BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

27
14 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan Pembelajaran Konstruktivistik Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang begitu pesat pada era globalisasi, membawa perubahan yang sangat radikal. Perubahan itu telah berdampak pada setiap aspek kehidupan, termasuk pada system pendidikan dan pembelajaran. Dampak dari perubahan yang luar biasa itu terbentuknya suatu ‘kumonitas global’, lebih parah lagi karena komunitas global itu ternyata tiba jauh lebih cepat dari yang diperhitungkan: revolusi informasi telah menghadirkan dunia baru yang benar-benar hyper-reality. Akibat dari perubahan yang begitu cepatnya, manusia tidak bisa lagi hanya bergantung pada seperangkat nilai, keyakinan, dan pola aktivitas social yang konstan. Manusia dipaksa secara berkelanjutan untuk menilai kembali posisi sehubungan dengan faktor-faktor tersebut dalam rangka membangun sebuah konstruksi social-personal yang memungkin atau yang tampaknya memungkinkan. Jika masyarakat mampu bertahan dalam menghadapi tantangan perubahan di dalam dunia pengetahuan, teknologi, komunikasi serta konstruksi social budaya ini, maka kita hasrus mengembangkan proses-proses baru untuk menghadapi masalah-masalah baru ini. Kita tidak dapat lagi bergantung pada jawaban-jawaban masa lalu karena jawaban-jawaban tersebut begitu cepatnya tidak berlaku seiring dengan perubahan yang terjadi. Pengetahuan, metode- metode, dan keterampilan-keterampilan menjadi suatu hal yang ketinggalan zaman hamper bersamaan dengan saat hal-hal ini memberikan hasilnya. Degeng

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Pendekatan Pembelajaran Konstruktivistik

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang begitu

pesat pada era globalisasi, membawa perubahan yang sangat radikal. Perubahan

itu telah berdampak pada setiap aspek kehidupan, termasuk pada system

pendidikan dan pembelajaran. Dampak dari perubahan yang luar biasa itu

terbentuknya suatu ‘kumonitas global’, lebih parah lagi karena komunitas global

itu ternyata tiba jauh lebih cepat dari yang diperhitungkan: revolusi informasi

telah menghadirkan dunia baru yang benar-benar hyper-reality.

Akibat dari perubahan yang begitu cepatnya, manusia tidak bisa lagi hanya

bergantung pada seperangkat nilai, keyakinan, dan pola aktivitas social yang

konstan. Manusia dipaksa secara berkelanjutan untuk menilai kembali posisi

sehubungan dengan faktor-faktor tersebut dalam rangka membangun sebuah

konstruksi social-personal yang memungkin atau yang tampaknya

memungkinkan. Jika masyarakat mampu bertahan dalam menghadapi tantangan

perubahan di dalam dunia pengetahuan, teknologi, komunikasi serta konstruksi

social budaya ini, maka kita hasrus mengembangkan proses-proses baru untuk

menghadapi masalah-masalah baru ini. Kita tidak dapat lagi bergantung pada

jawaban-jawaban masa lalu karena jawaban-jawaban tersebut begitu cepatnya

tidak berlaku seiring dengan perubahan yang terjadi. Pengetahuan, metode-

metode, dan keterampilan-keterampilan menjadi suatu hal yang ketinggalan

zaman hamper bersamaan dengan saat hal-hal ini memberikan hasilnya. Degeng

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

15

(1998) menyatakan bahwa kita telah memasuki era kesemrawutan. Era yang

datangnya begitu tiba-tiba dan tak seorang pun mampu menolaknya. Kita harus

masuk di dalamnya dan diobok-obok. Era kesemrawutan tidak dapat dijawab

dengan paradigma keteraturan, kepastian, dan ketertiban. Era kesemrawutan harus

dijawab dengan paradigma kesemrawutan. Era kesemrawutan ini dilandasi oleh

teori dan konsep konstruktivistik; suatu teori pembelajaran yang kini banyak

dianut di kalangan pendidikan di AS. Unsur terpenting dalam konstruktivistik

adalah kebebasan dan keberagaman. Kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan

untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau

dilakukan oleh si belajar. Keberagaman yang dimaksud adalah si belajar

menyadari bahwa individunya berbeda dengan orang/kelompok lain, dan

orang/kelompok lain berbeda dengan individunya.

Alternatif pendekatan pembelajaran ini bagi Indonesia yang sedang

menempatkan reformasi sebagai wacana kehidupan berbangsa dan bernegara,

bukan hanya di bidang pendidikan, melainkan juga di segala bidang. Selama ini,

wacana kita adalah behavioristik yang berorientasi pada penyeragaman yang pada

akhirnya membentuk manusia Indonesia yang sangat sulit menghargai perbedaan.

Perilaku yang berbeda lebih dilihat sebagai kesalahan yang harus dihukum.

Perilaku manusia Indonesia selama ini sudah terjangkit virus kesamaan, virus

keteraturan, dan lebih jauh virus inilah yang mengendalikan perilaku kita dalam

berbangsa dan bernegara.

Longworth (1999) meringkas fenomenan ini dengan menyatakan: ‘Kita

perlu mengubah focus kita dan apa yang perlu dipelajari menjadi bagaimana

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

16

caranya untuk mempelajari. Perubahan yang harus terjadi adalah perubahan dari

isi menjadi proses. Belajar bagaimana cara belajar untuk mempelajari sesuatu

menjadi suatu hal yang lebih penting daripada fakta-fakta dan konsep-konsep

yang dipelajari itu sendiri’.

Oleh karena itu, pendidikan harus mempersiapkan para individu untuk siap

hidup dalam sebuah dunia di mana masalah-masalah muncul jauh lebih cepat

daripada jawaban dari masalah tersebut, di mana ketidakpastian dan ambiguitas

dari perubahan dapat dihadapi secara terbuka, di mana para individu memiliki

keterampilan-keterampilan yang diperlukannya untuk secara berkelanjutan

menyesuaikan hubungan mereka dengan sebuah dunia yang terus berubah, dan di

mana tiap-tiap dan kita menjadi pemberi arti dari keberadaan kita. Beare &

Slaughter (1993) menagaskan, ‘Hal ini tidak hanya berarti teknik-teknik baru

dalam pendidikan, tetapi juga tujuan baru. Tujuan pendidikan haruslah unutk

mengembangkan suatu masyarakat di mana orang-orang dapat hidup secara lebih

nyaman dengan adanya perubahan daripada dengan adanya kepastian. Dalam

dunia yang akan datang, kemampuan untuk menghadapi hal-hal baru secara tepat

lebih penting daripada kemampuan untuk mengetahui dang mengulangi hal-hal

lama.

Kebutuhan akan orientasi baru dalam pendidikan ini terasa begitu kuat dan

nyata dalam berbagai bidang studi, baik dalam bidang studi eksakta maupun ilmu-

ilmu social. Para pendidik, praktisi pendidikan dan kita semua, mau tidak mau

harus merespon perubahan yang terjadi dengan mengubah paradigma pendidikan.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

17

Untuk menjawab dan mengatasi perubahan yang terjadi secara terus-menerus,

alternative yang dapat digunakan adalah paradigmna konstruktivistik.

1. Hakikat Pembelajaran Behavioristik dan Pembelajaran Konstruktivistik

a. Hakikat Pembelajaran Behavioristik

Thornike, salah seorang penganut paham behavioristik, menyatakan

bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara

peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon ® yang diberikan

atas stimulus tersebut. Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil

eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti

kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbeagai situasi yang

diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang

dapat terbentuk bergantung pada kekuatan keneksi atau ikatan-ikatan antara

situasi dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah

laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian

dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian,

menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi

antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo (1990:14) teori

Thorndike ini disebut teori asosiasi.

Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13)

mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini

mengikuti hokum-hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu

apabila asosiasi antara stimulus dan respon serting terjadi, maka asosiasi itu akan

terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hokum ini adalah semakin sering suatu

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

18

pengetahuan – yang telah terbentuk akibat tejadinya asosiasi antara stimulus dan

respon – dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat; (2)

Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara

stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin

meningkat. Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh

seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka

kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.

Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat

hamper senada dengan hokum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa

unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya

adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus – respon akan

semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua,

yaitu penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif sebagai

stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung

dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan

penguatan negative adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena

cenderung menguatkan tingkah laku (Bell, 1981:151).

b. Hakikat pembelajaran Konstruktivisme

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek

aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan

lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun

pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut

disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

19

kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan

dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus

menerus melalui proses rekonstruksi.

Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses

pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang

harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang

lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan

belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa

akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan

adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi

dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan

pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar

tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.

Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik,

yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang

relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks

pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi

pengalaman.

Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam

Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer,

selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan

pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

20

interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam

menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si

belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung

pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

2. Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik

Fornot mengemukakan aaspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut:

adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan

pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut

oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua

proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan

persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah

ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang

menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam

skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan

menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata.

Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan

mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu

berkembang.

Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru

seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata

yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok

dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

21

akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan

rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok

dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan

antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat

mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah

ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka

tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau

munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses

terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang

(disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu

akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian

disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang

individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan

kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak

tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah

mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa

petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang

memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori

pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa

mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan

bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya

pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

22

Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih

tinggi menjadi optimum.

Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi

secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh

setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual

dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan

pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses

regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih

menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.

Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1),

mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai

proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar

informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development. Pembelajar

sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam

upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.

Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat

pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi

antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada

lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia

berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya.

Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani

tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam

jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

23

development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat

perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan

memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang

didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang

dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Pengetahuan berjenjang tersebut

seperti pada skema berikut.

Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara

social dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman.

Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak

hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan

Effective habits of mind

Cooperative colaborative

Effective communication

Information processing

Complex thinking

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

24

pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya

kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk

mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut

cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan

kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting

yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan,

semangar kooperatif dan penataan kelas.

(Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior.

Pengetahuan berjenjang tersebut dapat digambarkan seperti pada skema berikut :

Secara singkat teori Peaget dan Vygotsky dapat dikemukakan dalam tabel

berikut ini.

Tabel 1 Piagetian and Vygotskyan Constructivism

Piagetian Constructivism Vygotsky Constructivism

Concept constructivism focus on

individual cognitive

development through co-

constructed learning

environments with national,

decontextualized thinking as the

goal of development

Vygotsky, in order to understand

human development, a multilevel

analysis using all four levels of history

must be employed: sosiocultural

constructivism,

Subject of

Study

Focus on the development of

autonomous cognitive forms

within the individual,

culminating in rational thought

that is decentered from the

individual.

argued that individual development

cannot be understood without

reference to the interpersonal and

institutional surround which situates

the child

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

25

Develop-

ment of

cognitive

forms

the structure of the mind is the

source of our understanding of

the world.

the construction of knowledge occurs

through interaction in the social world.

Thus for Vygotsky the development of

cognitive forms occurs by means of

the dialectical relationship between

the individual and the social context

Pembelajaran konstruktivistik dan pembelajaran behavioristik yang

dikemukakan oleh Degeng dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 2. Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik

tentang belajar dan pembelajaran.

Konstruktivistik Behavioristik

Pengetahuan adalah non-objective,

bersifat temporer, selalu berubah dan

tidak menentu.

Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan

tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah

terstruktur dengan rapi.

Belajar adalah penyusunan pengetahuan

dari pengalaman konkrit, aktivitas

kolaboratif, dan refleksi serta

interpretasi. Mengajar adalah menata

lingkungan agar si belajar termotivasi

dalam menggali makna seta menghargai

ketidakmenentuan.

Belajar adalah perolehan pengetahuan,

sedangkan mengajar adalah

memindahkan pengetahuan ke orang

yang belajar.

Si belajar akan memiliki pemahaman

yang berbeda terhadap pengetahuan

tergantung pada pengalamannya, dan

perspektif yang dipakai dalam

menginterpretasikannya.

Si belajar akan memiliki pemahaman

yang sama terhadap pengetahuan yang

diajarkan. Artinya, apa yang dipahami

oleh pengajar itulah yang harus

dipahami oleh si belajar.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

26

Mind berfungsi sebagai alat untuk

menginterpretasi peristiwa, objek, atau

perspektif yang ada dalam dunia nyata

sehingga makna yang dihasilkan bersifat

unik dan individualistic.

Fungsi mind adalah menjiplak struktur

pengetahuan melalui proses berpikir

yang dapat dianalisis dan dipilah

sehingga makna yang dihasilkan dari

proses berpikir seperti ini ditentukan

oleh karakteristik struktur

pengetahuan.

Tabel 3

Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang

Penataan Lingkungan Belajar

Konstruktivistik Behavioristik

Ketidakteraturan, ketidakpastian,

kesemrawutan,

Keteraturan, kepastian, ketertiban

Si belajar harus bebas. Kebebasan

menjadi unsure yang esensial dalam

lingkungna belajar.

Si belajar harus dihadapkan pada

aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan

lebih dahulu secara ketat. Pembiasaan

dan disiplin menjadi sangat esensial.

Pembelajaran lebih banyak dikaitkan

dengan penegakan disiplin.

Kegagalan atau keberhasilan,

kemampuan atau ketidakmampuan

dilihat sebagai interpretasi yang

berbeda yang perlu dihargai.

Kegagalan atau ketidakmampuan dalam

penambahan pengetahuan

dikategorikan sebagai kesalahan yang

perlu dihukum, dan keberhasilan atau

kemampuan dikategorikan sebagai

bentuk perilaku yang pantas diberi

hadiah.

Kebebasan dipandang sebagai penentu

keberhasilan belajar. Si belajar adalah

subjek yang harus memapu

menggunakan kebebasan untuk

melakukan pengaturan diri dalam

belajar.

Ketaatan pada aturan dipandang

sebagai penentu keberhasilan belajar. Si

belajar adalah objek yang harus

berperilaku sesuai dengan aturan.

Control belajar dipegang oleh si belajar. Control belajar dipegang oleh system

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

27

yang berada di luar diri si belajar.

Tabel 4 Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang Tujuan

Pembelajaran

Konstruktivistik Behavioristik

Tujuan pembelajaran ditekankan pada

belajar bagaimana belajar (learn how to

learn)

Tujuan belajar ditekankan pada

penambahan pengetahuan.

Tabel 5. Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang strategi

pembelajaran

Konstruktivistik Behavioristik

Penyejian isi menekankan pada

penggunaan pengetahuan secara

bermakna mengikuti urutan dari

keseluruhan-ke-bagian.

Pembelajaran lebih banyak diarahkan

untuk meladeni pertanyaan atau

pandangan si belajar.

Aktivitas belajar lebih banyak

didasarkan pada data primer dan bahan

manipulatif dengan penekanan pada

keterampilan berpikir kritis.

Pembelajaran menekankan pada proses.

Penyajian isi menekankan pada

keterampilan yang terisolasi dan

akumulasi fakta mengikuti urutan dari

bagian-ke-keseluruhan.

Pembelajaran mengikuti urutan

kurikulum secara ketat.

Aktivitas belajar lebih banyak

didasarkan pada buku teks dengan

penekanan pada keterampilan

mengungkapkan kembali isi buku teks.

Pembelajaran menekankan pada hasil

Tabel 6. Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang evaluasi

Konstruktivistik Behavioristik

Evaluasi menekankan pada penyusunan

makna secara aktif yang melibatkan

Evaluasi menekankan pada respon

pasif, keterampilan secara terpisah, dan

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

28

keterampilan terintegrasi, dengan

menggunakan masalah dalam konsteks

nyata.

Evaluasi yang menggali munculnya

berpikir divergent, pemecahan ganda,

bukan hanya satu jawaban benar

Evaluasi merupakan bagian utuh dari

belajar dengan cara memberikan tugas-

tugas yang menuntut aktivitas belajar

yang bermkana serta menerapkan apa

yang dipelajari dalam konteks nyata.

evaluasi menekankan pad

aketerampilan proses dalam kelompok.

biasanya menggunakan ‘paper and

pencil test’

Evaluasi yang menuntu satu jawaban

benar. Jawaban benar menunjukkan

bahwa si-belajar telah menyelesaikan

tugas belajar.

Evaluasi belajar dipandang sebagai

bagian terpisah dari kegiatan

pembelajaran, dan biasnaya dilakukan

setelah kegiatan belajar dengan

penekanan pada evaluasi individual.

3. Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik

Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas

maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di

kelas sebagai berikut:

Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal

terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring

untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang

menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal,

interview

Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran

dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

29

Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan

mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk

membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun

agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang

gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari.

Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar

dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama.

Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak

khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus

menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan

terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap

konflik kognitif.

Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan

yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi

direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi

ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk

memudahkan merestrukturisasikannya.

Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-

pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki

dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan

memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan

diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau

salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

30

Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai

tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk

memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak

mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini

dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang

pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang

kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-

konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep

ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.

Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih

konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk

menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk

memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara

empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi

mereka dengan penjelasa secara keilmuan.

Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi

pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang

muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan

bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting

dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi

struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan

rendahnya prestasi siswa bersangkutan.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

31

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang

subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya

dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek

menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh

realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh

subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan

berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses

penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.1

B. TINJAUAN TENTANG KEMAMPUAN BELAJAR MANDIRI

Belajar Mandiri atau Self directed learning mempunyai peran sebagai

pemandu perkembangan aktivitas kognitif, di mana perkembangan tersebut

akan dipengaruhi oleh pola perilaku sesuai tingkat kematangan (kedewasaan)

yang dicapai seseorang2.

Beberapa pakar mendeskripsikan istilah kemandirian belajar (SRL) dengan cara

mengemukakan karakteristik yang termuat dalam self regulated learning. Meskipun

karakteristik yang disarikan oleh para pakar agak berbeda, dalam definisi yang

dirumuskan para pakar tadi terdapat beberapa karakteristik yang serupa. Tiga

karakteristik serupa yang termuat dalam pengertian SRL, adalah: (1) Individu

merancang belajarnya sendiri sesuai dengan keperluan atau tujuan individu yang

bersangkutan; (2) Individu memilih strategi dan melaksanakan rancangan belajarnya:

1http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.

2 Biggs, J.B. (1978). Individuals dan groups differences in study

process. British Journal of Educational Psychology, 48, 266-279.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

32

kemudian (3) Individu memantau kemajuan belajarnya sendiri, mengevaluasi hasil

belajarnya dan dibandingkan dengan standar tertentu.

Karakteristik yang termuat dalam SRL seperti di atas, menggambarkan keadaan

personaliti individu yang tinggi dan memuat proses konstruktivistik di mana individu

secara sadar merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi belajarnya dan dirinya

sendiri secara cermat. Kebiasaan kegiatan belajar seperti di atas secara kumulatif akan

menumbuhkan disposisi belajar atau keinginan yang kuat dalam belajar pada individu

yang bersangkutan. Pada perkembangan selanjutnya, pemilikan disposisi belajar yang

tinggi pada individu, akan membentuk individu yang tangguh, ulet, bertanggung

jawab, memiliki motif berprestasi yang tinggi, serta membantu individu mencapai

hasil terbaiknya.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pengembangan SRL sangat diperlukan

oleh individu yang ingin mencapai keberhasilan dan hasil terbaik dalam belajar.

Tuntutan pemilikan SRL tersebut semakin kuat dengan pemanfaatan teknologi

informasi dalam pembelajaran, misalnya pembelajaran melalui internet (e-

learning) yang sekarang sedang banyak dikembangkan para ahli. Keuntungan

dalam e-learning antara lain adalah internet memberikan sejumlah fasilitas,

sumber pustaka terkini, dan kemudahan mengakses (kapan saja, oleh siapa saja,

dan di mana saja) yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Demikian pula SRL

menjadi lebih diperlukan oleh individu (terutama pada pendidikan tinggi) yang

menghadapi tugas/kajian mandiri, tugas dalam bentuk proyek yang terbuka atau

pemecahan masalah, penyusunan makalah, skripsi, tesis, dan disertasi. Ketika

individu menghadapi tugas-tugas seperti di atas, ia dihadapkan pada sumber

informasi yang melimpah (sangat banyak) yang mungkin relevan atau yang tidak

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

33

relevan dengan kebutuhan dan tujuan.individu yang bersangkutan. Pada kondisi

seperti itu individu tersebut harus memiliki inisiatif sendiri dan motivasi intrinsik,

menganalisis kebutuhan dan merumuskan tujuan, memilih dan menerapkan

strategi penyelesaian masalah, menseleksi sumber yang relevan, serta

mengevaluasi diri (memberi respons positif atau negatif dan umpan balik)

terhadap penampilannya.

1. Mengembangkan Self Directed Learning

Pada dasarnya sebagian besar individu memiliki dan menerapkan SRL

dalam belajar bidang akademik tertentu dan atau kegiatan hidup sehari-hari.

Namun demikian, belum tentu mereka melaksanakan SRL secara efektif.

Beberapa pakar (Butler, 2002, Lowry, 2000, Paris dan Winograd, 1998, Shunck,

1994, dan Shunck dan Zimmerman, 1998) mengemukakan saran umum untuk

mengembangkan SRL lebih efektif pada individu yang belajar.

Dalam saran yang dikemukakan para pakar, terdapat beberapa saran

serupa dan ada pula saran-saran yang spesifik, namun demikian saran-saran

tersebut tidak saling bertentangan bahkan saling melengkapi antara satu dengan

yang lainnya. Saran-saran yang dikemukakan bersifat umum, oleh karena itu

penerapannya dapat dimodifikasi sesuai dengan karakteristik bidang studi yang

diajarkan.

Lowry (ERIC Digest No 93,1989-00-00) merangkumkan sejumlah saran

dari beberapa penulis tentang memfasilitasi berkembangnya SRL pada

mahasiswa, yaitu dengan:

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

34

1) Membantu mahasiswa mengidentifikasi titik awal suatu proyek belajar dan

mengembangkan bentuk ujian dan laporan yang relevan.

2) Mendorong mahasiswa untuk memandang pengetahuan dan kebenaran secara

kontekstual, memandang nilai kerangka kerja sebagai konstruk sosial, dan

memahami bahwa mereka dapat bekerja secara perorangan atau dalam

kelompok.

3) Menciptakan suasana kemitraan dengan mahasiswa melalui negosiasi tujuan,

strategi, dan kriteria evaluasi.

4) Jadilah seorang menejer belajar dari pada sebagai penyampai informasi.

5) Membantu mahasiswa menyusun kebutuhannya untuk merumuskan tujuan

belajarnya.

6) Mendorong mahasiswa menyusun tujuan yang dapat dicapai melalui berbagai

cara dan tawarkan beberapa contoh performance yang berhasil

7) Menyiapkan contoh-contoh pekerjaan yang sudah berhasil

8) Meyakinkan bahwa mereka menyadari tujuan, strategi belajar, sumber, dan

kriteria evaluasi yang telah mereka tetapkan.

9) Melatih mahasiswa berinkuiri, mengambil keputusan, mengembangkan dan

mengevaluasi diri

10) Bertindak sebagai pembimbing dalam mencari sumber

11) Membantu menyesuaikan sumber dengan kebutuhan mahasiswa

12) Membantu mahasiswa mengembangkan sikap dan perasaan positif

13) Memahami tipe personaliti dan jenis belajar mahasiswa

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

35

14) Menggunakan teknik pengalaman lapangan dan pemecahan masalah sebagai

dasar pengalaman belajar orang dewasa

15) Mengembangkan pedoman belajar yang berkualitas tinggi termasuk kiat

belajar terprogram

16) Memberi dorongan agar mahasiswa berfikir kritis, misalnya melalui seminar

17) Menciptakan suasana keterbukaan dan saling percaya untuk membangun

penampilan yang lebih baik.

18) Membantu mahasiswa menjaga kode etik untuk menghindarkan diri dari

tindakan manipulasi.

19) Bertindak secara etik misalnya tidak menyarankan self regulated learning

kalau hal itu tidak sesuai dengan kebutuhan siswa

Selain saran kepada guru, Lowry juga memberikan saran kepada lembaga

untuk memajukan SRL pada sivitasnya, antara lain dengan:

1) Menyelenggarakan panel diskusi untuk membahas kurikulum dan kriteria

penilaian.

2) Menyelenggarakan studi tentang kecenderungan minat mahasiswa

3) Mengembangkan suatu instrumen yang untuk menilai dan penampilan

mahasiswa dibandingkan dengan penampilan yang diharapkan

5) Menyediakan peluang agar mahasiswa merefleksikan apa yang telah mereka

pelajari

6) Memahami keberadaan mahasiswa dan memberi pujian ketika mereka

berhasil.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

36

7) Memajukan jaringan belajar, siklus belajar, dan pertukaran pengalaman

belajar.

8) Menyelenggarakan pelatihan tentang self directed learning dan memperluas

peluang untuk implemntasinya.

Melengkapi saran-saran di atas, Schunk (1994) juga mengajukan saran

kepada guru atau orang tua untuk membantu siswa atau anak agar menjadi self

regulated learner dengan cara:

1) Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menghindarkan sesuatu yang

akan mengganggu belajar siswa/anak misalnya video-game atau permainan

yang tidak relevan.

2) Memberi tahu siswa/anak bagaimana cara mengikuti suatu petunjuk.

3) Mendorong siswa/anak agar memahami metode dan prosedur yang benar

dalam menyelesaikan suatu tugas

4) Membantu siswa mengatur waktu

5) Menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa/anak bahwa mereka mampu

mengerjakan tugas yang diberikan.

6) Mendorong siswa/anak untuk mengontrol emosi dan tidak mudah panik ketika

menyelesaikan tugas atau menghadapi kesulitan.

7) Memperlihakan kemajuan yang telah dicapai siswa/anak

8) Membantu siswa/anak cara mencari bantuan belajar.

Berdasarkan penelitian, Shunck dan Zimmerman (1998) mengemukakan

saran kepada guru untuk membantu siswa menjadi expert learners antara lain

melalui:

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

37

1) Penggunaan strategi yang jelas dalam pembelajaran, misalnya strategi

mengulang, elaborasi, organisasional, pemahaman dan pemantauan, dan

strategi afektif.

2) Pengembangan keterampilan berfikir reflektif misalnya cara bertanya pada

diri sendiri.

3) Latihan menerapkan SRL secara ekstensif dalam waktu lama dan diikuti

dengan pemberian umpan-balik yang informatif dan korektif.

Hampir serupa dengan Shunck dan Zimmerman, Paris dan Winograd

(1998) mengajukan lima prinsip untuk memajukan self regulated learning pada

guru dan siswa yaitu:

1) Penilaian diri (self appraisal) mengantar pada pemahaman belajar yang lebih

dalam. Prinsip tersebut meliputi: a) menganalisis gaya dan strategi belajar

personal dan membandingkannya dengan gaya dan strategi orang lain; b)

Mengevaluasi apa yang diketahui dan yang tidak diketahui, dan mempertajam

pemahaman diri untuk memajukan upaya yang efisien, dan c) penilaian diri

secara periodik terhadap proses dan hasil belajar, pemantauan kemajuan

belajar, dan meningkatkan perasaan kemampuan diri (self efficacy).

2) Pengaturan diri dalam berfikir, berupaya, dan memilih pendekatan yang

fleksibel dalam pemecahan masalah. SRL bukan sekadar urutan langkah-

langkah pengerjaan, namun merupakan rangkaian kegiatan yang dinamik

dalam latihan pemecahan masalah,

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

38

3) Self regulated learning dan self regulated thinking tidak statik, tetapi

berkembang seiring dengan waktu, dan berubah berdasarkan pengalaman. Self

regulated dapat ditingkatkan melalui refleksi dan diskusi.

4) SRL dapat diajarkan melalui berbagai cara antara lain melalui: a)

pembelajaran langsung, refleksi terarah, dan diskusi konstruktivistik; b)

penggunaan model dan kegiatan yang memuat analisis belajar yang reflektif,

dan c) diskusi tentang peristiwa yang dialami personal

5) SRL membentuk pengalaman naratif dan identitas personal

Melengkapi saran-saran yang telah dikemukakan, Butler (2002)

menyatakan bahwa guru hendaknya membantu siswa rmelaksanakan

siklus SRL secara fleksibel dan adaptif yaitu: menganalisis tugas,

memilih dan menerapkan strategi, memantau diri dan merefleksi. Selama

siklus berlangsung guru hendaknya:

1) Membantu siswa mengkonstruksi: pengetahuan konstruktivistik

tentang: tugas-tugas akademiknya, strategi untuk menganalisis tugas,

strategi untuk tugas yang khusus misalnya belajar fiqih, keterampilan

menerapkan strategi, dan strategi memantau diri sendiri dan strategi

menggunakan umpan balik.

2) Mendorong siswa menumbuhkan berfikir konstruktivistik dalam

menentukan tujuan tugas akademik; strategi untuk menganalisis

tugas; pengetahuan konstruktivistik tentang tugas yang khusus;

keterampilan menerapkan strategi, dan strategi untuk memonitor diri

dan strategi untuk umpan balik.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

39

3) Mendorong persepsi diri yang positif terhadap kemampuan diri dan

motif pandangan diri. Persepsi keunggulan diri siswa akan

mempengaruh tujuan yang disusun siswa, komitmen siswa terhadap

tujuan, dan strategi belajar yang ditempuhnya.

C. PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN

KONSTRUKTIVISTIK TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN

BELAJAR MANDIRI SISWA MATA PELAJARAN FIQIH DI

SEKOLAH MI SALAFIYAH NGAMPEL BALONGPANGGANG

GRESIK TAHUN 2010 / 2011.

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek

aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan

lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun

pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut

disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur

kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan

dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus

menerus melalui proses rekonstruksi Belajar Mandiri (SRL) yang menggambarkan

keadaan personaliti individu yang tinggi dan memuat proses konstruktivistik di mana

individu secara sadar merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi belajarnya dan

dirinya sendiri secara cermat. Kebiasaan kegiatan belajar seperti di atas secara

kumulatif akan menumbuhkan disposisi belajar atau keinginan yang kuat dalam

belajar pada individu yang bersangkutan. Pada perkembangan selanjutnya, pemilikan

disposisi belajar yang tinggi pada individu, akan membentuk individu yang tangguh,

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendekatan ...

40

ulet, bertanggung jawab, memiliki motif berprestasi yang tinggi, serta membantu

individu mencapai hasil terbaiknya.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

antara Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Konstruktivistik Terhadap

Peningkatan Kemampuan Belajar Mandiri Siswa Mata Pelajaran Fiqih di Sekolah

MI Salafiyah Ngampel Balongpanggang Gresik Tahun 2010 / 2011.