BAB II LANDASAN TEORI · tentang pembelajaran adalah sesuatu yang secara sengaja atau tidak sengaja...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI · tentang pembelajaran adalah sesuatu yang secara sengaja atau tidak sengaja...
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pendidikan jasmani
Pendidikan Jasmani Kata fisik atau jasmani (physical) menunjukkan pada
tubuh atau badan (body). Kata fisik seringkali digunakan sebagai referensi dalam
berbagai karakteristik jasmaniah, seperti kekuatan fisik (physical strenght),
perkembangan fisik (physical development), kecakapan fisik (physical prowess),
kesehatan fisik (physical health). dan penampilan fisik (physical appearance). Kata
fisik dibedakan dengan jiwa atau fikiran (mind). Oleh karena itu, jika kata
pendidikan (education) ditambahkan dalam kata fisik, maka membentuk frase atau
susunan kata pendidikan fisik atau pendidikan jasmani (physical education), yakni
menunjukkan proses pendidikan tentang aktivitas-aktivitas yang mengembangkan
dan memelihara tubuh manusia. Menurut Dauer dan Pangrazi (1989),
mengemukakan: Pendidikan jasmani adalah fase dari program pendidikan
keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak,
untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan
jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan
dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani
merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional
dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan
afektif. Menurut Ateng (1993), mengemukakan : pendidikan jasmani merupakan
bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan
jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual
dan emosional.
Menurut Jesse Feiring Williams (1999); dalam Freeman, (2001),
pendidikan jasmani adalah sejumlah aktivitas jasmani manusiawi yang terpilih
sehingga dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Pengertian ini
didukung oleh adanya pemahaman bahwa: Manakalah pikiran mental dan tubuh
disebut sebagai dua unsure yang terpisah, pendidikan, pendidikan jasmani yang
menekankan pendidikan fisikal melalui pemahaman sisi kealamiahan fitrah
manusia ketika sisi keutuhan individu adalah suatu fakta yang tidak dapat
dipungkiri, pendidikan jasmani diartikan sebagai pendidikan melalui fisikal.
Pemahaman ini menunjukkan bahwa pendidikan jasmani juga terkait dengan
respon emosional, hubungan personal, perilaku kelompok, pembelajaran mental,
intelektual, emosional, dan estetika.
Pendidikan melalui fisikal maksudnya adalah pendidikan melalui
aktivitas fisikal (aktivitas jasmani), tujuannya mencakup semua aspek
perkembangan kependidikan, termasuk pertumbuhan mental, social siswa.
Manakala tubuh sedang ditingkatkan secara fisik, pikiran (mental) harus
dibelajarkan dan dikembangkan, dan selain itu perlu pula berdampak pada
perkembangan sosial, seperti belajar bekerjasama dengan siswa lain.
James A. Baley dan David A. Field (2001); dalam Freeman, (2001)
menekankan bahwa: pendidikan fisikal yang dimaksud adalah aktivitas jasmani
yang membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh. Lebih lanjut kedua ahli ini
menyebutkan bahwa: Pendidikan jasmani adalah suatu proses terjadinya adaptasi
dan pembelajaran secara organik, neuromuscular, intelektual, sosial, kultural,
emosional, dan estetika yang dihasilkan dari proses pemilihan berbagai aktivitas
jasmani.
Aktivitas jasmani yang dipilih disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai
dan kapabilitas siswa. Aktivitas fisikal yang dipilih ditekankan pada berbagai
aktivitas jasmani yang wajar, aktivitas jasmani yang membutuhkan sedikit
usaha sebagai aktivitas rekreasi dan atau aktivitas jasmani yang sangat
membutuhkan upaya keras seperti untuk kegiatan olahraga kepelatihan atau
prestasi.
Pendidikan jasmani memusatkan diri pada semua bentuk kegiatan aktivitas
jasmani yang mengaktifkan otot-otot besar (gross motor), memusatkan diri pada
gerak fisikal dalam permainan, olahraga, dan fungsi dasar tubuh manusia. Dengan
demikian, Freeman (2001:5) menyatakan pendidikan jasmani dapat dikategorikan
ke dalam tiga kelompok bagian, yaitu:
a. Pendidikan jasmani dilaksanakan melalui media fisikal, yaitu: beberapa
aktivitas fisikal atau beberapa tipe gerakan tubuh.
b. Aktivitas jasmani meskipun tidak selalu, tetapi secara umum mencakup
berbagai aktivitas gross motor dan keterampilan yang tidak selalu harus
didapat perbedaan yang mencolok.
c. Meskipun para siswa mendapat keuntungan dari proses aktivitas fisikal ini,
tetapi keuntungan bagi siswa tidak selalu harus berupa fisikal, non-fisikalpun
bisa diraih seperti: perkembangan intelektual, sosial, dan estetika, seperti
juga perkembangan kognitif dan afektif.
Secara utuh, pemahaman yang harus ditangkap adalah pendidikan jasmani
menggunakan media fisikal untuk mengembangkan kesejahteraan total setiap
orang. Karakteristik pendidikan jasmani seperti ini tidak terdapat pada
matapelajaran lain, karena hasil kependidikan dari pengalaman belajar fisikal
tidak terbatas hanya pada perkembangan tubuh saja. Konteks melalui aktivitas
jasmani yang dimaksud adalah konteks yang utuh menyangkut semua dimensi
tentang manusia, seperti halnya hubungan tubuh dan pikiran.
Tentu, pendidikan jasmani tidak hanya menyebabkan seseorang terdidik
fisiknya, tetapi juga semua aspek yang terkait dengan kesejahteraan total manusia,
seperti yang dimaksud dengan konsep, kebugaran jasmani sepanjang hayat.
Seperti diketahui, dimensi hubungan tubuh dan pikiran menekankan pada tiga
domain pendidikan, yaitu: psikomotor, afektif, dan kognitif. Beberapa ahli dalam
bidang pendidikan jasmani dan olahraga, Syer & Connolly (1984); Clancy
(2006); Begley (2007), menyebutkan hal senada bahwa: tubuh adalah tempat
bersemayamnya pikiran. Ada unsure kesatuan pemahaman antara tubuh dengan
pikiran.
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani
yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan
keterampilan motor, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif,
dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani,
psikomotorik, kognitif, dan afektif setiap siswa.
Hubungan Pendidikan Jasmani dengan Bermain dan Olahraga Dalam
memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan hubungan
antara bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu populer
dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut
akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi
pendidikan jasmani secara lebih konseptual. Bermain pada intinya adalah aktivitas
yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang
bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat
fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen
dari bermain dapat ditemukan di dalam keduanya.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan
bersifat kompetitif. Adapula pandangan memandang bahwa olahraga semata-mata
suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat
kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat
menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir,
kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan
hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang
terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau
dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat
diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang
terlibat.
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak
dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi
itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain,
karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah
hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam
hakikatnya. Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari
bermain maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak
juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-
katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan
kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan
penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan
olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan
ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk
tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa
adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan
kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut
athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut
sebagai olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk
kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi
keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif;
keduanya dapat dan harus beriringan bersama.
Persepsi yang sempit dan keliru terhadap pendidikan jasmani akan
mengakibatkan nilai-nilai luhur dan tujuan pendidikan yang terkandung di dalamnya
tidak akan pernah tercapai. Orientasi pembelajaran harus disesuaikan, dengan
perkembangan anak, isi dan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan
sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya
mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi perkembangan pribadi anak
seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan model pengajaran pendidikan
jasmani yang efektif perlu dipahami bagi orang yang hendak mengajar pendidikan
jasmani.
Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung
seumur hidup. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan yang diajarkan di
sekolah memiliki peranan penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas
jasmani, olahraga, dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis.
Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik
dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat
dan bugar sepanjang hayat. Sugiyanto dan Sujarwo, (2007).
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara
keseluruhan. Untuk hal itu, maka dalam pelaksanaan pendidikan jasmani harus
diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani
bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi (multiple
intellegences) siswa melalu aktivitas jasmani. Media yang digunakan dalam
aktivitas jasmani bisa melalui permainan, olahraga, dan lingkungan.
2. Hakekat pembelajaran
Dalam dunia pendidikan kita sering mengenal atau mendengar istilah
"pembelajaran". Pembelajaran tidak hanya berlaku dibangku sekolah saja, namun
diluar lingkungan sekolah, pembelajaranpun berlaku dalam hal apapun. Maka itu
pembelajaran sangat penting dalam kehidupan manusi. Dimana yang kita ketahui
tentang pembelajaran adalah sesuatu yang secara sengaja atau tidak sengaja yang
diperoleh dari pengalaman untuk perubahan segala tingkah laku kearah yang lebih
baik. Atau sebuah proses belajar dari pengalaman hidup yang berlaku untuk
perbaikan diri.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional
disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sudjana (2004:28)
“Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja
untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu
antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan
kegiatan membelajarkan”.
Definisi pembelajaran menurut Oemar Hamalik (2005: 57) adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran. Menurut B. S. Bloom dalam W.S. Wingkel (2007: 273-274),
mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar yaitu aspek
kognitif (ranah kognitif), aspek dinamik-afektif (ranah afektif), dan aspek sensorik-
motorik (ranah psikomotorik). Namun Bloom hanya merinci kategori jenis perilaku
pada ranah kognitif, sedangkan kategori jenis perilaku ranah afektif dan
psikomotorik dirinci oleh para pengikutnya. Menurut Ahmad Sudrajat (2008: 1),
menjelaskan teori Bloom bahwa ranah kognitif yaitu kawasan yang berkaitan
aspek-aspek intelektual atau berpikir/nalar. Ranah afektif yaitu kawasan yang
berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap
moral dan sebagainya. Dan ranah psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan
aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi system syaraf dan otot
(neuronmuscular system) dan fungsi psikis.
Dimyati dan Mudjiono (2009: 7) yang mengemukakan bahwa pembelajaran
adalah suatu persiapan yang dipersiapkan oleh guru guna menarik dan memberi
informasi kepada siswa, sehingga dengan persiapan yang dirancang oleh guru dapat
membantu siswa dalam menghadapi tujuan. Trianto (2010:17) “Pembelajaran
merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat
dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi
berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam
makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan
siswanya (mengarhkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam
rangkan mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam kegiatan pembelajaran, belajar dan mengajar keduanya saling terkait.
Kegiatan mengajar merupakan suatu kegiatan yang mengatur terciptanya suatu
lingkungan belajar, sehingga dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran
merupakan proses komunikasi antara guru dan peserta didik. Pembelajaran
merupakan usaha sadar guru untuk membantu peserta didik agar mereka dapat
belajar sesuai dengan kebutuhan.
Belajar mengajar adalah dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan diri
seseorang sebagai hasil dari proses belajar dan bukan suatu kebetulan. Perubahan
tersebut bisa dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, daya
kreasi, daya penerimaan dan aspek lain yang ada pada diri individu.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diidentifikasi ciri-ciri kegiatan
yang disebut belajar. Suparyanti (1992:3) menjelaskan sebagai berikut:
a) Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu
yang belajar, baik aktual maupun potensial.
b) Perubahan itu pada dasarnya berupa kemampuan baru, yang berlaku dalam
waktu yang relatif lama.
c) Perubahan itu terjadi karena usaha.
Saripudin (1992:77) mengemukakan, “Definisi belajar memusatkan
perhatian pada tiga hal yaitu: 1) belajar harus bersifat mengubah individu, 2)
perubahan itu merupakan hasil dari pengalaman, dan 3) perubahan itu terjadi dalam
perilaku individu yang memang mungkin.” Supandi (1991:7) menjelaskan tentang
hal-hal yang terkandung dalam belajar sebagai berikut: “Selalu mengandung
perubahan yang berurusan dengan pribadi, Perubahan itu terjadi pada perilaku
seseorang dan bertahan lama, serta upaya atau pengalaman yang disusun secara
sengaja dalam situasi dan tujuan tertentu.” Slameto (1995:2) menjelaskan, “Belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Selanjutnya Gagne yang dikutip
Dahar (1996:11) menyatakan, “Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses
dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.”
Kemudian Usman (1990:2) menyatakan, “Belajar diartikan sebagai perubahan
tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan
individu dan individu dengan lingkungannya.”
Berkaitan dengan belajar, Slameto (1995:3) menjelaskan tentang ciri-ciri
perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar yaitu “Perubahan terjadi secara
sadar, bersifat kontinyu, positif dan aktif, bersifat tetap serta mencakup seluruh
aspek tingkah laku.” Sedangkan Sukmadinata (1999:144) mengemukakan sebagai
berikut: Belajar sesuatu bidang pelajaran, minimal meliputi tiga proses. Pertama,
proses mendapatkan atau memperoleh informasi baru untuk melengkapi atau
menggantikan informasi yang telah dimiliki atau menyempurnakan pengetahuan
yang telah ada. Kedua, transformasi yaitu proses memanipulasi pengetahuan agar
sesuai dengan tugas yang baru. Ketiga, proses evaluasi untuk mengecek apakah
manipulasi sudah memadai untuk dapat menjalankan tugas mencapai sasaran.
Sama halnya dengan belajar, maka mengajar pun merupakan suatu proses,
yaitu proses mengatur, mengoorganisir lingkungan yang ada di sekitar siswa
sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa untuk melakukan proses
belajar. Pada tahap berikutnya, mengajar adalah suatu proses memberikan
bimbingan kepada siswa dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam
proses belajar sehingga siswa mengalami perubahan ke arah yang dikehendaki.
Sebagai suatu sistem, proses belajar mengajar memiliki sejumlah komponen
yang saling bergantung (interdependen) satu sama lain untuk mencapai tujuan, oleh
karena itu proses belajar mengajar senantiasa merupakan totalitas dari semua
komponen yang saling mendukung. Komponen-komponen tersebut yaitu: tujuan,
bahan, metode, alat serta penilaian. Keempat komponen tersebut tidak berdiri
sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi (interelasi).
Stiles dalam Mudyahardjo (1998) mengemukakan, “Definisi lama tentang
pengajaran (instruction) dalam kaitannya dengan pendidikan ditekankan pada proses
penyampaian pengetahuan atau keterampilan kepada siswa.” Kamus umum bahasa
Indonesia memberikan batasan pengajaran sebagai “Proses penyampaian
pengetahuan atau keterampilan kepada siswa, terutama dengan mempergunakan
metode yang sistematis.”
Henderson dalam Mudyahardjo (1998) menjelaskan, “Pengajaran merupakan
bentuk pendidikan khusus yang bertujuan membantu siswa mendapatkan
pengetahuan dan pengembangan intelegensi.” Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pengajaran adalah salah satu bentuk pendidikan yang diberikan oleh pendidik
terhadap peserta didik berupa pengetahuan dan keterampilan.
Mengajar sering diartikan sebagai usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh
guru dalam rangka meningkatkan atau mengembangkan pengetahuan, pengertian,
pemahaman, sikap dan keterampilan murid melalui proses pengajaran (mendidik,
membina dan mengarahkan / dengan menggunakan berbagai metode pengajaran)
untuk mencapai tujuan-tujuan pengajaran.
Berkaitan dengan pengajaran, maka dalam bahasan berikut akan dijelaskan
mengenai pengertian dan karakteristik mengajar oleh beberapa ahli pendidikan.
Chauhan dalam Mudyahardjo (1998) menyatakan: Karakteristik mengajar
(teaching) meliputi sebagai berikut:
a) Mengajar adalah komunikasi antara dua orang atau lebih yang saling memberi
pengaruh melalui gagasan-gagasan mereka dan belajar sesuatu dalam interaksi
tersebut.
b) Mengajar adalah mengisi pikiran siswa dengan informasi dan pengetahuan
tentang fakta untuk dapat mereka gunakan di masa yang akan datang.
c) Mengajar adalah suatu proses dimana pelajar, guru, kurikulum dan variable-
variabel lainnya diorganisasi dalam suatu cara yang sistematis untuk mencapai
sesuatu tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu.
d) d. Mengajar adalah menimbulkan motivasi untuk belajar.
Gazali dan Queljy dalam Roestiyah (1992) menjelaskan, “Mengajar adalah
menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat.”
Howard dalam Roestiyah (1992) menyatakan, “Mengajar adalah suatu aktivitas
untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, merubah
atau mengembangkan skill, attitudes, ideals, appreciations dan knowledge.”
Kemudian Mc Intyre dalam Roestiyah (1992) menjelaskan, “Mengajar adalah
aktivitas yang unik.” Berdasar pada beberapa penjelasan mengenai batasan mengajar
maka dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan suatu aktivitas penyampaian
pengetahuan dan informasi dari pendidik terhadap terdidik melalui interaksi dan
komunikasi untuk mencapai tujuan.
Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika padanya terjadi perubahan
tertentu, misalnya dari tidak dapat menghitung menjadi dapat menghitung, dari tidak
tahu tata krama menjadi tahu tata krama dan sopan santun. Namun tidak semua
perubahan yang terjadi tersebut disebabkan karena seseorang telah belajar, misalnya
bayi yang sebelumnya tidak dapat memegang benda lalu dapat memegang benda
dan anak yang sebelumnya tidak dapat duduk lalu dapat duduk. Perubahan-
perubahan tersebut terjadi karena kematangan (maturition).
Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dalam rangka mencapai
tujuan berupa perubahan tingkah laku yang menetap melalui latihan dan
pengalaman.
3. Hakekat Sepakbola
Sepak bola adalah permainan beregu yang dimainkan oleh dua buah regu
terdiri dari sebelas orang pemain termasuk seorang penjaga gawang. Hampir
seluruh permainan dilakukan keterampilan mengolah bola dengan kaki, kecuali
penjaga gawang dalam memainkan bola bebas menggunakan seluruh badannya
atau anggota badanya dengan kaki atau tangannya. Soekamtasi, ( 1991:12)
Sepakbola merupakan salah satu jenis permainan yang memiliki prinsip yang
sederhana, yaitu berusaha memasukkan bola kegawang lawannya sebanyak
mungkin dan berusaha menggagalkan serangan lawan untuk melindungi atau
menjaga agar gawangnya tidak kemasukan bola. Menurut Muhajir (2004),
mengemukakan Sepakbola adalah suatu permainan yang dilakukan dengan
menyepak bola, yang mempunyai tujuan untuk memasukan bola ke gawang lawan
dan mempertahankan gawang tersebut agar tidak kemasukan bola.
Permainan sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang
digemari masyarakat Indonesia dan banyak dimainkan oleh seluruh lapisan
masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dan orang tua. Selain itu, olahraga
sepakbola juga banyak dimainkan oleh kaum perempuan baik di luar negeri
maupun dalam negeri. Permainan sepakbola sudah sangat memasyarakat, sehingga
tidak heran kalau setiap sore hari banyak ditemui anak-anak, remaja, dan dewasa
bermain bola di lapangan sepakbola maupun tanah-tanah kosong.
Sepakbola merupakan salah satu olahraga permainan bola besar. Menurut
Sukrisno, dkk, (2007), sepakbola dimainkan oleh dua regu yang masing-masing
regu terdiri atas sebelas orang. Permainan sepakbola bertujuan untuk memasukkan
bola ke gawang lawan. Regu yang lebih banyak memasukkan bola ke gawang
lawan menjadi pemenangnya.
Menurut muhajir (2007), “Sepakbola adalah suatu permainan yang
dilakukan dengan jalan menyepak, yang mempunyai tujuan untuk memasukkan
bola kegawang lawan dengan mempertahankan gawang tersebut agar tidak
kemasukan bola”. Menurut Luxbacher (2008) menyatakan bahwa pertandingan
sepakbola dimainkan oleh dua tim yang masing-masing beranggotakan 11 orang.
Masing-masing tim mempertahankan gawang dan berusaha menjebol gawang
lawan. Didalam memainkan bola setiap pemaindibolehkan menggunakan seluruh
anggota badan kecuali lengan, hanya penjaga gawang diperbolehkan memainkan
bola dengan kaki dan lengan. Sepakbola hamper seluruhnya menggunakan
kemahiran kaki, kecuali penjaga gawang yang bebas menggunakan anggota tubuh
manapun.
Jumlah pemain dalam permainan sepakbola adalah sebelas orang.
Pertandingan dilakukan 2 x 45 menit, permainan ini dipimpin oleh satu orang
wasit dan dua orang penjaga garis. Bentuk lapangan sepakbola adalah persegi
panjang. Dalam peraturan yang sesungguhnya, lapangan standar sepakbola
berukuran panjang 100-110 meter, lebar 64-78 meter. Lapangan juga dilengkapi
dengan dua gawang di kedua sisi lebarnya. Namun, untuk keperluan
pembelajaran sepakbola di sekolah dapat menggunakan halaman sekolah. Luas
lapangan dapat disesuaikan dengan keadaan di sekolah.
Selain itu, menurut Baskoro Nugroho (2009:) untuk dapat menghasilkan
permainan sepakbola yang optimal, maka seorang pemain harus dapat menguasai
teknik-teknik dalam permainan sepakbola. Teknik dasar bermain sepakbola adalah
merupakan kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan atau mengerjakan
sesuatu yang terlepas sama sekali dari permainan sepakbola. Adapun mengenai
teknik dasar sepakbola sebagai berikut :
Menurut Sucipto, dkk. (2000: 17) teknik dasar dalam permainan
sepakbola adalah sebagai berikut:
a) Menendang (kicking)
Bertujuan untuk mengumpan, menembak ke gawang dan menyapu untuk
menggagalkan serangan lawan. Beberapa macam tendangan, yaitu menendang
dengan menggunakan kaki bagian dalam, kaki bagian luar, punggung kaki
dan punggung kaki bagian dalam.
b) Menghentikan (stoping)
Bertujuan untuk mengontrol bola. Beberapa macamnya yaitu
menghentikan bola dengan kaki bagian dalam, menghentikan bola dengan
telapak kaki, menghentikan bola dengan menghentikan bola dengan paha dan
menghentikan bola dengan dada.
c) Menggiring (dribbling)
Bertujuan untuk mendekati jarak kesasaran untuk melewati lawan, dan
menghambat permainan. Beberapa macamnya, yaitu menggiring bola dengan
kaki bagian luar, kaki bagian dalam dan dengan punggung kaki.
d) Menyundul (heading)
Bertujuan untuk mengumpan, mencetak gol dan mematahkan serangan lawan.
Beberapa macam, yaitu menyundul bola sambil berdiri dan sambil melompat.
e) Merampas (tackling)
Bertujuan untuk merebut bola dari lawan. Merampas bola bisa dilakukan dengan
sambil berdiri dan sambil meluncur.
f) Lempar ke dalam (throw-in)
Lemparan kedalam dapat dilakukan dengan awalan ataupun tanpa awalan.
g) Menjaga gawang (kiper)
Menjaga gawang merupakan pertahanan terakhir dalam permainan
sepakbola. Teknik menjaga gawang meliputi menangkap bola, melempar bola,
menendang bola.
Adapun pembagian teknik dasar bermain sepakbola menurut Soekatamsi
(2001: 17) terdiri dari dua macam yaitu:
1) Teknik gerakan tanpa bola yang meliputi:
a) Melompat dan meloncat
b) Bertumpu tanpa bola / gerakan tipu
c) Lari dan mengubah arah
2) Teknik gerakan dengan bola yang meliputi:
a) Menendang bola
b) Menerima / mengontrol bola
c) Menyundul bola
d) Gerak tipu dengan bola
e) Merebut bola
f) Menggiring bola
g) Merampas dan merebut bola
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam penulisan tesis ini calon
peneliti mengambil salah satu teknik dasar sepakbola yaitu; Menendang bola
(kicking). Menurut Sucipto, dkk (2000: 17) “ menendang bola merupakan salah
satu karakteristik pemain sepakbola yang paling dominan”. Menendang bola
paling banyak dilakukan dalam permainan sepakbol bila dibandingkan dengan
teknik lain, maka wajarlah bila dalam setiap latihan banyak diajarkan teknik
menendang bola. Menurut Arma Abdoellah, (1981: 421) menendang bola
berfungsi untuk: memberikan (passing) bola,menembak (shooting) bola
kegawang, membersihkan (clearing) dan tendangan-tendangan khusus. Dilihat
dari perkenaan kaki kebola, menendang dibedakan beberapa macam. Teknik
dasar pasing bola ada tiga cara. Menurut Roji (2007: 3) cara pasing bola ada tiga
cara meliputi:
a) Pasing bola dengan kaki bagian dalam
Menurut Roji (2007: 3), cara melakukan teknik dasar pasing bola
menggunakan kaki bagian dalam yaitu:
1. Diawali dengan sikap berdiri menghadap arah gerakan.
2. Letakkan kaki tumpu di samping bola dengan sikap lutut agak tertekuk
dan bahu menghadap gerakan.
3. Siakp kedua lengan di samping badan agak terentang.
4. Pergelangan kaki yang akan digunakan menendang diputar ke luar dan
dikunci.
5. Penendang terpusat pada bola
6. Tarik kaki yang akan digunakan menendang ke belakang lalu ayun ke
depan kea rah bola
7. Perkenaan kaki pada bola tepat pada tengah-tengah bola
8. Pindahkan berat badan ke depan mengikuti arah gerakan.
Gambar 2.1. Pasing bola menggunakan kaki bagian dalam (Roji, 2007: 3)
b) Pasing bola dengan kaki bagian luar
Menurut Roji (2007: 3), cara melakukan teknik dasar pasing bola
menggunakan kaki bagian dalam yaitu:
1. Diawali dengan sikap berdiri menghadap arah gerakan.
2. Letakkan kaki tumpu di samping bola.
3. Siakp kedua lengan di samping badan agak terentang.
4. Pergelangan kaki yang akan digunakan menendang diputar ke dalam dan
dikunci.
5. Penendang terpusat pada bola
6. Tarik kaki yang akan digunakan menendang ke belakang lalu ayun ke
depan ke arah bola bersama kaki diputar ke arah dalam.
7. Perkenaan kaki pada bola tepat pada tengah-tengah bola
8. Pindahkan berat badan ke depan mengikuti arah gerakan.
Gambar 2.2 Pasing bola menggunakan kaki bagian luar: Roji, (2007: 3)
c) Pasing bola dengan punggung kaki
Menurut Roji (2007:3), cara melakukan teknik dasar pasing bola
menggunakan kaki bagian dalam yaitu:
1. Diawali dengan sikap berdiri menghadap arah gerakan.
2. Letakkan kaki tumpu di samping bola, sikap lutut agak tertekuk.
3. Siakp kedua lengan di samping badan agak terentang.
4. Pergelangan kaki yang akan digunakan menendang ditekuk ke bawah dan
dikunci.
5. Penendang terpusat pada bola
6. Tarik kaki yang akan digunakan menendang ke belakang lalu ayun ke
depan ke arah bola bersama kaki diputar ke arah dalam.
7. Perkenaan kaki pada bola tepat pada tengah-tengah bola
8. Pindahkan berat badan ke depan mengikuti arah gerakan.
Gambar 2.3. Pasing bola menggunakan punggung kaki (Roji, 2007: 3)
4. Model Pembelajaran
Istilah model pembelajaran sangat dekat dengan pengertian strategi
pembelajaran dan dibedakan dari istilah strategi, pendekatan dan metode
pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas
daripada suatu strategi, metode, dan teknik. Sedangkan istilah “strategi “ awal
mulanya dikenal dalam dunia militer terutama terkait dengan perang atau dunia olah
raga, namun demikian makna tersebut meluas tidak hanya ada pada dunia militer
atau olahraga saja akan tetapi bidang ekonomi, sosial, pendidikan.
. Model pembelajaran adalah salah satu komponen mutlak dalam
menciptakan suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif serta membahagiakan
(PAIKEM). Model pembelajaran yang hebat serta variatif bakal berimplikasi pada
ketertarikan maupun motivasi peserta didik dalam mengikuti proses belajar
membimbing di kelas. Dengan penerapan kurikulum serta tuntutan untuk
mengembangkan model pembelajaran kreatif maka Guru wajib pula sanggup
mengikuti tuntutan perkembangan dunia pendidikan terkini. Guru wajib berani
berinovasi serta beradaptasi dengan metode pembelajaran PAIKEM semacam
Talking Stick, Example non Example, Think Pair Bagikan serta tak hanya terpaku
pada Metode Ceramah saja. Untuk memperjelas mengapa model pembelajaran
butuh dikembangkan dengan cara berkesinambungan, kami wajib kembali pada arti
model pembelajaran dengan cara umum.
Menurut Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega (1990)
mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model
interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik;
dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan
istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Menurut Toeti Soekamto dan Winataputra (1995:78) mendefinisikan ‘model
pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
belajar mengajar.
Menurut E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang
dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran
(Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning);
(4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul
(Modular Instruction).
Menurut Slavin (2010), model pembelajaran adalah suatu acuan kepada
suatu pendekatan pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan
sistem pengelolaanya. Sedangkan menurut Trianto (2009) model pembelajaran
merupakan pendekatan yang luas dan menyeluruh serta dapat diklasifikasikan
berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat lingkungan
belajarnya. Menurut Agus Suprijono (2009: 46) model pembelajaran ialah pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merancang dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar Udin
Saripudin Winataputra,(1997:78).
Model Pembelajaran Penjas Model pembelajaran (models of teaching) dalam
konteks pendidikan jasmani lebih banyak berkembang berdasarkan orientasi dan
model kurikulumnya. Dalam hal ini, model pembelajaran lebih sering dilihat sebagai
pilihan guru untuk melihat manfaat dari pendidikan jasmani terhadap siswa, atau
lebih sering disebut sebagai orientasi. Di bawah ini diuraikan beberapa model
pembelajaran, sebatas untuk dipahami perbedaan antara satu dengan lainnya yaitu :
a. Model Pendidikan Gerak (Movement Education)
Pendidikan gerak atau movement education, menekankan kurikulumnya
pada penguasaan konsep gerak. Di Amerika Serikat, program pendidikan gerak
mulai berkembang sejak tahun 1960-an, yang pelaksanaannya didasarkan pada
karya Rudolph Laban. Kerangka kerja program Laban ini meliputi konsep
kesadaran tubuh (apa yang dilakukan tubuh), konsep usaha (bagaimana tubuh
bergerak), konsep ruang (di mana tubuh bergerak), dan konsep keterhubungan
(hubungan apa yang terjadi). Masing-masing konsep tersebut, merupakan
panduan untuk dimanfaatkan manakala anak harus bergerak, sehingga gerakan
anak bermakna dalam keseluruhan konsep tersebut. Dari setiap aspek gerak di
atas, tujuan dan kegiatan belajar dirancang dengan memanfaatkan pendekatan
gaya mengajar pemecahan masalah, penemuan terbimbing, dan eksploratori
Steinhardt (1992), mengutip Nichols, telah mengusulkan suatu kurikulum
terpadu (integrated curriculum) yang mengajarkan pada siswa hubungan antara
gerak yang dipelajari dengan berbagai kegiatan pendidikan jasmani. Dalam
pengembangan kurikulum pendidikan gerak, keseluruhan konsep itu
dimanfaatkan dan dielaborasi, serta menjadi wahana bagi anak untuk
mengeksplorasi kemampuan geraknya. Termasuk, jika ke dalam kurikulum
tersebut dimasukkan beberapa orientasi kecabangan olahraga seperti senam atau
permainan, bahkan dansa sekalipun. Di bawah ini akan diuraikan ruang lingkup
kurikulum pendidikan gerak yang diorientasikan melalui permainan
kependidikan dan senam kependidikan.
Jewet dan Bain (1985) menyatakan bahwa model pendidikan gerak telah
dikritik dalam hal tidak ditemukannya klaim tentang transfer belajar‖ dan juga
mengakibatkan menurunnya waktu aktif bergerak yang disebabkan oleh
penekanan berlebihan pada pengajaran konsep gerak. Kritik lain telah
mengajukan lemahnya bukti empiris untuk mendukung praktek penggunaan
gaya pengajaran penemuan untuk mengajarkan keterampilan berolahraga
Siedentop, (1980).
b. Model Pendidikan Kebugaran (Fitness Education)
Salah satu literatur yang banyak membahas tentang pendidikan Jasmani
orientasi model kebugaran adalah Physical Education for Lifelong Fitness
(AAHPERD). Buku ini mendeskripsikan model pembelajaran pendidikan
jasmani dari perspektif health-related fitness education Steinhard, (1992). Model
ini memiliki pandangan bahwa para siswa dapat membangun tubuh yang sehat
dan memiliki gaya hidup aktif dengan cara melakukan aktivitas fisik dalam
kehidupan sehari-harinya. Namun kenyataan tersebut tidak mungkin dicapai
tanpa adanya usaha karena sebagian besar anak dan remaja tidak memiliki
kebiasaan hidup aktif secara teratur dan aktivitas fisiknya menurun secara drastis
setelah dewasa. Untuk itu, program penjas di sekolah harus membantu para
siswa untuk tetap aktif sepanjang hidupnya. Kesempatan membantu para siswa
untuk tetap aktif sepanjang hidupnya menurut model ini masih tetap terbuka
sepanjang merujuk pada alasan individu melakukan aktivitas fisik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa alasan individu
melakukan aktivitas fisik adalah (1) aktivitas fisik meyenangkan, (2) dapat
dilakukan rame-rame, (3) dapat meningkatkan keterampilan, (4) dapat
memelihara bentuk tubuh, dan (5) nampak lebih baik. Beberapa alasan individu
melakukan aktivitas fisik tersebut harus menjadi dasar dalam menerapkan model
kebugaran ini.
c. Model Pendidikan Olahraga (Sport Education)
Sport education yang sebelumnya diberi nama play education Jewett dan
Bain (1985) dikembangkan oleh Siedentop (1995). Model ini berorientasi pada
nilai rujukan Disciplinary Mastery (penguasaan materi), dan merujuk pada
model kurikulum Sport Socialization. Siedentop banyak membahas model ini
dalam bukunya yang berjudul Quality PE Through Positive Sport Experiences:
Sport Education. Beliau mengatakan bahwa bukunya merupakan model
kurikulum dalam pembelajaran penjas. Inspirasi yang melandasi munculnya
model ini terkait dengan kenyataan bahwa olahraga merupakan salah satu materi
penjas yang banyak digunakan oleh para guru penjas dan siswapun senang
melakukannya, namun di sisi lain ia melihat bahwa pembelajaran olahraga
dalam konteks penjas sering tidak lengkap dan tidak sesuai diberikan kepada
siswa karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering terabaikan.
Para guru lebih senang mengajarkan teknik-teknik olahraga yang sering
terpisah dari suasana permainan sebenarnya. Atau, jika pun melakukan
permainan, permainan tersebut lebih sering tidak sesuai dengan tingkat
kemampuan anak sehingga kehilangan nilai-nilai keolahragaannya. Akibatnya,
pelajaran permainan itupun tidak memberikan pengalaman yang lengkap pada
anak dalam berolahraga. Dalam pandangan Siedentop, pembelajaran demikian
tidak sesuai dengan konsep praktek yang seirama dengan perkembangan
(developmentally appropriate practices/DAP). Bahkan dalam kenyataannya,
untuk sebagian besar siswa, cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang
melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai.
Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan
pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.
d. Model Pendekatan Taktis
Pendekatan taktik bermain membantu memikirkan guru untuk menguji
kembali pandangan filosofis mereka pada pendidikan bermain. Model mengajar
ini memungkinkan siswa untuk menyadari keterkaitan antara bermain dan
peningkatan penampilan bermain mereka. Subroto (2001 : 4) menjelaskan
tentang tujuan pendekatan taktis secara spesifik yaitu untuk meningkatkan
kesadaran siswa tentang konsep bermain melalui penerapan teknik yang tepat
sesuai dengan masalah atau situasi dalam permainan.
e. Model pembelajaran inkuiri
Model pembelajaran inkuiri diciptakan oleh Suchman (1962) dengan
alasan ingin memberikan perhatian dalam membantu siswa menyelidiki secara
independen, namun dalam suatu cara yang teratur. Ia menginginkan agar siswa
menanyakan mengapa sesuatu peristiwa itu terjadi, memperoleh dan mengolah
data secara logis, dan agar siswa mengembangkan strategi intelektual mereka
untuk mendapatkan sesuatu yang baru. Inkuiri adalah suatu pencarian makna
yang mensyaratkan seseorang untuk melakukan sejumlah operasi intektual untuk
menciptakan pengalaman. Pada prinsipnya model inkuiri merupakan model yang
menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa di samping juga pada guru,
dan yang terutama dalam model inkuiri adalah siswa didorong untuk terlibat
secara aktif dalam menyelesaikan suatu topik permasalahan hingga sampai pada
suatu kesimpulan. Latihan inkuiri dapat diberikan pada setiap tingkatan umur
(mulai dari Taman Kanak-kanak dan seterusnya), namun tentunya dengan
tingkat kesulitan masalah yang berbeda.
Selain itu Metzler (2000:333) juga mengemukakan pendapatnya
bahwa: “The inquiry model can be effective at all grades if the levels of
cognitive and psychomotor problems given to student match their developmental
readiness.” Maksudnya adalah model inkuiri bisa efektif untuk seluruh
tingkatan kelas seandainya tingkat permasalahan kognitif dan psikomotor yang
diberikan pada siswa sesuai dengan kesiapan perkembangannya. Masih menurut
pendapat Metzler (2000:312) bahwa: “Inquiry teaching model is used in many
schools in the United States and abroad, most often at the elementary
grades.” Jadi model pembelajaran inkuiri ini digunakan oleh banyak sekolah di
Amerika Serikat dan negara lainnya pada tingkat SD.
Dari pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
dengan model inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam
proses ilmiah dengan waktu yang relatif singkat. Inkuiri tidak hanya
mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada,
termasuk pengembangan emosional.
5. Pembelajaran kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah salahsatu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktvis. Model pembelajaran kooperratif merupakan
strategi belajar dengan jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tiingkat
kemampuannya berbada. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota
kelompok harrus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi
pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar belum dikatakan selesai jika salah
satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Hal tersebut ssesuai
ddengan pendapat Eggen dan Kauchak dalam trianto, (2007:42) yang menyatakan
bahwa “model pembelajran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berklaborasi untuk mencapai
tujuan bersama”.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur
kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009)
mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara
pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi
dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009) menyatakan pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling
tolong-menolong dalam perilaku sosial.
Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja
kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih
diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-
pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk
membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya
menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar Sugiyanto, (2010: 37). Anita Lie
(2007: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak
sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsure dasar
pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan
menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif. Johnson (Anita Lie,2007: 30)
mengemukakan dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsure yaitu:
saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka,
komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Pembelajaran kooperatif
(Cooperative learning) adalah model pembelajaran yang menekankan pada saling
ketergantungan positif antar individu siswa, adanya tanggung jawab perseorangan,
tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok (Arif
Rohman, 2009: 186). Cooperative learning menurut Slavin (2005: 4-8) merujuk
pada berbagai macam model pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis
kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama
lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa
diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi
untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan
dalam pemahaman masing-masing. Cooperative learning lebih dari sekedar belajar
kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan
tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara
terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif antara
anggota kelompok.
Anita Lie Agus Suprijono, (2009: 56) menguraikan model pembelajaran
kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan
teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci seseorang dapat menempatkan
dirinya di lingkungan sekitar.
Slavin (Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods, students work
together in four member teams to master material initially presented by the
teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-
kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang
peserta didik lebih bergairah dalam belajar. Dari beberapa pengertian menurut para
ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam
bentuk kelompok-kelompok kecil yang anggotanya bersifat heterogen. Saling
bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan”.
a. Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Numbered Head Together (NHT)
Pembelajarn Kooperatif Numbered Heads Together merupakan salah
satu jenis pembelajaran kooperatif yang tergolong dalam metode struktural.
Metode struktural merupakan metode yang dikembangkan oleh Spencer Kagan
dan kawan-kawannya. Meskipun mempunyai kesamaan dengan metode lainnya,
metode struktural menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang
untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Struktur-struktur Kagan
menghendaki agar para siswa bekerja sama saling ketergantungan pada
kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Ada struktur yang mempunyai
tujuan umum (goal) untuk meningkatkan penguasaan akademik dan ada pula
struktur yang tujuannya untuk mengajarkan ketrampilan social. Think-Pair-
Share dan Numbered Heads Together adalah struktur yang dapat digunakan
untuk meningkatkan penguasaan akademik, sedangkan Time Token dan Active
Listening adalah struktur yang digunakan untuk mengajarkan ketrampilan sosial
Nurhadi dkk, (2004:66).
Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih
mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan
melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di
depan kelas Rahayu, (2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan
dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif
struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar
para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara
kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur
kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian
ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana
seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling
berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti
Tryana, (2008).
Numbered Heads Together adalah struktur yang melibatkan lebih banyak
siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Model ini
memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih
banyak berpikir, menjawab, dan saling membantu sama lain. Menurut Nurhadi
dkk (2004:67), pembelajaran model Numbered Heads Togethermemuat langkah-
langkah sebagai berikut.
Pertama: Numbering (penomoran); Guru membagi siswa ke dalam kelompok
yang beranggotakan 3 sampai 5 siswa dan kepada masing-masing
siswa diberi nomor 1 sampai 5 (jika anggota kelompok 5 siswa)
Kedua : Questioning (mengajukan pertanyaan); Guru mengajukan pertanyaan
kepada siswa, pertanyaan di sini berupa lembar masalah yang
berhubungan dengan bahasan. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang
bersifat spesifik sampai pada hal yang bersifat umum. Kemudian
siswa diarahkan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan
berdiskusi bersama anggota kelompoknya.
Ketiga : Heads together (berpikir bersama); Para siswa berpikir bersama dan
menyatukan pendapat untuk menggambarkan dan meyakinkan
bahwa tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tersebut.
Keempat: Answering (menjawab); Guru memanggil suatu nomor tertentu,
kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya
mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Kemudian
guru bertanya siswa yang bernomor sama pada kelompok lain untuk
menanggapi jawaban tersebut.
b. Pelaksanaan Metode Numbered Head Together (NHT) Dalam Pembelajaran
Teknik Pasing Sepakbola
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk
meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen
dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka
terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural : Bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman: Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-
temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social : Bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja
dalam kelompok dan sebagainya. Pelaksanaan pembelajaran pasing sepakbola
dengan metode Number Head Togeder (NHT) yaitu : guru menjelaskan teknik
pasing kepada siswa dari sikap awal hingga sikap akhir serta
mendemonstrasikannya, setelah siswa paham akan teknik pasing sepakbola
maka guru akan melanjutkan melakukan pembelajaran kooperattif dengan
metode Numbered Head Togeder (NHT). Selanjutnya bentuk dan model
pembelajaran kooperatif dengan metode Numbered Head Togeder (NHT) pada
pembelajaran pasing sepakbola.
1. Pada gambar dibawah ini masing-masing siswa dalam setiap kelompok akan
berdiskusi dan membagi dalam 2 pasangan dengan mengambil nomor undian
yang mendapatkan no ganjil akan berpasangan dengan no ganjil begitu juga
dengan no genap. untuk dapat melakukan pasing dengan menggunakan kaki
bagian dalam, luar dan punggung kaki secara bergantian dengan tujuan bola
yang dipasing kepada teman dapat melewati dari tenga kedua bendera yang
tampak separti gawang kecil dengan jarak antara kedua siswa ± 10 m.
Gambar 2.4. Pasing dua orang (Sukatamsi, 1985)
2. Setiap kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa akan bekerja sama dalam
melakukan pasing melewati sebuah gawang kecil yang dipasang berbeda
ukuran di antara jara A ke B, B ke C, C ke D dan D ke A. seperti yang tertera
pada ggambar model pertama dengan wujud kompetisi antar kelompok
dengan waktu yang ditentukan sesua jenis kelamin.
Gambar 2.5. Pasing empat orang (Sukatamsi, 1985)
pasing kepada siswa dari sikap awal hingga sikap akhir serta
mendemonstrasikannya, setelah siswa paham akan teknik pasing sepakbola
maka guru akan melanjutkan melakukan pembelajaran kooperattif dengan
metode Numbered Head Togeder (NHT). Selanjutnya bentuk dan model
pembelajaran kooperatif dengan metode Numbered Head Togeder (NHT) pada
pembelajaran pasing sepakbola.
1. Pada gambar dibawah ini masing-masing siswa dalam setiap kelompok akan
berdiskusi dan membagi dalam 2 pasangan dengan mengambil nomor undian
yang mendapatkan no ganjil akan berpasangan dengan no ganjil begitu juga
dengan no genap. untuk dapat melakukan pasing dengan menggunakan kaki
bagian dalam, luar dan punggung kaki secara bergantian dengan tujuan bola
yang dipasing kepada teman dapat melewati dari tenga kedua bendera yang
tampak separti gawang kecil dengan jarak antara kedua siswa ± 10 m.
Gambar 2.4. Pasing dua orang (Sukatamsi, 1985)
2. Setiap kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa akan bekerja sama dalam
melakukan pasing melewati sebuah gawang kecil yang dipasang berbeda
ukuran di antara jara A ke B, B ke C, C ke D dan D ke A. seperti yang tertera
pada ggambar model pertama dengan wujud kompetisi antar kelompok
dengan waktu yang ditentukan sesua jenis kelamin.
Gambar 2.5. Pasing empat orang (Sukatamsi, 1985)
pasing kepada siswa dari sikap awal hingga sikap akhir serta
mendemonstrasikannya, setelah siswa paham akan teknik pasing sepakbola
maka guru akan melanjutkan melakukan pembelajaran kooperattif dengan
metode Numbered Head Togeder (NHT). Selanjutnya bentuk dan model
pembelajaran kooperatif dengan metode Numbered Head Togeder (NHT) pada
pembelajaran pasing sepakbola.
1. Pada gambar dibawah ini masing-masing siswa dalam setiap kelompok akan
berdiskusi dan membagi dalam 2 pasangan dengan mengambil nomor undian
yang mendapatkan no ganjil akan berpasangan dengan no ganjil begitu juga
dengan no genap. untuk dapat melakukan pasing dengan menggunakan kaki
bagian dalam, luar dan punggung kaki secara bergantian dengan tujuan bola
yang dipasing kepada teman dapat melewati dari tenga kedua bendera yang
tampak separti gawang kecil dengan jarak antara kedua siswa ± 10 m.
Gambar 2.4. Pasing dua orang (Sukatamsi, 1985)
2. Setiap kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa akan bekerja sama dalam
melakukan pasing melewati sebuah gawang kecil yang dipasang berbeda
ukuran di antara jara A ke B, B ke C, C ke D dan D ke A. seperti yang tertera
pada ggambar model pertama dengan wujud kompetisi antar kelompok
dengan waktu yang ditentukan sesua jenis kelamin.
Gambar 2.5. Pasing empat orang (Sukatamsi, 1985)
3. Setiap kelompok bekerja sama dalam melakukan pasing melewati gawang
kecil dan berlari berpindah tempat berlawanan dengan arah bola, di antara
jara A ke B, B ke C, C ke D dan D ke A. seperti yang tertera pada gambar
model pertama dengan keadaan berlari dan berrtukar tempat
Gambar 2.6. pasing empat orang dengan berpindah tempat
(Sukatamsi, 1985)
4. Setiap kelompok terdiri dari 4 orang melakukan pasing empat dengan
berlari berpindah tempat. Operan pertama akan dilakukan oleh siswa yang
mendapatkan nomor undian 1 dan setelah menendang maka siswa tersebut
akan berlari melewati temannya dan berdiri di tempat yang telah ditentukan
untuk menerima bola.
Gambar 2.7 pasing berpindah tempat ke depan (Sukatamsi, 1985)
c. Umpan Balik (Feedback) Dalam PembelajaranFeed Back (umpan balik) dan Reinforcement (penguatan) kadang-kadang
dipahami sebagai dua istilah yang sama pengertiannya. Reinforcement berarti
kondisi, jika diikuti oleh suatu respons, meningkatkan peluang bahwa respons
akan terjadi manakala rangsangan yang sama diberikan. Pada suatu saat,
pemberian hadiah atau hukuman terhadap seorang siswa atau atlet misalnya,
dapat menghasilkan respons tertentu, sehingga hadiah dan atau hukuman
dianggap sebagai reinforcement. Umpan balik juga bisa berpengaruh demikian.
3. Setiap kelompok bekerja sama dalam melakukan pasing melewati gawang
kecil dan berlari berpindah tempat berlawanan dengan arah bola, di antara
jara A ke B, B ke C, C ke D dan D ke A. seperti yang tertera pada gambar
model pertama dengan keadaan berlari dan berrtukar tempat
Gambar 2.6. pasing empat orang dengan berpindah tempat
(Sukatamsi, 1985)
4. Setiap kelompok terdiri dari 4 orang melakukan pasing empat dengan
berlari berpindah tempat. Operan pertama akan dilakukan oleh siswa yang
mendapatkan nomor undian 1 dan setelah menendang maka siswa tersebut
akan berlari melewati temannya dan berdiri di tempat yang telah ditentukan
untuk menerima bola.
Gambar 2.7 pasing berpindah tempat ke depan (Sukatamsi, 1985)
c. Umpan Balik (Feedback) Dalam PembelajaranFeed Back (umpan balik) dan Reinforcement (penguatan) kadang-kadang
dipahami sebagai dua istilah yang sama pengertiannya. Reinforcement berarti
kondisi, jika diikuti oleh suatu respons, meningkatkan peluang bahwa respons
akan terjadi manakala rangsangan yang sama diberikan. Pada suatu saat,
pemberian hadiah atau hukuman terhadap seorang siswa atau atlet misalnya,
dapat menghasilkan respons tertentu, sehingga hadiah dan atau hukuman
dianggap sebagai reinforcement. Umpan balik juga bisa berpengaruh demikian.
3. Setiap kelompok bekerja sama dalam melakukan pasing melewati gawang
kecil dan berlari berpindah tempat berlawanan dengan arah bola, di antara
jara A ke B, B ke C, C ke D dan D ke A. seperti yang tertera pada gambar
model pertama dengan keadaan berlari dan berrtukar tempat
Gambar 2.6. pasing empat orang dengan berpindah tempat
(Sukatamsi, 1985)
4. Setiap kelompok terdiri dari 4 orang melakukan pasing empat dengan
berlari berpindah tempat. Operan pertama akan dilakukan oleh siswa yang
mendapatkan nomor undian 1 dan setelah menendang maka siswa tersebut
akan berlari melewati temannya dan berdiri di tempat yang telah ditentukan
untuk menerima bola.
Gambar 2.7 pasing berpindah tempat ke depan (Sukatamsi, 1985)
c. Umpan Balik (Feedback) Dalam PembelajaranFeed Back (umpan balik) dan Reinforcement (penguatan) kadang-kadang
dipahami sebagai dua istilah yang sama pengertiannya. Reinforcement berarti
kondisi, jika diikuti oleh suatu respons, meningkatkan peluang bahwa respons
akan terjadi manakala rangsangan yang sama diberikan. Pada suatu saat,
pemberian hadiah atau hukuman terhadap seorang siswa atau atlet misalnya,
dapat menghasilkan respons tertentu, sehingga hadiah dan atau hukuman
dianggap sebagai reinforcement. Umpan balik juga bisa berpengaruh demikian.
Setelah disampaikan kepada siswa dan atlet, maka bisa terjadi suatu respons
tertentu menyusul umpan balik tersebut. situasi demikianlah yang menyebabkan,
seolah-olah kabur sekali perbedaan anatar beberapa konsep tersebut. namun
demikian, seperti yang dikemukakan Travers umpan balik jatuh ke dalam
kategori reinforcemen Rusli Lutan,(1988: 285).
Apek penilaian dalam pembelajaran penjas di sekolah dinilai dari tiga
ranah kemampuan yaitu: psikomotorik, afektif, dan koognitif. Dalam
pembelajaran tentu keberhasilan dalam mencapai tujuan ditentukan oleh banyak
factor, salah satu factor yang terpenting adalah guru sebagai fasilitator yang
dapat mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Belajar menurut terori
belajar behavioristic adalah terjadinya perubahan tingkah laku, yang disebabkan
adanya stimulus dan respon. Seorang guru penjas memerlukan startegi dalam
membantu siswa mencapai pembelajaran, feed back atau yang biasa dikenal
dengan umpan balik merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan guru
untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Coke Umpan balik (feedback) diartikan “a general term used to
describe the information a learner receives about the performance of a
movement or skill” jadi dapat diartikan (Terminologi yang secara umum untuk
mendeskipsikan informasi yang diterima dari penampilan dari gerakan atau
keterampilan). Sedang menurut Schmid “feeback” to mean all of the response-
produced information that is received during or after movement” Berarti
umpan balik (feedback) adalah semua informasi hasil yang merupakan respon
yang diterima selama atau setelah melakukan gerakan.
Amezdros dkk, mengartikan “feedback is all the information that an
athlete receives about the performance of skill, either during the performance
(continuous feedback) or afterwards (terminal feedback)”. Yang dapat diartikan
umpan balik adalah semua informasi yang diterima atlet tentang penampilan dari
skill, baik selama penampilan (umpan balik yang kontinyu) atau setelahnya
(upan balik terminal). Jika belajar dari pengalaman, informasi umpan balik
disimpan dimemori dan dapat diulang jika dibutuhkan.
Menurut Apruebo dalam Budiman, (2007), “Feedback is information that
athletes would receive from coach/trainer or environment regarding the level of
their motor skill or performance. It serves as a groundwork for the athletes learning
development”. Feedback menurut Apruebo lebih menekankan kepada aktivitas
latihan berkenaan dengan informasi dari pelatih terkait dengan tingkat motor skill
atau penampilan atletnya sebagai dasar dalam mengembangkan penampilan atlet.
Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani, Adang Suherman (dalam
Budiman, 2007) mengemukakan, “Umpan balik (feedback) yaitu guru
mengobservasi siswa secara individu dan menilai bagaimana siswa melakukan
aktivitas serta apa yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan
siswa itu”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa feed back merupakan cara seorang
guru/pelatih dalam membantu siswa meningkatkan pengetahuan, motor skill, dan
sikap yang dilakukan dengan cara observasi dan memberikan informasi serta dapat
diberikan secara individu maupun kelompok. Oelh karena itu maka dalam
pembelajaran menggunakan media CD audio visual gerak sangat penting bagi
seorang guru penjas sebagai vasilitator untuk dapat memberikan unpan balik (feed
back) pada siswa sehingga siswa dapat melakukan gerakan secara baik sesuai
dengan yang dilakukan oleh atlet atau model dalam media tersebut sehingga dapat
mencapai tujuan dari pembelajaran penjas secara efektif.
6. Hakekat Media pembelajaran
a. Media pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata medium yang secara harafiah berarti perantara. Beberapa definisi menurut
para ahli tentang multimedia. Menurut Arief Sadiman, dkk (2003), bahwa:
Media adalah perantara atau pengantar pesan. Sesuatu dapat dikatakan sebagai
media bila sesuatu tersebut dapat berfungsi sebagai penyalur atau perantara
sesuatu. Selanjutnya ditegaskan oleh Purnamawati dan Eldarni (2001:4) yaitu
media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar.
Menurut EACT yang dikutip oleh Rohani (1997:2) media adalah segala
bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi, sedangkan
pengertian media menurut Djamarah (1995:136) adalah media adalah alat bantu
apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan
pembelajaran.
Pengertian media pembelajaran menurut Latuheru (1988:14) media
pembelajaran adalah semua alat (bantu) atau benda yang digunakan untuk
kegiatan belajar mengajar, dengan maksud menyampaikan pesan (informasi)
pembelajaran dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (dalam
hal ini anak didik atau warga belajar). Berdasarkan pendapat ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran alat bantu untuk
menyampaikan pesan dari sumber kepada penerima. Menurut Miarso (2004)
berpendapat bahwa : Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan
untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
Sadiman (2008:7) menjelaskan media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima pesan. Dalam hal ini adalah proses merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat serta perhatian siswa sehingga proses belajar dapat
terjalin. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan oleh guru sebagai alat bantu
mengajar. Dalam interaksi pembelajaran, guru menyampaikan pesan ajaran
berupa materi pembelajaran kepada siswa. Selanjutnya Schramm dalam Putri,
(2011: 20) media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah
alat bantu yang dapat digunakan untuk pembelajaran. Berdasarkan beberapa
pendapat di atas, dapat disimpulkan pengertian media pembelajaran sebagai
alat bantu mengajar untuk menyampaikan materi agar pesan lebih mudah
diterima dan menjadikan siswa lebih termotivasi dan aktif.
b. Jenis-jenis media pembelajaran
Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk
menyampaikan informasi atau pesan. Kata media berasal dari kata latin,
merupakan bentuk jamak dari kata “medium”. Secara harfiah kata tersebut
mempunyai arti "perantara" atau "pengantar", yaitu perantara sumber pesan (a
source) dengan penerima pesan (a receiver). Jadi, dalam pengertian yang lain,
media adalah alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan
dari komunikator kepada khalayak.
Bretz (1972) mengidentifikasikan ciri utama media menjadi tiga unsur,
yaitu unsur : suara, visual, dan gerak. Media visual dibedakan menjadi tiga,
yaitu: gambar, garis, dan simbol, yang merupakan suatu bentuk yang dapat
ditangkap dengan indera penglihatan. Di samping ciri tersebut, Bretz (1972) juga
membedakan antara media siar (telecomunication) dan media rekam
(recording), sehingga terdapat delapan klasifikasi media, yaitu:
(1) Media audio visual gerak,
(2) Media audio visual diam,
(3) Media visual gerak,
(4) Media visual diam,
(5) Media semi gerak,
(6) Media audio, dan
(7) Media cetak.
Berikut ini akan diuraikan jenis-jenis media pembelajaran menurut
taksonomi Leshin, dkk dalam Arsyad, (2002: 801-101) sebagai berikut.
1. Media berbasis manusia
Media berbasis manusia merupakan media yang digunakan untuk
mengirim dan mengkomunikasikan peran atau informasi. Media ini
bermanfaat khususnya bila tujuan kita adalah mengubah sikap atau ingin
secara langsung terlibat dalam pemantauan pembelajaran. Berdasarkan
uraian tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa media berbasis
manusia adalah media pembelajaran yang melibatkan secara langsung
antara pendidik dan peserta didik. Media yang digunakan adalah manusia.
Pengguna media adalah peserta didik dan pendidik. Contoh media
pembelajaran berbasis manusia adalah pembelajaran di sekolah dengan
menggunakan metode ceramah.
2. Media berbasis cetakan
Media pembelajaran berbasis cetakan yang paling umum dikenal
adalah buku teks, buku penuntun, buku kerja atau latihan, jurnal, majalah,
dan lembar lepas. Beberapa cara yang digunakan untuk menarik
perhatian pada media berbasis teks adalah warna, huruf, dan kotak.
Berdasarkan penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa media berbasis
cetakan merupakan media pembelajaran yang dibuat melalui cetakan.
Media berbasisi cetakan melibatkan perusahaan tertentu. Seperti
perusahaan buku dan perusahaan mainan. Menggunakan media
pembelajaran ini siswa akan cenderung lebih aktif dalam mengikuti
pembelajaran. Contoh media pembelajaran berbasis cetakan adalah
menyusun kata bahasa Jawa dengan menggunakan permainan scrabble.
3. Media berbasis visual
Media berbasis bisual (image atau perumpamaan) memegang
peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat
memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula
menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi
materi pelajaran dengan dunia nyata. Berdasarkan uraian mengenai
media berbasis visual tersebut dapat dijabarkan bahwa media berbasis
visual adalah suatu media pembelajaran yang dapat dilihat. Panca indera
manusia yaitu mata merupakan alat yang diutamakan dalam penggunaan
media berbasis visual. Contoh media berbasis visual adalah belajar di luar
ruangan atau outdoor, belajar dengan menggunakan media gambar atau
image, dsb.
4. Media berbasis audio visual
Media visual yang menggabungkan penggunaan suara memerlukan
pekerjaan tambahan untuk memproduksinya. Salah satu pekerjaan penting
yang diperlukan dalam media audio-visual adalah penulisan naskah dan
storyboard yang memerlukan persiapan yang banyak, rancangan dan
penelitian. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, peneliti menarik
kesimpulan bahwa media pembelajaran berbasis audiovisual merupakan
suatu media yang mementingkan pendengaran dan penglihatan.
5. Media berbasis komputer
Komputer memilih fungsi yang berbeda-beda dalam bidang
pendidikan dan latihan komputer berperan sebagai manajer dalam proses
pembelajaran yang dikenal dengan nama Computer Managed Instruction
(CMI). Modus ini dikenal sebagai Computer Assisted Instruction (CAI).
CAI mendukung pembelajaran dan penelitian.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat dikatakan
bahwa pembuatan media pembelajaran harus didasarkan pada kebutuhan
pembelajaran. Kebutuhan pembelajaran yang dimaksud adalah sesuai
dengan kompetensi, sesuai dengan materi, dan sesuai dengan
lingkungan pembelajaran. Pengembangan media pembelajaran dapat
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.
Menurut Djamarah, (2002:140) menggolongkan media pembelajaran
menjadi tiga yaitu:
1. Media auditif yaitu media yang mengandalkan kemampuan suara saja,
seperti radio, kaset rekorder.
2. Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan
karena hanya menampilkan gambar diam seperti film bingkai, foto,
gambar, atau lukisan.
3. Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur
gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik.
Selanjutnya Sadiman, (2008:28) membagi media pembelajaran
menjadi 3 golongan kelompok besar :
1. Media Grafis termasuk media visual seperti gambar/foto, sketsa,
diagram, bagan/chart, grafik, kartun, poster, peta, dan globe.
2. Media Audio berkaitan dengan indera pendengaran. Seperti radio, alat
perekam piata magnetik, piringan laboratorium bahasa.
3. Media Proyeksi Diam seperti film bingkai (slide), film rangkai (film
strip), media transparan, film, televisi, video.
Berdasarpankan pendapat di atas, maka media pembelajaran dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
1. Media Audio
Media Audio adalah media yang isi pesannya hanya diterima
melalui indera pendengaran. Dilihat dari sifat pesan yang diterima, media
audio dapat menyampaikan pesan verbal (bahasa lisan atau kata-kata)
maupun non verbal (bunyi-bunyian dan vokalisasi).
2. Media Visual
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra
penglihatan. Media visual menampilan materialnya dengan
menggunakan alat proyeksi atau proyektor, karena melalui media ini
perangkat lunak (soft ware) yang melengkapi alat proyeksi ini akan
dihasilkan suatu bias cahaya atau gambar yang sesuai dengan materi
yang diinginkan.
3. Media Audio-Visual
Media audio-visual disebaut juga sebagai media video. Video
merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan pesan
pembelajaran. Dalam media video terdapat dua unsur yang saling bersatu
yaitu audio dan visual. Adanya unsur audio memungkinkan siswa untuk
dapat menerima pesan pembelajaran melalui pendengaran, sedangkan
unsur visual memungkinkan penciptakan pesan belajar melalui bentuk
visualisasi.
7. Media Pembelajaran CD (Compact Disc) Audio Visual Gerak
CD berasal dari bahasa Ingris merupakan singkatan dari Compact Disc.
Media CD atau Compact Disc adalah piringan yang berwana perak ini di buat dari
lapisan plastik, yang di sinari oleh sinar laser. Nah, sinar laser ini membuat lubag-
lubang yang sangat kecil yang tidak bisa di lihat secara kasat mata. Lubang-lubang
tersebut akan membuat deretan kode yang berisi deretan data-data. Karena
membentuk lubang-lubang, maka tidak bisa di tutup lagi. kemudian plastik-plastik
itu akan di tutup lagi oleh cairan plastik, yang berguna sebagi pemantul dan
pelindung lubang-lubang tadi yang berbentuk data. CD sudah bukan barang aneh
untuk saat ini. Media CD untk saat ini banyak di gunakan orang, untuk keperluan
menyimpan data, seperti Foto, Film, File Document, Dan lain sebagainya. Media
CD ini banyak digunakan karena harga nya yang sangat terjangkau.
Audio visual adalah sebagai alat-alat yang mempunyai dua sifat dasar,
yakni audible artinya yang dapat didengarkan dan visible yang dapat dilihat
Suleiman, (1981: 11). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, audio dimaknai
dengan sesuatu yang bersifat dapat didengar atau alat peraga yang bisa
didengar dalam Alwi, (2005: 76) dan visual adalah hal- hal yang dapat dilihat
dengan indera penglihatan/ mata Alwi, (2005:1262).
Keberadaan dua sifat dasar audio visual di atas, menurut Wina Sanjaya
(2006: 80) menjadikan alat tersebut lebih tepat dan menarik dijadikan media
dalam proses belajar mengajar. Dalam dunia pendidikan, audio visual sering
dijadikan sebagai “sensori aids” atau alat-alat pembantu panca indera dalam
ruang belajar sehingga akan mempermudah dalam memahami kata-kata yang ditulis
maupun yang diungkapkan.
Media audio visual gerak adalah media intruksional modern yang sesuai
dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi) karena
meliputi penglihatan, pendengaran dan gerakan, serta menampilkan unsur gambar
yang bergerak. Jenis media yang termasuk dalam kelompok ini adalah televisi,
video tape, dan film bergerak.
Audio visual gerak yakni media yang mempunyai suara, ada gerakan dan
dan bentuk obejktif dapat dilihat R. Ibrahim dan Nana Syaodih S.(2003: 114).
Media audio visual gerak adalah media intruksional modern yang sesuai dengan
perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi) karena meliputi
penglihatan, pendengaran dan gerakan, serta menampilkan unsur gambar yang
bergerak. Jenis media yang termasuk dalam kelompok ini adalah televisi, video tape,
dan film bergerak Nana Sudjana, (1978: 192). Media audio visual gerak merupakan
media paling lengkap karena menggunakan kemampuan audio-visual dan gerak.
Pembelajaran melalui audio visual adalah produksi dan penggunaan materi
yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran serta tidak seluruhnya
tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa (Arsyad,
2002: 30-31). Ciri-ciri utama teknologi media audio visual adalah sebagai berikut :
1. Mereka biasanya bersifat linear.
2. Mereka biasanya menyajikan visual yang dinamis.
3. Mereka digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
perancang atau pembuatnya.
4. Mereka merupakan representasi fisik dari gagasan real atau gagasan
abstrak.
5. Mereka dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan
kognitif.
6. Umumnya mereka berorientasi kepada guru dengan tingkat pelibatan
interaksi siswa yang rendah.
Pembelajaran menggunakan media audio visual seperti ini ditujukan
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran, sehingga
diharapkan anak-anak mampu mengembangkan daya nalar serta daya rekamnya
Darwanto, (2005: 101). Menurut Suparman (1997: 56) media audio visual
merupakan alat bantu berupa sampel atau contoh dalam penyampaian
materi yang bertujuan merangsang minat dan perhatian siswa agar tertarik
dengan mata pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan setelah
menyaksikannya siswa mempunyai gambaran dan pemahaman pada materi yang
diberikan.
Media berbasis audio visual di sini adalah suatu media instruksional
modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi). Beberapa yang termasuk dalam kategori media audio visual
antara lain:
1. Film
Film merupakan selaput tipis yang terbuat dari seloloit untuk tempat
gambar negative atau untuk gambar positif yang biasa diputar di bioskop
(Dagun, 2006: 258). Dalam dunia pendidikan, film bisa dijadikan salah satu
jenis media audio visual yang dapat menarik perhatian siswa. Dibanding
dengan media yang lain, film mempunyai beberapa kelebihan antara lain:
a. Penerima pesan akan memperoleh tanggapan yang lebih jelas dan tidak
mudah dilupakan, karena antara melihat dan mendengar dapat
dikombinasikan menjadi satu.
b. Dapat menikmati kejadian dalam waktu yang lama pada suatu
proses atau peristiwa tertentu.
c. Dengan teknik slow-motion dapat mengikuti suatu gerakkan atau
aktivitas yang berlangsung cepat.
d. Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.
e. Dapat membangun sikap, perbuatan dan membangkitkan emosi serta
mengembangkan problema.
Pada hakikatnya film merupakan suatu penemuan dalam proses
pembelajaran yang mengkombinasikan dua macam indera pada saat yang
sama. Film merupakan serangkaian gambar yang diproyeksikan ke layar
pada kecepatan tertentu sehingga menjadikan urutan tingkatan yang berjalan
terus hingga menggambarkan pergerakan yang nampak normal.
Penggunaan film dalam dunia pendidikan dan pembelajaran di
kelas berguna terutama untuk:
a. Mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa.
b. Menambah daya ingat pada pelajaran.
c. Mengembangkan daya fantasi anak didik.
d. Menumbuhkan minat dan motivasi belajar.
e. Mengatasi pembatasan dalam jarak dan waktu.
f. Memperjelas hal-hal yang abstrak.
g. Memberikan gambaran pengalaman yang lebih realistik.
2. Video
Video merupakan tek pesawat yang memancarkan gambar pada
pesawat televisi, alat merekam gambar hidup dan bisa ditayangkan
kembali lewat layar televisi Dagun, (2006: 1184). Menurut Sadiman
(2009: 75) bahwa video merupakan media audio visual yang
menampilkan gerak.
Daryanto (1993: 35) mengungkapkan beberapa manfaat dari
video, antara lain:
a. Video dapat merekam peristiwa yang terjadi secara cepat dan
praktis dan dapat menampilkan tayangan atau hasil pengambilan film
secara cepat pula tanpa proses lebih lanjut.
b. Video dapat memperbesar atau memperkecil ukuran dan waktu dari
suatu proses.
c. Video dapat diputar ulang.
d. Kaset film sangat berukuran praktis.
e. Video dapat ditampilkan di televisi yang besar maupun kecil.
f. Kaset video dapat digerakkan dengan putaran lambat atau cepat.
Dalam hal ini, media audio visual yang digunakan yaitu film atau video.
Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-vidi-visum yang artinya
melihat (mempunyai daya penglihatan); dapat melihat K. Prent dkk., Kamus
Latin-Indonesia, (1969: 926). Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 1119)
mengartikan video dengan: 1) bagian yang memancarkan gambar pada pesawat
televisi; 2) rekaman gambar hidup untuk ditayangkan pada pesawat televisi.
Senada dengan itu, Peter Salim dalam The Contemporary English-Indonesian
Dictionary (1996:2230) memaknainya dengan sesuatu yang berkenaan dengan
penerimaan dan pemancaran gambar. Tidak jauh berbeda dengan dua definisi
tersebut, Smaldino (2008: 374) mengartikannya dengan “The storage of visuals
and their display on television-type screen” (penyimpanan/perekaman gambar
dan penanyangannya pada layar televisi). Dari beberapa definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa video itu berkenaan dengan apa yang dapat dilihat,
utamanya adalah gambar hidup (bergerak; motion), proses perekamannya, dan
penayangannya yang tentunya melibatkan teknologi.
Azhar Arsyad (2002) menyatakan film atau gambar hidup merupakan
gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame diproyeksikan melalui
lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup.
Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual yang
kontinu. Sama halnya dengan film, video dapat menggambarkan suatu objek
yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai.
Kemampuan film dan video melukiskan gambar hidup dan suara memberinya
daya tarik sendiri. Kedua jenis media ini pada umumnya digunakan untuk
tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Mereka dapat menyajikan
informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit,
mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu dan
mempengaruhi sikap.
Ada banyak kelebihan video ketika digunakan sebagai media
pembelajaran di antaranya menurut Nugent (2005) dalam Smaldino dkk. (2008:
310), video merupakan media yang cocok untuk pelbagai ilmu pembelajaran,
seperti kelas, kelompok kecil, bahkan satu siswa seorang diri sekalipun. Hal itu,
tidak dapat dilepaskan dari kondisi para siswa saat ini yang tumbuh berkembang
dalam dekapan budaya televisi, di mana paling tidak setiap 30 menit
menayangkan program yang berbeda. Dari itu, video dengan durasi yang hanya
beberapa menit mampu memberikan keluwesan lebih bagi guru dan dapat
mengarahkan pembelajaran secara langsung pada kebutuhan siswa.
Video juga bisa dimanfaatkan untuk hampir semua topik, tipe pebelajar,
dan setiap ranah: kognitif, afektif, psikomotorik, dan interpersonal. Pada ranah
kognitif, pebelajar bisa mengobservasi rekreasi dramatis dari kejadian sejarah
masa lalu dan rekaman aktual dari peristiwa terkini, karena unsur warna, suara
dan gerak di sini mampu membuat karakter berasa lebih hidup. Selain itu
menonton video, setelah atau sebelum membaca, dapat memperkuat pemahaman
siswa terhadap materi ajar.
Lebih dari itu, manfaat dan karakteristik lain dari media video atau film
dalam meningkatkan efektifitas dan efesiensi proses pembelajaran, di antaranya
adalah (Munadi, 2008: 127; Smaldino, 2008: 311-312):
a. Mengatasi jarak dan waktu
b. Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realistis dalam
waktu yang singkat
c. Dapat membawa siswa berpetualang dari negara satu ke negara lainnya, dan
dari masa yang satu ke masa yang lain.
d. Dapat diulang-ulang bila perlu untuk menambah kejelasan
e. Pesan yang disampaikannya cepat dan mudah diingat.
f. Megembangkan pikiran dan pendapat para siswa
g. Mengembangkan imajinasi
h. Memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan penjelasan yang lebih
realistic
i. Mampu berperan sebagai media utama untuk mendokumentasikan realitas
sosial yang akan dibedah di dalam kelas
j. Mampu berperan sebagai storyteller yang dapat memancing kreativitas
peserta didik dalam mengekspresikan gagasannya.
Manfaat Mengguanakan Media Berbasis Audio-Visual (Film atau Video)
Beberapa manfaat menggunakan media berbasis Audio visual (film atau video)
yaitu karena kelebihan atau keuntungan dari media tersebut, diantaranya :
a. Film dan video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa
ketika mereka membaca, berdiskusi, praktik, dan lain-lain. Film merupakan
pengganti alam sekitar dan bahkan dapat menunjukkan objek yang secara
normal tidak dapat dilihat, seperti cara kerja jantung ketika berdenyut;
b. Film dan video dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat
disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu.
c. Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi, film dan video
menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya.
video merupakan suatu mediaum yang sangat efektif untuk membantu
proses pembelajaran, baik untuk pembelajaran masal, individual, maupun
kelompok. Pembelajaran menggunakan video menurut Hamdani (2010) bahwa:
video sangat cocok untuk mengajarkan materi dalam ranah perilaku atau
pisikomotor video juga merupakan bahan ajar non cetak yang kaya informasi
dan tuntas karena dapat sampai kehadapan siswa secara langsung disamping itu
video menambah suatu dimensi baru terhadap pembelajaran, halini karena
karakteristik teknologi video yang dapat menyajikan gambar bergerak pada
siswa, disamping suara yang menyertainya maka siswa separti merassa berada di
suatu tempat yang sama denga program yang ditayangkan video.
Menurut Azhar Arsyad (2002:81) salah satu ciri media pembelajaran
adalah bahwa media mengandung dan membawa pesan atau informasi kepada
penerima yaitu siswa. Sebagian media dapat mengolah pesan atau respons siswa
sehingga media itu sering disebut media. Pesan dan informasi yang dibawa oleh
media bisa berupa pesan yang sederhana maupun sangan kompleks. Akan tetapi
media itu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan belajar dan kemampuan siswa,
serta siswa dapat aktif berpartisipasi dalam proses belajar mengajar.
Media sangat berperan penting di dalam proses pembelajaran, media
merupakan suatu wahana penyalur pesan materi pelajaran yang disampaikan
oleh seorang guru agar siswa dapat dengan mudah menerima pelajaran apa
yang sudah disampaikan. Media yang baik adalah yang dapat memunculkan
komunikasi dua arah atau interaktivitas Sutjiono, (2005). Selanjutnya menurut
Arsyad (2013: 91) bahwa media video-visual dapat memperlancar pemahaman
dan memperkuat ingatan, selain itu visual dapat menumbuhkan minat siswa dan
dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.
Dengan penggunaan media CD Audio Visual Gerak pada pembelajaran, proses
gerakan yang tidak dapat diamati secara jelas dengan demonstrasi akan dapat
diamati oleh siswa melalui gerakan “slow motion” melalu media CD
pembelajaran tersebut.
B. Penelitian Yang Relevan
Metode penelitian dan pengembangan telah banyank digunakan oleh peneliti-
peneliti, baik pengembangan model pembelajaran maupun media pembelajaran. Agar
tidak terjadi plagiasi dalam penelitian pengembangan media pembelajaran teknik pasing
sepakbola menggunakkan model pembelajaran kooperatif numbered head together pada
siswa smp di kota kupang, maka beberapa hasil penelitian yang menarik dan memiliki
rrelevansinya dengan rencana penelitian ini akan dilampirkan sebagai berrikut :
1. Filli Azandi, A121108013 (2013) Pengembangan Model Latihan Teknik
Menggiring Dan Mengoper Dalam Sepakbola, Studi Pengembangan Pada Atlet
Usia 11-12 Tahun di kota medan. Digilib Tesis Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Tujuan penelitian ini melaksanakan dan mengetahui hasil analisis
kebutuhan dan mengembangkan produk awal, melaksanakan dan mengetahui uji
ahli, uji lapangan, melaksanakan dan mengetahui uji efektivitas produk model
latihan menggiring dan mengoper dalam sepakbola pada atlet usia 11-12 tahun di
kota medan. Motode penelitian yang diigunakan adalah metode ppenelitian
pengembangan research and development yang dikemukakan oleh Brog dan Gall,
peneliti mengadaptasi proseddur ppenelitian menjadi tiga tahap yaitu : taha1
pendahuluan, tahap 2 ujicoba produk, dan tahap 3 uji efektifitas produk. Hasil yang
perrtama pendahuluan adalah analisis kebutuhan dengan menggunakan metode
wawancara dan observasi latihan teknik menggiring dan mengoper pada ssaat
latihan kurang bervariasi dan masih rendahnya tingkat ppenguasaan menggiring dan
mengoper pada atlet usia 11-12 tahun dikota medan. Latihan menggiring dan
mengoper sudah diberikan namun masih bayak atlet kusuusnya tim usiia 11-12
tahun belum bisa melakukan teknik menggiring dan mengoper dengan baik. Kajian
teori terdiri dari sepakbola, teori tentang teknik menggiring dan mengoper, teori
kondisi fisik untuk menggiring dan mengoper, teori karakteristik usia 11-12 tahun,
teori latihan. Pengembangan produk penyyejiannya yaitu bab I pendahuluan, bab II
latiihan untuk menggiring dan mengoper, bab III model latihan menggiring dan
mengoper dan bab IV program latihan. Tahap kedua adalah uji coba produk, ujicoba
yang perrtama adalah ujicoba ahli dengan menggunakan 3 ahli sepakbola dengan 18
butir pertanyaan dengan hasil 80% dan dapat diinterpretasikan bahwa rancangan
produk bisa diujicobakan pada tahap selanjutnya. Ujicoba kelompok kecil dengan
jumlah subjek 24 mmenggunakan instrument angket dengan jumlah pertanyaan 12.
Hasil uji kkelompok kecil adalah 72,70%. Ujicoba kelompok besar dengan 48
subjek dengan hasil 84,79%. Tahap yang kketiga adalah uji efektifitas produk
dengan membandingkan dua kelompok, satu kelompok diberi perlakuan produk
pengembangan dan kelompok lain diberi perlakuan secara konfensional dengan
menggunakan pre tes dan post tes desain. Nilai beda untuk masing-masing
kelompok berdasarkan tes adalah jumlah nilai beda tes 1 kelompok eksperimen
69,33, kelompok control 68,51. Nilai beda tes 2 kelompok eksperimen 100,
kelompok control 73. Jumlah nilai beda tes 3 kelompok eksperimen 58, kelompok
control 35. Sebagai simpulan akhir bahwa produk terbukti efektif meningkatkan
kemampuan menggiring dan mengoper atlet sepakbola usia 11-12 tahun di kota
medan.
2. Liska Sukiyandari, Soegiyanto KS, ER. Rustiana Journal of Physical Education
and Sports 1 (2) (2012). Multimedia Bola Basket Untuk Pembelajaran
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di SMA The research aimed to
develop software of multimedia learning in the form of CD (compact disc) for
Physical Sport and Health education with suitable developing steps. The
researches were research and development. The development of the learning
multimedia conducted by these steps: introduction, analysis of need and deciding
material, development of learning de- sign, development of production design,
evaluation and revision. Subsequently, initial product was validated by media and
material experts. After that, the product was tested to the students through trial
step of small group and trial of big group. The subject of product trial was the
students of Senior High School of Semarang City. The data was collected
through question- naire and interview. The validation result by the material expert
was thoroughly “good” with score average of 4. Besides that, the result by the
media expert was also “good” with score average of 3.83. On the trial of small
group was “good” with score average of 3.8. On the trial of big group was
“very good” with score average of 4.32. In conclusion, the research and
development product of basketball learning multimedia in the subject of Physical
Sport and Health Education was suitable to be used in the learning and teaching
activity process.
Yang artinya : Penelitian ini bertujuan menghasilkan sebuah produk software
multimedia pemb- elajaran berupa CD (compact disc) pembelajaran Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan untuk materi permainan bola basket. Penelitian
ini merupakan peneli- tian dan pengembangan yang dilakukan melalui tahapan:
identifikasi menentukan materi, pengembangan desain pembelajaran, evaluasi,
dan revisi. Setelah melalui tahap produksi dihasilkan produk awal yang
divalidasi oleh ahli materi dan ahli media. Selanjutnya produk diujicoba kepada
siswa melalui uji coba kelompok kecil dan uji coba kelompok besar. Subjek uji
coba adalah siswa SMA Se Kota Semarang. Data dikumpulkan melalui angket, dan
wawancara. Hasil validasi oleh ahli materi secara keseluruhan aspek adalah “baik”,
dengan rerata skor 4. Penilaian ahli media pada produk adalah “baik” dengan
rerata skor 3,83. Pada uji coba kelompok kecil “baik” dengan rerata skor 3,8.
Pada uji coba kelompok besar adalah “sangat baik” dengan rerata skor
4,32.Simpulan dari penelitian dan pengembangan ini menghasilkan produk
multimedia pembelajaran bola basket dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani
Olahraga dan Kesehatan yang layak digunakan dalam proses kegiatan be- lajar
dan mengajar.
3. Nur Rohmah Muktiani (2008) Program Pasca Sarjana Universitas Negeri
Yokyakarta, melakukan penelitian pengembangan mengenai cd pembelajaran
interaktif untuk pembelajran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan SMA.
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan tahapan-tahapan dalam
mengembangkan multimedia pembelajaran yang efektif untuk pembelajran
pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di SMA. Penelitian ini merupakan
penelitian dan pengembangan dengan tahapan: pendahuluan, desain
pembelajaran, desain produk, evaluasi dan revisi. Setelah melalui tahap produksi
dihasilkan produk awal yang divalidasi oleh ahli materi dan ahli media.
Selanjutnya produk diujicobakan melalui tahap ujicoba perorangan, ujicoba
kelompok kecil dan ujicoba lapangan. Objek ujicoba produk adalah siswa kelas
X SMA negeri 9 Yokyakarta. Data dikumpulkan melalui kuesioner, tes dan
observasi. Data penelitian melalui kuualitas produk, saran perbaikan produk, skor
tes, serta data kualitatif lainnya. Data kuantitatif dianalisis dengan statistic
deskriptif. Hasil falidasi oleh ahli materi “sangat baik” (rerata skor 4,28)
sedangkan ahli media menilai “sangat baik” (rerata skor 4,98). Penilaian siswa
pada ujicoba lapangan mengenai kualitas multimedia adalah “baik”.
C. Karangka Berpikir
Pendidikan merupakan suatu kunci mengembangkan potensi diri untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan individu untuk mencapai
perubahan dari diri indivu yaitu dari belajar seseorang memperoleh perubahan secara
mental maupun pisikis menjadi lebih baik. Pembelajaran yang cenderung pasif dan
tiidak efektif sesuai dengan karakter siswa, tidak menarik dapat membuat siswa bosan
dalam mengikuti pembelajaran. Untuk memaksimalkan proses pembelajaran maka
perlu melakukan inovasi pembelajarran serta media pembelajaran.
Pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses
pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian,
ketrampilan, kesehatan dan kebugaran jasmani. Maka dalam halini guru dituntut agar
dapat berinovasi dan kreatif dalam mejalankan pembelajran dengan mengeluarkan
segala potensi yang dimilikinya untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif
sesuai dengan tujuan pembelajran pendidikan jasmani
Sepakbola merupakan suatu cabang olahraga yang diajarkan dalam pendidikan
jasmani, sepakbola amat digemari oleh semua lapisan masyarakat di Indonesia baik
dikota-kota maupun di desa-desa. Bahkan sekarang sepakbola digemarri dan dimainkan
oleh kaum wanita. Dan didalam memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan
masyarakat, sepakbola adalah salah satu ccabang olahraga yang diprioritaskan untuk
dibina. Maka untuk meningkatkan dan mencapai prestasi alangkah baiknya semenjak
anak-anak telah mendapatkan pendidikan olahraga dan kususnya olahraga sepakbola
secara benar teratur dan terarah. Teknik pasing dalam sepakbola bagian dari salah satu
teknik dasar yang sangat penting dalam permainan sepakbola, olah karena itu
pembelajaran teknik dasar di sekolah sangat penting agar anak dapat memahami dan
pengerti akan fungsi dan manfaatnya dalam permainan sepakbola.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari
materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah
untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam
proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar
aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta
berdiskusi untuk memecahkan masalah Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan
salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk
meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam
Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
tersebut.
Dalam proses belajar mengajar pada pendidikan jasmani ada banyak faktor
yang mempengaruhi tercapainaya salah satunya media pembelajaran. Pada
kenyataannnya, apa yang terjadi dalam pembelajaran seringkali terjadi proses
pengajaran berjalan dan berlangsung tidak efektif. Banyak waktu, tenaga dan biaya
yang terbuang sia-sia sedangkan tujuan belajar tidak dapat tercapai bahkan terjadi
noises dalam komunikasi antara pengajar dan pelajar. Hal tersebut masih sering
dijumpai pada proses pembelajaran jasmani selama ini.
Dengan adanya media pembelajaran CD Audio Visual Gerak, maka tradisi lisan
dan tulisan dalam proses pembelajaran dapat diperkaya dengan media pembelajaran
CD Audio Visual Gerak, sebab dengan media CD Audio Visual Gerak dalam
pembelajaran pendidikan jasmani struktur-struktur pelaksanaan suatu teknik dalam
pembelajaran praktik lapangan dapat dipahami dengan baik karena dapat ditampilkan
dengan video yang dilengkapi dengan teks dan audio. Dengan pengembangan media
pembelajaran CD Audio Visual Gerak, guru pendidik dapat menciptakan berbagai
situasi kelas, menentukan model pembelajaran dan metode pembelajran yang akan
dipakai dalam situasi yang berlainan dan menciptakan iklim yang emosional yang sehat
diantara peserta didik. Bahkan media pembelajaran ini selanjutnya dapat membantu
guru membawa dunia luar ke dalam kelas. Dengan demikian ide yang abstrak dan asing
(remote) sifatnya menjadi konkrit dan mudah dimengerti oleh peserta didik. Bila media
pembelajaran CD Audio Visual Gerak ini dapat dikembangkan secara tepat dan
proforsional, maka proses pembelajaran akan dapat berjalan efektif, dengan
menggunakan media pembelajran CD Audio Visual Gerak.
Berdasarkan uraian di atas, maka karangka pemikiran rencana penelitian iini
dapat dijelaskan separti pada bagan dibawah ini :
Gambar2.8. kkarangka berpikir rencana penelitian