BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS...

30
15 BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS, DISPOSISI MATEMATIS, DAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES A. Pemahaman Matematis Dalam proses pembelajaran matematika, pemahaman matematis merupakan bagian yang sangat penting. Pemahaman matematis merupakan landasan penting untuk berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan matematika maupun persoalan-persoalan di kehidupan sehari-hari. Mengembangkan kemampuan pemahaman matematik, di samping karena sudah merupakan salah satu tujuan dalam kurikulum, kemampuan tersebut sangat mendukung pada kemampuan-kemampuan matematis lain, yaitu komunikasi matematis, penalaran matematis, koneksi matematis, representasi matematis dan problem solving. Pemahaman merupakan aspek kemampuan yang termasuk ke dalam Cognitive Domain (ranah kognitif). Ranah kognitif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berfikir. Pemahaman dalam mempelajari matematika ada beberapa macam. Skemp (1976) membagi pemahaman ke dalam 2 jenis yaitu: a. Pemahaman instrumental: hafal sesuatu secara terpisah atau dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/ sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.

Transcript of BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS...

Page 1: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

15

BAB II

PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS, DISPOSISI

MATEMATIS, DAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES

A. Pemahaman Matematis

Dalam proses pembelajaran matematika, pemahaman matematis

merupakan bagian yang sangat penting. Pemahaman matematis merupakan

landasan penting untuk berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan

matematika maupun persoalan-persoalan di kehidupan sehari-hari.

Mengembangkan kemampuan pemahaman matematik, di samping karena sudah

merupakan salah satu tujuan dalam kurikulum, kemampuan tersebut sangat

mendukung pada kemampuan-kemampuan matematis lain, yaitu komunikasi

matematis, penalaran matematis, koneksi matematis, representasi matematis dan

problem solving.

Pemahaman merupakan aspek kemampuan yang termasuk ke dalam

Cognitive Domain (ranah kognitif). Ranah kognitif berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan

berfikir. Pemahaman dalam mempelajari matematika ada beberapa macam.

Skemp (1976) membagi pemahaman ke dalam 2 jenis yaitu:

a. Pemahaman instrumental: hafal sesuatu secara terpisah atau dapat

menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/ sederhana, mengerjakan sesuatu

secara algoritmik saja.

Page 2: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

16

b. Pemahaman relasional: dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara

benar dan menyadari proses yang dilakukan.

Sejalan dengan pendapat Skemp, Van Hille (1986) menyatakan bahwa

pemahaman matematis adalah:

1. Sebuah proses yang dibangun dari skema sebelumnya yang memuat konsep-

konsep dan jaringan hubungan antara konsep-konsep tersebut.

2. Sebuah proses yang dibangun dengan menggunakan multiple representasi

dalam lima tahap berfikir individu yaitu pengenalan, analisis, pengurutan,

deduksi dan keakuratan.

Ruseffendi (1991) menyatakan ada 3 macam pemahaman yaitu:

a. Pengubahan (translation) misalnya mengubah soal kata-kata ke dalam simbol

dan sebaliknya.

b. Pemberian arti (interpretation) misalnya mampu mengartikan suatu

kesamaan.

c. Pembuatan ekstrapolasi (extrapolation) misalnya mampu memperkirakan

suatu kecenderungan dari diagram.

Sumarmo (2002), membedakan 4 level pemahaman yaitu:

a. Pemahaman mekanikal: dapat mengingat dan menerapkan sesuatu secara

rutin atau perhitungan sederhana

b. Pemahaman induktif: dapat mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan

tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa.

c. Pemahaman rasional: dapat membuktikan kebenaran sesuatu.

Page 3: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

17

d. Pemahaman intuitif: dapat memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa ragu-

ragu, sebelum menganalisis secara analitik.

Ada beberapa aspek yang dapat mengembangkan pemahaman matematis

menjadi lebih baik. Aspek tersebut meliputi assesment, kontrol dan

keseimbangan. Bloom (1956) berpendapat bahwa assesment dari berbagai level

berfikir dapat mengembangkan pemahaman matematis. Hal ini dapat dilakukan

dengan meminta siswa menjelaskan sebuah konsep dengan bahasanya sendiri

yang akan membantu siswa tersebut mengorganisasikan skemanya sendiri. Selain

itu pemberian masalah aplikasi yang konstektual dapat membantu siswa mengolah

pentransferan konsep.

Schoenfeld (1992) mengatakan bahwa kontrol merupakan aspek dari

pemahaman matematis, kontrol digambarkan sebagai pencarian dan penyeleksian

pendekatan yang tepat dari berbagai pilihan pendekatan dalam proses pemecahan

masalah. Seorang siswa yang memiliki kontrol yang baik memilih berbagai

bagian skematik yang ada untuk memecahkan suatu masalah. Dari satu bagian

skematik, siswa dapat menentukan bagian skematik lainnya dalam sebuah teknik

yang efisien atau sebuah transfer konsep baru. Kelenturan dalam memilih mana

skema yang cocok dan mana yang tidak cocok merupakan bentuk dari

pemahaman matematis.

Kemampuan pemahaman matematis memiliki indikator tertentu. NCTM

(1989) menyatakan bahwa pemahaman terhadap konsep matematika dapat dilihat

dari: (1) Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan; (2) Mengidentifikasi

membuat contoh dan bukan contoh; (3) Menggunakan model, diagram dan

Page 4: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

18

simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep; (4) Mengubah suatu bentuk

representasi ke bentuk lainnya; (5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi

konsep; (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang

menentukan suatu konsep; (7) Membandingkan dan membedakan konsep-

konsep.

Berbeda dengan pemahaman pada umumnya, pemahaman matematis

diantaranya didasarkan pada konsep skema dari Dubinsky dan McDonald (2001).

Skemp berpendapat bahwa skema menentukan struktur yang berperan dalam

proses-proses dan pengatahuan seseorang serta memfasilitasi hubungan di antara

pengetahuan tersebut. Ketika kita mempelajari matematika kita memiliki skema

melalui proses asimilasi dan merekonstruksi sementara skema melalui proses

akomodasi. Dubinsky berpendapat bahwa skema harus diinterelasikan dalam

suatu hal yang besar yaitu suatu organisasi yang kompleks. Pemahaman

matematis terjadi ketika hubungan antara konsep-konsep terbentuk, dan

sebaliknya akan menjadi sebuah kesulitan yang besar jika hubungan antara konsep

tersebut berdiri sendiri-sendiri.

Sponsel (2003) berpendapat bahwa pemahaman matematis juga dapat

ditingkatkan melalui adanya:

a. Keseimbangan antara abstraksi dan konstektualisasi. Pembelajaran akan

terjadi dengan baik jika terdapat kombinasi antara pembelajaran konsep

abstrak dengan ilustrasi konkrit yang dapat memotivasi dan mendorong

transfer proses kognitif siswa.

Page 5: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

19

b. Keseimbangan antara eksplorasi dan latihan. Siswa akan mengingat lebih

lama informasi yang dikonstruksinya sendiri secara aktif daripada yang

diterimanya secara pasif, tetapi mereka pun dapat mengingat informasi

dengan baik jika informasi itu disajikan dengan baik pula.

c. Keseimbangan antara bekerja secara individual dan kelompok. Bekerja secara

berkelompok mungkin cocok untuk aspek tertentu dari suatu kompetensi,

tetapi tidak efisien untuk melatih aspek keahlian yang lain.

Alfeld (2004) menyatakan bahwa seorang siswa dikatakan sudah memiliki

kemampuan pemahaman matematis jika ia sudah dapat melakukan hal-hal berikut

ini:

a. Menjelaskan konsep-konsep dan fakta-fakta matematika dalam istilah

konsep dan fakta matematika yang ia telah miliki.

b. Dapat dengan mudah membuat hubungan logis di antara konsep dan fakta

yang berbeda tersebut.

c. Menggunakan hubungan yang ada ke dalam sesuatu hal yang baru (baik di

dalam atau di luar matematika) berdasarkan apa yang ia ketahui.

d. Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang ada dalam matematika sehingga

membuat segala pekerjaannya berjalan dengan baik.

Mengingat betapa pentingnya kemampuan pemahaman dalam belajar

matematika, maka ada beberapa hal yang dianjurkan kepada siswa dalam belajar

matematika. Alfeld (2004) menganjurkan hal-hal sebagai berikut:

a. Selalu berusaha dengan sekuat tenaga untuk memahami konsep matematika

dan tidak hanya sekedar menghafalnya saja.

Page 6: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

20

b. Jika kamu sudah kembali ke rumah pelajari kembali materi yang diajarkan di

sekolah. Jangan biarkan apa yang tidak kamu pahami lewat begitu saja,

karena dari hal yang tidak kamu pahami tersebut pemahaman barumu

terbentuk.

c. Jika kamu harus membaca 1000 halaman buku dan 1 halaman pertama

menghabiskan 1 hari untuk memahaminya, tidak berarti kamu harus

menghabiskan 1000 hari untuk membaca seluruh halaman buku tersebut.

Karena jika kamu memahami dengan baik halaman-halaman awal maka

halaman berikutnya akan lebih mudah untuk dipahami.

d. Bacalah pokok-pokok materi sebelum kamu memasuki kelas, karena akan

membuatmu belajar lebih efektif saat di dalam kelas.

e. Kerjakan latihan-latihan yang lebih bervariasi dan menantang, dan tidak

hanya mengerjakan soal yang ditugaskan guru saja.

f. Selalu periksa jawabanmu sehingga penyelesaian yang kamu peroleh benar-

benar masuk akal.

g. Ketika kamu mengerjakan sebuah soal dan menemukan sebuah kasus yang

menarik perhatianmu, maka kasus tersebut dapat membuatmu menyadari

sesuatu atau mengajarkanmu sesuatu yang baru.

h. Temukanlah suasana kelas yang membuatmu dapat bertukar pikiran dan

saling membantu kesulitan belajarmu satu sama lain dan gunakanlah selalu

kemajuan teknologi untuk meningkatkan pemahamanmu.

Page 7: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

21

Sebagai ilustrasi berikut disajikan salah satu contoh soal pemahaman

matematis:

Tanah milik Pak Aman berbentuk seperti gambar di bawah ini, Sudut BDA = θ , BD = CD dan panjang AB = a satuan. Dari situasi tersebut kamu diminta untuk menyatakan panjang BC dalam a dan θ .

a. Konsep-konsep matematika apa yang dapat kamu gunakan untuk menyelesaikannya?

b. Tuliskan pengertian dari konsep-konsep matematika tersebut dengan bahasamu sendiri.

c. Tuliskan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah tersebut d. Berdasarkan langkah-langkah yang kamu buat pada bagian c, selesaikan

masalah tersebut.

Pada soal bagian a siswa diminta untuk menentukan konsep-konsep yang

terkandung dalam soal tersebut. Kemudian dapat dinilai pemahaman siswa

tersebut pada soal bagian b dimana siswa mengemukakan pengertian konsep-

konsep tersebut dengan bahasanya sendiri. Setelah itu pada bagian c dan d kita

dapat melihat proses model-eliciting activities siswa untuk mengaplikasikan

konsep-konsep tersebut dalam menyusun langkah-langkah penyelesaian masalah

sehingga pada akhirnya dapat menentukan solusi dari masalah tersebut.

B. Komunikasi Matematis

Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling

menyampaikan pesan yang berlangsung dalam suatu komunitas dan konteks

Page 8: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

22

budaya. Konsep komunikasi merupakan prinsip pertama dalam pengajaran dan

pembelajaran (Cole & Chan, 1994). Artinya salah satu keberhasilan program

belajar- mengajar diantaranya adalah bergantung pada bentuk komunikasi yang

digunakan oleh guru, pada saat ia berinteraksi dengan siswa. Menurut Abdulhak

(2001), komunikasi dimaknai sebagai suatu proses penyampaian pesan dari

pengirim pesan kepada penerima pesan melalui saluran tertentu untuk tujuan

tertentu. Dalam ilmu komunikasi dikenal tiga bentuk komunikasi yaitu

komunikasi linier yang sering disebut juga dengan komunikasi satu arah (one-way

communication), komunikasi relational dan interaktif yang disebut dengan ”Model

Cybernetics”, dan komunikasi konvergen yang bercirikan multi arah.

Komunikasi linier misalnya, sangat berpengaruh pada konsep mengajar.

Peristiwa ini berlangsung antara pengajar dan peserta belajar secara satu arah

(transfer of knowledge). Guru dipandang sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai

penerima aksi. Selain itu ”Model Cybernetics” juga mempengaruhi konsep

interaksi pembelajaran. Dalam konteks pendidikan, komunikasi relasional ini

sudah melibatkan peran aktif antara guru dan siswa, walaupun peran guru tetap

dominan, selain sebagai sumber utama juga berperan sebagai fasilitator yang

dilakukan secara klasikal.

Dalam konteks pembelajaran matematika yang berpusat pada siswa,

pemberi pesan tidak terbatas oleh guru saja melainkan dapat dilakukan oleh siswa

maupun media lain, sedangkan unsur dan pesan yang dimaksud adalah konsep-

konsep matematika, dan cara menyampaikan pesan dapat dilakukan baik melalui

lisan maupun tulisan.

Page 9: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

23

Komunikasi dalam pembelajaran matematika yang ingin diterapkan dalam

studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena mengandung unsur

koperatif. Salah satu manfaat pembelajaran koperatif ini adalah terjadinya sharing

process antar peserta belajar, sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemahaman

bersama di antara mereka. Bentuk sharing ini dapat berupa curah pendapat, saran

kelompok, kerjasama dalam kelompok, presentasi kelompok dan feedback dari

guru sehingga dapat meningkatkan kemempuan mereka dalam

mengkomunikasikan baik lisan maupun tulisan. Berikut petikan para pakar

mengenai pengertian, prinsip, dan standar komunikasi matematis.

NCTM (1989) mengemukakan bahwa standar kurikulum, matematika

sebagai alat komunikasi (mathematics as communication) untuk siswa kelas 9- 12

(SMU) adalah dapat: (1) mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka

tentang ide matematik dan hubungannya, (2) merumuskan definisi matematik dan

membuat generalisasi yang diperoleh melalui investigasi, (3) mengungkapkan ide

matematik secara lisan dan tulisan, (4) menyajikan matematika yang dibaca dan

ditulis dengan pengertian, (5) menjelaskan dan mengajukan pertanyaan yang

dihubungkan pada matematika yang telah mereka baca atau dengar dan, (6)

menghargai nilai ekonomis, kekuatan, dan keindahan notasi matematika, serta

peranannya dalam mengmbangkan ide/ gagasan matematik. Selanjutnya standar

evaluasi untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa kelas 9- 12

(NCTM,1989) adalah kemampuan : (1) menyatakan ide matematika dengan

berbicara, menulis, demonstrasi, dan menggambarkannya dalam bentuk visual, (2)

memahami, menginterpretasi, dan menilai ide matematik yang disajikan dalam

Page 10: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

24

tulisan, lisan atau bentuk visual, (3) menggunakan kosa kata/bahasa, notasi dan

struktur matematik untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan, dan

pembuatan model.

Dengan demikian, komunikasi matematis dapat terjadi ketika siswa belajar

dalam kelompok, ketika siswa menjelaskan tentang algoritma, untuk

memecahkan suatu persamaan, ketika siswa menyajikan cara unik untuk

memecahkan masalah, ketika siswa mengkonstruk dan menjelaskan suatu

representasi grafik terhadap fenomena dunia nyata, atau ketika siswa memberikan

suatu konjektur tentang gambar- gambar geometri (NCTM,1991).

Menurut Baroody (1993) terdapat lima aspek komunikasi, kelima aspek itu

adalah:

(1) Representasi diartikan sebagai bentuk baru dari hasil translasi suatu masalah

atau idea, atau translasi suatu diagram dari model fisik ke dalam simbol atau

kata-kata (NCTM, 1989). Misalnya bentuk perkalian ke dalam model

kongkrit, suatu diagram ke dalam bentuk simbol. Representasi dapat

membantu anak menjelaskan konsep atau idea dan memudahkan anak

mendapatkan strategi pemecahan. Selain itu dapat meningkatkan fleksibelitas

dalam menjawab soal matematika (Baroody, 1993). Ada beberapa bentuk

representasi matematik yang dapat digunakan dalam menyelesaikan soal

matematika, antara lain melalui: grafik/gambar (drawing), persamaan aljabar

(math expression), dan dengan kata-kata (written texts).

(2) Mendengar (listening), dalam proses diskusi aspek mendengar salah satu

aspek yang sangat penting. Kemampuan siswa dalam memberikan pendapat

Page 11: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

25

atau komentar sangat terkait dengan kemampuan dalam mendengarkan topik-

topik utama atau konsep esensial yang didiskusikan. Siswa sebaiknya

mendengar dengan hati-hati manakala ada pertanyaan dan komentar dari

temannya. Mendengar secara hati-hati terhadap pertanyaan teman dalam

suatu grup juga dapat membantu siswa mengkonstruksi lebih lengkap

pengetahuan matematika dan mengatur strategi jawaban yang lebih efektif.

(3) Membaca (reading), kemampuan membaca merupakan kemampuan yang

kompleks, karena di dalamnya terkait aspek mengingat, memahami,

membandingkan, menemukan, menganalisis, mengorganisasikan, dan

akhirnya menerapkan apa yang terkandung dalam bacaan.

(4) Diskusi (discussing), merupakan sarana bagi seseorang untuk dapat

mengungkapkan dan merefleksikan pikiran-pikirannya berkaitan dengan

materi yang diajarkan. Beberapa kelebihan dari diskusi antara lain: (a) dapat

mempercepat pemahaman materi pembelajaran dan kemahiran menggunakan

strategi, (b) membantu siswa mengkonstruksi pemahaman matematik, (c)

menginformasikan bahwa para ahli matematika biasanya tidak memecahkan

masalah sendiri-sendiri tetapi membangun idea bersama pakar lainnya dalam

satu tim, dan (d) membantu siswa menganalisis dan memecahkan masalah

secara bijaksana.

(5) Menulis (writing), kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk

mengungkapkan dan merefleksikan pikiran, dipandang sebagai proses

berpikir keras yang dituangkan di atas kertas. Menulis adalah alat yang

Page 12: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

26

bermanfaat dari berpikir karena siswa memperoleh pengalaman matematika

sebagai suatu aktivitas yang kreatif.

Kemudian Greenes dan Schulman (1996) menambahkan, komunikasi

matematis merupakan (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep

dan strategi, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan

penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika, (3) wadah bagi siswa

dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, berbagi

pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk

meyakinkan yang lain. Sullivan dan Mousley (1996) mempertegas bahwa

komunikasi matematis bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi

lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan,

menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi, bekerjasama (sharing),

menulis dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari.

Schoen, Bean dan Ziebarth (1996) mengemukakan bahwa komunikasi

matematis adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma dan

cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksi dan

menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata/kalimat,

persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan

dugaan tentang gambar-gambar geometri.

Kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi antar siswa

dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan,

mengambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerja sama sehingga dapat

membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Dalam

Page 13: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

27

hal ini kemampuan komunikasi dipandang sebagai kemampuan siswa

mengkomunikasikan matematika yang dipelajari sebagai isi pesan yang harus

disampaikan.

Pandangan lain matematika dipandang sebagai alat komunikasi (bahasa

matematika) dalam arti matematika sebagai bahasa simbol yang terlukis dalam

proses simbolisasi dan formulasi yaitu mengubah pernyataan kedalam bentuk

rumus, simbol atau gambar. Esty dan Teppo (1996), mengemukakan bahwa

bahasa simbol adalah alat untuk mengkomunikasikan dan mempresentasikan

konsep, struktur dan hubungan dalam matematika. Sumarmo (2000)

mengemukakan bahwa, salah satu hakekat matematika itu adalah sebagai bahasa

simbol. Bahasa simbol mengandung makna bahwa matematika bersifat universal

dan dapat dipahami oleh setiap orang kapan dan dimana saja. Setiap simbol

mempunyai arti yang jelas, dan disepakati secara bersama oleh semua orang.

Sebagai contoh simbol ‘5’ , operasi ≤ , × , U , dan L = 4π R2 berlaku secara

nasional di setiap jenjang sekolah dimanapun sehingga dapat dipahami oleh

semua orang.

Dengan adanya bahasa simbol dalam matematika, maka komunikasi antar

individu atau komunikasi antara individu dengan suatu obyek menjadi lebih

mudah. Sebagai contoh, dengan menggunakan simbol aljabar penyelesaian soal

menjadi lebih ringkas, cepat, dan mudah. Contoh lain penyajian data dalam

bentuk tabel, diagram atau grafik menjadi lebih komunikatif daripada disajikan

dalam bahasa verbal.

Page 14: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

28

Sementara itu dalam NCTM (2000) dinyatakan bahwa standar komunikasi

matematis adalah penekanan pengajaran matematika pada kemampuan siswa

dalam hal :

a. mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan berfikir matematis

(mathematical thinking) mereka melalui komunikasi;

b. mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara koheren

(tersusun secara logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan orang

lain;

c. menganalisis dan mengevaluasi berfikir matematis (mathematical

thinking) dan strategi yang dipakai orang lain;

d. menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide

matematika secara benar.

Jika dicermati dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa, komunikasi matematis didefinisikan sebagai suatu cara menyampaikan ide

atau pesan tentang matematika dalam matematika dan dengan matematika.

Komunikasi tentang matematika yaitu kemampuan yang menggambarkan proses

pemecahan masalah yang merefleksikan proses kognitifnya. Komunikasi dalam

matematika yaitu kemampuan menggunakan bahasa matematika dalam

merepresentasikan ide-ide, cara-cara atau argumen-argumen. Komunikasi dengan

matematika yaitu kemampuan menggunakan matematika sebagai alat pemecahan

masalah dan mencari makna dari masalah-masalah tersebut.

Komunikasi matematis juga bisa ditumbuhkan dengan merancang suatu

bentuk permasalahan matematika yang untuk menjawabnya dibutuhkan

Page 15: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

29

penjelasan-penjelasan dan penalaran-penalaran dan tidak sekedar jawaban akhir

dari suatu prosedur yang baku. Sebagai contoh, perhatikan persoalan pertama ini :

Dalam suatu segitiga siku-siku, jika diketahui panjang sisi miring (hipotenusa) = 10 cm, salah satu panjang sisi siku-sikunya = 6 cm. Berapa panjang sisi yang belum diketahui ?

Selanjutnya perhatikan persoalan kedua sebagai berikut :

Pada suatu hari Zaky pergi ke rumah Vina dengan menggunakan motor. Dari rumahnya, ia harus mengendarai motornya dengan arah barat sejauh 8 km. Kemudian belok dengan sudut 90o dan melanjutkan perjalanan sejauh 6 km dan sampailah ke rumah Vina. Dalam perjalanan pulang, Zaky tidak melalui jalan semula, melainkan melalui jalan lurus yang langsung menghubungkan rumah Vina dan Zaky. Jelaskan bagaimana bisa mengukur total jarak yang ditempuh oleh Zaky selama menempuh semua perjalanan tersebut ?

Perhatikan bahwa pada persoalan pertama tidak banyak dibutuhkan

kemampuan komunikasi matematis, misalnya membaca maupun menuliskan ide-

ide matematis siswa. Hal ini berbeda dengan persoalan kedua, pada persoalan ini

siswa berlatih untuk mengembangkan kemampuan komunikasinya melalui

membaca persoalan dan memahaminya, kemudian mengkomunikasikan ide-ide

matematisnya ke dalam tulisan sehingga bisa dipahami orang lain. Untuk

mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa, siswa bisa dilatih

dengan persoalan-persoalan dengan model persoalan kedua tersebut.

C. Disposisi Matematis

1. Pengertian Disposisi Matematis

NCTM (1989) menyatakan disposisi matematis adalah keterkaitan dan

apresiasi terhadap matematika yaitu suatu kecenderungan untuk berpikir dan

bertindak dengan cara yang positif. Disposisi siswa terhadap matematika terwujud

Page 16: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

30

melalui sikap dan tindakan dalam memilih pendekatan menyelesaikan tugas.

Apakah dilakukan dengan percaya diri, keingintahuan mencari alternatif, tekun,

dan tertantang serta kecendruangan siswa merefleksi cara berpikir yang

dilakukannya. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi

merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru

diterima (Irianto, 2007). Refleksi siswa akan terlihat pada saat siswa berdiskusi,

pernyataan langsung tentang materi pelajaran yang diperolehnya pada hari ini,

catatan, dan hasil kerjanya.

Menurut Sumarmo (2006), disposisi matematis adalah keinginan,

kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan

melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Terdapat hubungan yang kuat antara

disposisi matematis dan pembelajaran. Pembelajaran matematika selain untuk

meningkatkan kemampuan berpikir matematis atau aspek kognitif siswa, haruslah

pula memperhatikan aspek afektif siswa, yaitu disposisi matematis. Pembelajaran

matematika di kelas harus dirancang khusus sehingga selain dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa juga dapat meningkatkan disposisi matematis. Selanjutnya,

NCTM (2000) menyatakan bahwa sikap siswa dalam menghadapi matematika dan

keyakinannya dapat mempengaruhi prestasi mereka dalam matematika.

Sejalan dengan hal di atas, Wardani (2009) mendefinisikan disposisi

matematis adalah ketertarikan dan apresiasi terhadap matematika yaitu

kecenderungan untuk berpikir dan bertindak dengan positif, termasuk kepercayaan

diri, keingintahuan, ketekunan, antusias dalam belajar, gigih menghadapi

permasalahan, fleksibel, mau berbagi dengan orang lain, reflektif dalam kegiatan

Page 17: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

31

matematik (doing math). Sedangkan menurut Mulyana (2009) disposisi terhadap

matematika adalah perubahan kecenderungan siswa dalam memandang dan

bersikap terhadap matematika, serta bertindak ketika belajar matematika.

Misalnya, ketika siswa dapat menyelesaikan permasalahan non rutin, sikap dan

keyakinannya sebagai seorang pelajar menjadi lebih positif. Makin banyak konsep

matematika dipahami, makin yakinlah bahwa matematika itu dapat dikuasainya.

Disposisi matematis siswa dikatakan baik jika siswa tersebut menyukai

masalah-masalah yang merupakan tantangan serta melibatkan dirinya secara

langsung dalam menemukan/menyelesaikan masalah. Selain itu siswa merasakan

dirinya mengalami proses belajar saat menyelesaikan tantangan tersebut. Dalam

prosesnya siswa merasakan munculnya kepercayaan diri, pengharapan dan

kesadaran untuk melihat kembali hasil berpikirnya.

Disposisi matematis merupakan salah satu faktor yang ikut d ipandang

menentukan keberhasilan belajar siswa. Siswa memerlukan disposisi yang akan

menjadikan mereka gigih menghadapi masalah yang lebih menantang, untuk

bertanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri, dan untuk mengembangkan

kebiasaan baik di matematika. Sayangnya, guru cenderung mengurangi beban

belajar matematika dengan maksud untuk membantu siswa padahal itu

merupakan sesuatu yang penting untuk siswa.

Paris, Lipson, dan Wixson (1983) menyatakan ada tiga komponen aspek

penting metakognitif dari strategi, meliputi: pengetahuan deklaratif (apa yang

disebut dengan strategi), pengetahuan prosedural (bagaimana strategi bekerja),

dan pengetahuan kondisional (kapan dan mengapa suatu strategi diterapkan).

Page 18: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

32

Mengetahui ketiga karakter strategi dapat membantu siswa untuk membedakan

taktik yang produktif dari counter-productive, dan kemudian menerapkan strategi

yang sesuai. Ketika siswa ‘menjadi strategis’, mereka akan memperhatikan opsi-

opsi sebelum memilih strategi untuk menyelesaikan masalah. Pilihan ini

merupakan disposisi matematik, karena merupakan hasil dari analisis kognitif dari

opsi-opsi alternatif untuk melakukan pemecahan masalah.

Selain itu, Bandura (1997) menekankan bahwa disposisi matematis

melibatkan tiga proses yang saling berkaitan, yaitu: observasi-diri, evaluasi-diri,

dan reaksi-diri. Ketiga proses ini merupakan bagian metakognisi dari penetapan

tujuan dalam disposisi matematis.

2. Indikator Disposisi Matematis

Untuk mengukur disposisi matematis siswa diperlukan beberapa indikator.

Adapun beberapa indikator yang dinyatakan oleh NCTM (1989) adalah sebagai

berikut.

1. Kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah matematika,

mengkomunikasikan ide-ide, dan memberi alasan

2. Fleksibilitas dalam mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba

berbagai metode alternatif untuk memecahkan masalah.

3. Bertekad kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika.

4. Ketertarikan, keingintahuan, dan kemampuan untuk menemukan dalam

mengerjakan matematika.

5. Kecenderungan untuk memonitor dan merefleksi proses berpikir dan

kinerja diri sendiri.

Page 19: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

33

6. Menilai aplikasi matematika dalam bidang lain dan dalam kehidupan

sehari-hari.

7. Penghargaan (appreciation) peran matematika dalam budaya dan nilainya,

baik matematika sebagai alat, maupun matematika sebagai bahasa.

Wardani (2009) mengungkapkan aspek-aspek yang diukur pada disposisi

matematis. Aspek-aspek tersebut meliputi:

1. Kepercayaan diri dengan indikator percaya diri terhadap

kemampuan/keyakinan.

2. Keingintahuan terdiri dari empat indikator yaitu: sering mengajukan

pertanyaan, melakukan penyelidikan, antusias/semangat dalam belajar,

banyak membaca/mencari sumber lain.

3. Ketekunan dengan indikator gigih/tekun/perhatian/kesungguhan.

4. Flesibilitas, yang terdiri dari tiga indikator yaitu: kerjasama/berbagi

pengetahuan, menghargai pendapat yang berbeda, berusaha mencari

solusi/strategi lain.

5. Reflektif, terdiri dari dua indikator yaitu bertindak dan berhubungan

dengan matematika, menyukai/rasa senang terhadap matematika.

Syaban (2008) menyatakan, untuk mengukur disposisi matematis siswa

indikator yang yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Menunjukkan gairah/antusias dalam belajar matematika.

2. Menunjukkan perhatian yang serius dalam belajar matematika.

3. Menunjukkan kegigihan dalam menghadapi permasalahan.

4. Menunjukkan rasa percaya diri dalam belajar dan menyelesaikan masalah.

5. Menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi.

Page 20: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

34

6. Menujukkan kemampuan untuk berbagi dengan orang lain.

Berdasarkan indikator-indikator disposisi matematis yang dikemukakan di

atas, indikator disposisi matematis dalam penelitian ini, adalah adalah (1)

kepercayaan diri dengan indikator percaya diri terhadap kemampuan/keyakinan;

(2) keingintahuan yang meliputi: sering mengajukan pertanyaan, melakukan

penyelidikan, antusias/semangat dalam belajar, dan banyak membaca/mencari

sumber lain; (3) ketekunan dengan indikator gigih/tekun/perhatian/kesungguhan;

(4) flesibilitas, yang meliputi: kerjasama/berbagi pengetahuan, menghargai

pendapat yang berbeda, dan berusaha mencari solusi/strategi lain; (5) reflektif dan

rasa senang, yang meliputi: bertindak dan berhubungan dengan matematika dan

menyukai/rasa senang terhadap matematika.

Untuk mengungkapkan disposisi matematis siswa, dapat dilakukan dengan

membuat skala disposisi dan pengamatan. Skala disposisi memuat pernyataan-

pernyataan masing-masing komponen disposisi. Misalnya “untuk pemahaman

lebih mendalam, saya mencoba menyelesaikan soal matematika dengan cara lain”.

Melalui pengamatan, disposisi siswa dapat diketahui ada tidaknya

perubahan pada saat siswa memperoleh atau mengerjakan tugas-tugas. Misalnya

pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung dapat dilihat apakah siswa

dalam menyelesaikan soal matematika yang sulit siswa terus berusaha sehingga

memperoleh jawaban yang benar.

D. Model-Eliciting Activities

Pendekatan model-eliciting activities (MEAs) adalah pendekatan

pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan mengkomunikasikan konsep-

Page 21: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

35

konsep yang terkandung dalam suatu sajian masalah melalui proses pemodelan

matematika. Dalam model-eliciting activities (MEAs), kegiatan pembelajaran

diawali dengan penyajian situasi masalah yang memunculkan aktivitas untuk

menghasilkan model matematis yang digunakan untuk menyelesaikan masalah

matematika. Dalam model-eliciting activities, siswa melalui satu proses

pemodelan yang diharapkan dapat mengkonstruksi model matematis yang

sharable and reusable.

Gambar 1 melukiskan proses pemodelan yang digambarkan dalam standar

NCTM (NCTM, 1989). Proses ini menunjukkan bahwa pemodelan matematis

adalah proses non-linier yang meliputi tahap-tahap yang saling berhubungan.

Menurut NCTM, terdapat tahap-tahap dasar dalam proses pemodelan matematis

meliputi:

1. Mengidentifikasi dan menyederhanakan (simplifikasi) situasi masalah dunia nyata

2. Membangun model matematis 3. Mentransformasi dan memecahkan

model 4. Menginterpretasi model

Pada tahap pertama, siswa mengidentifikasi masalah untuk dipecahkan

dalam situasi dunia nyata, dan menyatakannya dalam bentuk yang setepat

mungkin. Dengan observasi, bertanya, dan diskusi, mereka berpikir tentang

informasi apa yang penting atau tidak dalam situasi yang diberikan. Jadi, mereka

Interpretasi

Page 22: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

36

menyederhanakan situasi dengan pertama-tama mengabaikan informasi yang

kurang penting.

Pada tahap kedua, siswa membuat representasi matematis tentang

komponen spesifik dari masalah dan hubungan diantara mereka. Pada tahap ini,

siswa mendefinisikan variabel, membuat notasi, dan secara eksplisit

mengidentifikasi beberapa bentuk dari hubungan dan struktur matematis,

membuat grafik, atau menuliskan persamaan. Semua usaha matematisasi ini

akhirnya mendorong siswa membangun model matematis. Lesh dan Doerr (2003)

menggabungkan kedua tahap ini, simplifikasi dan matematisasi, dan

menamakannya sebagai “deskripsi”. Pada deskripsinya dalam proses pemodelan

Zbiek dan Conner (2006) menjelaskan proses matematisasi ini sebagai penemuan

“sifat dan parameter matematis” yang berhubungan dengan ”kondisi dan asumsi”

yang telah diidentifikasi sebelumnya.

Pada tahap transformasi, siswa menganalisa dan memanipulasi model

untuk menemukan solusi yang secara matematika signifikan terhadap masalah

yang teridentifikasi. Tahap ini biasaya familier bagi siswa. Model dari tahap

kedua dipecahkan, dan jawaban dipahami dalam konteks masalah yang orisinil.

Siswa mungkin perlu menyederhanakan model lebih lanjut jika model tersebut

tidak dapat dipecahkan.

Pada tahap interpretasi, siswa membawa solusi matematis mereka yang

dicapai dalam konteks dari model matematis kembali ke situasi masalah yang

spesifik (atau terformulasi). Jika model yang sudah dikonstruksi telah melewati

pengujian yang diberikan dalam proses validasi, model tersebut dapat

Page 23: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

37

dipertimbangkan sebagai model yang kuat (powerful) dengan sifat ”sharable” dan

” reusable” (Lesh & Doerr, 2003).

Sebagai ilustrasi berikut ini disajikan contoh perancangan model-eliciting

activities yang berkaitan dengan trigonometri. Dalam perhitungan matematika dan

dalam kehidupan sehari-hari, sering dijumpai masalah yang model matematikanya

memuat ekspresi trigonometri. Setelah kita tahu bahwa karakteristik masalahnya

berkaitan dengan model matematika yang memuat ekspresi trigonometri, maka

pemecahan masalah tersebut selanjutnya diselesaikan sebagai berikut.

1. Tetapkan besaran yang ada dalam masalah seperti variabel yang berkaitan

dengan ekspresi trigonometri. [Mengidentifikasi dan menyederhanakan

(simplifikasi) situasi masalah dunia nyata]

2. Rumuskan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan

trigonometri. [Membangun model matematis]

3. Tentukan penyelesian dari model matematika. [Mentransformasi dan

memecahkan model]

4. Berikan tafsiran terhadap hasil-hasil yang diperoleh. [Menginterpretasi

model]

Agar lebih memahami dan terampil dalam memecahkan masalah yang

model matematikanya berkaitan dengan trigonometri, berikut disajikan beberapa

contoh.

Contoh 1 Model-Eliciting Activities yang berkaitan dengan Aturan Sinus

Sebuah tiang bendera berdiri tegak pada tepian sebuah gedung bertingkat. Dari suatu tempat yang berada di tanah, titik pangkal tiang bendera terlihat dengan sudut elevasi 60o dan titik ujung tiang bendera terlihat dengan sudut elevasi 70o.

Page 24: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

38

Jika jarak horisontal dari titik pengamatan ke tepian gedung sama dengan 10 meter, tentukan tinggi tiang bendera tersebut.

Penyelesaian:

1. Perhatikan gambar dibawah ini.

2. Dalam ∆ ABC berlaku aturan sinus, sehingga diperoleh.

ADC

AC

CAD

CD

∠=

∠ sinsin

CD = ACADC

CAD

∠∠

sin

sin

3. AC

AB= cos 60

o = ½ →AC = 2 AB = 20 m

∠ CAD = 70o – 60

o = 10

o

∠ ADC = 90o – 70

o = 20

o

Substitusikan nilai-nilai di atas ke CD,

diperoleh:

CD = 20 3420,0

1736,020

20sin

10sin =o

o

CD = 10,15 (teliti sampai dua tempat desimal)

Tinggi tiang bendera itu adalah CD, dimisalkan CD = h meter.

Menentukan besaran dalam masalah yang dirancang sebagai variabel yang berkaitan dengan ekspresi trigonometri

Merumuskan model matematis dari masalah yang berkaitan dengan aturan sinus.

Penyelesaian dari model matematis yang berbentuk aturan sinus

Page 25: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

39

4. Jadi, tinggi tiang bendera itu adalah

CD = h = 10,15 meter

Contoh 2 Model-Eliciting Activities yang berkaitan dengan Aturan Kosinus

Ali, Badu, dan Carli sedang bermain di sebuah lapangan yang mendatar. Dalam situasi tertentu, posisi Ali, Badu, dan Carli membentuk sebuah segitiga. Jarak Badu dari Ali 10 m, jarak carli dari Ali 15 m, dan jarak Carli dari Badu 12 m. Berapakah besar sudut yang dibentuk oleh Badu, Ali, dan Carli dalam posisi-posisi itu? Penyelesaian: 1. Perhatikan gambar dibawah ini.

2. Dalam ∆ ABC pada gambar di atas berlaku aturan kosinus, sehingga diperoleh:

BC2 = AB2 + AC2 – 2AB.AC cos∠ BAC

⇔ BC2 = AB2 + AC2 – 2AB.AC cos oα

⇔ cosoα =

2AB.AC

BC - AC AB 222 +

3. Substitusi nilai-nilai AB = 10, BC = 12, dan AC = 15, diperoleh:

cos oα = 2(10)(15)

(12) - (15) (10) 222 +

cos oα = 0,6033

Dengan menggunakan kalkulator diperoleh:

oα = 52,9o (teliti sampai 1 tempat desimal)

Memberikan tafsiran terhadap hasil yang diperoleh

Sudut yang dibentuk oleh Badu, Ali, dan Carli adalah ∠ BAC, dimisalkan besar

∠ BAC = oα

Menentukan besaran yang ada dalam masalah sebagai variabel yang berkaitan dengan ekspresi trigonometri

Merumuskan model matematis dari masalah yang berkaitan dengan aturan kosinus.

Penyelesaian dari model matematis yang berbentuk aturan kosinus

Page 26: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

40

4. Jadi, besar sudut yang dibentuk oleh Badu, Ali, dan Carli adalah ∠ BAC = 52,9o.

E. Penelitian-Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan pendekatan MEAs dan

dengan perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis, komunikasi

matematis, dan disposisi matematis, diantaranya dilakukan oleh Lesh (1999),

Sudrajat (2001), Lesh dan Harel (2003), Richardson (2004), Dahlan (2004),

Sukmadewi (2004), Gani (2007), Saragih (2007), dan Nanang (2009).

Model – eliciting activites (MEAs) telah menjadi subjek dari beberapa

proyek penelitian. Akan tetapi, mayoritas dari proyek penelitian ini difokuskan

pada siswa sekolah menengah. Sebagai contoh, Lesh (1999) meneliti

pengembangan representasi siswa sekolah menengah dalam model - eliciting

Activites. Lesh dan Harel (2003) meneliti tentang struktur pembuktian dalam

memecahakan masalah dengan MEAs pada siswa sekolah menengah. Sementara

Richardson (2004) juga meneliti tentang difusi dari ide/gagasan ketika siswa

bekerja dengan MEAs di kelas sekolah menengah. Dari penelitian tentang

penggunaan pendekatan model-eliciting activites tersebut di atas, ketiganya

menunjukkan hasil yang tergolong baik.

Penelitian Dahlan (2004) dengan sampel siswa kelas III SLTP sebanyak

108 orang di kota Bandung, dan salah satu kesimpulannya adalah kemampuan

pemahaman matematis siswa yang belajar melalui pendekatan open-ended dan

dikombinasikan dengan strategi kooperatif mempunyai kualitas cukup baik.

Memberikan tafsiran terhadap hasil yang diperoleh

Page 27: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

41

Sedangkan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar melalui

pendekatan open-ended ekspositori, serta pembelajaran biasa kualitasnya sedang.

Gani (2007) mengadakan studi tentang pengaruh pembelajaran metode

inkuiri model Alberta terhadap kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah

siswa SMA. Hasil studi melaporkan bahwa secara keseluruhan siswa yang belajar

dengan metode inkuiri terbimbing dan metode inkuiri bebas yang dimodifikasi

secara signifikan lebih baik mencapai kemampuan pemahaman matematika.

Nanang (2009) dalam penelitiannya menyelidiki tentang perbandingan

kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual dan metakognitif serta

konvensional. Penelitian ini melibatkan 255 siswa yang terdiri dari 128 siswa dari

sekolah kategori baik dan 127 siswa dari sekolah kategori cukup.

Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan

kemampuan antara siswa yang mendapat pembelajaran kontekstual dan

metakonignif, pembelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional.

Kemampuan pemahaman matematis yang memperoleh pendekatan pembelajaran

kontekstual dan metakonignif lebih baik daripada pendekatan pembelajaran

kontekstual dan pembelajaran konvensional. Kemampuan pemahaman matematis

siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran kontekstual dan metakonignif dan

pembelajaran kontekstual berada pada klasifikasi cukup, sedangkan kemampuan

pemahaman matematis siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran

konvensional berada pada klasifikasi kurang.

Page 28: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

42

Sudrajat (2001) melalui pembelajaran tipe SQ3R melaporkan hasil belajar

siswa SMU dalam komunikasi matematis tergolong baik dan siswa menunjukkan

sikap positif terhadap pembelajaran matematika. Sejalan dengan itu penelitian

yang dilakukan oleh Sukmadewi (2004) memberikan kesimpulan bahwa

Transactional Reading Strategy membantu siswa mengembangkan kemampuan

komunikasi matematis siswa.

Saragih (2007) menyimpulkan bahwa siswa yang pembelajarannya dengan

PMR secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir logis,

komunikasi matematis dan sikap positif terhadap matematika dibanding siswa

yang pembelajarannya dengan Pendekatan Matematika Biasa (PMB).

Dari penelitian tersebut ditemukan juga kesulitan siswa pada permasalahan

komunikasi matematis pada level tinggi yang menuntut kemampuan yang kompleks

seperti berpikir dan memberi alasan secara matematis, kreativitas, dan generalisasi

yang sebagian besar perwujudannya dilakukan oleh siswa sendiri. Kesulitan lain

bagi siswa pada aspek berpikir logis yang memuat kemampuan berpikir deduktif,

dan kemampuan berpikir induktif. Berdasarkan respon yang ditunjukkan melalui tes

yang diberikan, siswa yang diajar melalui PMR menunjukkan aktivitas, kinerja

yang lebih baik dibanding siswa yang diajar melalui PMB.

F. Teori-Teori yang Mendukung

Memperhatikan karakteristikanya, pemahaman matematis, komunikasi

matematis dan MEAs menganut pandangan kontrusktivisme, dimana siswa belajar

secara aktif dalam membangun pengetahuan (pemahaman) melalui proses asimilasi

Page 29: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

43

dan akomodasi (Piaget, dalam Slavin, 1994), dan interaksi (komunikasi) dengan

lingkungannya (Vigotsky, 1978). Ketika diskusi macet, Vigotsky menganjurkan

dilaksanakannya “scaffolding”, yaitu bantuan guru dalam bentuk pertanyaan untuk

membantu siswa atau mengarahkan siswa pada jawaban yang dituju. Untuk

mendukung berlangsungnya interaksi siswa dengan lingkungannya dan atau dengan

dirinya sendiri, maka pengetahuan baru yang disajikan hendaknya berkaitan dengan

pengetahuan awal siswa sehingga terbangun pemahaman yang bermakna pada diri

siswa.

Teori Piaget ini erat kaitannya dengan pendekatan MEAs. Jika dilihat

dengan hubungan antara proses assimilasi (penyerapan setiap informasi baru ke

dalam pikirannya) dengan pendekatan ini, siswa pertama-tama dihadapkan kepada

suatu masalah yang tak lain masalah ini merupakan informasi baru yang masuk ke

dalam pikiran siswa. Selanjutnya siswa melakukan proses akomodasi yaitu

mereka dituntut untuk dapat menyusun informasi baru/masalah yang diajukan

tersebut ke dalam pikirannya.

Selain itu, pendekatan MEAs juga ini mengikuti apa yang dikemukakan

oleh Vygotsky yaitu pada tahapan memberi arahan, dorongan, dan membantu

mereka pada saat terjadi kemandegan berpikir. Untuk proses selanjutnya lebih

ditekankan kepada keaktifan siswa. Sehingga pembelajaran tidak berpusat pada

guru melainkan siswa yang aktif belajar, menggali pengetahuannya secara

mandiri.

Page 30: BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0706273_chapter2(1).pdf · studi ini adalah komunikasi yang bersifat konvergen, karena

44

G. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil kajian teoritis, maka hipotesis

dalam penelitian ini adalah:

1. Kemampuan pemahaman matematis, komunikasi matematis, dan disposisi

matematis siswa yang menggunakan pendekatan model-eliciting activities

masing-masing lebih baik dari kemampuan dan disposisi siswa yang mendapat

pembelajaran konvensional.

2. Perolehan (gain) kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi

matematis siswa yang belajar melalui model-eliciting activities lebih baik dari

pada gain siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

3. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kluster sekolah

terhadap kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi matematis

siswa.

4. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan tingkat kemampuan

awal matematika siswa terhadap kemampuan pemahaman matematis dan

komunikasi matematis siswa.

5. Terdapat asosiasi antara (a) kemampuan pemahaman matematis siswa dengan

komunikasi matematisnya; (b) kemampuan pemahaman matematis siswa

dengan disposisi matematisnya; dan antara (c) kualitas kemampuan

komunikasi matematis siswa dengan disposisi matematisnya.