BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram...

38
7 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Perilaku Menurut Notoatmodjo, 2010:43-44 perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses: respons, sehingga teori ini disebut dengan teori “S-O-R” (Stimulus-Organism-Response). Berdasarkan teori “S-O-R”, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1. Perilaku tertutup (covert behavior), terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “covert behavioryang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap. 2. Perilaku terbuka (overt behavior), terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior” (Notoatmodjo, 2010:44). B. Pengetahuan 1. Pengertian pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan

Transcript of BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram...

Page 1: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

7

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Perilaku

Menurut Notoatmodjo, 2010:43-44 perilaku merupakan respons atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia

terjadi melalui proses: respons, sehingga teori ini disebut dengan teori “S-O-R”

(Stimulus-Organism-Response). Berdasarkan teori “S-O-R”, maka perilaku

manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Perilaku tertutup (covert behavior), terjadi bila respons terhadap

stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara

jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian,

perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang

bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “covert behavior”

yang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap.

2. Perilaku terbuka (overt behavior), terjadi bila respons terhadap stimulus

tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain

dari luar atau “observable behavior” (Notoatmodjo, 2010:44).

B. Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan

Page 2: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

8

sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan

indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010:50).

2. Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, 2010:50-52 pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.

Secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu :

a. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tah

bahwa buah tomat mengandung vitamin C, jamban adalah

membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh

gigitan nyamuk Aedes Agepty dan sebagainya. Untuk mengetahui

atau mengukur bahwa orang it tahu sesuatu dapat menggnakan

pertanyaan-pertanyaan, misalnya : apa tanda-tanda anak yang

kurang gizi, apa penyebab TBC, bagaimana cara melakkan PSN

(pemberantas sarang nyamuk), dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension), memahami suatu objek bukan

sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat

menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat menginterprestasikan

secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya :

orang yang memahami cara pembrantas penyakit demam berdarah,

bukan sekedar menyebut 3M (mengubur, menutup, dan menguras),

Page 3: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

9

tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras,

dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut.

c. Aplikasi (Aplication), diartikan apabila orang yang telah

memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang

lain. Misalnya : seseorang yang paham proses perencanaan, ia

harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat

kerja dia atau dimana saja. Orang yang telah paham metodelogi

penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja

dan seterusnya.

d. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau

objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu

sudah sampai pada tingkat anaisis adalah apabila orang tersebut

telah dapat membedakan atau memisahkan, mengelompokan,

membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek

tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk Aedes Agepty

dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus

hidup cacing kremi, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis), menunjuk pada suatu kemampuan seseorang

untuk meletakkan atau merangkum dala satu hubungan yang logis

dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata

lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

Page 4: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

10

baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya : dapat

membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri

tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat

kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.

f. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Misalnya : seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak

menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat

ikut keluarga berencana dan sebagainya.

3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui

pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan adalah

tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan, atau besarnya

persentase kelompok responden (Notoatmodjo, 2010:56).

C. Penjaminan Perlindungan Personal Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan Republik

Indonesia Nomor 56 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Lampiran VII Perlindungan pekerja yang perlu dilakukan meliputi :

Page 5: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

11

1. Alat pelindung diri (APD)

Jenis pakaian pelindung/APD yang digunakan untuk semua petugas

yang melakukan pengelolaan limbah medis dari fasilitas pelayanan

kesehatan meliputi:

a. Helm, dengan atau tanpa kaca

Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi

untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau

terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di

udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia,

jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim (Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

PER.08/MEN/VII/2010).

b. Masker wajah (tergantung pada jenis kegiatannya)

Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah

alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan

dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau menyaring

cemaran bahan kimia, mikro-organisme,partikel yang berupa debu,

kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume, dan sebagainya. Jenis alat

pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari masker,

respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator, Continues

Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki selam dan

regulator (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus /SCUBA),

Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA), dan emergency

Page 6: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

12

breathing apparatus (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010).

c. Pelindung mata (tergantung pada jenis kegiatannya)

Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang

berfungsi untuk melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia

berbahaya, paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di

badan air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi

gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak

mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau

benda tajam (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010).

d. Apron/celemek yang sesuai

Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian

atau seluruh bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin

yang ekstrim, pajanan api dan benda-benda panas, percikan bahan-

bahan kimia, cairan dan logam panas, uap panas, benturan (impact)

dengan mesin, peralatan dan bahan, tergores, radiasi, binatang, mikro-

organisme patogen dari manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan

seperti virus, bakteri dan jamur (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010).

e. Pelindung kaki dan/atau sepatu boot

Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari

tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda

tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang

Page 7: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

13

ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik, tergelincir

(Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

Nomor PER.08/MEN/VII/2010).

f. Sarung tangan sekali pakai atau sarung tangan untuk tugas berat

Sarung tangan Terbuat dari bahan lateks atau nitril, dengan tujuan :

1) Mencegah penularan flora/penyakit dari penderita di RS lewat

tangan petugas

2) Mencegah resiko kepada petugas terhadap kemungkinan

transmisi mikroba patogen dari penderita di RS. Agar sarung

tangan dapat dimanfaatkan dengan baik, maka sarung tangan

sebaiknya steril, utuh, atau tidak robek/berlubang, serta

ukurannya sesuai dengan ukuran tangan petugas agar gerakan

tangan atau jari selama melaksanakan pekerjaan dapat bergerak

bebas.

2. Higiene perorangan.

Higiene perorangan penting untuk mengurangi risiko dari

penanganan limbah layanan kesehatan, dan fasilitas mencuci tangan

(dengan air hangat mengalir, sabun, dan alat pengering) atau cairan

antiseptik yang diletakkan di tempat yang mudah dijangkau harus tersedia

bagi petugas.

3. Imunisasi.

Pemberian imunisasi pada petugas yang menangani limbah perlu

diberikan karena kemungkinan tertular bahan infeksius pasien cukup

tinggi. Adapun imunisasi yang diberikan adalah Hepatitis B dan Tetanus.

Page 8: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

14

4. Praktik penanganan.

Praktik pengelolaan limbah turut berkontribusi dalam mengurangi

risiko yang dihadapi pekerja yang menangani limbah yang dihasilkan dari

fasilitas pelayanan kesehatan.

5. Keamanan sitotoksik.

Berikut ini adalah tindakan untuk meminimalkan pajanan terhadap

limbah sitotoksik:

a. Terdapat POS (Prosedur Operasional Standar) yang menjelaskan

metode kerja yang aman untuk setiap proses

b. Lembar Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk memberi

informasi mengenai bahan berbahaya, efeknya, dan cara

penanggulangannya bila terjadi kedaruratan

c. Prosedur Operasional Standar Pertolongan Pertama pada

Kecelakaan (P3K)

d. Pelatihan bagi petugas yang menangani obat-obatan sitotoksik

e. Memiliki peralatan penanganan tumpahan limbah sitotoksik.

6. Pemeriksaan medis khusus (medical check-up) secara rutin bagi petugas

penanganan limbah minimal dua tahun sekali.

7. Pemberian makanan tambahan bagi petugas pengelola limbah.

D. Pengertian Alat Pelindung Diri

Pelindung tenaga kerja melalui usaha teknis pengaman tempat, pelatan dan

lingkungan kerja adalah sangat penting dan perlu di utamakan, dan APD adalah

Page 9: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

15

seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi

seluruh atau bagian tubuh dari kemungkinan adanya paparan potensi bahaya

lingkungan kerja terhadap kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja

(Tarwaka,2014:282 dalam Inna Nesyi Barizqi, 2015:35)

1. Tujuan Pelindung Diri

Tujuan utama penggunaan alat pelindung diri adalah menghindari

terjadinya cedera pada tubuh dalam keadaan pekerja terpanjan oleh bahaya

dengan selalu memikirkan memungkinkan untuk menghindari timbulnya

kondisi bahaya tersebut, selain itu penggunaan APD untuk mencegah atau

menurunkan angka kecelakan dan penyakit akibat kerja. Untuk

menggunakan APD secara efektif perlu memperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

a. Memilih APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan

b. Disiapkan dalam jumlah yang cukup

c. Dianjurkan para pekerja mencapai cara penggunaan yang benar

d. Melakukan pemeliharaannya secara benar

e. Dalam pekerjaan yang membutuhkan peralatan pelindung dan

pekerjaan diwajibkan selalu menggunakan

2. Kriteria Alat Pelindung Diri Yang Efektif

Beberapa kriteria APD agar dapat dipakai dan efektif dalam

penggunaan dan pemiliharaan menurut Tarwaka (2008) dalam Inna Nesyi

Barizqi, 2015 adalah:

a. Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan

efektif pada pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi.

Page 10: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

16

b. Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin,

nyaman dipakai dan tidak merupakan beban bagi pemakainya.

c. Bentuk cukup menarik, sehingga pekerja tidak malu memakainya

d. Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya

e. Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali

f. Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta

gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai.

g. Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda

peringatan.

h. Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia

di pasaran.

i. Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.

j. Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang

ditetapkan.

E. Teori Lawreen Green

Teori Lawreen Green dalam Notoatmodjo, 2010:59 membedakan adanya 2

determinan masalah kesehatan yaitu, behavioral factors (faktor perilaku) dan non-

behavioral factors (non perilaku). Faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama

yaitu :

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah terjadinya

perilaku seseorang. Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap, tradisi dan

Page 11: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

17

kepercayaan, sistem nilai yang dianut, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial

ekonomi (Notoatmodjo, 2012:18).

a. Pengetahuan

Faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor utama

pembentukan perilaku. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan, demikian sebaliknya (Notoatmodjo, 2010:50).

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons dari seseorang yang

masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek tertentu, melibatkan

faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo,

2010:52).

Baron dan Byrne juga Myers dan Gerungan dalam buku A.

Wawan dan Dewi M., 2014:32 menyatakan bahwa ada 3 komponen

yang mebentuk sikap yaitu :

1) Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen

yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyainan

yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang

mempersepsi terhadap sikap.

2) Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen

yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang

terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang

positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang

Page 12: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

18

negatif. Komponen Ini mennunjukan arah sikap, yaitu positif

dan negatif.

3) Komponen konatif (komponen perilaku, atau action

component), yaitu komponen yang berhubungan dengan

kecenderungan bertinddak terhadap objek sikap. Komponen

ini menunjukkan intesitas sikap, yaitu menunjukkan besar

kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang

terhadap objek sikap.

Menurut allport (1954) dalam buku Notoatmodjo, 2010:53 sikap

itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu :

1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek,

artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran

seseorang terhadap objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek

artinya bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak artinya sikap adalah

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku

terbuka.

1) Teori sikap menurut Rosenberg dalam buku A. Wawan dan

Dewi M., 2014:25

Teori Rosenberg dikenal dengan teori affective cognitive

consistency dalam hal sikap dan teori ini juga disebut teori dua

faktor. Rosenberg (Iih. Secord & Backman, 1964) memusatkan

perhatiannya pada hubungan komponen kognitif dan komponen

Page 13: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

19

afektif. Menurut Rosenberg (Iih. Secord & Backman, 1964)

pengertian kognitif dalam sikap tidak hanya mencakup tentang

pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan objek

sikap, melainkan juga mencakup kepercayaan atau belifes

tentang hubungan antara objek sikap itu dengan sistem nilai

yang ada dalam diri individu. Komponen afektif berhubungan

dengan bagaimana perasaan yang timbul pada seseorang yang

menyertai sikapnya, dapat positif serta dapat juga negatif

terhadap objek sikap. Bila seseorang yang mempunyai sikap

yang positif terhadap objek sikap, maka ini berarti adanya

hubungan pula dengan nila-nilai positif yang lain yang

berhubungan dengan objek sikap tersebut, demikian juga

dengan sikap yang negatif. Ini berarti menurut Rosenberg (iih.

Secord & Backman, 1964) bahwa komponen afektif akan selalu

berhubungan dengan komponen kognitif dan hubungan tersebut

dalam keadaan konsisten. Roseberng menciptakan skala sikap

dan berpendapat bahwa adanya hubungan yang konsisten antara

komponen afeketif dengan komponen kognitif. Ini berarti bila

seseorang mempunyai sikap yang positif terhadap sesuatu

objek, maka indeks kognitifnya juga tinggi, demikian

sebaliknya Suatu hal yang penting penerapan teori Rosenberg

ini adalah dalam kaitannya dengan pengubahan sikap. Karena

hubungan komponen afektif dengan komponen kognitif

konsisten, maka bila komponen afektifnya berubah maka

Page 14: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

20

komponen afektifnya juga akan berubah, demikian pula jika

komponen kognitifnya berubah, komponen afektifnya juga

berubah. Pada umumnya dalam rangka pengubahan sikap,

orang akan mengubah komponen kognitifnya hingga akhirnya

komponen afektifnya akan berubah. Dalam rangka pengubahan

sikap Rosenberg mencoba mengubah komponen afektifnya

terlebih dahulu. Dengan berubahnya komponen afektif akan

berubah pula komponen kognitif, yang pada akhirnya akan

berubah pula sikapnya (Iih. Secord and Beckman, 1964)

2) Teori sikap menurut Festinger dalam buku A. Wawan dan

Dewi M., 2014:26

Teori fastinger (Iih. Secord & Backman, 1964) dikenal dengan

teori disonansi kognitif (the cognitive disonance theory) dalam

sikap. Festinger meneropong tentang sikap dikaitkan dengan

perilaku yang nyata, yang merupakan persoalan yang banyak

mengundang perdebatan. Festinger dalam teorinya

mengumakakan bahwa sikap individu itu biasanya konsisten

satu dengan yang lain dan dalam tindakannya juga konsisten

satu dengan yang lain. Menurut Festinger apa yang dimaksud

dengan komponen kognitif ialah mencakup pengetahuan,

pandangan, kepercayaan tentang lingkungan, tentang seseorang

atau tentang tindakan. Pengertian disonansi adalah tidak

cocoknya antara dua atau tiga elemen-elemen kognitif.

Page 15: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

21

Hubungan anatara elemen satu dengan elemen lain dapat

relevan tetapi juga dapat tidak relevan.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun

tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang

bersangkutan (Notoatmodjo, 2010:57). Skala Guttman adalah skala

yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan

konsisten. Misalnya : yakin-tidak yakin, ya-tidak, benar-salah, positif-

negatif, pernah-belum pernah, setuju-tidak setuju. Dan lain

sebagainya. Pengukuran yang dilakukan dengan skala Guttman

berbentuk pilihan ganda atau ceklist. Jawaban responden dapat berupa

skor tertinggi bernilai (1) dan skor terendah bernilai (0). Misalnya

untuk jawaban benar (1) dan salah (0) (Riduwan, 2008:16-17).

c. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan

respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang berpendidikan

tinggi akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima

adanya bermacam usaha pembaharuan, ia juga akan lebih dapat

menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan (Analia Refsi Yusnita,

2017:19). Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku

kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan

informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya, melaluo kegiatan

yang disebut pendidikan atau promosi kesehatan. Memang dampak

yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat, akan

Page 16: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

22

memakan waktu lama dibandingkan dengan cara koersi. Namun

demikian, bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, makan

akan langgeng, bahkan selama hidup dilakukan (Notoatmodjo,

2012:18).

Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan

masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan)

lebih tepat dibandingkan dan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan

bahwa pendidikan atau promosi kesehatan adalah suatu betuk intervensi

atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut

kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain, promosi kesehatan

mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masayarkat

mempunyai pengaruh posotif terhadap pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka sebelum

dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosis atau analisi terhadap

masalah perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2012:18). Menurut Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa

jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan

informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Jalur

pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,

dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup pendidikan,

kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi

jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah

Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang

Page 17: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

23

sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah

Tsanawiyah (MTs) bentuk lain sederajat. Pendidikan menengah

merupakan lanjutan pendidikan dasar, pendidikan menengah terdiri atas

pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.

Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),

Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah kejuruan (SMK), dan

Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) serta bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,

magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan

tinggi. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat

yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai

pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam

rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Satuan pendidikan

nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok

belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta

satuan pendidikan yang sejenis. Kegiatan pendidikan informal yang

dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar

secara mandiri.

d. Keyakinan

Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau objek

benar atau nyata. Kebenaran adalah kata-kata yang sering digunakan

untuk mengungkapkan atau mensyaratkan keyakinan agar terjadi

perubahan perilaku.

Page 18: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

24

1) Seseorang harus yakin bahwa kesehatannya terancam

2) Orang tersebut harus merasakan potensi keseriusan kondisi itu

dalam bentuk nyeri atau ketidaknyamanan, kehilangan waktu

untuk bekerja, dan kesulitan ekonomi

3) Dalam mengukur keadaan tersebut, orang yang bersangkutan

harus yakin bahwa menfaat yang berasal dari perilaku sehat

melebihi pengeluaran yang harus dibayarkan dan sangat

mungkin dilaksanan serta berada dalam kapasitas

jangkauannya

4) Harus ada “isyarat kunci yang bertindak” atau sesuatu

kekuatan pencetus yang membuat orang itu merasa perlu

mengambil keputusan tindakan.

e. Nilai

Secara langsung bahwa nilai-nilai perseorangan tidak dapat

dipisahkan dari pilihan perilaku. Konflik dalam hal nilai yang

menyangkut kesehatan merupakan satu dari dilema dan tantangan

penting bagi para penyelenggara pendidikan kesehatan.

f. Sosial Ekonomi

Faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu

sebagai komunikasi untuk menerima pesan menurut model

komunikasi media dengan demikian hubungan sosial dapat

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu hal.

Usaha memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan

Page 19: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

25

sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah

tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin adalah factor yang memungkinkan atau yang

memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan

sarana dan prasarana atau fasilitas, yang pada akhirnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya perilaku. Faktor ini disebut juga faktor

pendukung (Notoatmodjo, 2010:60).

a. Ketersediaan Fasilitas

Faktor ketersediaan fasilitas merupakan salah satu faktor

pendorong pembentukan perilaku (Notoatmodjo, 2010:60).

b. Ketersediaan Alat Pelindung Diri

Teori Green dalam Notoatmodjo, 2010:60 menyatakan bahwa

hasil belajar seseorang adalah terjadinya perubahan perilaku.

Perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan

pengetahuan sikap dan keterampilannya. Namun demikian, perubahan

pengetahuan dan sikap ini belum merupakan jaminan terjadinya

perubahan perilaku sebab perilaku tersebut kadang-kadang

memerlukan dukungan material dan penyediaan sarana (enabling

factors). APD harus tersedia cukup jenis dan jumlahnya, untuk

perlindungan seluruh atau sebagian tubuh (Analia Refsi Yusnita,

2017:22).

Page 20: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

26

c. Informasi

Informasi bisa menjadi fungsi penting dalam membantu

mengurangi rasa cemas pada seseorang. Semakin banyak memiliki

informasi dapat mempengaruhi atau menambah pengetahuan terhadap

seseorang dan dengan pengetahuan tersebut bisa menimbulkan

kesadaran yang akhirnya seseorang itu akan berperilaku sesuai dengan

pengetahuan yang dimilikinya. Salah satu sumber utama dari

pembentukan sikap adalah informasi kognitif terkait dengan target

sikap. Sikap individu terbentuk berdasar pada informasi mengenai

tindakan yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan target sikap.

Pemberian informasi ini dapat dilakukan secara tertulis melalui

brosur, spanduk, dan surat kabar, maupun secara lisan melalui seminar

atau pelatihan dengan tujuan mengubah sikap tenaga kesehatan

melalui proses kognitif. Melalui pelatihan dapat diberikan informasi

yang dibutuhkan tenaga kesehatan terkait dengan kesehatan dan

keselamatan kerja (Analia Refsi Yusnita, 2017:23)

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat

terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu

untuk berperilaku sehat tetapi tidak melakukannya (Notoatmodjo, 2010:60).

a. Pengawasan

Pengawasan termasuk segala usaha penegakan peraturan yang

harus dipatuhi dan salah satu cara guna meningkatkan keselamatan

kerja. Tujuan utama pengawasan untuk mencari umpan balik yang

Page 21: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

27

selanjutnya dapat dilakukan perbaikan. Pengawasan dapat dilakukan

melalui kunjungan langsung atau observasi terhadap obyek yang

diamati, melalui analisis terhadap laporan yang masuk, melalui

kumpulan data atau informasi yang khusus ditujukan terhadap obyek

pengawasan (Analia Refsi Yusnita, 2017:24).

b. Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin “Moreve” yang berarti

dorongan dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku yang

tidak terlepas dari kebutuhan, yaitu suatu potensi dalam diri manusia

yang perlu ditanggapi atau direspon (Analia Refsi Yusnita, 2017:22).

c. Kebijakan Rumah Sakit

Kebijakan rumah sakit terkait limbah medis merupakan salah

satu faktor pendukung pembentukan perilaku. Adanya peraturan yang

disosialisasikan akan berpengaruh terhadap petugas sehingga mereka

menjadi lebih mematuhi peraturan yang ada (Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 432 tahun 2007 tentang Pedoman Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) di rumah sakit).

d. Hukum

Hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu atau

kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan.

Hukuman tidak hanya berorientasi untuk menghukum tenaga kesehatan

yang melanggar peraturan melainkan sebagai kontrol terhadap

lingkungan kerja sehingga terlindungi dari kecelakaan kerja.

Penghargaan adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada

Page 22: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

28

individu atau kelompok dengan tujuan mengembangkan, mendukung

dan memelihara perilaku yang diharapkan. Jika digunakan sebagaimana

mestinya, penghargaan dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan

optimisme dalam diri si penerimanya (Analia Refsi Yusnita analisis,

2017:25).

F. Pengertian Limbah Padat Medis

Menurut WHO (2014) limbah infeksius adalah bahan yang diduga

mengandung patogen (bakteri, virus, parasit atau jamur) dengan konsentrasi atau

kuantitas yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada host yang rentan.

Limbah padat medis adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,

limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah

kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan

kandungan logam berat yang tinggi (Kementrian Kesehatan RI Nomor 1204,

2004). Klasifikasi limbah medis :

Tabel 2.1

Klasifikasi Limbah Medis

No

Kategori

Limbah

Definisi

Contoh Limbah yang

Dihasilkan

1. Infeksius Limbah yang terkontaminasi

organisme patogen (bakteri, virus,

parasit, atau jamur) yang tidak secara

rutin ada lingkungan dan organisme

tersebut dalam jumlah dan virulensi

yang cukup untuk menularkan penyakit

pada manusia rentan.

Kultur laboratorium,

limbah dari bangsal isolasi,

kapas, materi, atau peralatan

yang tersentuh pasien yang

terinfeksi, ekskreta.

2. Patologis Limbah berasal dari pembiakan dan

stok bahan yang sangat infeksius,

otopsi, organ binatang percobaan dan

bahan lain yang telah diinokulasi,

terinfeksi atau kontak dengan bahan

yang sangat infeksius.

Bagian tubuh manusia dan

hewan (limbah anatomis),

darah dan cairan tubuh yang

lain, janin.

3. Sitotoksis Terinfeksi atau kontak dengan Dari materi yang

Page 23: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

29

bahan yang sangat infeksius. Limbah

dari bahan yang terkontaminasi dari

persiapan dan pemberian obat sitotoksis

untuk kemoterapi kanker yang

mempunyai kemampuan untuk

membunuh atau mengahambat

pertumbuhan sel hidup.

terkontaminasi pada saat

persiapan dan pemberian

obat, misalnya spuit, ampul,

kemasan, obat

kadaluarsa, larutan sisa,

urin, tinja, muntahan pasien

yang mengandung sitotoksis.

4. Benda

Tajam

Merupakan materi yang dapat

menyebabkan luka iris atau luka tusuk.

Semua benda tajam ini memiliki potensi

bahaya dan dapat menyebabkan cedera

melalui sobekan atau tusukan. Benda-

benda tajam yang terbuang mungkin

terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh,

bahan mikrobiologi, bahan beracun atau

radioaktif.

Jarum suntik, skapel, pisau

gergaji bedah, peralatan infus,

pecahan kaca.

5. Farmasi Limbah farmasi mencakup

produksi farmasi. Kategori ini juga

mencakup barang yang akan di buang

setelah digunakan untuk menangani

produk farmasi, misalnya botol atau

kotak yang berisi residu, sarung

tangan, masker, selang penghubung

darah atau cairan, dan ampul obat.

Obat-obatan, vaksin,

dan serum yang sudah

kedaluarsa, tidak digunakan,

tumpah, dan terkontaminasi,

yang tidak diperlukan lagi.

6. Kimia Mengandung zat kimia yang

berbentuk padat, cair, maupun gas

yang berasal dari aktivitas diagnostik

dan eksperimen serta dari

pemeliharaan kebersihan rumah sakit

dengan menggunakan desinfektan.

Reagent di laboratorium, film

untuk rontgen, desinfektan

yang kadaluarsa atau sudah

tidak diperlukan lagi, solven.

7. Radioaktif Bahan yang terkontaminasi dengan

radioisotope yang berasal dari

penggunaan medis atau riset radio

nukleida. Limbah ini dapat berasal dari:

tindakan kedokteran nuklir, radio

immunoassay dan baakteriologis, dapat

berbentuk padat, cair atau gas.

Cairan yang tidak

terpakai dari radio aktif

atau riset di laboratorium,

peralatan kaca, kertas

absorben yang terkontaminasi,

urin dan ekskreta dari

pasien yang diobati atau

diuji dengan radio nuklida

yang terbuka.

8. Logam

yang

bertekanan

tinggi/berat

Limbah yang mengandung logam

Berat dalam konsetrasi tinggi termasuk

dalam subkategori limbah kimia

berbahaya dan biasanya sangat toksik.

Contohnya adalah limbah merkuri yang

berasal dari bocoran peralatan

kedokteran yang rusak.

Thermometer, alat

pengukur tekanan darah,

residu dari ruang pemeriksaan

gigi, dan sebagainya.

9. Kontainer

Bertekanan

Limbah yang berasal dari berbagai

jenis gas yang digunakan di rumah

sakit.

Tabung gas, kaleng

aerosol yang mengandung

residu, gas cartridge.

Sumber : Kepmenkes RI No.1204 Menkes/SK/X/2004

Page 24: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

30

G. Tata Laksana Penanganan Limbah Medis

Tata laksana penanganan limbah medis pada layanan kesehatan sesuai

dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/

SK/X/2004 yaitu:

1. Pemilahan, pewadahan limbah medis, pemanfaatan kembali dan daur

ulang

Secara umum pemilahan adalah proses pemisahan limbah dari

sumbernya, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1204 Tahun 2004

tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit menjelaskan

bahwa pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang

menghasilkan sampah yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,

limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksik, limbah kimiawi,

limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan

kandungan logam berat yang tinggi (Kementrian Kesahatan RI No.1204

tahun 2004). Berdasarkan Kepmenkes RI No.1204 Menkes/SK/X/2004

tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, pewadahan limbah

medis rumah sakit harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan wadah

dan label, sebagai berikut :

Page 25: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

31

Tabel 2.2

Jenis Wadah dan Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya

No

Kategori

Warna

Kontainer/

Kantong Plastik

Lambang

Keterangan

1.

Radioaktif

Merah

Kantong boks timbal

dengan simbol

radioaktif

2.

Sangat

Infeksius

Kuning

Kantong palstik kuat,

anti bocor atau

kontainer yang dapat

disterilisasi dengan

otoklaf

3.

Infeksius,

patologi

dan

anatomi

Kuning

Plastik kuat dan anti

bocor atau kontainer

4.

Sitotoksik

Ungu

Kontainer plastik kuat

dan anti bocor

5.

Kimia

dan

farmasi

Coklat

-

Kantong plastik atau

kontainer

Sumber : Kepmenkes RI No.1204 Menkes/SK/X/2004

Tempat pewadahan limbah medis padat yaitu : terbuat dari bahan

ringan cukup ringan, tahan karat kdedap air, dan mempunyai permukaan

yang halus pada bagian di dalamnya, disetiap sumber penghasil limbah

harus tersedia tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non

medis, kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3

bagian telah terisi limbah, untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung

pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman,

tempat pewadahan. Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan

Page 26: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

32

sitotoksik yang tidak langsung kontak dengan limbah harus segera

dibersihkan dengan larutan disinfektan apabila akan dipergunakan

kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah dipakai dan kontak

langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.

Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui

sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpel), jarum hipodermik,

syringes, botol gelas, dan kontainer. Alat-alat lain yang dapat

dimanfaatkan kembali setelah melalui sterilisasi adalah radionukleida

yang telah diatur tahan lama untuk radioterapi seperti pins, needles, atau

seeds. Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan

ethylene oxide, maka tanki reactor harus dikeringkan sebelum

dilakukan injeksi ethylene oxide. Oleh karena gas tersebut sangat

berbahaya maka sterilisasi harus dilakukan oleh petugas yang terlatih.

Sedangkan sterilisasi dengan glutaraldehyde lebih aman dalam

pengoperasiannya tetapi kurang efektif secara mikrobiologi. Upaya khusus

harus dilakukan apabila terbukti ada kasus pencemaran spongiform

encephalopathies.

2. Tempat penampungan sementara dan pengangkutan

Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004, kriteria

penampungan sementara sebagai berikut :

a. Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di

lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24

jam.

Page 27: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

33

b. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah

medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan

rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator

untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam

apabila disimpan pada suhu ruang.

Kesehatan RI No. 1204 MenKes/SK/X/2004 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, yaitu:

a. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan

pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan

tertutup.

b. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia

maupun binatang.

c. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan Alat

Pelindung Diri (APD) (Kementrian Kesahatan RI Nomor 1204

Tahun 2004) terdiri dari : Topi/helm, Masker, Pelindung mata,

Pakaian panjang (coverall), Apron untuk industri, Pelindung

kaki/sepatu boot, Sarung tangan khusus.

3. Pengolahan Limbah Medis

a. Limbah infeksius dan benda tajam

1) Agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan

pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini

mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara

disinfeksi.

Page 28: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

34

2) Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila

memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah

infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam.

3) Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke

tempat pembuangan 83 atau dibuang ke landfill jika residunya

sudah aman.

b. Limbah Farmasi

1) Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan

insinerator pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary kiln, dikubur

secara aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah

atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan

fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi

dalam drum logam, dan inersisasi.

2) Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan

kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan

tidak memungkinkan dikembalikan supaya dimusnahkan

melalui insinerator pada suhu di atas 1.000 °C.

c. Limbah Sitotoksis

1) Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang

dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum.

2) Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke

perusahaan penghasil atau distributornya, insinerasi pada suhu

tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan

kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan

Page 29: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

35

ke distributor apabila tidak ada insinerator dan

diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kedaluarsa atau

tidak lagi dipakai.

3) lnsinerasi pada suhu tinggi sekitar 1.200°C dibutuhkan

untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. lnsinerasi pada

suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya

ke udara.

4) lnsinerator pirolitik dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada

suhu 1.200°C dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau

suhu 1.000°C dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua

sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi dengan penyaring

debu.

5) lnsinerator juga harus dilengkapi dengan peralatan pembersih

gas. lnsinerasi juga memungkinkan dengan rotary kiln

yang didesain untuk dekomposisi panas limbah

kimiawi yang beroperasi dengan baik pada suhu di atas 850°C.

6) lnsinerator dengan satu tungku atau pembakaran terbuka tidak

tepat untuk pembuangan limbah sitotoksis.

7) Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksik

menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak hanya

untuk residu obat tapi juga untuk pencucian tempat urin,

tumpahan dan pakaian pelindung.

8) Cara kimia relatif mudah dan aman meliputi oksidasi oleh

kalium permanganat (KMn04) atau asam sulfat

Page 30: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

36

(H2S04), penghilangan nitrogen dengan asam bromida, atau

reduksi dengan nikel dan aluminium.

9) lnsinerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi

yang sempurna untuk pengolahan limbah, tumpahan atau

cairan biologis yang terkontaminasi agen antineoplastik. Oleh

karena itu, rumah sakit harus berhati-hati dalam menangani

obat sitotoksik.

10) Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia,

kapsulisasi atau inersisasi dapat dipertimbangkan sebagai cara

yang dapat dipilih.

d. Limbah Bahan Kimiawi

1) Pembuangan Limbah Kimia Biasa yang tidak bisa didaur ulang

seperti gula, asam amino, dan garam tertentu dapat dibuang ke

saluran air kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus

memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada

seperti bahan melayang, suhu, dan pH.

2) Pembuangan Limbah Kimia Berbahaya Dalam Jumlah Kecil

Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti

residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang

dengan insinerasi pirolitik, kapsulisasi, atau ditimbun

(landfill).

3) Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak

ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah untuk

limbah berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat

Page 31: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

37

bahaya yang dikandung oleh limbah tersebut. Limbah tertentu

yang bisa dibakar seperti banyak bahan pelarut dapat

diinsinerasi. Namun bahan pelarut dalam jumlah besar seperti

pelarut halogenida yang mengandung klorin atau florin tidak

boleh diinsinerasi kecuali insineratornya dilengkapi dengan

alat pembersih gas.

4) Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia

berbahaya tersebut ke distributornya yang akan menanganinya

dengan aman, atau dikirim ke negara lain yang mempunyai

peralatan yang cocok untuk mengolahnya.

e. Limbah dengan Kandungan Logam Berat Tinggi

1) Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak

boleh dibakar atau diinsinerasi karena berisiko

mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh

dibuang ke landfill karena dapat mencemari air tanah.

2) Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara

yang mempunyai fasilitas pengolah limbah dengan

kandungan logam berat tinggi. Bila tidak memungkinkan,

limbah dibuang ke tempat penyimpanan yang aman

sebagai pembuangan akhir untuk limbah industri yang

berbahaya. Cara lain yang paling sederhana adalah

dengan kapsulisasi kemudian dilanjutkan dengan

landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang

dengan limbah biasa.

Page 32: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

38

f. Kontainer Bertekanan

1) Cara yang terbaik untuk menangani limbah

kontainer bertekanan adalah dengan daur ulang

atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi

utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian

ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan

dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah

bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya.

2) Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan

adalah pembakaran atau insinerasi karena dapat meledak.

a) Kontainer yang masih utuh

Kontainer-kontainer yang harus dikembalikan ke

penjualnya adalah: tabung atau silinder nitrogen

oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan

anestesi. Tabung atau silinder etilin oksida yang

biasanya disatukan dengan peralatan sterilisasi. Tabung

bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen,

karbon dioksida, udara bertekanan, siklopropana, hidrogen,

gas elpiji, dan asetilin.

b) Kontainer yang sudah rusak

Kontainer yang rusak tidak dapat diisi ulang harus

dihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru

dibuang ke landfill.

Page 33: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

39

c) Kaleng aerosol

Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan

dibuang bersama dengan limbah biasa dalam kantong

plastik hitam dan tidak untuk dibakar atau diinsinerasi.

Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong

kuning karena akan dikirim ke insinerator. Kaleng

aerosol dalam jumlah banyak sebaiknya dikembalikan

ke penjualnya atau ke instalasi daur ulang bila ada.

g. Limbah radioaktif

1) Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam

kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut

peraturan, infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang

terlatih.

2) Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radioaktif yang

terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus

menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang

radiasi.

3) Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan

radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.

4) lnstrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk

monitoring dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang

baik akan menjamin pelacakan limbah radioaktif

dalam pengiriman maupun pembuangannya dan selalu

diperbarui datanya setiap waktu.

Page 34: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

40

5) Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah

berdasarkan ketersediaan pilihan cara pengolahan,

pengkondisian, penyimpanan, dan pembuangan. Setelah

pemilahan, setiap kategori harus disimpan terpisah dalam

kontainer, dan kontainer limbah tersebut harus :Secara jelas

diidentifikasi, ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan

sesuai dengan kandungan limbah, dapat diisi dan dikosongkan

dengan aman, Kuat dan saniter. lnformasi yang harus dicatat

pada setiap kontainer.

6) Kontainer untuk limbah padat harus dibungkus dengan

kantong plastik transparan yang dapat ditutup dengan isolasi

plastik.

7) Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan

persyaratan teknis dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku (PP Nomor 27 Tahun 2002) dan kemudian

diserahkan kepada BATAN untuk penanganan lebih

lanjut atau dikembalikan kepada negara distributor. Semua

jenis limbah medis termasuk limbah radioaktif tidak boleh

dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah domestik

(landfill) sebelum dilakukan pengolahan terlebih dahulu

sampai memenuhi persyaratan.

Page 35: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

41

H. Pengaruh Limbah Rumah Sakit terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Menurut Wahyu Widawati, 2017:43 pengaruh limbah medis rumah sakit

terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah

seperti:

1. Gangguan kenyamanan dan estetika

Pengelolaan limbah medis yang kurang baik dapat menyebabkan

estetika lingkungan yang kurang sedap dipandang sehingga mengganggu

kenyamanan pasien, petugas, pengunjung serta masyarakat sekitar. Ini

berupa warna yang berasal dari larutan bahan kimia dan bau phenol.

2. Kerusakan harta benda

Dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang terlarut (korosif,

reaktf, yang dapat menimbulkan karat), air yang berlumpur dan sebagainya

yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar lingkungan layanan

kesehatan maupun masyarakat luar.

3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang

Ini dapat disebabkan oleh residu bahan farmasi yang mengandung

antibiotik dan antiseptik, zat kimia seperti fenol, logam berat seperti merkuri

dan lain-lain.

4. Gangguan terhadap kesehatan manusia

Limbah medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia

beracun, buangan yang terkena kontaminasi serta benda-benda tajam dapat

menimbulkan gangguan kesehatan berupa kecelakaan akibat kerja atau

penyakit akibat kerja. Penyakit HIV/AIDS dan Hepatitis B dan C terjadi

melalui cidera akibat jarum suntik yang terkontaminasi dengan darah

Page 36: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

42

manusia. Bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi dapat

menimbulkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja (peledakan,

cidera) yang mengancam jiwa bagi tenaga kesehatan. Limbah medis dapat

menjadi wahana penyebaran mikroorganisme pembawa penyakit melalui

proses infeksi silang, dari petugas ke pasien ataupun dari pasien ke petugas,

yang dikenal dengan nama infeksi nosokomial. Ini dapat disebabkan oleh

berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, senyawa logam

seperti hydrargyrum (Hg). Cadmium (cd), dan plumbum (Pb) yang berasal

dari bagian kedokteran gigi. Keracunan air raksa atau hydrargyrum (Hg)

menimbulkan gejala susunan syaraf pusat seperti tremor, konvulsi, pikun,

insomnis, gangguan pencernaan dan kulit seperti dermatitis dan ulcer.

Keracunan cadmiium (Cd) akut akan menyebabkan gejala pencernaan,

penyakit ginjal dan fase lanjut menyebabkan pelunakan tulang dan patah

(fraktur) tulang punggung. Keracunan plumbum (Pb) atau timbal

menyebabkan gangguan pencernaan dan susunan saraf pusat. Bahan

radioaktif seperti radium mempunyai sifat kimia seperti kalsium, oleh

karena itu mempunyai kecenderungan untuk terabsorbsi ke dalam tulang

jika masuk ke dalam tubuh sehingga dapat mengganggu kesehatan.

5. Gangguan genetik dan reproduksi

Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara

pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau

kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida dan

bahan radioaktif.

Page 37: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

43

I. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi dari Lawrence Green dalam Notoadmodjo, 2010

Faktor Predisposisi

(Predisposing Factors) :

1. Pengetahuan

2. Sikap

3. Tingkat Pendidikan

4. Keyakinan

5. Nilai

6. Sosial Ekonomi

Faktor Pendorong

(Reinforcing Factor):

1. Pengawasan

2. Motivasi

3. Kebijakan rumah sakit

4. Hukum

Faktor Pendukung

(Enabling Factors):

1. Ketersediaan

Fasilitas

2. Informasi tentang

APD

Penggunaan Alat

Pelindung Diri

(APD)

Page 38: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAANrepository.poltekkes-tjk.ac.id/511/4/6. BAB II.pdf · membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya : dapat membedakann nyamuk

44

J. Kerangka Konsep

Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek sudah memiliki

ketersediaan fasilitas, informasi Alat Pelindung Diri (APD), kebijakan rumah

sakit, dan hukum. Oleh karena itu dalam penelitian ini variabel independen yang

akan diteliti yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, dan tingkat

pendidikan). Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

K.

L.

M.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi :

1. Pengetahuan

2. Sikap

3. Tingkat

pendidikan

Penggunaan Alat

Pelindung Diri (APD)