BAB II PENGUNGSI SURIAH, HUNGARIA, DAN VIKTOR ORBANeprints.umm.ac.id/39194/3/Bab II.pdf · 30. BAB...
Transcript of BAB II PENGUNGSI SURIAH, HUNGARIA, DAN VIKTOR ORBANeprints.umm.ac.id/39194/3/Bab II.pdf · 30. BAB...
30
BAB II
PENGUNGSI SURIAH, HUNGARIA, DAN VIKTOR ORBAN
Hungaria merupakan salah satu dari sekian banyak negara di Eropa yang
menjadi tujuan pengungsi, baik untuk mencari perlindungan suaka maupun untuk
melewati wilayahnya, karena wilayah Hungaria sendiri adalah salah satu jalur
utama arus pengungsi yang ingin mencari suaka ke negara-negara kaya di Eropa
seperti, Inggris, Perancis, dan Jerman.
Dalam penelitian ini, negara Hungaria merupakan variabel dependen yang
digunakan penulis sebagai unit analisa. Sementara Viktor Orban merupakan
variabel independen atau sebagai unit eksplanasi yang memengaruhi kebijakan
Hungaria sebagai unit analisa. Kesemua unit dalam level analisa tersebut akan
penulis coba jabarkan guna kemudian memudahkan penulis menganalisa proses
perumusan kebijakan luar negeri Hungaria.
Mengingat pentingnya kebutuhan penulis dalam melihat bagaimana
Hungaria sebagai negara dan Viktor Orban sebagai perdana menteri memandang
kedatangan pengungsi Suriah di wilayahnya, maka dalam bab ini, sebelum
menjelaskan kedua unit analisa, penulis juga akan menjelaskan lebih jauh tentang
relasi antara kondisi dalam negeri Hungaria dengan krisis pengungsi yang terjadi di
Eropa ketika krisis tersebut dimulai, tepatnya 201533, hingga kebijakan Hungaria
33Loc. Cit, Korban Perang Suriah Tembus 200 Ribu Orang, CNN Indonesia.
31
yang anti pengungsi dikeluarkan di tahun yang sama34 sebagaimana batasan waktu
penelitian yang pada bab sebelumnya sudah penulis ajukan.
2.1. Konflik di Suriah dan Arus Pengungsi Menuju Eropa
Pada tahun 2011 Suriah mengalami konflik internal akibat dampak Arab
Spring. Sama halnya seperti negara Timur Tengah lainnya yang terkena dampak
Arab Spring, konflik di Suriah juga diawali dengan demonstrasi masyarakat Suriah.
Demo tersebut dimulai dari tuntutan masyarakat Suriah di kota Deraa yang
menuntut pembebasan anak-anak sekolah yang ditangkap oleh kepolisian Suriah35.
Penangkapan anak-anak sekolah oleh polisi Suriah tersebut dilakukan
karena mereka melakukan aksi vandalisme denga menuliskan slogan revolusi yang
diteriakkan di Tunisia, Mesir, dan negara Timur Tengah lain yang terjangkit Arab
Spring yang bertuliskan Assahab yoreed eskat el nizam yang artinya rakyat ingin
menumbangkan rezim. Aksi vandalisme tersebut dianggap pemerintah sebagai aksi
provokasi kepada masyarakat sehingga Mukhabarat36 memerintahkan agar anak-
anak tersebut ditangkap dan disiksa. Menanggapi hal tersebut para orang tua dan
pemimpin kabilah yang menganggap hal itu berlebihan melakukan aksi demonstrasi
yang ditujukan kepada rezim mengenai perlakuan pemerintah tersebut.
Demonstrasi yang dilakukan kemudian berkembang menjadi isu
demonstrasi publik yang bertujuan untuk meruntuhkan rezim pemerintahan.
34 Loc. Cit, Lydia Tomkiw, Hungary passes Anti-Migration Laws as Refugees Walk toward Austria from Budapest. 35 Trias Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, Anak-anak Penyulut Revolusi, Gramedia, Jakarta, 2013, hal. 114. 36 Mukhabarat merupakan salah satu dinas intelejen atau keamanan yang mengontrol dan mengawasi penduduk, serta bertugas mempertahankan rezim.
32
Tuntutan masyarakat Suriah pada demo tersebut diakibatkan karena perekonomian
Suriah yang mengalami penurunan serta kekecewaan masyarakat terhadap
pemerintahan Bashar Assad yang telah lama memerintah. Namun gerakan
demonstrasi atau aksi revolusi tersebut dihalangi oleh pihak keamanan dengan
melakukan penembakan terhadap para pendemo hingga akhirnya aksi demonstrasi
tersebut berakhir bentrok.
Berkembangnya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat Suriah
dalam upaya melengserakan kepemimpinan Presiden Bashar Assad menjadikan
masyarakat Suriah berabung ke dalam beberapa kelompok oposisi. Terdapat empat
kelompok oposisi yaitu Syrian National Council (SNC)37, Free Syrian Army
(FSA)38, National Coordinator Bureau (NCB)39, dan gerakan-gerakan akar rumput
yang sifatnya lokal40.41
Terbentuknya kelompok-kelompok oposisi menjadikan adanya dua
kelompok yang saling bertentangan, yakni pihak oposisi yang ingin menjatuhkan
Bashar Assad dari kursi kepemimpinan dan pihak pemerintah yang ingin
mempertahankan posisi Bashar Assad. Adanya dua kelompok yang saling
37 Syrian National Council (SNC) didirikan oleh tokoh-tokoh anti rezim di pengasingan dan berbasis di Istanbul. SNC terdiri dari beberapa faksi yaitu dari Ikhwanul Muslimin, National Bloc, Local Coordinating Committee, dan beberapa kelompok minoritas termasuk beberapa faksi kecil dar kelompok Kurdi. 38 Free Syrian Army (FSA) merupakan struktur oposisi utama bersenjata yang beroperasi di Suriah yang aktif selama perang saudara di Suriah. FSA terdiri dari dari para personel angkatan bersenjata Suriah yang memberontak. FSA didominasi oleh kelompok menengah ke bawah Sunni, mereka yang terlibat dalam Ikhwanul Muslimin serta beberapa kelompok radikal Islam. 39 National Coordinator Bureau (NCB) berisi kelompok-kelompok nasionalis kiri dan beberapa faksi kelompok Kurdi. Kelompok ini berbasis di Suriah dan dipandang oleh Assad sebagai wakil dari pihak oposisi untuk diajak bernegoisasi. 40 Gerakan-gerakan akar rumput yang sifatnya lokal ini mencakup hampir seluruh wilayah Suriah dan dikoordinatori oleh Revolutionary Council dan pada tingkatan nasional masuk ke dalam Syrian Revolution General Commission (SRGC). 41 Op. Cit., Trias Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, Anak-anak Penyulut Revolusi, hal. 123-130.
33
bertentangan tersebut menghasilkan konflik dalam negeri yang berkepanjangan di
Suriah dan mengakibatkan jutaan masyarakat Suriah pergi meninggalkan
wilayahnya untuk berhijrah ke wilayah yang aman.
Pada awalnya masyarakat Suriah hanya pergi dari desa ke desa untuk
mencari perlindungan, namun situasi dalam negeri yang tidak menentu memaksa
masyarakat Suriah untuk pergi meninggalkan negaranya demi mendapatkan
perlindungan di negara tetangga42. Derasnya arus pengungsi Asal Suriah membuat
negara-negra tetangga kewalahan, hingga akhrinya para pengungsi tersebut
memutuskan untuk mencari suaka ke wilayah Eropa dengan harapan dapat tinggal
di negara-negara makmur Eropa dan mendapatkan penanganan yang lebih layak
disana.
Menurut data laporan United Nations High Commissioner for Refugees
(UNHCR) jumlah pengungsi dalam negeri (Internally Displaced People (IDP)) di
Suriah pada tahun 2012 berjumlah 2.016.500 jiwa dan meningkat menjadi
6.520.800 jiwa pada akhir tahun 2013 dan angka ini akan terus bertambah setiap
tahunnya43.
Gambar 2.1. Peta arus pengungsi asal Suriah.44
42 Lisa Schlein, UNHCR: Konflik Suriah, Krisis Darurat Kemanusiaan Terbesar Saat Ini, VoA Indonesia, dalam http://www.voaindonesia.com/a/unhcr-krisi-suriah-darurat-kemanusiaan-terbesar-saat-ini-/2432852.html (29/04/2017, 10:18 WIB). 43 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, dalam Fatahillah, Upaya United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon, Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015, hal. 43. 44 Zach Beauchamp, The Syrian Refugee Crisis, Explained in One Map, Vox, dalam http://www.vox.com/2015/9/27/9394959/syria-refugee-map (29/04/2017, 10:50 WIB).
34
Terlihat jelas pada gambar di atas pada September 2015 jumlah pengungsi
dalam negeri (IDP) Suriah menjadi sebanyak 7.632.500 jiwa dan jumlah pengungsi
yang keluar negeri sebanyak 4.087.139 jiwa. Total ada lebih dari 12 juta jiwa warga
Suriah yang membutuhkan bantuan kemanusiaan yang mana menurut asas Hukum
35
Humaniter, hak dan status mereka dilindungi dan penanganan mereka menjadi
tanggung jawab bersama masyarakat internasional45.46
Peningkatan gelombang pengungsi tiap tahunnya semenjak 2011 silam,
berpuncak pada terjadinya krisis pengungsi di Eropa pada tahun 2015. Pew
Research Center mercatat bahwa pengungsi yang mencari suaka di wilayah Uni
Eropa sebanyak 1,3 juta orang pengungsi47. Dari data Eurostat (European Union’s
statistical agency), gelombang pengungsi tersebut mulai meningkat seiring dengan
dimulainya konflik di Suriah 2011 silam. Jumlah pengungsi pada 2015 tersebut
hampir dua kali lipat gelombang pengungsi tertinggi sebelumnya yaitu hampir
700.000 pengungsi pada tahun 1992 pasca runtuhnya tembok Berlin yang
menandakan runtuhnya Komunis Soviet48.
Gambar 2.2. Data jumlah pencari suaka di Eropa 1985-2015.49
45 Status perlindungan pengungsi tertuang pada Pasal 28 Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 13 Paragraf 2 Deklarasi HAM PBB 1948, dan Declaration of Territorial Asylum 1967, Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hal 29. 46 Secara internasional penanganan pengungsi diatur dalam Konvensi Jenewa 1951 dan Protokol 1967, Ibid, hal. 223-250 dan hal. 262-269. 47 Loc. Cit, Phillip Connor, Number of Refugees to Europe Surges to Record 1.3 Million in 2015, Pew Research Center. 48 Ibid. 49 Ibid.
36
Masih dari sumber yang sama, dikatakan bahwa jumlah pengungsi asal
Suriah yang mencari suaka ke Eropa sebanyak 378.000 orang pada tahun 2015.
Angka tersebut naik drastis tiap tahunnya, yaitu dengan jumlah 125.000 pengungsi
di tahun 2014 dan 49.000 jumlah pengungsi di tahun 201350. Dengan angka
sebanyak itu, Suriah telah menjadi the highest share of any nation atau negara
penyumbang pengungsi terbanyak di Eropa dengan angka 29% dari total
keseluruhan 1.325.000 pencari suaka yang datang ke Eropa.
Mengenai penanganan pengungsi sendiri, Uni Eropa mempunyai kebijakan
khusus yaitu program CEAS (Common European Asylum System), kebijakan untuk
menyetarakan kuota permintaan sistem suaka di seluruh anggota Uni Eropa.
50 Ibid.
37
Program CEAS tersebut kemudian dijalankan oleh EASO (European Asylum
Support Office) sebagai organisasi yang dibentuk khusus oleh Uni Eropa untuk
penanganan pengungsi dan pencari suaka51.
Pada praktiknya, program CEAS tersebut tidak berjalan dengan maksimal.
Tidak meratanya jumlah pengungsi di negara-negara Eropa menimbulkan masalah
baru bagi Uni Eropa. Negara-negara pesisir Eropa seperti Yunani dan Italia yang
menjadi pintu gerbang pengungsi menuju Eropa kewalahan menangani
pengungsi52. Katakan lah penampungan pengungsi yang ada di Lempudusa Italia
yang hanya memiliki daya tampung 5.000 orang harus menerima puluhan ribu
pengungsi53. Banyaknya pengungsi yang datang tiap harinya menjadi beban yang
tidak bisa ditanggung Yunani dan Italia sendirian. Upaya relokasi pengungsi yang
sudah dilakukan EASO di dua negara ini pun tidak dapat menanggulangi lonjakan
pengungsi disana.
Tidak adanya solidaritas antar negara anggota Uni Eropa dalam penanganan
krisis pengungsi ini menimbulkan ketegangan antar negara anggotanya. Italia,
misalkan, yang sudah merasa terbebani dengan adanya program CEAS tersebut
mengkritik negara-negara Uni Eropa lain yang terkesan lepas tangan terkait
penanganan pengungsi ini54. Hal ini dikarenakan minimnya bantuan finansial dan
51 Op. Cit, Ani Kartika Sari, Upaya Uni Eropa dalam Menangani Pengungsi Dari Negara-Negara Mediterania Selatan di Kawasan Eropa, hal. 553-554. 52 Dalam CEAS, terdapat Dublin Regulation yang menjelaskan secara detail poin-poin yang harus dipertimbangkan suatu negara dalam memproses aplikasi suaka seperti, latar belakang keluarga (apakah ada sanak saudara yang tinggal di salah satu negara Uni Eropa), kepemilikan visa atau izin tinggal di MEE dan sejauh mana aktivitas para aplikan memasuki Eropa (regular atau iregular). Dan tugas pemrosesan ini diserahkan pada negara pertama yang disinggahi para pengungsi seperti Italia dan Yunani. 53 Ibid, hal. 554. 54 Op. Cit, Lunyka Adelina Pertiwi, hal. 219.
38
teknis dari Uni Eropa bagi Italia yang sudah kerepotan menampung pengungsi dan
pencari suaka yang singgah di wilayahnya.
Sementara Inggris beranggapan bahwa menampung pengungsi dan pencari
suaka yang jumlahnya tidak terkendali akan menyulitkan negara membedakan
antara pengungsi yang legal dan illegal. Inggris tentunya tidak ingin keterbukaan
negaranya pada pengungsi disalahgunakan oleh pengungsi illegal tnpa skill yang
hanya ingin hidup nyaman dibawah jaminan pemerintah Inggris55.
Adapun negara-negara Eropa Timur seperti Ceko, Rumania, Slovakia,
Austria, dan khusunya Hungaria melihat kedatangan pengungsi beragama Muslim
dengan jumlah besar sebagai ancaman bagi keamanan nasional maupun keamanan
regional56. Mereka berasumsi bahwa pengungsi dan pencari suaka adalah kelompk
yang tidak taat aturan dan membahayakan nilai-nilai tradisional bangsa dan
keamanan Eropa.
2.2. Penolakan Hungaria Terhadap Pengungsi Asal Suriah
Pada masa krisis pengungsi 2015 di Eropa, daerah perbatasan antara
Hungaria dan Serbia menjadi salah satu jalan masuk utama bagi para imigran yang
mencari suaka di kawasan Uni Eropa. Hingga pertengahan September 2015, Uni
Eropa melalui program CEAS telah mendaftarkan kurang lebih 170.000 pencari
suaka untuk wilayah Hungaria57. Dari jumlah tersebut, dua-pertiganya merupakan
55 Ibid, hal. 224. 56 Ibid. 57 No Country for Refugees - New Asylum Rules Deny Protection to Refugees and Lead to Unprecedented Human Rights Violations in Hungary, Hungarian Helsinki Committee, HHC Information Note 18 September, 2015, Hal. 1, dalam http://helsinki.hu/wp-content/uploads/HHC_Hungary_Info_Note_Sept_2015_No_country_for_refugees.pdf
39
pengungsi dari daerah-daerah konflik di Timur-Tengah, termasuk pengungsi dari
Suriah58.
Pada pertengahan 2015, Hungaria memulai pembangunan pagar dengan
panjang 175 kilometer sepanjang perbatasan Hungaria dan Serbia yang dibangun
dengan tujuan khusus untuk memindahkan arus pengungsi dari daerah perbatasan
tersebut ke daerah lain59. Pagar tersebut selesai dibangun pada 15 September,
berupa pagar lapis dua yang terbuat dari kawat dan duri dengan tinggi tiga meter60.
Pada Juli 2015, Hungaria mengamandemen undang-undang suakanya
(Asylum Act)61 pada beberapa aspek serta mengadopsi daftar nasional negara-
negara yang aman (National List of Safe Countries)62.63 Perubahan amandemen
tersebut menimbulkan beberapa permasalahan pada proses penerimaan pengungsi
Hungaria di daerah perbatasan. Perubahan yang paling bermasalah di antaranya:64
(1) Hungaria sebagai negara tujuan suaka atau first country of asylum mengakui
Serbia sebagai negara ketiga yang aman untuk para pencari suaka atau safe third
country65, yang mana menyebabkan penolakan otomatis terhadap 99% permintaan
(04/02/2016, 4.40 WIB). 58 Ibid. 59 Loc. Cit., Fenced Out: Hungary’s Violation on Refugees and Migrants, Amnesty Internasional. 60 Ibid. 61 Act LXXX of 2007 on asylum, Asylum Act, dalam http://njt.hu/cgi_bin/njt_doc.cgi?docid=110880.297984 (30/05/2017, 11:30 WIB). 62 Loc. Cit., No Country for Refugees - New Asylum Rules Deny Protection to Refugees and Lead to Unprecedented Human Rights Violations in Hungary, Hungarian Helsinki Committee. 63 Government Decree 191/2015 (VII. 21.) on the national list of safe countries of origin and safe third countries, Asylum Government Decree, dalam http://njt.hu/cgi_bin/njt_doc.cgi?docid=176824.296526 (30/05/2017, 11:30 WIB). 64 Ibid. 65 Negara tujuan suaka utama atau biasa disebut dengan istilah first country of asylum seringkali membenarkan keputusan untuk merujuk pencari suaka ke negara lain, bahwa suatu negara dapat menolak aplikasi suaka jika para pencari suaka tersebut telah diberikan perlindungan oleh negara lain. Negara lain yang dijadikan rujukan disebut sebagai safe third country, istilah yang merujuk kepada negara lain sebagai pihak ketiga di mana para pencari suaka dianggap aman di sana.
40
suaka (di mana 99% dari pencari suaka yang masuk ke Hungaria datang dari Serbia)
tanpa ada pertimbangan untuk kebutuhan perlindungan sama sekali; (2) Peninjauan
ulang yang tidak efektif terhadap kasus-kasus suaka, dengan tenggat waktu yang
terlalu singkat untuk mengajukan banding maupun bagi hakim untuk mengambil
keputusan, tanpa penangguhan dan tanpa wawancara pada proses peninjauan
ulangnya; (3) Membuat landasan hukum sendiri untuk secara resmi mentoleransi
penuh atau sesaknya pengungsi di daerah perbatasan Hungaria dan Serbia; (4)
Memberi izin Kantor Imigrasi dan Kewarganegaraan untuk mewajibkan para
pencari suaka untuk menghubungi negara asal mereka selama prosedur penerimaan
suaka.
Amandemen yang baru juga mengizinkan pembangunan zona transit
(transit zone), tempat didirikannya bangunan untuk kebutuhan prosedur imigrasi
dan suaka, yang berjarak 60 meter dari perbatasan Hungaria66. Ketika amandemen
baru diterapkan, tepatnya 4 September 2015, Hungarian Helsinki Committee sudah
memperkirakan bahwa zona transit akan menjadi penjara67, di mana ribuan
pengungsi dan pencari suaka ditahan dalam jangka waktu empat minggu. Dengan
ribuan pengungsi yang tiba di Hungaria setiap harinya, fasilitas di zona transit
menerima dan menampung lebih dari 10.000 pengungsi di tiap waktu untuk
kemudian diproses68.
66 Act LXXX of 2007 on the borders of the state, Asylum Act, dalam http://njt.hu/cgi_bin/njt_doc.cgi?docid=110880.297984 (30/05/2017, 11:30 WIB). 67 Loc. Cit., Unprecedented Human Rights Violations in Hungary, Hungarian Helsinki Committee, Hal. 2. 68 Ibid.
41
Selain itu, juga masih dalam amandemen yang baru, krisis migrasi masa
(mass migration crisis)69 dikenalkan kepada publik dan akan diterapkan maksimal
enam bulan setelah diumumkan jika: (1) jumlah permintaan suaka yang terdaftar
per hari lebih dari 500 dalam rata-rata bulanannya, atau lebih dari 750 dalam rata-
rata dua-minggunya, atau lebih dari 800 dalam rata-rata mingguannya; atau (2)
jumlah pengungsi dan pencari suaka di zona transit per hari lebih dari 1.000 dalam
rata-rata bulanannya, atau lebih dari 1.500 dalam rata-rata dua-minggunya, atau
lebih dari 2.000 dalam rata-rata mingguannya; atau (3) ada keadaan pengungsi
terkait yang secara langsung membahayakan keamanan pemukiman. Terutama
dalam kasus kerusuhan atau tindakan kekerasan yang dilakukan di pusat
penerimaan.
Berdasarkan dari Hungarian Helsinki Committee, konsekuensi utama dari
adanya penerapan migration mass crisis ini adalah bahwa polisi dan militer dapat
ditugaskan untuk berpartisipasi dalam proses pendaftaran suaka untuk tujuan yang
sifatnya baik keamanan atau militeristik70.71 Adapun pemerintah Hungaria sudah
menetapkan mass migration crisis pada daerah Bacs-Kiskun dan daerah Csongrad,
dua daerah yang berdekatan dengan Serbia72.
Dari semua kebijakan dan amandemen tersebut, menunjukkan bahwa
Hungaria tidak lagi bersedia untuk memberikan perlindungan internasional kepada
69 Act LXXX of 2007 on the mass migration crisis, Asylum Act, Section 80/A, dalam http://njt.hu/cgi_bin/njt_doc.cgi?docid=110880.297984 (30/05/2017, 11:30 WIB). 70 Act LXXX of 2007 on the mass migration crisis, Asylum Act, Section 80/G, dalam http://njt.hu/cgi_bin/njt_doc.cgi?docid=110880.297984 (30/05/2017, 11:30 WIB). 71 Loc. Cit., Unprecedented Human Rights Violations in Hungary, Hungarian Helsinki Committee, Hal. 6. 72 Ibid.
42
para pengungsi, dan secara de facto mengeluarkan diri dari Common European
Asylum System (CEAS). Komunikasi antar pemerintah Hungaria dan
masyarakatnya juga secara konsisten melabeli pengungsi Suriah dan pengungsi
lain yang melarikan diri dari konflik di negaranya migran ekonomi atau bahkan
imigran gelap, yang mana Hungaria tidak memiliki kewajiban untuk melindungi.
Selain itu, dengan memilih langkah mengerahkan kepolisian dan militer untuk
upaya penanganan masuknya pengungsi di negaranya menunjukkan bahwa
Hungaria lebih memandang kedatangan pengungsi sebagai tantangan militer yang
mengancam kedaulatan, ketimbang tantangan kemanusiaan yang perlu diselesaikan
melalui kerjasama internasional. Lebih detail mengenai analisa akan dibahas pada
bab selanjutnya.
2.3. Kondisi Dalam Negeri Hungaria
Hungaria adalah sebuah negara yang terletak di Eropa tengah. Dengan luas
wilayah kedaulatan 93.030 kilometer persegi dan berlokasi tepat di 47°26′ Lintang
Utara 19°15′ Bujur Timur, Hungaria berbatasan langsung dengan Negara Slovakia
di sebelah utara, Romania di sebelah timur, Serbia di selatan, Kroasia di sebelah
barat daya, Slovenia di sebelah barat, dan Ukraina di sebelah timur laut. Penduduk
Hungaria berjumlah sekitar 9,9 juta jiwa dengan mayoritas penduduknya diatas
80% adalah masyarakat asli Hungaria. Bahasa yang digunakan sehari-hari sekaligus
bahasa resminya adalah Bahasa Hungaria, yang mana merupakan Bahasa non-Indo-
Eropa dan paling banyak di gunakan di Eropa.
43
Gambar 2.3. Komposisi kelompok etnis di Hungaria di tahun 201173.
Sekilas sejarah tentang Hungaria, pada sekitaran abad pertama setelah
masehi negara ini pernah menjadi Kerajaan Kristen dan selama beberapa abad
berperan sebagai benteng pertahanan melawan ekspansi dari Kerajaan Turki
Utsmani di wilayah Eropa. Pada akhirnya Kerajaan Hungaria menjadi bagian dari
kekuasaan Kerajaan Austro-Hungaria, yang mana runtuh ketika Perang Dunia
Pertama. Setelah Perang Dunia Kedua Hungaria berubah menjadi negara Komunis
dibawah naungan Uni Soviet. Pada 1956 menyatakan keluar dari Pakta Warsawa
dan kemudian di intervensi oleh pihak militer Moscow. Di bawah kepemimpinan
73 Steven Bela Vardy dkk, Hungary, Encyclopedia Britannica, dalam https://www.britannica.com/place/Hungary (06/05/2017, 14:20 WIB).
44
Janos Kadar pada 1968, Hungaria mulai meliberalisasi ekonominya dengan
mengenalkan istilah yang mereka sebut Goulash Communism74.75
Pasca runtuhnya Uni Soviet pada 1990, Hungaria yang ekonominya
bergantung banyak kepada ekspor barang, ekspor Hungaria anjlok dan bantuan
keuangan dari negara bekas Uni Soviet menurun. Hungaria pun melakukan
reformasi ekonomi dengan memprivatisasi perusahaan milik negara dan
mengurangi program jaminan sosial, serta beralih dari ekonomi terpusat menjadi
ekonomi pasar agar bisa masuk ke pasar perdagangan Barat. Dengan adanya
reformasi tersebut kondisi perekonomian Hungaria perlahan membaik dan
pertumbuhan ekspor meningkat, hingga pada tahun 2004 Hungaria resmi menjadi
anggota Uni Eropa dan pada tahun 2007 telah menjadi bagian dari Schengen Area76.
Pertumbuhan ekonomi Hungaria sempat mengalami penurunan akibat krisis
global tahun 2008 silam dimana permintaan ekspor dan daya beli masyarakat
Hungaria menurun77 dan hingga menjelang krisis pengungsi Eropa tahun 2015
Hungaria masih mencoba memperbaiki kondisi pertumbuhan ekonominya.
Bagaimana kondisi pertumbuhan ekonomi Hungaria pasca krisis global 2008
hingga menjelang krisis pengungsi di Eropa tersebut selengkapnya akan penulis
74 Goulash Communism adalah system pemerintahan komunis yang coba di terapkan Hungaria di masa pemerintahan Janos Kadar yang mana masih komunis tetapi juga mengadopsi pasar bebas dan prinsip kebebasan individu dan HAM. Penamaan Goulash Communism sendiri mengacu pada makanan khas Hungaria “goulash” yang merupakan makanan campuran dari bahan-bahan yang beraneka ragam, dan itu merepresentasikan bagaimana komunis Hungaria juga adalah ideology campuran dan tidak sepenuhnya mengacu kepada idelogi komunis Marx-Leninisme. 75 The World Factbook: Hungary, Central Intelligence Agency, dalam https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/hu.html (02/05/2017, 8:50 WIB). 76 Ibid. 77 Ibid.
45
coba jabarkan pada sub-sub-bab pertama yang berjudul: Pertumbuhan Ekonomi
Hungaria Menjelang Krisis Pengungsi di Eropa.
Hungaria sebagai negara bekas kerajaan Kristen, agama Kristen tentunya
sedikit banyak berpengaruh terhadap perilaku sosial penduduk Hungaria dalam
kehidupan bermasyarakat. Untuk itu dalam mengamati kondisi sosial masyarakat
Hungaria, budaya Kristen tidak bisa dipisahkan, dan hubungan antar keduanya akan
penulis coba jabarkan dalam sub-sub-bab kedua yang berjudul: Agama dalam
Kehidupan Sosial Masyarakat Hungaria.
Berbicara mengenai fenomena sosial, Hungaria tidak luput dari fenomena
sosial Islamophobia yang sedang merebak di Eropa dalam beberapa tahun terakhir.
Islamophobia di Hungaria memiliki keunikan sendiri dan sudah lama ada di mana
berdasarkan catatan sejarahnya Kerajaan Kristen Hungaria pernah berhadapan
langsung dengan Kerajaan Islam Turki Utsmani pada abad pertama setelah masehi.
Untuk pembahasan lebih lanjut akan penulis coba jabarkan pada sub-sub-bab ketiga
yang penulis beri judul: Islamophobia di Hungaria.
Sementara pada kondisi perpolitikan di Hungaria pasca runtuhnya Uni
Soviet, terjadi perubahan rezim dari komunisme menuju demokrasi yang
dilaksanakan secara damai. Didorong oleh reformasi ekonomi dan tekanan politik
domestik, pemilihan umum diadakan pada Mei 1990 dimana partai politik Forum
Demokrasi Hungaria (Hungarian Democratic Forum), kelompok oposisi utama
pada masa itu, terpilih sebagai kepala pemerintahan koalisi dengan Jozsef Antall,
sebagai ketua umum partai Forum Demokrasi Hungaria, maju sebagai Perdana
46
Menteri pertama yang dipilih secara demokratis78. Sejak saat itu Perdana Menteri
dipilih oleh parlemen dan menjabat sebagai kepala eksekutif pemerintahan.
Adapun partai mayoritas di parlemen Hungaria pada tahun 2015 adalah
partai konservatif sayap kanan Fidesz, di mana Viktor orban sebagai ketua
umumnya menjabat sebagai Perdana Menteri. Bagaimana pandangan politik
masyarakat Hungaria yang cenderung memilih partai konservatif Fidesz hingga
kemudian ketua umumnya Viktor Orban naik menjadi Perdana Menteri akan coba
penulis ulas dalam sub-sub-bab keempat yang berjudul: Pandangan Politik
Masyarakat Hungaria.
2.3.1. Pertumbuhan Ekonomi Hungaria Menjelang Krisis Pengungsi di
Eropa
Pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan
perekonomian suatu negara karena pertumbuhan ekonomi secara umum digunakan
sebagai tolak ukur dalam keberhasilan kegiatan ekonomi di negara tersebut.
Adapun mengenai pertumbuhan ekonomi Hungaria, mengacu dari data
yang penulis dapat dari situs resmi The Organisation for Economic Co-operation
and Development (OECD), pertumbuhan ekonomi Hungaria sempat melemah
semenjak dimulainya krisis global 2008 silam79 dimana persentase rata-rata
pertumbuhan ekonomi atau annual growth rate Hungaria pada tahun 2009 berada
78 Andras Korosenyi, Government and Politics in Hungary, Hungary, Akaprint, 1999, hal. 36. 79 Tahun 2008, Tahun Sulit bagi Perekonomian, DW, dalam http://www.dw.com/id/tahun-2008-tahun-sulit-bagi-perekonomian/a-3901915 (08/04/2018, 13:30 WIB).
47
dibawah nol, tepatnya sekitar -6,50%80. Pasca krisis, Hungaria mengalami
peningkatan ekonomi yang cukup signifikan di tahun 2014 dengan annual growth
rate sekitar 4,23%81.
Gambar 2.4. Tabel annual growth rate di beberapa negara untuk tahun 2008-2015.82
Mengenai pendapatan masyarakat Hungaria, dapat dilihat dari nilai
produksi barang dan jasa dalam satu tahun atau Gross Domestic Product (GDP) per
kapita dimana menurut data OECD, GDP per kapita Hungaria pada tahun 2015
sebesar 26.148 USD83 atau 71,6 USD per hari, jauh melebihi standar kesejahteraan
global yang setidaknya 5 USD per hari. Angka tersebut melebihi dari tahun-tahun
sebelumnya dimana GDP per kapita Hungaria di tahun 2011 senilai 22.841 USD,
2012 senilai 23.049 USD, 2013 senilai 24.463 USD, dan 2014 senilai 25.525
80 Real GDP forecast, OECD, OECD Data, dalam https://data.oecd.org/gdp/real-gdp-forecast.htm (04/04/2018, 14:35 WIB). 81 Ibid. 82 Ibid. 83 Gross Domestic Product (GDP), OECD, OECD Data, dalam https://data.oecd.org/gdp/gross-domestic-product-gdp.htm (04/04/2018, 14:37 WIB).
48
USD84. GDP per kapita tersebut dengan angka koefisian Gini 0,2985 yang mana
mendekati 0, artinya pendapatan rata-rata masyarakat Hungaria adalah tinggi,
pemasukannya terdistribusi merata, dan jarak ketimpangan ekonomi antar
masyarakatnya pun kecil.
Secara umum kondisi pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan tingkat
pengangguran. Persentase jumlah pengangguran atau unemployment rate Hungaria
semenjak dimulainya krisis global 2008 sempat naik di atas sepuluh persen dari
jumlah total angkatan kerja atau labour force yang tersedia. Lebih tepatnya,
menurut data OECD, unemployment rate Hungaria di tahun 2009 sekitar 10,03%
dari jumlah labour force, 2010 sekitar 11,17%, 2011 sekitar 11,03%, 2012 sekitar
11,01%, dan pada 2013 sekitar 10,19%86. Baru di tahun 2014 lah unemployment
rate Hungaria menurun di bawah sepuluh persen, tepatnya sekitar 7,73% dari
jumlah labour force. Di tahun berikutnya pun, tepatnya 2015, unemployment rate
Hungaria kembali turun dari tahun sebelumnya, tepatnya sekitar 6,82% dari jumlah
labour force.
Berdasarkan pemaparan tentang kondisi pertumbuhan ekonomi Hungaria di
atas bisa dilihat bahwa negara Hungaria merupakan negara yang berhasil bangkit
dari keterpurukannya pada krisis global 2008 silam dengan angka pertumbuhan
ekonominya yang cukup bagus pendapatannya per kapitanya yang terbilang tinggi.
84 Ibid. 85 Koefisian Gini dihitung berdasarkan komparasi dari jumlah kumulatif penduduk dengan jumlah kumulatif dari pendapatan yang mereka terima. Rentang angkanya dari 0 hingga 1, dimana 0 menunjukkan pemerataan sempurna dan 1 menunjukkan kesenjangan penuh, dalam Income Inequality, OECD, OECD Data, dalam https://data.oecd.org/gdp/gross-domestic-product-gdp.htm (04/04/2018, 14:37 WIB). 86 Unemployment Rate, OECD, OECD Data, dalam https://data.oecd.org/unemp/unemployment-rate.htm (04/04/2018, 14:40 WIB).
49
Namun di samping hal itu, Hungaria tetap tidak bisa lepas dari masalah
pengangguran dan masih terus berusaha mengurangi angka pengangguran di
negaranya.
2.3.2. Agama dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Hungaria
Dalam kehidupan bersosial, agama kerap kali menjadi acuan utama manusia
dalam berperilaku/bertindak dengan berbagai artikulasi simbolik yang
melingkupinya. Seluruh artikulasi dari tindakan manusia dalam beragama
mempunyai makna yang sangat berbeda dibandingkan dengan tindakan yang bukan
berlandaskan keyakinan agama. Tindakan manusia yang merupakan artikulasi
pengalaman keagamaan secara mendasar dilandasi oleh unsur belief kepada Yang
Maha Kuasa dan meaning dari tindakannya tersebut. Dua hal tersebut tidak
ditemukan pada tindakan sosial dan budaya manusia lainnya. Unsur belief akan
mengendalikan seluruh tindakan manusia dan akan memberikan makna (meaning)
dari tindakan yang dilakukan. Makna tersebut merupakan acuan-acuan perilaku
untuk mencapai orientasi-orientasi sosialnya. Misalkan bekerja bagi seseorang
hanya merupakan tindakan sosial biasa, tetapi jika tindakan bekerja tersebut
dilandasi oleh agama maka “bekerja” tersebut menjadi tindakan keagamaan yang
merupakan panggilan dan perintah dari Tuhan. Dengan landasan keyakinan seperti
ini “bekerja” akan memberikan “makna” bagi manusia yang melakukannya,
terlepas hasil kerja terbesut sesuai keinginan atau tidak. Begitu pun sebaliknya
ketika bekerja hanya didasarkan pada orientasi-oriantasi materil, maka akan kering
50
dari makna, terlebih jika hasil kerjanya tidak sesuai dengan keinginan. Hal inilah
yang disebut “kebermaknaan” dalam tindakan sosial87.
Adanya kesadaran akan Tuhan dalam keseharian manusia membuat
tindakan-tindakan sosial dan budayanya selalu mengacu pada “kebermaknaan”
relijius. Akhirnya apa yang dikatakan Peter L. Berber benar, bahwa agama akan
selalu menjadi sacred canopy (langit suci) bagi kehidupan bermasyarakat karena
agama tidak hanya memberi acuan teologis, tetapi juga acuan sosiologis88.
Agama sebagai realitas sosial juga terjadi di Hungaria. Hal tersebut bisa
dilihat dari bagaimana tindakan masyarakat Hungaria yang mayoritasnya beragama
Kristen cenderung menolak terhadap pengungsi Suriah yang mayoritasnya Muslim.
Tindakan masyarakat Hungaria tersebut dilandasi oleh nilai-nilai relijius dalam
upaya mempertahankan budaya-budaya Kristen yang telah lama ada di Hungaria.
Berdasarkan sejarahnya, Hungaria adalah Kerajaan Katolik. Sejarawan-
sejarawan Hungaria mengatakan bahwa pembentukan/pengesahan Hungaria
sebagai negara bersamaan dengan pembaptisan Raja pertama Hungaria, Raja
Stephen I, sekaligus pemahkotaan Kerajaan Suci Hungaria pada tahun 1000
Masehi. Katolik Roma dinyatakan sebagai agama resmi Hungaria dan hegemoni
gereja Katolik berdiri kuat selama berabad-abad. Setelah Reformasi Protestan,
Lutheranism89 mulai dianut oleh kebanyakan masyarakat Hungaria, kemudian
87 Tariq Ramadhan, The Quest of Meaning: Developing a Philosophy of Pluralism, London, Penguin Book, 2010, hal. 17. 88 Peter L. Berger, Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial, diterjemahkan oleh Hartono, Jakarta, LP3ES, 1994. 89 Lutheranisme (Lutheranism) adalah cabang dari agama Kristen Protestan yang mengadopsi teologi Martin Luther (1483-1546), seorang biarawan asal Jerman, seorang teolog dan pembaharu gerejawi.
51
disusul dengan kedatangan Calvinism90. Pada abad ke-16, para Jesuit91 memimpin
kampanye yang menolak Reformasi Protestan di Hungaria dan sukses. Sekali lagi
negara ini menjadi mayoritas Katolik dan komunitas Protestan bergeser ke bagian
Timur Hungaria. Meskipun Hungaria yang sekarang tidak memiliki agama resmi,
namun dalam konstitusinya mengakui adanya peran membangun negara Kristen
(recognize Christianity’s nation-building role).
Menurut data sensus terbaru di 2011, mayoritas masyarakat Hungaria
beragama Kristen (52,9%), termasuk diantaranya penganut Katolik Roma,
penganut Calvinisme, Lutheranisme, Katolik Yunani, dan Jehovah’s Witnesses.
Penganut Agama Yahudi (0,1%) dan Muslim (0,06%) berada pada angka minoritas.
27,2% masyarakat tidak menyantunkan agama mereka sementara 16,7%
masyarakat menyatakan mereka tidak beragama dan yang mengaku Atheist ada
1,5% dari jumlah masyarakat Hungaria.
Tabel 2.2. Data statistik penganut agama di Hungaria92.
Religion 2001 2011 Number % Number %
Christianity 7,500,982 73.1 5,253,998 52.9 Roman Catholicism 5,289,521 51.9 3,691,348 37.1 Greek Catholicism 268,935 2.6 179,176 1.8 Calvinism 1,622,796 15.9 1,153,442 11.6 Lutheranism 304,705 3.0 214,965 2.2 Orthodox Christianity 14,520 0.1 13,710 0.1
90 Calvinisme (Calvinism) adalah cabang dari agama Kristen Protestan yang mengikuti tradisi teologis dan bentuk praktik Kristen dari John Calvin, seorang teolog pada masa reformasi protestan. 91 Jesuit adalah sebutan untuk anggota Society of Jesus, kelompok masyarakat yang menolak nilai-nilai Kristen baru pada reformasi protestan dan ingin mengembalikan nilai-nilai kekristenan katolik lama. 92 2011 Hungary Census Report, Budapest 2013, dalam http://www.ksh.hu/docs/hun/xftp/idoszaki/nepsz2011/nepsz_orsz_2011.pdf (04/05/2017, 9:00 WIB).
52
Judaism 12,871 0.1 10,965 0.1 Other religion 96,760 0.9 167,231 1.7 No religion 1,483,369 14.5 1,659,023 16.7 Atheism n/a n/a 147,386 1.5 Religion not stated 1,104,333 10.8 2,699,025 27.2
Total population 10,198,315 100.0 9,937,628 100.0
Sedangkan menurut data terbaru tentang keagamaan di Uni Eropa pada
tahun 2012 oleh Eurobarometer, dikatakan bahwa Kristen adalah agama terbesar di
Hungaria terhitung 71% dari masyarakatnya. Katolik merupakan kelompok Kristen
terbesar, terhitung 58% warga Hungaria, sementara Protestan mencapai angka 7%,
dan kelompok Kristen lain berjumlah 6%. Masyarakat Hungaria tanpa agama
terhitung 21%, dan kaum atheist berjumlah 1%.93
Dari data di atas diketahui bahwa mayoritas masyarakat Hungaria menganut
agama Kristen, baik dalam bentuk Katolik, Protestan, dan Kristen lainnya. Dalam
kehidupan bermasyarakat pun nilai-nilai kekristenan sangat dijaga ketat oleh
masyarakat Hungaria dan mereka cenderung menolak nilai-nilai keagamaan lain
seperti Islam untuk masuk. Contohnya di Kota Asotthalom, masyarakat disana
memberlakukan kebijakan untuk melarang pembangunan masjid, pemakaian burka,
dan pernikahan sesama jenis.
Kota Asotthalom adalah kota yang terletak tidak jauh dari perbatasan
Hungaria, dimana krisis pengungsi terjadi. Kebijakan tersebut, walaupun menuai
banyak kontroversi dari kalangan internasional, tetap diberlakukan sebagai bentuk
93 Discrimination in The EU in 2012, European Commission, Special Eurobarometer 393, 2012, dalam https://web.archive.org/web/20121202023700/http://ec.europa.eu/public_opinion/archives/ebs/ebs_393_en.pdf (06/05/2017, 12:30 WIB).
53
pencegahan penyebaran agama lslam yang ditakutkan mengubah tradisi, budaya,
dan struktur sosial yang sudah ada disana. Walikota Asotthalom, Laszlo Toroczkai
dalam wawancaranya mengatakan94:
“We primarily welcome people from Western Europe, people who wouldn’t like to live in a multicultural society. We wouldn’t like to attract Muslim people in the village, eventhough we already have a few Muslim residents in Asotthalom. But it’s very important for the village to preserve its traditions.”
Masih dalam sumber yang sama, Walikota Asotthalom mengatakan bahwa
kebijakan tersebut juga merupakan bentuk preventive action package atau aksi
penolakan terhadap kedatangan pengungsi di wilayahnya95.
Di lain hal mengenai pengungsi yang datang, Laszlo Kiss-Rigo, Uskup
Besar untuk Gereja Katolik di Hungaria mengatakan bahwa, “They’re not refugees.
This is an invasion… They come here with cries of ‘Allahu Akbar’. They want to
take over”96. Ungkapan luar biasa sang uskup tersebut sangat mencerminkan
perjuangan spiritual masyarakat Hungaria tentang bagaimana mereka menanggapi
arus deras pengungsi Muslim ke wilayah Hungaria yang dominan Kristen.
Berdasarkan pemaparan di atas tentang kondisi sosial masyarakat Hungaria,
dapat disimpulkan bahwa Hungaria merupakan negara dengan mayoritas
masyarakat beragama Kristen dimana nilai-nilai kekristenan dijaga ketat oleh
94 Patrick Knox, 'WE DON’T WANT MUSLIMS HERE’ Inside the Hungarian village that is trying to create a ‘white utopia’ by banning ALL Muslim culture, The Sun, dalam https://www.thesun.co.uk/news/2804456/inside-the-hungarian-village-that-is-trying-to-create-a-white-utopia-by-banning-all-muslim-culture/ (06/05/2017, 13:00 WIB). 95 Ibid. 96 Griff Witte, Hungarian bishop says pope is wrong about refugees, The Washington Post, dalam https://www.washingtonpost.com/world/hungarian-bishop-says-pope-is-wrong-about-refugees/2015/09/07/fcba72e6-558a-11e5-9f54-1ea23f6e02f3_story.html?utm_term=.a4501f23920a (10/05/2017, 10:30 WIB).
54
hampir semua lapisan masyarakatnya dan dipraktekkan dalam kehidupan
bersosialnya. Agama pun menjadi realitas sosial di Hungaria, dan menjadi alasan
tindakan mereka dalam menjaga tradisi keagamaan yaitu dengan menolak
penyebaran nilai-nilai Islam yang dibawa oleh pengungsi asal Suriah.
2.3.3. Islamophobia di Hungaria
Islamophobia merupakan satu dari banyak isu yang sedang hangat
dibicarakan oleh masyarakat internasional, khususnya masyarakat Eropa pada saat
ini. Terlebih pasca aksi terror beruntun yang terjadi di negara-negara Eropa
beberapa tahun terakhir isu Islamophobia semakin menjadi isu kontemporer yang
cukup mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap citra Islam di komunitas
internasional.
Islamophobia secara umum merupakan sebuah terminologi yang
mendinisikan prasangkan buruk dan ketakutan kepada golongan Muslim dari segala
aspek97. Farid Hafez, peneliti dari European Islamophobia Report (EIR)
mendefinisikan Islamophobia sebagai berikut:
“When talking about Islamophobia, we mean anti-Muslim racism. As Anti-Semitism Studies has shown, the etymological components of a word do not necessarily point to its complete meaning, nor how it is used. Such is also the case with Islamophobia Studies. Islamophobia has become a well-known term used in academia as much as in the public sphere. Criticism of Muslims or of the Islamic religion is not necessarily Islamophobic. Islamophobia is about a dominant group of people aiming at seizing, stabilising and widening their power by means of defining a scapegoat – real or invented – and excluding this scapegoat from the resources/rights/definition of a constructed ‘we’. Islamophobia
97 Zafar Iqbal, Understanding Islamophobia: Conceptualizing and Measuring the Construct, European Journal of Social Sciences, University of Pakistan, Vol. 13, No. 4, 2010, hal. 576.
55
operates by constructing a static ‘Muslim’ identity, which is attributed in negative terms and generalised for all Muslims. At the same time, Islamophobic images are fluid and vary in different contexts, because Islamophobia tells us more about the Islamophobe than it tells us about the Muslims/Islam.” 98
Jadi Islamophobia merupakan bentuk konstruksi sosial yang mengartikan
Islam dari sisi negatifnya, atau kelompok Muslim tertentu, dan dari pengertian itu
digeneralisir dalam mengartikan Islam secara menyeluruh. Islamophobia juga tidak
menjelaskan tentang Islam, tetapi lebih mengedepankan unsur ketakutannya
terhadap Islam/Muslim itu sendiri.
Islam di Hungaria dewasa ini sedikit sekali penganutnya, bahkan tidak ada
sejarah komunitas pribumi Muslim sama sekali. Pada sensus penduduk terakhir
tahun 2011, terdapat 5.579 atau 0,056% penduduk resmi Hungaria yang beragama
Muslim, dimana 4.097 orang mengaku dari etnis Hungaria asli sementara 2.369
orang dari etnis Arab99. Dengan angka dibawah 1% dari total keseluruhan
penduduk, Islam merupakan agama minoritas di negara ini. Di Budapest saja, kota
dengan jumlah penduduk lebih dari dua juta, hanya mempunyai satu masjid dan
segelintir tempat sholat. Menara adzan terakhir saja dibangun hampir 500 tahun
yang lalu ketika Hungaria masih di bawah kekuasaan Turki Utsmani100.
Dari catatan sejarahnya, Hungaria memiliki pengalaman pahit ketika
berinteraksi dengan peradaban Islam. Kerajaan Astro-Hungaria pernah menjadi
98 Enes Bayrakli & Farid Hafez, European Islamophobia Report 2015, SETA, Istanbul, 2016, hal. 7. 99 Loc. Cit, 2011 Hungary Census Report. 100 Zoltan Pall & Omar Sayfo, Why an anti-Islam campaign has taken root in Hungary, a country with few Muslims, dalam http://visegradrevue.eu/why-an-anti-islam-campaign-has-taken-root-in-hungary-a-country-with-few-muslims/#note-5351-1 (08/05/2017, 5:00 WIB).
56
daerah kekuasaan Kerajaan Islam Turki Utsmani (1541-1699). Meski demikian,
penjajahan tersebut tidak ditafsirkan sebagai konflik antar Kristen-Muslim,
melainkan cenderung dilihat sebagai konflik etnis lokal yang dijajah oleh asing,
karena pada saat itu pihak Turki Utsmani lebih tertarik mengumpulkan pajak dari
orang-orang Kristen ketimbang mengislamkan mereka. Jadi penjajahan oleh Turki
Utsmani lebih dikenal sebagai penjajahan politik. Meski begitu, luka yang dialami
Hungaria masih membekas dalam ingatan masyarakatnya, bahkan setelah 400
tahun kemudian anak-anak di Hungaria masih mengumandangkan sajak tentang
seekor bangau yang dilukai oleh seorang anak berkebangsaan Turki dan kemudian
disembuhkan oleh orang Hungaria101.
Disamping itu dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, wilayah Eropa
mengalami serangkaian teror dari kelompok ekstrimis Muslim seperti penembakan
yang dilakukan kelompok militan ISIS di Kopenhagen, Denmark, pada Februari
2015, penyerangan oleh kakak beradik Kouachi di kantor majalah Charlie Hebdo,
Paris, Perancis, pada Januari 2015, pembantaian dengan senapan otomatis oleh pria
yang militan ISIS di Museum Yahudi di Brussels, Belgia, pada Mei 2014,
penembakan oleh seorang pria yang mengaku memiliki kaitan dengan al-Qaida
yang menembak mati seorang guru dan muridnya di sekolah Yahudi di Toulouse,
Perancis, pada Maret 2012, dan aksi 7/7 bombings atau aksi bom bunuh diri terpisah
yang dilakukan oleh empat pria yang terinspirasi oleh al-Qaidah di tiga kereta api
101 Zsolt Sereghy, Islamophobia in Hungary: National Report 2016, European Islamophobia Report, SETA, Istanbul, 2017, hal. 261.
57
bawah tanah dan sebuah bus di London, Inggris, pada Juli 2005 silam102. Meskipun
tidak terjadi di Hungaria secara langsung, serangkaian teror yang dilakukan oleh
oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan Islam tersebut
tentu memberikan dampak besar dalam perkembangan Islamophobia di wilayah
Eropa, khususnya di Hungaria.
Uniknya Islamophobia di Hungaria, mengingat jumlah penduduk
Muslimnya dibawah angka 0,1% dari jumlah total penduduk, kasus-kasus seperti
intoleransi, sikap negatif, dan ketakutan terhadap Islam justru meningkat dalam
kurun waktu terakhir. Karena itu kasus Islamophobia di Hungaria sering disebut
sebagai “Islamophobia tanpa Muslim”.
2.3.4. Pandangan Politik Masyarakat Hungaria
Hungaria merupakan negara republik kesatuan yang demokratis dan
parlementer. Sistem politik Hungaria beroperasi di bawah dokumen konstitusional
Hungaria yang telah sebelumnya direformasi pada tahun 2012. Dalam memutuskan
amandemen umumnya membutuhkan dua pertiga suara dari total jumlah 199 kursi
parlemen yang ada103. Ke 199 anggota parlemen adalah organisasi tertinggi di
bawah naungan otoritas negara yang tiap empat tahunnya dipilih melalui pemilihan
umum.
102 Hanna Azarya Samosir, Teror Mematikan di Eropa Selama Satu Dekade, CNN Indonesia, dalam https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160715123110-134-144924/teror-mematikan-di-eropa-selama-satu-dekade (23/03/2018, 2:10 WIB). 103 Sebelum direformasi pada tahun 2012, kursi parlemen berjumlah 386. Adapun kursi parlemen dengan 386 kursi tersebut diadaptasi Hungaria semenjak 1989, ketika Hungaria masih mengadopsi ideologi komunis.
58
Perdana Menteri dipilih oleh parlemen dan menjabat sebagai kepala
pemerintahan sekaligus bertugas menjalankan kekuasaan eksekutif. Tradisionalnya
di Hungaria, Perdana Menteri adalah pemimpin partai mayoritas di parlemen.
Adapun partai mayoritas di parlemen Hungaria saat ini adalah Partai Fidesz, dan
ketua umumnya Viktor Orban menjabat sebagai Perdana Menteri.
Partai Fidesz adalah partai politik di Hungaria yang menganut ideologi
nasional konservatif dan populis sayap kanan. Nasional Konservatif merupakan
sebuah bentuk dari konservatisme yang lebih menekankan pada kepentingan
nasional dan menjunjung identitas etnis104. Sedangkan populis sayap kanan adalah
ideologi politik gabungan dari laissez-faire105, ethnocentrism, dan anti-elitism.
Dikatakan populis karena perwujudannya sebagai “masyarakat umum” yang
menentang kaum elit106. Di Eropa, term populis sayap kanan digunakan untuk
mendeskripsikan kelompok masyarakat, politisi, dan partai politik yang dikenal
secara umum menolak kedatangan pengungsi, khususnya yang datang dari negara
Muslim107.
104 Konservatisme adalah sebuah filsafat politik dan sosial yang berupaya melestarikan lembaga sosial tradisional termasuk agama, sistem pemerintahan, hak kepemilikan, dan hierarki sosial, yang menekankan stabilitas dan kontinuitas. Atau sederhananya konservatisme merupakan reaksi penentangan terhadap modernisme dan berusaha mengembalikan ke “keadaan sebelumnya. Peter Viereck, Conservatism: Political Philosophy, Encyclopedia Britannica, dalam https://www.britannica.com/topic/conservatism (03/05/2017, 16:40 WIB). 105 Laissez-faire adalah sistem ekonomi di mana proses transaksi antar pihak swasta terbebas dari segala bentuk intervensi pemerintah seperti regulasi, tariff, subsidi, dan lainnya. 106 Noam Gidron & Bart Bonikowski, Varieties of Populism: Literature Review and Research Agenda. Working Paper Series No. 13-0004. Weatherland Center for Internastional Affairs, Harvard University, 2014, hal. 6, dalam https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2459387 (03/05/2017, 17:00 WIB). 107 Matthew Sharpe, The Metapolitical Long Game of The European New Right, The Conversation, dalam http://theconversation.com/the-long-game-of-the-european-new-right-75078 (03/05/2017, 18:00 WIB).
59
Pada pemilu parlemen 2010 silam, partai Fidesz memperoleh suara
terbanyak sebesar 52,73% suara. Viktor Orban sebagai ketua partai pun diangkat
menjadi perdana menteri untuk periode 2010-2014. Selama masa periode tersebut,
partai Fidesz berkoalisi dengan Partai Kristen Rakyat Demokrat Hungaria
(Kereszténydemokrata Néppárt, disingkat KDNP)108 berhasil menguasai dua
pertiga kursi di parlemen yang mana hal tersebut memberikan Orban wewenang
yang cukup kuat untuk mengubah konstitusi, salah satunya yang paling kontroversi
yaitu reformasi konstitusi di tahun 2012 dengan memangkas kursi parlemen yang
awalnya berjumlah 386 sejak tahun 1989 kursi menjadi 199 kursi109.
Tabel 2.1. Hasil pemilu parlemen di Hungaria tahun 2010.110
Party
Share of list vote,
first round (%)
Single member district
County/ Budapest
list
National (compensatory)
list
Total Share of mandates
(%) Mandates
Fidesz- Christian Democratic People’s Party (KDNP)
52,73
173*
87
3
63
68,18
Socialist Party (MSZP)
19,30 2 28 29 59 15,28
Jobbik 16,67 0 26 21 47 12,18 Politics Can Be Different (LMP)
7,48 0 5 11 16 4,15
108 Kereszténydemokrata Néppárt, disingkat KDNP merupakan salah satu partai politik di Hungaria dan partner koalisi dari partai pemenang Fidesz, namun pada kenyataannya KDNP hanyalah partai satelitnya Fidesz belaka. Semenjak 1994 KDNP belum pernah menduduki parlemen. Tanpa koalisinya dengan Fidesz, KDNP hanyalah sebuah partai kecil. Agnes Batory, Europe And The Hungarian Parliamentary Elections of April 2010, European Parties Elections and Referendums Network (EPERN), dalam https://www.sussex.ac.uk/webteam/gateway/file.php?name=epern-election-briefing-no-51.pdf&site=266 (02/05/2017, 10:30 WIB). 109 Q&A: Hungary's controversial constitutional changes, BBC News, dalam http://www.bbc.com/news/world-europe-21748878 (02/05/2017, 11:30 WIB). 110 Loc. Cit, Agnes Batory, Europe and The Hungarian Parliamentary Elections of April 2010, hal. 7.
60
Democratic Forum (MDF)
2,67 0 0 0 0 0
Independent - 1 - - 1 0,26 Other 1,13 - - - - 0 Total 176 146 64 386 100,00
*Includes an MP also supported by a minor party.
Pada pemilu berikutnya tahun 2014, Partai Fidesz kembali menang besar
dan berhasil meraup 133 kursi dari total jumlah 199 kursi yang ada di parlemen
Hungaria. Fidesz berhasil mengumpulkan 44,54% dari total suara yang ada dan
tentunya berhasil mempertahankan kursi Perdana Menteri untuk Viktor Orban pada
masa pengabdian 4 tahun kedepan111.
Dari pemaparan diatas tentang Partai Fidesz dan posisinya di pemerintahan
sudah bisa menyimpulkan bagaimana pandangan politik masyarakat Hungaria,
yakni mayoritas masyarakat Hungaria cenderung ultranasionalis, konservatif, dan
juga populis sayap kanan, hampir sama persis dengan ideologi Partai Fidesz.
Kesamaan ideologi ini bisa dilihat dari bagaimana mayoritas masyarakat Hungaria
memberikan dukungannya kepada Partai Fidesz hingga partai yang dipimpin Viktor
Orban tersebut menjadi partai supermajority pada pemilu parlemen 2010 dan 2014.
2.4. Viktor Orban: Nilai, Keyakinan, dan Ideologi
Viktor Orban adalah seorang Perdana Menteri, di mana di Hungaria yang
menganut sistem pemerintahan parlementer, jabatan Perdana Menteri merupakan
jabatan tertinggi di pemerintahan. Posisi tersebut menjadikan Viktor Orban sebagai
111 Hungary election: PM Viktor Orban declares victory, BBC News, dalam http://www.bbc.com/news/world-europe-26908404 (02/05/2017, 11:30 WIB).
61
leader dalam proses perumusan kebijakan sekaligus unit analisa dalam penelitian
ini.
Mengingat apa yang dikatakan Alex Mintz dalam buku Understanding
Foreign Policy Decision Making bahwa sang perumus kebijakan turut menyertakan
aspek kognitif atau pola berpikirnya dalam proses perumusan kebijakan pada teori
Poliheuristik112, maka dirasa penting bagi penulis untuk mengetahui faktor-faktor
kognitif apa saja yang membentuk pola pikir dan gaya kepemimpinan Orban
sebagai Perdana Menteri, termasuk cara Orban sendiri dalam memandang
kedatangan pengungsi Suriah di wilayah kepemimpinannya.
Nilai-nilai keyakinan yang dianut oleh Viktor Orban adalah nilai-nilai
Kristen yang mana akan penulis coba jabarkan pada bab ini dalam sub-sub-bab
pertama yang berjudul: Kristen Konservatif dalam Pribadi Viktor Orban.
Adapun ideologi politik Viktor Orban, tidak jauh dari ideologi partai Fidesz
yang dipimpinnya, yakni populis sayap kanan, yang mana akan penulis coba
jabarkan juga pada dalam sub-sub-bab kedua berjudul: Populis Sayap Kanan
Sebagai Ideologi Politik Viktor Orban.
2.4.1. Kristen Konservatif dalam Pribadi Viktor Orban
Agama adalah sebuah realitas sosial di Hungaria. Mengingat tulisan penulis
pada bab sebelumnya bahwa sejarah peradaban Hungaria kental dengan budaya
Kristen. Dan nilai-nilai keagamaan Kristen menjadi acuan masyarakat Hungaria
112 Op. Cit., Alex Mintz, Understanding Foreign Policy Decision Making, hal. 79.
62
dalam berpikir, dalam bertindak, bahkan dalam berbudaya, didasari oleh apa yang
dikatakan Peter L. Berger sebagai kebermaknaan relijius113.
Viktor Orban sebagai bagian dari masyarakat Hungaria juga menganut
keyakinan yang sama. Nilai-nilai Kristen dalam pribadi Orban sudah tertanam sejak
lama. Orban sendiri lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga yang sangat relijius.
Teman kecil Orban sendiri mengatakan bahwa “Viktor only ever saw a church,
when a soccer ball happened to roll up against it”114. Istri Orban, Aniko Levai,
yang dinikahinya sejak 1986 berasal dari keluarga Katolik Roma. Orban sangat
memuji keimanan istrinya yang telah mengenalkan Orban lebih dalam mengenai
ajaran-ajaran Katolik hingga Orban mengubah pandangan kristennya menjadi
Katolik115.
Perubahan yang terjadi pada Orban tersebut juga bertepatan dengan
transformasi partai Fidesz yang sebelumnya liberal, menjadi konservatif sayap
kanan dibawah kepemimpinan Orban. Partai Fidesz pun menjadi kekuatan
konservatif utama bagi Hungaria.
Selama masa pemerintahannya sebagai Perdana Menteri, Orban cenderung
mengeluarkan kebijakan yang pro-kristen. Salah satunya adalah kebijakan yang
mendukung “pernikahan tradisional” yang menjunjung tinggi hubungan suami-istri
sebagai sesuatu yang suci dalam pandangan dan ajaran Kristen116. Dengan adanya
113 Op. Cit., Peter L. Berger, Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial. 114 Christopher Adam, Hungary’s Orban family and religion, Hungarian Free Press, dalam http://hungarianfreepress.com/2016/04/15/hungarys-orban-family-and-religion/ (10/05/2017, 9:30 WIB). 115 Ibid. 116 Interview given by Prime Minister Viktor Orbán to the newspaper “Magyar Idők”, Website of The Hungarian Government, dalam http://www.kormany.hu/en/the-prime-minister/the-prime-minister-s-speeches/interview-given-by-prime-minister-viktor-orban-to-the-newspaper-magyar-idok (10/05/2017, 10:00 WIB).
63
pernikahan tradisional ini tentunya menolak hubungan sesama jenis atau
pernikahan sesama jenis yang tidak sesuai dengan ajaran kekristenan.
Kemudian kebijakan anti-pengungsi ini pun tidak jauh dari nilai
konservatisme Orban terhadap Kristen. Untuk itulah, menurut penulis, nilai Kristen
Konservatif ini menjadi salah satu variabel kognitif yang membentuk persepsi
Viktor Orban dalam memandang kedatangan pengungsi asal Suriah.
2.4.2. Populisme Sayap Kanan Sebagai Ideologi Politik Viktor Orban
Mengenai populisme sebagai ideologi politik, Cas Mudde dalam tulisannya
mengenai populisme secara umum mengatakan:
“… A thin-centered ideology that considers society to be ultimately separated into two homogenous and antagonistic groups, ‘the pure people’ versus ‘the corrupt elite’, and which argues that politics should be an expression of the volonté générale (general will) of the people” 117. Dalam definisinya, Cas Mudde mennggambarkan adanya pertentangan
antara masyarakat dan kaum elit dan bagaimana politik harus lebih memihak
kepada keinginan masyarakat ketimbang kepentingan kaum elit. Keberpihakan
kepada masyarakat dalam menentang kaum elit inilah yang dinamakan populisme.
Definisi Mudde tentang ideologi terpusat (thin-centered ideology) belum
mengkategorikan populisme sebagai ideologi tertentu. Namun karena definisinya
sebagai ideologi terpusat pula, populisme dapat disatukan dengan sistem politik
yang sudah ada dan sudah berkembang, seperti sosialis maupun liberalis. Untuk itu
117 Cas Mudde, The Populist Zeitgeist, Government and Opposition, Vol. 39, dalam Noam Giron & Bart Bonikowski, Varieties of Populism: Literature Review and Research Agenda, Weatherhead Center for International Affairs, Harvard University, 2014, hal. 6.
64
populisme ada banyak macamnya dan bisa ditemukan di semua pecahan ideologi
atau tergabung dalam sayap kiri maupun sayap kanan, seperti kata Mudde “which
ideological features attach to populism depend upon the socio-political context
within which the populist actors mobilize”118.
Adapun mengenai populisme sebagai ideologi, seperti kata Mudde diatas,
sangat mengacu kepada bagaimana aktor populis mengarahkan ideologinya. Hal
tersebut bisa dilihat dari pernyataan-pernyataan politik dari suatu partai atau dari
ketua partainya, yang mana dalam kasus Hungaria, Viktor Orban sebagai ketua
umum Partai Fidesz dari sayap kanan sekaligus Perdana Menteri.
Sayap kanan di dunia barat secara umum diasosiasikan dengan neo-
nasionalism, nativism, protectionism, dan penolakan terhadap imigran. Neo-
nationalism adalah bentuk nasionalisme yang menolak nilai-nilai liberalisme global.
Berkembang pesat pada pertengahan 2010 khususnya di Eropa Barat dan Amerika Utara.
Nativism adalah aliran politik praktis yang lebih mengutamakan kelestarian budaya
masyarakat lokal (native). Sementara Protectionism dalam ekonomi adalah kebijakan
ekonomi yang menolak regulasi pemerintah dalam hubungan perdagangan antar negara.
Di Eropa sendiri, populisme sayap kanan sangat erat hubungannya dengan
Euroscepticism atau EU-scepticism119, aliran di Eropa yang skeptis terhadap
kebijakan-kebijakan Uni Eropa atau bahkan meragukan fungsi dari Uni Eropa itu
sendiri. Adapun sikap skeptis Orban terhadap kebijakan Uni Eropa, tidak lain dan
118 Mudde & Kaltwasser, dalam Noam Giron & Bart Bonikowski, Varieties of Populism: Literature Review and Research Agenda, Weatherhead Center for International Affairs, Harvard University, 2014, hal. 6. 119 Matthew, Against “national communism”: why anti-EUism is not left-wing, Worker’s Liberty, dalam http://www.workersliberty.org/story/2011/10/26/why-anti-euism-not-left-wing (10/05/2017, 20:20 WIB).
65
tidak bukan adalah program CEAS (Common European Asylum System) yang
mengharuskan negara-negara anggota Uni Eropa mengadopsi pengungsi sesuai
kuota yang ditentukan. Mengenai kebijakan Uni Eropa tersebut, seperti yang
dikutip dalam situs resmi The Guardian, Viktor Orban berkomentar120:
“Everything which is now taking place before our eyes threatens to have explosive consequences for the whole of Europe… Europe’s response is madness. We must acknowledge that the European Union’s misguided immigration policy is responsible for this situation”. Terlihat jelas dari pernyataan di atas mengenai sikap skeptis Orban terhadap
kebijakan pengungsi Eropa. Orban sendiri menyalahkan Uni Eropa atas krisis
pengungsi yang sedang melanda Eropa dan mengkritisi kebijakan tersebut bahwa
menerima pengungsi bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasinya. Orban juga
mengkritisi campur tangan Uni Eropa dalam pergantian rezim di Suriah karena hal
itu justru memperkeruh suasana yang sudah ada, “If we kick an anthill, we shouldn’t
be surprise if the ants overwhelm us,” ujarnya121.
Dalam mengatasi arus pengungsi yang ingin masuk ke Eropa ke depannya,
Orban sendiri mengajukan usulan kebijakan termasuk didalamnya membuat titik
aman di tepi-tepi pantai Libya122. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menahan arus
pengungsi yang masuk ke Eropa dan menjauhkan pengungsi tersebut dari wilayah
Eropa.
120 Ian Traynor, Migration crisis: Hungary PM Says Europe in Grip of Madness, The Guardian, dalam https://www.theguardian.com/world/2015/sep/03/migration-crisis-hungary-pm-victor-orban-europe-response-madness (10/05/2017, 21:25 WIB). 121 Ibid. 122 Ibid.