BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38311/3/BAB II.pdftidak...
-
Upload
nguyenkhanh -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
Transcript of BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38311/3/BAB II.pdftidak...
7
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Rosella (2015) meneliti tentang pengaruh persepsi atas PP nomor 46 tahun
2013 terhadap kepatuhan wajib pajak di wilayah Surabaya dan Sidoarjo.
Penelitian ini menggunakan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen,
dan persepsi keadilan perpajakan, persepsi kemudahan perpajakan, dan persepsi
kesederhanaan perpajakan sebagai variabel independen. Hasilnya menunjukkan
bahwa persepsi keadilan pajak dan persepsi kemudahan perpajakan terkait PP
Nomor 46 Tahun 2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
Sedangkan persepsi kesederhanaan perpajakan terkait PP Nomor 46 Tahun 2013
tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.
Imaniati (2016) meneliti tentang pengaruh persepsi wajib pajak tentang
penerapan PP No. 46 Tahun 2013, pemahaman perpajakan, dan sanksi
perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak usaha kecil, dan menengah di kota
Yogyakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95 unit
UMKM, tetapi teknik pengambilan sampel yang digunakan tidak dijelaskan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi wajib pajak tentang penerapan
PP No. Tahun 2013, Pemahaman perpajakan, Sanksi perpajakan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.
Dewi et al. (2015) meneliti tentang persepsi pemilik umkm terhadap
penerapan peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2013 di Kabupaten Buleleng.
Peneliti ini menggunakan analisis pemungutan pajak menurut Adam Smith yaitu
8
asas conconvienience, asas efficiency, asas certainty dan asas equality. Hasil
dari penelitian ini bahwa mayoritas responden setuju jika PP No. 46 Tahun 2013
ini telah memenuhi asas convenience dan asas efficiency. Sedangkan mayoritas
responden masih merasa ragu-ragu bahwa peraturan ini telah memenuhi asas
certainty dan mayoritas responden menyatakan tidak setuju jika peraturan ini
telah memenuhi asas equality. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa
masih banyak masyarakat yang tidak setuju atas penerapan PP No. 46 Tahun
2013, karena masyarakat menilai dalam peraturan ini tidak mempertimbangkan
usaha tersebut untung atau rugi.
Yefni et al. (2017) meneliti tentang government regulation 46/2013 as
income tax income facility. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat perbedaan
penerimaan pajak sebelum dan sesudah pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 tahun 2013 pada UMKM yang terdaftar di STO Pekanbaru Senapelan.
Penelitian ini menggunakan data sebelum penerapan peraturan pada Januari
2011-Juni 2013, dan sesudah penerapan peraturan pada Juli 2013 – Desember
2015.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan nasional melalui
pajak penghasilan pasal 4 (2).
Review penelitian terdahulu dalam bentuk table 2.1 sebagai berikut:
No. Nama dan
Tahun
Penelitian
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil
Penelitian
1. Rosella
(2015)
Pengaruh
Persepsi Atas
PP Nomor 46
Tahun 2013
Variabel
Independen:
(X1) persepsi
keadilan
Persepsi
keadilan dan
persepsi
kemudahan
9
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
perpajakan,
(X2) persepsi
kemudahan
perpajakan,
(X3) persepsi
kesederhanaan
perpajakan.
Variabel
Dependen:
Kepatuhan
kepatuhan
wajib pajak.
perpajakan
terkait PP
Nomor 46
Tahun 2013
berpengaruh
positif
terhadap
tingkat
kepatuhan
wajib pajak.
Sedangkan
persepsi
kesederhanaan
perpajakan
terkait PP
Nomor 46
Tahun 2013
tidak
berpengaruh
terhadap
tingkat
kepatuhan
wajib pajak.
2. Imaniati
(2016)
Pengaruh
Persepsi Wajib
Pajak Tentang
Penerapan PP
No. 46 Tahun
2013,
Pemahaman
Perpajakan,
Dan Sanksi
Perpajakan
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
Usaha Mikro,
Kecil, Dan
Menengah
Variabel
Independen:
(X1) Persepsi
wajib pajak
tentang PP No.
46 Tahun 2013,
(X2)
Pemahaman
perpajakan,
(X3) Sanksi
perpajakan.
Variabel
Dependen: (Y)
Kepatuhan
kepatuhan
wajib pajak.
Persepsi wajib
pajak tentang
penerapan PP
No. 46 Tahun
2013,
pemahaman
perpajakan,
dan sanksi
perpajakan
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
kepatuhan
wajib pajak
UMKM di
10
Kota
Yogyakarta.
3. Dewi et al.
(2015)
Persepsi
Pemilik
UMKM
Terhadap
Penerapan
Peraturan
Pemerintah
Nomor 46
Tahun 2013 Di
Kabupaten
Buleleng.
Variabel
Independen:
(X1) asas
convenience,
(X2) asas
efficiency, (X3)
asas certainty,
(X4) asas
equality.
Variabel
Dependen:
Penerapan
Peraturan
Pemerintah
Nomor 46
Tahun 2013.
Mayoritas
responden
setuju jika PP
No. 46 tahun
2013 telah
memenuhi
asas
convenience
dan asas
efficiency.
Sedangkan
mayoritas
responden
masih merasa
ragu-ragu
bahwa
peraturan ini
telah
memenuhi
asas certainty
dan mayoritas
responden
menyatakan
tidak setuju
jika peraturan
ini telah
memenuhi
asas equality.
4. Yefni et al.
(2017)
Government
Regulation
46/2013 As
Income Tax
Income
Facility.
Variabel
Independen:
(X1)
Government
regulation
46/2013.
Variabel
Dependen: (Y)
Peraturan
Pemerintah
46/2013dapat
digunakan
untuk
meningkatkan
pendapatan
nasional
melalui pajak
11
National
Income.
penghasilan
pasal 4 (2).
B. Teori dan Kajian Pustaka
1. Teori Atribusi
Teori atribusi pertamakali dicetuskan oleh Fritz Heider, teori atribusi
merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi
adalah sebuah percobaan untuk menentukan apakah perilaku seseorang
individu disebabkan dari internal atau eksternal (Robbins, 2015:104). Pada saat
mengamati perilaku seseorang individu, kita mencoba menetukan apakah itu
disebabkan dari internal atau eksternal. Penyebab internal misalnya sifat,
karakter, sikap, dan sebagainya ataupun eksternal misalnya tekanan situasi atau
keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh terhadap perilaku individu
yang sifatnya memaksa.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori atribusi karena peneliti
akan melakukan studi empiris untuk melihat bagaimana pengaruh pemahaman
perpajakan, persepsi keadilan perpajakan, persepsi kemudahan perpajakan, dan
kesederhanaan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.
2. Pajak
a. Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
12
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan
(Waluyo, 2011:2).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pajak merupakan iuran
wajib yang harus dibayar oleh wajib pajak pribadi maupun badan menurut
undang-undang yang ditetapkan, dan hasil dari penerimaan pajak tersebut
akan digunakan untuk penyelenggaraan pembangunan negara.
Menurut Resmi (2016:2) terdapat beberapa ciri-ciri yang melekat pada
pengertian pajak:
1) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang dan
aturan pelaksanaannya.
2) Pada pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3) Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk
investasi pemerintah.
b. Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan
negara) dan fungsi regularend (pengatur) ( Resmi, 3:2016) .
1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
13
Pajak memiliki fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah
satu sumbert penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran,
baik rutin ataupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara,
pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk
kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan upaya ekstensifikasi dan
intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan
berbagai jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas barang Mewah
(PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PPB), dan sebagainya.
2) Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi regularend, artinya pajak sebagai alat
untuk mengatur atau menjalankan kebijakan pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar
bidang keuangan. Berikut beberapa contok penerapan pajak sebagai
fungsi pengatur:
a) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBm), terjadi saat
transaksi jual beli barang yang tergolong mewah. sehingga
semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin
tinggi dan harga barang tersebut menjadi sangat mahal.
Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-
lomba untuk mengonsumsi barang mewah tersebut.
b) Tarif pajak progresi dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan
agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan
14
kontribusi yang tinggi terhadap perpajakan agar terjadi
pemerataan pendapatan.
c) Tarig pajak ekspor sebesar 0%, dimaksudkan agar para
pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar
dunia sehingga memperbesar devisa negara.
d) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil
industri tertentu, seperti industri semen, industri kertas, industri
baja, dan sebagainya. Dimaksudkan agar terdapat penekanan
produksi industri tersebut karena dapat mengganggu
lingkungan,
e) Pengenaan pajak 1% bersifat final untuk kegiatan usaha dan
batas peredaran usaha tertentu, dimaksudkan untuk
penyederhanaan perhitungan pajak.
f) Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik
investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia.
c. Jenis – Jenis Pajak
Jenis pajak dikelompokkan menjadi 3 bagian (Halim, 2016:5).
1) Pajak Menurut Golongan
a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung sendiri oleh
Wajib Pajak dan pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada
pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
15
b) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain. Contohnya: Pajak Pertambahan
Nilai (PPN).
2) Pajak Menurut Sifatnya
a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya dan selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam
arti memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya: Pajak
Penghasilan.
b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berdasarkan objeknya tanpa
memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya: Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
3) Pajak Menurut Lembaga Pemungutannya
a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contohnya: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah terdiri atas
pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.
c) Pajak Provinsi, terdiri atas: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.
16
d) Pajak Kabupaten/Kota, tediri dari Pajak Hotel, Pajka Restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak
Mineral bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir dan Pajak Air
Tanah.
d. Asas-Asas Pemungutan Pajak
Asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Adam Smith
dalam buku An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of nations
(Waluyo, 2011:13), menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya
didasari pada asas-asas berikut.
1) Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak
dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan
kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan
manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak
menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding
dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta.
2) Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang.Oleh
karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti
besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu
pembayaran.
17
3) Convenience
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai
dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. Contohnya:
pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan.
4) Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan
kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimal mungkin,
demikian pula beban yang ditanggung Wajib Pajak.
3. Pajak Penghasilan (PPh) Final
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 46 menyatakan
bahwa pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan
perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas. Sedangkan
pajak penghasilan yang bersifat final artinya pajak penghasilan yang
pengenaannya sudah final (berakhir) sehingga tidak dapat dikreditkan
(dikurangkan) dari total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun pajak
(Waluyo, 137:2011).
Waluyo (2011:137) menyatakan bahwa pajak penghasilan bersifat final
dikelompokkan sebagai berikut.
a. PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima/ diperoleh Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu.
b. PPh Pasal 15 UU PPh untuk usaha tertentu.
c. PPh Pasal 4 ayat (2) UU PPh.
18
4. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 berisi tentang pajak
penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib
pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1)
peraturan ini mengatur tentang penghasilan dari usaha yang diterima atau yang
diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final.Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) tarif pajak
penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 adalah
1% (satu persen).
5. Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak sebenarnya menyangkut sejauah mana wajib pajak
memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai aturan perpajakan yang berlaku.
Menurut Gunadi (2005:14) pengetian kepatuhan wajib pajak adalah wajib
pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai
dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi
seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum
maupun administrasi.
6. Persepsi
Asori (2009:214) menjelaskan pengertian persepsi sebagai proses individu
dalam menginterprestasikan, mengorganisasikan dan memberi makna terhadap
stimulus yang berasal dari lingkungan dimana individu itu berada yang
merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman. Sedangkan menurut
Robbins (2015:103) persepsi (perception) adalah sebuah proses individu
19
mengorganisasikan dan menginterprestasikan kesan sensorik untuk
memberikan pengertian pada lingkungannya. Berdasarkan penjelasan diatas
pengertian persepsi adalah tanggapan secara langsung yang diberikan oleh
individu atas segala sesuatu yang dirasakan oleh indra yang dimiliki terhadap
lingkungan sekitar.
7. Persepsi Pemahaman Perpajakan
Pengertian pemahaman dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2005),
diartikan sebagai proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan. Wajib
Pajak yang tidak memahami tentang peraturan perpajakan otomatis tidak akan
taat dalam kewajiban perpajakan. Maka dari itu, semakin paham Wajib Pajak
terhadap perpajakan akan meningkatkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
8. Persepsi Keadilan perpajakan
Keadilan perpajakan sesuai dengan perundang-undangan yang dimaksud
adil diantaranya adalah mengenakan pajak secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam
pelaksanaannya yaitu dengan memberikan hak kepada wajib pajak untuk
mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran, dan mengajukan
banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak (Mardiasmo, 2011:2).
9. Persepsi Kemudahan perpajakan
Kemudahan perpajakan dalam penelitian ini diartikan sebagai wajib pajak
tidak merasa kesulitan dalam melakukan urusan perpajakan seperti dalam
perhitungan, penyetoran, pelaporan, dan dalam pembuatan SKB (Surat
Keterangan Bebas, maupun dalam mendapatkan dan menghapus NPWP.
20
10. Persepsi Kesederhanaan perpajakan
Kesederhanaan perpajakan didalam penelitian ini diartikan sebagai
kemudahan wajib pajak dengan peraturan perpajakan, salah satunya dengan
penyederhanaan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga menjadikan
wajib pajak patuh terhadap peraturan.
11. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 medefinisikan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai berikut:
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/ atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar.
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian langsung maupun tidak langsung dari
usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
21
Kriteria UMKM dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah aset dan
omset yang dimiliki masing-masing usaha yaitu sebagai berikut (Tanjung,
2016:90):
a) Usaha Mikro, aset maksimal Rp50 juta, dan omset maksimal Rp300
juta.
b) Usaha Kecil, aset >Rp50 juta-Rp500 juta, dan omset >Rp300 juta-
Rp2,5 miliar.
c) Usaha Menengah, aset >Rp500 juta-Rp 1miliar, dan omset >Rp2,5
miliar-Rp50 miliar.
C. Perumusan Hipotesis
- Pengaruh persepsi pemahaman perpajakan terkait penerapan PP Nomor 46
Tahun 2013 terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.
Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia menurut wajib pajak
untuk memenuhi kewjibannya sendiri, yaitu dengan cara mendaftarkan diri,
menghitung, membayar, dan melapor. Maka dari itu apabila pemahaman
wajib pajak akan perpajakan tinggi akan meningkatkan keppatuhan wajib
pajak. Apabila wajib pajak memahami fungsi pajak akan meningkatkan
kepatuhan, karena sistem yang berlaku adalah sistem self assessment
(Mangoting dan Jotopurnomo, 2013). Pemahaman adalah proses,
perbuatan, dan cara memahami, sedangkan perpajakan merupakn perihal
pajak. Pemahaman perpajakan adalah bagaimana proses, perbuatan, dan
cara memahami perihal pajak. Penilaian positif wajib pajak terhadap
pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakkan masyarakat
22
untuk memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Maka dari itu
pemahaman wajib pajak mengenai perpajakan sangat diperlukan guna
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tene et al (2017), pemahaman perpajakan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM di kota Yogyakarta.
H1: Pemahaman perpajakan terkait penerapan PP No. 46 Tahun 2013
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.
- Pengaruh persepsi keadilan perpajkan terkait penerapan PP Nomor 46 Tahun
2013 terhadap kepatuhan wajib pajak.
Keadilan mengacu pada sikap yang tidak sewenang-wenang atau tidak
berat sebelah terhadap perilaku yang tidak sesuai dari individu tentang
pajak. Agar peraturan perpajakan dapat dipatuhi, maka beban pajak harus
sesuai dengan kewajibannya. Persepsi masyarakat mengenai keadilan
sistem perpajakan yang berlaku di suatu daerah sangat mempengaruhi
pelaksanaan perpajakan yang baik di daerah tersebut. Persepsi masyarakat
akan mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak dan perilaku penghindaran
pajak. Masyarakat akan cenderung tidak patuh dan menghindari kewajiban
pajak jika merasa sistem pajak yang berlaku tidak adil.
Penelitian yang dilakukan oleh Sariati dan Susi (2017) tentang
pengaruh persepsi keadilan dan persepsi kemudahan perpajakan terhadap
kepatuhan wajib pajak kelompok UMKM pasca penetapan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 pada KPP Pratama Sawahan Surabaya.
Menunjukkan bahwa persepsi keadilan perpajakan memiliki pengaruh yang
23
signifikan terhadp tingkat kepatuhan wajib pajak. Kebijakan atau kegiatan
yang bisa menimbulkan persepsi, bahwa pajak itu adil bagi semua orang
akan sangat membantu menyadarkan wajib pajak untuk memenuhi
kewajiban untuk membayar pajak. Sehingga semakin tinggi tingkat
keadilan perpajakan di suatu daerah maka akan semakin tinggi pula tingkat
kepatuhan wajib pajak.
H2: persepsi keadilan perpajakan terkait penerapan PP Nomor 46 Tahun
2013 berpengaruh berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
- Pengaruh persepsi kemudahan perpajakan dan kesederhanaan perpajakn
terkait penerapan PP No.46 Tahun 2013 terhadap kepatuhan wajib pajak
UMKM.
Kemudahan adalah sesuatu yang dapat mempermudah dan
memperlancar usaha. Kemudahan perpajakan merupakan sesuatu yang dapat
mempermudah dan memperlancar dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
Noza (2016) kemudahan membayar pajak berpengaruh secara signifikan
terhadap kepatuhan wajib pajak. Kemudahan dalam membayar pajak mampu
meningkatkan kemauan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya (Norsain dan Yasid, 2014). Kemudahan perpajakan yang
ditetapkan pemerintah dalam penghitungan, penyetoran, dan pelaporan
merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kepatuhan wajib
pajak. Kemudahan perpajakan yang dirasakan oleh wajib pajak sangat
menentukan seberapa besar wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
24
perpajakan. Semakin baik kemudahan perpajakan yang dirasakan oleh wajib
pajak, maka semakin tinggi tingkat keinginan untuk membayar pajak.
H3: Persepsi kemudahan perpajaka terkait penerapan PP No. 46 Tahun 2013
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak pemilik UMKM.
- Pengaruh persepsi kesederhanaan perpajakn terkait penerapan PP No.46
Tahun 2013 terhadap kepatuhan Wajib Pajak pemilik UMKM.
Ketentuan perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
meningkatkan kepatuhan wajib pajak, salah satunya dengan memberikan
kesederhanaan perpajakan dalam penghitungan, penyetoran, dan pelaporan.
Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 terdapat
penyederhanaan tarif yaitu dengan ditetapkannya tarif final sebesar 1% dari
peredaran bruto. Dengan penetapan tarif tersebut untuk memberikan
kemudahan bagi wajib pajak dan meningkatkan kesadaran bagi wajib pajak
untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Nurpratiwi (2013) berdasarkan asas
convenience bahwa kesederhanaan perpajakan dinyatakan dapat
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Kesederhanaan perpajakan yang
ditetapkan dengan tujuan untuk mempermudah pelaporan kewajiban
perpajakan dapat diterima oleh masyarakat dengan baik. Sehingga dengan
semakin sederhana sistem perpajakan yang diterapkan maka dapat
meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
H4: Persepsi kesederhanaan perpajakan terkait penerapan PP No. 46 tahun
2013 berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak pemilik UMKM.
25
D. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
H4
H3
H2
H1
Kepatuhan Wajib
Pajak Pemilik
UMKM (Y)
Persepsi kemudahan
perpajakan terkait
penerapan PP Nomor 46
Tahun 2013 (X3)
Persepsi keadilan
perpajakan terkait
penerapan PP Nomor 46
Tahun 2013 (X2)
Pemahaman perpajakan
terkait penerapan PP
Nomor 46 Tahun 2013
(X1)
Persepsi kesederhanaan
perpajakan terkait
penerapan PP Nomor 46
Tahun 2013 (X4)