BAB II LANDASAN TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1554/3/BAB II.pdf · BAB II...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1554/3/BAB II.pdf · BAB II...
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Mutu Produk
2.1.1 Mutu
Mutu adalah mutu dalam sebuah perusahan, sangat penting sekali untuk
menentukan apakah produk yang kita buat memenuhi standar produksi. Jika
perusahaan memiliki reputasi yang baik dalam produksinya, maka konsumen akan
terus mempercayai produk perusahaan tersebut.
Untuk mencapai mutu suatu produk, perusahaan harus membuat
perencanaan, melaksanakan dan mengawasinya secara total. Tetapi untuk
mencapai hal tersebut, tentunya harus diketahui dan dipahami secara mendalam
tentang mutu atau mutu. Beberapa definisi mutu adalah sebagai berikut :
“Mutu adalah merupakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman
produk dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar”.
(Amin Wijaya Tunggal, 2007 : 80)
“Mutu adalah karakteristik produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau
customer dan diperoleh melalui pengukuran proses serta melalui perbaikan yang
berkelanjutan.” (Soewarso Hardjosoedarmo,( 2006 : 7)
Sedangkan definisi mutu menurut T. Hani Handoko (2005 : 370)
“Mutu adalah merupakan faktor dalam suatu produk yang menyebabkan bernilai
sesuai yang dimaksud untuk apa produk itu diproduksi.”
7
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa mutu atau mutu
dari suatu produk adalah keadaan dimana faktor-faktor yang terdapat dalam
produk sesuai dengan tujuan yang diharapkan dari produk tersebut.
Mutu merupakan suatu hal atau faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen
terhadap berbagai jenis produk baik itu barang maupun jasa yang akan
dipergunakannya. Mutu dapat secara langsung mempengaruhi perkembangan,
pertumbuhan, pengeluaran biaya produksi, keuntungan atau pemasukan, dan juga
kehidupan suatu perusahaan. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa mutu
dapat sangat menentukan kemampuan suatu perusahaan untuk tetap bertahan dan
meraih keuntungan dalam ketatnya persaingan pasar.
Definisi mutu diartikan berbeda-beda oleh para ahli dalam bidang ini
pengertian-pengertian dan penggambaran yang berbeda mengenai mutu tersebut
disebabkan adanya berbagai persepsi atau pandangan terhadap mutu yang
dihubungkan dengan dimensi kehidupan. Berikut beberapa definisi mutu :
1. Menurut Vincent Gaspersz, 2015 :20
Dalam konteks pengendalian statistikal, terminologi mutu didefinisikan
sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan
variasikarakteristik dari suatu produk ( barang atau jasa ) yang dihasilkan
agar dapat memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna
meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal.
2. Menurut Armand V. Feigenbaum, 2010 :25
Mutu dari produk maupun jasa tercipta dengan adanya komposisi secara
keseluruhan dari karakteristik bagian pemasaran, teknik, produk, dan
8
bagian pemeliharaan, yang mana keseluruhan ini dapat menciptakan suatu
mutu sesuai dengan keinginan konsumen.
3. Menurut Joseph M. Juran, 2010 : 20
“Quality is customer satisfaction”. Konsumen menginginkan produk dan jasa
bermutu tinggi yang memenuhi kebutuhan-kebutuhab dengan biaya yang
bernilai. Dalam hal ini konsumen dibagi menjadi dua jenis, yaitu
internal dan eksternal. Dalam triloginya mencakup (a) Quality Planning,
perencanaan untuk meningkatkan dan memenuhi mutu yang
dikarakteristikkan oleh konsumen. (b) Quality Control, yang merupakan
penilaian performansi aktual yang dibbandingkan dengan tujuannya dan
mengambil langkah- langkah perbaikan bila ternyata terdapat perbedaan
diantara keduanya. (c) Quality improvement, peningkatan mutu. Dapat
disimpulkan bahwa mutu merupakan ketetapan untuk penggunaan dan mutu
adalah kepuasan pelanggan.
2.1.2.Variasi
Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional
sehingga menimbulkan perbedaan dalam mutu pada output ( barang dan/atau jasa
yang dihasilkan).
Menurut Vincent Gaspersz, pada dasarnya dikenal dua sumber atau
penyebab timbulnya variasi, yaitu variasi penyebab khusus dan variasi penyebab
umum :
1. Variasi Penyebab Khusus ( Special Causes Variation )
Adalah kejadian-kejadian diluar sistem yang mempengaruhi variasi dalam
9
sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor manusia,
peralatan, material, lingkungan, metode kerja dan lain-lain.
2. Variasi Penyebab Umum ( Common Causes Variation )
Adalah faktor-faktor didalam sistem atau yang melekat pada proses yang
menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya.
2.1.3.Produk
Berikut ini pengertian tentang produk menurut beberapa ahli adalah
sebagai berikut :
“Produk adalah suatu sifat yang komplek baik dapat diraba maupun tidak dapat
diraba termasuk harga, warna, prestise perusahaan dan pengecer pelayanan.
Perusahaan dan pengecer yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan
keinginannya dan kebutuhannya.” (Basu Swastha DH dan Irawan, 2002 : 165)
“Produk adalah hasil suatu kegiatan atau hasil suatu proses. Prod uk bisa
mencakup jasa, perangkat keras, perangkat lunak atau gabungannya. Produk
dapat berwujud, (misal : rakitan atau bahan diproses) atau tidak berwujud (misal
: pengetahuan atau konsep) atau gabungannya. (Zulian Yamit, 2001 : 364)
Dari pengertian di atas dan dalam peninjauan yang lebih mendalam dapat
disimpulkan bahwa barang atau jasa, tidak hanya meliputi atribut fisik saja tetapi
meliputi sifat non fisik seperti harga, nama penjual dan sebagainya. Semua unsur
tersebut dipandang sebagai unsur pemuas kebutuhan manusia atau pembelinya.
10
Kombinasi yang berbeda tersebut akan memberikan kepuasan yang berbeda pula
karena kombinasi tersebut merupakan produk tersendiri.
Produk mempunyai 2 (dua) pandangan yang berbeda yaitu : (Zulian
Yamit, 2001 : 337)
1. Ditinjau dari pandangan konsumen
Produk dapat dikatakan bermutu apabila produk tersebut mempunyai
kecocokan penggunaan bagi dirinya.
2. Ditinjau dari pandangan produsen
Produk dapat dikatakan bermutu oleh produsen. Produk tersebut telah
sesuai dengan spesifikasinya. Kesesuaian tersebut adalah sesuai dengan
spesifikasi fisiknya, dengan prosedurnya dan sesuai dengan persyaratannya.
Dari beberapa definisi produk, maka produk harus didukung dengan
adanya mutu dan berorientasi pada konsumen. Adanya kebijakan mutu yang baik
tentunya akan membuahkan hasil dan mutu yang baik pula, sehingga produk
sesuai dan dapat diterima oleh konsumen dengan puas. Maka dapat ditarik
kesimpulan tentang mutu produk adalah sebagai berikut :
“Mutu produk merupakan mutu barang atau jasa berkenaan dengan keandalan,
ketahanan, waktu yang tepat, penampilannya, integritasnya, kemurniannya,
individualitasnya, atau kombinasi dari beberapa faktor tersebut.” (Zulian Yamit,
2001 : 336)
“Mutu produk adalah keadaan fisik, fungsi dan sifat suatu produk bersangkutan
yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen
11
dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan.” (Suyadi
Prawirosentono, 2002 : 6)
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu
Terlepas dari komponen yang dijadikan obyek, pengukuran mutu secara
umum, faktor-faktor yang mempengaruhi mutu dapat diklasifikasikan sebagai
berikut : (Zulian Yamit : 2001 : 338)
1. Fasilitas Operasi Seperti Kondisi Fisik Bangunan
Fasilitas operasi merupakan hal penting dalam kelangsungan proses
perusahaan. Fasilitas operasi yang memadai akan menghasilkan mutu produk
yang tinggi dan kondisi fisik bangunan juga mempengaruhi mutu dari produk
tersebut. Kondisi fisik bangunan yang baik berguna menghindari penurunan
mutu akibat panas dan hujan.
2. Peralatan dan Perlengkapan
Peralatan dan perlengkapan produksi yang dipergunakan mempunyai
peranan yang besar di dalam pembentukan mutu dari barang-barang yang
dihasilkan. Perlu adanya pelaksanaan perawatan pada peralatan yang dipakai,
agar selalu terjaga mutunya.
3. Bahan Baku atau Material
Bahan baku adalah hal pokok dalam proses produksi, pengawasan
terhadap bahan baku sangatlah perlu dalam pelaksanaan proses produksi,
karena menyangkut produk akhir yang dihasilkan. Betapun baiknya proses
produksi yang dihasilkan, namun apabila bahan baku yang dipakai tidak
12
memenuhi standar, maka produk yang dihasilkan tersebut akan merupakan
produk yang bermutu rendah.
4. Pekerja atau Staff Organisasi
Berhasil tidaknya perusahaan dalam mencapai produk yang bermutu
tinggi sesuai dengan tujuan, maka bukan hanya dari faktor tenaga bagian
produksi saja, tetapi semua divisi ikut berperan dalam mencapai produk yang
bermutu tinggi termasuk manajemen puncak.
5. Motivation (Motivasi)
Meningkatkan kerumitan dalam membawa mutu produk kedalam
pasar telah memperbesar makna kontribusi setiap karyawan terhadap mutu
hal ini membimbing kebutuhan yang tidak pernah ada sebelumnya sehingga
tercipta kesadaran akan pendidikan dan komunikasi mutu.
6. Modern Informasion method (Metode informasi modern)
Memberikan kemampuan untuk manajemen informasi yang lebih
bermanfaat, Lebih efekktif, tepat waktu dan bersifat ramalan dengan
mendasari keputusan yang membimbing masa depan.
7. Market (Pasar)
Jumlah produk baru dan yang lebih baik yang ditawarkan dipasar terus
tumbuh pada laju yang ekspotif, kebanyakan produk ini adalah perkembangan
teknologi baru sehingga konsumen meminta dan memperoleh produk produk
yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan akibatnya bisnis harus dan lebih
fleksibel dan dan mampu merubah arah dengan cepat.
13
Secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi mutu atau mutu adalah
sebagai berikut :
1. Pasar atau Tingkat Persaingan
Makin tinggi persaingan akan memberikan pengaruh pada perusahaan
untuk menghasilkan produk yang bermutu pula, oleh karena persaingan
merupakan penentu dalam menetapkan tingkat mutu atau mutu output suatu
perusahaan.
2. Tujuan Organisasi
Apakah perusahaan bertujuan untuk menghasilkan volume output
tinggi, barang yang berharga rendah atau menghasilkan barang yang berharga
mahal, ekslusif.
3. Testing Produk
Testing yang kurang memadai terhadap produk yang dihasilkan dapat
berakibat kegagalan dalam mengungkapkan kekurangan yang terdapat pada
produk.
4. Desain Produk
Cara mendesain produk awalnya dapat menentukan mutu produk itu
sendiri.
5. Proses Produksi
Prosedur untuk memproduksi produk dapat juga menentukan mutu
produk yang dihasilkan.
14
6. Mutu Input
Jika bahan yang digunakan tidak memenuhi standart, tenaga kerja
tidak terlatih atau perlengkapan yang digunakan tidak tepat akan berakibat
pada mutu produk yang dihasilkan.
7. Perawatan Perlengkapan
Apabila perlengkapan tidak dirawat secara tepat atau suku cadang
tidak tersedia, maka mutu produk akan kurang dari semestinya.
8. Standar Mutu atau Mutu
Jika perhatian terhadap mutu dalam organisasi tidak tampak, tidak ada
testing maupun inspeksi, maka output yang bermutu tinggi sulit dicapai.
9. Umpan Balik Konsumen
Jika perusahaan kurang sensitif terhadap keluhan-keluhan konsumen,
mutu atau mutu tersebut akan meningkat secara signifikan.
2.3. Statistical Process Control ( SPC )
Pengendalian proses statistik (Statistical Process Control ) adalah
terminologi yang mulai sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan penggunaan
teknik- teknik satatistik (Statistical Techniques) dalam memantau dan
meningkatkan performansi proses menghasilkan produk bermutu. Pada tahun
1950-an sampai tahun 1960-an digunakan terminologi pengendalian mutu
statistikal (Statistical Quality Control = SQC ) yang memiliki pengertian sama
dengan pengendalian proses statistikal ( Statistical Process Control = SPC ).
15
Pengendalian mutu merupakan aktivitas teknik dan manajemen, dimana
pengukuran karakteristik mutu dari output (barang / jasa), kemudian
membandingkan hasil pengukuran tersebut dengan spesifikasi / karakteristik
output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan yang tepat apabila
ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar.
Berdasarkan uraian diatas, dapat difinisikan bahwa pengendalian proses
statistikal ( SPC ) sebagai suatu metode pengumpulan dan analisis data mutu,
serta penentuan dan interprestasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan
tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan mutu dari output
guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
Dengan kata lain penerapan SPC akan dapat membantu menjaga proses
produksi berjalan secara benar dan stabil, sehingga kemungkinan terjadi produk
gagal menjadi sangat kecil.
2.3.1.Definisi Data Dalam SPC
Definisi data dalam SPC menurut Gaspersz adalah catatan tentang sesuatu,
baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai
petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, dapat dipelajari fakta-fakta
yang ada kemungkinan mengambil tindakan yang tepat berdasarkan fakta itu.
Dalam konteks pengendalian statistikal dikenali dua jenis data, yaitu:
1. Data Atribut ( Attributes Data )
Data atribut adalah data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan
dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik mutu adalah: Ketiadaan
16
label pada kemasan produk, banyaknya jenis cacat pada produk, dan
lain-lain.
2. Data Variabel ( Variables Data )
Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan
analisis. Contoh dari data variabel karakteristik mutu adalah diameter pipa,
ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, Banyaknya
ukuran kertas dalam setiap rim, atau yang berupa ukuran.
2.3.2.Tools dalam SPC
Tujuh alat bantu pengendalian mutu dalam Pengendalian Proses Statistikal
(SPC ) yang sering disebut juga sebagai seven tools of quality control, yaitu:
1. Lembar Pengamatan Data ( Check Sheet )
2. Grafik ( Graph )
3. Diagram Pareto ( Pareto Diagram )
4. Diagram Batang ( Histogram )
5. Diagram Sebab-Akibat ( Fishbone Diagram )
6. Diagram Pencar ( Scatter Diagram )
7. Peta Kendali ( Control Chart )
2.3.2.1. Lembar Periksa ( Check Sheet )
Lembar periksa adalah suatu formulir, dimana item-item yang akan
diperiksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data dapat
dikumpulkan secara mudah dan ringkas. Data itu sendiri merupakan unsur yang
paling penting dalam pelaksanaan pengendalian mutu. Data yang ada berguna
untuk memahami situasi yang sebenarnya, menganalisis persoalan, pengendalian
17
proses, mengambil keputusan dan membuat rencana.
2.3.2.2. Grafik ( Graph )
Merupakan tampilan visual data untuk merangkum data. Grafik, tipe
yang paling mudah dan cara terbaik untuk menganalisis, mengerti, dan
mengkomunikasikan data. Ada berbagai tipe grafik yang ada.
2.3.2.3. Diagram Pareto ( Pareto Diagram )
Diagram pareto ditemukan oleh Alfredo Pareto ( 1848-1923 ) dari hasil
penyelidikan tingkat kesejagteraan di Eropa. Dari penyelidikan tersebut,
diketahui bahwa diagram pareto tidak hanya berfungsi untuk menyelidiki
masalah-masalah teori ekonomi, namun dapat digunakan juga dalam berbagai
bidang. Diagram pareto merupakan salah satu dari alat-alat statistik untuk
mengidentifikasikan masalah dan menyusun prioritas, yaitu sebuah diagram
batang yang merangkum dan menyusun data yang telah dikumpulkan pada
check sheet.
2.3.2.4. Diagram Batang ( Histogram )
Histogram adalah salah satu alat yang membantu kita untuk menemukan
variasi. Menurut Vincent Gaspersz histogram merupakan suatu potret dari
proses yang menunjukkan:
1. Distribusi dari pengukuran.
2. Frekuensi dari setiap pengukuran itu.
Dengan demikian, histogram dapat dipergunakan sebagai alat untuk :
1. Mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses.
2. Membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang
18
berfokus pada usaha perbaikan terus menerus ( Continuous Improvement Efforts)
2.3.2.5. Diagram Sebab Akibat ( Fishbone Diagram )
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan
antara penyebab dan akibat dari suatu masalah dan berguna dalam brainstorming
karena dapat menyusun ide-ide yang muncul. Diagram ini kadang-kadang
disebut Diagram Tulang Ikan ( Fishbone Diagram ) karena bentuknya seperti
tulang ikan, atau disebut Diagram Ishikawa ( Ishikawa Diagram ) karena
ditemukan oleh Prof. Ishikawa Kaoru dari Universitas Tokyo Jepang pada tahun
1943, dan mulai depergunakan pada tahun 1960-an.
Gambar 2.1 Contoh Diagram Tulang Ikan
Diagram ini menunjukkan 5 faktor yang disebut sebagai sebab dari suatu
akibat. Kelima faktor ini adalah manusia (tenaga kerja), metode, material
(bahan), mesin, dan lingkungan. Diagram ini biasanya disusun berdasarkan
informasi yang didapatkan dari sumbang saran atau ”brainstorming”.
19
Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat :
1. Tentukan masalah/sesuatu yang akan diamati atau diperbaiki. Gambarkan
panah dengan kotak diujung kanannya dan tulis masalah/sesuatu yang
akan diamati/diperbaiki.
2. Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada
masalah/sesuatu tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat diatas
dan dibawah panah yang telah dibuat tadi.
3. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terperinci (faktor-faktor
sekunder) yang berpengaruh/mempunyai akibat pada faktor utama
tersebut. Tulislah faktor-faktor sekunder tersebut didekat/pada panah yang
menghubungkannya dengan penyebab utama.
4. Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab-penyebab utama dengan
menganalisa data yang ada.
2.3.2.6. Diagram Pencar ( Scatter Diagram )
Dalam proses perbaikan mutu, kadang-kadang diperlukan eksplorasi
terhadap hubungan antar dua variabel. Misalnya diagram sebab-akibat, mengenai
sebab-sebab ketidakpuasan pelanggan menghasilkan kemungkinan hubungan
antara janji dan jumlah keluhan pelanggan. Diagram pencar merupakan
alat yang bermanfaat untuk menjelaskan apakah terdapat hubungan antara
dua variabel tersebut, dan apakah hubungannya positif atau negatif. Diagram
Scatter bertindak sebagai dasar untuk analisis statistik yang disebut analisis
regresi, yang menguji hubungan antara dua variabel atau lebih dalam bentuk
20
matematis. Diagram ini juga menjadi dasar pembuatan chart yang sering
digunakan dalam peramalan.
2.3.2.7. Peta Kendali ( Control Chart )
Pengelompokan jenis-jenis peta kendali tergantung pada tipe
datanya. Gaspersz (2015 : 45) menjelaskan bahwa dalam konteks pengendalian
proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu :
1. Data Variable, merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan
analisis. Contoh dari data variable karakteristik mutu adalah: diameter pipa,
ketebalan produk kayu, berat semen dalam kantong, dll.
2. Data Atribut, merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan
dan analisa. Contoh dari data atribut karakteristik mutu adalah ketiadaan
label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi,
banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat
karena Corelap, dll.
Berdasarkan kedua tipe data tersebut, maka jenis-jenis peta kendali
terbagi atas peta kendali untuk data variable dan peta kendali untuk data atribut.
Beberapa peta kendali untuk data variable adalah peta kendali X-bar dan R, Peta
kendali individual X-bar dan MR, serta peta kendali X-bar dan S. Sedangkan
peta kendali untuk data atribut adalah peta kendali p, peta kendali np, peta
kendali c, dan peta kendali u.
Menurut Gaspersz (2015 : 45), pada prinsipnya setiap peta kendali
mempunyai :
21
1. Garis tangah (Central Line), yang biasanya dinotasikan CL
2. Sepasang bataskendali (Control Limits), dimana satu batas
kendali ditempatkan dibawah garis tengah yang dikenal sebagai batas
kendali atas (Upper Control Limit), biasanya dinotasikan sebagai UCL,
dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal dengan
batas kendali bawah (Lower Control Limits), biasanya dinotasikan sebagai
LCL.
3. Tebaran nilai-nilai karateristik mutu yang menggambarkan keadaan dari
proses. Jika semua nilai yag ditebarkan (diplot) pada peta itu berada didalam
batas-batas kendali tanpa memperlihatkan kecendrungan tertentu, maka
proses yang berlangsung dianggap berada dalam kendali atau terkendali
secara statistikal. Namun jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh
atau berada diluar batas-batas kendali atau memperlihatkan kecendrungan
tertentu atau memiliki bentuk yang aneh, maka proses yang berlangsung
dianggap berada diluar kendali proses yang ada.
2.4. Metode Control Chart
2.4.1. Pengertian Control Chart
Beberapa pengertian control chart adalah sebagai berikut :
“Peta kendali (control chart) adalah peta yang dijadikan pedoman dalam
pengendalian mutu.” (Suyadi Prawirosentono, 2002 : 85)
“Control chart (peta kontrol) adalah merupakan alat kontrol pada suatu
proses yang dapat memberikan petunjuk bila proses yang diamati itu
22
mengalami penyimpangan-penyimpangan dari batas kontrol yang telah
ditentukan. Peta ini merupakan suatu gambaran urutan waktu yang
smenunjukkan nilai statistik yang digambarkan, termasuk lini sentral dan
satu atau lebih batas pengendaliannya yang diturunkan (devided control
limit) secara statistik.” (Amin Wijaya Tunggal, 2007 : 30)
“Metode peta kontrol adalah metode pengawasan untuk sifat-sifat barang
didasarkan sifat proporsi atau prosentase produk-produk yang rusak atau
ditolak.” (T. Hani Handoko, 2005 : 446)
Secara umum dapat dikatakan bahwa peta kendali (control charts)
digunakan untuk memperoleh informasi berikut : (Suyadi Prawirosentono, 2002 :
86)
1. Kemampuan proses produksi artinya apakah mesin-mesin masih berjalan baik
sesuai rencana atau tidak.
2. Pengendalian produk akhir, agar produk akhir tetap baik mutunya, jadi
kegunaan peta kendali (control charts) adalah untuk membatasi toleransi
penyimpangan (variasi) yang masih dapat diterima, baik karena akibat
kelemahan tenaga kerja mesin dan sebagainya.
Metode peta kontrol mempunyai 3 (tiga) cara untuk menentukannya yaitu :
1. Menentukan apakah produksi yang dilaksanakan dapat diterima atau tidak.
2. Mengarahkan perbaikan proses produksi.
3. Mengatasi produk akhir.
23
Sedang gambar peta kontrol adalah sebagai berikut :
Gambar 2.2 Contoh Peta Kontrol
Berdasarkan peta kendali P, terlihat bahwa tidak ada satupun data yang keluar
dari batas kontrol, brdasarkan perhitungan peta kendali P maka diperoleh nilai
central line adalah sebesar 0,24. Sedangakan lower center line dan upper center
line adalah berturut turut sebesar 0 dan 0,52. Maka dapat dikatakan bahwa data
tersebut dalam kendali.
Pada dasarnya peta-peta kontrol digunakan untuk : (Vincent Gaspersz,
2001 : 61)
1. Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian. Dengan
demikian peta-peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan
terkendali, dimana semua nilai rata-rata dan range dari sub-sub kelompok
(subgroups) contoh, berada dalam batas-batas pengendalian (control limit),
maka itu variasi penyebab-khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.
2. Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil
secara statistical dan harga mengandung variasi penyebab umum.
24
Dan peta dasarnya peta kontrol memiliki beberapa batas kendali, yaitu :
1. CL (Central Line) atau garis lurus.
2. Sepasang batas kontrol yaitu :
a. UCL (Upper Control Limit) batas kontrol atas, ditempatkan di atas garis
tengah.
b. LCL (Lower Control Limit) batas kontrol bawah, ditempatkan di bawah
garis tengah.
Tebaran nilai-nilai karakteristik mutu yang menggambar keadaan dari
proses. Jika semua nilai yang ditebarkan pada peta berada di dalam batas-batas
kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang
berlangsung dianggap berada dalam pengendalian. Namun jika nilai-nilai yang
ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada di luar batas-batas kontrol atau
memperlihatkan kecenderungan tertentu atau memiliki bentuk yang aneh, maka
proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan di luar kontrol
(tidak terkendali), sehingga perlu diambil tindakan untuk memperbaiki proses
yang ada.
Penggunaan peta-peta kontrol harus menjadi efektif untuk pengendalian
proses sehingga upaya-upaya peningkatan proses terus-menerus yang telah
menjadi komitmen manajemen organisasi dapat sukses. Dengan demikian
penggunaan peta kontrol untuk pengendalian proses harus dikaitkan secara
langsung dengan kebutuhan dan ekspestasi pelanggan.
25
2.5. Pengukuran Batas-Batas Penyimpangan Mutu
Bila dievaluasi terhadap hasil kerja proses menuntut hasil yang mendetail,
kita memilih karakteristik output secara kritis yang dapat diukur dengan skala
berkeseimbangan. Pendekatan ini dapat digunakan terhadap karakteristik seperti :
berat, panjang, isi, waktu pemrosesan, mengukur produk cacat dan masih banyak
lagi.
Jenis pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengevaluasi baik
terhadap ketelitian proses dan syarat-syarat di dalamnya dengan menggunakan
beberapa model pengukuran.
Macam-macam model pengukuran yaitu : (Vincent Ganpersz,
2001 : 92)
1. X dan R Chart
Peta kontrol X (rata-rata) dan R (range) digunakan untuk memantau
proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinyu, sehingga peta
kontrol X dan R sering disebut sebagai peta kontrol untuk data variabel. Peta
kontrol X menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan yang telah
terjadi dalam ukuran titik pusat atau rata-rata dalam proses. Hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor seperti : peralatan yang dipakai, tenaga kerja yang belum
terlatih, peningkatan temperatur secara gradual dan lain-lain.
Peta kontrol R menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan yang
telah terjadi dalam ukuran variasi. Dengan demikian berkaitan dengan
perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui proses. Hal ini
26
disebabkan oleh faktor-faktor seperti : bagian peralatan yang hilang, minyak
pelumas mesin yang tidak mengalir dengan baik dan kelelahan pekerja dan
lain-lain.
2. Peta kontrol p
Peta kontrol p digunakan untuk mengukur proporsi ketidak sesuaian
(penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item atau kelompok yang
diinspeksi. Dengan demikian peta kontrol P digunakan untuk mengendalikan
proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi mutu atau
proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu proses.
3. Peta kon trol np
Pada dasarnya peta kontrol np serupa dengan peta kontrol p, kecuali
dalam peta kontrol np terjadi perubahan skala pengukuran. Peta kontrol np
menggunakan ukuran banyaknya item yang tidak memenuhi spesifikasi atau
banyaknya item yang tidak sesuai (cacat) dalam suatu pemeriksaan.
4. Peta kontrol C
Peta kontrol C digunakan dalam hubungan jumlah cacat yang muncul
dalam sampel dengan unit tetap. Seperti jumlah ketidak-sempurnaan
penyambungan solder dalam radio, mobil menyebabkan ketidakpastian dalam
mengklasifikasikan kebaikan dan keburukan barang tersebut. Jadi peta kontrol
C merupakan diagram kontrol yang dipergunakan untuk memonitor suatu
proses dengan cara menghitung jumlah kejadian yang tidak dikehendaki
(rusak atau cacat) seperti barang-barang rusak atau cacat, keluhan-keluhan
pelanggan dari hasil unit perunit.
27
Pengukuran yang dilakukan terhadap mutu produk, tidak hanya dilakukan
pada produk itu semata, akan tetapi faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses
pembentukan suatu produk yang disebut variasi yang dapat dibedakan menjadi 2
(dua) macam yaitu : (Vincent Gaspersz, 2001 : 3)
1. Variasi penyebab khusus (special causes variation)
Adalah kejadian-kejadian di luar sistem manajemen mutu yang
mempengaruhi proses produksi. Penyebab khusus dapat bersumber dari
faktor-faktor : manusia, mesin, peralatan, material, lingkungan, metode kerja.
Penyebab khusus ini mengambil pola non acak sehingga dapat diidentifikasi.
Sebab faktor-faktor tersebut tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki
pengaruh yang lebih kuat pada proses, sehingga menimbulkan variasi. Dalam
konteks analisis data, kerusakan produk menggunakan peta-peta kendali
(control chart). Jenis variasi ini sering ditandai dengan titik pengamatan yang
melewati atau keluar dari batas pengendalian yang diidentifikasikan.
2. Variasi penyebab umum (common causes variation)
Adalah faktor-faktor di dalam sistem manajemen mutu atau yang
melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem itu
beserta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering juga disebut sebagai penyebab
acak atau penyebab sistem, karena penyebab umum ini selalu melekat pada
sistem manajemen mutu, untuk menghilangkannya harus menelusuri elemen-
elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manjemen yang mengendalikan
sistem manajemen mutu. Dalam konteks analisa data dengan menggunakan
28
peta-peta kendali (control charts) jenis variasi ini sering ditandai dengan titik
pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang
diidentifikasikan.
Suatu proses yang hanya mempunyai variasi penyebab umum yang
mempengaruhi produk merupakan proses yang stabil karena penyebab sistem
yang mempengaruhi variasi biasanya relatif stabil sepanjang waktu.
Sedangkan apabila variasi penyebab khusus terjadinya dalam proses itu akan
menjadi tidak stabil. Upaya-upaya menghilangkan variasi penyabab khusus
akan membawa proses ke dalam pengendalian proses menggunakan peta-peta
kontrol statistika.
Sedangkan yang dimaksud dengan variasi itu sendiri adalah :
“Variasi adalah ketidak seragam dalam proses operasional sehingga menimbulkan
perbedaan dalam mutu produk (barang dan jasa) yang dihasilkan.” (Vincent
Gaspersz, 2001 : 3)
2.6. Arti Pengawasan dan Pengendalian Mutu
2.7.1 Pengertian Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan suatu kegiatan yang sangat diperlukan
dalam perusahaan. untuk memperoleh produk yang baik diperlukan. Pengawasan
mutu selama proses pembuatan untuk mencegah kerusakan. Jadi agar produk yang
dihasilkan tidak rusak perlu diadakan pengawasan mutu secara seksama bahkan
terpadu.
Untuk memperjelas arti pengawasan, berikut ini definisi dari beberapa ahli
yaitu:
29
“Pengawasan adalah merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki mutu
produk bila diperlukan, mempertahankan mutu yang sudah tinggi dan
mengurangi jumlah bahan yang rusak.” (Sukanto Reksohadiprojo, Indriyo
Gitosudarmo, 2000 : 245)
“Pengawasan adalah kegiatan untuk memastikan apakah kebijaksanaan dalam hal
mutu atau standar dapat tercermin dalam hasil akhir.” (Sofyan Assuari, 2005 :
210)
“Pengawasan adalah merupakan suatu aktivitas manajemen perusahaan untuk
menjaga dan mengarahkan agar mutu produk perusahaan dapat dipertahankan
sebagaimana yang telah direncanakan.” (Agus Ahyari, 2008 : 28)
Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa usaha pengawasan mutu ini
adalah merupakan usaha penjagaan yang dilaksanakan sebelum kesalahan tersebut
tidak terjadi di dalam perusahaan. Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa
yang dimaksud dengan pengawasan mutu adalah :
“Pengawasan mutu merupakan upaya mempertahankan mutu dengan mencegah
kerusakan suatu produk selama proses produksi, merupakan suatu kegiatan yang
penting untuk menghindari akibat buruk, yaitu pangsa pasar.” (Suyadi
Prawirosentono, 2002 : 161)
2.7.2 Tujuan Pengawasan
Secara umum tujuan pengawasan adalah sebagai berikut : (Suyadi
Prawirosentono,2002:76)
30
1. Produk akhir mempunyai spesifikasi sesuai dengan standar mutu yang telah
ditetapkan.
2. Agar biaya desain produk, biaya inspeksi dan biaya proses produksi dapat
berjalan secara efisiensi.
3. Bila dua hal tersebut dapat terlaksana, yaitu produk yang dihasilkan bermutu
baik dengan harga jual yang logis, maka perusahaan dapat meningkatkan daya
saingnya.
2.7.3 Pengertian Pengendalian Mutu
Tujuan pokok pengendalian mutu adalah untuk mengetahui sampai sejauh
mana proses dan hasil produk (jasa) yang dibuat sesuai dengan standar yang
ditetapkan perusahaan. Pengendalian mutu merupakan upaya untuk mencapai dan
mempertahankan standar bentuk, kegunaan dan warna yang direncanakan..”
(Suyadi Prawirosentono, 2002 : 75)
Untuk memperjelas arti pengendalian berikut ini definisi-definisi
pengendalian menurut beberapa ahli :
“Pengendalian adalah proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan
manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan
sesuai dengan yang direncanakan.” (T. Hani Handoko, 2005 : 359)
“Pengendalian merupakan suatu aktivitas untuk menemukan, mengoreksi
dibandingkan dengan rencana kerja yang telah dilaksanakan.” (Darmanto, Janti
Soegiastuti, 1999 : 250)
31
Dari pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengendalian
adalah sebagai suatu tindakan pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menjamin
tercapainya tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengendalian mutu
menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
“Pengendalian mutu adalah ditujukan untuk mengupayakan agar produk atau
jasa akhir sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya.” (Suyadi
Prawirosentono, 2002 : 75)
“Pengendalian mutu adalah alat bagi manajemen untuk memperbaiki mutu
produk bila diperlukan untuk mempertahankan mutu yang tinggi dan
mengurangi jumlah yang rusak.” (Sukanto Reksohadiprojo dan Indriyo
Gitosudarmo, 2000 : 245)
Dari pengertian di atas dilihat bahwa pengendalian mutu ini adalah usaha
penjagaan yang dilaksanakan sebelum kesalahan mutu produk tersebut terjadi,
melainkan mengarah agar kesalahan mutu tersebut tidak terjadi di dalam
perusahaan. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa pimpinan perusahaan
(manajemen) dan tenaga kerja lain harus saling menunjang dalam melaksanakan
kegiatan pengendalian mutu barang atau jasa sejak awal, yaitu mulai pemeliharaan
bahan baku, kemudian proses produksi sampai barang jadi dan seterusnya. Jadi
partisipasi seluruh karyawan dan manajemen akan mempengaruhi keberhasilan
kendali mutu atau suatu produk.
32
2.7.4 Pelaksanaan Pengendalian Mutu produk
Kegiatan pengendalian mutu merupakan bidang pekerjaan yang sangat
luas dan kompleks karena semua variabel yang mempengaruhi mutu harus
diperhatikan. Secara garis besar pengendalian mutu dapat diklasifikasikan sebagai
berikut : (Suyadi Prawirosentono, 2002 : 76)
1. Pengendalian mutu bahan baku
Mutu bahan akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari barang yang
dibuat. Bahan baku dengan mutu yang jelek akan menghasilkan mutu barang
yang jelek. Sebaliknya bahan baku yang baik dapat menghasilkan barang yang
baik. Pengendalian mutu bahan harus dilakukan sejak penerimaan bahan baku
di gudang, selama penyimpanan dan waktu bahan baku akan dimasukkan
dalam proses produksi. Kelainan mutu bahan baku akan memberikan akibat
mutu produk yang dihasilkan berada diluar standar mutu yang direncanakan.
2. Pengendalian mutu dalam proses pengolahan
Tiap tahap proses produksi diawasi sehingga kesalahan-kesalahan
yang terjadi dalam proses produksi bersangkutan dapat diketahui untuk
selanjutnya segera dilakukan perbaikan (koreksi). Selanjutnya kesalahan-
kesalahan tersebut harus diteruskan kepada operator (pelaksanaan) untuk
dilakukan perbaikan. Pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahapan proses
produksi dari awal hingga akhir tanpa kecuali. Bila salah satu tahapan
produksi diabaikan berarti pengendalian mutu tidak cermat. Disinilah perlunya
33
kerja saling mendukung antara karyawan satu dengan yang lain, termasuk
pihak manajemen.
3. Pengendalian mutu produk akhir
Produk akhir harus diawasi mutunya sejak keluar dari proses produksi
hingga tahap pembungkusan, pergudangan dan pengiriman ke konsumen.
Dalam memasarkan produk, perusahaan harus berusaha menampilkan produk
yang bermutu. Hal ini hanya dapat dilaksanakan bila atas produk akhir
tersebut dilakukan pengecekan mutu agar produk rusak (cacat) tidak sampai
ke tangan konsumen.
2.8 Penetapan Standar Mutu Produk
“Standar adalah sesuatu yang menjadi dasar atau patokan bagi
terselenggaranya suatu aktivitas untuk memperoleh hasil sesuai dengan yang
diharapkan. Standar biasanya ditentukan berdasarkan ukuran-ukuran kuantitatif
dan kualitatif, serta berdasarkan perhitungan-perhitungan teknis.’ (Sukanto
Reksohadiprojo dan Indriyo Gitosudarmo, 2000 : 243)
Penerapan standar mutu suatu produk pada umumnya menyangkut suatu
masalah tentang engineering, design, proses dan materiil. Untuk menerapkan
standar mutu produk hendaknya dilakukan oleh seseorang yang benar-benar ahli
di dalam bidangnya. Dalam menentukan standar mutu produk akan menemui
kesulitan jika tidak mengetahui sifat-sifatnya secara pasti, sehingga percobaan-
percobaan dengan menggunakan suatu produk, kemudian dari hasil percobaan
tersebut diadakan perbandingan dan penilaian, sehingga akhirnya dapat memenuhi
mutu yang diinginkan.
34
Pada dasarnya penetapan standar mutu berdasarkan dua hal yaitu mutu
yang dapat memenuhi syarat minimum yang diharapkan oleh konsumen dan harga
yang layak sesuai dengan kemampuan konsumen. Penetapan standar mutu ini
ditentukan dalam penetapan standar mutu produk adalah sebagai berikut :
(Sukanto Reksohadiprojo dan Indriyo Gitosudarmo, 2000 : 246)
1. Mempertimbangkan persaingan dan mutu produk pesaing.
2. Mempertimbangkan kegunaan terakhir produk.
3. Mutu harus sesuai dengan harga jual.
Perlunya team yang terdiri dari mereka yang berkecimpung dalam
bidang-bidang :
1. Penjualan yang mewakili konsumen.
2. Teknik yang mengatur desain dan mutu teknis.
3. Pembelian yang menentukan biaya memproduksi berbagai mutu alternatif.
4. Produksi yang menentukan biaya memproduksikan berbagai mutu alternatif.
Setelah ditentukan disesuaikan dengan keinginan konsumen dengan
kendala teknik produksi, tersedianya bahan dan sebagainya, maka perlu
dipelihara. Ini dilaksanakan oleh staff pengamat produksi. Pemeriksaan hanya
mengecek keefektifan pekerja bagian produksi dalam memproduksikan barang
sesuai dengan mutu standar.
35
2.9 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
No. JudulPenulis dan
Tahun
Metode
AnalisisHasil Penelitian
1 Pengendalian Mutu
Produk Cacat dengan
Pendekatan Kaizen
dan Analisis Masalah
dengan Seven tools
Cyrilla Indri
Parwati dan
Rian Mandar
Sakti, 2012
Metode
analisis
dengan Seven
Tools
Usaha peningkatan mutu
produk dilakukan dengan cara
mengatasi penyebab cacat
pada suatu proses produksi.
Data pengolahan data
diketahui adaya penurunan
cacat terbesar yakni pada
benang (melecet, loncat,
kendor) sebesar 15,4 % dari
35,33 % menjadi 19,93 %
2 Analisa Pengendalian
Mutu Produk Cover
Motor pada PT. ABC
Menggunakan
Metode Borda dan
Kaizan
Elly
Wuryaningtyas
Yunitasari,
Emmy
Nurhsysti,
2016
Metode
Analisa
Borda dan
Kaizen
Bedasarkan hasil pengolahan
data dapat disimpulkan jahitan
tidak rapidengan bobot 0.4,
sobek dengan beberapa bagian
dengan bobot 0.28, salah
dimensi/ ukuran dengan bobot
0.16, warna tidak sesuai
sesuai dengan bobot 0.1 serta
salah pemasangan logo
dengan bobot 0.6. Faktor
penyebab Defect : training
kurang, kurang pengawasan,
kurang fokus, bahan mudah
robek, mutu bahan jelek,
36
kurang perawatan mesin,
rusak pada beberapa bagian.
3 Aplikasi Peta Kendali
P Sebagai
Pemgendalian Mutu
di PTPN IX
Batujamus/Kerjoarum
Isti Komah,
Endang Siti
Rahayu, 2015
Metode Peta
kendali P
Masih banayak titik yang
berada diluar pengendalian
dalam produksi setiap bulanya
disebabkan dominanya mutu
karet RSS 3 , apabila produksi
RSS 3 ditekan dijadikan
kualiatas RSS 1,maka
perusahaan akan lebih untung
dan efisien. Oleh karena itu
disarankan untuk kegiatan
setiap produksi, sehingga
setiap kegitan bisa dievaluasi
dan dilakukan kegiatan proses
produksi
selanjutnya.
4 Analisis
Pengendalian
Kualitas Produk
untuk Meningkatkan
Produktivitas dan
Efesiensi dengan
Menggunakan
Metode SPC
Erry Rimana,
2007
Metode
Penelitian
dengan
Menggunakan
SPC
Hasil dari pengolahan
datatersebut akan
menghasilkan suatu solusi
pemecah masalah akan dibuat
dengan metode 5W + 1H. dari
metode ini akan diketahui
tindakan yang akan untuk
menanggulai masalah cacat
yang terjadi, Diharapkan pula
data yang diberikan akan
memberikan informasi yang
berguna untuk meningkatkan
kinerja/sistem pengendalian
37
kualitas bagi perusahaan yang
akan memberikan kepuasan
bagi konsumen.
5 Pengendalian
Kualitas Produk
dalam upaya
Menurunkan Tingkat
Kegagalan Produk
jadi
Ni Luh Putu
Hariastuti,
Metode
penelitian
dengan
Menggunakan
Peta kendali
P
Metode penelitian yang
dilakukan berdasarkan analisa
deskriptif dan wawancara
dengan pihak yang terkait
melakukan observasi
dilapangan dan melakukan
pengumpulan data-data
tertulis (data sekunder) yang
dimiliki oleh perusahaan, dari
hasil penelitian diketahui
bahwa jenis kegagalan untuk
warna cetakan kurang cerah
memiliki resiko kegagalan
paling tinggi yaitu dengan
nilai resiko kegagalan
197,8729 dan prosentase
kejadianya adalah 16,67%
6 Pengendalian
Kualitas pada Produk
Rantai
Indra
Almahdy,
Bonny
Cahyano, 2009
Metode
Penelitian
yang
Digunakan
dengan Peta
Kendali P
Menjaga kualitas produk agar
tetap mempertahankan dan
meningkatkan penjualan, dari
diagram pareto telah diketahui
bahwa cacat terbesar adalah
rantai mulur dengan
prosentase 46,33%, sedangkan
untuk cact kedua adalah rantai
tercampur 34,26%, cacat
berikutya adalah cacat rantai
38
putus 16,4%, sedangkan cacat
yang paling kecil adalah cacat
karetdengan nilai 3%,
berdasarkan data pareto
tersebut dua cacat dengan
presentase terbesar yaitu
ranati mulur dan komponen
rantai.
7 Analisis
Pengendalian
Kualitas Produk
Dengan Metode
Statistical Quality
Control
Heni Hastiti, Metode yang
digunakan
SQC
Kualitas yang dihasilkan
masih berada dalam batas
kendali atas (BKA/UCL) dan
batas kendali bawah
(BKB/LCL)
penyimpangan_penyimpangan
yang dihasilkan berdasarkan
hasil analisis SQC, kesalahan
manusia masih bisa
dikendalikan, kesalahan yang
diakibatkan oleh mesi dapat
mengakibatkan menurunya
kualitas produk namu hal ini
dapat ditanggulangi dengan
penanganan perbaikan mesi
secara cepat untuk
menstabilkan kualitas
kembali.
Kajian penelitian terdahulu sebagai perbandingan untuk penelitian yang
dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Cyrilla Indri Parwati dan Rian Mandar
Sakti telah melakukan penelitian pada tahun 2012 yang berjudul “Pengendalian
39
Mutu Produk Cacat dengan Pendekatan Kaizen dan Analisis Masalah dengan
Seven tools” Fokus penelitian ini adalah Usaha peningkatan mutu produk
dilakukan dengan cara mengatasi penyebab cacat pada suatu proses produksi.
Data pengolahan data diketahui adaya penurunan cacat terbesar yakni pada
benang (melecet, loncat, kendor) sebesar 15,4 % dari 35,33
Elly Wuryaningtyas Yunitasari dan Emmy Nurhsysti telah melakukan
penelitian pada tahun 2016 yang berjudul “Analisa Pengendalian Mutu Produk
Cover Motor pada PT. ABC Menggunakan Metode Borda dan Kaizan”
bedasarkan hasil pengolahan data dapat disimpulkan jahitan tidak rapidengan
bobot 0.4, sobek dengan beberapa bagian dengan bobot 0.28, salah dimensi/
ukuran dengan bobot 0.16, warna tidak sesuai sesuai dengan bobot 0.1 serta salah
pemasangan logo dengan bobot 0.6. Faktor penyebab Defect : training kurang,
kurang pengawasan, kurang fokus, bahan mudah robek, mutu bahan jelek, kurang
perawatan mesin, rusak pada beberapa bagian.
Isti Komah dan Endang Siti Rahayu telah melakukan penelitian pada tahun
2015 yang berjudul “Aplikasi Peta Kendali P Sebagai Pemgendalian Mutu di
PTPN IX Batujamus/Kerjoarum” berdasarkan pengolahan dapat disimpulkan
Masih banayak titik yang berada diluar pengendalian dalam produksi setiap
bulanya disebabkan dominanya mutu karet RSS 3 , apabila produksi RSS 3
ditekan dijadikan kualiatas RSS 1,maka perusahaan akan lebih untung dan efisien.
Oleh karena itu disarankan untuk kegiatan setiap produksi, sehingga setiap
kegitan bisa dievaluasi dan dilakukan kegiatan proses produksi selanjutnya.
40
Erry Rimana telah melakukan penelitian pada tahun 2007 yang berjudul
“Analisis Pengendalian Kualitas Produk untuk Meningkatkan Produktivitas dan
Efesiensi dengan Menggunakan Metode SPC” berdasarkan pengolahan data dapat
disimpulkan Hasil dari pengolahan datatersebut akan menghasilkan suatu solusi
pemecah masalah akan dibuat dengan metode 5W + 1H. dari metode ini akan
diketahui tindakan yang akan untuk menanggulai masalah cacat yang terjadi,
Diharapkan pula data yang diberikan akan memberikan informasi yang berguna
untuk meningkatkan kinerja/sistem pengendalian kualitas bagi perusahaan yang
akan memberikan kepuasan bagi konsumen
Ni Luh Putu Hariastuti telah melakuan penelitian yang berjudul “Pengendalian
Kualitas Produk dalam upaya Menurunkan Tingkat Kegagalan Produk jadi”
berdasarkan pengolahan data dapat disimpulkan Metode penelitian yang
dilakukan berdasarkan analisa deskriptif dan wawancara dengan pihak yang
terkait melakukan observasi dilapangan dan melakukan pengumpulan data-data
tertulis (data sekunder) yang dimiliki oleh perusahaan, dari hasil penelitian
diketahui bahwa jenis kegagalan untuk warna cetakan kurang cerah memiliki
resiko kegagalan paling tinggi yaitu dengan nilai resiko kegagalan 197,8729 dan
prosentase kejadianya adalah 16,67%.
Indra Almahdy dan Bonny Cahyano telah melakukan penelitian pada tahun
2009 yang berjudul “Pengendalian Kualitas pada Produk Rantai” berdasarkan
pengolahan data dapat disimpulkan Menjaga kualitas produk agar tetap
mempertahankan dan meningkatkan penjualan, dari diagram pareto telah
diketahui bahwa cacat terbesar adalah rantai mulur dengan prosentase 46,33%,
41
sedangkan untuk cact kedua adalah rantai tercampur 34,26%, cacat berikutya
adalah cacat rantai putus 16,4%, sedangkan cacat yang paling kecil adalah cacat
karetdengan nilai 3%, berdasarkan data pareto tersebut dua cacat dengan
presentase terbesar yaitu ranati mulur dan komponen rantai.
Heni Hastiti yang melakukan penelitia yang berjudul “Analisis Pengendalian
Kualitas Produk Dengan Metode Statistical Quality Control” berdasarkan
pengolahan dapat disimpulkan Kualitas yang dihasilkan masih berada dalam batas
kendali atas (BKA/UCL) dan batas kendali bawah (BKB/LCL)
penyimpangan_penyimpangan yang dihasilkan berdasarkan hasil analisis SQC,
kesalahan manusia masih bisa dikendalikan, kesalahan yang diakibatkan oleh
mesi dapat mengakibatkan menurunya kualitas produk namu hal ini dapat
ditanggulangi dengan penanganan perbaikan mesi secara cepat untuk
menstabilkan kualitas kembali.