Bab II Landasan Teoritis

23
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Model Pembelajaran Dalam proses pembelajaran, penyusunan model pembelajaran sangat menentukan kualitas pembelajaran, maka guru dapat berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan dan bermanfaat bagi peserta didik. Agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan yang diharapkan secara optimal, maka guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, model dan teknik pembelajaran secara spesifik. Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari kegiatan awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru, dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Sudrajad, 2008). Selain itu, Johar dkk. (2006) juga menjelaskan “model pembelajaran adalah suatu bentuk pola aktivitas 8

description

BAB II LANDASAN TEORITIS2.1 Model PembelajaranDalam proses pembelajaran, penyusunan model pembelajaran sangat menentukan kualitas pembelajaran, maka guru dapat berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan dan bermanfaat bagi peserta didik. Agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan yang diharapkan secara optimal, maka guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, model dan teknik pembelajaran secara spesifik. Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari kegiatan awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru, dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Sudrajad, 2008). Selain itu, Johar dkk. (2006) juga menjelaskan “model pembelajaran adalah suatu bentuk pola aktivitas yang merupakan dasar pijakan guru dalam mengorganisir dalam kegiatan belajar dan mengajar”. Menurut Ishartoni dkk (2015) model pembelajaran dapat mempengaruhi jalannya kegiatan belajar mengajar. Pemakaian model dalam kegiatan pembelajaran yang tidak sesuai dengan materi, maka tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sulit tercapai. Hal ini terjadi akibat pemilihan model yang kurang tepat. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran guru harus mempertimbangkan beberapa hal berikut, yaitu hubungan dengan kompetensi yang ingin dicapai, tingkat kematangan, minat, bakat dan kondisi peserta didik serta gaya belajar peserta didik (Sanjaya, 2012). Model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar untuk digunakan dikelas dalam setting pengajaran. Dalam menentukan model mengajar yang tepat, bukan suatu pekerjaan yang mudah, karena memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang akan diberikan serta penguasaan model mengajar yang akan digunakan. Menurut Soekamto dalam Cahyono (2008) bahwa “model pembelajaran merupakan kerangka yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar”. Tinjauan Model PBL Pengertian Model PBL Menurut Arends dalam Putra (2013) model PBL merupakan model pembelajaran dengan memberikan masalah yang autentik atau nyata kepada peserta didik, kemudian peserta didik dapat menyususn pengetahuannya sendiri, menumbuhkan keterampilan yang lebih tinggi, menjadikan peserta didik mandiri dan meningkatkan kepercayaan diri peserta didik. Menurut Chakravarthi (2010) model PBL merupakan bagian dalam pembelajaran kontekstual, guru memberikan suatu permasalahan untuk dipecahkan oleh peserta didik. Dalam hal ini, guru menjelaskan tujuan logistik yang dibutuhkan, memotivasi peserta didik agar terlibat secara aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih, serta membantu peserta didik dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Setelah itu, guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan ekperimen guna mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah serta membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya sesuai,seperti laporan. Kegiatan selanjutnya ialah mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau menyusun kelompok presentasi hasil kerja (Putra, 2013). Karakteristik PBL Menurut Putra (2013) karakteristik PBL terdiri dari: a) belajar dimulai dengan suatu masalah, b) memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata peserta didik, c) mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, d) memberikan tanggung jawab yang besar kepada peserta didik dalam membentuk dan menjalankan secara langsung

Transcript of Bab II Landasan Teoritis

21

BAB II LANDASAN TEORITIS

2.1Model PembelajaranDalam proses pembelajaran, penyusunan model pembelajaran sangat menentukan kualitas pembelajaran, maka guru dapat berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan dan bermanfaat bagi peserta didik. Agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan yang diharapkan secara optimal, maka guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, model dan teknik pembelajaran secara spesifik.Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari kegiatan awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru, dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Sudrajad, 2008). Selain itu, Johar dkk. (2006) juga menjelaskan model pembelajaran adalah suatu bentuk pola aktivitas yang merupakan dasar pijakan guru dalam mengorganisir dalam kegiatan belajar dan mengajar.Menurut Ishartoni dkk (2015) model pembelajaran dapat mempengaruhi jalannya kegiatan belajar mengajar. Pemakaian model dalam kegiatan pembelajaran yang tidak sesuai dengan materi, maka tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sulit tercapai. Hal ini terjadi akibat pemilihan model yang kurang tepat. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran guru harus mempertimbangkan beberapa hal berikut, yaitu hubungan dengan kompetensi yang ingin dicapai, tingkat kematangan, minat, bakat dan kondisi peserta didik serta gaya belajar peserta didik (Sanjaya, 2012). Model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar untuk digunakan dikelas dalam setting pengajaran. Dalam menentukan model mengajar yang tepat, bukan suatu pekerjaan yang mudah, karena memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang akan diberikan serta penguasaan model mengajar yang akan digunakan. Menurut Soekamto dalam Cahyono (2008) bahwa model pembelajaran merupakan kerangka yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

2.2 Tinjauan Model PBL2.2.1 Pengertian Model PBLMenurut Arends dalam Putra (2013) model PBL merupakan model pembelajaran dengan memberikan masalah yang autentik atau nyata kepada peserta didik, kemudian peserta didik dapat menyususn pengetahuannya sendiri, menumbuhkan keterampilan yang lebih tinggi, menjadikan peserta didik mandiri dan meningkatkan kepercayaan diri peserta didik.Menurut Chakravarthi (2010) model PBL merupakan bagian dalam pembelajaran kontekstual, guru memberikan suatu permasalahan untuk dipecahkan oleh peserta didik. Dalam hal ini, guru menjelaskan tujuan logistik yang dibutuhkan, memotivasi peserta didik agar terlibat secara aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih, serta membantu peserta didik dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Setelah itu, guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan ekperimen guna mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah serta membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya sesuai,seperti laporan. Kegiatan selanjutnya ialah mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau menyusun kelompok presentasi hasil kerja (Putra, 2013).2.2.2 Karakteristik PBLMenurut Putra (2013)karakteristik PBL terdiri dari: a) belajar dimulai dengan suatu masalah, b) memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata peserta didik, c) mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, d) memberikan tanggung jawab yang besar kepada peserta didik dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar, e) menggunakan kelompok kecil, f) menuntut peserta didik untuk mendemonstrasikan yang telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja.Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh peserta didik ataupun guru, kemudian peserta didik memperdalam pengetahuannya tentang sesuatu yang telah diketahuinya sekaligus yang perlu diketahuinya untuk memecahkan masalah itu. Peserta didik juga dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan, sehingga ia terdorong untuk aktif dalam belajar.

2.2.3 Ciri-Ciri Model PBLMenurut Ibrahim dan Nur dalam Putra (2013) ciri-ciri model pembelajaran PBL adalah sebagai berikut: a) pengajuan pertanyaan atau masalah, problem based learning mengorganisasikan pengajaran dengan masalah yang nyata dan sesuai dengan pengalaman keseharian peserta didik. b) berfokus kepada keterkaitan antar disiplin ilmu, maslah dan solusi pemecahan masalah yang diusulkan tidak hanya ditinjau dari satu disiplin ilmu, tetapi dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu, misalnya ekonomi, sosiologi, geografi, politik, dan hukum. c) penyelidikan autentik, PBL mengharuskan peserta didik melakukan penyelidikan terhadap maslah nyata melalui analisis masalah, observasi, maupun eksperimen. Dalam hal ini, peserta didik bias mengumpulkan informasi dari berbagai sumber pembelajaran untuk menyelesaikan permasalahan. d) menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya, problem based learning menurut peserta didik menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak (poster, puisi, laporan, gambar, dan lain-lain) guna menjelaskan atau mewakili penyelesaian masalah yang ditemukan, kemudian memamerkan produk tersebut. e) kerjasama, problem based learning dicirikan oleh peserta didik yang bekerjasama secara berpasangan maupun dalam kelompok kecil guna memberikan motivasi sekaligus mengembangkan keterampilan berpikir melalui kegiatan bertukar pendapat serta berbagai penemuan dalam kerjasama tersebut.

2.2.4 Langkah-langkah Model PBLMenurut Putra (2013) langkah-langkah model PBL yaitu: a) mengorientasikan peserta didik pada masalah, b) mengorganisasikan peserta didik agar belajar, c) memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok, d) mengembangkan dan menyajikan hasil kerja, e) menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.Adapun gambaran rinci langkah-langkah tersebut dapat dicermati dalam tabel berikut:Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model PBLLangkahKegiatan Guru

Fase IOrientasi masalaha. Menginformasikan tujuan pembelajaranb. Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbukac. Mengarahkan kepada pertanyaan atau masalahd. Mendorong peserta didik mengekspresikan ide-ide secara terbuka

Fase IIMengorganisasikan peserta didik untuk belajara. Membantu peserta didik dalam menemukan konsep berdasarkan masalahb. Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi, dan cara belajar peserta didik aktifc. Menguji pemahaman peserta didik atas konsep yang ditemukan

Fase IIIMembantu menyelidiki secara mandiri atau kelompoka. Memberi kemudahan pengerjaan peserta didik dalam mengerjakan/menyelesaikan masalahb. Mendorong kerjasama dan penyelesaian tugas-tugasc. Mendorong dialog dan diskusi dengan temand. Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan masalahe. Membantu peserta didik dalam memberikan solusi

Fase IVMengembangkan dan mnyajikan hasil kerjaa. Membimbing peserta didik dalam mengerjakan lembar kegiatan peserta didik (LKS)b. Membimbing peserta didik dalam menyajikan hasil kerja

Fase VMenganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalaha. Membantu peserta didik mengkaji ulang hasil pemecahan masalahb. Memotivasi peserta didik agar terlibat dalam pemecahan masalahc. Mengevaluasi materi

(Sumber: Putra, 2013)2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Model PBL2.2.5.1 Kelebihan Model PBLMenurut Putra (2013) model PBL memiliki beberapa kelebihan antara lain: a) peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan karena peserta didik menemukan konsep tersebut. b) melibatkan peserta didik secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir peserta didik yang lebih tinggi. c) pengetahuan peserta didik tertanam berdasarkan schemata yang dimiliki, sehingga pembelajaran lebih bermakna. d) peserta didik dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan motivasi dan ketertarikan peserta didik terhadap bahan yang dipelajari. e) menjadikan peserta didik lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif dengan peserta didik lainnya. f) pengondisian peserta didik dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar peserta didik dapat diharapkan. g) dapat menumbuhkembangkan kemampuan kreativitas peserta didik, baik secara individual maupun kelompok, karena hamper disetiap langkah menuntut keaktifan peserta didik.

2.2.5.2 Kekurangan Model PBLMenurut Putra (2013) model PBL juga memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut: a) bagi peserta didik yag malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai karena peserta didik tersebut tidak aktif dalam pemecahan masalah. Sehingga, peserta didik tidak bisa menyelesaikan masalah yang diberikan guru dan hasil belajar peserta didik tidak akan tercapai sesuai yang diharapkan. b) membutuhkan banyak waktu dan dana karena pada saat peserta didik menyelesaikan masalah kemampuan tiap peserta didik berbeda-beda sehingga waktu menyelesaikan masalah juga berbeda. Dalam pembelajaran model PBL juga membutuhkan dana untuk keperluan pembelajaran sehingga hasil belajar dapaat maksimal. (c) dalam penggunaan model PBL tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan model tersebut.

2.3 Hasil BelajarHasil belajar mengambarkan kemampuan peserta didik setelah mempelajari sesuatu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (2011) yang menyatakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menempuh proses belajar. Hasil belajar pada hakekatnya merupakan perubahan tingkah laku yang mencangkup bidang kognitif (intelektual), afektif (sikap), dan psikomotorik (bertindak). Perubahan sebagai hasil proses dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, kecakapan, serta perubahan aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Hamalik (2010) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku pada diri peserta didik yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Selanjutnya, Muhibbin (2003), menyatakan bahwa pada prinsipnya pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar peserta didik. Untuk melihat sejauh mana kemampuan hasil belajar yang dicapai oleh seseorang, maka perlu diadakan perbandingan dengan hasil belajar orang lain. Hasil belajar dapat dicapai oleh seseorang dikatakan lebih baik dari hasil belajar orang lain apabila hasil belajar seseorang itu lebih berarti dari pada hasil belajar orang yang di dasari pada hal kriteria yang sama. Dengan demikian hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai dari serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang mengakibatkan perubahan-perubahan atau kemahiran yang ada dalam dirinya. Hampir sebagian terbesar dari kegiatan atau prilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan peserta didik akan mata pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut di sekolah di lambangkan dengan angka -angka atau huruf-huruf.Menurut Slameto (2010), secara umum hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup:1) kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh.2) kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional dan bakat.3) kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan.Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki oleh pembelajar akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar.Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil belajar antara lain variasi dan derajat kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana lingkungan dan budaya belajar masyarakat. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar.

2.4 Sikap IlmiahMenurut Kartono (2012) istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut attitude sedangkan istilah attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni aptus yang berarti keadaan siap secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan. Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: kognitif, afektif, dan psikomotor. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai objek. fektif Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki seseorang atau penilaiannya terhadap suatu objek. Adapun komponen psikomotor adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek.Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan atau dengan perkataan lain kecenderungan individu untuk bertindak atau berperilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah. Sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA sering dikaitkan dengan sikap terhadap IPA. Keduanya saling berhubungan dan keduanya mempengaruhi perbuatan. Sikap positif terhadap pembelajaran IPA akan memberikan kontribusi tinggi dalam pembentukan sikap ilmiah peserta didik (Anwar, 2009).Menurut Harlen dalam Fakhruddin (2010) sikap ilmiah terdiri dari 9 aspek, yaitu : sikap ingin tahu, sikap ingin mendapat sesuatu yang baru, sikap kerja sama, sikap tidak putus asa, sikap tidak berprasangka, sikap jujur, sikap bertanggung jawab, sikap berfikir kritis, dan sikap kedisiplinan diri. Sikap ilmiah sangat penting dikembangkan dalam pembelajaran IPA untuk memupuk kecakapan-kecakapan hidup yang dibutuhkan peserta didik nantinya dalam kehidupannya. Menurut Kartono (2012), peserta didik yang mempunyai sikap ilmiah yang tinggi akan memiliki kelancaran dalam berpikir sehingga peserta didik akan termotivasi untuk selalu berprestasi dan memiliki komitmen yang kuat untuk mencapai keberhasilan dan keunggulan.

2.5 Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan2.5.1 Kelarutan Menurut Sudarmo (2014) kelarutan (solubility) suatu zat di dalam suatu pelarut menyatakan jumlah maksimum suatu zat yang dapat larut di dalam suatu pelarut. Satuan kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram/L atau mol/L. Besarnya kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:a) Jenis PelarutSenyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar, misalnya alkohol dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa non polar akan mudah larut dalam senyawa non polar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa polar umumnya tidak larut dalam senyawa nonpolar, misalnya alkohol tidak larut dalam minyak tanah.b) SuhuKelarutan zat padat dalam air semakin tinggi bila suhunya dinaikkan. Hal ini disebabkan adanya kalor yang akan mengakibatkan semakin renggangnya jarak antara molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antara molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh adanya pengaruh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air akan berkurang. Hal ini disebabkan suhu yang meningkat mengakibatkan gas yang terlarut di dalam air akan melepas meninggalkan air

2.5.2 Tetapan Hasil Kali KelarutanMenurut Sudarmo (2014) senyawa-senyawa ion yang terlarut di dalam air akan terurai menjadi partikel penyusunnya yang berupa ion positif dan ion negatif. Jika ke dalam larutan jenuh suatu senyawa ion ditambahkan padatan senyawa ion, padatan tersebut akan mengendap. Padatan yang tidak larut (endapan) ini tidak mengalami ionisasi. Jika kedalam sistem tersebut ditambahkan air, padatan tersebut akan segera larut dan terionisasi. Sebaliknya, jika air dalam larutan tersebut diuapkan, ion-ion akan segera mengkristal (menjadi padattan). Dalam peristiwa ini terjadi sistem kesetimbangan antara zat padat dengan ion-ionnya di dalam larutan.Jika garam AxBy dilarutkan dalam air, maka Ksp garam ini didefinisikan sebagai berikut:AmBn(s) mAn+(aq) + nBm-(aq)Ksp AmBn = [An+]m [Bm-]nContoh kesetimbangan Larutan jenuh Ag2CrO4Ag2CrO4(s) 2Ag+(aq) + CrO42-(aq)Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO42-]

2.5.3 Hubungan kelarutan dengan KspMenurut Sudarmo (2014) konsentrasi larutan jenuh senyawa ion AmBn sama dengan nilai kelarutan AmBn dalam satuan mol/liter. Senyawa AmBn yang terlarut akan mengalami ionisasi dalam sistem kesetimbangan:AmBn(s) mAn+(aq) + nBm-(aq)Nilai kelarutan dari senyawa AmBn sebesar s mol/L, di dalam reaksi kesetimbangan tersebut konsentrasi ion-ion An+ dan Bm- adalah:AmBn(s) mAn+(aq) + nBm-(aq)s mol/Lm s mol/L n s mol/Lsehingga tetapan hasil kali kelarutan AmBn adalah:Ksp AmBn = [An+]m [Bm-]n= (m s)m (n s)n= mm x nn (s)m+nJadi, untuk reaksi kesetimbangan:AmBn(s) mAn+(aq) + nBm-(aq)Ksp AmBn = mm x nn (s)m+nDengan s = kelarutan AmBn dalam satuan mol/LBerdasarkan nilai tersebut dapat ditentukan nilai kelarutannya sebagai berikut.

Nilai tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) suatu zat selalu tetap pada suhu tetap. Jika suhunya berubah, nilai Ksp juga akan mengalami perubahan.

2.5.4 Pengaruh ion senama terhadap kelarutanMenurut Utami (2009) suatu zat yang terlarut dalam suatu pelarut jika ditambahkan ion senama kelarutan zat tersebut akan semakin kecil. Semakin besar konsentrasi ion senama yang ditambahkan maka kelarutan akan semakin kecil. Penambahan ion senama tidak mempengaruhi harga tetapan hasil kali kelarutan, asalkan suhu tidak berubah. Sebagai contoh dalam larutan jenuh Ag2CrO4 terdapat kesetimbangan antara Ag2CrO4 padat dan ion-ion Ag+ dan ion CrO42-. Ag2CrO4 (s) Ag+ (aq) + CrO42- (aq)Penambahan larutan AgNO3 atau K2CrO4 akan memperbesar konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42- dalam larutan.AgNO3 (s) Ag+ (aq) + NO3- (aq)Ag2CrO4 (s) 2Ag+ (aq) + CrO42- (aq)Sesuai dengan azas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan, penambahan ion Ag+ atau ion CrO42- akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Akibat dari pergeseran itu, jumlah Ag2CrO4 yang larut akan berkurang sehingga kelarutan semakin kecil.

2.5.5 Hubungan Ksp dengan pHMenururt Sudarmo (2014) harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu basa yang sukar larut. Sebaliknya, harga Ksp suatu basa dapat digunakan untuk menentukan pH larutan.

2.5.6 Reaksi PengendapanMenurut Sudarmo (2014) nilai hasil kali kelarutan (Ksp) suatu senyawa ionik yang sukar larut dapat memberikan informasi tentang kelarutan senyawa tersebut dalam air. Semakin besar nilai Ksp suatu zat, maka senyawa tersebut semakin mudah larut. Nilai Ksp suatu zat dapat digunakan untuk memperkirakan terjadi atau tidaknya endapan AmBn dari larutan yang mengandung ion An+ dan Bm-, digunakan konsep hasil kali ion (Qsp):Qsp AmBn = [An+]m [Bm-]n Jika Qsp > Ksp maka akan terjadi endapan AmBn Jika Qsp = Ksp maka akan terjadi larutan jenuh AmBn Jika Qsp < Ksp maka belum terjadi larutan jenuh maupun endapan AmBn

8