BAB II LANDASAN TEORI · 8 1. Bentuk penyampaian informasi, baik secara lisan maupun tulisan dari...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI · 8 1. Bentuk penyampaian informasi, baik secara lisan maupun tulisan dari...
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Laporan
2.1.1. Pengertian Laporan
Laporan memegang peranan penting dalam sebuah organisasi karena
memberikan informasi yang didapat melalui hasil proses mengolah data, hasil
penelitian, atau hasil riset masalah kepada pimpinan.
Arifin dalam (Umam, 2014:174) mengemukakan bahwa, “Laporan adalah
bentuk penyajian fakta tentang suatu keadaan atau kegiatan. Pada dasarnya, fakta
yang disajikan itu berkenaan dengan tanggung jawab yang ditugaskan kepada
pelapor”.
Atmosudirdjo dalam (Priansa, 2017a:239) mengemukakan bahwa, “Laporan
adalah setiap tulisan yang berisi hasil pengolahan data/informasi. Laporan sebagai
salah satu produk kantor diperlukan oleh pimpinan organisasi”.
Redfield dalam (Umam, 2014:174) mengemukakan bahwa, “Laporan adalah
segenap hubungan dalam organisasi yang berwujud penyampaian ide–ide dari satu
pihak ke pihak yang lain, disebut juga sebagai administrative communication
(komunikasi administrasi)”.
Menurut (Priansa, 2017a:240) mengemukakan bahwa, “Laporan adalah
setiap tulisan yang berisi hasil pengolahan data informasi, serta merupakan alat
komunikasi yang di dalamnya terdapat beberapa kesimpulan atau rekomendasi
dari fakta atau keadaan yang telah diselidiki”.
Menurut Sedarmayanti dalam (Umam, 2014:174) mengatakan bahwa
laporan adalah:
8
1. Bentuk penyampaian informasi, baik secara lisan maupun tulisan dari
bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan wewenang (authority) dan
tanggung jawab (responsibility) yang ada diantara mereka;
2. Salah satu cara pelaksanaan komunikasi dari pihak yang satu kepada pihak
yang lain.
Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa laporan adalah
setiap tulisan berisi fakta/hasil pengolahan data yang berkenaan dengan tanggung
jawab pelapor dan berwujud penyampaian ide/informasi dari satu pihak ke pihak
yang lain untuk kepentingan organisasi.
2.1.2. Peran Laporan
Laporan memiliki banyak peranan di organisasi, salah satunya sebagai alat
komunikasi kepada pimpinan organisasi dan juga sebagai salah satu sumber bagi
pimpinan dalam rangka menghasilkan suatu kebijakan.
Menurut (Umam, 2014:175) peranan laporan memiliki 2 macam, yaitu:
1. Peranan Laporan dalam Organisasi
Laporan merupakan alat komunikasi ke atas dalam suatu organisasi. Dengan
adanya laporan, pimpinan memperoleh umpan balik (feedback) sehingga
memungkinkannya untuk menguji atau mengubah kebijaksanaan yang telah
dibuat. Di samping itu, laporan juga sebagai alat manajerial dalam melaksanakan
tugas/fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengambilan keputusan,
pengawasan, dan pengendalian.
9
2. Peranan Laporan dalam “Administrative Communication”
Peranan laporan dalam administrative communication sangat strategis, yaitu
sebagai berikut:
a. Pertanggungjawaban dan pengawasan/pengendalian laporan merupakan
suatu pertanggungjawaban dari seorang pejabat/petugas kepada atasannya
sesuai dengan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Dari laporan
itu, seorang atasan akan meneliti pelaksanaan tugas dan fungsi oleh
pejabat yang bersangkutan.
b. Penyampaian informasi.
c. Bahan pengambilan keputusan. Untuk keperluan pengambilan keputusan,
seorang pimpinan memerlukan data dan informasi yang berhubungan
dengan keputusan yang akan diambil. Data dan informasi berasal dari
laporan–laporan yang disampaikan ke semua satuan organisasi atau oleh
semua satuan organisasi atau oleh pejabat dalam organisasi.
d. Alat Pembina kerja sama. Laporan dapat berperan sebagai salah satu alat
untuk membina kerja sama. Saling menukar informasi, saling pengertian,
dan koordinasi antara atasan dan bawahan sangat mendukung kerja sama
yang baik.
e. Alat pengembangan cakrawala wawasan. Dengan saling menukar
informasi, pengetahuan pelaksana atau pimpinan akan bertambah luas dan
mendorong timbulnya gagasan baru. Inovasi tugas dapat dikembangkan
berdasarkan pengalaman orang lain.
Menurut (Priansa, 2017a:240) laporan memiliki peran strategis sebagai
berikut:
10
1. Alat pertanggungjawaban
Laporan merupakan pertanggungjawaban dari pegawai kepada pimpinannya,
sesuai dengan tugas dan fungsi yang diterimanya. Dari laporan itu, pimpinan
akan meneliti pelaksanaan tugas dan fungsi oleh pegawai bersangkutan.
2. Alat penyampaian informasi
Pencapaian tujuan organisasi membutuhkan koordinasi antar unit organisasi.
Koordinasi tersebut terwujud melalui tukar menukar informasi tentang hal–hal
yang telah atau yang sedang dilakukan.
3. Bahan pengambilan keputusan
Untuk keperluan pengambilan keputusan (decision making), pimpinan
memerlukan data dan informasi yang berhubungan dengan keputusan yang
akan diambil. Data dan informasi itu diambil atau berasal dari laporan–laporan
yang disampaikan semua satuan organisasi.
4. Alat Pembina kerja sama
Laporan dapat berperan sebagai salah satu alat untuk membina kerja sama,
saling tukar informasi, serta pengertian dan koordinasi antara pimpinan dan
pegawai dalam semua unit organisasi.
5. Alat pengembangan wawasan
Dengan saling tukar informasi, pengetahuan akan bertambah luas dan
mendorong timbulnya gagasan baru.
2.1.3. Syarat–Syarat Laporan
Sebagai alat komunikasi, laporan harus disusun dengan baik agar pimpinan
dapat dengan mudah memahami isi yang terdapat dalam laporan.
11
Menurut (Priansa, 2017a:241) pembuatan laporan harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
1. Objektivitas
Laporan yang benar dan objektif artinya laporan yang disusun berdasarkan
fakta–fakta, hasil peninjauan, percobaan, inspeksi, atau penelitian, tidak
dibuat–buat, tidak dikarang semaunya, dan tidak direkayasa berdasarkan
kira–kira, angan–angan, dan pendapat–pendapat.
2. Jelas dan cermat
Data yang dikumpulkan untuk bahan penyusunan laporan mungkin banyak
sekali. Untuk itu, diperlukan kemampuan serta ketelitian pembuat laporan
dalam menentukan data–data yang harus dimasukkan untuk bahan
penyusunan laporan. Banyaknya data dalam laporan yang kurang ada
hubungannya dengan masalah yang dikemukakan akan mengaburkan
persoalan dan sebagai akibatnya laporan menjadi tidak jelas.
3. Tepat sasaran
Perlu disadari bahwa pimpinan selalu sibuk dengan banyaknya persoalan
yang dihadapi sehari–hari. Oleh karena itu, diusahakan agar waktunya yang
terbatas tidak lagi dihabiskan untuk menelaah lebih dalam laporan yang
diterima. Laporan yang diterima pimpinan uraiannya jangan terlalu panjang
dan menggunakan kata–kata kiasan yang sekadar untuk memberikan kesan
bahwa laporan itu tebal. Laporan harus diusahakan singkat, tepat, padat, jelas,
dan langsung mengenai persoalannya.
12
4. Lengkap
Sebagai saran untuk pengambilan keputusan pimpinan, laporan harus
dikemukakan secara lengkap. Kelengkapan suatu laporan banyak ditentukan
oleh kemampuan penyusun dalam mengorganisasikan data yang mencakup
semua segi masalah yang dilaporkan, selain cara mengemukakannya yang
komprehensif. Penyajian dalam bentuk yang komprehensif berdasarkan data
yang selektif akan lebih lengkap jika ditunjang oleh dukungan data, misalnya
data statistik. Dengan demikian, laporan yang lengkap harus mencakup;
a. Segala segi masalah yang dikemukakan;
b. Uraiannya tidak memberikan kesempatan timbulnya masalah–masalah
atau pertanyaan–pertanyaan baru;
c. Disertai data penunjang.
5. Tegas dan konsisten
Keterangan yang dilaporkan harus tegas, artinya konsekuen dengan
keterangan yang dikemukakan dalam keadaan dan situasi apapun. Konsisten
artinya data atau keterangan yang dituangkan dalam laporan harus sama (tidak
berbeda) dari awal sampai akhir penulisan.
6. Singkat dan jelas
Salah satu tujuan dibuatnya laporan adalah menanggulangi suatu masalah
yang perlu segera diselesaikan. Oleh karena itu, ketepatan waktu
penyampaiannya harus benar–benar diperhatikan. Tidak tepatnya waktu
penyampaian suatu laporan berarti bahwa tindakan korektif ataupun tindak
lanjut yang harus diambil akan mengalami keterlambatan dan mengganggu
kegiatan organisasi.
13
7. Tepat penerimaannya
Pada dasarnya laporan mengandung pengertian komunikasi timbal balik antara
yang meminta laporan dan yang memberi laporan, atau antara pimpinan dan
bawahan. Pada satu pihak pimpinan ingin mengetahui sampai dimana
pelaksanaan tugas yang diberikannya, dan pada pihak lain bawahan ingin
mendapatkan tanggapan dari pimpinan atas laporan yang dibuatnya, serta
tindak lanjutnya. Oleh karena itu, laporan harus sampai ke tempat yang
memintanya. Laporan yang tidak sampai ke alamatnya atau pada yang berhak
menerimanya akan menimbulkan banyak segi negatif. Misalnya kebocoran
rahasia, serta penilaian negatif pimpinan terhadap bawahan yang
bersangkutan.
Sumber: (Priansa, 2017a:244)
Gambar II.1.
Syarat-Syarat Laporan
Syarat
Objektivitas
Jelas dan Cermat
Tepat Sasaran
LengkapTegas dan Konsisten
Singkat dan Jelas
Tepat Penerimaan
nya
14
Menurut (Priansa, 2017a:245) pentingnya syarat dalam penyusunan laporan
tersebut, penyusun laporan harus:
1. Benar–benar menguasai masalah yang dilaporkan;
2. Mempunyai minat atau kesanggupan, objektif, teliti, selain harus memiliki
kemampuan analitis;
3. Mampu menggunakan bahasa tulis yang baik;
4. Menggunakan kata–kata atau istilah yang sederhana, jelas dan mudah
dimengerti, serta teliti dalam mengemukakan pernyataan;
5. Memiliki pengetahuan tentang membuat laporan.
2.1.4. Jenis–Jenis Laporan
Dalam praktiknya terdapat laporan yang bermacam–macam dan dapat
ditinjau dari berbagai segi sesuai kebutuhannya. Menurut (Priansa, 2017a:245)
jenis laporan dalam segi bentuk yaitu:
1. Laporan informatif: laporan untuk memberikan informasi kepada pimpinan
tentang gambaran suatu kegiatan, keadaan atau masalah sehingga pimpinan
dapat mengikuti perubahan–perubahan dengan baik.
2. Laporan eksaminasi: informasi dalam laporan itu disertai pula dengan
pendapat.
3. Laporan analisis: laporan selain memberikan informasi kepada pimpinan,
juga bertujuan untuk memberikan sumbangan pikiran yang berkaitan dengan
informasi yang dilaporkan.
4. Laporan pertanggungjawaban: ditujukan dalam rangka memberikan
pertanggungjawaban atas wewenang yang telah dilimpahkan oleh pimpinan.
15
Menurut (Priansa, 2017a:245) laporan ditinjau dari segi luas/lingkup materi
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1. Laporan umum: laporan yang isinya berkaitan dengan keseluruhan masalah
yang perlu dilaporkan.
2. Laporan khusus: laporan yang isinya menggambarkan secara terperinci
tentang sesuatu secara khusus. Kekhususan dapat didasarkan pada
masalah/sasaran yang dilaporkan, periode dan wilayah/daerah.
Menurut (Priansa, 2017a:246) laporan ditinjau dari bidang kegiatannya
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1. Laporan bidang substantif: laporan bidang tugas pokok atau tugas operasional
organisasi.
2. Laporan bidang administratif: laporan yang berhubungan dengan kegiatan
administratif yang menunjang kegiatan pokok organisasi.
Menurut (Priansa, 2017a:246) laporan ditinjau dari waktunya dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1. Laporan berkala (periodik): laporan yang secara tetap disampaikan dalam
jangka waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan, dan seterusnya).
2. Laporan insidental: laporan yang disampaikan di luar waktu–waktu yang
telah ditentukan.
Menurut (Priansa, 2017a:246) laporan ditinjau dari keamanan isinya,
laporan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Laporan biasa: laporan yang apabila isinya diketahui oleh pihak lain tidak
berakibat buruk.
16
2. Laporan rahasia: laporan yang apabila isinya diketahui oleh pihak lain dapat
merugikan nama baik seseorang, pejabat atau suatu instansi, atau dapat
menimbulkan kegelisahan pada segolongan masyarakat.
3. Laporan sangat rahasia: laporan yang apabila diketahui oleh pihak lain yang
tidak berhak dapat membahayakan keamanan negara, atau dapat
menimbulkan kegelisahan pada masyarakat luas.
Menurut (Priansa, 2017a:246) laporan ditinjau dari kesempurnaan isinya
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1. Laporan sementara/pendahuluan: laporan yang masih sementara, artinya fakta
dan data yang ada di dalamnya belum lengkap, tetapi laporan ini harus
disampaikan dengan maksud untuk memberikan gambaran terlebih dahulu.
2. Laporan akhir/paripurna: laporan yang sudah dianggap memuat fakta dan data
secara lengkap sehingga penilaiannya dapat lebih sempurna, sebagai usulan
dan laporan sementara.
Menurut (Priansa, 2017a:247) laporan ditinjau dari jangkauannya dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1. Laporan internal: laporan yang terbatas untuk pejabat–pejabat dalam
lingkungan instansi sendiri.
2. Laporan eksternal: laporan yang disampaikan kepada pejabat atasan di luar
instansi sendiri.
Menurut (Priansa, 2017a:248) laporan ditinjau dari bentuk dan
panjang/pendeknya laporan dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu:
1. Memo: laporan yang dibuat dalam bentuk memo.
2. Surat: laporan yang dibuat dalam bentuk surat biasa.
17
3. Naskah: laporan semacam ini dibuat lebih panjang. Untuk bentuk ini,
penyampaiannya dibuat dalam bentuk memo, atau surat pengantar.
4. Buku: laporan yang panjang perlu dibuat dalam bentuk buku, baik dicetak
maupun distensil. Penyampaiannya bisa mempergunakan memo atau surat
pengantar.
Menurut (Priansa, 2017a:248) laporan ditinjau dari cara menyampaikannya
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Laporan lisan: laporan yang disampaikan secara lisan, baik secara berhadapan
langsung maupun melalui telepon, radio, dan sebagainya.
2. Laporan tertulis: laporan yang disampaikan secara tertulis.
3. Laporan visual: laporan yang disampaikan melalui bentuk film, slide, gambar,
bagan dan sebagainya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan dalam gambar sebagai
berikut:
Sumber: (Priansa, 2017a:247)
Gambar II.2.
Jenis-Jenis Laporan
Ber
da
sark
an
Bentuk
Lingkup Materi
Kegiatan
Waktu
Keamanan
Kesempurnaan Isi
Jangkauannya
Panjang/Pendeknya
Cara Menyampaikan
1. Informatif 3. Analisis
2. Eksaminasi 4. Pertanggungjawaban
1. Internal 2. Eksternal
1. Memo 3. Naskah
2. Surat 4. Buku
1. Lisan 3. Visual
2. Tertulis
1. Umum 2. Khusus
Khusus 1. Substansif 2. Administratif
1. Berkala 2. Insidental
1. Biasa 3. Sangat Rahasia
2. Rahasia
1. Sementara 2. Akhir
18
2.1.5. Fungsi Laporan
Laporan memiliki peranan penting bagi organisasi. Laporan merupakan
kunci utama untuk mengendalikan perkembangan suatu perusahaan. Menurut
(Umam, 2014:184) laporan memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Alat pertanggungjawaban dari pihak yang satu kepada yang lain;
2. Alat untuk membina kerja sama, saling pengertian, komunikasi dan
koordinasi yang setepat–tepatnya;
3. Alat untuk mengadakan perencanaan, pengendalian, penilaian dan
pengambilan keputusan;
4. Alat untuk memperluas ide dan tukar–menukar pengalaman.
2.1.6. Langkah–Langkah dalam Penyusunan Laporan
Laporan disusun harus sesuai dengan langkah–langkahnya agar tepat
sasaran dalam penggunaannya. Menurut (Priansa, 2017a:248) langkah–langkah
yang ditempuh dalam pembuatan laporan, yaitu:
1. Menentukan perihal (subjek)
Penentuan perihal dilakukan dengan maksud agar laporan yang dilaporkan
terang dan jelas, dapat membatasi diri (tidak melantur), memenuhi keinginan
pihak yang akan menerima laporan (pimpinan), serta mempermudah
pengumpulan data.
2. Mengumpulkan data dan fakta
Data dan fakta yang dipergunakan dalam penyusunan laporan, misalnya surat
keputusan dan landasan–landasan yuridis lainnya. Bahan–bahan laporan
tersebut diperoleh dari sumber–sumber primer (primary resource) ataupun
19
sumber sekunder (secondary resource). Sumber primer meliputi data dari
hasil wawancara, hasil diskusi, hasil pengisian daftar pertanyaan, dan hasil
observasi langsung. Sumber sekunder meliputi data dari perpustakaan dan
dokumentasi, statistik, almanak, buku harian, laporan–laporan, dan hasil riset
dari lembaga.
3. Pengklasifikasian
Data yang telah terkumpul melalui cara–cara pengumpulan tersebut agar
dipergunakan dengan baik, sistematis dan tepat, dan harus diadakan
pengklasifikasian dengan setepat–tepatnya.
2.2. Kinerja
2.2.1. Pengertian Kinerja
Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak
dapat dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik lembaga pemerintahan
maupun lembaga swasta.
Robbins dalam (Kasmir, 2017:183) mengatakan bahwa, “Kinerja adalah
sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi (M),
dan kesempatan atau opportunity (O); yaitu kinerja = f (A x M x O), artinya
kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan”.
Menurut (Rosmita & Nainggolan, 2015) mengatakan bahwa, “Kinerja
adalah kemampuan, keberhasilan atau prestasi seseorang, dalam melaksanakan
suatu tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang meliputi beberapa dimensi
yaitu aspek profitabilitas, aspek kepuasan pelanggan, dan aspek kepuasan
pemegang saham”.
20
Dessler dalam (Rosmita & Nainggolan, 2015) berpendapat bahwa, “Kinerja
karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang
diharapkan dari karyawan”.
Minner dalam (Irfiani, 2015) mengemukakan bahwa, “Kinerja didefinisikan
sebagai tingkat kebutuhan seorang individu sebagai pengharapan atas pekerjaan
yang dilakukannya”.
Prawirosentono dalam (Supriatin, 2018) menyatakan bahwa, “Kinerja
adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam
suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika”.
Berdasarkan dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah
sebuah kemampuan, motivasi, dan kesempatan dalam melaksanakan suatu tugas
untuk mendapatkan prestasi yang diharapkan karyawan dalam rangka mencapai
tujuan organisasi.
2.2.2. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja juga banyak di pengaruhi oleh faktor–faktor. Dengan mengetahui
faktor faktor yang mempengaruhi kinerja, maka akan mempermudahkan
karyawan untuk memperbaiki kinerja mereka.
Menurut (Kasmir, 2017:189) faktor–faktor yang mempengaruhi kinerja baik
hasil maupun perilaku kerja adalah:
21
1. Kemampuan dan keahlian
Merupakan kemampuan atau skill yang dimiliki seseorang dalam melakukan
suatu pekerjaan. Semakin memiliki kemampuan dan keahlian maka akan
dapat menyelesaikan pekerjaannya secara benar, sesuai dengan yang telah
ditetapkan.
2. Pengetahuan
Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang pekerjaan secara baik akan
memberikan hasil pekerjaan yang baik, demikian pula sebaliknya.
3. Rancangan kerja
Merupakan rancangan pekerjaan yang akan memudahkan karyawan dalam
mencapai tujuannya. Artinya jika suatu pekerjaan memiliki rancangan yang
baik, maka akan memudahkan untuk menjalankan pekerjaan tersebut secara
tepat dan benar. Sebaliknya, jika suatu pekerjaan tidak memiliki rancangan
pekerjaan yang baik maka akan sulit untuk menyelesaikan pekerjaannya
secara cepat dan benar.
4. Kepribadian
Yaitu kepribadian seseorang atau karakter yang dimiliki seseorang. Setiap
orang memiliki kepribadian atau karakter yang berbeda satu sama lainnya.
Seseorang yang memiliki kepribadian atau karakter yang baik, akan dapat
melakukan pekerjaan secara sungguh–sungguh penuh tanggung jawab
sehingga hasil pekerjaannya juga baik.
5. Motivasi kerja
Motivasi kerja merupakan dorongan bagi seseorang untuk melakukan
pekerjaan. Jika karyawan memiliki dorongan yang kuat dari dalam dirinya
22
atau dorongan dari luar dirinya (misalnya dari pihak perusahaan), maka
karyawan akan terangsang atau terdorong untuk melakukan sesuatu dengan
baik.
6. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan perilaku seorang pemimpin dalam mengatur,
mengelola dan memerintah bawahannya untuk mengerjakan sesuatu tugas
dan tanggung jawab yang diberikannya. Sebagai contoh perilaku pemimpin
yang menyenangkan, mengayomi, mendidik, dan membimbing tentu akan
membuat karyawan senang dengan mengikuti apa yang diperintahkan oleh
atasannya.
7. Gaya kepemimpinan
Merupakan gaya atau sikap seseorang pemimpin dalam menghadapi atau
memerintahkan bawahannya. Sebagai contoh gaya atau sikap seorang
pemimpin yang demokratis tentu berbeda dengan gaya pemimpin yang
otoriter. Gaya kepemimpinan atau sikap pemimpin ini dapat mempengaruhi
kinerja karyawan.
8. Budaya organisasi
Merupakan kebiasan–kebiasan atau norma–norma yang berlaku dan dimiliki
oleh suatu organisasi atau perusahaan. Kebiasaan–kebiasaan atau norma–
norma ini mengatur hal–hal yang berlaku dan diterima secara umum serta
harus dipatuhi oleh segenap anggota suatu perusahaan atau organisasi.
Kepatuhan anggota organisasi untuk menuruti atau mengikuti kebiasaan atau
norma ini akan mempengaruhi kinerja seseorang atau kinerja organisasi.
23
9. Kepuasan kerja
Merupakan perasaan senang atau gembira, atau perasaan suka seseorang
sebelum dan setelah melakukan suatu pekerjaan. Jika karyawan merasa
senang atau gembira untuk bekerja, maka hasil pekerjannya pun akan
berhasil baik. Jadi dengan demikian kepuasan kerja dapat mempengaruhi
kinerja.
10. Lingkungan kerja
Merupakan suasana atau kondisi di sekitar lokasi tempat bekerja.
Lingkungan kerja dapat berupa ruangan, layout, sarana dan prasarana, serta
hubungan kerja dengan sesama rekan kerja. Jika lingkungan kerja dapat
membuat suasana nyaman dan memberikan ketenangan maka akan membuat
suasana kerja menjadi kondusif, sehingga dapat meningkatkan hasil kerja
seseorang menjadi lebih baik, karena bekerja tanpa gangguan.
11. Loyalitas
Merupakan kesetiaan karyawan untuk tetap bekerja dan membela
perusahaan dimana tempatnya bekerja. Kesetiaan ini ditunjukan dengan
terus bekerja sungguh–sungguh sekalipun perusahaannya dalam kondisi
yang kurang baik. Karyawan yang setia atau loyal akan dapat
mempertahankan ritme kerja, tanpa terganggu oleh godaan dari pihak
pesaing. Loyalitas akan terus membangun agar terus berkarya menjadi lebih
baik dengan merasa bahwa perusahaan seperti milikinya sendiri. Pada
akhirnya loyalitas akan mempengaruhi kinerja karyawan.
24
12. Komitmen
Merupakan kepatuhan karyawan untuk menjalankan kebijakan atau
peraturan perusahaan dalam bekerja. Komitmen juga diartikan kepatuhan
karyawan kepada janji–janji yang telah dibuatnya. Dengan mematuhi janji
atau kesepakatan tersebut membuatnya berusaha untuk bekerja dengan baik
dan merasa bersalah jika tidak dapat menepati janji atau kesepakatan yang
telah dibuatnya.
13. Disiplin kerja
Merupakan usaha karyawan untuk menjalankan aktivitas kerjanya secara
sungguh–sungguh. Disiplin kerja dalam hal ini dapat berupa waktu,
misalnya masuk kerja selalu tepat waktu. kemudian disiplin dalam
mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya sesuai dengan perintah yang
harus dikerjakan. Karyawan yang disiplin akan mempengaruhi kinerja.
Sedangkan menurut Timple dalam (Supriatin, 2018) terdapat 2 (dua) faktor
yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu:
1. Faktor internal
Faktor–faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang meliputi sikap,
sifat kepribadian, sifat fisik, motivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pengalaman kinerja, latar belakang budaya, dan variabel personal lainnya.
2. Faktor eksternal
Faktor–faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang berasal dari
lingkungan meliputi kebijakan organisasi, kepemimpinan, tindakan-tindakan
rekan kerja, pengawasan, sistem upah, dan lingkungan sosial.
25
Sedangkan Rivai dkk. dalam (Irfiani, 2015) menyatakan bahwa, “Kinerja
individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja, kepuasan kerja itu sendiri adalah
perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan tersebut berupa suatu hasil
penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu
memuaskan kebutuhannya”.
2.2.3. Faktor–Faktor yang Dipengaruhi Kinerja
Banyak hal yang dipengaruhi oleh kinerja. Jika suatu kinerja karyawan baik,
maka faktor yang dipengaruhi pun akan membaik. Begitupun sebaliknya, jika
suatu kinerja karyawan tidak baik, maka faktor yang dipengaruhi pun tidak
membaik.
Menurut (Kasmir, 2017:195) faktor yang dipengaruhi oleh kinerja baik
secara langsung maupun tidak langsung sebagai berikut:
1. Kompensasi
Merupakan balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawannya.
Karyawan yang memiliki kinerja yang baik tentu akan memperoleh balas jasa
misalnya dengan kenaikan gaji, atau tunjangan lainnya.
2. Jenjang karir
Merupakan penghargaan yang diberikan perusahaan kepada seseorang.
Karyawan yang memiliki prestasi atau kinerja yang baik tentu akan diberikan
peningkatan karir. Kenaikan karir dapat berupa kenaikan jabatan atau
kenaikan kepangkatan.
26
3. Citra karyawan
Citra merupakan pandangan terhadap seseorang atau karyawan, karena telah
melakukan sesuatu. Artinya dengan memiliki kinerja yang baik, seseorang
akan diberikan penghargaan dan tentu saja orang–orang akan memandangnya
dengan pujian dan menjadi suri teladan.
2.2.4. Penilaian Kinerja
Penilaian harus berakar pada realitas kinerja karyawan. Penilaian
memungkinkan pemimpin dan karyawan untuk mengambil pandangan yang
positif tentang peningkatan kinerja di masa depan dan cara untuk menghadapi
masalah–masalah yang akan timbul dalam memenuhi standar dan sasaran kinerja
dimasa depan.
Maier dalam (Priansa, 2017b:60) menyatakan bahwa, “Penilaian kinerja
adalah sukses atau tidaknya seseorang dalam mengemban tugasnya”. Lebih tegas
lagi, Lawler dan Poter dalam (Priansa, 2017b:60) menyatakan bahwa, “Penilaian
kinerja adalah „successful role achievement’, yang diperoleh seseorang
berdasarkan perbuatannya”.
Menurut (Rachman, 2016:13) mengatakan bahwa:
Penilaian kinerja pegawai merupakan suatu proses penilaian yang meliputi
aspek kualitatif dan kuantitatif, baik yang menyangkut keunggulan maupun
kelemahan dari kinerja karyawan sebagai individu atau kelompok (tim)
terhadap pekerjaannya yang relevan dibandingkan dengan standar kinerja
yang telah ditetapkan organisasi selama periode waktu tertentu, yang
dilakukan secara sistematis dan berkala (periodik) oleh penyelia, manajer,
pusat penilaian, maupun departemen sumber daya manusia.
27
Sedarmayanti dalam (Ainnisya & Susilowati, 2018) menyatakan bahwa,
“Penilaian kinerja adalah sistem formal untuk memeriksa/mengkaji dan
mengevaluasi secara berkala kinerja seseorang”.
Rachmawati dalam (Kristiana, 2015) berpendapat bahwa, “Penilaian
prestasi adalah proses dimana organisasi menilai atau mengevaluasi prestasi kerja
karyawan”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja
adalah sukses atau tidaknya seseorang dalam melakukan pekerjannya sesuai
dengan standar kinerja yang telah ditentukan organisasi yang dievaluasi secara
berkala oleh penyelia, manajer, pusat penilaian, maupun departemen sumber daya
manusia.
2.2.5. Tujuan Penilaian Kinerja
Kinerja tidak lepas dari evaluasi kinerja yang merupakan penilaian atas hasil
kerja karyawan serta tujuan evaluasi kinerja. Menurut Sedarmayanti dalam
(Ainnisya & Susilowati, 2018) tujuan penilaian kinerja adalah:
1. Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan
kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal
mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana kariernya, kenaikan
pangkat dan kenaikan jabatan.
4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan
bawahan.
28
Tujuan yang mendasari Penilaian Kinerja Karyawan: Menyediakan Informasi Mengenai
Kinerja Karyawan
Pertimbangan Kinerja
Karyawan Masa Lalu
Pertimbangan Kinerja
Karyawan Masa Depan
Memberikan suatu dasar dan evaluasi untuk
keputusan alokasi kompetensi bagi karyawan.
Memberikan suatu dasar dalam alokasi
sumber daya manusia sehubungan dengan
promosi, pemindahan, dan pemberhentian
karyawan.
Mengidentifikasi karyawan–karyawan yang
mempunyai potensi tinggi.
Mengevaluasi program pelatihan sebelumnya.
Kriteria–kriteria tes validasi dalam
mendiagnosis masalah–masalah
organisasional.
Memberikan dan mengembangkan umpan
balik pada karyawan.
Mengevaluasi sistem seleksi karyawan.
Membantu dan mengarahkan pada
pengembangan dan peningkatan mutu kerja
karyawan.
Mengidentifikasi dan mengembangkan
kesempatan pelatihan dan pengembangan
karyawan.
Mengembangkan langkah–langkah untuk
mengurangi rintangan–rintangan dan
hambatan–hambatan kinerja karyawan.
Membangun kesepakatan dalam harapan–
harapan yang ingin dicapai antara penyelia
dengan karyawan.
Menjaga keadilan dalam penilaian kinerja
karyawan.
5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian,
khususnya kinerja karyawan dalam bekerja.
6. Secara pribadi, karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga
dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih
memperlihatkan dan mengenal bawahan atau karyawannya, sehingga dapat
lebih memotivasi karyawan.
7. Hasil penelitian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan
pengembangan di bidang kepegawaian.
Menurut (Rachman, 2016:15) tujuan penilaian kinerja adalah:
Sumber: (Rachman, 2016:15)
Gambar II.3.
Tujuan Penilaian Kinerja
29
2.2.6. Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja memiliki banyak manfaat untuk masa depan perusahaan.
Melalui penilaian kinerja perusahaan dapat mengontrol dan meningkatkan kinerja
para karyawan.
Menurut Sedarmayanti dalam (Ainnisya & Susilowati, 2018) manfaat dari
penilaian kinerja adalah:
1. Meningkatkan prestasi kerja. Dengan adanya penilaian, baik pimpinan
maupun karyawan memperoleh umpan balik dan mereka dapat memperbaiki
pekerjaannya atau prestasinya.
2. Memberi kesempatan kerja adil. Penilaian akurat dapat menjamin karyawan
memperoleh kesempatan menempati posisi pekerjaan sesuai kemampuannya.
3. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Melalui penilaian kinerja, terdeteksi
karyawan yang kemampuannya rendah sehingga memungkinkan adanya
program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.
4. Penyesuaian kompensasi. Melalui penilaian, pemimpin dapat mengambil
keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi dan
sebagainya.
5. Keputusan promosi dan demosi. Hasil penilaian kinerja dapat digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mempromosikan atau
mendemosikan karyawan.
6. Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan. Kinerja yang buruk mungkin
merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian kinerja
dapat membantu mendiagnosis kesalahan tersebut.
30
7. Menilai proses rekrutmen dan seleksi. Kinerja karyawan baru yang rendah
dapat mencerminkan adanya penyimpangan proses rekrutmen dan seleksi.
Menurut Rachmawati dalam (Kristiana, 2015) manfaat evaluasi prestasi
adalah:
1. Meningkatkan prestasi karyawan.
2. Standar kompensasi yang layak.
3. Penempatan karyawan.
4. Pelatihan dan pengembangan.
5. Jenjang karier.
6. Penataan staf.
7. Minimnya data informasi.
8. Kesalahan desain pekerjaan.
9. Peluang kerja yang adil.
2.2.7. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan salah satu fondasi utama dalam menerapkan
manajemen kinerja untuk menjamin adanya peningkatan dalam pelayanan publik.
Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan antara kinerja yang
(seharusnya) terjadi dengan kinerja yang diharapkan. Pengukuran kinerja ini
dilakukan secara berkala (triwulan) dan tahunan. Pengukuran dan perbandingan
kinerja dalam laporan kinerja harus cukup menggambarkan posisi kinerja instansi
pemerintah (KemenPAN-RB, 2014:16).
Menurut (Andriani, Rosita, & Ihsan, 2015) berpendapat bahwa,
“Pengukuran kinerja adalah metoda pengukuran yang membandingkan antara
31
rencana kinerja dengan capaian masing-masing indikator sasaran maupun
indikator kinerja kegiatan”.
Mardiasmo dalam (Mandasari, 2015) berpendapat bahwa, “Pengukuran
kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik
menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial”.
Mahsun dalam (Putri, 2016) menyatakan bahwa:
Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses
penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan
sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa
(seberapa baik barang/jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai
seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan
maksudkan yang diinginkan, dan efektifitasnya tindakan dalam mencapai
tujuan.
Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
dalam (Mandasari, 2015) menyatakan bahwa, “Pengukuran kinerja merupakan
hasil dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada
kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan,
keluaran, hasil, manfaat, dan dampak”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran
kinerja adalah hasil dari suatu penilaian terhadap tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan dalam bentuk yang sistematik untuk membantu manajer publik menilai
pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial yang
dilakukan secara berkala (triwulan) dan tahunan.
2.2.8. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Mardiasmo dalam (Putri, 2016) tujuan pengukuran kinerja adalah:
32
1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom
down);
2. Untuk mengukur kinerja keuangan dan non keuangan secara berimbang
sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi;
3. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual
dan kemampuan kolektif rasional.
Sedangkan menurut Mardiasmo dalam (Putri, 2016) manfaat pengukuran
kinerja adalah:
1. Memberikan pemahaman mengenai pengukuran yang digunakan untuk
menilai kinerja manajemen;
2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan;
3. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif
untuk memperbaiki kinerja;
4. Sebagai dasar untuk memberikan pengharapan dan hukuman (reward &
punishment) secara obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai
dengan sistem pengukuran kinerja yang telah diperbaiki;
5. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka
memperbaiki kinerja organisasi;
6. Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi;
7. Membantu memahami proses kegiatan intansi pemerintah;
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
33
2.3. Pelaporan Kinerja
2.3.1. Pengertian Pelaporan Kinerja
Laporan kinerja merupakan salah satu faktor pendukung meningkatnya
kinerja perusahaan. Melalui laporan ini, perusahaan memiliki standar kinerja yang
harus dicapai setiap periodenya.
Menurut (Purnomo, Hafidz, & Djauhari, 2018) menyatakan bahwa,
“Pelaporan Kinerja (dalam hal ini pelaporan akuntabilitas kinerja) adalah proses
kelanjutan terhadap hasil pengukuran kinerja yang merupakan bagian dari proses
manajemen pengelolaan kinerja yang tidak terpisahkan”.
Menurut (KemenPAN-RB, 2014:15) menyatakan bahwa, “Laporan kinerja
rnerupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang
dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran”.
Menurut (Putri, 2016) menyatakan bahwa, “LAKIP merupakan singkatan
dari laporan akuntabilitas kinerja intansi pemerintah. LAKIP adalah sebuah
laporan yang berisikan akuntabilitas dan kinerja suatu intansi pemerintah juga
merupakan bentuk implementasi dari SAKIP (sistem akuntanbilitas kinerja intansi
pemerintah)”.
Permenpan dalam (Mandasari, 2015) menyatakan bahwa, “Laporan
Akuntabilitas Kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi
pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan atau sasaran
strategis instansi”.
Menurut (Andriani, Rosita, & Ihsan, 2015) menyatakan bahwa, “LAKIP
berisi tentang kinerja instansi dan akuntabilitasnya yaitu gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam visi,
34
misi, tujuan, sasaran organisasi dan merupakan media akuntabilitas setiap
instansi”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa laporan kinerja
adalah proses kelanjutan dari hasil pengukuran kinerja dan berisi tentang
pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran yang diberikan kepada setiap
instansi pemerintah.
2.3.2. Tujuan Pelaporan Kinerja
Pelaporan kinerja memiliki banyak tujuan untuk kepentingan suatu instansi
pemerintahan. Melalui pelaporan kinerja ini dapat menjadi bukti pemakaian
anggaran pemerintahan untuk kepentingan meningkatan kinerja karyawan.
Menurut (KemenPAN-RB, 2014:15) tujuan pelaporan kinerja adalah:
1. Memberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas
kinerja yang telah dan seharusnya dicapai.
2. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi instansi pemerintah untuk
meningkatkan kinerjanya.