BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevanrepository.ump.ac.id/2236/3/BAB II_SUKUR SRI...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevanrepository.ump.ac.id/2236/3/BAB II_SUKUR SRI...
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Relevan
Penelitian mengenai bahasa khususnya tindak tutur direktif dengan
menggunakan kajian pragmatik sebelumnya pernah diteliti oleh:
1. Widyaningrum pada Tahun 2011 dengan judul “Tindak Tutur Direktif
Guru Taman Kanak-Kanak dalam Proses Belajar Mengajar di TK Aisyiyah
Kasegeran, Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas”
Peneitian tentang bahasa khususnya tindak tutur sebelumnya pernah dilakukan
oleh Widyaningrum (2011) dengan judul “Tindak Tutur Direktif Guru Taman Kanak-
Kanak dalam Proses Belajar Mengajar di TK Aisyiyah Kasegeran, Kecamatan
Cilongok Kabupaten Banyumas”. Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur direktif guru taman kanak-kanak dengan
keterampilan guru dalam proses belajar mengajar di TK Aisyiyah Desa Kesegeran,
Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Penelitian tersebut menghasilkan wujud
tuturan direktif guru Taman Kanak-kanak dalam proses belajar mengajar terbagi
menjadi enam bentuk di antaranya tuturan requestives, questions, requirment,
prohibitives, permissives, dan advisories. Data yang diambil dalam penelitian tersebut
yaitu berupa data tuturan yang mengandung tuturan direktif pada guru TK Aisyiyah
Kasegeran, Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.
2. Evi Barokah pada Tahun 2012 dengan judul “Tindak Tutur Direktif Anak
Usia Prasekolah Kajian pada Kelompok Bermain Universitas
Muhammadiyah Purwokerto”
Penelitian lain yang relevan yakni penelitian Evi Barokah (2012) dengan judul
“Tindak Tutur Direktif Anak Usia Prasekolah Kajian pada Kelompok Bermain
11
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
12
Universitas Muhammadiyah Purwokerto”. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur direktif anak usia prasekolah khususnya
anak usia (3-4) tahun. Ada pun tujuan lain yaitu mendeskripsikan keterkaitan bentuk-
bentuk tindak tutur direktif anak usia prasekolah dengan strategi meminimalkan
acaman muka positif dan muka negatif. Penelitian Evi Barokah menghasilkan enam
wujud tuturan dari anak usia 3 tahun dan anak usia 4 tahun. Wujud tuturan tersebut
diantaranya tuturan requestives, questions, requirements, prohibitives, permissives,
dan advisories. Selanjutnya kesantunan berbahasa pada anak usia prasekolah (3-4)
tahun ditemukan strategi meminimalkan muka positif dan muka negatif. Data yang
diambil dan digunakan dalam penelitian, yaitu data berupa tuturan anak usia (3-4)
tahun yang mengandung tindak tutur direktif di Kelompok Bermain Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
3. Kukuh Waskito Aji pada Tahun 2016 dengan Judul “Tindak tutur Ilokusi
Direktif Dokter dengan Pasien di Puskesmas I Kemranjen Kabupaten
Banyumas Bulan Desember 2014”
Penelitian lain yang relevan yakni penelitian Kukuh Waskito Aji (2016)
dengan judul “Tindak Tutur Ilokusi Direktif Dokter dengan Pasien di Puskesmas I
Kemranjen Kabupaten Banyumas Bulan Desember 2014”. Penelitian tersebut
bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur ilokusi direktif yang
terdapat pada percakapan antara Dokter dengan Pasien di Puskesma I Kemranjen,
Kabupaten Banyumas bulan desember 2014. Data yang digunakan dalam penelitian
tersebut yaitu data tuturan dokter dengan pasien di Puskesmas I Kemranjen,
Kabupaten Banyumas bulan Desember 2014. Metode yang digunakan dalam proses
pengambilan data yaitu menggunakan metode simak dengan teknik sadap. Penelitian
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
13
tersebut menghasilkan enam bentuk tuturan, yaitu tuturan requestives, questions,
requirements, prohibitives, permissives, dan advisories.
Selanjutnya, perbedaan penelitian yang akan peneliti lakukan dengan penelitan
Widyaningrum, Evi Barokah, dan Kukuh Waskito Aji yakni pada data dan sumber
datanya. Data pada penelitian Widyaningrum yaitu berupa data tuturan yang
mengandung tuturan direktif pada guru TK Aisyiyah Kasegeran, Kecamatan Cilongok
Kabupaten Banyumas, dan data pada penelitian Evi Barokah yakni berupa tuturan
anak usia prasekolah (3-4) yang mengandung tindak tutur direktif di Kelompok
Bermain Universitas Muhammadiyah Purwokerto, serta data pada penelitian Kukuh
Waskito Aji yaitu data tuturan dokter dengan pasien di Puskesmas I Kemranjen,
Kabupaten Banyumas bulan Desember 2014. Sementara data pada penelitian ini yaitu
tuturan anak usia 4-5 tahun di Desa Babadan, Pagentan, Banjarnegara. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-
penelitian sebelumnya.
B. Kajian Teori
1. Anak Usia 4-5 Tahun
a. Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun
Pratisti (2008: 14) mengatakan bahwa masa anak-anak awal yaitu terbentang
(usia 3-6 tahun). Masa ini sering disebut sebagai masa pra sekolah. Anak yang berada
pada masa ini mulai peduli terhadap kehadiran anak lain. Demikian juga tentang
bahasa yang digunakan, karena dengan adanya bahasa tersebut mereka dapat saling
berkomunikasi baik dengan teman sepermainan maupun dengan orang dewasa yang
berada sisekitarnya. Pada masa ini anak-anak juga dapat mengembangkan cara
meminta dan memperoleh yang diinginkan dengan cara yang lebih baik dari
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
14
sebelumnya. Selain itu, anak-anak juga lebih peduli terhadap diri sendiri, serta mulai
melatih mengendalikan diri. Lain halnya dengan pendapat di atas, Prawiratirta (dalam
Gunarsa 1983: 88-89) mengemukakan bahwa anak pada usia 3-5 tahun setelah
berkembang kemampuannya menguasai otot dan dirinya sendiri, anak diharapkan
pada lingkungan hidup yang lebih luas. Anak bisa melepaskan diri secara bebas dari
lingkungan hidup orang tua dan mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Tidak
lagi tergantung, melainkan sudah mempunyai inisiatif untuk melakukan sesuatu. Anak
mulai mengetahui kemampuan dan keterbatasannya dan bisa berkhayal mengenai apa
yang akan dilakukan. Anak bisa mengambil inisiatif untuk suatu tindakan yang akan
dilakukan, meskipun seringkali apa yang dilakukan tidak berkenaan bagi orang
tuanya.
Atmodiwirjo (dalam Gunarsa 1983: 11-13) mengemukakan bahwa masa anak
pra-sekolah disebut juga masa kanak-kanak awal, terbentang antara umur 2-6 tahun.
Beberapa ciri perkembangan pada masa ini adalah:
1) Perkembangan motorik: dengan bertambah matangnya perkembangan otak yang
mengatur sistem syaraf-otot (neuromuskuler) memungkinkan anak-anak usia ini
lebih lincah dan aktif bergerak.
2) Perkembangan bahasa dan berpikir: sebagai alat komunikasi dan mengerti
dunianya, kemampuan berbahasa lisan pada anak berkembang karena selain
terjadi oleh pematangan dari organ-organ bicara dan fungsi berpikir, juga karena
lingkungan ikut membantu mengembangkannya. Dalam hal ini ada empat tugas
yang perlu diperhatikan pengembangannya, yakni a) mengerti pembicaraan orang
lain, b) menyusun dan menambah perbendaharaan kata, c) menggabungkan kata
menjadi kalimat, dan 4) pengucapan yang baik dan benar.
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
15
3) Perkembangan sosial: dunia pergaulan anak menjadi bertambah luas.
Keterampilan dan penguasaan dalam bidang fisik, motorik, mental, emosi sudah
lebih meningkat.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
masa kanak-kanak disebut juga masa pra sekolah, yaitu terbentang antara usia 2-6
tahun. Pada masa ini nampak seakan-akan anak “haus nama”, di masa segala hal akan
ditanyakan. Di dalam segi berpikir, anak berada pada tahap pra-operasional dan
egoisentris. Dengan bertambahnya usia, egosentrisme akan berkurang dan ditambah
dengan kefasihan berbicara. Pada masa ini anak semakin lama semakin mampu
menggunakan simbol-simbol dan kemampuan bahasanyapun semakin bertambah,
sehingga anak dapat berkomunikasi dengan baik terhadap orang-orang di sekitarnya.
Kemampuan ini diperlukan karena pada usia ini anak mulai diperkenalkan dengan
dunia baru, yakni dunia pendidikan formal.
b. Pemerolehan Bahasa Anak
Dardjowidjojo (2010: 225) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah
proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural waktu ia belajar
bahasa ibunya (native language). Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya secara verbal itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa anak
(Akhadiah, dkk, 1997: 1.3). Kemudian Garcia (dalam Akhadiah, dkk, 1997: 1.3)
mengatakan bahwa pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan memiliki ciri
kesinambungan, memiliki suatu rangkain kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu
kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis). Berangkat ke arah
yang melebihi tahap awal ini anak menghadapi tugas-tugas perkembangan yang
berkaitan dengan fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
16
Sedangkan menurut McGraw (dalam Akhadiah, dkk, 1997: 1.3) ada dua
pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Yang pertama pemerolehan bahasa
mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kebebasan berbahasa dimulai
sekitar satu tahun di kala anak-anak menggunakan kata-kata lepas atau terpisah dari
sandi kebahasaan untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Kedua pemerolehan
bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari presentasi-presentasi
motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik. Dari beberapa pengertian mengenai
pemerolehan bahasa, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerolehan bahasa pada anak
didapatkan secara alami dan natural pada saat ia belajar bahasa pertamanya. Selain itu,
pemerolehan bahasa juga memiliki ciri yang berkesinamungan yaitu pemerolehannya
bertahap sesuai dengan kaidah tata bahasa dan sesuai perkembangan anak.
Pemerolehan bahasa juga bertujuan untuk melakukan suatu tindakan komunikasi
dalam mencapai tujuan sosialnya dengan orang lain.
c. Pemerolehan Pragmatik
Menurut Ninio & Snow, Verschueren (dalam Dardjowidjojo, 2000: 41) definisi
yang paling mendasar, pragmatik dapat dikatakan sebagai cabang ilmu linguistik yang
membahas penggunaan bahasa-the study of language use. Dardjowidjojo (2000: 41-
42) mengemukakan bahwa bahasa terdiri dari tiga komponen dasar: fonologi, sintaksis
(termasuk morfologi), dan semantik. Masing-masing komponen ini terikat dengan unit
analisis sendiri-sendiri. Pragmatik bukan merupakan komponen tambahan pada
bahasa tetapi memberikan perspektif yang berbeda terhadap bahasa. Perspektif ini
ditemukan pada tiap komponen.
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
17
Nino & Snow (dalam Dardjowidjojo 2000: 43) mengatakan bahwa penggunaan
bahasa harus diperoleh anak karena keapikan berbahasa tidak hanya terletak pada
kepatuhan terhadap aturan gramatikal tetapi juga pada kepatuhan aturan pragmatik.
Anak mau tidak mau mengembangkan “pengetahuan yang diperlukan agar dalam
situsi komunikasi antarpesona bahasa yang dipakai itu pantas, efektif, dan sekaligus
mengikuti aturan gramatikal”. Sedangkan Dardjowidjojo (2000:43) mengemukakan,
bahwa anak dari masyarakat yang bahasanya mempunyai sistem honorifik sudah dari
kecil sudah dididik untuk berbahasa “dengan baik”. Dalam keluarga terdidik Jawa
suatu ungkapan sopan santun yang wajib diucapkan sebagai pemenuhan terhadap
norma sosial budaya dalam masyarakat Jawa. Misalnya, anak menyuruh makan
neneknya dengan mengatakan “mbah, maem” yang berarti “nenek, makan” kata
tersebut tidak pantas digunakan oleh anak kepada neneknya, pastilah seorang ibu akan
menegur anaknya dan mengajarkan kepada anaknya dengan mengatakan “mbah,
dhahar”.
2. Tindak Tutur
a. Pengertian Tindak tutur
Menurut Rohmadi (2004: 29), teori tindak tutur pertama kali dikemukakan
oleh Austin (1956), seorang guru besar di Universitas Harvard. Teori yang berwujud
hasil kuliah itu kemudian dikemukakan oleh J.O.Urmson (1965) dengan judul How to
do Things with words?. Akan tetapi teori itu baru berkembang secara mantap setelah
Searle (1969) menerbitkan buku yang berjudul Speech Acts: An Essay in the
Philosophy of Language. Menurut Searle dalam semua komunikasi linguistik terdapat
tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bukan sekedar lambang, kata atau
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
18
kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata
atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur (fire performance of speech acts).
Chaer (2010: 27) mengataka bahwa tindak tutur adalah tuturan dari seseorang
yang bersifat psikologis dan yang dilihat dari makna tindakan dalam tuturan itu. Lain
halnya dengan pendapat yang diungkapkan oleh Tarigan (2009: 36) bahwa tindak
tutur atau tuturan yang dihasilkan oleh manusia dapat berupa ucapan. Ia juga
mengatakan bahwa ucapan tersebut dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan atau suatu
tindak ujaran. Sementara Suwito (dalam Rohmadi, 2004: 30) menjelaskan jika
peristiwa tutur merupakan gejala sosial dan terdapat interaksi antara penutur dalam
situasi dan tempat tertentu, maka tindak tutur lebih cenderung sebagai gejala
individual, bersifat psikologis dan ditentukan oleh kemampuan bahasa bahasa penutur
dalam menghadapi situasi tertentu. Libih lanjut dijelaskan bahwa orang lebih
mementingkan makna atau arti tindak dalam bertutur itu.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Chaer dan Agustina (2004: 50),
tindak tutur merupakan gejala individu yang bersifat psikologis dan berlangsungnya
ditentukan oleh kemempuan oleh bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Sementara
itu Searle (dalam Rohmadi, 2004: 29) menegaskan bahwa tindak tutur adalah produk
atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu yang dapat berwujud pernyataan,
pertanyaan, perintah atau yang lainnya. Dari beberapa pengertian tindak tutur yang
disampaikan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah aktivitas
mengujarkan suatu kalimat dengan kondisi dan maksud tertentu. Dapat diartikan
bahwa di dalam proses tindak tutur jika seseorang menuturkan sesuatu maka ada
tindakan tertentu yang mengikuti tuturan tersebut.
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
19
b. Bentuk-Bentuk Tindak Tutur
Austin (dalam Chaer, 2010: 27-29) tindak tutur yang dilakukan dalam kalimat
performatif dirumuskan sebagai tiga buah tindakan yang berbeda. Tindakan tersebut,
yaitu (1) tindak tutur lokusi, (2) tindak tutur ilokusi, dan (3) tindak tutur perlokusi.
Dalam bukunya pun ia menjelaskan bagian dari masing-masing bentuk. Ketiga
tindakan itu lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:
1) Tindak Tutur Lokusi
Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu sebagaimana
adanya atau The Act of Saying Something tindak untuk mengatakan sesuatu Austin
(dalam Chaer, 2010: 27). Sementara Leech (2011: 316) memberikan rumus mengenai
tindak lokusi yaitu bahwa tindak tutur lokusi berarti penutur memberikan tuturan
kepada mitra tutur bahwa kata-kata yang diucapkan itu mempunyai suatu makna dan
acuan tertentu. Contohnya yaitu sebagai berikut.
(1) Jembatan Suramadu menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura.
Kalimat (1) di atas dituturkan oleh seorang penutur semata-mata hanya untuk
memberikan informasi sesuatu belaka, tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu.
Informasi yang diberikan pada kalimat (1) adalah mengenai jembatan Suramadu yang
menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura. Berdasarkan paparan para ahli dan
contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tindak tutur lokusi dituturkan oleh
penuturnya semata-mata hanya memberikan suatu informasi saja.
2) Tindak Tutur Ilokusi
Austin (dalam Chaer, 2010: 28) menyebutkan bahwa tindak tutur ilokusi selain
menyatakan sesuatu juga menyatakan tindakan melakukan sesuatu. Oleh karena itu,
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
20
tindak tutur ilokusi ini disebut The Act of Doing Something (tindakan melakukan
sesuatu). Hal serupa juga diungkapkan oleh Rohmadi (2004: 31) mengatakan bahwa
tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau
menginformasikan sesuatu. Tindak ilokusi juga dipergunakan untuk melakukan
sesuatu. Tindak ilokusi disebut The Act of Doing Something. Pendapat lain juga
diungkapkan oleh Schmidt dan Richhards (dalam Nadar 2009: 14) mengungkapkan
bahwa tindak ilokusi adalah apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu
menuturkan sesuatu. Berikut contoh kalimat dalam bentuk tindak tutur ilokusi.
(2) Sudah hampir pukul tujuh.
Kalimat (2) bila dituturkan oleh seorang suami kepada istrinya di pagi hari, selain
memberi informasi tentang waktu, juga berisi tindakan yaitu mengingatkan si istri
bahwa si suami harus segera berangkat ke kantor; jadi minta disediakan sarapan.
Tindak tutur ilokusi selain memberi informasi tentang sesuatu, tetapi juga lebih
terkandung maksud dari tuturan yang diucapkan. Selanjutnya Putrayasa (2014: 90-92)
membagi tindak tutur (ilokusi) menjadi lima jenis. Pembagian ini didasarkan atas
asumsi “Berbicara menggunakan suatu bahasa adalah mewujudkan perilaku dalam
aturan tertentu”. Kelima tindak tutur tersebut adalah sebagai berikut:
a) Tindak Tutur Representatif
Representatif ialah tindak tutur yang berfungsi untuk menetapkan atau
menjelaskan sesuatu apa adanya. Tindak tutur ini, seperti menyatakan, melaporkan,
memberitahukan, menjelaskan, mempertahankan, dan menolak (Putrayasa, 2014: 90).
Tindak menyatakan dan mempertahankan, maksudnya adalah penutur mengucapkan
sesuatu, maka mitra tutur percaya terhadap ujaran penutur. Tindak melaporkan dan
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
21
memberitahukan, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka penutur
percaya bahwa telah terjadi sesuatu. Tindak menolak dan menyangkal, maksudnya
penutur mengucapkan sesuatu maka mitra tutur percaya bahwa terdapat alasan untuk
tidak percaya. Tindak menyetujui dan menggakui, maksudnya ketika penutur
mengujarkan sesuatu, maka mitra tutur percaya bahwa apa yang diujarkan oleh
penutur berbeda dengan apa yang ia inginkan dan berbeda dengan pendapat semula
b) Tindak Tutur Komisif
Putrayasa (2014: 91) mengatakan bahwa komisif adalah tindak tutur yang
berfungsi untuk mendorong pembicaraan melakukn sesuatu, seperti berjanji, bernazar,
bersumpah, dan ancaman. Sarle (dalam Rohmadi 2004: 32) juga menambahkan bahwa
ilokusi komisif ini bertujuan untuk mendorong pembicara melakukan sesuatu. Selain
itu, Sarle (dalam Rohmadi 2004: 32) juga meyebutkan ciri-ciri ilokusi komisif, yaitu
berjanji, bersumpah atau mengancam. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang mengikat
penuturnya untuk melakukan suatu hal. Suatu hal tersebut yaitu segala sesuatu yang
disebutkan dalan suatu tuturan.
c) Tindak Tutur Direktif
Ibrahim (1993: 27) Direktif (Directives) mengekspresikan sikap mitra penutur
terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur. Apabila sebatas pengertian ini
yang diekspresikan, maka direktif merupakan konstatif (constatives) dengan batasan
pada isi proposisinya (yaitu, bahwa tindakan yang akan dilakukan ditujukan kepada
mitra tutur). Tetapi, direktif juga bisa mengekspresikan maksud penutur (keinginan,
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
22
harapan) sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan
untuk bertindak oleh mitra tutur. Pendapat lain juga dikemukakan Searle (dalam Chaer
2010: 29) direktif yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar
lawan tutur melakukan tindakan yang disebut di dalam tuturan itu. Sejalan dengan
pernyataan di atas, Yule (1996: 93) mengemukakan bahwa direktif merupakan jenis
tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu.
Jinis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Putrayasa
(2014: 91) mengemukakan bahwa tindak tutur direktif, yaitu tindak tutur yang
berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu. Tindak tutur ini meliputi
perintah, pemesanan, permohonan, dan pemberian saran.
Dari pengertian tindak tutur direktif tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak
tutur direktif merupakan tidak tutur yang mempengaruhi mitra tuturnya untuk
melakukan suatu tindakan seperti yang dianjurkan oleh penutur. Selain itu, direktif
juga dapat diartikan bahwa kalimat yang diujarkan tidak hanya menyatakan sesuatu,
akan tetapi dapat menindakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Hal tersebut
dikarenakan kalimat yang terdapat pada tuturan yang dituturkan oleh penutur
merupakan kalimat introgatif. Misalnya tuturan melarang, menyarankan, ajakan,
memerintah, dan permintaan. Ibrahim (1993: 28-33) membagi tindak tutur direktif
menjadi enam kategori, yaitu:
(1) Requestives
Requestives, yaitu mengekspresikan keinginan penutur sehingga mitra tutur
melakukan sesuatu. Di samping itu, requestives mengekspresikan maksud penutur
(atau, apabila jelas bahwa dia tidak mengharapkan kepatuhan, requestives
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
23
mengkekspresikan keinginan atau harapan penutur) sehingga mitra tutur menyikapi
keinginan yang terekspresikan ini sebagai alasan (atau bagian dari alasan) untuk
bertindak. Tuturan yang termasuk dalam bentuk tindak tutur direktif requestives yaitu
tuturan meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak,
mendorong. Berikut ini contoh tindak tutur requstives:
(3) Ayo bermain bola.
(4) Tolong ambilkan kakak buku cerita di atas meja.
Kalimat (3) dan (4) merupakan bentuk tindak tutur requestives. Kalimat (3)
merupakan contoh kalimat mengajak. Tuturan mengajak pada kalimat (3) ditandai
dengan adanya kata “ayo” yang bermaksud mengajak. tuturan tersebut apabila
dituturkan oleh seseorang kepada temanya, yaitu bermaksud untuk mengajak bermain
bola. Pada kalimat (4) merupakan contoh kalimat meminta. Tindak meminta pada
tuturan tersebut ditandai dengan adanya kata “tolong” yang berarti menyatakan
tindakan memita. Apabila tuturan tersebut disampaikan oleh seorang kakak kepada
adiknya, artinya ia meminta kepada adiknya untuk mengambilkan buku.
(2) Questions
Questions, merupakan questions (pertanyaan) request (permohonan) dalam
kasus yang khusus, khusus dalam pengertian apa yang dimohon adalah bahwa
mitratutur memberikan kepada penutur informasi tertentu. Misalnya tuturan bertanya,
menyelidiki, mengintrogasi. Pada tuturan bertanya penutur meminta suatu informasi
yang dibutuhkan kepada mitra tuturnya. Selain itu, dapat dikatakan bahwa penutur
menyatakan sesuatu kepada mitra tutur. Jadi, diharapkan dalam tuturan ini mitra tutur
memberikan tanggapan yang berupa jawaban dari pernyataan penutur. Adapun contoh
tindak tutur questions sebagai berikut.
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
24
(5) Kenapa Dika tidak berangkat ke sekolah?
Contoh tersebut termasuk bentuk tindak tutur questions bertanya. Kalimat (5)
merupakan percakapan ibu dan anaknya. Tuturan bertanya pada tuturan (5) ditandai
dengan adanya kata “kenapa”. Kata “kenapa” digunakan untuk menanyakan sebab.
Dalam dal ini adalah menanyakan sebab mengenai ketidak hadiran Dika ke sekolah.
Tuturan tersebut dituturkan oleh seorang guru kepada muridnya di kelas.
(3) Requirements
Reruirements, yaitu perintah. Maksud yang diekspresikan penutur adalah
bahwa mitra tutur menyikapi ujaran penutur sebagai alasan untuk bertindak, dengan
demikian ujaran penutur dijadikan sebagai alasan penuh untuk bertindak. Tuturan
yang termasuk tuturan requirements diantaranya tuturan memerintah, menghendaki,
mengkomando, menuntuk, mendikte, mengarahkan, menginstruksikan, mengatur,
menyaratkan. Adapun contoh tindak tutur requirements sebagai berikut.
(6) Jagalah adikmu baik-baik!
Kalimat (6) merupkan contoh tindak tutur requirements memerintah. Tindak
memerintah pada kalimat (6) ditandai dengan kata “jagalah”. Kata “jagalah” memiliki
makna perintah. Kalimat tersebut dituturkan oleh seorang ibu kepada anak pertamanya
bermaksud untuk memerintah sang kakak menjaga adiknya.
(4) Prohibitives
Prohibitives, seperti melarang (forbidding) atau membatasi (proscribing), pada
dasarnya adalah requirements (perintah/suruhan) supaya mitratutur tidak mengerjakan
sesuatu (Ibrahim, 1993:28-33). Tuturan melarang disampaikan supaya orang lain tidak
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
25
mengerjakan sesuatu. Tuturan larangan biasanya ditandai dengan penggunaan kata
atau ungkapan yang bermakna melarang. Kata yang paling sering digunakan adalah
kata jangan yang menyatakan tindakan melarang (Rahardi, 2005:109). Adapun contoh
tindak tutur prohibitives sebagai berikut.
(7) Dilarang membuang sampah sembarangan.
Kalimat (7) merupakan contoh kalimat prohibitives melarang. Tuturan tersebut
disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur untuk tidak melakukan tindakan seperti
yang dianjurkan oleh penutur. Tuturan melarang pada kalimat (7) ditandai dengan kata
“dilarang”. Apabila tuturan tersebut disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur
untuk melarang membuang sampah sembarangan. Karena tindakan membuang
sampah sembarangan merupakan hal yang tidak baik.
(5) Permissives
Permissives, yaitu mengekspresikan kepercayaan penutur dan maksud penutur
sehingga mitara tutur percaya bahwa ujaran penutur mengandung alasan yang cukup
bagi mitra tutur untuk merasa bebas melakukan tindakan tertentu. Misalnya tuturan
menyetujui, membolehkan, memberi wewenang, menganugrahi, mengabulkan,
membiarkan, mengizinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenalkan. Contoh
tuturan direktif permissives (mengizinkan) yaitu sebagai berikut.
(8) Saya perbolehkan kamu menggambar di buku ini.
Tuturan (8) merupakan contoh bentuk tuturan membolehkan. Tuturan tersebut
disampaikan secara langsung oleh penutur kepada mitra tutur untuk membolehkan
mitra tutur. Bila tuturan tersebut disampaikan oleh seseorang kepada temannya yang
akan menggambar, maka maksud dari tuturan tersebut yaitu membolehkan temannya
untuk menggambar pada buku milik penutur.
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
26
(6) Advisories
Advisories, kepercayaan mitratutur bahwa apa yang diekspresikan penutur
bukanlah keinginan mitratutur melakukan tindakan tertentu tetapi kepercayaan bahwa
melakukan bahwa melakukan sesuatu merupakan hal baik, bahwa tindakan itu
merupakan kepentingan mitratutur. Penutur juga mengekspresikan maksud bahwa
mitratutur mengambil kepercayaan tentang ujaran penutur sebagai alasan untuk
bertidak. Misalnya tuturan menasihatkan, memperingatkan, mengkonseling,
mengusulkan, menyarankan, mendorong. Contoh tuturan direkrif advisories sebagai
berikut.
(9) Harus belajar sungguh-sungguh, agar mendapat nilai yang memuaskan.
Tuturan (9) merupakan contoh bentuk tuturan menasihatkan. Kalimat tersebut jika
dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya ketika menjelang UAS, kalimat tersebut
bermaksud manasihati anaknya supaya belajar sungguh-sungguh supaya mendapat
nilai yang bagus.
Rahardi (2005: 93-116) menuliskan konstruksi ujaran direktif baik langsung
maupun tidak langsung sebagai berikut:
(a) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif perintah.
Misalnya: (1) “Rangkai puisi ini!”
(b) Tuturan yang mengandung makna pragmatik inperati suruhan.
Misalnya: (2) “Coba rangkai puisi ini.”
(c) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permintaan.
Misalnya: (3) “Tolong rangkai puisi ini.”
(d) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permohonan.
Misalnya: (4) “Aku mohon kamu bersedia rangkai puisi ini.”
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
27
(e) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif desakan.
Misalnya: (5) “Ayo, rangkai puisi ini sekarang juga.”
(f) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif bujukan.
Misalnya: (6) “Tolong, malam ini kamu rangkai puisi ini.”
(g) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif himbauan.
Misalnya: (7) “Rangkailah puisi ini dengan baik.”
(h) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif persilaan.
Misalnya: (8) “Silakan puisinya dirangkai.”
(i) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif ajakan.
Misalnya: (9) “Mari kita rangkai puisi ini bersama-sama.”
(j) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permintaan izin.
Misalnya: (10) “Bolehkah saya merangkai puisi ini.”
(k) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif mengizinkan.
Misalnya: (11) “puisinya boleh dirangkai sekarang.”
(l) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif larangan.
Misalnya: (12) “Jangan merangkai puisi ini.”
(m) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif harapan.
Misalnya: (13) “Saya mengharapkan rangkaian puisi ini cepat selesai.”
(n) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif umpatan.
Misalnya: (14) “Kena, kau!”
(o) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif selamat.
Misalnya: (15) “Selamat ya atas prestasimu.”
(p) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif anjuran.
Misalnya: (16) “Sebaiknya rangkaian dikerjakan sekarang saja akan lebih baik.”
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
28
(q) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif “ngelulu”
Misalnya (17) “Tidak usah makan, jajan saja terus sampai besok.”
Ramlan (2005: 26-43) mengemukakan bahwa berdasarkan fungsinya dalam
hubungan situasi, kalimat dapat diglongkan menjadi tiga golongan, yaitu (1) kalimat
berita, (2) kalimat tanya, dan (3) kalimat suruh.
(1) Kalimat Berita
Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain
sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian. Kadang-kadang perhatian itu
anggukan, kadang juga disertai dengan ucapan “ya”. Kalimat berita memiliki pola
intonasi yang disebut pola intonasi berita, yaitu [2] 3 // [2] 3 1 # dan [2] 3 // [2] 3 #
apabila P-nya terdiri dari kata-kata yang suku kedua dari belakang bervokal /Ə/.
Seperti kata keras, cepat, kering, tepung, bekerja. Intonasi kalimat berita bernada
akhir turun. Berikut adalah contoh kalimat berita:
(10) Jalan itu sangat menurun.
Kalimat (10) termasuk kalimat berita, karena kalimat tersebut mempunyai pola
intonasi berita, dan di dalam kalimat tersebut tidak terdapat kata tanya, ajakan,
persilahan, dan larangan. Kalimat (10) dituturkan dengan maksud untuk
memberitahukan kepada pengguna jalan bahwa jalannya sangat menurun, kemudian
diharapkan pengguna jalan untuk lebih berhati-hati saat melintas di jalan tersebut agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
(2) Kalimat Tanya
Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat tanya memiliki
pola intonasi yang bernada akhir naik, di samping nada suku terakhir yang lebih
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
29
tinggi. Pola intonasi ialah: [2] 3 // [2] 3 #. Dalam kalimat tanya terdapat kata-kata
tanya seperti apa, siapa, di mana, mengapa, bagaimana, ke mana, kenapa, mana.
Selain ditandai dengan kata tanya, pola intonasi kalimat tanya digambarkan dengan
tanda tanya. Sebagai contoh bisa dilihat berdasarkan kalimat berikut.
(11) Bapak sedang membawa apa?
Kata tanya yang digunakan pada kalimat (11) yaitu kata tanya “apa”. Kata tanya “apa”
digunakan untuk menanyakan benda. Apabila kalimat tersebut diucapkan oleh seorang
anak kepada bapaknya ketika bapaknya pulang dari pasar, artinya ia menanyakan
barang bawaan bapaknya yang baru saja dibelinya dari pasar.
(3) Kalimat Suruh
Kalimat suruh mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang
diajak berbicara. Berbicara ciri formalnya, kalimat ini memiliki pola intonasi 2 3 #
atau 2 3 2 # jika diikuti partikel lah pada P-nya. Berdasarkan strukturnya kalimat
suruh dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu (a) kalimat suruh yang
sebenarnya, (b) kalimat persilahan, (c) kalimat ajakan, dan (d) kaliamt larangan.
(a) Kalimat Suruh yang Sebenarnya
Kalimat suruh yang sebenarnya ditandai oleh pola intonasi suruh. Selain dari
pada itu, apabila P-nya terdiri dari kata verbal intransitif, bentuk kata verbal itu tetap
hanya partikel lah dapat ditambahkan pada kata verbal untuk menghaluskan perintah.
Misalnya:
(12) Duduk!
(13) Beristirahatlah!
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
30
Apabila P-nya terdiri dari kata verbal transitif, kalimat suruh suruh yang sebenarnya,
selain ditandai oleh pola intonasi suruh, juga dengan tidak adanya prefiks meN – pada
kata verbal transitif. Partikel lah dapat ditambahkan pada kata verbal untuk
menghaluskan suruhan.
(b) Kalimat Persilahan
Kalimat persilahan selain ditandai oleh pola intonasi suruh, kalimat persilahan
ditandai juga oleh penambahan kata silahkan yang diletakkan di awal kalimat. S
kalimat boleh di buang, boleh juga tidak. Misalnya:
(14) Silahkan Bapak duduk di sini!
(15) Silahkan datang ke sini!
Kalimat (14) terlihat jelas dengan adanya S. Kalimat tersebut apa bila di tuturkan oleh
tuan rumah kepada seseorang yang sedang bertamu, maka tuturan tersebut bermaksud
untuk mempersilahkan tamu tersebut duduk pada tempat yang telah ditunjukkan oleh
tuan rumah. Kemudian pada contoh kalimat (15) tidak terlihat adanya penggunaan S
pada kalimat. Kalimat (15) apa bila dituturkan oleh seorang remaja kepada temannya
yang akan meminjam buku, maka tuturan tersrsebut bermaksud untuk
mempersilahkan temannya mengambil buku di rumah penutur.
(c) Kalimat Ajakan
Kalimat ajakan mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan yang bukan
hanya dilakukan oleh orang yang diajak bicara, melainkan juga oleh orang yang
berbicara atau penuturnya. Dengan kata lain tindakan tersebut dilakukan oleh kita.
Kalimat ajakan ditandai oleh pola intonasi suruh dan juga ditandai oleh adanya kata-
kata ajakan, ialah kata mari dan ayo yang diletakkan di awal kalimat. Partikel lah
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
31
dapat ditambahkan pada kedua kata tersebut, yaitu menjadi marilah dan ayolah. S
kalimat boleh dibuang, boleh juga tidak. Misalnya:
(16) Mari kita belajar sekarang!
Kalimat ajakan pada kalimat (16) ditandai dengan kata “mari”. Tuturan tersebut bila
dituturkan oleh siswa SMP kelas VIII kepada temannya ketika akan ada ujian mata
pelajaran bahsa Indonesia, maka tuturan tersebut bermaksud untuk mengajak belajar
agar nantinya ketika ujian dapat mengerjakan dengan baik soal-soal yang diberikan
oleh guru.
(d) Kalimat Larangan
Kalimat larangan ditandai oleh pola intonasi suruh dan ditandai juga oleh
adanya kata jangan di awal kalimat. Partikel lah dapat ditambahkan pada kata tersebut
untuk memperhalus larangan. S kalimat boleh dibuang, boleh juga tidak. Misalnya:
(17) Jangan berangkat ke sekolah sendiri!
Kalimat (17) merupakan kalimat larangan. Kalimat tersebut bila dituturkan oleh
seorang ibu kepada anaknya ketika akan berangkat ke sekolah, maka tuturan tersebut
bermaksud untuk melarang anaknya pergi sendirian. Akan tetapi ibunya yang akan
mengantarkannya pergi ke sekolah.
d) Tindak Tutur Ekspresif
Menurut Putrayasa (2014: 91) tindak tutur ekspresif berfungsi untuk
mengekspresikan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berupa tindak meminta maaf,
berterima kasih, menyampaikan ucapan selamat, memuji, dan mengkritik. Penutur
mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik yang berupa rutinitas,
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
32
maupun yang murni. Perasaan dan pengekspresian penutur untuk jenis situasi tertentu
yang dapat berupa tindak menyampaikan salam (greeting) yang mengekspresikan rasa
senang karena bertemu dan melihat seseorang, tindak berterima kasih (thanking) yang
mengekspresikan rasa syukur karena telah menerima sesuatu. Tindak meminta maaf
(apologizing) mengekspresikan simpati karena penutur telah melukai atau
mengganggu mitra tutur.
e) Tindak Tutur Deklaratif
Putrayasa (2014: 92) mengemukakan bahwa tidak tutur deklaratif merupakan
tindak tutur yang berfungsi untuk memantapkan sesuatu yang dinyatakan. Suatu hal
yang dinyatakan antara lain dengan setuju, tidak setuju, dan benar-benar salah.
Berdasarkan hal tersebut, maka tindak tutur yang dilakukan oleh penutur bermaksud
untuk menciptakan suatu hal. Hal tersebut bapat berupa persetujuan, status, dan
keputusan.
3) Tindak Tutur Perlokusi
Austin (dalam Chaer, 2010: 28) menyebutkan bahwa tindak tutur perlokusi
adalah tindak tutur yang mempunyai pengaruh atau efek terhadap lawan tutur atau
orang yang mendengar tuturan itu. Tindak tutur perlokusi sering disebut sebagai The
act of Affective Someone (tindak yang memberi efek pada orang lain). Tindak
perlokusi menghasilkan efek atau hasil yang ditimbulkan oleh ungkapan kalimat itu.
tanggapan tersebut tidak hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga berbentuk tindakan
atau perbuatan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Rohmadi (2004: 31) bahwa tindak
perlokusi disebut juga The Act of affecting Something. Efek atau daya pengaruh ini
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
33
dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya (Wijana, 1996:
19). Adapun contoh kalimat yaitu sebagai berikut.
(18) Rumah saya jauh sih.
Tuturan (18) bukan hanya memberi informasi bahwa rumah si penutur itu jauh; tetapi
juga bila dituturkan oleh seorang guru kepada kepala sekolah dalam rapat penyusunan
jadwal pelajaran pada awal tahun menyatakan maksud bahwa si penutur tidak dapat
datang tepat waktu pada jam pertama. Efek atau pengaruhnya yang diharapkan si
kepala sekolah akan memberi tugas mengajar tidak pada jam-jam pertama; melainkan
pada jam-jam lebih siang.
c. Jenis-Jenis Tindak Tutur
Wijana (1996: 30-36) dalam bukunya menjelaskan bahwa tindak tutur dalam
bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung, tindak tutur tidak
langsung, tindak tutur literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal,
tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak
langsung tidak literal. Dalam bukunya pun ia menjelaskan bagian dari masing-masing
jenis. Kedelapan jenis tuturan itu lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:
1) Tindak Tutur Langsung
Secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat
berita (deklaratif), kalimat tanya (introgatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara
konvensional kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi),
kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan
perintah, ajakan, permintaan, permohonan. Bila kalimat berita berfungsi secara
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
34
konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat
perintah untuk menyatakan perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dan
sebagainya, maka yang terbentuk adalah tindak tutur langsung (direct speecht act).
Sebagai contoh:
(19) “Gilang memiliki tiga buah jeruk.”
(20) “Di mana penjual jeruk itu berjualan?”
(21) “Ambilkan sepeda saya!”
Ketiga kalimat di atas merupakan tindak tutur langsung yang berupa kalimat berita,
kalimat tanya, dan kalimat perintah. Kalimat (19) dituturkan dengan maksud untuk
menginformasikan kepada mitra tuturnya bahwa Gilang memiliki tiga buah jeruk,
kalimat (20) dituturkan dengan maksud untuk mencari informasi mengenai tempat
penjual jeruk berjualan, sedangkan kalimat (21) dituturkan dengan maksud untuk
memerintah mitra tutur mengambilkan sepeda.
2) Tindak Tutur Tidak Langsung (Indirect Speech Act)
Tindak tutur tidak langsung ialah tindak tutur untuk memerintah seseorang
melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini dilakukan dengan
memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak
merasa dirinya diperintah. Misalnya seorang guru menyuruh ketua kelasnya yang
bernama Ihzul untuk mengambilkan remot LCD, diucapkan dengan
(22) “Ihzul, remot LCDnya dimana?”
(23) “Di mana sapunya?”
Pada kalimat (22), selain guru bertanya kepada ketua kelas, guru juga bertujuan
memerintah ketua kelas untuk menyalakan LCD. Demikian pula tuturan (23) bila
dituturkan oleh seorang ibu kepada seorang anak, tidak semata-mata berfungsi untuk
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
35
menanyakan di mana letak sapu itu, tetapi juga secara tidak langsung memerintah
sang anak untuk mengambil sapu tersebut.
3) Tindak tutur Literal (Literal Speech Act)
Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya
sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sebagai contoh dapat dilihat
kalimat berikut.
(24) “Artis itu suaranya sangat merdu.”
Kalimat tersebut jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau mengagumi suara
artis yang sedang dilihat. Kalimat tersebut merupakan tindak tutur literal.
4) Tindak Tutur Tidak Literal (Nonliteral Speech Act)
Tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang
maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang
menyusunnya. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut:
(25) “Bajumu bagus, tapi kamu tidak usah pakai baju itu.”
Kalimat (25), penutur bermaksud mengatakan bahwa baju mitra tuturnya jelek, yaitu
dengan mengatakan “tapi kamu tidak usah pakai baju itu”. Tindak tutur pada kalimat
(25) merupakan tindak tutur tidak literal.
5) Tindak Tutur Langsung Literal (Direct Literal Speech Act)
Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur yang
dituturkan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud
pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah,
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
36
memberitakan dengan kalimat berita, menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya.
Misalnya:
(26) “Ibu, ambilkan sepatu!”
Tuturan (26) penutur mengutarakan maksud tuturan dan makna yang sama dengan
maksud pengutaraannya. Tuturan tersebut dapat diidentifikasi sebagai tindak tutur
langsung literal.
6) Tindak Tutur tidak Langsung Literal (Indirect Literal Speech Act)
Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan
dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi
makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur.
Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat atau tanda
tanya. Misalnya:
(27) “Kursinya berantakan”.
Tuturan (27) dalam konteks seroang ibu rumah tangga berbicara dengan
pembantunya. Tuturan ini tidak hanya informasi tetapi terkandung maksud
memerintah yang diungkapkan secara tidak langsung dengan kalimat berita.
7) Tindak Tutur Langsung tidak Literal (Direct Nonliteral Speech Act)
Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan
dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang
menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.
Misalnya:
(28) “Suaramu bagus, kok.”
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
37
Tuturan (28) dalam tindak tutur langsung tidak liberal. Tuturan penutur bermaksud
mengatakan bahwa suara mitra tuturnya tidak bagus. Maka tuturan tersebut memiliki
makna implisit bahwa suara mitra si mitra tutur tidak bagus.
8) Tindak Tutur tidak Langsung tidak Liberal (Indirect Nonliberal Speech Act)
Tindak tutur tidak langsung tidak liberal adalah tindak tutur yang diutarakan
dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang
hendak diutarakan. Misalnya:
(29) “Bukunya berantakan.”
Tuturan (29) dalam konteks penjaga perpustakaan dengan pengunjung untuk
menyuruh pengunjung perpustakaan merapikan buku yang diambil di rak buku.
Tuturan tersebut menjelaskan untuk merapikan buku. Jadi tuturan tersebut secara
implisit penjaga perpustakaan menyuruh pengunjung merapikan buku.
Landasan teori yang sudah penulis paparkan dapat dipetakonsepkan dalam
bagan 1.
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016
38
Analisis Tindak Tutur Ilokusi Direktif
Pada Anak Usia 4-5 Tahun
di Desa Babadan, Pagentan, Banjarnegara
2016
38
Anak Usia
4 – 5 tahun
Tindak Tutur
Pengertian Bentuk Jenis
Ilokusi Lokusi Perlokusi
1. Pernyataan
2. Perintah
3. Pertanyaan
Representatif
Direktif
Ekspresif
Deklaratif
1. Requestives (meminta)
2. Questions (bertanya)
3. Requirements (memerintah)
4. Prohibitives (melarang)
5. Permissives (menyetujui)
6. Advisories (menyarankan)
1. Tindak tutur langsung
2. Tindak tutur tidak langsung
3. Tindak tutur literal
4. Tindak tutur tidak literal
5. Tindak tutur langsung literal
6. Tinduk tutur tidak langsung literal
7. Tindak tutur langsung tidak literal
8. Tindak tutur tidak langsung tidak
literal
Meyakinkan
Pemerolehan
bahasa anak
Perkembangan
anak usia 4-5
tahun
Pemerolehan
pragmatik
Komisif
Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016