BAB II REV-SULASIH -...
Transcript of BAB II REV-SULASIH -...
13
BAB II
HUBUNGAN AL-HIKMAH DAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Hikmah
Sesungguhnya apa hikmah itu ?. Ada orang yang meyakini bahwa diri
manusia memiliki dua jenis kekuatan :
1. Kekuatan memahami (kekuatan akal)
2. Kekuatan menggerakkan (kekuatan gerak)
Kekuatan akal mempunyai dua cabang : (a) akal nazhari (teoritis) dan
(b) akal ‘amali (praktis).1Akal nazhari adalah kemampuan yang dengannya
manusia dapat merekam gambaran-gambaran ilmiah dalam benaknya. Akal
‘amali adalah kemampuan yang menggerakkan tubuh manusia untuk
melakukan berbagai aktivitas berdasarkan pertimbangan. Atau, dengan kata
lain, kemampuan memahami apa yang harus dikerjakan.2
Akal ‘amali mempunyai kaitan dengan kekuatan syahwat dan marah.
Melalui kaitan ini, terciptalah berbagai tata cara yang mendatangkan
serangkaian aksi dan reaksi, seperti malu, tertawa, menangis dan sebagainya.
Apabila digunakan dengan daya khayal, kekuatan ini akan menghasilkan
pemikiran-pemikiran-pemikiran kulli (universal) yang berkaitan dengan
perbuatan seperti berkata jujur itu baik, dusta itu buruk dan sebagainya.
Kekuatan gerak pun mempunyai dua cabang : (a) kekuatan marah dan
(b) kekuatan syahwat. Kekuatan marah adalah kekuatan untuk menolak
perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai. Kekuatan syahwat adalah kekuatan
untuk menarik perbuatan-perbuatan yang sesuai.3
Jika seluruh akal menguasai seluruh kekuatan yang lain, dan kekuatan
yang terakhir ini juga tunduk dan patuh kepadanya. Maka tindakan kekuatan-
1 Harun Nasution, Akal Dan Wahyu Dalam Islam, (Jakarta : Universitas Indonesia, 1986),
hlm. 10 2 Khlmil Al-Musawi, Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana : Resep-Resep Mudah Dan
Sederhana Meraih Hikmah Dalam Kehidupan, Alih Bahasa Ahmad Subandi, (Jakarta : Lentera, 1998), hlm. 1
3 Ibid., hlm. 2
14
kekuatan yang lain akan berlangsung secara wajar dan seimbang. Manusia
menjadi teratur dan tercipta keseimbangan dan kesesuaian antara keempat di
kekuatan atas.
Tiap-tiap kekuatan tersebut menjadi terdidik dan menghasilkan
keutamaan-keutamaan yang merupakan bagian khasnya. Dari “kekuatan akal”
yang terdidik dihasilkan ilmu beserta sesuiannya, yang bernama hikmah Dari
“kekuatan gerak” yang terdidik dihasilkan sifat sabar dan berani. Dari
“kekuatan syahwat” yang terdidik dihasilkan sifat iffah (menjaga kesucian).
Di atas dasar inilah keadilan terwujud. Dari sini kita dapat mengatakan bahwa
hikmah adalah kendalikan, dan keadilan adalah hikmah.
Lafadz Al-Hikmah mempunyai bermacam-macam pengertiannya,
diantaranya adalah pengertian secara khusus dan pengertian secara umum.
Secara etimologi,4 term yang berakar dari huruf ha-ka-ma dapat
berarti mencegah, al-hukmu. Yaitu mencegah dari kedhaliman dan
menghukum binatang demi untuk mencegahnya, dan diqiyaskan dalam
pengertian mencegah dari yang jahil. 5
Ditinjau dari segi leksikal,6 yang dimaksud dengan muhakkam adalah
orang yang banyak pengalamannya dengan hikmah.7 Ibnu Mandzur
mengatakan bahwa al-hakim adalah yang memiliki hikmah, sedang hikmah
adalah simbol dari pengetahuan (ilmu) tentang sesuatu yang paling utama
melalui ilmu yang paling mulia bisa juga seorang yang sangat mengerti dan
mendalami sesuatu disebut hakim.8
Kata “Hikmah” dalam perspektif bahasa mengandung makna: (a)
mengetahui keunggulan sesuatu melalui suatu pengetahuan, sempurna,
4 Yaitu pengertian secara asal-usul kata. Lihat W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1985), hlm. 278.
5 Ahmad Husain Ahmad Ibnu Fariz Ibnu Zakariya, Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Revisi Abdul Salam Harun, (Kairo : Dar Al-Fikr, 1972), hlm. 91.
6 Yaitu makna yang berhubungan dengan bahasa kamus atau kosa kata. Lihat Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1990), hlm. 356.
7 Nashir, Op.Cit, hlm. 18. 8 Jamaluddin Muhammad Ibnu Muhammad Ibn Mukarrom Muhammad Ibn Mansur, Lisan
Al-Arabi, Bab “Hikam”, (Kairo : Muassasah Al-Misriyah, t.th.), hlm. 30.
15
bijaksana dan suatu yang tergantung padanya akibat sesuatu yang terpuji.9 (b)
ucapan yang sesuai dengan kebenaran, filsafat, perkara yang benar dan lurus,
keadilan, pengetahuan dan lapang dada.10 (c) kata “Al-Hikmah” dengan
bentuk jamaknya “Al-Hikam” bermakna: kebijaksanaan, ilmu dengan
pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan, pepatah dan Al-Qur'an Al-Karim.11
Sedang menurut Fachrudin HS. Dalam ensiklopedi Al-Qur'an mengartikan
hikmat sebagai pengetahuan yang dalam, mengerti hal-hal yang di balik
kenyataan. Juga hikmat berarti kebijaksanaan, pandai meletakkan sesuatu
pada tempatnya, sehingga segalanya dapat berjalan lancar dan berhasil. Ahli
hikmat biasa juga dinamakan ahli pikir atau ahli filsafat.12
Sedangkan secara terminologi,13 kata hikmah diartikan secara berbeda
tergantung dari perspektif tinjauannya. Para ulama fiqh mengartikan hikmah
sebagai Qur’an dan pemahaman terhadapnya, nasikh-mansukh, muhkam-
mutasyabih, muqaddim-muakhar, halal-haram, dan sebagainya. Sebagaimana
mereka juga ada yang mengartikan sebagai kesesuaian antara perkataan dan
perbuatan.14
Ulama tasawuf mengartikan hikmah dengan sikap wara’ dalam arti
menjauhkan diri dari perbuatan maksiat atau meletakkan sesuatu pada
tempatnya.15
Sedangkan menurut para filosof, ada yang menggunakan kata hikmah
sebagai konsep kunci dalam mengklasifikasikan ilmu.16 Hikmah dalam hal ini
9 Abdul Azy Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), hlm. 550. 10 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,
1994), hlm. 112. 11 Ahmad Warson Muhaw, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, (Krapyak, Yogyakarta :
Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawir, tth.), hlm. 309. 12 Fachruddin, Ensiklopedi Al-Qur'an, Cet 1, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1992), hlm. 440-
441. 13 Yaitu pengertian menurut peristilahan, Tim Penyusun Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1993), hlm. 938. 14 Irfan Hielmy, Dakwah Bil-Hikmah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2002), hlm. 12. 15 Ibid. 16 Ibid, hlm. 13.
16
adalah sebagai bentuk pengetahuan yang tertinggi dan termulia yang dianut
oleh segenap kaum muslimin.
Ibnu Sina mengartikan hikmah:
استكمال النفس االنسانية بتصور االمور والتصديق با لحقائق : الحكمة النظرية والعملية على قد ر الظاقة االنسانية
Hikmah ialah mencari kesempurnaa diri manusia dengan
menggambarkan segala urusan dan membenarkan segala hakikat, baik yang
bersifat teori maupun praktek menurut kadar kemampuan manusia.17
Ibnu Sina menerangkan bahwa hikmah yang berhubungan dengan hal-
hal yang harus diketahui tanpa diamalkan disebut “Hikmah Nadza’ah riyah
حكمه( نظرية) Hikmah yang berhubungan dengan hal-hal yang harus diketahui
dan diamalkan dinamakan “Hikmah Amaliyah )حكمه عملية(” .18 Artinya
hikmah ilmiah amaliah artinya keadaannya menyangkut ilmu pengetahuan
dan juga menyangkut perbuatan seseorang.
Ali Muhammad al-Jurjawi mengungkapkan bahwa hikmah itu ada
tiga macam. (1). Mencipta (2). Ilmu pengetahuan dan (3). Perbuatan yang
berhubungan dengan alam seperti, matahari, bulan dan sejenisnya. Menurut
argumentasi Ibnu Abbas, hikmah yang disebut dalam al-Qur`an adalah
pengetahuan tentang halal dan haram. Ada yang mengatakan bahwa hikmah
adalah setiap pembicaraan yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran
(ngerti sak durungi winaruh). Hikmah adalah pembicaraan yang dapat
diterima akal terpelihara dari kerancuan.19
Jadi, kaitannya dengan ini hikmah menurut ahli-ahli perkamusan
bahasa Arab berarti ilmu pengetahuan tentang sesuatu yang paling baik dalam
17 Fathurrahman, Djamil, Filsafat Hukum Islam, Cet 1, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
1997), hlm. 3. 18 Hasby Ash-Shiedieqy, Falsafah Hukum Islam, (Semarang : Pustaka Rizki Putra,
2001), hlm. 6. 19 Ali bin Muhammad al-Jurjawi, Kitab al-Ta`rifat, (Beirut Libanon : Daru al-Fikr, 1998),
hlm. 91
17
bidang-bidang ilmu.20
Dengan demikian dapat dipahami bahwa hikmah sebagi paradigma
mempunyai tiga unsur utama, yaitu masalah, fakta, dan data serta analisis
ilmuan sesuai dengan teori.21 Hikmah dipahami sebagai faham yang
mendalam tentang agama. Hikmah hanya dipahami oleh orang-orang yang
mau menggunakan akal pikiran. Jika hikmah diumpamakan sebagai sebuah
kebun maka kebun tersebut mempunyai pagar yang membatasinya dari yang
lain. Segala sesuatu yang berada dalam pagar adalah bagian dari kebun, dan
yang berada diluar pagar bukan bagian dari kebun. Atas asar perumpamaan
ini dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang berada dalam ruang lingkup
batas “berpaling dari alam dunia’ dengan menganggap sebagai ladang akhirat
dan cenderung kepada alam akhirat adalah hikmah.
B. Pengertian Pendidikan Islam
Secara umum konsep pendidikan Islam mengacu pada makna dan asal
kata yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungannya dengan
ajaran Islam. Dalam konteks ini akan dirunut hakikat pendidikan Islam yang
sekaligus menggambarkan apa yang dimaksud dengan pendidikan bila
dikaitkan dengan ajaran Islam, dengan menempatkan hakikat dari setiap
komponen dari sistem pendidikan Islam.
Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam yaitu
al-Tarbiyah, al-Ta’lim dan al-Ta’dib. Ketiga-tiganya merujuk kepada Allah.
Tarbiyah yang ditengarahi sebagai kata bentukan dari kata Robb )رب( atau
Robba )ربا( mengacu kepada Allah sebagai Robb al-Amin. Sedangkan Ta’lim
yang berasal dari kata Alama juga merujuk kepada Allah sebagai dzat yang
maha ‘Alim. Selanjutnya ta’dib seperti termuat pada pernyataan Rasul saw.
Addabany Rabby Faahsana ta’diby memperjelas bahwa sumber utama
20 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an, Alih
Bahasa M. Arifin, dan Zainudddin, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994), hlm. 75. 21 Lihat Fathurrahman, Djamil, Ibid.
18
pendidikan adalah Allah.22 Kemudian dari kosa kata Robb tersebut dijadikan
salah satru rujukan dalam menyusun konsep pendidikan Islam oleh para ahli
didik.
1. Istilah al-Tarbiyah
Penggunaan istilah al-tarbiyah bersal dari kata Robb walaupun
kata ini memiliki banyak arti akan tetapi pengertian dasarnya merujuk
pada kata ربا- يرب –رب yang artinya mengasuh, memimpin, dan ربت
dengan arti mendidik.23 ربتا– يربت –
Dalam penjelasan lain, kata al-Tarbiyah seperti yang diuraikan
oleh Abdurrahman an-Nahlawi Menurutnya kata tersebut berasal dari
tiga kata yaitu:
pertama يربو– ربى yang berarti bertambah dan tumbuh, kedua ربى–
yang berarti يرب–رب yang berarti menjadi besar, ketiga يربى
memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.24
Begitu juga kata Rabb sebagaimana yang terdapat dalam QS.
surat Al-Fatihah/1:2 (al hamdulillahi robbil al-‘amin) mempunyai
kandungan makna yang berkonotasi dengan istilah al-Tarbiyah. Sebab
kata Rabb (Tuhan) dan Murrabi (pendidik) berasal dari akar kata yang
sama. Berdasarkan hal ini maka Allah adalah pendidik yang agung bagi
seluruh alam semesta.25
Uraian diatas secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses
pendidikan Islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan
Allah sebagai “pendidik” seluruh ciptaan-Nya termasuk manusia. Dalam
22 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 71.
23Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsir Al-Qur'an, 1973), hlm. 36 Dan Lihat Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), hlm. 164
24 Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam , Alih Bahasa Herry Noer Ali, (Bandung : Diponegoro, 1992), hlm. 31.
25 Umar Muhammad al-Thouny al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm. 41.
19
konteks yang luas pengertian pendidikan Islam yang terkandung dalam
al-Tarbiyah terdiri atas empat unsur pendidikan, yaitu:
1. Menjaga dan memelihara penjelang baligh.
2. Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-
macam.
3. Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi ini menuju kepada kebaikan
dan kesempur4naan yang layak baginya.
4. Proses ini dilaksanakan secara bertahap.26 Dari sini dapat disimpulkan
bahwa pendidikan adalah pengembangan seuruh potensi anak-anak
secara bertahap menurut agama Islam.
Penggunaan term al-Tarbiyah untuk menunjukkan makna
pendidikan Islam dapat dipahami dengan merujuk firman Allah ;
)٢٤: االسرأ( رب ارحمهما آما ربينى صغيرا
Artinya: “…Wahai Tuhanku kasihanilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik waktu kecil”. (QS. Al-Isra’:24)27
)١٨: الشعرا( وليدا ولبثت فينا من عمرك سنين قال الم نربك فينا
Artinya: “Fir’aun menjawab, kami telah mengasuhmu diantara keluarga kami waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu”. (QS. Asy-Syura’:18).28
Dari kedua ayat diatas, dapat diambil pengertian bahwa at-Tarbiyah
adalah proses pengasuhan pada fase permulaan pertumbuhan manusia.
Ayat 2 surat al-Isra’ menunjukkan bahwa pendidikan pada fase ini menjadi
tanggung jawab keluarga, ketika anak masih dalam usia kebergantungan.
Sedangkan dalam ayat 18 surat Asy-Syu’ara di atas dijelaskan tentang
kelalaian Fir’aun kepada Musa As-Sunnah. bahwa Islam telah
mendidiknya pada masa kecil Musa As-Sunnah. dan tidak
memasukkannya pada golongan anak-anak yang dibunuh ketika itu. Musa
26 Abdurrahman An-Nahlawi, Op.Cit, hlm. 32. 27Departemen Agama Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur'an, Al-Qur'an Dan
Terjemahnya, hlm. 428. 28 Ibid, hlm. 574.
20
telah dianggap anggota keluarga selama beberapa tahun; jelaslah bahwa,
kedua ayat ini memberikan penegasan tentang pengertian “At-Tarbiyah”.
2. Istilah al-Ta’lim
Kata ini berasal dari kata “allama )علم(” , yang berarti mengajar.
Kata ini terdapat dalam firman Allah:
)٣١: البقراه (على المالئكة آلها ثم عرضهم م ادم االسماءوعل
Artinya: “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian mengemukakan kepada para malaikat”. (QS. al-Baqarah / 2:31)29
Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
)١٩: محمد (فاعلم انه الله اال اهللا
Artinya: “Maka, ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah”. (QS. Muhammad : 19).30
Kata allama )علم( pada kedua ayat tersebut mengandung pengertian
sekedar memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak berarti membina
kepribadian.
Secara etimologi, ta’lim konotasi pembelajaran, yaitu proses tranfer
ilmu pengetahuan. Dalam kaitan ini ta’lim cenderung dipahami sebagai
proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan
intelektualitas peserta didik. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat yang
mengatakan bahwa pendidikan dalam arti ta’lim menunjukkan proses
pemberian informasi kepada obyek didik itu adalah mahluk berakal.31
Melalui proses ta’lim ini, manusia sebagai peserta didik dengan akal
yang ada pada dirinya dan sekaligus sebagai khalifahnya dapat mencapai
pengetahuan dengan baik.
Dengan demikian potensi akal manusia itu tidak terbatas untuk
menerima informasi belaka, namun juga dimaksudkan untuk
29 Depag RI, Op.Cit, hlm. 14 30 Ibid., hlm. 832 31 Ismail SM,dkk, Paradigma Pendidkan Islam, (Semarang : Pustaka Pelajar Bekerjasama
Dengan Fakultas Tarbiyah IAIN WS), hlm. 60
21
memberdayakan potensi akal itu untuk tujuan diutusnya manusia menjadi
khalifah Tuhan di bumi persada ini.
3. Istilah at-Ta’dib
Pengertian pendidikan, selain termuat dalam tarbiyah juga
digunakan konsep ta’dib. Konsep ini didasarkan pada hadits Nabi:
ربى ادبنى ׃ صلعم اهللا رسول قال ׃ قال عنه اهللا رضي مسعود ابى عن )32 ومسلم البخارى رواه( تأديبى فاحسن
Artinya: “Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku”. (H.R. Al-Jari dan Muslim)
Kata addaba dalam hadits di atas dimaknai Al-Attas sebagai
“mendidik” selanjutnya ia mengemukakan bahwa hadits tersebut bisa
dimaknai kepada “Tuhanku telah membuatku mengenal dan mengakui
dengan adab yang dilakukan secara beransur-ansur ditanamkan-Nya ke
dalam diriku, tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu didalam
penciptaan, sehingga hal itu membimbingku ke arah pengenalan dan
pengakuan tempat-Nya yang tepat didalam tatanan wujud dan kepribadian
serta sebagai akibatnya ia telah membuat pendidikanku yang lebih baik.33
Berdasarkan batasan tersebut, maka al-Ta’dib berarti pengenalan
dan pengakuan yang secara begransur-angsur ditanamkan ke dalam diri
manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu didalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan
akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan
tenpat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.
Dalam konteks ini, terlihat hubungan antara konsep tarbiyah, ta’dib
dan ta’lim. Ketiganya menggambarkan konsep pendidikan Islam secara
hakiki ketiga konsep ini menunjukkan hubungan teologis (nilai tauhid) dan
telelogis (tujuan) dalam pendidikan Islam. Hubungan teologis ditampilkan
32 Imam Jalaluddin bin Abu Bakar AS, Suyuti, Jamius Shagir, (Beirut : Daar al-Kutub al
Ilmiyah, 911H), hlm. 14. 33 Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, Alih Bahasa Haidar Baqir
(Bandung : Mizan : 1994), hlm. 63-64.
22
pada keterikatan masyarakat sebagai obyek dann subyek pendidikan
kepada nilai ”illahiyah”. Adapun hubungan teologis digambarkan oleh
tujuan pendidikan Islam, yaitu membentuk akhlak, sosok insan kamil
sebagai pengabdi Allah tanpa pamrih (istislan) keduanya menyatu pada
tujuan yang sama, yaitu pengabdi kepada Allah.
Terlepas dari perdebatan makna dari ketiga term di atas, secara
terminologi, para ahli pendidikan Islam telah mencoba memformulasikan
pengertian pendidikan Islam. Diantara batasan yang sangat variatif
tersebut adalah:
1. Al-Syaibany; mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses
mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi,
masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara
pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan profesi
diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
2. Muhammad Fadhil al-Jamaly; mendefinisikan pendidikan Islam sebagai
upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup
lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan
yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi
peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi
akal, perasaan, maupun perbuatannya.
3. Ahmad D. Marimba: mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani atau rohani, peserta didik menuju terbentuknya
kepribadiannya yang utama (insan kamil).
4. Ahmad Tafsir: mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan
yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam.
Dari batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam
adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat
mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Melalui
23
pendekatan ini, ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan
dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakininya.
Sedang menurut pandangan Barat, pendidikan diambil dari kata
“education”
Coser at all, mengungkapkan : “Education is the deliberate, formal
transfer of knowledge, skill and values from one person to another.34
Sementara itu dalam Webster disebutkan : Education is the process of
training and developing the knowledge, skill, mind, character etc.
especially by formal schooling.35 Menurut pandangan ini, pendidikan
berarti usaha yang disengaja, pemindahan pengetahuan secara formal,
ketrampilan dan pemindahan nilai dari seseorang ke orang lain. Sedang
menurut Webster menyebutkan pendidikan adalah proses latihan dan usaha
pengembangan pengetahuan, ketrampilan, berpikir, pengembangan
karakter dan lain sebagainya terutama dalam pendidikan formal.
Kaidah-kaidah tersebut menunjukkan bahwa dalam proses
pendidikan ada pendidik yag berfungsi sebagai pelatih, pengembang,
pemberi atau pewaris. Kemudian terdapat bahan yang dilatihkan,
dikembangkan, diberikan dan diwariskan yakni pengetahuan, ketrampilan,
berfikir karakter yang berupa bahan ajar, serta ada murid yang menerima
latihan, pengembangan, pembicaraan, dan pewarisan pengetahuan,
ketrampilan pikiran dan karakter.
Dari berbagai pengertian yang telah penulis ketengahkan dari
pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan pendidikan Islam adalah “usaha sadar yang dilakukan oleh orang
dewasa dalam membantu dan membimbing anak didik agar mereka dapat
memahami dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupannya, baik
yang tampak dalam cara berfikir, bersikap maupun dalam bentuk tingkah
34 Coser at all., Introduction to Sociology, (Inc, Horida : Harcourt Brace Jovanoerch, 1983),
hlm. 380 35 Webster, New World Dictionary, (New York : The World Publisting Coy, 1995), hlm.
432
24
laku atau dengan istilah menuju terbentuknya kepribadian utama (insan
kamil).
Jadi pendidikan Islam yang memberi seperangkat ketrampilan
pengajaran agama Islam dan ilmu penunjang lain itu, tujuannya tidak
semata-mata memperkaya pikiran anak didik dengan teks-teks dan
pengajaran Islam saja, tetapi juga untuk meningkatkan moral, melatih dan
mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,
mengajarkan sikap tingkah laku yang jujur dan bermoral tinggi.
C. HIKMAH DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1. Hikmah Dalam Pendidikan
Istilah-istilah dalam Al Qur’an yang berhubungan dengan obyek
ilmu, akal dan hati adalah hikmah. Kata hikmah, telah disebutkan dalam
pembahasan lalu, baik dalam bentuk ma’rifat maupun nakiroh (khusus dan
umum), sebanyak itu diantaranya dikandungkan dengan kata kitab.
Kemudian merujuk pada firman Allah yang berbunyi :
احسن هي لتى با وجادلهم الحسة لموعظة وا لحكمة با بك ر سبيل لى ا ادع
:١٢٥)النحل (Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (An-Nahl: 125).36
Perintah Allah dalam hal ini adalah kita mengajak kejalan yang benar
dengan hikmah dan mauidhah yang baik dan membantah meeka dengan
berdiskusi dengan cara palingbaik.
Berkenaan dengan kata hikmah ini yang sudah dijelaskan di atas,
dalam pendidikan yang berarti pengembangan pribadi dalam semua
aspeknya,37 dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan
pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh
36 Soenarjo, Op.Cit, hlm. 421 37 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 1994), hlm. 26
25
lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup
jasmani, akal dan hati.
Dari keterangan tersebut dapat dimengerti, bahwa hikmah dalam
pendidikan mengandung ;
a. Nasehat
Pada umumnya, para orang tua, pendidikan muslim menjadikan
Luqmanul Hakim sebagai contoh pendidikan, yang nasehatnya kepada
sang anak terdapat dalam surah Luqman ayat 12-19.
Allah berfirman bahwa Luqman dikaruniai hikmah dan kebijaksanaan.
ومن يشكرفإنمايشكرلنفسه ومن اشكرهللا أن الحمة لقمان اتينا ولقد
١٢ )׃ لقمان ( حميد غني اهللا آفرفإن
Artinya : “Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah (kebijaksanaa) kepada Luqman, yaitu bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Terpuji”. (QS. Luqman : 12)38
Kebijaksanaan dan kecerdikan dari Luqman yang berasal dari
Luqman antara lain perkataannya kepada anaknya, : “Wahai anakku
sesungguhnya dunia itu adalah lautan yang dalam dan sesungguhnya
banyak manusia yang tenggelam kedalamnya, maka jadikanlah taqwa
kepada Allah Swt sebagai perahumu didunia, iman sebagai matanya dan
tawaqal sebagai layarnya, sehingga kamu dapat selamat (tidak tenggelam
di dalamnya), dan aku yakin kamu dapat selamat.39
Dalam perkataan yang lain, Luqman mengatakan : “Barang siapa
yang dapat menasehati dirinya sendiri, niscaya ia akan mendapat
pemeliharaan dari Allah Swt. barang siapa yang dapat menyadarkan
orang-orang lain, niscaya Allah akan menambah kemuliaan baginya
38 Depag RI, hlm. 654 39 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Beirut : Dar Ihya’ at Turas al-Arabai,
t.th, hlm. 78
26
karena hal tersebut. Hina dalam rangka taat kepada Allah adalah lebih
baik dari pada membangkang diri dalam kemaksiatan.
Luqmanul Hakim adalah seorang yang diangkat Allah Swt.
sebagai contoh manusia dalam pendidikan anak, ia telah diberi oleh Allah
dengan sifat terpuji, diantaranya syukur kepada Allah yang sudah pasti
beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Ajaran tersebut mengandung nasehat
yang amat penting untuk pendidikan umat, agar menjadi hamba Allah
yang saleh dan seluruh aspek kehidupan, perbuatan, pikiran dan
perasaanya.
b. Faham atau Ilmu
Secara teori pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu merupakan
konsep pendidikan yang mengandung berbagai teori yang dapat
dikembangkan dari teori yang bersumber dari Al-Qur’an maupun hadits
baik dari segi sistem, proses, dan produk yang diharapkan mampu
membudayakan umat manusia agar bahagia dan sejahtera dalam
hidupnya.
Dari segi teori, pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi
tentang proses kependidikan yang bersifat progresif menuju ke arah
kemampuan optimal anak didik yang berlangsung di atas landasan nilai-
nilai ajaran Islam.40 Maka dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu,
pendidikan harus bisa membentuk manusia yang berkepribadian mulia,
yang tidak hanya tahu dan bisa berperan sesuai kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, tapi juga harus menghiasinya dengan moral
yang tinggi. Dengan demikian, dalam sistem pendidikan Islam terkait
erat dengan nilai-nilai kebaikan yang menjadi tujuannya.
Persoalan manusia menjadi baik itu adalah masalah nilai.
Kebaikan ini tidak hanya berkenaan dengan fakta dan kebenaran ilmiah-
rasional, akan tetapi hal ini juga menyangkut penghayatan dan
40 Armal Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, Cet. 1, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 10.
27
pembinaan yang lebih bersifat afektif. Titik tolak atau motivasi mencari
ilmu dan tujuan akhir dari proses pendidikan harus karena Allah. Untuk
itu, dalam penjelajahan dalam mencari ilmu harus disertai dengan bismi
rabbik (diisi dengan nilai-nilai keTuhanan). Ilmu yang dianggap bebas
nilai harus diisi dengan nilai-nilai Rabbani. Dalam kaitan ini, setiap
diajarkan untuk menghindari ilmu yang tidak bermanfaat sesuai dengan
do’a yang diajarkan Rasul. Maka pendidikan Islam dituntut untuk bisa
mencetak manusia yang memiliki wawasan rasional-etis dan wawasan
etis-religius. Artinya, ilmu yang diperoleh peserta didik dari lembaga
pendidikan Islam harus mencerminkan nilai-nilai rasional (ilmiah) yang
dibarengi dengan kebaikan moral yang didasarkan pada nilai-nilai
keagamaan (Islam).
Untuk lebih jelasnya dalam mengembangkan ilmu pendidikan
Islam, dapat digunakan filsafat sebagai landasan yang mampu
menghasilkan pendapat bahwa:
1. Sumber pengetahuan ialah Allah. Eksistensi Tuhan sebagai hakim
kemutlakan-Nya untuk menetapkan hukum atas hambanya. Namun
demikian, kebijaksanaan-Nya dalam menetapkan sesuatu selalu
fleksibel dan tidak memberatkan. Al-Qur’an sebagai rahmat seluruh
alam raya ini didalamnya terakomodasi segala urusan-urusan hamba-
Nya. Disamping keindahannya tata bahasanya juga terdapat isyarat-
isyarat pengetahuan baik tentang dunia maupun ukhrowi. Pada titik
finalnya harus diakui bahwasanya Al-Qur’an merupakan sumber
pengetahuan yang sangat kongklusif dan Allah sebagai dzat pencipta
merupakan sumber dari segala sumber.
2. Teori ilmu pendidikan Islam tidak boleh bertentangan dengan
wahyu. Kedinamisan suatu ilmu sangat diperlukan sesuai dengan
keadaan zamannya. Sebagai ilmu yang berlandaskan pada sesuatu
28
yang bersifat aqli maupun naqli harus memiliki relevansi dengan
kaidah-kaidah yang terdapat dalam wahyu dan akal manusia.41
Sebagai salah satu konsep dalam proses yang dilakukan oleh
pendidikan Islam, maka hikmah dalam pendidikan Islam terdapat multi
paradigma yang kompleks yang meliputi dimensi intelektual, kultural,
nilai-nilai trandesental, ketrampilan fisik/ jasmani dan dimensi
pembinaan kepribadian. Konsep dan dimensi tersebut diterapkan secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Yakni untuk
mengembangakan potensi-potensi baik jasmaninya maupun rohaninya,
emosional maupun entelektual serta keterampilan agar manusia mampu
mengatasi problema hidup secara mandiri serta sadar dapat hidupo
menjadi manusia-manusia yang berpikir bebas.42
c. Berfikir
Berfikir itu harus diketahui dengan stimulasi dan keragu-raguan.
Keduanya sangat diperlukan dalam proses berfikir. Seluruh ahli berfikir
berpendapat, bahwa kemajuan umat itu terletak terutama cara
berfikir.43Dalam pendidikan, berfikir ini sangat diperlukan untuk
kemajuan manusia baik dalam bidang agama maupun bidang dunia di
tentukan oleh hasil pemikiran dan ilmu pengetahuan. Dengan ilmu
pengetahuan, manusia berkembang maju, berbudaya dan mencapai
sukses besar dalam kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
d. Penyucian Jiwa
Telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw diutus menjadi muallim
(guru), yaitu ketika beliau mengajarkan tilawatil Qur’an kepada kaum
muslim. Rasulullah tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat
membaca saja, memberikan “Membaca dengan Perenungan” yang
41 Armai Arif, Op.Cit., hlm. 12.
42 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1996), hlm. 101.
43 Hanafi Anwar, Hikmah Berfikir, (Surabaya : Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 21.
29
berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman
amanah. Dari membaca semacam ini Rasul membawa kepada tazkiah
(penyucian), yaitu penyucian dan pembersihan diri manusia dari segala
kotoran dan menjadikan diri itu berada dalam sustu kondisi yang
memungkinkan untuk menerima al-Hikmah sertas mempelajari segala
apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak di ketahuinya.44
Orang yang mensucikan itu sebagai kesempurnaan jiwa dengan
metode kekuatan ilmiah dan kesempurnaan kekuatan penelitian. Sebagai
hasil belajar yang baik untuk dibacanya, melainkan menjadi perantara
antara membaca dan belajar yang tertib dan teratur.
2. Hubungan Hikmah dengan Pendidikan Islam
Wujud bangunan keilmuan apapun, rasanya tidak terlepas dari
kerangka epistemologinya. Kalau dalam dunia pendidikan ditemukan
konsep-konsep yang anthroposentris dan jauh dari nilai-nilai etik
transendental, maka tentu saja epistemologinya juga menempuh jalan
yang profan semata-mata.
Dalam epistemologi Islam (filsafat pengetahuan Islam) mengambil
titik tolak Islam sebagai subyek untuk membicarakan filsafat
pengetahuan, maka disatu pihak epistomologi Islam berpusat pula pada
Allah, dalam arti Allah sebagai sumber pengetahuan dan sumber segala
kebenaran. Di lain pihak, filsafat pengetahuan Islam berpusat pula pada
manusia dalam arti manusia sebagai pelaku pencari (pengetahuan)
kebenaran. Di sini manusia berfungsi sebagai subjek yang mencari
kebenaran.45Pendapat tersebut berdasarkan alasan, bahwa manusia
sebagai khalifah Allah berikhtiar untuk memperoleh pengetahuan,
sekaligus memberi interpretasinya. Dalam Islam, manusia memiliki
pengetahuan, dan mencari ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai suatu
44 Abdul Fatah Jalal, Asas-asas Pendidikan Islam, Alih Bahasa, Herry Noer Ali, (Bandung :
CV. Diponegoro, 1988), hlm. 27 45 Miska Muhammad Amien, Epistomologi Islam : Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam,
(Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press), 1983), Cet. 1, hlm. 70-71.
30
kemuliaan. Sebagaimana tertulis : “… Berdirilah kamu, maka berdirilah
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (Al
Qur’an, Surat Mujadalah ayat 11).
Kemudian di dalam teori epistomologi itu sendiri, juga terdapat
aliran yang mencoba menjawab pertanyaan bagaimana manusia
mendapat pengetahuannya, yang meliputi :
a. Rasionalisme ialah aliran yang mengukakan, bahwa sumber
pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio, jiwa manusia.
b. Empirisme ialah aliran yang menyatakan, bahwa sumber
pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari
dunia luar yang ditangkap panca indranya.
c. Kritisme (=Transendentalisme) ialah aliran yang berpendapat bahwa
pengetahuan manusia itu berasal, baik dari dunia luar, maupun dari
jiwa atau pikiran manusia.46
Wujud konkret yang dihasilkan oleh metode memperoleh
pengetahuan dengan jalan-jalan di atas, terlihat di antaranya dalam teori
psikologi dan pendidikan yang menganut cara berfikir “hitam putih”
sebagaimana teori “stimulus response” dan “strategi rewards and
punishments”.
Dengan demikian sumber pengetahuan tidak hanya kita dapatkan
dari penangkapan indra kita dan akal kita, tapi juga intuisi, lebih dari itu
sumber pengetahuan bukan hanya dari indra, akal, dan intuisi kita, tapi
juga dari wahyu. Dengan bahasa lain, epistomologi ilmu agama,
mengakui dalil aqliyah (indra, intuisi, akal) dan naqliyah (wahyu).47
Hal ini terjadi dengan melihat mengenai sifat dan maksud
pengetahuan dilihat dari segi pandangan Islam, dan untuk
46 Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1987), Cet. 7, hlm. 97–98.
47 Yusuf Qardawi, Al Qur’an Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta : Gema Insani, 1998), hlm. 232.
31
mempertunjukkan sifat fundamental dari saling hubungan dan saling
ketergantungannya bersama. Dan konsep-konsep kunci ini harus menjadi
unsur-unsur esensial dari sistem pendidikan Islam. Konsep-konsep itu
adalah :
1. Konsep agama (din)
2. Konsep manusia (insan)
3. Konsep pengetahuan (ilm dan ma’rifah)
4. Konsep kearifan (hikmah) 5. Konsep keadilan (‘adl) 6. Konsep perbuatan yang benar (‘amal sebagai adab) 7. Konsep universitas (kulliyah-jam’iyyah).48
Dari beberapa konsep ini, jelas bahwa konsep kearifan (hikmah)
merupakan salah satu unsur esensial dari sistem pendidikan Islam.
Jadi dalam hal ini hubungan hikmah dengan pendidikan Islam
dapat dimengerti sebagai upaya membangkitkan dan mengaktualkan
inteleksi (secara potensial) yang terdapat dalam diri anak-anak kita. Juga
dalam mendialogi akal. Manusia adalah untuk meyakinkan dan
mencegah. Nasehat dalam mendialogi akal adalah untuk mempengaruhi
dan menggerakkan. Dalam hal ini apabila dihubungkan dalam pendidikan
islam, yang baik mendialogi akal dan hati sekaligus, sebab inilah Manhaj
al-Qur’an dan Manhaj Rasulullah.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa al-Qur’an terdiri atas
beragai tema, seperti keyakinan, ilmu pengetahuan, hukum, moral,
sejarah dan sebagainya. Disamping itu juga memiliki pola-pola
penyampaian yang sangat khas. Disinilah kita yang memainkan peran
sebagai “guru sejati” perlu mengolah tema-tema tersebut agar bisa
dicerna anak-anak kita dan menjadikannya memiliki integritas spiritual
intelektual dan moral. Tema-tema sejarah para nabi (‘Alaihumus Salam)
dan Rasulullah Saw adalah tema-tema yang sungguh menarik dan mudah
48 Syed Muhammad Al-Naquib Al-Atlas, Islam Dan Sekularisme, (Bandung : Pustaka,
1981), hlm. 233
32
dicerna bagi anak-anak. Tema-tema ini penuh ilustrasi yang memudahkan
untuk dicerna, sebaliknya juga mengandung dimensi keimanan
intelektual dan moral yang sangat tinggi.
Kemuliaan tugas mengajar ini telah mencapai puncaknya dengan
dimasukkannya tugas itu oleh Allah Swt, kedalam tugas-tugas yang
dibebankan kepada Rasulullah Saw “Sesungguhnya Allah telah memberi
karunia kepada orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara
mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya
sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam
kesesatan yang nyata”.49
Allah SWT mengisyaratkan bahwa tugas rasulullah saw yang
paling penting ialah mengajar al-kitab dan al-hikmah kepada manusia dan
meyuciian mereka, yakni mengembangkan dan mebersihkan jiwa
mereka. Di dalam pendidikan islam. Hal tersebut juga diperlukan oleh
seorang guru, yaitu ta’limul kitab wal hikmah. Hikmah dalam konteks
ini, dapat dimengerti sebagai upaya membangkitkan dan mengaktualkan
inteeksi (secara potensial) yang terdapat dalam diri anak-anak kita.50dari
keterangan diatas dapat disimpulkan berbagai tugas pendidikan yang
utama, yaitu:
a. Penyucian : yakni pengembangan, pembersihan dan pengangkatan
jiwa kepada penciptanya, penjauhannya dari kejatahan dan
penjagaannya agar tetap berada pada fitrahnya.
b. Pengajaran, yakni pengalihan berbagai pengetahuan dan akidah
kepada akal dan hati kaum muslimin, agar mereka merealisasikan
dalam tingkah laku dan kehidupan.51
49 Lihat QS. al-Imran (3) ayat 164.
50 Suharsono, Mencerdaskan Anak Mensintesakan Kembali Intelegensi Umum (IQ) dan Integritas Emosional (IE) Dengan Intelegensi Spiritual, Cet. 1, (Jakarta : Inisiasi Press, 2000), hlm. 161
51 Abdurrahman An-Nahlawi, Op.Cit, h. 239.
33
Kembali pada hikmah itu sendiri yaitu sebagai upaya
membangkitkan dan mengaktualkan yang terdapat dalam diri anak-anak,
maka dalam pendidikan Islam agar pengajar dewasa ini dapat
menjalankan tugasnya seperti yang diembankan Allah kepada para Rasul
dan pengikut mereka, maka guru harus memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:
a. Hendaknya tujuan, tingkah laku dan pola pikir guru bersifat Rabbani.
b. Hendaknya guru seorang yang ikhlas.
c. Hendaknya guru bersabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan
kepada anak-anak.
d. Hendaknya guru jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya.
e. Hendaknya guru senantiasa membekali diri dengan ilmu dan
kesediaan membiasakan untuk terus mengkajinya.
f. Hendaknya guru mampu menggunakan berbagai metode mengajar
g. Hendaknya guru mampu mengelola siswa
h. Hendaknya guru mempelajari kehidupan psikis para pelajar
i. Hendaknya guru tanggap berbagai kondisi
j. Hendaknya guru bersikap adil.52
Dengan memiliki sifat-sifat tersebut adalah diharapkan untuk
menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman hingga dapat menelankan
anak didik dalam mencari nilai-nilai hidup dan mengembangkan
kepribadiannya, serta pengetahuannya menurut ajaran agama Islam
(Zuhairini), 1995:170). Jelasnya, pendidik harus dapat menjadikan
dirinya sebagai sosok teladan peserta didiknya. Keteladanan tersebut
bukan saja terbatas hanya pada sikap dan perilaku (akhlak al-karimah),
tetapi juga mencakup kemampuan untuk membimbing dan memotivasi
peserta didiknya, selain itu juga pendidik harus memiliki kemampuan
intelektual yang baik.
52 Ibid.