu zat atau senyawa yang dapat menghambat
reaksi berantai pada pembentukan radikal bebas. Antioksidan primer akan
menghambat reaksi radikal dengan cara mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada
suatu lipid yang radikal, sehingga produk yang dihasilkan akan menjadi lebih stabil
dibandingkan dengan produk awal (Winarsih, 2007). Contoh antioksidan primer yaitu
Glutation Peroksidase (GPx), Superoksida Dismutase (SOD), katalase dan protein
pengikat logam (Sayuti dan Rina, 2015).
2.5.1.2. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder dikenal juga dengan istilah antioksidan eksogeneus.
Antioksidan sekunder dapat menghambat pembentukan senyawa oksigen reaktif
dengan cara merusak pembentukannya. Prinsip kerja sistem antioksidan sekunder
dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan
menangkap radikal tersebut, sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan
komponen seluler (Winarsi, 2007). Contoh antioksidan sekunder diantaranya adalah
vitamin C vitamin, vitamin E, flavonoid, asam lipoat, beta karoten, melatonin,
bilirubin, dan sebagainya (Muchtadi, 2013).
14
2.5.1.3.Antioksidan Tersier
Golongan antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-Repair dan metionin
sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berperan dalam memperbaiki biomolekuler
yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Sayuti dan Rina, 2015)
Tabel II. 1 Sifat Antioksidan Berdasarkan Nilai IC50 (Molyneux, 2004)
IC50 (ppm) Tingkat Keaktifan
<50 Sangat Kuat
50-100 Kuat
100-150 Sedang
150-200 Lemah
2.5.2. Antioksidan Menghambat Radikal Bebas
Antioksidan berfungsi untuk mencegah stres oksidatif. Stres oksidatif adalah
suatu kondisi antara jumlah radikal bebas yang ada dengan jumlah antioksidan di dalam
tubuh tidak seimbang. Radikal bebas merupakan senyawa yang mengandung satu atau
lebih elektron tidak berpasangan sehingga bersifat sangat reaktif dan mampu
mengoksidasi molekul-molekul yang ada disekitarnya seperti protein, karbohidrat,
lipid dan DNA. Senyawa antioksidan sangat mudah dioksidasi, sehingga dengan
adanya antioksidan radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi
molekul lain dalam sel dari kerusakan. Mekanisme antioksidan dalam menghambat
reaksi oksidasi melalui beberapa cara meliputi pelepasan hidrogen dari antioksidan,
pelepasan elektron dari antioksidan, adisi asam lemak ke cincin aromatik pada
antioksidan serta pembentukan senyawa komplek antara lemak dan cincin aromatik
dari antioksidan (Sayuti dan Rina, 2015).
2.5.3. Penggunaan Antioksidan Secara Topikal
Antioksidan dapat dimanfaatkan untuk memperlambat proses penuaan.
Penggunaan antioksidan secara topikal memiliki beberapa keuntungan yaitu kadar
bahan aktif yang mencapai target lebih besar dibandingkan dengan penggunaan
antioksidan secara oral. Sebagai contoh, kadar vitamin C dalam kulit yang digunakan
secara topikal mencapai 20-40 kali kadar vitamin C yang digunakan secara oral. Selain
itu antioksidan yang digunakan secara topikal juga memiliki keuntungan sebagai
15
pelindung yang tetap berada pada kulit dalam jangka waktu tertentu sehingga bahan
aktif dapat terpenetrasi ke dalam kulit (Dayan, 2008).
2.6. Daun Sirsak
Sirsak adalah salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Daun sirsak
memiliki kandungan senyawa acetogenin yang dapat dimanfaatkan sebagai antikanker.
Selain itu daun sirsak juga mengandung senyawa fenolik yang berpotensi sebagai
senyawa antioksidan tinggi yang dapat meredam senyawa radikal bebas (Suharyadi,
2014).
2.6.1. Klasifikasi Sirsak
Sirsak (Annona muricata L.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Widyaningrum, 2012):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polycarpiceae
Famili : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata Linn
Gambar 2. 2 Daun Sirsak (Anonim, 2013)
16
2.6.2. Morfologi Daun Sirsak
Tanaman sirsak memiliki daun tunggal berwarna kehijauan hingga hijau
kecoklatan, dengan helai daun bundar panjang, lanset atau bulat telur terbalik. Helai
daun sirsak memiliki panjang sekitar 6-8 cm dan lebar 2-6 cm. Ujung daun meruncing
pendek, pangkal daun runcing, tepi rata dengan panjang tangkai daun ± 0,7 cm.
Permukaan daun licin agak mengkilat dengan tulang daun menyirip dan ibu tulang
daun menonjol pada permukaan bawah (Anonim, 1989).
2.6.3. Kandungan Kimia Daun Sirsak
Daun sirsak memiliki kandungan senyawa fenolik yang meliputi steroid atau
terpenoid, flavonoid, kumarin, alkaloid danotanin. Senyawa flavonoid pada daun sirsak
berfungsi sebagai antioksidan (Adri, 2013). Senyawa Flavonoid memiliki gugus
hidroksi fenolik yang mampu menangkap radikal bebas (Kumar, 2013). Senyawa
flavonoid yang terdapat pada daun sirsak dapat terdegradasi pada suhu lebih dari 500C
karena senyawa flavonoid akan mengalami perubahan struktur serta menghasilkan
ekstrak yang rendah (Handayani dan Sriherfyna, 2016).
Gambar 2. 3 Struktur Kimia dan Klasifikasi Senyawa Flavonoid (Tian Yang dkk.,
2018)
17
Hasil penelitian menyebutkan bahwa ekstrak etanol dari daun sirsak mengandung
25 komponen yang terdiri dari 12 jenis senyawa terindentifikasi yaitu asam
heksadekanoat, 7-tetradekanal, asam 9,12-oktadekadienoat, fitol, cis, cis, cis-7,10,13-
heksadekatrienal, etil ester, butil oktil ester dan asam 1,2-benzenadikarboksilat, yang
memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, antiinflamasi, antituberkulosis, hypo-
cholesterolemic dan insectisida (Gavamukulya et al., 2015). Pada penelitian
membuktikan bahwa hasil identifikasi kandungan senyawa aktif ekstrak metanol dari
daun sirsak menggunakan metode GC-MS, ekstrak daun sirsak mengandung 20
senyawa aktif yang teridentifikasi diantaranya adalah metil ester, asam n-
heksadekanoat, 3,7,11,15-tetrametil-2-heksadekana-1-ol, dan asam tetradekanoat,
yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan (Shibula & Velavan, 2015).
2.6.4. Ekstraksi Daun Sirsak
Proses ekstraksi daun sirsak dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi ialah
suatu metode atau teknik yang digunakan untuk memisahkan atau menarik senyawa
yang diinginkan dari suatu larutan atau padatan dengan teknik perendaman terhadap
bahan yang akan diekstraksi. Setelah dihaluskan, sampel direndam dalam suatu pelarut
organik selama beberapa waktu (Ibrahim dan Marham, 2013). Metode ini memiliki
beberapa keuntungan dalam isolasi senyawa bahan alam yaitu selain murah dan mudah
dilakukan, dengan adanya perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan
dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel,
sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut
organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna. Pelarut yang masuk ke dalam sel akan
menyebabkan protoplasma membengkak dan senyawa yang ada di dalam sel akan larut
sesuai dengan kelarutannya. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan
memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan
alam dalam pelarut tersebut (Koirewoa 2012).
2.7. Sediaan Masker
Masker merupakan salah satu produk kosmetik yang dapat dimanfaatkan untuk
merawat dan mempertahankan kesehatan kulit, kebersihan kulit, merangsang serta
memperbaiki aktivitas sel-sel kulit. pada umumnya bahan aktif yang digunakan pada
18
pembuatan masker kulit wajah bertujuan untuk mengencangkan kulit, menyegarkan
serta berfungsi sebagai antioksidan (Rahma dkk., 2017).
2.7.1. Gel
Gel kadang disebut jeli, ialah suatu sistem semipadat terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel anorganik yang kecil maupun partikel organik yang besar
terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel digolongkan sebagai sistem dua fase jika massa gel
terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah. Contohnya seperti gel aluminium
hidroksida. Gel fase tunggal meliputi makromolekul organik yang tersebar serba sama
dalam suatu cairan sehingga tidak terlihat adanya ikatan antara cairan dan molekul
makro yang terdispersi. Gel fase tunggal ini dapat dibuat dari makromolekul sintetik
atau dari gom alam (DepKes RI, 2014).
2.7.1.1. Keuntungan Gel
Gel merupakan zat semipadat yang dimanfaatkan sebagai bahan dasar dalam
pembuatan sediaan kosmetik karena bersifat transparan, tidak berwarna, dan tidak
berminyak. Kandungan air dalam gel mencapai 70% sehingga gel dapat digunakan
pada kulit yang berminyak (Shai et al., 2009). Selain itu, gel mudah dioleskan, tidak
lengket, mudah dicuci dan tidak meninggalkan lapisan minyak pada kulit sehingga
dapat mencegah peradangan akibat penumpukan minyak pada pori-pori (Maulina dan
Sugihartini, 2015).
2.7.1.2.Kekurangan Gel
Pada saat disimpan gel dapat mengalami penguapan sehingga gel akan mengering.
Sediaan gel mengandung hingga 70% air yang dapat memicu adanya pertumbuhan
jamur dan mikroorganisme (Ayesha et al., 2016). Selain itu sebagian besar bahan
bembentuk gel adalah air sehingga tidak dapat kontak lama dengan kulit dan mudah
hilang apabila terkena air (Rathod dan Mehta, 2015).
2.7.1.3. Karakteristik Sediaan Gel
Menurut Rathod dan Metha (2015) sifat atau karakteristik sediaan gel antara lain:
a. Sineresis
Penyimpanan gel dalam waktu lama akan menyebabkan sineresis yaitu
adanya interaksi antara partikel fase terdispersi sehingga air yang terjerat dalam
19
gel akan keluar. Adanya perubahan tegangan akan mengakibatkan jarak antar
matriks berubah, sehingga cairan akan bergerak menuju permukaan. Sineresis
dapat terjadi pada organogel dan juga hidrogel.
b. Swelling
Swelling ialah suatu kemampuan gel untuk mengembang dikarenakan
gelling agent dapat menyerap larutan sehingga terjadi penambahan volume.
Pelarut akan berpenetrasi dalam matriks gel sehingga terjadi interaksi antara
gel dan pelarut yang digunakan.
c. Struktur
Jenis ikatan dan sifat dari partikel gelling agent dapat mempengaruhi
struktur jaringan dan sifat-sifat gel. Gel menjadi kaku disebabkan oleh adanya
jaringan yang dibentuk melalui interaksi antar partikel gelling agent.
d. Ageing
Agregasi spontan yang lambat ditunjukkan dengan sistem koloid gel.
Ageing pada gel adalah hasil pembentukan bertahap dari gelling agent.
e. Rheologi
Gelling agent dan dispersi padatan yang terflokulasi akan menunjukkan
sifat aliran pseudoplastis yang khas yang ditandai dengan adanya penurunan
viskositas saat pengadukkan ditingkatkan.
2.7.1.4. Klasifikasi Gel
Berdasarkan komponennya, basis gel dapat dibedakan menjadi dua yaitu basis
gel hidrofilik dan basis gel hidrofobik (Ansel, 2008).
a. Basis gel hidrofilik
Kata hidrofilik memiliki arti “suka air”. Sistem koloid hidrofilik memiliki
stabilitas yang besar dan lebih mudah untuk dibuat. Umumnya basis gel
hidrofolik adalah molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan
dengan molekul dari fase pendispersi (Ansel, 2008).
b. Basis gel hidrofobik
Umumnya basis gel hidrofobik terdiri dari parafin cair dengan polietilen
atau minyak lemak dengan koloid silika. Kombinasi antara bahan penebal
20
(colloidal silicon dioxide) dengan minyak non-polar seperti minyak zaitun,
isopropil miristat, dan parafin cair akan membentuk basis gel (Toprasri, 2003).
2.7.2. Masker Gel Peel-Off
Efek antioksidan untuk perawatan kulit wajah akan lebih optimal jika
diformulasikan dalam bentuk sediaan topikal dibandingkan bentuk sediaan oral karena
zat aktif dapat kontak lebih lama dengan kulit wajah (Draelos & Thaman, 2006).
Kosmetik wajah dapat ditemui dalam berbagai bentuk sediaan, salah satunya dalam
bentuk masker wajah gel peel off (Vieira et al., 2009). Masker wajah merupakan salah
satu sediaan kosmetik yang sangat populer untuk perawatan kecantikan (Yeom et al.,
2011). Masker peel off ialah masker yang dapat dikupas terbuat dari bahan elastis,
seperti polivinil alkohol atau zat yang elastis seperti lateks atau senyawa karet alam
lainnya. Masker akan mengeras setelah kering dan membentuk lembaran tipis,
fleksibel, dan biasanya transparan pada kulit. Masker dibersihkan dengan cara dikupas
dari wajah (Shai et al., 2009)
Masker wajah peel off memiliki keunggulan dalam penggunaanya yaitu mudah
dilepas atau diangkat (Rahmawanty dkk., 2015). Penggunaan masker peel off langsung
di leskan pada kulit wajah secara merata. Sekitar 15-30 menit masker peel off akan
mengering dan membentuk lapisan tipis yang fleksibel dan transparan. Setelah kering
masker dikelupas secara perlahan-lahan mulai dari bagian dagu hingga dahi (Tresna,
2010). Masker wajah peel off dapat meningkatkan hidrasi pada kulit karena adanya
lapisan oklusif (Velasco et al., 2014). Penggunaan masker wajah peel off dapat
memperbaiki dan merawat kulit wajah dari masalah penuaan, jerawat, keriput dan juga
dapat mengecilkan pori (Grace et al., 2015). Selain itu kosmetik wajah dalam bentuk
masker peel off memiliki manfaat sebagai pembersih, penyegar, pelembab, pelembut
dan merelaksasi otot-otot wajah (Vieira et al., 2009).
21
Gambar 2. 4 Cara Penggunaan Masker Gel Peel-Off (Shai et al., 2009)
Gambar diatas menerangkan langkah-langkah dalam pengaplikasian masker gel
peel off yaitu (A) Kain kasa yang sudah dibasahi dengan akuades ditempelkan pada
wajah (B) Oleskan masker peel off diatas kasa (C) Setelah kering masker dikelupas
(Shai et al., 2009).
2.8. Bahan Tambahan Masker Gel Peel Off
2.8.1. Natrium Metabisulfit
Gambar 2. 5 Struktur Kimia Natrium Metabisulfit (William, 2010)
Natrium metabisulfit merupakan serbuk kristal prismatik yang tidak berwarna
atau putih krem yang memiliki bau belerang dioksida dan asam, rasa asin. Sodium
metabisulfite mengandung 24,19% sodium, 42,08% oksigen, dan belerang 33,73%
memiliki rumus empiris Na2S2O5 dengan berat molekul 190,1. Sinonim natrium
metabisulfit adalah disodium pirosulfit, disodium disulfit, asam disulfurous, E223,
asam natrium sulfit, natrii disulfis; natrii metabisulfis. Pada konsentrasi 0,01-1,0% b /
v natrium metabisulfit dapat digunakan sebagai antioksidan dalam formulasi sediaan
oral, parenteral, dan topikal. Selain itu pada pH asam natrium metabisulfite memiliki
aktivitas antimikroba, dan dapat digunakan sebagai pengawet dalam sediaan oral
22
seperti sirup. Sodium metabisulfit biasanya mengandung sejumlah kecil natrium sulfit
dan natrium sulfat (Rowe, 2009).
2.8.2. Polietilen Glikol (PEG) 1500
Gambar 2. 6 Struktur Kimia Polietilen Glikol (Rowe, 2009)
Nama lain dari polietilen glikol ialah Carbowax sentry, Carbowax, Lutrol E,
Lipoxol, makrogola, Pluriol E, PASAK, polioksietilen glikol yang memiliki rumus
empiris H (OCH2 CH2)nOH, n adalah jumlah rata-rata dari gugus oksietilen. Semua
kadar polietilen glikol dapat larut dalam air. Polietilen glikol cair larut dalam alkohol,
aseton, benzena glikol, dan gliserin. Polietilen glikol padat larut dalam diklorometana,
aseton, etanol (95%), dan metanol. Pada polietilen glikol cair maupun padat hanya
sedikit larut dalam hidrokarbon alifatik dan eter, tidak larut dalam lemak, dan minyak
mineral (Rowe, 2009). Penamaan propilen glikol (PEG) ditentukan dengan bilangan
yang menunjukkan bobot molekul umumnya sekitar 200-300.000. PEG dengan bobot
molekul 200–600 berbentuk cair, PEG 1500 semi padat, PEG 3000–20000 atau lebih
berupa padatan semi kristal, dan PEG dengan bobot molekul lebih besar dari 100000
berbentuk seperti resin pada suhu kamar (Leuner and Dressman, 2000). PEG 1500
memiliki rentang pH 4,0-7,0 (Rowe, 2009).
Pada formulasi masker gel peel-off PEG 1500 dapat digunakan sebagai
plasticizer. Bahan ini berfungsi untuk mempertahankan lapisan pada masker agar tidak
sobek saat dikelupas. PEG 1500 dapat meningkatkan elastisitas film dengan cara
mengurangi ikatan hidrogen dan meningkatkan jarak antara molekul dari polimer
polivinil alkohol (Bourtoom, 2008). Rentang penggunaan PEG 1500 sebagai
plasticizer pada masker gel peel-off yaitu 2-10% (Mitsui, 1997). PEG 1500 memiliki
23
sifat mudah larut dalam air sehingga dapat meningkatkan pelepasan zat aktif kedalam
kulit (Ahn et al, 2015). Penggunaan PEG memiliki kelebihan yaitu bersifat inert dan
tidak mudah terhidrolisis (Sheskey & Paul J, 2011).
2.8.3. Polivinil Alkohol (PVA)
Gambar 2. 7 Struktur Kimia Polivinil Alkohol (Rowe, 2009)
Polivinil alkohol disebut juga dengan PVA, Alcotex, Airvol, Elvanol, Celvol,
Gohsenol, Gelvatol, Mowiol, Lemol, poly (alcohol vinylicus), Polyvinol, vinyl alcohol
polymer. Polivinil alkohol memiliki rumus empiris (C2H4O)n adalah polimer sintetik
yang larut dalam air, sedikit larut dalam etanol 95%, tidak larut dalam pelarut organik
dan memiliki berat molekul sekitar 20.000-200.000. Organoleptis polivinil alkohol
yaitu tidak berbau, serbuk granul berwarna putih hingga krem. Bahan ini dapat
berfungsi sebagai zat penstabil, pelumas, agen pelapis dan agen untuk meningkatkan
viskositas. Pada bidang teknologi farmasi polivinil alkohol digunakan dalam formulasi
sediaan topikal dan optalmik serta digunakan sebagai bahan penstabil untuk emulsi
(0,25-3,0% b / v) (Rowe, 2009). Selain itu, polivinil alkohol juga dapat digunakan
sebagai film former agent pada formulasi masker gel peel-off. PVA mempunyai sifat
adhesif yaitu dapat membentuk lapisan film yang mudah dikelupas setelah kering
(Brick et al., 2014). Konsentrasi PVA yang digunakan pada formulasi dapat
berpengaruh terhadap pembentukan lapisan film dalam masker gel peel-off (Beringhs
et al., 2013). Menurut penelitian dari Lestari, Sutyaningsih dan Ruhimat (2013) rentang
konsentrasi PVA yang digunakan sebagai pembentukan lapisan film masker gel peel-
off adalah 10-16%. PVA pada konsentrasi 15% dapat memberikan bentuk film yang
paling baik dibandingkan konsentrasi 5% dan 10% (Beringhs et al., 2013).
24
2.8.4. Propilenglikol
Gambar 2. 8 Struktut Kimia Propilenglikol (Rowe, 2009)
Propilenglikol merupakan cairanokental, jernih tidak berwarna, praktis tidak
berbau dan rasa manis agak tajam seperti gliserin. Nama lain propilenglikol yaitu
E1520, 1,2 Dihidroksipropana, metil etilena glikol, 2-hidroksipropanol, propana-1,2-
diol, metil glikol; dan propilenglikolum. Propilenglikol memiliki rumus empiris
C3H8O2 dengan berat molekul 76.09 yang larut dalam kloroform, aseton, etanol (95%),
gliserin, dan air; tidak larut dalam minyak mineral tetapi akan larut dalam beberapa
minyak esensial. Propilenglikol berfungsi sebagai humektan, desinfektan, palsicizer,
pelarut, zat penstabil dan cosolvent yang larut dalam air. Pada bidang teknologi farmasi
propilenglikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam berbagai sediaan
parenteral dan nonparenteral. Propilenglikol dapat melarutkan berbagai bahan seperti
fenol, kortikosteroid, barbiturat, obat sulfa, sebagian besar alkaloid anestesi lokal, serta
vitamin A dan D. Selain itu propilenglikol juga digunakan sebagai plasticizer dalam
industri kosmetik (Rowe, 2009).
2.8.5. Propilparaben (Nipasol)
Gambar 2. 9 Struktur Kimia Propilparaben (Rowe, 2009)
25
Propilparabenomerupakanoserbukokristaloputih, tidak berbau, dan tidak
berasaoyangomemiliki sinonim Nipasol M, Aseptoform P, Propil Aseptoform, 4-
hidroxybenzoic acid propyl ester, CoSept P, propil butex, Nipagin P, propagin, Propyl
Chemosept, propil hidroksibenzoat, Propyl Parasept, Solbrol P, Tegosept P. Rumus
empiris propilparaben yaitu C10H12O3 dengan berat molekul 180,20. Propilparaben
berfungsi sebagai bahan pengawet dari mikroba. Pada bidang teknologi farmasi
Propilparaben banyakodigunakanosebagaiopengawet antimikrobaopadaokosmetik,
makanan, dan sediaan farmasi. Propilparaben dapat digunakan sendiri ataupun
dikombinasi dengan ester paraben lainnya atau antimikroba lainnya. Paraben efektif
pada kisaran pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas.
Penggunaan propilparaben dalam suatu formulasi dapat mempengaruhi pH sediaan
menjadi lebih basa dikarenakan kelarutan paraben yang buruk terutama pada garam
natrium. Kombinasi antara propilparaben konsentrasi 0,02% b / v dengan metilparaben
konsentrasi 0,18% b / v dapat digunakan untuk berbagai formulasi sediaan parenteral
(Rowe, 2009).
2.8.6. Metilparaben (Nipagin)
Gambar 2. 10 Struktur Kimia Metilparaben (Rowe, 2009)
Rumus empiris metilparaben yaitu C8H8O3 dengan berat molekul 152,15 yang
merupakan serbuk kristal tidak berwarna atau kristal putih, tidak berbau atau hampir
tidak berbau. Metilparaben juga disebut Nipagin M, Aseptoform M, Metil asam 4-
hidroksibenzoat ester, CoSept M, Methyl Chemosept, metagin, methylis
26
parahydroxybenzoas, Solbrol M, metil p-hidroksibenzoat, Tegosept M. Metilparaben
banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba pada kosmetik, makanan, dan
sediaan farmasi. Metilparaben dapat digunakan sendiri ataupun dikombinasi dengan
ester paraben lainnya atau antimikroba lainnya. Paraben efektif pada kisaran pH yang
luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Aktivitas antimikroba
meningkat karena panjang rantai gugus alkil meningkat. Khasiat pengawet juga
ditingkatkan dengan penambahan propilenglikol (2-5%), atau dengan menggunakan
paraben dalam kombinasi dengan antimikroba lainnya seperti imidurea. Karena
kelarutan paraben yang buruk, garam paraben (khususnya garam natrium) lebih sering
digunakan di formulasi. Penggunaan metilparaben dalam suatu formulasi dapat
mempengaruhi pH sediaan menjadi lebih basa dikarenakan kelarutan paraben yang
buruk terutama pada garam natrium. Kombinasi antara propilparaben konsentrasi
0,02% dengan metilparaben konsentrasi 0,18% dapat digunakan untuk berbagai
formulasi sediaan parenteral (Rowe, 2009).