BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemeriksaan Operasionalthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00009-AK Bab...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemeriksaan Operasionalthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00009-AK Bab...
6
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Pemeriksaan Operasional
II.1.1. Pengertian Pemeriksaan Operasional
Berikut ini akan diuraikan beberapa definisi mengenai pengertian pemeriksaan
operasional:
1. Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003) menyatakan,
“Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan
metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya” (h. 4).
2. Agoes, S. (2004) mendefinisikan, “Audit operasional adalah suatu pemeriksaan
terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan
kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui
apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan
ekonomis” (h. 10).
3. Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, Gania, dan Budi
(2003) mendefinisikan, “Audit operasional adalah suatu proses sistematis yang
mengevaluasi efektifitas, efisiensi, dan kehematan operasi organisasi yang berada
dalam pengendalian manajemen serta melaporkan kepada orang-orang yang tepat
hasil-hasil evaluasi tersebut beserta rekomendasi perbaikan” (h. 498).
4. Tunggal, A. W. (2001) menyatakan, “Audit operasional merupakan audit atas
operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi,
efisiensi dan efektifitas dari setiap dan seluruh operasi, terbatas hanya pada
keinginan manajemen” (h. 1).
7
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa audit operasional merupakan
suatu proses yang sistematis, yang dilakukan oleh seorang auditor independen, untuk
menilai efektifitas dan efisiensi atas seluruh atau salah satu unit operasi yang dijalankan
perusahaan, dalam hal ini mengenai proses arus pelaksanaan mulainya suatu kegiatan
operasi dari satu bagian ke bagian yang lain sampai selesainya kegiatan tersebut.
II.1.2. Tujuan Pemeriksaan Operasional
Tunggal, A. W. (2001) menyatakan, “Beberapa tujuan dari audit operasional
adalah:
1. Obyek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dan
ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor operasional dan untuk
menunjukkan perbaikan apa yang dimungkinkan untuk memperoleh hasil yang
terbaik dari operasi yang bersangkutan.
2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien.
3. Untuk mengusulkan kepada manajemen cara-cara dan alat-alat untuk mencapai
tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang memiliki pengetahuan tentang
pengelolaan yang efisien.
4. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi di pengelolaan.
5. Untuk membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengna setiap fase
dari aktifitas usaha yang dapat merupakan pelayanan kepada manajemen.
6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif
dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka” (h. 12).
Menurut Mulyadi (2002), ”Tujuan pemeriksaan operasional adalah untuk:
1. Mengevaluasi kinerja.
8
2. Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan.
3. Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut” (h.32).
Menurut Agoes, S. (2004) menyatakan, ”Tujuan umum dari manajemen audit
adalah:
1. Untuk menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai fungsi dalam
perusahaan.
2. Untuk menilai apakah berbagai sumber daya (manusia, mesin, dana, harta lainnya)
yang dimiliki perusahaan telah digunakan secara efisien dan ekonomis.
3. Untuk menilai efektifitas perusahaan dalam mencapai tujuan (objective) yang telah
ditetapkan oleh top management.
4. Untuk dapat memberikan rekomendasi kepada top management untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam penerapan pengendalian
intern, sistem pengendalian manajemen, dan prosedur operasional perusahaan,
dalam rangka meningkatkan efisiensi, keekonomisan dan efektivitas dari kegiatan
operasi perusahaan” (h.175).
II.1.3. Pengertian Efektif, Efisien dan Ekonomis
Agoes, S. (2004) menyatakan, ”Berikut ini akan dijelaskan pengertian efektif,
efisien dan ekonomis:
- Jika suatu goal, objective, program dapat dicapai dalam batas waktu yang
ditargetkan, tanpa memperhatikan biaya yang dikeluarkan, maka hal tersebut
disebut efektif.
- Jika dengan biaya (input) yang sama bisa dicapai hasil (output) yang lebih besar,
maka hal tersebut disebut dengan efisien.
9
- Jika suatu hasil (output) bisa diperoleh dengan biaya (input) yang lebih
kecil/murah, dengan mutu output yang sama, maka hal tersebut disebut ekonomis”
(h. 182).
II.1.4. Jenis-jenis Pemeriksaan Operasional
Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003) menyatakan,
”Audit operasional dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Fungsional (Functional).
Audit fungsional berkaitan dengan sebuah fungsi atau lebih dalam suatu
organisasi. Keunggulan audit fungsional adalah memungkinkan adanya
spesialisasi oleh auditor. Kekurangan audit fungsional adalah tidak dievaluasinya
fungsi yang saling berkaitan.
2. Organisasional (Organizational).
Audit operasional atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan unit organisasi,
seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Penekanan dalam suatu unit
organisasi adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-fungsi saling berinteraksi.
Rencana organisasi dan metode-metode untuk mengkoordinasikan aktivitas yang
ada, sangat penting dalam audit jenis ini.
3. Penugasan khusus (Special Assignments).
Penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Ada
banyak variasi dalam audit jenis itu. Contoh-contohnya mencakup penentuan
penyebab tidak efektifnya sistem PDE, penyelidikan kemungkinan kecurangan
dalam suatu divisi, dan membuat rekomendasi untuk mengurangi biaya produksi
suatu barang” (h. 767).
10
II.1.5. Tahap-tahap Pemeriksaan Operasional
Menurut Agoes, S. (2004), ”Ada 4 (empat) tahapan dalam suatu pemeriksaan
operasional, yaitu:
1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey).
Survei pendahuluan dimaksudkan untuk mendapat gambaran mengenai bisnis
perusahaan yang dilakukan melalui tanya jawab dengan manajemen dan staff
perusahaan serta penggunaan questionnaires.
2. Penelaahan dan Pengujian Atas Sistem Pengendalian Manajemen (Review and
Testing of Management Control System).
Untuk mengevaluasi dan menguji efektifitas dari pengendalian manajemen yang
terdapat di perusahaan biasanya digunakan internal control questionnaires (ICQ),
flowchart dan penjelasan narrative serta dilakukan pengetesan atas beberapa
transaksi (walk through the documents).
3. Pengujian Terinci (Detailed Examination).
Melakukan pemeriksaan terhadap transaksi perusahaan untuk mengetahui apakah
prosesnya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen. Dalam hal
ini auditor harus melakukan observasi terhadap kegiatan dari fungsi-fungsi yang
terdapat di perusahaan.
4. Pengembangan Laporan (Report Development).
Dalam menyusun laporan pemeriksaan auditor tidak memberikan opini mengenai
kewajaran laporan keuangan perusahaan. Laporan yang dibuat mirip dengan
management letter, karena berisi audit findings (temuan pemeriksaan) mengenai
penyimpangan yang terjadi terhadap kriteria (standard) yang berlaku yang
menimbulkan inefisiensi, inefektifitas dan ketidakhematan (pemborosan) dan
11
kelemahan dalam sistem pengendalian manajemen (management control system)
yang terdapat di perusahaan” (h. 12).
II.1.6. Teknik-teknik Pemeriksaan Operasional
Teknik-teknik pemeriksaan yang digunakan dalam pemeriksaan operasional
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan teknik yang digunakan dalam pemeriksaan
keuangan. Dalam pemeriksaan operasional, wawancara memiliki porsi yang lebih dari
teknik lainnya. Adapun teknik-teknik pemeriksaan operasional dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Pemahaman Obyek.
Pemahaman obyek dapat dilakukan melalui diskusi atau wawancara dengan orang
yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan akan obyek tersebut.
b. Walk Through.
Walk through merupakan kegiatan pemeriksaan di dalam menelusuri sistem dan
prosedur pada obyek yang akan diperiksa yang meliputi fungsi-fungsi yang ada
dalam perusahaan.
c. Pengamatan.
Pengamatan merupakan peninjauan atas suatu obyek secara hati-hati dan ilmiah.
Hasil pengamatan memerlukan penegasan yang lebih lanjut di langkah berikutnya,
misalnya melalui analisis dan penyelidikan.
d. Analisis.
Di dalam analisis, pemeriksa mencoba untuk menguraikan informasi yang
diperoleh ke dalam unsur-unsur yang lebih rinci sehingga dapat diketahui unsur-
unsur penting dari informasi tersebut.
12
e. Wawancara.
Wawancara adalah usaha untuk mendapatkan informasi secara lisan. Namun
dalam pelaksanaannya, wawancara dapat dilakukan secara tertulis yaitu dengan
memberikan kuesioner kepada pihak yang diwawancarai.
f. Verifikasi.
Verifikasi digunakan untuk mengukuhkan apa yang tertulis dikaitkan dengan fakta
yang ada. Verifikasi juga dapat digunakan untuk membuktikan kebenaran dari
suatu pernyataan.
g. Penyelidikan.
Penyelidikan merupakan proses mendalami yaitu upaya untuk mengupas secara
ekstensif atau permasalahan yang perlu dijabarkan, diuraikan atau diteliti untuk
menemukan adanya pelaksanaan yang tidak sehat ataupun kebenaran atas suatu
kegiatan.
h. Evaluasi.
Evaluasi merupakan langkah terakhir sebelum kesimpulan pemeriksaan dihasilkan.
Evaluasi memerlukan pertimbangan keahlian, dengan demikian evaluasi dapat
mencerminkan keahlian profesional pemeriksa. Kemampuan ini akan tercermin di
dalam saran dan rekomendasi yang diberikan oleh pemeriksa.
II.1.7. Temuan Hasil Pemeriksaan
Temuan yang disusun dengan baik mencakup:
a. Criteria.
Ukuran atau standar yang harus diikuti atau kondisi yang seharusnya ada.
b. Statement of Condition.
13
Bagaimana kenyataan atau kondisi yang terjadi di perusahaan.
c. Effect.
Bagaimana akibat dari kenyataan yang terjadi di perusahaan. Efek yang negatif
berupa penyimpangan dan efek yang positif berupa hasil yang lebih baik dari
standar yang sudah ditentukan.
d. Cause.
Apa penyebab terjadinya kondisi tersebut di perusahaan dan bagaimana terjadinya.
Biasanya pertanyaan pertama diajukan manajemen setelah membaca temuan
yang dilaporkan internal auditor adalah ”What should we do about it?”. Karena itu
temuan pemeriksaan harus disertai dengan rekomendasi untuk bisa menjawab
pertanyaan tersebut. Temuan dan rekomendasi adalah dua bagian yang penting dalam
suatu laporan pemeriksaan internal. Temuan menjelaskan apa yang terjadi, sedangkan
rekomendasi menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi kelemahan atau
masalah yang dikemukakan dalam temuan.
II.2. Sistem Pengendalian Intern
II.2.1. Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Menurut IAI (2001), ”Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan
oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini:
a. Keandalan pelaporan keuangan.
b. Efektifitas dan efisiensi operasi.
c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku” (h. 319.2).
14
Menurut Mulyadi (2001), ”Sistem pengendalian intern meliputi struktur
organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan
organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan
mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen” (h. 163).
Menurut Mulyadi (2001), ”Sistem pengendalian intern tersebut dapat dibagi
menjadi dua macam:
1. Pengendalian intern akuntansi (Internal accounting control).
Merupakan bagian dari sistem pengendalian intern, meliputi struktur organisasi,
metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga
kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.
Pengendalian intern akuntansi yang baik akan menjamin keamanan kekayaan para
investor dan kreditur yang ditanamkan dalam perusahaan dan akan menghasilkan
laporan keuangan yang dapat dipercaya.
2. Pengendalian intern administratif (Internal administrative control).
Pengendalian intern administratif meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-
ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya
kebijakan manajemen” (h. 164).
Menurut Larson, Wild, dan Chiappetta (2002), ”An internal control refers to the
policies and procedures managers use to:
- Protect assets.
- Ensure reliable accounting.
- Promote efficient operations.
- Urge adherence to company policies” (p. 354).
15
II.2.2. Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003) menyatakan,
”Sistem pengendalian harus cost beneficial. Pengendalian yang digunakan diseleksi
dengan membandingkan biaya terhadap organisasi relatif terhadap keuntungan yang
diharapkan. Salah satu keuntungan bagi manajemen, namun pasti bukan yang paling
penting, adalah mengurangi biaya audit jika auditor menilai struktur pengendalian intern
baik atau sempurna dan menetapkan risiko pengendalian yang rendah” (h. 258).
Mulyadi (2001) menjelaskan, ”Tujuan sistem pengendalian intern adalah:
1. Menjaga kekayaan organisasi.
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.
3. Mendorong efisiensi.
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen” (h. 163).
II.2.3. Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern
Menurut Agoes, S. (2004), ”Pengendalian intern terdiri dari lima komponen yang
saling terkait berikut ini:
1. Lingkungan Pengendalian.
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi
kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan
dasar untuk semua komponen pengendalian intern yang lain, menyediakan disiplin
dan struktur.
Lingkungan pengendalian mencakup hal-hal berikut ini:
a. Integritas dan nilai etika.
b. Komitmen terhadap kompetensi.
16
c. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit.
d. Struktur organisasi.
e. Pemberian wewenang dan tanggung jawab.
f. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia.
Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap, kesadaran, dan tindakan secara
menyeluruh dari dewan komisaris, manajemen, pemilik, dan pihak lain tentang
pentingnya pengendalian dan penekanan yang diletakkan atas pengendalian
tersebut dalam satuan usaha.
2. Penaksiran Risiko.
Risiko yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup peristiwa dan keadaan
intern maupun ekstern yang dapat terjadi dan secara negatif mempengaruhi
kemampuan entitas untuk mencatat, mengolah, meringkas dan melaporkan data
keuangan konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan. Risiko
dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut ini:
a. Perubahan dalam lingkungan operasi.
b. Personel baru.
c. Sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki.
d. Teknologi baru.
e. Lini produk, produk, atau aktivitas baru.
f. Restrukturisasi korporasi.
g. Operasi luar negeri.
h. Standar akuntansi baru.
3. Aktivitas Pengendalian.
17
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu
memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut membantu
memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi risiko dalam
pencapaian tujuan entitas, sudah dilaksanakan.
Aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan diterapkan di berbagai
tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin
relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang
berkaitan dengan hal-hal berikut ini:
a. Review terhadap kinerja.
b. Pengolahan informasi.
c. Pengendalian fisik.
d. Pemisahan tugas.
4. Informasi dan komunikasi.
Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang meliputi
sistem akuntansi, terdiri dari metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat,
mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun
kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva, utang, dan ekuitas yang
bersangkutan. Kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem tersebut berdampak
terhadap kemampuan manajemen untuk membuat keputusan semestinya dalam
mengendalikan aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang andal.
Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung
jawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap pelaporan
keuangan. Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang sistem
informasi yang relevan dengan pelaporan keuangan untuk memahami:
18
a. Golongan transaksi dalam operasi entitas yang signifikan bagi laporan
keuangan.
b. Bagaimana transaksi tersebut dimulai.
c. Catatan akuntansi, informasi pendukung, dan akun tertentu dalam laporan
keuangan yang tercakup dalam pengolahan dan pelaporan transaksi.
d. Pengolahan akuntansi yang dicakup sejak saat transaksi dimulai sampai
dengan dimasukkan ke dalam laporan keuangan, termasuk alat elektronik
(seperti komputer dan electonic data interchange) yang digunakan untuk
mengirim, memproses, memelihara, dan mengakses informasi.
5. Pemantauan.
Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian intern
sepanjang waktu. Pemantauan ini mencakup penentuan desain dan operasi
pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi. Proses ini
dilaksanakan melalui kegiatan yang berlangsung secara terus menerus, evaluasi
secara terpisah, atau dengan berbagai kombinasi dari keduanya. Di berbagai
entitas, auditor intern atau personel yang melakukan pekerjaan serupa memberikan
kontribusi dalam memantau aktivitas entitas. Aktivitas pemantauan dapat
mencakup penggunaan informasi dari komunikasi dengan pihak luar seperti
keluhan customers dan komentar dari badan pengatur yang dapat memberikan
petunjuk tentang masalah atau bidang yang memerlukan perbaikan.
Menurut Mulyadi (2001), ”Unsur sistem pokok pengendalian intern adalah:
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang
cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya.
19
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya” (h. 164).
II.2.4. Hubungan Pengendalian Intern dengan Pemeriksaan Operasional
Salah satu syarat untuk dapat melaksanakan pemeriksaan operasional adalah
penelaahan yang cukup terhadap sistem pengendalian manajemen perusahaan, karena
dalam pengendalian manajemen terdapat prosedur yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan yang mengarah pada dikeluarkannya otorisasi manajemen dalam
pencapaian tujuan organisasi.
Tujuan manajemen membentuk struktur pengendalian intern adalah untuk
membantu dalam mencapai sasaran perusahaan dengan efektif dan efisien. Ada tiga hal
penting dalam menyusun struktur pengendalian intern yang baik, yaitu keandalan
laporan keuangan, ketaatan pada hukum dan peraturan yang berlaku serta efisiensi dan
efektivitas operasional.
Tujuan utama evaluasi atas pengendalian intern pada pemeriksaan operasional
adalah untuk mengevaluasi efisiensi dan efektifitas struktur pengendalian intern dan
membuat rekomendasi kepada manajemen.
II.3. Penjualan, Piutang Usaha dan Penerimaan Kas
II.3.1. Penjualan
Mulyadi (2001) mendefinisikan, ”Penjualan adalah rangkaian transaksi penjualan
barang atau jasa baik secara kredit maupun secara tunai. Penjualan merupakan proses
berpindah suatu hak atas barang atau jasa untuk mendapatkan sumber daya lainnya
seperti kas atau janji untuk membayar atau piutang” (h. 202).
20
IAI (2004) menulis, ”Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi
yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal” (h.
23.2).
Menurut IAI (2004), ”Pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh
kondisi berikut dipenuhi:
a. Perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah memindahkan
manfaat kepemilikan barang kepada pembeli.
b. Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang
yang dijual.
c. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal.
d. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan
mengalir kepada perusahaan tersebut.
e. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan
dapat diukur dengan handal” (h. 23.4).
Secara umum penjualan ada dua, yaitu:
1. Penjualan tunai
Merupakan penyerahan barang atau jasa kepada pembeli dimana pembayaran dari
pembeli langsung diterima pada saat itu juga.
2. Penjualan kredit
Merupakan penyerahan barang dan jasa kepada pembeli dimana pembeli
menangguhkan pembayaran untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian
yang disepakati bersama.
21
II.3.2. Piutang usaha
Pengertian piutang usaha menurut Horngren, Harrison, dan Bamber (2002), ”A
promise to receive cash from customers to whom the business has sold goods or for
whom the business has performed services” (p. 12).
Hermanson, Edwards, dan Maher (1998) menyatakan, “For a company, a
receivable is any sum of money due to paid to that company from any party for any
reason” (p. 330).
Menurut Agoes, S. (2004), ”Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa
digolongkan sebagai piutang antara lain:
- Piutang dagang
- Wesel tagih
- Piutang pegawai
- Piutang bunga
- Uang muka
- Refundable deposit (uang jaminan)
- Piutang lain-lain
- Allowance for bad debts” (h. 183).
II.3.3. Kas
Menurut Warren, Reeve, Fess, dan Niswonger yang diterjemahkan oleh Sirait,
Bus, dan Gunawan (1999), “Kas meliputi koin, uang kertas, cek, wesel, dan uang yang
disimpan di bank yang dapat ditarik tanpa pembatasan dari bank bersangkutan” (h. 290).
Menurut Agoes (2004), “Yang dimaksud dengan kas ialah alat pembayaran yang
siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan.
22
Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai kas dan bank
adalah:
- Kas kecil dalam rupiah maupun mata uang asing.
- Saldo rekening giro di bank dalam rupiah maupun mata uang asing.
- Cek tunai yang akan didepositokan” (h.153).
II.3.4. Tujuan Pemeriksaan atas Penjualan, Piutang Usaha dan Kas
Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003) menyatakan,
”Tujuan pemeriksaan atas penjualan, yaitu:
1. Penjualan yang tercatat adalah untuk pengiriman aktual yang dilakukan kepada
pelanggan.
2. Penjualan yang ada telah dicatat.
3. Penjualan yang tercatat adalah untuk jumlah barang yang dikirim dan ditagih serta
dicatat dengan benar.
4. Transaksi penjualan diklasifikasikan dengan pantas.
5. Penjualan dicatat dengan waktu yang tepat.
6. Transaksi penjualan dimasukkan dengan pantas dalam berkas induk dan
diikhtisarkan dengan benar” (h. 379).
Agoes, S. (2004) menyatakan, “Tujuan pemeriksaan atas piutang:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern yang baik atas piutang dan
transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas.
2. Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity dari pada piutang.
3. Untuk memeriksa collectibility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan cukup
tidaknya perkiraan Allowance for bad debts (penyisihan piutang tak tertagih).
23
4. Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang
timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes receivable).
5. Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum (Standar Akuntansi Keuangan)” (h.183).
Agoes, S. (2004) menyatakan, “Tujuan pemeriksaan atas kas:
1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas kas dan
bank serta transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dan bank.
2. Untuk memeriksa apakah saldo kas dan bank yang ada di neraca per tanggal neraca
betul-betul ada dan dimiliki perusahaan (existence).
3. Untuk memeriksa apakah ada pembatasan untuk penggunaan saldo kas dan bank.
4. Untuk memeriksa, seandainya ada saldo kas dan bank dalam valuta asing, apakah
saldo tersebut sudah dikonversikan ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs
tengah BI pada tanggal neraca dan apakah selisih kurs yang terjadi sudah
dibebankan atau dikreditkan ke rugi laba tahun berjalan.
5. Untuk memeriksa apakah penyajiannya di neraca sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum (Presentation dan Disclosure)” (h. 154).
II.3.5. Pengendalian Intern atas Penjualan, Piutang Usaha dan Penerimaan Kas
Menurut Mulyadi (2001), ”Unsur pokok pengendalian intern yang diterapkan
dalam sistem penjualan kredit terdiri dari organisasi, sistem otorisasi dan prosedur
pencatatan, dan praktik yang sehat. Ketiga hal tersebut dirinci sebagai berikut:
a. Organisasi
1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit.
24
2. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit.
3. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas.
4. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit,
fungsi pengiriman, fungsi penagihan dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi
penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut.
b. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan
5. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan
menggunakan formulir surat order pengiriman.
6. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan
tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan surat order pengiriman).
7. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan
cara menandatangani dan membubuhkan cap ”sudah dikirim” pada copy surat
order pengiriman.
8. Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan potongan
penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan
mengenai hal tersebut.
9. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda
tangan pada faktur penjualan.
10. Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal
penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara
memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan, bukti kas
masuk, dan memo kredit).
25
11. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung
dengan surat order pengiriman dan surat muat.
c. Praktik yang Sehat
12. Surat order pengriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.
13. Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan.
14. Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account receivable
statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang
diselenggarakan oleh fungsi tersebut.
15. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol
piutang dalam buku besar” (h. 221).
Menurut Agoes (2004), ”Beberapa ciri internal control yang baik atas piutang
dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas adalah:
1. Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab antara yang melakukan penjualan,
mengirimkan barang, melakukan penagihan, memberikan otorisasi atas penjualan
kredit, membuat faktur penjualan dan melakukan pencatatan.
2. Digunakannya formulir-formulir yang bernomor urut tercetak (prenumbered),
misalnya sales order (pesanan penjualan), sales invoice (faktur penjualan),
delivery order (surat pengiriman barang), credit memo, official receipt (kwitansi).
26
3. Digunakannya price list (daftar harga jual) dan setiap penyimpangan dari price list
atau setiap discount yang diberikan kepada pelanggan harus disetujui oleh pejabat
yang berwenang.
4. Diadakannya sub buku besar piutang atau kartu piutang (account receivable
subledger card) untuk masing-masing pelanggan yang selalu di-update.
5. Setiap akhir bulan dibuat aging schedule piutang (analisa umur piutang).
6. Setiap akhir bulan jumlah saldo piutang dari masing-masing pelanggan
dibandingkan (direconcile) dengan jumlah saldo piutang menurut buku besar.
7. Setiap akhir bulan dikirim monthly statement of account kepada masing-masing
pelanggan.
8. Uang kas, check atau giro yang diterima pelanggan harus disetor dalam jumlah
seutuhnya (intact) paling lambat keesokan harinya.
9. Mutasi kredit diperkirakan piutang (buku besar dan sub buku besar) yang berasal
dari retur penjualan dan penghapusan piutang harus diotorisasi oleh pejabat
perusahaan yang berwenang.
10. Setiap pinjaman yang diberikan kepada pegawai, direksi, pemegang saham dan
perusahaan afiliasi harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang,
didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan dijelaskan apakah dikenakan bunga
atau tidak” (h. 157).
Menurut Mulyadi (2001), ”Unsur pokok pengendalian intern atas penerimaan kas
dari piutang usaha adalah sebagai berikut:
a. Organisasi
1. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penagihan dan penerimaan kas.
27
2. Fungsi penerimaan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.
b. Sistem Otorisasi dan Pencatatan
3. Debitur diminta untuk melakukan pembayaran dalam bentuk cek atas nama atau
dengan cara pemindah bukuan (giro bilyet).
4. Fungsi penagihan melakukan penagihan hanya atas dasar daftar piutang yang harus
ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi.
5. Pengkreditan rekening pembantu piutang oleh fungsi akuntansi (bagian piutang)
harus didasarkan atas surat pemberitahuan yang berasal dari debitur.
c. Praktik yang Sehat
6. Hasil perhitungan kas harus direkam dalam berita cara perhitungan kas dan disetor
penuh ke bank dengan segera.
7. Para penagih dan kasir harus diasuransikan (fidelity bond insurance).
8. Kas dalam perjalanan (baik yang di tangan Bagian Kasa maupun di tangan penagih
perusahaan) harus diasuransikan (cash-in-safe dan cash-in-transit insurance)”
(h. 491).