BAB II LANDASAN TEORI A. Kepedulian 1. Definisi...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Kepedulian 1. Definisi...
24
24
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kepedulian
1. Definisi Kepedulian
Kata peduli memiliki makna yang beragam. Banyak literatur yang
menggolongkannya berdasarkan orang yang peduli, orang yang dipedulikan dan
sebagainya. Oleh karena itu kepedulian menyangkut tugas, peran, dan hubungan.
Kata peduli juga berhubungan dengan pribadi, emosi dan kebutuhan (Tronto
dalam Phillips, 2007). Tronto (1993) mendefinisikan peduli sebagai pencapaian
terhadap sesuatu diluar dari dirinya sendiri. Peduli juga sering dihubungkan
dengan kehangatan, postif, penuh makna, dan hubungan (Phillips, 2007).
Swanson (1991) mendefinisikan kepedulian sebagai salah satu cara untuk
memelihara hubungan dengan orang lain, dimana orang lain merasakan komitmen
dan tanggung jawab pribadi. Noddings (2002) menyebutkan bahwa ketika kita
peduli dengan orang lain, maka kita akan merespon positif apa yang dibutuhkan
oleh orang lain dan mengeksresikannya menjadi sebuah tindakan.
Menurut Bender (2003) kepedulian adalah menjadikan diri kita terkait
dengan orang lain dan apapun yang terjadi terhadap orang tersebut. Orang yang
mengutamakan kebutuhan dan perasaan orang lain daripada kepentingannya
sendiri adalah orang yang peduli. Orang yang peduli tidak akan menyakiti
perasaan orang lain. Mereka selalu berusaha untuk menghargai, berbuat baik, dan
membuat yang lain senang. Banyak nilai yang merupakan bagian dari kepedulian,
seperti kebaikan, dermawan, perhatian, membantu, dan rasa kasihan. Kepedulian
Universitas Sumatera Utara
25
25
juga bukan merupakan hal yang dilakukan karena mengharapkan sesuatu sebagai
imbalan.
May (dalam Leininger 1981) mendefinisikan kepedulian sebagai perasaan
yang menunjukkan sebuah hubungan dimana kita mempersoalkan kehadiran
orang lain, terdapat hubungan pengabdian juga, bahkan mau menderita demi
orang lain. Dedication, mattering, dan concern menjadi elemen-elemen penting
dalam kepedulian. Kepedulian bermula dari perasaan, tetapi bukan berarti hanya
sekedar perasaan. Kepedulian mendorong perilaku muncul sebagai wujud dari
perasaan tersebut. Ketika sesuatu terjadi maka kita rela memberikan tenaga, agar
yang baik dan positiflah yang terjadi pada orang yang kita pedulikan. Kepedulian
atau memperdulikan itu meminta perasaan berubah ke dalam bentuk perilaku.
Perilaku dan perasaan tersebut tentunya berdasarkan pemikiran. Perasaan dari
kepedulian tersebut bukanlah tanpa pemikiran, tapi justru sebaliknya perasaan itu
juga berdasarkan pertimbangan.
Heidegger (dalam Leininger 1981) mengatakan bahwa kepedulian
merupakan “sumber dari kehendak”. Menurut Heidigger, kehendak itulah yang
mendorong kekuatan hidup dan kepedulian adalah sumbernya. Peduli merupakan
fenomena dasar dari eksistensi manusia termasuk dirinya sendiri, dengan kata lain
jika kita tidak peduli, maka kita akan kehilangan kepribadian kita, kemauan kita
dan diri kita.
Leininger (1981) menyimpulkan bahwa kepedulian adalah perasaan yang
ditujukan kepada orang lain, dan itulah yang memotivasi dan memberikan
kekuatan untuk bertindak atau beraksi, dan mempengaruhi kehidupan secara
Universitas Sumatera Utara
26
26
konstruktif dan positif, dengan meningkatkan kedekatan dan self actualization
satu sama lain. Leininger (1981) mengusulkan ada empat tahap dari kepedulian,
attachment, assiduity, intimacy dan confirmation. Masing-masing tahap dicapai
dengan memenuhi tugas kebutuhan secara baik. Kepedulian menjadi tidak
berfungsi atau terhambat, apabila satu atau lebih kebutuhan tidak tepenuhi.
Menurut Boyatzis dan McKee (2005), kepedulian merupakan wujud nyata
dari empati dan perhatian. Ketika kita bersikap terbuka kepada orang lain, maka
kita dapat menghadapi masa-masa sulit dengan kreativitas dan ketegaran. Empati
mendorong kita untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Empati akan muncul
ketika kita memulai rasa ingin tahu kita terhadap orang lain dan pengalaman-
pengalaman mereka. kemudian empati itu akan diwujudkan ke dalam bentuk
tindakan. Kepedulian didasarkan pada hasrat secara penuh untuk membina ikatan
dengan orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Namun bagaimanapun
cara terbaik untuk memahami apa itu kepedulian adalah dengan cara meihat
bagaimana kepedulian tersebut dipraktikan. Kepedulian juga dapat didefenisikan
sebagai sesuatu yang memiliki tiga komponen, yaitu :
1. Pemahaman dan empati kepada perasaan dan pengalaman orang lain
2. Kesadaran kepada orang lain
3. Kemampuan untuk bertindak berdasarkan perasaan tersebut dengan
perhatian dan empati.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepedulian
merupakan cara memelihara hubungan dengan orang lain yang bemula dari
perasaan dan ditunjukkan dengan perbuatan seperti memperhatikan orang lain,
bebelas kasih, dan menolong.
Universitas Sumatera Utara
27
27
2. Dimensi Kepedulian
Menurut Swanson (2000), ada lima dimensi penting dalam kepedulian.
1. Mengetahui
Berusaha keras memahami kejadian-kejadian yang memiliki makna dalam
kehidupan orang lain. Pada aspek ini menghindari asumsi tentang kejadian yang
dialami orang lain sangat penting, berpusat pada kebutuhan orang lain, melakukan
penilaian yang mendalam, mencari isyarat verbal dan non verbal, dan terlibat pada
kedua isyarat tersebut.
2. Turut hadir
Hadir secara emosi dengan menyampaikan ketersedian, berbagi perasaan, dan
memantau apakah orang lain terganggu atau tidak dengan emosi yang diberikan.
3. Melakukan
Melakukan sesuatu bagi orang lain, seperti melakukannya untuk diri sendiri,
apabila memungkinkan, seperti menghibur, melindungi, dan mendahulukan,
seperti melakukan tugas-tugas dengan penuh keahlian dan kemampuansaat mem-
pertahankan martabat.
4. Memungkinkan
Memfasilitasi perjalanan hidup dan kejadian yang tidak biasa yang dimiliki oleh
orang lain dengan memberikan informasi, memberikan penjelasan, memberikan
dukungan, fokus pada perhatian yang sesuai, dan memberikan alternatif.
5. Mempertahankan keyakinan
Mendukung keyakinan orang lain akan kemampuannya menjalani kejadian atau
masa transisi dalam hidupnya dan menghadapi masa yang akan datang dengan
Universitas Sumatera Utara
28
28
penuh makna. Tujuan tersebut untuk memungkinkan orang lain dapat memaknai
dan memelihara sikap yang penuh harapan.
3. Tujuan Kepedulian
Menurut Leininger (1981) adapun maksud dari kepedulian dapat
ditunjukkan dengan melihat tujuan dari kepedulian tersebut. Tujuan pertama dari
kepedulian adalah untuk memudahkan pencapaian self actualization satu sama
lain. Mencapai potensial secara maksimal merupakan tujuan yang paling penting
dalam kehidupan. Beberapa diantara kita terus berusaha mencapai prestasi yang
ingin dicapai. Prestasi tidak hanya berarti kita dapat memproduksi sebuah buku
terbaik misalnya, menjadi Presiden dari sebuah perusahaan, kepala staf dan lain
sebagainya. Prestasi berarti mengembangkan kemampuan, kemampuan untuk
mengetahui dan mengalami secara penuh human being, kemampuan untuk
bersabar, melakukan kebaikan, terharu, kasih, dan kepercayaan, dan kemampuan
untuk melatih kemampuan fisik yang tersembunyi, wawasan, imajinasi dan
kreatifitas. Pada intinya, prestasi merupakan kemampuan untuk memenuhi ambisi,
tujuan, dan impian, sehingga mendapat kepuasaan terhadap hidup dan
kemajuannya, dan akhirnya menjadi manusia yang berpotensial penuh.
Tujuan berikutnya adalah memperbaiki perhatian seseorang, kondisi,
pengalaman, dan being, kemudian untuk melanjutkan hubungan dengan
kepedulian, dan mengekspresikan perasaan mengenai hubungan ( Leininger,
1981).
Universitas Sumatera Utara
29
29
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepedulian
Kepedulian merupakan fenomena universal, dimana sebuah perasaan yang
secara alami menimbulkan pikiran tertentu dan mendorong perilaku tertentu di
seluruh budaya di dunia. Bisa jadi semua orang mengalami perasaan yang mirip
ketika peduli dengan orang lain. Bagaimanapun kepedulian itu dipikirkan dan
diwujudkan dalam bentuk perilaku, kepedulian dipengaruhi oleh kondisi budaya
dan variabel-variabel lainnya. Pengalaman dari perasaan peduli (ketika mencapai
level perasaan dan perilaku) melalui sebuah proses intrepretasi dari bahasa dan
tindakan yang merupakan simbol dan perwujudan dari perasaan yang hanya bisa
diekspresikan secara sosial (Leininger, 1981).
1) Budaya mempengaruhi bagaimana kepedulian tersebut diekspresikan dan
diwujudkan ke dalam tindakan. Budaya mengendalikan bagaimana aksi atau
tindakan tersebut diwujudkan. Penerimaan sosial dan harapan sosial juga
mempengaruhi bagaimana kepedulian diberikan di tempat tertentu.
2) Nilai yang dianut oleh individu berpengaruh terhadap proses pengambilan
keputusan bagi seseorang, seperti bagaimana menentukan prioritas, mengatur
keuangan, waktu dan tenaga. Motivasi, maksud dan tujuan juga bergantung
pada nilai yang dianut.
3) Faktor selanjutnya merupakan harga. Harga apa yang kita dapatkan ketika
kita bersedia untuk memberikan waktu, tenaga, bahkan uang, harus sesuai
dengan nilai dari hubungan kita dengan orang lain. Kepedulian yang
sungguh-sungguh tidak akan membuat waktu, uang, dan tenaga yang bersedia
kita berikan menjadi sia-sia atau tidak bijaksana. Untuk mencapai suatu
tujuan yang sangat penting (misalnya demi keselamatan nyawa), orangyang
Universitas Sumatera Utara
30
30
peduli mungkin akan melukai dirinya sendiri. Tetapi jika mengarah kepada
hal yang membahayakan tentu saja bukan termasuk wujud dari kepedulian.
4) Faktor berikutnya adalah keeksklusifan. Pada sebuah hubungan, hal ini bisa
saja dialami. Jika hal ini terus terjadi, maka faktor ini akan memberikan
pengaruh yang negatif dan oleh karena itu bukan lagi merupakan wujud dari
kepedulian. Hubungan lain terlihat sebagai kebutuhan untuk kondisi manusia
seperti untuk bertumbuh, stimulasi, memperdulikan, tetapi bagi hubungan
yang eksklusif, hal ini tidak akan diberikan.
5) Level kematangan dari keprihatinan seseorang dalam sebuah hubungan
kepedulian dapat berpengaruh terhadap kualitas dan tipe hubungan
kepedulian tersebut. Hubungan kepedulian membutuhkan kesatuan dari
kepedulian yang dilengkapi dengan keintegritasan dari kepribadian seseorang.
Universitas Sumatera Utara
31
31
B. Martarombo
1. Pengertian Martarombo
Martarombo berasal dari kata mar dan tarombo. Mar artinya ber,
sedangkan tarombo artinya silsilah, daftar asal usul sebuah keluarga (Marbun &
Hutapea, 1987).
Martarombo adalah mencari atau menentukan titik pertalian darah yang
terdekat, dalam rangka menentukan hubungan kekerabatan. Dengan mengetahui
hubungan kekerabatan tersebut, maka dengan sendirinya pula dapat ditentukan
kata sapaan yang tepat digunakan, sapaan yang dimaksud tentu saja sapaan dalam
kekerabatan Batak. Apabila dua orang memiliki marga yang sama maka yang
ditanyakan adalah dari generasi keberapa atau biasa disebut nomor marga.
Sedangkan apabila dua orang tersebut berlainan marga martarombo tetap perlu
dilakukan. Karena bisa saja marga ayah ibunya atau bahkan neneknya sama
dengan orang tersebut, maka hubungan kekerabatan tetap bisa ditentukan. Dalam
Batak Toba ada juga dikenal istilah yang disebut Dongan Sahutuha yang
merupakan sebutan pada yang semarga dan masih dekat dengan pertalian darah.
Seperti misalnya marga Sihombing yang terdiri atas marga Silaban,
Lumbantoruan, Nababan, dan Hutasoit. Begitu juga dengan marga yang lainnya.
(Sinaga, 1998).
Martarombo dilakukan untuk menentukan posisi pada marga lain atau
marga yang sama dan boleh dikatakan menjadi suatu tolak ukur bagi prinsip
Dalihan Na Tolu, karena martarombo adalah saling menanyai marga. Bila orang
Batak berkenalan sesama orang Batak pertama kali, biasanya mereka saling
bertanya marga dan martarombo, untuk dapat menentukan posisi masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
32
32
Apakah mardongan tubu/dongan sabutuha (semarga) dengan panggilan
"Ampara", atau "Marhula-hula/Mora" dengan panggilan "Lae/Tulang".
Martarombo juga dapat mengetahui apakah ia harus memanggil "Namboru" (adik
perempuan ayah/bibi), "Amangboru/Makela" (suami dari adik ayah/om)
"Bapatua/Amanganggi/ Amanguda" (abang/adik ayah), "Ito/boto" (kakak/adik),
Pariban atau Boru Tulang (putri dari saudara laki laki ibu) yang dapat kita jadikan
istri, dan seterusnya (Pardede, 2010).
Adapun marga yang merupakan aspek penting dalam martarombo adalah
nama persekutuan dari orang-orang bersaudara, sedarah, seketurunan menurut
garis bapak, yang mempunyai tanah sebagai milik bersama di tanah asal atau
tanah leluhur. Misalnya, Lambok Marbun. Lambok adalah nama kecil atau nama
pribadi, sedangkan Marbun adalah nama warisan yang telah diterimanya sejak ia
masih dalam kandungan ibunya, yaitu nama kesatuan atau persekutuan keluarga
besar Marbun (Sinaga, 1998).
Dasar pembentukan marga adalah keluarga, yaitu suami, istri, dan putra-
putri yang merupakan kesatuan yang akrab, yang menikmati kehidupan bersama,
yaitu kebahagiaan, kesukaran, pemilikan benda, serta pertanggungjawaban
kelanjutan hidup keturunan (Sinaga, 1998). Menurut kepercayaan bangsa Batak,
induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula
orang Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putra yakni Guru Tatea
Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea Bulan sendiri mempunyai 5 (lima) orang
putra yakni Raja Uti (Raja Biakbiak), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja
dan Malau Raja. Sementara Si Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra
Universitas Sumatera Utara
33
33
yakni Tuan Sorimangaraja, Si Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang. Dari
keturunan (pinompar) mereka inilah kemudian menyebar ke segala penjuru
daerah di Tapanuli baik ke utara maupun ke selatan sehingga munculah berbagai
macam marga Batak. Legenda mengenai bagaimana Si Raja Batak dapat disebut
sebagai asal mula orang Batak masih perlu dikaji lebih dalam (Sibarani, 2007).
Fungsi marga adalah sebagai landasan pokok dalam masyarakat Batak,
mengenai seluruh jenis hubungan antara pribadi dengan pribadi, pribadi dengan
golongan, golongan dengan golongan , dan lain-lain. Misalnya, dalam adat
pergaulan sehari-hari, dalam adat parsabutuhaon, parhulahulaon, dan parboruon
(hubungan kekerabatan dalam masyarakat Dalihan Natolu), adat hukum, milik,
kesusilaan, pemerintahan, dan sebagainya (Sinaga, 1998).
Tujuan marga adalah membina kekompakan dan solidaritas sesama
anggota marga sebagai keturunan dari satu leluhur. Walau pun keturunan suatu
leluhur pada suatu ketika mungkin akan terbagi atas marga-marga cabang, namun
sebagai keluarga besar, marga-marga cabang tersebut akan selalu mengingat
kesatuannya dalam marga pokoknya. Dengan adanya keutuhan marga, maka
kehidupan sistem kekerabatan Dalihan Natolu akan tetap lestari (Sinaga, 1998).
Universitas Sumatera Utara
34
34
C. Suku Batak Toba
1. Sejarah Suku Batak Toba
Suku Batak Toba merupakan salah satu sub bagian dari suku bangsa Batak
(Vergouwen, 2004). Suku Batak adalah salah satu dari ratusan suku yang terdapat
di Indonesia, suku Batak terdapat di wilayah Sumatera Utara. Menurut legenda
yang dipercayai sebagian masyarakat Batak bahwa suku batak berasal dari pusuk
buhit daerah sianjur Mula Mula sebelah barat Pangururan di pinggiran danau toba.
Kalau versi ahli sejarah Batak mengatakan bahwa si Raja Batak dan rombonganya
berasal dari Thailand yang menyeberang ke Sumatera melalui Semenanjung
Malaysia dan akhirnya sampai ke Sianjur Mula mula dan menetap disana.
Sedangkan dari prasasti yang ditemukan di Portibi yang bertahun 1208 dan dibaca
oleh Prof. Nilakantisari seorang Guru Besar ahli kepurbakalaan yang berasal dari
Madras, India menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan Cola dari India
menyerang Sriwijaya dan menguasai daerah Barus.pasukan dari kerajaan Cola
kemunggkinan adalah orang-orang Tamil karena ditemukan sekitar 1500 orang
Tamil yang bermukim di Barus pada masa itu.Tamil adalah nama salah satu suku
yang terdapat di India (Sibarani, 2007).
Suku Batak Toba yang merupakan salah satu golongan etnis si Sumatera
ini sampai kini selalu menempuh kebudayaannya menurut kepribadiannya sendiri.
Suku Batak Toba memegang teguh filsafat leluhur yang tertuang di atas landasan
Dalihan Na Tolu, semacam demokrasi Batak yang tertua. Setiap orang Batak
mendasarkan hidupnya pada filsafat tersebut sejak dahulu sampai sekarang.
Solidaritas kekeluargaan yang erat diantara satu klan dengan yang lainnya, satu
Universitas Sumatera Utara
35
35
marga dengan yang lainnya begitu akrab sehingga secara tegas hal itu menyatakan
tata hidup yang bernilai tinggi. Sifat kekeluargaan yang berdasarkan Dalihan Na
Tolu tersebut menjadi landasan hidup masyarakat Batak Toba. Sistem marga
sebagai alat penyatuan dan penggolongan setiap pribadi Batak. Berdasarkan
filsafat ini, masyarakat Batak Toba berkumpul, bersama-sama mengawinkan
anak, menerima adat pernikahan, dan membayar tuntutan adat sesuai peraturan
yang berlaku pada orang Batak Toba (Tambunan, 1982).
Sifat-sifat mereka yang khas, gaya dan pribadinya, merupakan gambaran
yang dapat melukiskan keseluruhan kehidupan mereka, baik di rantau maupun di
daerah asal. Keuletan dan kesungguhan dalam bekerja, sifat yang lembut tetapi
kadang kasar, dan lagu-lagu daerah yang menggambarkan kampung halaman juga
menunjukkan identitas bangsa Batak Toba. Kepribadian yang khas dalam sistem
marga turut membantu kelestarian marga itu, sebagai identitas turun temurun dan
turut mengatur kehidupan sosial terutama dalam hubungan perkawinan
(Tambunan, 1982).
Kekayaan budaya lainnya juga tidak kalah hebatnya. Batak Toba memiliki
kesenian seperti alat-alat musik tradisional, lagu tradisional, kerajinan tangan dan
sebagainya yang juga diperkenalkan di luar negeri. Makanan-makanan khas
seperti lampet, pakaian tradisional seperti ulos, dan kebiasaan suka berkumpul
tetap dipelihara oleh orang Batak Toba bahkan hingga sekarang (Tambunan,
1982).
Universitas Sumatera Utara
36
36
D. Dinamika Hubungan Martarombo dengan Kepedulian Suku Batak
Toba Terhadap Sesama Suku Batak Toba
Martarombo merupakan kebudayaan suku Batak Toba yang dilakukan
untuk mencari atau menentukan titik pertalian darah yang terdekat, dalam rangka
menentukan hubungan kekerabatan. Martarombo kerap dilakukan oleh suku
Batak Toba, dalam rangka memelihara kebudayaan dan kesejahteraan hubungan
masyarakat Batak Toba. Ketika mengetahui hubungan kekerabatan tersebut, maka
dengan sendirinya pula dapat ditentukan kata sapaan yang tepat digunakan
(Sibarani, 2007). Masyarakat suku Batak Toba pun cenderung menjalin hubungan
dengan orang tersebut, sesudah mengetahui hubungan kekerabatan.
Hasil penelitian Morry (2007) menunjukkan ketertarikan seseorang
terhadap yang lain dipengaruhi oleh kemiripan sifat dan perilaku. Kemiripan
kepribadian, keyakinan, dan nilai yang dimiliki sebagai orang Batak Toba ini
membuat orang Batak Toba cenderung menjalin hubungan dengan sesama orang
Batak Toba. Kemiripan itu menimbulkan perasaan atau ikatan emosional. Bahkan
perasaan atau ikatan emosional itu ditunjukkan dengan adanya perhatian,
menolong, dan sebagainya.
Slote (2007) menyatakan bahwa perasaan atau ikatan emosional yang
dirasakan terhadap orang yang dikehendaki menimbulkan empati yang
mempengaruhi kita untuk peduli terhadap sesuatu yang terjadi dengan orang yang
kita sukai, kenal, ataupun dekat dengan kita. Kemudian empati ini mendorong
kepedulian muncul. Menurut Noddings (2002) ketika kita peduli dengan orang
lain, maka kita akan merespon dengan postif apa yang dibutuhkan oleh orang lain.
Universitas Sumatera Utara
37
37
Kita juga harus melakukan sesuatu kepada orang lain untuk mengekspresikan
kepedulian kita tersebut, seperti menolong dan sebagainya.
E. Hipotesis Penelitian
Beradasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah “ada hubungan antara perilaku martarombo dengan
kepedulian suku Batak Toba terhadap sesama suku Batak Toba”.
Universitas Sumatera Utara