BAB II Sitasi _edit

54
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Kasus Berdasarkan Sasaran Belajar yang Mengacu pada Pustaka yang Relevan dengan Kasus 1. Aspek Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Masyarakat Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Masyarakat (PEPKM) meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian atas kegiatan atau program yang diadakan. Proses dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian diadakan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan yang dilakukan sebagai berikut: a. Perencanaan Perencanaan yang dilakukan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan didasarkan pada 10 langkah dalam PEPKM. Sepuluh langkah tersebut meliputi mengenal dan menetapkan masalah, analisis masalah secara edukatif, menentukan sasaran kegiatan, tujuan kegiatan, strategi kegiatan, menentukan isi/materi kegiatan, metode dan tempat kegiatan, menentukan media yang dipakai dalam kegiatan, menyusun rencana jadwal kegiatan, dan membuat rencana penilaian. Sepuluh langkah tersebut dapat dilakukan suatu 5

Transcript of BAB II Sitasi _edit

Page 1: BAB II Sitasi _edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Kasus Berdasarkan Sasaran Belajar yang Mengacu pada Pustaka yang Relevan dengan Kasus

1. Aspek Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Masyarakat

Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Masyarakat

(PEPKM) meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian atas kegiatan

atau program yang diadakan. Proses dari perencanaan, pelaksanaan, dan

penilaian diadakan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan yang

dilakukan sebagai berikut:

a. Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan dalam bentuk pendidikan dan

pelatihan didasarkan pada 10 langkah dalam PEPKM. Sepuluh

langkah tersebut meliputi mengenal dan menetapkan masalah, analisis

masalah secara edukatif, menentukan sasaran kegiatan, tujuan

kegiatan, strategi kegiatan, menentukan isi/materi kegiatan, metode

dan tempat kegiatan, menentukan media yang dipakai dalam kegiatan,

menyusun rencana jadwal kegiatan, dan membuat rencana penilaian.

Sepuluh langkah tersebut dapat dilakukan suatu kegiatan yaitu

pendidikan dan pelatihan yang mana kegiatan tersebut

diselenggarakan di salah satu tempat yang disebut juga Salimbada.

Pendidikan dan pelatihan yang direncanakan bertujuan agar sasaran

kegiatan memiliki keterampilan dan perubahan dalam sikap dan

tindakan.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan yang akan dilakukan disesuaikan dengan perencanaan

yang telah ditetapkan. Pelaksanaan yang dilakukan dalam bentuk

pendidikan dan pelatihan.

5

Page 2: BAB II Sitasi _edit

6

c. Penilaian

Penilaian dapat dilakukan setelah pelaksanaan dijalankan dalam

jangka waktu tertentu. Penilaian dilakukan ada 2 cara yaitu penilaian

selama kegiatan berlangsung dan penilaian setelah kegiatan selesai

dilaksanakan. Penilaian selama kegiatan berlangsung disebut juga

penilaian formatif atau monitoring. Evaluasi ini dilakukan untuk

melihat apakah pelaksanaan kegiatan yang dijalankan sesuai dengan

perencanaan penanggulangan masalah yang telah disusun sehingga

dapat diketahui perkembangan hasil yang akan dicapai.

Penilaian setelah kegiatan selesai dilaksanakan disebut juga

penilaian sumatif atau penilaian akhir kegiatan. Dilakukan setelah

melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang dilakukan sehingga

dapat diketahui apakah tujuan/target dalam kegiatan telah tercapai

atau belum.Ahyar. Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat.

Diakses: http://ahyarwahyudi.wordpress.com. Diakses tanggal 14

Oktober 2010.

Evaluasi pendidikan dan pelatihan yang dilakukan pada

umumnya masih bersifat evaluasi dari peserta pelatihan, dengan cara

mengisi kuesioner apakah pelatihan dimaksud sesuai dengan bidang

kerjanya, apakah penyajiannya baik, akomodasi bagus dan

sebagainya. Evaluasi yang dilakukan oleh staf berupa laporan hasil

seminar yang ditujukan kepada perusahaan pada umumnya bernilai

“baik”, dengan harapan staf tadi dapat dikirim lagi ke seminar atau

pelatihan berikutnya. Evaluasi setiap program pelatihan dapat

dilakukan, dengan memperoleh feedback dari peserta, yang dapat

dibagi menjadi 4 (empat) level, sebagai berikut:

1) Evaluasi pada tingkat reaksi (Reaction level)

Evaluasi ini yang diukur dan dinilai adalah reaksi peserta. Dalam

hal ini diukur tingkat kepuasan peserta terhadap program pelatihan

yang diselenggarakan, sehingga dapat dilakukan perbaikan atas

program tersebut.

Page 3: BAB II Sitasi _edit

7

2)Evaluasi pada tingkat pembelajaran (Learning Level)

Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan utama mengukur seberapa

jauh perubahan kompetensi para peserta segera setelah pelatihan

berakhir, sebelum mereka kembali bekerja. Tujuan evaluasi pada

tingkat ini adalah peningkatan kompetensi peserta dalam kelas dan

untuk mengidentifikasikan keberhasilan komponen sistem

pelatihan (metode, materi, dan lain-lain).

3)Evaluasi pada tingkat perilaku dalam pekerjaan (on the job

behavioral level).

Evaluasi pada tingkat ini yang diukur adalah pengaruh program

pelatihan terhadap penerapannya ditempat kerja. Tujuan evaluasi

pada tahap ini adalah perbaikan perilaku peserta dalam pekerjaan.

4) Evaluasi pada tingkat hasil (Result level)

Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur seberapa

jauh peningkatan produktivitas yang dicapai pekerja, serta unit

kerja, setelah mengikuti program pelatihan atau untuk menentukan

apakah manfaat pelatihan lebih tinggi dibanding dengan biaya yang

telah dikeluarkan. Edratna. Evaluasi dan Pelatihan. Diakses:

http://edratna.wordpress.com. Diakses tanggal 14 oktober 2010.

2. Aspek Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat

a. Batasan Pemberdayaan Masayarakat

1) Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan cara dalam

pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Pengertian dari

pemberdayaan masyarakat itu sendiri adalah segala upaya

fasilitasi yang bersifat persuasif dan tidak memerintah yang

bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku dan

kemampuan masyarakat dalam menemukan, merencanakan dan

memecahkan masalah, menggunakan sumber daya atau potensi

yang mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh

Page 4: BAB II Sitasi _edit

8

masyarakat serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang ada

dan hidup di masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan

segala upaya fasilitasi yang bersifat non instruktif (swadaya) untuk

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat (Dinas

Kesehatan. 2007. Modul Penggerakan dan Pemberdayaan Bagi

Kader dan Tokoh Masyarakat. Pemerintah Provinsi Sulawesi

Selatan) (Karsidi, Ravik. 2010. Puskesmas sebagai Pusat

Pemberdayaan Masyarakat. Universitas Sebelas Maret.).

Pemberdayaan sebagai upaya memberikan kontribusi pada

aktualisasi potensi tertinggi kehidupan manusia. Upaya-upaya

pemberdayaan masyarakat dapat dilihat sebagai peletakan sebuah

tatanan sosial dimana manusia secara adil dan terbuka dapat

melakukan usahanya sebagai perwujudan atas kemampuan dan

potensi yang dimilikinya sehingga kebutuhannya (material dan

spiritual) dapat terpenuhi

Pemberdayaan masyarakat tidak dilihat sebagai suatu proses

pemberian dari pihak yang memiliki sesuatu kepada pihak yang

tidak memiliki. Kerangka pemahaman ini akan menjerumuskan

kepada usaha-usaha yang sekadar memberikan kesenangan sesaat

dan bersifat tambal sulam. Pemberdayaan masyarakat mesti dilihat

sebagai sebuah proses pembelajaran kepada masyarakat agar

mereka dapat secara mandiri melakukan upaya-upaya perbaikan

kualitas kehidupannya. Tidak mungkin dilaksanakan tanpa

keterlibatan secara penuh oleh masyarakat itu sendiri. Partisipasi

bukan sekadar diartikan sebagai kehadiran mereka untuk

mengikuti suatu kegiatan, melainkan dipahami sebagai kontribusi

mereka dalam setiap tahapan yang mesti dilalui oleh suatu

program kerja pemberdayaan masyarakat, terutama dalam tahapan

perumusan kebutuhan yang mesti dipenuhi. Asumsinya,

masyarakatlah yang paling tahu kebutuhan dan permasalahan yang

Page 5: BAB II Sitasi _edit

9

mereka hadapi dan merupakan suatu upaya pengembangan

masyarakat.

Pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah

suatu proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi

kebutuhan-kebutuhan dan menentukan prioritas dari kebutuhan-

kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk

berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan skala

prioritas berdasarkan atas sumber-sumber yang ada dalam

masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar dengan usaha

secara gotong royong serta terencana untuk meningkatkan kualitas

kehidupan manusia. (Ahyar. 2010. Pengembangan dan

Pengorganisasian Masyarakat.

http://ahyarwahyudi.wordpress.com).

2) Tujuan Pemberdayaaan Masyarakat

Tujuan dari pemberdayaan antara lain:

a) Mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan

melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi

setempat dan sarana yang ada baik dari instansi lintas sektor

maupun Lembaga Masyarakat/tokoh masyarakat.

b) Meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat berperilaku

hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan secara

mandiri, berperan-serta dalam setiap pembangunan kesehatan,

serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan

pembangunan berwawasan kesehatan.

3) Unsur-unsur dalam Pemberdayaan Masyarakat

Unsur-unsur dalam pemberdayaan antara lain:

a) Penggerak Pemberdayaan

Penggerak pemberdayaan seperti pemerintah, masyarakat, dan

swasta menjadi insiator, motivator, dan fasilitator yang

mempunyai kompetensi memadai dan dapat membangun

Page 6: BAB II Sitasi _edit

10

komitmen dengan dukungan para pemmpin, baik formal mapun

non formal

b) Sasaran Pemberdayaan

Sasaran pemberdayaan antara lain:

1) Perorangan (tokoh masyarakat, tokoh agama, politisi, figur

masyarakat, dan sebagainya.)

2) Kelompok (organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,

kelompok masyarakat)

3) Masyarakat luas

4) Pemerintah

5) Berperan sebagai agen perubahan untuk menerapkan

perilaku hidup sehat (subjek pemberdayaan masyarakat di

bidang kesehatan).

c) Sumber Daya

Potensi yang dimiliki oleh masyarakat, swasta, dan pemerintah

yang meliputi: dana, sarana dan prasarana, budaya, metode,

pedoman, dan media untuk terselenggaranya proses

pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan

4) Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Prinsip dari pemberdayaan masyarakat yaitu (Karsidi, Ravik.

2010. Puskesmas sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat.

Universitas Sebelas Maret.):

a) Berbasis Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan berbasis pada

tata nilai perorangan, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan

keragaman sosial budaya, kebutuhan, permasalahan, serta

potensi masyarakat (modal sosial).

b) Edukatif dan Kemandirian

Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan dilakukan atas

dasar untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan

Page 7: BAB II Sitasi _edit

11

kemampuan, serta menjadi pengerak dalam pembangunan

kesehatan. Kemandirian bermakna sebagai upaya kesehatan

dari, oleh, dan untuk masyarakat sehingga mampu untuk

mengoptimalkan dan menggerakkan segala sumber daya

setempat serta tidak bergantung kepada pihak lain.

c) Kesempatan Mengemukakan Pendapat dan Memilih Pelayanan

Kesehatan Masyarakat

Masyarakat mempunyai kesempatan untuk menerima

pembaharuan, tanggap terhadap aspirasi masyarakat dan

bertanggung-jawab, serta kemudahan akses informasi,

mengemukakan pendapat dan terlibat dalam proses

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan diri,

keluarga, massyarakat, dan lingkungannya.

d) Kemitraan dan Gotong-royong

Semua pelaku pembangunan kesehatan baik sebagai

penyelenggara maupun sebagai pengguna jasa kesehatan

dengan masyarakat yang dilayani berinteraksi dalam semangat

kebersamaan, kesetaraan, dan saling memperoleh manfaat.

Tumbuhnya rasa kepedulian, tenggang rasa, solidaritas,

empati, dan kepekaan masyarakat dalam menghadapi potensi

dan masalah kesehatan yang akhirnya bermuara dalam

semangat gotong-royong sesuai dengan nilai luhur bangsa.

Semuanya itu dapat dilaksanakan bila kebutuhan masyarakat

telah dipenihi secara wajar (Karsidi, Ravik. 2010. Puskesmas

sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat. Universitas Sebelas

Maret.).

Page 8: BAB II Sitasi _edit

12

5) Tahapan-Tahapan dalam Pemberdayaan Masyarakat

Tahapan dalam pemberdayaan masyarakat:

a) Mengerakkan Masyarakat

Pembangunan kesehatan perlu digerakkan oleh

masyarakat dan masyarakat mempunyai peluang yang penting

dan luas daam pembangunan kesehatan. Keterlibatan aktif

masyarakat dalam proses pembangunan mulai dari penelaahan

situai masalah kesehatan, penyusunan rencana (termasuk

penentuan prioritas kesehatan), pelaksanaan, pemantauan, dan

evaluasi upaya kesehatan sehingga dapat terwujud kemandirian

dan kesinambungan pembangunan kesehatan.

b) Pengorganisasian dalam Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui

pendekatan ketatanan, seperti: rumah tangga, institusi

pendidikan, tempat kerja, tempat umum, dan fasilitas kesehatan

agar terwujud pemberdayaan masyarakat yang berhasil guna

dan berdaya guna dan berkesinambungan. Pemberdayaan

masyarakat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan

kekhususan masyarakat, seperti masyarakat di desa, kota,

daerah pesisir, daerah pegunungan,

c) Advokasi

Masyarakat dapat berperan dalam melakukan advokasi

kepada pemerintah dan lembaga lainnya seperti legislatif untuk

memperoleh dukungan kebijakan dan dan sumber daya.

Pelaksanaan advokasi dilakukan dengan dukungan informasi

yang memadai serta metode yang berdaya guna dan berhasil

guna. Masyarakat dapat memberikan kritik yang membangun

bagi kepentingan seluruh masyarakat.

d) Kemitraan

Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan kemitraan

berbagai pihak, seperti sektor terkait, legislatif, dunia usaha,

Page 9: BAB II Sitasi _edit

13

organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan masyarakat

agar terwujud dukungan sumber daya dan kebijakan.

Pembinaan melalui berbagai cara, antara lain pemberian

insentif, pendampingan, lomba.

e) Peningkatan Sumber Daya

Pemberdayaan masyarakat perlu didukung

Pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan,

pembiayaan, sarana, dan lain-lain. Dapat dikembangkan

penggerak sebagai fasilitator, komunikator dalam

pemberdayaan masyarakat.

6) Langkah-langkah dalam Pemberdayaan Masyarakat

Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan

melalui penetapan sebuah program atau proyek pembangunan.

Secara garis besar, perencanannya dapat dilakukan dengan

mengikuti enam langkah perencanaan antara lain:

a) Perumusan Masalah

Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan berdasarkan

masalah atau kebutuhan masyarakat setempat. Beberapa

masalah yang biasanya ditangani oleh pemberdayaan

masyarakat berkaitan dengan kemiskinan, pengangguran,

kenakalan remaja, pemberantasan buta hurup, dll. Perumusan

masalah dilakukan dengan menggunakan penelitian (survei,

wawancara, observasi), diskusi kelompok, rapat desa, dan

seterusnya.

b) Penetapan Program

Masalah dapat diidentifikasi dan disepakati sebagai

prioritas yang perlu segera ditangani, maka dirumuskanlah

program penanganan masalah tersebut.

Page 10: BAB II Sitasi _edit

14

c) Perumusan Tujuan

Perumusan tujuan dibuat agar program dapat

dilaksanakan dengan baik dan keberhasilannya dapat diukur

perlu dirumuskan apa tujuan dari program yang telah

ditetapkan. Tujuan yang baik memiliki karakteristik jelas dan

spesifik sehingga tercermin bagaimana cara mencapai tujuan

tersebut sesuai dengan dana, waktu dan tenaga yang tersedia.

d) Penentuan Kelompok Sasaran

Kelompok sasaran adalah sejumlah orang yang akan

ditingkatkan kualitas hidupnya melalui program yang telah

ditetapkan.

e) Identifikasi Sumber dan Tenaga Pelaksana.

Sumber adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menunjang program kegiatan, termasuk didalamnya adalah

sarana, sumber dana, dan sumber daya manusia.

f) Penentuan Strategi dan Jadwal Kegiatan

Strategi adalah cara atau metoda yang dapat digunakan dalam

melaksanakan program kegiatan.

g) Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau proses

dan hasil pelaksanaan program (Ahyar. 2010. Pengembangan

dan Pengorganisasian Masyarakat.

http://ahyarwahyudi.wordpress.com).

. Menurut “Adi Sasongko ( 1978 )”, langkah-langkah yang

harus ditempuh dalam pengorganisasian masyarakat:

a) Persiapan Sosial

Tujuan persiapan sosial adalah mengajak pasrtisipasi

atau peran serta masyarakat sejak awal kegiatan, selanjutnya

sampai dengan perencanaan program, pelaksanaan hingga

pengembangan program kesehatan masyarakat. Kegiatan-

Page 11: BAB II Sitasi _edit

15

kegiatan dalam persiapan sosial ini lebih ditekankan kepada

persiapan-persiapan yang harus dilakukan baik aspek teknis,

administratif dan program-program kesehatan yang akan

dilakukan.

(1) Pengenalan Masyarakat

Tahap awal ini kita harus datang ke tengah-tengah

masyarakat dengan hati yang terbuka dan kemauan untuk

mengenal masyarakat sebagaimana adanya, tanpa disertai

prasangka sambil menyampaikan maksud dan tujuan

kegiatan yang akan dilaksanakan. Tahap ini dapat

dilakukan baik melalui jalur formal yaitu dengan melalui

sistem pemerintahan setempat seperti Pamong Desa atau

Camat, dan dapat juga dilakukan melalui jalur informal

misalnya wawancara dengan tokoh masyarakat, seperti:

Guru, Pemuka Agama, tokoh Pemuda, dan lain-lain.

(2) Pengenalan Masalah

Tahap ini dituntut suatu kemampuan untuk dapat

mengenal masalah-masalah yang memang benar-benar

menjadi kebutuhan masyarakat. Interaksi dan interelasi

dengan masyarakat setempat secara mendalam diperlikan

untuk dapat mengenal masalah kesehatan masyarakat

secara menyeluruh. Tahap ini mungkin akan banyak

ditemukan masalah-masalah kesehatan masyarakat, oleh

karena itu harus disusun skala prioritas penanggulangan

masalah. Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan

untuk menyusun prioritas masalah yaitu:

(a) Beratnya Masalah

(b) Mudahnya Mengatasi

(c) Pentingnya Masalah Bagi Masyarakat

(d) Banyaknya Masyarakat yang Merasakan Masalah.

Page 12: BAB II Sitasi _edit

16

(3) Penyadaran Masyarakat

Tujuan tahap ini adalah menyadarkan masyarakat

agar mereka:

(a) Menyadari masalah-masalah kesehatan yang mereka

hadapi.

(b) Secara sadar berpartisipasi dalam kegiatan

penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi.

(c) Tahu cara memenuhi kebutuhan akan upaya

pelayanan kesehatan sesuai dengan potensi dan

sumber daya yang ada.

b) Pelaksanaan

Langkah selanjutnya setelah rencana penanggulangan

masalah disusun dalam Lokakarya Mini atau Musyawarah

Masyarakat Desa (MMD) yaitu melaksanakan kegiatan

tersebut sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan

kegiatan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat yaitu:

(1) Pilihlah kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh

masyarakat.

(2) Libatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam upaya

penanggulangan masalah.

(3) Kegiatan disesuaikan dengan kemampuan, waktu, dan

sumber daya yang tersedia di masyarakat.

(4) Tumbuhkan rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka

mempunyai kemampuan dalam penanggulangan masalah.

c) Evaluasi

Penilaian dapat dilakukan setelah pelaksanaan dijalankan

dalam jangka waktu tertentu. Ada dua cara dalam melakukan

penilaian, yaitu:

Page 13: BAB II Sitasi _edit

17

(1) Penilaian selama Kegiatan Berlangsung

Penilaian selama kegiatan berlangsung disebut juga

penilaian formatif atau monitoring. Dilakukan untuk

melihat apakah pelaksanaan kegiatan yang dijalankan sesuai

dengan perencanaan penanggulangan masalah yang telah

disusun sehingga dapat diketahui perkembangan hasil yang

akan dicapai.

(2) Penilaian setelah Program Selesai Dilaksanakan

Penilaian setelah program selesai dilaksanakan disebut juga

penilaian sumatif atau penilaian akhir program. Dilakukan

setelah melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang

dilakukan sehingga dapat diketahui apakah tujuan/target

dalam pelayanan kesehatan telah tercapai atau belum.

d) Perluasan

Perluasan merupakan pengembangan dari kegiatan yang

dilakukan, dan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

(1) Perluasan Kuantitatif

Perluasan dengan menambah jumlah kegiatan yang

dilakukan, baik pada wilayah setempat maupun wilayah

lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

(2) Perluasan Kualitatif

Perluasan dengan dengan meningkatkan mutu atau

kualitas kegiatan yang telah dilaksanakan sehingga dapat

meningkatkan kepuasan dari masyarakat yang dilayani.

(Ahyar. 2010. Pengembangan dan Pengorganisasian

Masyarakat. http://ahyarwahyudi.wordpress.com).

b. Batasan Fasilitator

Pemandu sering disebut juga sebagai fasilitator, berasal dari kata

asilis yang artinya “mempermudah”. Tugas utama pemandu atau

fasilitator kegiatan desa/kelurahan adalah mempermudah peserta

Page 14: BAB II Sitasi _edit

18

untuk terlibat secara aktif sehingga kegiatan bisa berjalan dengan baik

(Ditjen Bina Bangda-Departemen Dalam Negeri Forum

Pengembangan Partisipasi Masyarakat. 2008. Panduan

Penyelenggaraan Musyawarah Pembangunan Desa/Kelurahan).

Fasilitasi secara harfiah berarti “mempermudah”. Fasilitator

bertujuan untuk membantu orang membuat keputusan dan mencapai

hasil tertentu dalam pertemuan, sesi pembinaan tim, kelompok

penyelesaian masalah dan pelatihan. Fasilitasi bertujuan untuk

memperoleh gagasan dari semua orang yang hadir dan tidak

mengizinkan adanya dominasi dari beberapa orang, serta untuk

menyajikan luaran (output) dari suatu kegiatan pertemuan dalam

bentuk yang mudah dipahami (Bawloye, J. 2006. Memfasilitasi

Kelompok (Facilitating Groups). Bank Pengetahuan Padi Indonesia).

Enam langkah untuk menjadi fasilitator yang baik yaitu:

1) Mengklarifikasi tujuan-tujuan pertemuan.

2) Menetapkan aturan-aturan dasar.

3)Menyusun pertanyaan fokus untuk menilai tingkat komitmen

peserta terhadap subyek atau isu yang dibahas.

4)Menyusun beberapa pertanyaan kunci yang dirancang untuk

mengumpulkan informasi mengenai pokok atau isu yang sedang

dibahas.

5) Adakan pertemuan (untuk mengelola proses tersebut).

6)Nilai pemahaman dan kemajuan peserta sepanjang pertemuan

tersebut.

Fasilitator yang baik antara lain:

1) Mengumpulkan gagasan kelompok, bukannya mendesakkan suatu

agenda tertentu pada kelompok.

2) Memandang semua peserta secara positif.

3) Bersikap terbuka terhadap perubahan-tidak ada cara terbaik (selain

bersikap demikian) untuk melaksanakan suatu pertemuan.

4) Mampu mengajar bila perlu.

Page 15: BAB II Sitasi _edit

19

5) Menggunakan luaran (output) kelompok untuk mendukung butir-

butir yang dibahas.

6) Tidak mendebat dan usahakan agar kepedulian orang diperhatikan

demi hasil menang-menang (tidak ada yang kalah).

7) Perlu disadari bahwa suatu pertemuan bisa berlangsung “agak

dingin”.

8) Mempunyai keterampilan interaktif seperti bertanya,

mendengarkan, memberi umpan balik membangun, dan mengatasi

konflik.

9) Mempunyai keterampilan untuk menyelesaikan masalah dan

mengumpulkan informasi antara lain melakukan sesi tukar pikiran

(brainstorming), menggunakan kartu untuk mengumpulkan

informasi dan mengaturnya, serta melakukan debat (buat suatu

skenario dan minta peserta secara bergiliran untuk mendebat setiap

sisi dari isu yang bersangkutan).

c. Batasan Motivator

Motivator memerlukan banyak hal yang harus dipersiapkan baik

persiapan ketahanan personal, kemampuan memahami lingkungan dan

modal sosialnya, kemampuan mengajak, memobilisasi, menjembatani,

serta kemampuan untuk menjadi fasilitator sehingga peran motivator

sangat penting dan strategis. Motivator menempatkan diri sebagai

garda terdepan dan sebagai pionir pemberdayaan dalam konteks

pemberdayaan masyarakat, untuk itu dibutuhkan pemahaman, afeksi,

dan keterampilan yang memadai baik dari sisi motivasi,

pemberdayaan, mobilisasi dan mengajak masyarakat untuk berperan

aktif dalam pemberdayaan masyarakat. seorang motivator harus

memahami alur pikir pemberdayaan yang dilaksanakan.

Merujuk dari proses pemberdayaan, maka proses pemberdayaan

meliputi beberapa tahapan, yaitu (1) Awakening, suatu proses yang

membantu orang mengadakan penelitian terhadap situasi mereka saat

Page 16: BAB II Sitasi _edit

20

ini, pekerjaan dan posisi mereka dalam organisasi. (2) Understanding,

suatu proses orang mendapat pemahaman dan persepsi baru yang

sudah mereka dapat mengenai diri mereka sendiri, pekerjaan, aspirasi

dan keadaan umum, (3) Harnessing, yaitu individu yang telah

memperlihatkan keterampilan dan sifat, harus memutuskan bagaimana

mereka dapat menggunakannya bagi pemberdayaan, dan (4) Using,

suatu proses penggunaan ketrampilan dan kemampuan pemberdayaan

sebagai bagian dari kehidupan kerja setiap hari.

d. Batasan Kader

Departemen Kesehatan RI memberikan batasan kader yaitu

kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau

oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. L. A. Gunawan

memberikan batasan tentang kader kesehatan, kader kesehatan

dinamakan juga promotor kesehtan desa (prokes) adalah tenaga

sukarela yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas

mengembangkan masyarakat. Tujuan pembentukan kader adalah

dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, khusus dibidang

kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa

masyarakat bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan subjek dari

pembangunan itu sendiri.

Hakekatnya kesehatan dipolakan mengikut sertakan masyarakat

secara aktif dan bertanggung jawab. Keikutsertaan masyarakat dalam

meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya

dan adaya dalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat akan

memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat seoptimal

mungkin.

Salah satu persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk

pemilihan calon kader yaitu:

1) Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia.

2) Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader.

Page 17: BAB II Sitasi _edit

21

3) Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang

bersangkutan.

4) Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan

desanya.

5) Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat

calon kader lainnya dan berwibawa.

6) Sanggup membina paling sedikit 10 kepala keluarga untuk

meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan.

7) Berasal dari masyarakat setempat.

8) Tinggal di desa tersebut.

9) Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama.

10) Diterima oleh masyarakat setempat.

11) Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari

nafkah lain.

Persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa

ahli di atas dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader

kesehatan antara lain, sanggup bekerja secara sukarela, mendapat

kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai krebilitas yang baik

dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa

pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai

baca tulis, sanggup membina masyarakat sekitarnya. Kader

kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya

meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk

mencapai derajat kesehatan yang optimal dan ikut membina

masyarakat dalam bidang kesehatan.

3. Aspek Komunikasia. Batasan Komunikasi

Kata atau istilah komunikasi berasal dari Bahasa Latin

communicatus yang berarti berbagi atau menjadi milik bersama.

Dengan demikian,  kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu

Page 18: BAB II Sitasi _edit

22

pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.

Berikut adalah bebarapa definsi tentang ilmu komunikasi yang

dikemukakan oleh para ahli yaitu: Hovland, Janis & Kelley

komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang komunikator

menyampaikan stimulus yang biasanya dalam bentuk kata-kata

dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang

lainnya atau khalayak.

Menurut Berelson & Steiner, komunikasi adalah suatu proses

penyampaian informasi, gagasan, emosi, dan keahlian melalui

penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka,

dan lain-lain. Menurut Harold Lasswell, komunikasi pada dasarnya

merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”, “mengatakan

“apa”, “dengan saluran apa”, “kepada siapa”, dan “dengan akibat

apa”  atau “hasil apa”. Definisi Lasswell, secara eksplisit dan

kronologis menjelaskan tentang lima komponen yang terlibat dalam

komunikasi, yaitu:

1) Siapa (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau

sumber)

2) Mengatakan apa isi informasi yang disampaikan

3) Kepada siapa (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran

penerima)

4) Melalui saluran apa (alat/saluran penyampaian informasi)

5) Dengan akibat/hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima)

Berdasarkan definisi-definisi tentang komunikasi tersebut, dapat

diperoleh gambaran bahwa komunikasi mempunyai beberapa

karakteristik sebagai berikut:

1) Komunikasi adalah suatu proses. Komunikasi sebagai suatu proses

artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau

Page 19: BAB II Sitasi _edit

23

peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi)

serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.

2) Komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai

tujuan. Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara 

sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari

pelakunya.

3) Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para

pelaku yang terlibat. Kegiatan komunikasi akan berlangsung baik

apabila pihak-pihak yang berkomunikasi  (dua orang atau lebih)

sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang

sama terhadap topik pesan yang disampaikan.

4) Komunikasi bersifat simbolis. Komunikasi pada dasarnya

merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan

lambang-lambang. Lambang yang paling umum digunakan dalam

komunikasi antar manusia adalah bahasa verbal dalam bentuk kata-

kata, kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya.

5) Komunikasi bersifat transaksional. Komunikasi pada dasarnya

menuntut dua tindakan, yaitu memberi dan menerima. Dua

tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau

porsional.

6) Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu. Maksudnya adalah

bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi

tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan

adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon,

internet, faximili, dan lain-lain, faktor ruang dan waktu tidak lagi

menjadi masalah dalam berkomunikasi. (Riswandi. 2006. Definisi

Komunikasi dan Tingkatan Proses Komunikasi. Kapita Selekta

Komunikasi. www.wordpress.com)

b. Tujuan Komunikasi

Page 20: BAB II Sitasi _edit

24

Tujuan utama komunikasi adalah untuk

membangun/menciptakan pemahamam atau pengertian bersama.

Saling memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui tetapi

mungkin dengan komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat,

perilaku ataupun perubahan secara sosial:

1) Perubahan Sikap (Attitude Change)

Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya

berubah, baik positif maupun negatif. Kita berusaha mempengaruhi

sikap orang lain dalam berbagai situasi dan berusaha agar orang

lain bersikap positif sesuai keinginan kita.

2) Perubahan Pendapat (Opinion Change)

Komunikasi berusaha menciptakan pemahaman. Pemahaman ialah

kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana

dimaksudkan oleh komunikator. Pendapat yang berbeda-beda dari

komunikan akan tercipta setelah memahami apa yang dimaksud

oleh komunikator.

3) Perubahan Perilaku (Behavior Change)

Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku maupun tindakan

seseorang.

Contoh: Kampanye kesehatan mengenai merokok menyebabkan

gangguan kesehatan.

Komunikan yang telah mengikuti kampanye akan berusaha

mengurangi/berhenti merokok. Hal ini berarti komunikan telah

mengalami perubahan perilaku yang diharapkan dari kampanye

tersebut.

4) Perubahan Sosial (Social Change)

Membangun dan memelihara ikatan hubungan dengan orang lain

sehingga menjadi hubungan yang makin baik. Proses komunikasi

yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan

interpersonal.

Page 21: BAB II Sitasi _edit

25

(Candra, Ade. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi.

www.wordpress.com)

c. Komunikasi Efektif

Wiryanto dalam bukunya “Teori Komunikasi Massa” tentang

Efek Komunikasi Massa, menegaskan bahwa komunikasi dikatakan

efektif apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat

menghasilkan efek-efek atau perubahan-perubahan sebagaimana yang

diinginkan komunikator, seperti perubahan pengetahuan, sikap, dan

perilaku. Perubahan-perubahan di pihak komunikan itu dapat

diketahui melalui tanggapan-tanggapan yang diberikannya sebagai

umpan balik atau feedback.

Terjadinya feedback dalam proses komunikasi dibagi menjadi

dua, yaitu feedback langsung (immediate feedback) dan feedback tidak

langsung (delayed feedback). Feedback langsung terjadi dalam

komunikasi tatap muka, dimana komunikator dan komunikan saling

berhadapan, sehingga feedback yang terjadi dapat diterima

komunikator saat itu juga. Feedback tidak langsung terjadi pada

komunikasi bermedia (cetak maupun elektronika), seperti komunikasi

melalui surat kabar, radio, televisi, film, dan sebagainya, dimana

komunikator baru dapat mengetahui tanggapan komunikan setelah

komunikasi selesai. (Gunawan. 2009. Efektifitas Pesan dalam

Komunikasi. www.balitbang.depkominfo.go.id)

Bagaimana efek suatu proses komunikasi pada seseorang.

Terhadap pesan yang dikomunikasikan bagaimana efeknya dapat

diramalkan bagaimana timbul pada komunikan. Upaya untuk hal

tersebut dengan menciptakan “the condition of success in

communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi kika

menginginkan suatu pesan dapat membangkitkan tangggapan yang

kita kehendaki. Kondisi tersebut yaitu:

Page 22: BAB II Sitasi _edit

26

1) Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga

dapat menarik perhatian komunikan.

2) Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju pada

pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan,

sehingga sama-sama mengerti.

3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan

menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan

komunikan yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan

berada pada saat digerakkan untuk memberikan tanggapan yang

dikehendaki.

Seorang komunikator harus meneliti sedalam-dalamnya

komponen komunikan (know your audience) meliputi hal-hal seperti:

waktu yang tepat untuk suatu pesan, bahasa yang harus dipergunakan

agar pesan dapat dimengerti, sikap dan nilai yang harus ditampilkan

agar efektif, dan jenis kelompok di mana komunikasi akan

dilaksanakan. (Myazinda. 2008. Proses Komunikasi Efektif. Stikom

Wangsa Jaya Banten. www.kapanlagi.com) Sedangkan komponen

komunikator meliputi trustworthiness atau kepercayaan pada

komunikator, attractiveness atau daya tarik komunikator, source

power atau kekuasaan/kemampuan untuk menimbulkan ketundukan

atau kepatuhan, expertise atau keahlian komunikator. (Labcom. 2010.

Transparansi Komkes. Komunikasi Kesehatan. (ppt))

d. Hambatan Komunikasi

Selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran

jalannya proses komunikasi sehingga informasi dan gagasan yang

disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh

penerima pesan atau receiver. Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton,

Page 23: BAB II Sitasi _edit

27

ada hambatan-hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif

yaitu:

1) Status Effect

Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap

manusia. Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih

rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan

atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut

mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.

2) Semantic Problems

Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan

komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan

perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi

seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan

sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam

penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding)

atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa

menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya

kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh

pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi

keledai dan lain-lain.

3) Perceptual Distorsion

Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara

pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara

berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain.

Perceptual distorsion terjadi dalam komunikasi yaitu adanya

perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu

dengan yang lainnya.

4) Cultural Differences

Hambatan yang terjadi disebabkan adanya perbedaan kebudayaan,

agama, dan lingkungan sosial. Suatu organisasi terdapat beberapa

Page 24: BAB II Sitasi _edit

28

suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-

kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku.

Contoh: kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh,

tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis

makanan berupa sup.

5) Physical Distractions

Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap

proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya: suara riuh orang-

orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang

kurang jelas.

6) Poor Choice of Communication Channels

Gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam

melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari

misalnya sambungan telepon yang terputus-putus, suara radio yang

hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf

ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat

ditangkap dan dimengerti dengan jelas.

7) No Feed Back

Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan

kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari

receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-

sia. Seperti contoh seorang manajer menerangkan suatu gagasan

yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan

tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon

dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.

(Kurnia, Ahmad. 2009. Hambatan Komunikasi. www.blogger.com)

4. Aspek Analisis Biaya

a. Batasan Good Governance

Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan,

adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna

Page 25: BAB II Sitasi _edit

29

mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata

pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-

lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat

mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum,

memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan

diantara mereka (Krina, Loina Laloo. 2003. Indikator dan Alat Ukur

Prinsip Akuntabilitas, Transparasi & Partisipasi. Jakarta : Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional).

Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme

pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan

pengaruh sektor negara dan sektor non-pemerintah dalam suatu usaha

kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat

dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor

lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah

pemahaman formal tentang bekerjanya institusi-institusi negara.

Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak

pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda.

Good governance menghendaki pemerintahan dijalankan

dengan mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan yang baik, seperti

transparansi (keterbukaan), akuntabilitas, partisipasi, keadilan, dan

kemandirian, sehingga sumber daya negara yang berada dalam

pengelolaan pemerintah benar-benar mencapai tujuan sebesar-

besarnya untuk kemakmuran dan kemajuan rakyat dan negara.

Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan

negara tak lepas dari masalah akuntabilitas dan tranparansi dalam

pengelolaan keuangan negara, karena aspek keuangan negara

menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan bangsa, baik

dari segi sifat, jumlah maupun pengaruhnya terhadap kemajuan,

ketahanan, dan kestabilan perekonomian bangsa ( Artjana, I Gde.

2004. Upaya Membangun Akuntabilitas Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Keuangan Negara di Lingkungan Militer Menuju

Page 26: BAB II Sitasi _edit

30

Terciptanya Good Governance Tantangan dan Harapan dipaparkan

dalam FGD SSR Propatria).

b. Prinsip-Prinsip Good Governance

UNDP (United Nations Development Program)

merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu

legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil,

kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan

keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien,

kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat

dipercaya. World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good

governance adalah masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris,

terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang

bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum.

Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator

seperti : transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta

kesinambungan. Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya

konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu

accountability, transparency, predictability, dan participation. Jumlah

komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang

baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu

pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang

dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good

governance, yaitu Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipasi

Masyarakat.

Berikut ini adalah pembahasan mendalam dari ketiga prinsip

tersebut disertai dengan indikator serta alat ukurnya masing-masing,

1) Prinsip Akuntabilitas

Ketiga prinsip diatas tidaklah dapat berjalan sendiri-sendiri

ada hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi,

masing-masing adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai

prinsip yang lainnya, dan ketiganya adalah instrumen yang

Page 27: BAB II Sitasi _edit

31

diperlukan untuk mencapai manajemen publik yang baik.

Walaupun begitu, akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip

ini Prinsip ini menuntut dua hal yaitu (1) kemampuan menjawab

(answerability), dan (2) konsekuensi (consequences). Komponen

pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah

berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab

secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan

dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka,

kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah

dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut.

Prof Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas

sebagai “pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk

memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu.

Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan

menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada

berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi

penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling

mengawasi (checks and balances system).

Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa

setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat

dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-

pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan pengambilan

keputusan di dalam organisasi-organisasi publik melibatkan

banyak pihak. Rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan

antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik,

teknokrat, birokrat atau administrator, serta para pelaksana di

lapangan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi

pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya

untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai

dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat.

Page 28: BAB II Sitasi _edit

32

Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang

jelas dan efisien dari para aparat birokrasi. Pemerintah

bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun

sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal

harus dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal, melalui umpan

balik dari para pemakai jasa pelayanan maupun dari masyarakat.

Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang

menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan

pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal

yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan

pelayanan tersebut. Berdasarkan tahapan sebuah program,

akuntabilitas dari setiap tahapan yaitu:

a) Tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa

indikator untuk menjamin akuntabilitas publik yaitu:

(1) Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis

dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan

(2) Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan

nilai-nilai yang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-

prinsip administrasi yang benar maupun nilai-nilai yang

berlaku di stakeholders

(3) Kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan

sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta

standar yang berlaku

(4) Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah

terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme

pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi

(5) Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional

yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai

target tersebut.

b) Tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk

menjamin akuntabilitas publik yaitu:

Page 29: BAB II Sitasi _edit

33

(1) Penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan,

melalui media massa, media nirmassa, maupun media

komunikasi personal

(2) Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan

dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program

(3) Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah

keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat

(4) Ketersediaan sistem informasi manajemen dan

monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah.

2) Prinsip Transparansi

Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau

kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang

penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang

kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-

hasil yang dicapai.

Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi

pengawasan sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah

informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang

dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan

akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan

kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik Prinsip ini

memiliki 2 aspek, yaitu komunikasi publik oleh pemerintah, dan

hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat

sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik

kinerjanya.

Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari

transparansi. Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari

pemerintah untuk membuka dan mendiseminasi informasi

maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang,

juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun

Page 30: BAB II Sitasi _edit

34

informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu.

Karena pemerintahan menghasilkan data dalam jumlah besar,

maka dibutuhkan petugas informasi professional, bukan untuk

membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk

menyebarluaskan keputusan-keputusan yang penting kepada

masyarakat serta menjelaskan alasan dari setiap kebijakan

tersebut.

Peran media juga sangat penting bagi transparansi

pemerintah, baik sebagai sebuah kesempatan untuk

berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai

informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai

aksi pemerintah dan perilaku menyimpang dari para aparat

birokrasi. Media tidak akan dapat melakukan tugas ini tanpa

adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah maupun

pengaruh kepentingan bisnis. Keterbukaan membawa

konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan dari

masyarakat dan bahkan oleh media massa. Karena itu, kewajiban

akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang

mencakup kriteria yang jelas dari para aparat publik tentang jenis

informasi apa saja yang mereka berikan dan pada siapa informasi

tersebut diberikan.

Prinsip transparasi memiliki sejumlah indikator seperti:

a) Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan

standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik

b) Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik

tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun

proses-proses didalam sektor publik.

c) Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun

penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat

publik didalam kegiatan melayani

Page 31: BAB II Sitasi _edit

35

3) Prinsip Partisipasi

Proses pembangunan di segala sektor, aparat negara sering

kali mengambil kebijakan-kebijakan yang terwujud dalam

pelbagai keputusan yang mengikat masyarakat umum dengan

tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.

Keputusan-keputusan semacam itu tidak jarang dapat membuka

kemungkinan dilanggarnya hak-hak asasi warga negara akibat

adanya pendirian sementara pejabat yang tidak rasional atau

adanya program-program yang tidak mempertimbangkan

pendapat rakyat kecil.

Bukan rahasia lagi bahwa di negara kita ini pertimbangan-

pertimbangan ekonomis, stabilitas, dan security sering

mengalahkan pertimbangan-pertimbangan mengenai aspirasi

masyarakat dan hak asasi mereka sebagai warga negara.

Pembangunan politis dalam banyak hal telah disubordinasi oleh

pembangunan ekonomis maupun kebijakan-kebijakan pragmatis

pejabat tertentu.

Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi,

meningkatkan kualitas dan efektivitas layanan publik, dalam

mewujudkan kerangka yang cocok bagi partisipasi, perlu

dipertimbangkan beberapa aspek, yaitu:

a) Partisipasi melalui institusi konstitusional (referendum,

voting) dan jaringan civil society (inisiatif asosiasi)

b) Partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan,

civil society sebagai service provider

c) Lokal kultur pemerintah (misalnya Neighborhood Service

Department di USA, atau Better Management Transparent

Budget di New Zealand)

d) Faktor-faktor lainnya, seperti transparansi, substansi proses

terbuka dan konsentrasi pada kompetisi.

Page 32: BAB II Sitasi _edit

36

Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak

untuk terlibat dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan

penyelenggaraan pemerintahan. Keterlibatan dalam pengambilan

keputusan dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak

langsung. Transparansi bermakna tersedianya informasi yang

cukup, akurat dan tepat waktu tentang kebijakan publik, dan

proses pembentukannya dengan ketersediaan informasi seperti ini

masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan

publik yang muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi

masyarakat serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi

yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok

masyarakat saja secara tidak proporsional.

Pendapat yang mengatakan bahwa partisipasi dapat dilihat

melalui keterlibatan anggota-anggota masyarakat di dalam Pemilu

saja, jelas merupakan pendapat yang kurang lengkap. Masih

banyak pola perilaku informal yang dapat dijadikan patokan

dalam menilai tingkat partisipasi dalam suatu masyarakat. Jika

orang bersedia menilai proses politik secara netral maka bentuk-

bentuk perilaku massa berupa protes, aksi pamflet, ataupun

pemogokan, sebenarnya juga termasuk partisipasi. Tindakan

protes atau mogok, boleh jadi merupakan luapan dari tuntutan

massa akibat saluran-saluran aspirasi yang sebelumnya ada telah

berkembang.

Protes yang disertai aksi-aksi kekerasan terkadang semata-

mata disebabkan oleh keputusasaan, kegusaran, dan

terpendamnya konflik internal Suatu kebijakan mungkin pada

dasarnya bertujuan mulia karena jelas-jelas akan bermanfaat

untuk kepentingan umum. Namun seiring dilaksanakannya

kebijakan tersebut dalam sistem birokrasi yang berjenjang sering

kali terjadi pergeseran dan penyimpangan arah kebijakan tadi.

Bagaimanapun jika para birokrat tidak ingin kehilangan

Page 33: BAB II Sitasi _edit

37

wibawanya dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan publik, para

birokrat harus senantiasa memperhatikan aspirasi-aspirasi

masyarakat dan mendukung partisipasi seluruh unsur

kemasyarakatan secara wajar.

Setidak-tidaknya ada 2 alasan mengapa sistem partisipatoris

dibutuhkan dalam negara demokratis. Pertama, ialah bahwa

sesungguhnya rakyat sendirilah yang paling paham mengenai

kebutuhannya. Kedua, bermula dari kenyataan bahwa

pemerintahan yang modern cenderung semakin luas dan

kompleks, birokrasi tumbuh membengkak di luar kendali. Warga

negara harus dirangsang dan dibantu dalam membina hubungan

dengan aparat pemerintah untuk menghindari alienasi warga

negara.

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam

rangka penguatan partisipasi publik, adalah :

a) Mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh publik

Menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan

mengumpulkan masukan-masukan dari stakeholders

termasuk aktivitas warga Negara dalam kegiatan publik,

b) Mendelegasikan otoritas tertentu kepada pengguna jasa

layanan publik seperti proses perencanaan dan penyediaan

panduan bagi kegiatan masyarakat dan layanan publik.

c) Partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya

seluruh lapisan masyarakat akan memperoleh hak dan

kekuatan yang sama untuk menuntut atau mendapatkan

bagian yang adil dari manfaat pembangunan.