BAB II Sitasi _edit
-
Upload
-rizqan-lazuardi-azhari- -
Category
Documents
-
view
229 -
download
3
Transcript of BAB II Sitasi _edit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Kasus Berdasarkan Sasaran Belajar yang Mengacu pada Pustaka yang Relevan dengan Kasus
1. Aspek Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Masyarakat
Perencanaan dan Evaluasi Program Kesehatan Masyarakat
(PEPKM) meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian atas kegiatan
atau program yang diadakan. Proses dari perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian diadakan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan yang
dilakukan sebagai berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan dalam bentuk pendidikan dan
pelatihan didasarkan pada 10 langkah dalam PEPKM. Sepuluh
langkah tersebut meliputi mengenal dan menetapkan masalah, analisis
masalah secara edukatif, menentukan sasaran kegiatan, tujuan
kegiatan, strategi kegiatan, menentukan isi/materi kegiatan, metode
dan tempat kegiatan, menentukan media yang dipakai dalam kegiatan,
menyusun rencana jadwal kegiatan, dan membuat rencana penilaian.
Sepuluh langkah tersebut dapat dilakukan suatu kegiatan yaitu
pendidikan dan pelatihan yang mana kegiatan tersebut
diselenggarakan di salah satu tempat yang disebut juga Salimbada.
Pendidikan dan pelatihan yang direncanakan bertujuan agar sasaran
kegiatan memiliki keterampilan dan perubahan dalam sikap dan
tindakan.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan yang akan dilakukan disesuaikan dengan perencanaan
yang telah ditetapkan. Pelaksanaan yang dilakukan dalam bentuk
pendidikan dan pelatihan.
5
6
c. Penilaian
Penilaian dapat dilakukan setelah pelaksanaan dijalankan dalam
jangka waktu tertentu. Penilaian dilakukan ada 2 cara yaitu penilaian
selama kegiatan berlangsung dan penilaian setelah kegiatan selesai
dilaksanakan. Penilaian selama kegiatan berlangsung disebut juga
penilaian formatif atau monitoring. Evaluasi ini dilakukan untuk
melihat apakah pelaksanaan kegiatan yang dijalankan sesuai dengan
perencanaan penanggulangan masalah yang telah disusun sehingga
dapat diketahui perkembangan hasil yang akan dicapai.
Penilaian setelah kegiatan selesai dilaksanakan disebut juga
penilaian sumatif atau penilaian akhir kegiatan. Dilakukan setelah
melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang dilakukan sehingga
dapat diketahui apakah tujuan/target dalam kegiatan telah tercapai
atau belum.Ahyar. Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat.
Diakses: http://ahyarwahyudi.wordpress.com. Diakses tanggal 14
Oktober 2010.
Evaluasi pendidikan dan pelatihan yang dilakukan pada
umumnya masih bersifat evaluasi dari peserta pelatihan, dengan cara
mengisi kuesioner apakah pelatihan dimaksud sesuai dengan bidang
kerjanya, apakah penyajiannya baik, akomodasi bagus dan
sebagainya. Evaluasi yang dilakukan oleh staf berupa laporan hasil
seminar yang ditujukan kepada perusahaan pada umumnya bernilai
“baik”, dengan harapan staf tadi dapat dikirim lagi ke seminar atau
pelatihan berikutnya. Evaluasi setiap program pelatihan dapat
dilakukan, dengan memperoleh feedback dari peserta, yang dapat
dibagi menjadi 4 (empat) level, sebagai berikut:
1) Evaluasi pada tingkat reaksi (Reaction level)
Evaluasi ini yang diukur dan dinilai adalah reaksi peserta. Dalam
hal ini diukur tingkat kepuasan peserta terhadap program pelatihan
yang diselenggarakan, sehingga dapat dilakukan perbaikan atas
program tersebut.
7
2)Evaluasi pada tingkat pembelajaran (Learning Level)
Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan utama mengukur seberapa
jauh perubahan kompetensi para peserta segera setelah pelatihan
berakhir, sebelum mereka kembali bekerja. Tujuan evaluasi pada
tingkat ini adalah peningkatan kompetensi peserta dalam kelas dan
untuk mengidentifikasikan keberhasilan komponen sistem
pelatihan (metode, materi, dan lain-lain).
3)Evaluasi pada tingkat perilaku dalam pekerjaan (on the job
behavioral level).
Evaluasi pada tingkat ini yang diukur adalah pengaruh program
pelatihan terhadap penerapannya ditempat kerja. Tujuan evaluasi
pada tahap ini adalah perbaikan perilaku peserta dalam pekerjaan.
4) Evaluasi pada tingkat hasil (Result level)
Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur seberapa
jauh peningkatan produktivitas yang dicapai pekerja, serta unit
kerja, setelah mengikuti program pelatihan atau untuk menentukan
apakah manfaat pelatihan lebih tinggi dibanding dengan biaya yang
telah dikeluarkan. Edratna. Evaluasi dan Pelatihan. Diakses:
http://edratna.wordpress.com. Diakses tanggal 14 oktober 2010.
2. Aspek Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat
a. Batasan Pemberdayaan Masayarakat
1) Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat merupakan cara dalam
pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Pengertian dari
pemberdayaan masyarakat itu sendiri adalah segala upaya
fasilitasi yang bersifat persuasif dan tidak memerintah yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku dan
kemampuan masyarakat dalam menemukan, merencanakan dan
memecahkan masalah, menggunakan sumber daya atau potensi
yang mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh
8
masyarakat serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang ada
dan hidup di masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan
segala upaya fasilitasi yang bersifat non instruktif (swadaya) untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat (Dinas
Kesehatan. 2007. Modul Penggerakan dan Pemberdayaan Bagi
Kader dan Tokoh Masyarakat. Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan) (Karsidi, Ravik. 2010. Puskesmas sebagai Pusat
Pemberdayaan Masyarakat. Universitas Sebelas Maret.).
Pemberdayaan sebagai upaya memberikan kontribusi pada
aktualisasi potensi tertinggi kehidupan manusia. Upaya-upaya
pemberdayaan masyarakat dapat dilihat sebagai peletakan sebuah
tatanan sosial dimana manusia secara adil dan terbuka dapat
melakukan usahanya sebagai perwujudan atas kemampuan dan
potensi yang dimilikinya sehingga kebutuhannya (material dan
spiritual) dapat terpenuhi
Pemberdayaan masyarakat tidak dilihat sebagai suatu proses
pemberian dari pihak yang memiliki sesuatu kepada pihak yang
tidak memiliki. Kerangka pemahaman ini akan menjerumuskan
kepada usaha-usaha yang sekadar memberikan kesenangan sesaat
dan bersifat tambal sulam. Pemberdayaan masyarakat mesti dilihat
sebagai sebuah proses pembelajaran kepada masyarakat agar
mereka dapat secara mandiri melakukan upaya-upaya perbaikan
kualitas kehidupannya. Tidak mungkin dilaksanakan tanpa
keterlibatan secara penuh oleh masyarakat itu sendiri. Partisipasi
bukan sekadar diartikan sebagai kehadiran mereka untuk
mengikuti suatu kegiatan, melainkan dipahami sebagai kontribusi
mereka dalam setiap tahapan yang mesti dilalui oleh suatu
program kerja pemberdayaan masyarakat, terutama dalam tahapan
perumusan kebutuhan yang mesti dipenuhi. Asumsinya,
masyarakatlah yang paling tahu kebutuhan dan permasalahan yang
9
mereka hadapi dan merupakan suatu upaya pengembangan
masyarakat.
Pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah
suatu proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan dan menentukan prioritas dari kebutuhan-
kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk
berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan skala
prioritas berdasarkan atas sumber-sumber yang ada dalam
masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar dengan usaha
secara gotong royong serta terencana untuk meningkatkan kualitas
kehidupan manusia. (Ahyar. 2010. Pengembangan dan
Pengorganisasian Masyarakat.
http://ahyarwahyudi.wordpress.com).
2) Tujuan Pemberdayaaan Masyarakat
Tujuan dari pemberdayaan antara lain:
a) Mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan
melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat dan sarana yang ada baik dari instansi lintas sektor
maupun Lembaga Masyarakat/tokoh masyarakat.
b) Meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat berperilaku
hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan secara
mandiri, berperan-serta dalam setiap pembangunan kesehatan,
serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan
pembangunan berwawasan kesehatan.
3) Unsur-unsur dalam Pemberdayaan Masyarakat
Unsur-unsur dalam pemberdayaan antara lain:
a) Penggerak Pemberdayaan
Penggerak pemberdayaan seperti pemerintah, masyarakat, dan
swasta menjadi insiator, motivator, dan fasilitator yang
mempunyai kompetensi memadai dan dapat membangun
10
komitmen dengan dukungan para pemmpin, baik formal mapun
non formal
b) Sasaran Pemberdayaan
Sasaran pemberdayaan antara lain:
1) Perorangan (tokoh masyarakat, tokoh agama, politisi, figur
masyarakat, dan sebagainya.)
2) Kelompok (organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
kelompok masyarakat)
3) Masyarakat luas
4) Pemerintah
5) Berperan sebagai agen perubahan untuk menerapkan
perilaku hidup sehat (subjek pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan).
c) Sumber Daya
Potensi yang dimiliki oleh masyarakat, swasta, dan pemerintah
yang meliputi: dana, sarana dan prasarana, budaya, metode,
pedoman, dan media untuk terselenggaranya proses
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
4) Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Prinsip dari pemberdayaan masyarakat yaitu (Karsidi, Ravik.
2010. Puskesmas sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat.
Universitas Sebelas Maret.):
a) Berbasis Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan berbasis pada
tata nilai perorangan, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan
keragaman sosial budaya, kebutuhan, permasalahan, serta
potensi masyarakat (modal sosial).
b) Edukatif dan Kemandirian
Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan dilakukan atas
dasar untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan
11
kemampuan, serta menjadi pengerak dalam pembangunan
kesehatan. Kemandirian bermakna sebagai upaya kesehatan
dari, oleh, dan untuk masyarakat sehingga mampu untuk
mengoptimalkan dan menggerakkan segala sumber daya
setempat serta tidak bergantung kepada pihak lain.
c) Kesempatan Mengemukakan Pendapat dan Memilih Pelayanan
Kesehatan Masyarakat
Masyarakat mempunyai kesempatan untuk menerima
pembaharuan, tanggap terhadap aspirasi masyarakat dan
bertanggung-jawab, serta kemudahan akses informasi,
mengemukakan pendapat dan terlibat dalam proses
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan diri,
keluarga, massyarakat, dan lingkungannya.
d) Kemitraan dan Gotong-royong
Semua pelaku pembangunan kesehatan baik sebagai
penyelenggara maupun sebagai pengguna jasa kesehatan
dengan masyarakat yang dilayani berinteraksi dalam semangat
kebersamaan, kesetaraan, dan saling memperoleh manfaat.
Tumbuhnya rasa kepedulian, tenggang rasa, solidaritas,
empati, dan kepekaan masyarakat dalam menghadapi potensi
dan masalah kesehatan yang akhirnya bermuara dalam
semangat gotong-royong sesuai dengan nilai luhur bangsa.
Semuanya itu dapat dilaksanakan bila kebutuhan masyarakat
telah dipenihi secara wajar (Karsidi, Ravik. 2010. Puskesmas
sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat. Universitas Sebelas
Maret.).
12
5) Tahapan-Tahapan dalam Pemberdayaan Masyarakat
Tahapan dalam pemberdayaan masyarakat:
a) Mengerakkan Masyarakat
Pembangunan kesehatan perlu digerakkan oleh
masyarakat dan masyarakat mempunyai peluang yang penting
dan luas daam pembangunan kesehatan. Keterlibatan aktif
masyarakat dalam proses pembangunan mulai dari penelaahan
situai masalah kesehatan, penyusunan rencana (termasuk
penentuan prioritas kesehatan), pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi upaya kesehatan sehingga dapat terwujud kemandirian
dan kesinambungan pembangunan kesehatan.
b) Pengorganisasian dalam Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui
pendekatan ketatanan, seperti: rumah tangga, institusi
pendidikan, tempat kerja, tempat umum, dan fasilitas kesehatan
agar terwujud pemberdayaan masyarakat yang berhasil guna
dan berdaya guna dan berkesinambungan. Pemberdayaan
masyarakat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan
kekhususan masyarakat, seperti masyarakat di desa, kota,
daerah pesisir, daerah pegunungan,
c) Advokasi
Masyarakat dapat berperan dalam melakukan advokasi
kepada pemerintah dan lembaga lainnya seperti legislatif untuk
memperoleh dukungan kebijakan dan dan sumber daya.
Pelaksanaan advokasi dilakukan dengan dukungan informasi
yang memadai serta metode yang berdaya guna dan berhasil
guna. Masyarakat dapat memberikan kritik yang membangun
bagi kepentingan seluruh masyarakat.
d) Kemitraan
Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan kemitraan
berbagai pihak, seperti sektor terkait, legislatif, dunia usaha,
13
organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan masyarakat
agar terwujud dukungan sumber daya dan kebijakan.
Pembinaan melalui berbagai cara, antara lain pemberian
insentif, pendampingan, lomba.
e) Peningkatan Sumber Daya
Pemberdayaan masyarakat perlu didukung
Pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan,
pembiayaan, sarana, dan lain-lain. Dapat dikembangkan
penggerak sebagai fasilitator, komunikator dalam
pemberdayaan masyarakat.
6) Langkah-langkah dalam Pemberdayaan Masyarakat
Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan
melalui penetapan sebuah program atau proyek pembangunan.
Secara garis besar, perencanannya dapat dilakukan dengan
mengikuti enam langkah perencanaan antara lain:
a) Perumusan Masalah
Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan berdasarkan
masalah atau kebutuhan masyarakat setempat. Beberapa
masalah yang biasanya ditangani oleh pemberdayaan
masyarakat berkaitan dengan kemiskinan, pengangguran,
kenakalan remaja, pemberantasan buta hurup, dll. Perumusan
masalah dilakukan dengan menggunakan penelitian (survei,
wawancara, observasi), diskusi kelompok, rapat desa, dan
seterusnya.
b) Penetapan Program
Masalah dapat diidentifikasi dan disepakati sebagai
prioritas yang perlu segera ditangani, maka dirumuskanlah
program penanganan masalah tersebut.
14
c) Perumusan Tujuan
Perumusan tujuan dibuat agar program dapat
dilaksanakan dengan baik dan keberhasilannya dapat diukur
perlu dirumuskan apa tujuan dari program yang telah
ditetapkan. Tujuan yang baik memiliki karakteristik jelas dan
spesifik sehingga tercermin bagaimana cara mencapai tujuan
tersebut sesuai dengan dana, waktu dan tenaga yang tersedia.
d) Penentuan Kelompok Sasaran
Kelompok sasaran adalah sejumlah orang yang akan
ditingkatkan kualitas hidupnya melalui program yang telah
ditetapkan.
e) Identifikasi Sumber dan Tenaga Pelaksana.
Sumber adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menunjang program kegiatan, termasuk didalamnya adalah
sarana, sumber dana, dan sumber daya manusia.
f) Penentuan Strategi dan Jadwal Kegiatan
Strategi adalah cara atau metoda yang dapat digunakan dalam
melaksanakan program kegiatan.
g) Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau proses
dan hasil pelaksanaan program (Ahyar. 2010. Pengembangan
dan Pengorganisasian Masyarakat.
http://ahyarwahyudi.wordpress.com).
. Menurut “Adi Sasongko ( 1978 )”, langkah-langkah yang
harus ditempuh dalam pengorganisasian masyarakat:
a) Persiapan Sosial
Tujuan persiapan sosial adalah mengajak pasrtisipasi
atau peran serta masyarakat sejak awal kegiatan, selanjutnya
sampai dengan perencanaan program, pelaksanaan hingga
pengembangan program kesehatan masyarakat. Kegiatan-
15
kegiatan dalam persiapan sosial ini lebih ditekankan kepada
persiapan-persiapan yang harus dilakukan baik aspek teknis,
administratif dan program-program kesehatan yang akan
dilakukan.
(1) Pengenalan Masyarakat
Tahap awal ini kita harus datang ke tengah-tengah
masyarakat dengan hati yang terbuka dan kemauan untuk
mengenal masyarakat sebagaimana adanya, tanpa disertai
prasangka sambil menyampaikan maksud dan tujuan
kegiatan yang akan dilaksanakan. Tahap ini dapat
dilakukan baik melalui jalur formal yaitu dengan melalui
sistem pemerintahan setempat seperti Pamong Desa atau
Camat, dan dapat juga dilakukan melalui jalur informal
misalnya wawancara dengan tokoh masyarakat, seperti:
Guru, Pemuka Agama, tokoh Pemuda, dan lain-lain.
(2) Pengenalan Masalah
Tahap ini dituntut suatu kemampuan untuk dapat
mengenal masalah-masalah yang memang benar-benar
menjadi kebutuhan masyarakat. Interaksi dan interelasi
dengan masyarakat setempat secara mendalam diperlikan
untuk dapat mengenal masalah kesehatan masyarakat
secara menyeluruh. Tahap ini mungkin akan banyak
ditemukan masalah-masalah kesehatan masyarakat, oleh
karena itu harus disusun skala prioritas penanggulangan
masalah. Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan
untuk menyusun prioritas masalah yaitu:
(a) Beratnya Masalah
(b) Mudahnya Mengatasi
(c) Pentingnya Masalah Bagi Masyarakat
(d) Banyaknya Masyarakat yang Merasakan Masalah.
16
(3) Penyadaran Masyarakat
Tujuan tahap ini adalah menyadarkan masyarakat
agar mereka:
(a) Menyadari masalah-masalah kesehatan yang mereka
hadapi.
(b) Secara sadar berpartisipasi dalam kegiatan
penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi.
(c) Tahu cara memenuhi kebutuhan akan upaya
pelayanan kesehatan sesuai dengan potensi dan
sumber daya yang ada.
b) Pelaksanaan
Langkah selanjutnya setelah rencana penanggulangan
masalah disusun dalam Lokakarya Mini atau Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD) yaitu melaksanakan kegiatan
tersebut sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan
kegiatan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat yaitu:
(1) Pilihlah kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat.
(2) Libatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam upaya
penanggulangan masalah.
(3) Kegiatan disesuaikan dengan kemampuan, waktu, dan
sumber daya yang tersedia di masyarakat.
(4) Tumbuhkan rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka
mempunyai kemampuan dalam penanggulangan masalah.
c) Evaluasi
Penilaian dapat dilakukan setelah pelaksanaan dijalankan
dalam jangka waktu tertentu. Ada dua cara dalam melakukan
penilaian, yaitu:
17
(1) Penilaian selama Kegiatan Berlangsung
Penilaian selama kegiatan berlangsung disebut juga
penilaian formatif atau monitoring. Dilakukan untuk
melihat apakah pelaksanaan kegiatan yang dijalankan sesuai
dengan perencanaan penanggulangan masalah yang telah
disusun sehingga dapat diketahui perkembangan hasil yang
akan dicapai.
(2) Penilaian setelah Program Selesai Dilaksanakan
Penilaian setelah program selesai dilaksanakan disebut juga
penilaian sumatif atau penilaian akhir program. Dilakukan
setelah melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang
dilakukan sehingga dapat diketahui apakah tujuan/target
dalam pelayanan kesehatan telah tercapai atau belum.
d) Perluasan
Perluasan merupakan pengembangan dari kegiatan yang
dilakukan, dan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
(1) Perluasan Kuantitatif
Perluasan dengan menambah jumlah kegiatan yang
dilakukan, baik pada wilayah setempat maupun wilayah
lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
(2) Perluasan Kualitatif
Perluasan dengan dengan meningkatkan mutu atau
kualitas kegiatan yang telah dilaksanakan sehingga dapat
meningkatkan kepuasan dari masyarakat yang dilayani.
(Ahyar. 2010. Pengembangan dan Pengorganisasian
Masyarakat. http://ahyarwahyudi.wordpress.com).
b. Batasan Fasilitator
Pemandu sering disebut juga sebagai fasilitator, berasal dari kata
asilis yang artinya “mempermudah”. Tugas utama pemandu atau
fasilitator kegiatan desa/kelurahan adalah mempermudah peserta
18
untuk terlibat secara aktif sehingga kegiatan bisa berjalan dengan baik
(Ditjen Bina Bangda-Departemen Dalam Negeri Forum
Pengembangan Partisipasi Masyarakat. 2008. Panduan
Penyelenggaraan Musyawarah Pembangunan Desa/Kelurahan).
Fasilitasi secara harfiah berarti “mempermudah”. Fasilitator
bertujuan untuk membantu orang membuat keputusan dan mencapai
hasil tertentu dalam pertemuan, sesi pembinaan tim, kelompok
penyelesaian masalah dan pelatihan. Fasilitasi bertujuan untuk
memperoleh gagasan dari semua orang yang hadir dan tidak
mengizinkan adanya dominasi dari beberapa orang, serta untuk
menyajikan luaran (output) dari suatu kegiatan pertemuan dalam
bentuk yang mudah dipahami (Bawloye, J. 2006. Memfasilitasi
Kelompok (Facilitating Groups). Bank Pengetahuan Padi Indonesia).
Enam langkah untuk menjadi fasilitator yang baik yaitu:
1) Mengklarifikasi tujuan-tujuan pertemuan.
2) Menetapkan aturan-aturan dasar.
3)Menyusun pertanyaan fokus untuk menilai tingkat komitmen
peserta terhadap subyek atau isu yang dibahas.
4)Menyusun beberapa pertanyaan kunci yang dirancang untuk
mengumpulkan informasi mengenai pokok atau isu yang sedang
dibahas.
5) Adakan pertemuan (untuk mengelola proses tersebut).
6)Nilai pemahaman dan kemajuan peserta sepanjang pertemuan
tersebut.
Fasilitator yang baik antara lain:
1) Mengumpulkan gagasan kelompok, bukannya mendesakkan suatu
agenda tertentu pada kelompok.
2) Memandang semua peserta secara positif.
3) Bersikap terbuka terhadap perubahan-tidak ada cara terbaik (selain
bersikap demikian) untuk melaksanakan suatu pertemuan.
4) Mampu mengajar bila perlu.
19
5) Menggunakan luaran (output) kelompok untuk mendukung butir-
butir yang dibahas.
6) Tidak mendebat dan usahakan agar kepedulian orang diperhatikan
demi hasil menang-menang (tidak ada yang kalah).
7) Perlu disadari bahwa suatu pertemuan bisa berlangsung “agak
dingin”.
8) Mempunyai keterampilan interaktif seperti bertanya,
mendengarkan, memberi umpan balik membangun, dan mengatasi
konflik.
9) Mempunyai keterampilan untuk menyelesaikan masalah dan
mengumpulkan informasi antara lain melakukan sesi tukar pikiran
(brainstorming), menggunakan kartu untuk mengumpulkan
informasi dan mengaturnya, serta melakukan debat (buat suatu
skenario dan minta peserta secara bergiliran untuk mendebat setiap
sisi dari isu yang bersangkutan).
c. Batasan Motivator
Motivator memerlukan banyak hal yang harus dipersiapkan baik
persiapan ketahanan personal, kemampuan memahami lingkungan dan
modal sosialnya, kemampuan mengajak, memobilisasi, menjembatani,
serta kemampuan untuk menjadi fasilitator sehingga peran motivator
sangat penting dan strategis. Motivator menempatkan diri sebagai
garda terdepan dan sebagai pionir pemberdayaan dalam konteks
pemberdayaan masyarakat, untuk itu dibutuhkan pemahaman, afeksi,
dan keterampilan yang memadai baik dari sisi motivasi,
pemberdayaan, mobilisasi dan mengajak masyarakat untuk berperan
aktif dalam pemberdayaan masyarakat. seorang motivator harus
memahami alur pikir pemberdayaan yang dilaksanakan.
Merujuk dari proses pemberdayaan, maka proses pemberdayaan
meliputi beberapa tahapan, yaitu (1) Awakening, suatu proses yang
membantu orang mengadakan penelitian terhadap situasi mereka saat
20
ini, pekerjaan dan posisi mereka dalam organisasi. (2) Understanding,
suatu proses orang mendapat pemahaman dan persepsi baru yang
sudah mereka dapat mengenai diri mereka sendiri, pekerjaan, aspirasi
dan keadaan umum, (3) Harnessing, yaitu individu yang telah
memperlihatkan keterampilan dan sifat, harus memutuskan bagaimana
mereka dapat menggunakannya bagi pemberdayaan, dan (4) Using,
suatu proses penggunaan ketrampilan dan kemampuan pemberdayaan
sebagai bagian dari kehidupan kerja setiap hari.
d. Batasan Kader
Departemen Kesehatan RI memberikan batasan kader yaitu
kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau
oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. L. A. Gunawan
memberikan batasan tentang kader kesehatan, kader kesehatan
dinamakan juga promotor kesehtan desa (prokes) adalah tenaga
sukarela yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas
mengembangkan masyarakat. Tujuan pembentukan kader adalah
dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, khusus dibidang
kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa
masyarakat bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan subjek dari
pembangunan itu sendiri.
Hakekatnya kesehatan dipolakan mengikut sertakan masyarakat
secara aktif dan bertanggung jawab. Keikutsertaan masyarakat dalam
meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya
dan adaya dalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat akan
memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat seoptimal
mungkin.
Salah satu persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk
pemilihan calon kader yaitu:
1) Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia.
2) Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader.
21
3) Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang
bersangkutan.
4) Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan
desanya.
5) Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat
calon kader lainnya dan berwibawa.
6) Sanggup membina paling sedikit 10 kepala keluarga untuk
meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan.
7) Berasal dari masyarakat setempat.
8) Tinggal di desa tersebut.
9) Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama.
10) Diterima oleh masyarakat setempat.
11) Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari
nafkah lain.
Persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa
ahli di atas dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader
kesehatan antara lain, sanggup bekerja secara sukarela, mendapat
kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai krebilitas yang baik
dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa
pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai
baca tulis, sanggup membina masyarakat sekitarnya. Kader
kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya
meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal dan ikut membina
masyarakat dalam bidang kesehatan.
3. Aspek Komunikasia. Batasan Komunikasi
Kata atau istilah komunikasi berasal dari Bahasa Latin
communicatus yang berarti berbagi atau menjadi milik bersama.
Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu
22
pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.
Berikut adalah bebarapa definsi tentang ilmu komunikasi yang
dikemukakan oleh para ahli yaitu: Hovland, Janis & Kelley
komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang komunikator
menyampaikan stimulus yang biasanya dalam bentuk kata-kata
dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang
lainnya atau khalayak.
Menurut Berelson & Steiner, komunikasi adalah suatu proses
penyampaian informasi, gagasan, emosi, dan keahlian melalui
penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka,
dan lain-lain. Menurut Harold Lasswell, komunikasi pada dasarnya
merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”, “mengatakan
“apa”, “dengan saluran apa”, “kepada siapa”, dan “dengan akibat
apa” atau “hasil apa”. Definisi Lasswell, secara eksplisit dan
kronologis menjelaskan tentang lima komponen yang terlibat dalam
komunikasi, yaitu:
1) Siapa (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau
sumber)
2) Mengatakan apa isi informasi yang disampaikan
3) Kepada siapa (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran
penerima)
4) Melalui saluran apa (alat/saluran penyampaian informasi)
5) Dengan akibat/hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima)
Berdasarkan definisi-definisi tentang komunikasi tersebut, dapat
diperoleh gambaran bahwa komunikasi mempunyai beberapa
karakteristik sebagai berikut:
1) Komunikasi adalah suatu proses. Komunikasi sebagai suatu proses
artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau
23
peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi)
serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.
2) Komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai
tujuan. Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara
sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari
pelakunya.
3) Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para
pelaku yang terlibat. Kegiatan komunikasi akan berlangsung baik
apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih)
sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang
sama terhadap topik pesan yang disampaikan.
4) Komunikasi bersifat simbolis. Komunikasi pada dasarnya
merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan
lambang-lambang. Lambang yang paling umum digunakan dalam
komunikasi antar manusia adalah bahasa verbal dalam bentuk kata-
kata, kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya.
5) Komunikasi bersifat transaksional. Komunikasi pada dasarnya
menuntut dua tindakan, yaitu memberi dan menerima. Dua
tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau
porsional.
6) Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu. Maksudnya adalah
bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi
tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan
adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon,
internet, faximili, dan lain-lain, faktor ruang dan waktu tidak lagi
menjadi masalah dalam berkomunikasi. (Riswandi. 2006. Definisi
Komunikasi dan Tingkatan Proses Komunikasi. Kapita Selekta
Komunikasi. www.wordpress.com)
b. Tujuan Komunikasi
24
Tujuan utama komunikasi adalah untuk
membangun/menciptakan pemahamam atau pengertian bersama.
Saling memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui tetapi
mungkin dengan komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat,
perilaku ataupun perubahan secara sosial:
1) Perubahan Sikap (Attitude Change)
Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya
berubah, baik positif maupun negatif. Kita berusaha mempengaruhi
sikap orang lain dalam berbagai situasi dan berusaha agar orang
lain bersikap positif sesuai keinginan kita.
2) Perubahan Pendapat (Opinion Change)
Komunikasi berusaha menciptakan pemahaman. Pemahaman ialah
kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana
dimaksudkan oleh komunikator. Pendapat yang berbeda-beda dari
komunikan akan tercipta setelah memahami apa yang dimaksud
oleh komunikator.
3) Perubahan Perilaku (Behavior Change)
Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku maupun tindakan
seseorang.
Contoh: Kampanye kesehatan mengenai merokok menyebabkan
gangguan kesehatan.
Komunikan yang telah mengikuti kampanye akan berusaha
mengurangi/berhenti merokok. Hal ini berarti komunikan telah
mengalami perubahan perilaku yang diharapkan dari kampanye
tersebut.
4) Perubahan Sosial (Social Change)
Membangun dan memelihara ikatan hubungan dengan orang lain
sehingga menjadi hubungan yang makin baik. Proses komunikasi
yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan
interpersonal.
25
(Candra, Ade. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi.
www.wordpress.com)
c. Komunikasi Efektif
Wiryanto dalam bukunya “Teori Komunikasi Massa” tentang
Efek Komunikasi Massa, menegaskan bahwa komunikasi dikatakan
efektif apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat
menghasilkan efek-efek atau perubahan-perubahan sebagaimana yang
diinginkan komunikator, seperti perubahan pengetahuan, sikap, dan
perilaku. Perubahan-perubahan di pihak komunikan itu dapat
diketahui melalui tanggapan-tanggapan yang diberikannya sebagai
umpan balik atau feedback.
Terjadinya feedback dalam proses komunikasi dibagi menjadi
dua, yaitu feedback langsung (immediate feedback) dan feedback tidak
langsung (delayed feedback). Feedback langsung terjadi dalam
komunikasi tatap muka, dimana komunikator dan komunikan saling
berhadapan, sehingga feedback yang terjadi dapat diterima
komunikator saat itu juga. Feedback tidak langsung terjadi pada
komunikasi bermedia (cetak maupun elektronika), seperti komunikasi
melalui surat kabar, radio, televisi, film, dan sebagainya, dimana
komunikator baru dapat mengetahui tanggapan komunikan setelah
komunikasi selesai. (Gunawan. 2009. Efektifitas Pesan dalam
Komunikasi. www.balitbang.depkominfo.go.id)
Bagaimana efek suatu proses komunikasi pada seseorang.
Terhadap pesan yang dikomunikasikan bagaimana efeknya dapat
diramalkan bagaimana timbul pada komunikan. Upaya untuk hal
tersebut dengan menciptakan “the condition of success in
communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi kika
menginginkan suatu pesan dapat membangkitkan tangggapan yang
kita kehendaki. Kondisi tersebut yaitu:
26
1) Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga
dapat menarik perhatian komunikan.
2) Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju pada
pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan,
sehingga sama-sama mengerti.
3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
4) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan
komunikan yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan
berada pada saat digerakkan untuk memberikan tanggapan yang
dikehendaki.
Seorang komunikator harus meneliti sedalam-dalamnya
komponen komunikan (know your audience) meliputi hal-hal seperti:
waktu yang tepat untuk suatu pesan, bahasa yang harus dipergunakan
agar pesan dapat dimengerti, sikap dan nilai yang harus ditampilkan
agar efektif, dan jenis kelompok di mana komunikasi akan
dilaksanakan. (Myazinda. 2008. Proses Komunikasi Efektif. Stikom
Wangsa Jaya Banten. www.kapanlagi.com) Sedangkan komponen
komunikator meliputi trustworthiness atau kepercayaan pada
komunikator, attractiveness atau daya tarik komunikator, source
power atau kekuasaan/kemampuan untuk menimbulkan ketundukan
atau kepatuhan, expertise atau keahlian komunikator. (Labcom. 2010.
Transparansi Komkes. Komunikasi Kesehatan. (ppt))
d. Hambatan Komunikasi
Selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran
jalannya proses komunikasi sehingga informasi dan gagasan yang
disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh
penerima pesan atau receiver. Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton,
27
ada hambatan-hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif
yaitu:
1) Status Effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap
manusia. Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih
rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan
atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut
mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.
2) Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan
komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan
perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi
seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan
sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam
penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding)
atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa
menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya
kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh
pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi
keledai dan lain-lain.
3) Perceptual Distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara
pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara
berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain.
Perceptual distorsion terjadi dalam komunikasi yaitu adanya
perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu
dengan yang lainnya.
4) Cultural Differences
Hambatan yang terjadi disebabkan adanya perbedaan kebudayaan,
agama, dan lingkungan sosial. Suatu organisasi terdapat beberapa
28
suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-
kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku.
Contoh: kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh,
tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis
makanan berupa sup.
5) Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap
proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya: suara riuh orang-
orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang
kurang jelas.
6) Poor Choice of Communication Channels
Gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam
melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari
misalnya sambungan telepon yang terputus-putus, suara radio yang
hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf
ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat
ditangkap dan dimengerti dengan jelas.
7) No Feed Back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan
kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari
receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-
sia. Seperti contoh seorang manajer menerangkan suatu gagasan
yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan
tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon
dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.
(Kurnia, Ahmad. 2009. Hambatan Komunikasi. www.blogger.com)
4. Aspek Analisis Biaya
a. Batasan Good Governance
Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan,
adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna
29
mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata
pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-
lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat
mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum,
memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan
diantara mereka (Krina, Loina Laloo. 2003. Indikator dan Alat Ukur
Prinsip Akuntabilitas, Transparasi & Partisipasi. Jakarta : Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional).
Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme
pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan
pengaruh sektor negara dan sektor non-pemerintah dalam suatu usaha
kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat
dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor
lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah
pemahaman formal tentang bekerjanya institusi-institusi negara.
Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak
pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda.
Good governance menghendaki pemerintahan dijalankan
dengan mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan yang baik, seperti
transparansi (keterbukaan), akuntabilitas, partisipasi, keadilan, dan
kemandirian, sehingga sumber daya negara yang berada dalam
pengelolaan pemerintah benar-benar mencapai tujuan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran dan kemajuan rakyat dan negara.
Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan
negara tak lepas dari masalah akuntabilitas dan tranparansi dalam
pengelolaan keuangan negara, karena aspek keuangan negara
menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan bangsa, baik
dari segi sifat, jumlah maupun pengaruhnya terhadap kemajuan,
ketahanan, dan kestabilan perekonomian bangsa ( Artjana, I Gde.
2004. Upaya Membangun Akuntabilitas Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara di Lingkungan Militer Menuju
30
Terciptanya Good Governance Tantangan dan Harapan dipaparkan
dalam FGD SSR Propatria).
b. Prinsip-Prinsip Good Governance
UNDP (United Nations Development Program)
merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu
legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil,
kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan
keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien,
kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat
dipercaya. World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good
governance adalah masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris,
terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang
bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum.
Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator
seperti : transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta
kesinambungan. Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya
konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu
accountability, transparency, predictability, dan participation. Jumlah
komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang
baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu
pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang
dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good
governance, yaitu Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipasi
Masyarakat.
Berikut ini adalah pembahasan mendalam dari ketiga prinsip
tersebut disertai dengan indikator serta alat ukurnya masing-masing,
1) Prinsip Akuntabilitas
Ketiga prinsip diatas tidaklah dapat berjalan sendiri-sendiri
ada hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi,
masing-masing adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai
prinsip yang lainnya, dan ketiganya adalah instrumen yang
31
diperlukan untuk mencapai manajemen publik yang baik.
Walaupun begitu, akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip
ini Prinsip ini menuntut dua hal yaitu (1) kemampuan menjawab
(answerability), dan (2) konsekuensi (consequences). Komponen
pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah
berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab
secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka,
kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah
dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut.
Prof Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas
sebagai “pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk
memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu.
Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan
menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada
berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi
penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling
mengawasi (checks and balances system).
Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa
setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat
dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-
pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan pengambilan
keputusan di dalam organisasi-organisasi publik melibatkan
banyak pihak. Rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan
antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik,
teknokrat, birokrat atau administrator, serta para pelaksana di
lapangan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi
pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya
untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai
dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat.
32
Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang
jelas dan efisien dari para aparat birokrasi. Pemerintah
bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun
sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal
harus dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal, melalui umpan
balik dari para pemakai jasa pelayanan maupun dari masyarakat.
Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan
pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal
yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan
pelayanan tersebut. Berdasarkan tahapan sebuah program,
akuntabilitas dari setiap tahapan yaitu:
a) Tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa
indikator untuk menjamin akuntabilitas publik yaitu:
(1) Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis
dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan
(2) Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan
nilai-nilai yang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-
prinsip administrasi yang benar maupun nilai-nilai yang
berlaku di stakeholders
(3) Kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan
sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta
standar yang berlaku
(4) Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah
terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme
pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi
(5) Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional
yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai
target tersebut.
b) Tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk
menjamin akuntabilitas publik yaitu:
33
(1) Penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan,
melalui media massa, media nirmassa, maupun media
komunikasi personal
(2) Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan
dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program
(3) Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah
keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat
(4) Ketersediaan sistem informasi manajemen dan
monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah.
2) Prinsip Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau
kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang
kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-
hasil yang dicapai.
Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi
pengawasan sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah
informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang
dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan
akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan
kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik Prinsip ini
memiliki 2 aspek, yaitu komunikasi publik oleh pemerintah, dan
hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat
sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik
kinerjanya.
Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari
transparansi. Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari
pemerintah untuk membuka dan mendiseminasi informasi
maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang,
juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun
34
informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu.
Karena pemerintahan menghasilkan data dalam jumlah besar,
maka dibutuhkan petugas informasi professional, bukan untuk
membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk
menyebarluaskan keputusan-keputusan yang penting kepada
masyarakat serta menjelaskan alasan dari setiap kebijakan
tersebut.
Peran media juga sangat penting bagi transparansi
pemerintah, baik sebagai sebuah kesempatan untuk
berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai
informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai
aksi pemerintah dan perilaku menyimpang dari para aparat
birokrasi. Media tidak akan dapat melakukan tugas ini tanpa
adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah maupun
pengaruh kepentingan bisnis. Keterbukaan membawa
konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan dari
masyarakat dan bahkan oleh media massa. Karena itu, kewajiban
akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang
mencakup kriteria yang jelas dari para aparat publik tentang jenis
informasi apa saja yang mereka berikan dan pada siapa informasi
tersebut diberikan.
Prinsip transparasi memiliki sejumlah indikator seperti:
a) Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan
standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik
b) Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik
tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun
proses-proses didalam sektor publik.
c) Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun
penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat
publik didalam kegiatan melayani
35
3) Prinsip Partisipasi
Proses pembangunan di segala sektor, aparat negara sering
kali mengambil kebijakan-kebijakan yang terwujud dalam
pelbagai keputusan yang mengikat masyarakat umum dengan
tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
Keputusan-keputusan semacam itu tidak jarang dapat membuka
kemungkinan dilanggarnya hak-hak asasi warga negara akibat
adanya pendirian sementara pejabat yang tidak rasional atau
adanya program-program yang tidak mempertimbangkan
pendapat rakyat kecil.
Bukan rahasia lagi bahwa di negara kita ini pertimbangan-
pertimbangan ekonomis, stabilitas, dan security sering
mengalahkan pertimbangan-pertimbangan mengenai aspirasi
masyarakat dan hak asasi mereka sebagai warga negara.
Pembangunan politis dalam banyak hal telah disubordinasi oleh
pembangunan ekonomis maupun kebijakan-kebijakan pragmatis
pejabat tertentu.
Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi,
meningkatkan kualitas dan efektivitas layanan publik, dalam
mewujudkan kerangka yang cocok bagi partisipasi, perlu
dipertimbangkan beberapa aspek, yaitu:
a) Partisipasi melalui institusi konstitusional (referendum,
voting) dan jaringan civil society (inisiatif asosiasi)
b) Partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan,
civil society sebagai service provider
c) Lokal kultur pemerintah (misalnya Neighborhood Service
Department di USA, atau Better Management Transparent
Budget di New Zealand)
d) Faktor-faktor lainnya, seperti transparansi, substansi proses
terbuka dan konsentrasi pada kompetisi.
36
Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak
untuk terlibat dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan. Keterlibatan dalam pengambilan
keputusan dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak
langsung. Transparansi bermakna tersedianya informasi yang
cukup, akurat dan tepat waktu tentang kebijakan publik, dan
proses pembentukannya dengan ketersediaan informasi seperti ini
masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan
publik yang muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi
masyarakat serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi
yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok
masyarakat saja secara tidak proporsional.
Pendapat yang mengatakan bahwa partisipasi dapat dilihat
melalui keterlibatan anggota-anggota masyarakat di dalam Pemilu
saja, jelas merupakan pendapat yang kurang lengkap. Masih
banyak pola perilaku informal yang dapat dijadikan patokan
dalam menilai tingkat partisipasi dalam suatu masyarakat. Jika
orang bersedia menilai proses politik secara netral maka bentuk-
bentuk perilaku massa berupa protes, aksi pamflet, ataupun
pemogokan, sebenarnya juga termasuk partisipasi. Tindakan
protes atau mogok, boleh jadi merupakan luapan dari tuntutan
massa akibat saluran-saluran aspirasi yang sebelumnya ada telah
berkembang.
Protes yang disertai aksi-aksi kekerasan terkadang semata-
mata disebabkan oleh keputusasaan, kegusaran, dan
terpendamnya konflik internal Suatu kebijakan mungkin pada
dasarnya bertujuan mulia karena jelas-jelas akan bermanfaat
untuk kepentingan umum. Namun seiring dilaksanakannya
kebijakan tersebut dalam sistem birokrasi yang berjenjang sering
kali terjadi pergeseran dan penyimpangan arah kebijakan tadi.
Bagaimanapun jika para birokrat tidak ingin kehilangan
37
wibawanya dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan publik, para
birokrat harus senantiasa memperhatikan aspirasi-aspirasi
masyarakat dan mendukung partisipasi seluruh unsur
kemasyarakatan secara wajar.
Setidak-tidaknya ada 2 alasan mengapa sistem partisipatoris
dibutuhkan dalam negara demokratis. Pertama, ialah bahwa
sesungguhnya rakyat sendirilah yang paling paham mengenai
kebutuhannya. Kedua, bermula dari kenyataan bahwa
pemerintahan yang modern cenderung semakin luas dan
kompleks, birokrasi tumbuh membengkak di luar kendali. Warga
negara harus dirangsang dan dibantu dalam membina hubungan
dengan aparat pemerintah untuk menghindari alienasi warga
negara.
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka penguatan partisipasi publik, adalah :
a) Mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh publik
Menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan
mengumpulkan masukan-masukan dari stakeholders
termasuk aktivitas warga Negara dalam kegiatan publik,
b) Mendelegasikan otoritas tertentu kepada pengguna jasa
layanan publik seperti proses perencanaan dan penyediaan
panduan bagi kegiatan masyarakat dan layanan publik.
c) Partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya
seluruh lapisan masyarakat akan memperoleh hak dan
kekuatan yang sama untuk menuntut atau mendapatkan
bagian yang adil dari manfaat pembangunan.