BAB II REV-SULASIH -...

21
13 BAB II HUBUNGAN AL-HIKMAH DAN PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Hikmah Sesungguhnya apa hikmah itu ?. Ada orang yang meyakini bahwa diri manusia memiliki dua jenis kekuatan : 1. Kekuatan memahami (kekuatan akal) 2. Kekuatan menggerakkan (kekuatan gerak) Kekuatan akal mempunyai dua cabang : (a) akal nazhari (teoritis) dan (b) akal ‘amali (praktis). 1 Akal nazhari adalah kemampuan yang dengannya manusia dapat merekam gambaran-gambaran ilmiah dalam benaknya. Akal ‘amali adalah kemampuan yang menggerakkan tubuh manusia untuk melakukan berbagai aktivitas berdasarkan pertimbangan. Atau, dengan kata lain, kemampuan memahami apa yang harus dikerjakan. 2 Akal ‘amali mempunyai kaitan dengan kekuatan syahwat dan marah. Melalui kaitan ini, terciptalah berbagai tata cara yang mendatangkan serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya. Apabila digunakan dengan daya khayal, kekuatan ini akan menghasilkan pemikiran-pemikiran-pemikiran kulli (universal) yang berkaitan dengan perbuatan seperti berkata jujur itu baik, dusta itu buruk dan sebagainya. Kekuatan gerak pun mempunyai dua cabang : (a) kekuatan marah dan (b) kekuatan syahwat. Kekuatan marah adalah kekuatan untuk menolak perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai. Kekuatan syahwat adalah kekuatan untuk menarik perbuatan-perbuatan yang sesuai. 3 Jika seluruh akal menguasai seluruh kekuatan yang lain, dan kekuatan yang terakhir ini juga tunduk dan patuh kepadanya. Maka tindakan kekuatan- 1 Harun Nasution, Akal Dan Wahyu Dalam Islam, (Jakarta : Universitas Indonesia, 1986), hlm. 10 2 Khlmil Al-Musawi, Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana : Resep-Resep Mudah Dan Sederhana Meraih Hikmah Dalam Kehidupan, Alih Bahasa Ahmad Subandi, (Jakarta : Lentera, 1998), hlm. 1 3 Ibid., hlm. 2

Transcript of BAB II REV-SULASIH -...

Page 1: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

13

BAB II

HUBUNGAN AL-HIKMAH DAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Hikmah

Sesungguhnya apa hikmah itu ?. Ada orang yang meyakini bahwa diri

manusia memiliki dua jenis kekuatan :

1. Kekuatan memahami (kekuatan akal)

2. Kekuatan menggerakkan (kekuatan gerak)

Kekuatan akal mempunyai dua cabang : (a) akal nazhari (teoritis) dan

(b) akal ‘amali (praktis).1Akal nazhari adalah kemampuan yang dengannya

manusia dapat merekam gambaran-gambaran ilmiah dalam benaknya. Akal

‘amali adalah kemampuan yang menggerakkan tubuh manusia untuk

melakukan berbagai aktivitas berdasarkan pertimbangan. Atau, dengan kata

lain, kemampuan memahami apa yang harus dikerjakan.2

Akal ‘amali mempunyai kaitan dengan kekuatan syahwat dan marah.

Melalui kaitan ini, terciptalah berbagai tata cara yang mendatangkan

serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

Apabila digunakan dengan daya khayal, kekuatan ini akan menghasilkan

pemikiran-pemikiran-pemikiran kulli (universal) yang berkaitan dengan

perbuatan seperti berkata jujur itu baik, dusta itu buruk dan sebagainya.

Kekuatan gerak pun mempunyai dua cabang : (a) kekuatan marah dan

(b) kekuatan syahwat. Kekuatan marah adalah kekuatan untuk menolak

perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai. Kekuatan syahwat adalah kekuatan

untuk menarik perbuatan-perbuatan yang sesuai.3

Jika seluruh akal menguasai seluruh kekuatan yang lain, dan kekuatan

yang terakhir ini juga tunduk dan patuh kepadanya. Maka tindakan kekuatan-

1 Harun Nasution, Akal Dan Wahyu Dalam Islam, (Jakarta : Universitas Indonesia, 1986),

hlm. 10 2 Khlmil Al-Musawi, Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana : Resep-Resep Mudah Dan

Sederhana Meraih Hikmah Dalam Kehidupan, Alih Bahasa Ahmad Subandi, (Jakarta : Lentera, 1998), hlm. 1

3 Ibid., hlm. 2

Page 2: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

14

kekuatan yang lain akan berlangsung secara wajar dan seimbang. Manusia

menjadi teratur dan tercipta keseimbangan dan kesesuaian antara keempat di

kekuatan atas.

Tiap-tiap kekuatan tersebut menjadi terdidik dan menghasilkan

keutamaan-keutamaan yang merupakan bagian khasnya. Dari “kekuatan akal”

yang terdidik dihasilkan ilmu beserta sesuiannya, yang bernama hikmah Dari

“kekuatan gerak” yang terdidik dihasilkan sifat sabar dan berani. Dari

“kekuatan syahwat” yang terdidik dihasilkan sifat iffah (menjaga kesucian).

Di atas dasar inilah keadilan terwujud. Dari sini kita dapat mengatakan bahwa

hikmah adalah kendalikan, dan keadilan adalah hikmah.

Lafadz Al-Hikmah mempunyai bermacam-macam pengertiannya,

diantaranya adalah pengertian secara khusus dan pengertian secara umum.

Secara etimologi,4 term yang berakar dari huruf ha-ka-ma dapat

berarti mencegah, al-hukmu. Yaitu mencegah dari kedhaliman dan

menghukum binatang demi untuk mencegahnya, dan diqiyaskan dalam

pengertian mencegah dari yang jahil. 5

Ditinjau dari segi leksikal,6 yang dimaksud dengan muhakkam adalah

orang yang banyak pengalamannya dengan hikmah.7 Ibnu Mandzur

mengatakan bahwa al-hakim adalah yang memiliki hikmah, sedang hikmah

adalah simbol dari pengetahuan (ilmu) tentang sesuatu yang paling utama

melalui ilmu yang paling mulia bisa juga seorang yang sangat mengerti dan

mendalami sesuatu disebut hakim.8

Kata “Hikmah” dalam perspektif bahasa mengandung makna: (a)

mengetahui keunggulan sesuatu melalui suatu pengetahuan, sempurna,

4 Yaitu pengertian secara asal-usul kata. Lihat W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1985), hlm. 278.

5 Ahmad Husain Ahmad Ibnu Fariz Ibnu Zakariya, Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Revisi Abdul Salam Harun, (Kairo : Dar Al-Fikr, 1972), hlm. 91.

6 Yaitu makna yang berhubungan dengan bahasa kamus atau kosa kata. Lihat Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1990), hlm. 356.

7 Nashir, Op.Cit, hlm. 18. 8 Jamaluddin Muhammad Ibnu Muhammad Ibn Mukarrom Muhammad Ibn Mansur, Lisan

Al-Arabi, Bab “Hikam”, (Kairo : Muassasah Al-Misriyah, t.th.), hlm. 30.

Page 3: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

15

bijaksana dan suatu yang tergantung padanya akibat sesuatu yang terpuji.9 (b)

ucapan yang sesuai dengan kebenaran, filsafat, perkara yang benar dan lurus,

keadilan, pengetahuan dan lapang dada.10 (c) kata “Al-Hikmah” dengan

bentuk jamaknya “Al-Hikam” bermakna: kebijaksanaan, ilmu dengan

pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan, pepatah dan Al-Qur'an Al-Karim.11

Sedang menurut Fachrudin HS. Dalam ensiklopedi Al-Qur'an mengartikan

hikmat sebagai pengetahuan yang dalam, mengerti hal-hal yang di balik

kenyataan. Juga hikmat berarti kebijaksanaan, pandai meletakkan sesuatu

pada tempatnya, sehingga segalanya dapat berjalan lancar dan berhasil. Ahli

hikmat biasa juga dinamakan ahli pikir atau ahli filsafat.12

Sedangkan secara terminologi,13 kata hikmah diartikan secara berbeda

tergantung dari perspektif tinjauannya. Para ulama fiqh mengartikan hikmah

sebagai Qur’an dan pemahaman terhadapnya, nasikh-mansukh, muhkam-

mutasyabih, muqaddim-muakhar, halal-haram, dan sebagainya. Sebagaimana

mereka juga ada yang mengartikan sebagai kesesuaian antara perkataan dan

perbuatan.14

Ulama tasawuf mengartikan hikmah dengan sikap wara’ dalam arti

menjauhkan diri dari perbuatan maksiat atau meletakkan sesuatu pada

tempatnya.15

Sedangkan menurut para filosof, ada yang menggunakan kata hikmah

sebagai konsep kunci dalam mengklasifikasikan ilmu.16 Hikmah dalam hal ini

9 Abdul Azy Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

1996), hlm. 550. 10 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,

1994), hlm. 112. 11 Ahmad Warson Muhaw, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, (Krapyak, Yogyakarta :

Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawir, tth.), hlm. 309. 12 Fachruddin, Ensiklopedi Al-Qur'an, Cet 1, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1992), hlm. 440-

441. 13 Yaitu pengertian menurut peristilahan, Tim Penyusun Departemen Pendidikan Dan

Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1993), hlm. 938. 14 Irfan Hielmy, Dakwah Bil-Hikmah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2002), hlm. 12. 15 Ibid. 16 Ibid, hlm. 13.

Page 4: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

16

adalah sebagai bentuk pengetahuan yang tertinggi dan termulia yang dianut

oleh segenap kaum muslimin.

Ibnu Sina mengartikan hikmah:

استكمال النفس االنسانية بتصور االمور والتصديق با لحقائق : الحكمة النظرية والعملية على قد ر الظاقة االنسانية

Hikmah ialah mencari kesempurnaa diri manusia dengan

menggambarkan segala urusan dan membenarkan segala hakikat, baik yang

bersifat teori maupun praktek menurut kadar kemampuan manusia.17

Ibnu Sina menerangkan bahwa hikmah yang berhubungan dengan hal-

hal yang harus diketahui tanpa diamalkan disebut “Hikmah Nadza’ah riyah

حكمه( نظرية) Hikmah yang berhubungan dengan hal-hal yang harus diketahui

dan diamalkan dinamakan “Hikmah Amaliyah )حكمه عملية(” .18 Artinya

hikmah ilmiah amaliah artinya keadaannya menyangkut ilmu pengetahuan

dan juga menyangkut perbuatan seseorang.

Ali Muhammad al-Jurjawi mengungkapkan bahwa hikmah itu ada

tiga macam. (1). Mencipta (2). Ilmu pengetahuan dan (3). Perbuatan yang

berhubungan dengan alam seperti, matahari, bulan dan sejenisnya. Menurut

argumentasi Ibnu Abbas, hikmah yang disebut dalam al-Qur`an adalah

pengetahuan tentang halal dan haram. Ada yang mengatakan bahwa hikmah

adalah setiap pembicaraan yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran

(ngerti sak durungi winaruh). Hikmah adalah pembicaraan yang dapat

diterima akal terpelihara dari kerancuan.19

Jadi, kaitannya dengan ini hikmah menurut ahli-ahli perkamusan

bahasa Arab berarti ilmu pengetahuan tentang sesuatu yang paling baik dalam

17 Fathurrahman, Djamil, Filsafat Hukum Islam, Cet 1, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,

1997), hlm. 3. 18 Hasby Ash-Shiedieqy, Falsafah Hukum Islam, (Semarang : Pustaka Rizki Putra,

2001), hlm. 6. 19 Ali bin Muhammad al-Jurjawi, Kitab al-Ta`rifat, (Beirut Libanon : Daru al-Fikr, 1998),

hlm. 91

Page 5: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

17

bidang-bidang ilmu.20

Dengan demikian dapat dipahami bahwa hikmah sebagi paradigma

mempunyai tiga unsur utama, yaitu masalah, fakta, dan data serta analisis

ilmuan sesuai dengan teori.21 Hikmah dipahami sebagai faham yang

mendalam tentang agama. Hikmah hanya dipahami oleh orang-orang yang

mau menggunakan akal pikiran. Jika hikmah diumpamakan sebagai sebuah

kebun maka kebun tersebut mempunyai pagar yang membatasinya dari yang

lain. Segala sesuatu yang berada dalam pagar adalah bagian dari kebun, dan

yang berada diluar pagar bukan bagian dari kebun. Atas asar perumpamaan

ini dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang berada dalam ruang lingkup

batas “berpaling dari alam dunia’ dengan menganggap sebagai ladang akhirat

dan cenderung kepada alam akhirat adalah hikmah.

B. Pengertian Pendidikan Islam

Secara umum konsep pendidikan Islam mengacu pada makna dan asal

kata yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungannya dengan

ajaran Islam. Dalam konteks ini akan dirunut hakikat pendidikan Islam yang

sekaligus menggambarkan apa yang dimaksud dengan pendidikan bila

dikaitkan dengan ajaran Islam, dengan menempatkan hakikat dari setiap

komponen dari sistem pendidikan Islam.

Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam yaitu

al-Tarbiyah, al-Ta’lim dan al-Ta’dib. Ketiga-tiganya merujuk kepada Allah.

Tarbiyah yang ditengarahi sebagai kata bentukan dari kata Robb )رب( atau

Robba )ربا( mengacu kepada Allah sebagai Robb al-Amin. Sedangkan Ta’lim

yang berasal dari kata Alama juga merujuk kepada Allah sebagai dzat yang

maha ‘Alim. Selanjutnya ta’dib seperti termuat pada pernyataan Rasul saw.

Addabany Rabby Faahsana ta’diby memperjelas bahwa sumber utama

20 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an, Alih

Bahasa M. Arifin, dan Zainudddin, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994), hlm. 75. 21 Lihat Fathurrahman, Djamil, Ibid.

Page 6: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

18

pendidikan adalah Allah.22 Kemudian dari kosa kata Robb tersebut dijadikan

salah satru rujukan dalam menyusun konsep pendidikan Islam oleh para ahli

didik.

1. Istilah al-Tarbiyah

Penggunaan istilah al-tarbiyah bersal dari kata Robb walaupun

kata ini memiliki banyak arti akan tetapi pengertian dasarnya merujuk

pada kata ربا- يرب –رب yang artinya mengasuh, memimpin, dan ربت

dengan arti mendidik.23 ربتا– يربت –

Dalam penjelasan lain, kata al-Tarbiyah seperti yang diuraikan

oleh Abdurrahman an-Nahlawi Menurutnya kata tersebut berasal dari

tiga kata yaitu:

pertama يربو– ربى yang berarti bertambah dan tumbuh, kedua ربى–

yang berarti يرب–رب yang berarti menjadi besar, ketiga يربى

memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.24

Begitu juga kata Rabb sebagaimana yang terdapat dalam QS.

surat Al-Fatihah/1:2 (al hamdulillahi robbil al-‘amin) mempunyai

kandungan makna yang berkonotasi dengan istilah al-Tarbiyah. Sebab

kata Rabb (Tuhan) dan Murrabi (pendidik) berasal dari akar kata yang

sama. Berdasarkan hal ini maka Allah adalah pendidik yang agung bagi

seluruh alam semesta.25

Uraian diatas secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses

pendidikan Islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan

Allah sebagai “pendidik” seluruh ciptaan-Nya termasuk manusia. Dalam

22 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 71.

23Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsir Al-Qur'an, 1973), hlm. 36 Dan Lihat Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), hlm. 164

24 Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam , Alih Bahasa Herry Noer Ali, (Bandung : Diponegoro, 1992), hlm. 31.

25 Umar Muhammad al-Thouny al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm. 41.

Page 7: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

19

konteks yang luas pengertian pendidikan Islam yang terkandung dalam

al-Tarbiyah terdiri atas empat unsur pendidikan, yaitu:

1. Menjaga dan memelihara penjelang baligh.

2. Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-

macam.

3. Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi ini menuju kepada kebaikan

dan kesempur4naan yang layak baginya.

4. Proses ini dilaksanakan secara bertahap.26 Dari sini dapat disimpulkan

bahwa pendidikan adalah pengembangan seuruh potensi anak-anak

secara bertahap menurut agama Islam.

Penggunaan term al-Tarbiyah untuk menunjukkan makna

pendidikan Islam dapat dipahami dengan merujuk firman Allah ;

)٢٤: االسرأ( رب ارحمهما آما ربينى صغيرا

Artinya: “…Wahai Tuhanku kasihanilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik waktu kecil”. (QS. Al-Isra’:24)27

)١٨: الشعرا( وليدا ولبثت فينا من عمرك سنين قال الم نربك فينا

Artinya: “Fir’aun menjawab, kami telah mengasuhmu diantara keluarga kami waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu”. (QS. Asy-Syura’:18).28

Dari kedua ayat diatas, dapat diambil pengertian bahwa at-Tarbiyah

adalah proses pengasuhan pada fase permulaan pertumbuhan manusia.

Ayat 2 surat al-Isra’ menunjukkan bahwa pendidikan pada fase ini menjadi

tanggung jawab keluarga, ketika anak masih dalam usia kebergantungan.

Sedangkan dalam ayat 18 surat Asy-Syu’ara di atas dijelaskan tentang

kelalaian Fir’aun kepada Musa As-Sunnah. bahwa Islam telah

mendidiknya pada masa kecil Musa As-Sunnah. dan tidak

memasukkannya pada golongan anak-anak yang dibunuh ketika itu. Musa

26 Abdurrahman An-Nahlawi, Op.Cit, hlm. 32. 27Departemen Agama Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur'an, Al-Qur'an Dan

Terjemahnya, hlm. 428. 28 Ibid, hlm. 574.

Page 8: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

20

telah dianggap anggota keluarga selama beberapa tahun; jelaslah bahwa,

kedua ayat ini memberikan penegasan tentang pengertian “At-Tarbiyah”.

2. Istilah al-Ta’lim

Kata ini berasal dari kata “allama )علم(” , yang berarti mengajar.

Kata ini terdapat dalam firman Allah:

)٣١: البقراه (على المالئكة آلها ثم عرضهم م ادم االسماءوعل

Artinya: “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian mengemukakan kepada para malaikat”. (QS. al-Baqarah / 2:31)29

Dalam ayat yang lain Allah berfirman :

)١٩: محمد (فاعلم انه الله اال اهللا

Artinya: “Maka, ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah”. (QS. Muhammad : 19).30

Kata allama )علم( pada kedua ayat tersebut mengandung pengertian

sekedar memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak berarti membina

kepribadian.

Secara etimologi, ta’lim konotasi pembelajaran, yaitu proses tranfer

ilmu pengetahuan. Dalam kaitan ini ta’lim cenderung dipahami sebagai

proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan

intelektualitas peserta didik. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat yang

mengatakan bahwa pendidikan dalam arti ta’lim menunjukkan proses

pemberian informasi kepada obyek didik itu adalah mahluk berakal.31

Melalui proses ta’lim ini, manusia sebagai peserta didik dengan akal

yang ada pada dirinya dan sekaligus sebagai khalifahnya dapat mencapai

pengetahuan dengan baik.

Dengan demikian potensi akal manusia itu tidak terbatas untuk

menerima informasi belaka, namun juga dimaksudkan untuk

29 Depag RI, Op.Cit, hlm. 14 30 Ibid., hlm. 832 31 Ismail SM,dkk, Paradigma Pendidkan Islam, (Semarang : Pustaka Pelajar Bekerjasama

Dengan Fakultas Tarbiyah IAIN WS), hlm. 60

Page 9: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

21

memberdayakan potensi akal itu untuk tujuan diutusnya manusia menjadi

khalifah Tuhan di bumi persada ini.

3. Istilah at-Ta’dib

Pengertian pendidikan, selain termuat dalam tarbiyah juga

digunakan konsep ta’dib. Konsep ini didasarkan pada hadits Nabi:

ربى ادبنى ׃ صلعم اهللا رسول قال ׃ قال عنه اهللا رضي مسعود ابى عن )32 ومسلم البخارى رواه( تأديبى فاحسن

Artinya: “Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku”. (H.R. Al-Jari dan Muslim)

Kata addaba dalam hadits di atas dimaknai Al-Attas sebagai

“mendidik” selanjutnya ia mengemukakan bahwa hadits tersebut bisa

dimaknai kepada “Tuhanku telah membuatku mengenal dan mengakui

dengan adab yang dilakukan secara beransur-ansur ditanamkan-Nya ke

dalam diriku, tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu didalam

penciptaan, sehingga hal itu membimbingku ke arah pengenalan dan

pengakuan tempat-Nya yang tepat didalam tatanan wujud dan kepribadian

serta sebagai akibatnya ia telah membuat pendidikanku yang lebih baik.33

Berdasarkan batasan tersebut, maka al-Ta’dib berarti pengenalan

dan pengakuan yang secara begransur-angsur ditanamkan ke dalam diri

manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala

sesuatu didalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan

akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan

tenpat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.

Dalam konteks ini, terlihat hubungan antara konsep tarbiyah, ta’dib

dan ta’lim. Ketiganya menggambarkan konsep pendidikan Islam secara

hakiki ketiga konsep ini menunjukkan hubungan teologis (nilai tauhid) dan

telelogis (tujuan) dalam pendidikan Islam. Hubungan teologis ditampilkan

32 Imam Jalaluddin bin Abu Bakar AS, Suyuti, Jamius Shagir, (Beirut : Daar al-Kutub al

Ilmiyah, 911H), hlm. 14. 33 Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, Alih Bahasa Haidar Baqir

(Bandung : Mizan : 1994), hlm. 63-64.

Page 10: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

22

pada keterikatan masyarakat sebagai obyek dann subyek pendidikan

kepada nilai ”illahiyah”. Adapun hubungan teologis digambarkan oleh

tujuan pendidikan Islam, yaitu membentuk akhlak, sosok insan kamil

sebagai pengabdi Allah tanpa pamrih (istislan) keduanya menyatu pada

tujuan yang sama, yaitu pengabdi kepada Allah.

Terlepas dari perdebatan makna dari ketiga term di atas, secara

terminologi, para ahli pendidikan Islam telah mencoba memformulasikan

pengertian pendidikan Islam. Diantara batasan yang sangat variatif

tersebut adalah:

1. Al-Syaibany; mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses

mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi,

masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara

pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan profesi

diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.

2. Muhammad Fadhil al-Jamaly; mendefinisikan pendidikan Islam sebagai

upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup

lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan

yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi

peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi

akal, perasaan, maupun perbuatannya.

3. Ahmad D. Marimba: mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah

bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap

perkembangan jasmani atau rohani, peserta didik menuju terbentuknya

kepribadiannya yang utama (insan kamil).

4. Ahmad Tafsir: mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan

yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal

sesuai dengan ajaran Islam.

Dari batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam

adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat

mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Melalui

Page 11: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

23

pendekatan ini, ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan

dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakininya.

Sedang menurut pandangan Barat, pendidikan diambil dari kata

“education”

Coser at all, mengungkapkan : “Education is the deliberate, formal

transfer of knowledge, skill and values from one person to another.34

Sementara itu dalam Webster disebutkan : Education is the process of

training and developing the knowledge, skill, mind, character etc.

especially by formal schooling.35 Menurut pandangan ini, pendidikan

berarti usaha yang disengaja, pemindahan pengetahuan secara formal,

ketrampilan dan pemindahan nilai dari seseorang ke orang lain. Sedang

menurut Webster menyebutkan pendidikan adalah proses latihan dan usaha

pengembangan pengetahuan, ketrampilan, berpikir, pengembangan

karakter dan lain sebagainya terutama dalam pendidikan formal.

Kaidah-kaidah tersebut menunjukkan bahwa dalam proses

pendidikan ada pendidik yag berfungsi sebagai pelatih, pengembang,

pemberi atau pewaris. Kemudian terdapat bahan yang dilatihkan,

dikembangkan, diberikan dan diwariskan yakni pengetahuan, ketrampilan,

berfikir karakter yang berupa bahan ajar, serta ada murid yang menerima

latihan, pengembangan, pembicaraan, dan pewarisan pengetahuan,

ketrampilan pikiran dan karakter.

Dari berbagai pengertian yang telah penulis ketengahkan dari

pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan pendidikan Islam adalah “usaha sadar yang dilakukan oleh orang

dewasa dalam membantu dan membimbing anak didik agar mereka dapat

memahami dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupannya, baik

yang tampak dalam cara berfikir, bersikap maupun dalam bentuk tingkah

34 Coser at all., Introduction to Sociology, (Inc, Horida : Harcourt Brace Jovanoerch, 1983),

hlm. 380 35 Webster, New World Dictionary, (New York : The World Publisting Coy, 1995), hlm.

432

Page 12: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

24

laku atau dengan istilah menuju terbentuknya kepribadian utama (insan

kamil).

Jadi pendidikan Islam yang memberi seperangkat ketrampilan

pengajaran agama Islam dan ilmu penunjang lain itu, tujuannya tidak

semata-mata memperkaya pikiran anak didik dengan teks-teks dan

pengajaran Islam saja, tetapi juga untuk meningkatkan moral, melatih dan

mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,

mengajarkan sikap tingkah laku yang jujur dan bermoral tinggi.

C. HIKMAH DALAM PENDIDIKAN ISLAM

1. Hikmah Dalam Pendidikan

Istilah-istilah dalam Al Qur’an yang berhubungan dengan obyek

ilmu, akal dan hati adalah hikmah. Kata hikmah, telah disebutkan dalam

pembahasan lalu, baik dalam bentuk ma’rifat maupun nakiroh (khusus dan

umum), sebanyak itu diantaranya dikandungkan dengan kata kitab.

Kemudian merujuk pada firman Allah yang berbunyi :

احسن هي لتى با وجادلهم الحسة لموعظة وا لحكمة با بك ر سبيل لى ا ادع

:١٢٥)النحل (Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (An-Nahl: 125).36

Perintah Allah dalam hal ini adalah kita mengajak kejalan yang benar

dengan hikmah dan mauidhah yang baik dan membantah meeka dengan

berdiskusi dengan cara palingbaik.

Berkenaan dengan kata hikmah ini yang sudah dijelaskan di atas,

dalam pendidikan yang berarti pengembangan pribadi dalam semua

aspeknya,37 dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan

pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh

36 Soenarjo, Op.Cit, hlm. 421 37 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya, 1994), hlm. 26

Page 13: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

25

lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup

jasmani, akal dan hati.

Dari keterangan tersebut dapat dimengerti, bahwa hikmah dalam

pendidikan mengandung ;

a. Nasehat

Pada umumnya, para orang tua, pendidikan muslim menjadikan

Luqmanul Hakim sebagai contoh pendidikan, yang nasehatnya kepada

sang anak terdapat dalam surah Luqman ayat 12-19.

Allah berfirman bahwa Luqman dikaruniai hikmah dan kebijaksanaan.

ومن يشكرفإنمايشكرلنفسه ومن اشكرهللا أن الحمة لقمان اتينا ولقد

١٢ )׃ لقمان ( حميد غني اهللا آفرفإن

Artinya : “Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah (kebijaksanaa) kepada Luqman, yaitu bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Terpuji”. (QS. Luqman : 12)38

Kebijaksanaan dan kecerdikan dari Luqman yang berasal dari

Luqman antara lain perkataannya kepada anaknya, : “Wahai anakku

sesungguhnya dunia itu adalah lautan yang dalam dan sesungguhnya

banyak manusia yang tenggelam kedalamnya, maka jadikanlah taqwa

kepada Allah Swt sebagai perahumu didunia, iman sebagai matanya dan

tawaqal sebagai layarnya, sehingga kamu dapat selamat (tidak tenggelam

di dalamnya), dan aku yakin kamu dapat selamat.39

Dalam perkataan yang lain, Luqman mengatakan : “Barang siapa

yang dapat menasehati dirinya sendiri, niscaya ia akan mendapat

pemeliharaan dari Allah Swt. barang siapa yang dapat menyadarkan

orang-orang lain, niscaya Allah akan menambah kemuliaan baginya

38 Depag RI, hlm. 654 39 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Beirut : Dar Ihya’ at Turas al-Arabai,

t.th, hlm. 78

Page 14: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

26

karena hal tersebut. Hina dalam rangka taat kepada Allah adalah lebih

baik dari pada membangkang diri dalam kemaksiatan.

Luqmanul Hakim adalah seorang yang diangkat Allah Swt.

sebagai contoh manusia dalam pendidikan anak, ia telah diberi oleh Allah

dengan sifat terpuji, diantaranya syukur kepada Allah yang sudah pasti

beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Ajaran tersebut mengandung nasehat

yang amat penting untuk pendidikan umat, agar menjadi hamba Allah

yang saleh dan seluruh aspek kehidupan, perbuatan, pikiran dan

perasaanya.

b. Faham atau Ilmu

Secara teori pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu merupakan

konsep pendidikan yang mengandung berbagai teori yang dapat

dikembangkan dari teori yang bersumber dari Al-Qur’an maupun hadits

baik dari segi sistem, proses, dan produk yang diharapkan mampu

membudayakan umat manusia agar bahagia dan sejahtera dalam

hidupnya.

Dari segi teori, pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi

tentang proses kependidikan yang bersifat progresif menuju ke arah

kemampuan optimal anak didik yang berlangsung di atas landasan nilai-

nilai ajaran Islam.40 Maka dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu,

pendidikan harus bisa membentuk manusia yang berkepribadian mulia,

yang tidak hanya tahu dan bisa berperan sesuai kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, tapi juga harus menghiasinya dengan moral

yang tinggi. Dengan demikian, dalam sistem pendidikan Islam terkait

erat dengan nilai-nilai kebaikan yang menjadi tujuannya.

Persoalan manusia menjadi baik itu adalah masalah nilai.

Kebaikan ini tidak hanya berkenaan dengan fakta dan kebenaran ilmiah-

rasional, akan tetapi hal ini juga menyangkut penghayatan dan

40 Armal Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, Cet. 1, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 10.

Page 15: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

27

pembinaan yang lebih bersifat afektif. Titik tolak atau motivasi mencari

ilmu dan tujuan akhir dari proses pendidikan harus karena Allah. Untuk

itu, dalam penjelajahan dalam mencari ilmu harus disertai dengan bismi

rabbik (diisi dengan nilai-nilai keTuhanan). Ilmu yang dianggap bebas

nilai harus diisi dengan nilai-nilai Rabbani. Dalam kaitan ini, setiap

diajarkan untuk menghindari ilmu yang tidak bermanfaat sesuai dengan

do’a yang diajarkan Rasul. Maka pendidikan Islam dituntut untuk bisa

mencetak manusia yang memiliki wawasan rasional-etis dan wawasan

etis-religius. Artinya, ilmu yang diperoleh peserta didik dari lembaga

pendidikan Islam harus mencerminkan nilai-nilai rasional (ilmiah) yang

dibarengi dengan kebaikan moral yang didasarkan pada nilai-nilai

keagamaan (Islam).

Untuk lebih jelasnya dalam mengembangkan ilmu pendidikan

Islam, dapat digunakan filsafat sebagai landasan yang mampu

menghasilkan pendapat bahwa:

1. Sumber pengetahuan ialah Allah. Eksistensi Tuhan sebagai hakim

kemutlakan-Nya untuk menetapkan hukum atas hambanya. Namun

demikian, kebijaksanaan-Nya dalam menetapkan sesuatu selalu

fleksibel dan tidak memberatkan. Al-Qur’an sebagai rahmat seluruh

alam raya ini didalamnya terakomodasi segala urusan-urusan hamba-

Nya. Disamping keindahannya tata bahasanya juga terdapat isyarat-

isyarat pengetahuan baik tentang dunia maupun ukhrowi. Pada titik

finalnya harus diakui bahwasanya Al-Qur’an merupakan sumber

pengetahuan yang sangat kongklusif dan Allah sebagai dzat pencipta

merupakan sumber dari segala sumber.

2. Teori ilmu pendidikan Islam tidak boleh bertentangan dengan

wahyu. Kedinamisan suatu ilmu sangat diperlukan sesuai dengan

keadaan zamannya. Sebagai ilmu yang berlandaskan pada sesuatu

Page 16: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

28

yang bersifat aqli maupun naqli harus memiliki relevansi dengan

kaidah-kaidah yang terdapat dalam wahyu dan akal manusia.41

Sebagai salah satu konsep dalam proses yang dilakukan oleh

pendidikan Islam, maka hikmah dalam pendidikan Islam terdapat multi

paradigma yang kompleks yang meliputi dimensi intelektual, kultural,

nilai-nilai trandesental, ketrampilan fisik/ jasmani dan dimensi

pembinaan kepribadian. Konsep dan dimensi tersebut diterapkan secara

terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Yakni untuk

mengembangakan potensi-potensi baik jasmaninya maupun rohaninya,

emosional maupun entelektual serta keterampilan agar manusia mampu

mengatasi problema hidup secara mandiri serta sadar dapat hidupo

menjadi manusia-manusia yang berpikir bebas.42

c. Berfikir

Berfikir itu harus diketahui dengan stimulasi dan keragu-raguan.

Keduanya sangat diperlukan dalam proses berfikir. Seluruh ahli berfikir

berpendapat, bahwa kemajuan umat itu terletak terutama cara

berfikir.43Dalam pendidikan, berfikir ini sangat diperlukan untuk

kemajuan manusia baik dalam bidang agama maupun bidang dunia di

tentukan oleh hasil pemikiran dan ilmu pengetahuan. Dengan ilmu

pengetahuan, manusia berkembang maju, berbudaya dan mencapai

sukses besar dalam kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat nanti.

d. Penyucian Jiwa

Telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw diutus menjadi muallim

(guru), yaitu ketika beliau mengajarkan tilawatil Qur’an kepada kaum

muslim. Rasulullah tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat

membaca saja, memberikan “Membaca dengan Perenungan” yang

41 Armai Arif, Op.Cit., hlm. 12.

42 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1996), hlm. 101.

43 Hanafi Anwar, Hikmah Berfikir, (Surabaya : Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 21.

Page 17: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

29

berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman

amanah. Dari membaca semacam ini Rasul membawa kepada tazkiah

(penyucian), yaitu penyucian dan pembersihan diri manusia dari segala

kotoran dan menjadikan diri itu berada dalam sustu kondisi yang

memungkinkan untuk menerima al-Hikmah sertas mempelajari segala

apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak di ketahuinya.44

Orang yang mensucikan itu sebagai kesempurnaan jiwa dengan

metode kekuatan ilmiah dan kesempurnaan kekuatan penelitian. Sebagai

hasil belajar yang baik untuk dibacanya, melainkan menjadi perantara

antara membaca dan belajar yang tertib dan teratur.

2. Hubungan Hikmah dengan Pendidikan Islam

Wujud bangunan keilmuan apapun, rasanya tidak terlepas dari

kerangka epistemologinya. Kalau dalam dunia pendidikan ditemukan

konsep-konsep yang anthroposentris dan jauh dari nilai-nilai etik

transendental, maka tentu saja epistemologinya juga menempuh jalan

yang profan semata-mata.

Dalam epistemologi Islam (filsafat pengetahuan Islam) mengambil

titik tolak Islam sebagai subyek untuk membicarakan filsafat

pengetahuan, maka disatu pihak epistomologi Islam berpusat pula pada

Allah, dalam arti Allah sebagai sumber pengetahuan dan sumber segala

kebenaran. Di lain pihak, filsafat pengetahuan Islam berpusat pula pada

manusia dalam arti manusia sebagai pelaku pencari (pengetahuan)

kebenaran. Di sini manusia berfungsi sebagai subjek yang mencari

kebenaran.45Pendapat tersebut berdasarkan alasan, bahwa manusia

sebagai khalifah Allah berikhtiar untuk memperoleh pengetahuan,

sekaligus memberi interpretasinya. Dalam Islam, manusia memiliki

pengetahuan, dan mencari ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai suatu

44 Abdul Fatah Jalal, Asas-asas Pendidikan Islam, Alih Bahasa, Herry Noer Ali, (Bandung :

CV. Diponegoro, 1988), hlm. 27 45 Miska Muhammad Amien, Epistomologi Islam : Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam,

(Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press), 1983), Cet. 1, hlm. 70-71.

Page 18: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

30

kemuliaan. Sebagaimana tertulis : “… Berdirilah kamu, maka berdirilah

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu

dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (Al

Qur’an, Surat Mujadalah ayat 11).

Kemudian di dalam teori epistomologi itu sendiri, juga terdapat

aliran yang mencoba menjawab pertanyaan bagaimana manusia

mendapat pengetahuannya, yang meliputi :

a. Rasionalisme ialah aliran yang mengukakan, bahwa sumber

pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio, jiwa manusia.

b. Empirisme ialah aliran yang menyatakan, bahwa sumber

pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari

dunia luar yang ditangkap panca indranya.

c. Kritisme (=Transendentalisme) ialah aliran yang berpendapat bahwa

pengetahuan manusia itu berasal, baik dari dunia luar, maupun dari

jiwa atau pikiran manusia.46

Wujud konkret yang dihasilkan oleh metode memperoleh

pengetahuan dengan jalan-jalan di atas, terlihat di antaranya dalam teori

psikologi dan pendidikan yang menganut cara berfikir “hitam putih”

sebagaimana teori “stimulus response” dan “strategi rewards and

punishments”.

Dengan demikian sumber pengetahuan tidak hanya kita dapatkan

dari penangkapan indra kita dan akal kita, tapi juga intuisi, lebih dari itu

sumber pengetahuan bukan hanya dari indra, akal, dan intuisi kita, tapi

juga dari wahyu. Dengan bahasa lain, epistomologi ilmu agama,

mengakui dalil aqliyah (indra, intuisi, akal) dan naqliyah (wahyu).47

Hal ini terjadi dengan melihat mengenai sifat dan maksud

pengetahuan dilihat dari segi pandangan Islam, dan untuk

46 Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1987), Cet. 7, hlm. 97–98.

47 Yusuf Qardawi, Al Qur’an Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta : Gema Insani, 1998), hlm. 232.

Page 19: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

31

mempertunjukkan sifat fundamental dari saling hubungan dan saling

ketergantungannya bersama. Dan konsep-konsep kunci ini harus menjadi

unsur-unsur esensial dari sistem pendidikan Islam. Konsep-konsep itu

adalah :

1. Konsep agama (din)

2. Konsep manusia (insan)

3. Konsep pengetahuan (ilm dan ma’rifah)

4. Konsep kearifan (hikmah) 5. Konsep keadilan (‘adl) 6. Konsep perbuatan yang benar (‘amal sebagai adab) 7. Konsep universitas (kulliyah-jam’iyyah).48

Dari beberapa konsep ini, jelas bahwa konsep kearifan (hikmah)

merupakan salah satu unsur esensial dari sistem pendidikan Islam.

Jadi dalam hal ini hubungan hikmah dengan pendidikan Islam

dapat dimengerti sebagai upaya membangkitkan dan mengaktualkan

inteleksi (secara potensial) yang terdapat dalam diri anak-anak kita. Juga

dalam mendialogi akal. Manusia adalah untuk meyakinkan dan

mencegah. Nasehat dalam mendialogi akal adalah untuk mempengaruhi

dan menggerakkan. Dalam hal ini apabila dihubungkan dalam pendidikan

islam, yang baik mendialogi akal dan hati sekaligus, sebab inilah Manhaj

al-Qur’an dan Manhaj Rasulullah.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa al-Qur’an terdiri atas

beragai tema, seperti keyakinan, ilmu pengetahuan, hukum, moral,

sejarah dan sebagainya. Disamping itu juga memiliki pola-pola

penyampaian yang sangat khas. Disinilah kita yang memainkan peran

sebagai “guru sejati” perlu mengolah tema-tema tersebut agar bisa

dicerna anak-anak kita dan menjadikannya memiliki integritas spiritual

intelektual dan moral. Tema-tema sejarah para nabi (‘Alaihumus Salam)

dan Rasulullah Saw adalah tema-tema yang sungguh menarik dan mudah

48 Syed Muhammad Al-Naquib Al-Atlas, Islam Dan Sekularisme, (Bandung : Pustaka,

1981), hlm. 233

Page 20: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

32

dicerna bagi anak-anak. Tema-tema ini penuh ilustrasi yang memudahkan

untuk dicerna, sebaliknya juga mengandung dimensi keimanan

intelektual dan moral yang sangat tinggi.

Kemuliaan tugas mengajar ini telah mencapai puncaknya dengan

dimasukkannya tugas itu oleh Allah Swt, kedalam tugas-tugas yang

dibebankan kepada Rasulullah Saw “Sesungguhnya Allah telah memberi

karunia kepada orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara

mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan

kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan

mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya

sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam

kesesatan yang nyata”.49

Allah SWT mengisyaratkan bahwa tugas rasulullah saw yang

paling penting ialah mengajar al-kitab dan al-hikmah kepada manusia dan

meyuciian mereka, yakni mengembangkan dan mebersihkan jiwa

mereka. Di dalam pendidikan islam. Hal tersebut juga diperlukan oleh

seorang guru, yaitu ta’limul kitab wal hikmah. Hikmah dalam konteks

ini, dapat dimengerti sebagai upaya membangkitkan dan mengaktualkan

inteeksi (secara potensial) yang terdapat dalam diri anak-anak kita.50dari

keterangan diatas dapat disimpulkan berbagai tugas pendidikan yang

utama, yaitu:

a. Penyucian : yakni pengembangan, pembersihan dan pengangkatan

jiwa kepada penciptanya, penjauhannya dari kejatahan dan

penjagaannya agar tetap berada pada fitrahnya.

b. Pengajaran, yakni pengalihan berbagai pengetahuan dan akidah

kepada akal dan hati kaum muslimin, agar mereka merealisasikan

dalam tingkah laku dan kehidupan.51

49 Lihat QS. al-Imran (3) ayat 164.

50 Suharsono, Mencerdaskan Anak Mensintesakan Kembali Intelegensi Umum (IQ) dan Integritas Emosional (IE) Dengan Intelegensi Spiritual, Cet. 1, (Jakarta : Inisiasi Press, 2000), hlm. 161

51 Abdurrahman An-Nahlawi, Op.Cit, h. 239.

Page 21: BAB II REV-SULASIH - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1...serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.

33

Kembali pada hikmah itu sendiri yaitu sebagai upaya

membangkitkan dan mengaktualkan yang terdapat dalam diri anak-anak,

maka dalam pendidikan Islam agar pengajar dewasa ini dapat

menjalankan tugasnya seperti yang diembankan Allah kepada para Rasul

dan pengikut mereka, maka guru harus memiliki sifat-sifat sebagai

berikut:

a. Hendaknya tujuan, tingkah laku dan pola pikir guru bersifat Rabbani.

b. Hendaknya guru seorang yang ikhlas.

c. Hendaknya guru bersabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan

kepada anak-anak.

d. Hendaknya guru jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya.

e. Hendaknya guru senantiasa membekali diri dengan ilmu dan

kesediaan membiasakan untuk terus mengkajinya.

f. Hendaknya guru mampu menggunakan berbagai metode mengajar

g. Hendaknya guru mampu mengelola siswa

h. Hendaknya guru mempelajari kehidupan psikis para pelajar

i. Hendaknya guru tanggap berbagai kondisi

j. Hendaknya guru bersikap adil.52

Dengan memiliki sifat-sifat tersebut adalah diharapkan untuk

menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman hingga dapat menelankan

anak didik dalam mencari nilai-nilai hidup dan mengembangkan

kepribadiannya, serta pengetahuannya menurut ajaran agama Islam

(Zuhairini), 1995:170). Jelasnya, pendidik harus dapat menjadikan

dirinya sebagai sosok teladan peserta didiknya. Keteladanan tersebut

bukan saja terbatas hanya pada sikap dan perilaku (akhlak al-karimah),

tetapi juga mencakup kemampuan untuk membimbing dan memotivasi

peserta didiknya, selain itu juga pendidik harus memiliki kemampuan

intelektual yang baik.

52 Ibid.