BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf ·...

54
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum Menurut penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Tentang Jalan No. 38 Tahun 2004, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 2.2 Pembagian Kelas Jalan Adapun klasifikasi jalan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 dan Undang-undang Republik Indonesia No. 38 Tentang Jalan dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Jalan Arteri Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata tinggi, perjalanan jarak jauh, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara efisien. a. Jalan arteri primer Jalan arteri primer merupakan jalan yang menghubungkan secara efisien antar kota jenjang pertama atau antar pusat kegiatan nasional dengan kota jenjang kedua atau pusat kegiatan wilayah. Sistem jaringan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. b. Jalan arteri sekunder Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder pertama atau dengan menghubungkan kawasan sesama sekunder pertama yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan umum

Menurut penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Tentang Jalan No. 38

Tahun 2004, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian

jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, dibawah permukaan tanah

dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan

kabel.

2.2 Pembagian Kelas Jalan

Adapun klasifikasi jalan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985

dan Undang-undang Republik Indonesia No. 38 Tentang Jalan dapat dibedakan

sebagai berikut:

1. Jalan Arteri

Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

utama dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata tinggi, perjalanan jarak jauh, dan

jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara efisien.

a. Jalan arteri primer

Jalan arteri primer merupakan jalan yang menghubungkan secara efisien

antar kota jenjang pertama atau antar pusat kegiatan nasional dengan kota

jenjang kedua atau pusat kegiatan wilayah. Sistem jaringan primer disusun

berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk

pengembangan semua wilayah ditingkat nasional, dengan menghubungkan

semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

b. Jalan arteri sekunder

Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer

dengan kawasan sekunder pertama atau dengan menghubungkan kawasan

sesama sekunder pertama yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri

perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

5

seefesien, dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam

kota. Didaerah perkotaan juga disebut sebagai jalan protokol.

2. Jalan kolektor

Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

pengumpul atau pembagi dengan ciri kecepatan rata-rata sedang, perjalanan

jarak sedang, dan jumlah jalan yang masuk dibatasi.

a. Jalan kolektor primer

Jalan kolektor primer adalah jalan yang dikembangkan untuk melayani dan

menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau kota jenjang

ketiga atau antar pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal dan atau

kawasan-kawasan berskala kecil dan pelabuhan pengumpan lokal.

b. Jalan kolektor sekunder

Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan

atau pembagian dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata sedang, perjalanan jarak

sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi dengan peranan pelayanan jasa

distribusi untuk masyarakat di dalam kota.

3. Jalan lokal

Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

umum setempat dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata rendah, perjalanan jarak

dekat, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

a. Jalan lokal primer

Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara efeisien pusat

kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah

dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal atau pusat kegiatan

lokal dengan pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan serta antar

pusat kegiatan lingkungan.

b. Jalan lokal sekunder

Jalan lokal sekunder adalah menhubungkan kawasan sekunder kesatu

dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan

sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

6

Menurut UU No. 22 tahun 2009 Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas

berdasarkan :

a) Fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan

jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan,.

b) Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan

bermotor.

Pengelompokkan jalan menurut UU No. 22 tahun 2009 kelas jalan sebagaimana

dimaksud pada ketentuan diatas terdiri atas :

a. Jalan kelas I

Jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran

lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak

melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat

ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (ssepuluh) ton.

b. Jalan kelas II

Jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan

bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter,

ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling

tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8

(delapan) ton.

c. Jalan kelas III

Jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan

bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter,

ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling

tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan)

ton.

d. Jalan kelas khusus

Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar

melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000

(delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus)

milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

7

Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang jalan. Ketentuan lebih

lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d

diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985.

Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan berdasarkan Undang-undang No. 22

tahun 2009 Pasal 20 dilakukan oleh:

1. Pemerintah, untuk jalan Nasional.

2. Pemerintah provinsi, untuk jalan Provinsi.

3. Pemerintah kabupaten, untuk jalan Kabupaten.

4. Pemerintah kota, untuk jalan Kota.

2.3 Perkerasan Jalan

Perkerasan merupakan campuran agregat seperti batu kali atau batu pecah atau

batu belah dengan bahan pengikat seperti aspal, semen, ataupun tanah liat yang

digunakan untuk menahan beban lalu lintas dalam pembuatan jalan. Berdasarkan

bahan ikat perkerasan dikelommpokkan menjadi dua macam yaitu perkerasan

lentur (Flexible Pavement), dan perkerasan kaku (Rigid Pavement). Perkerasan

lentur yaitu perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, sehingga pada saat

panas sifatnya akan lentur. Perkerasan kaku yaitu perkerasan yang menggunakan

bahan ikat semen yang biasanya dikenal dengan jalan beton, sifat dari jalan beton

sehinnga lapisan atas nya adalah pelat beton yang mana sifat lapisan utama yang

berupa plat beton adalah memikul sebagian besar beban lalu lintas diatasnya

(Sukirman S, 1999).

Menurut Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tentang

Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013 ada beberapa jenis struktur

perkerasan yang diterapkan dalam desain struktur perkerasan baru yaitu :

1. struktur perkerasan pada tanah asli.

2. struktur perkerasan timbunan, dan

3. struktur perkerasan galian.

Adapun tipikal struktur perkerasan dapat dilihat pada gambar 2.1 dan 2.2

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

8

Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat) pada Permukaan Tanah Asli

(At Grade)

Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat) Timbunan.

Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat) Galian.

Gambar 2.1 Komponen Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat)

(Bina Marga, 2013:3)

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

9

Struktur Perkerasan Kaku pada Permukaan Tanah Asli (At Grade).

Struktur Perkerasan Kaku (Lalu Lintas Berat) Timbunan.

Struktur Perkerasan Kaku Galian.

Gambar 2.2 Komponen Struktur Perkerasan Kaku (Bina Marga, 2013:4)

2.3.1 Kerusakan perkerasan

Kerusakan Perkerasan jalan menunjukkan suatu kondisi dimana fungsional dan

struktural tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga sudah tidak mampu

memberikan pelayanan yang optimal terhadap lalu lintas yang melintasi jalan

tersebut. Jalan yang rusak akan mengakibatkan terhambatnya arus transportasi lalu

lintas dan juga mengakibatkan bertambahnya biaya operasional kendaraan karena

kerusakan transportasi akibat jalan rusak. Menurut Heddy R. Agah, umumnya

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

10

kerusakan jalan banyak disebabkan oleh perilaku pengguna jalan, kesalahan

perencanaan dan pelaksanaan (Sukirman S, 1999).

Kerusakan yang diakibatkan oleh lalu lintas yang dinyatakan dalam ESA4

memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan kerusakan akibat kelelahan

lapisan aspal (asphalt fatigue) akibat overloading yang signifikan. (Bina Marga,

2013 : 37)

Traffic multipiler (TM) digunakan untuk mengoreksi ESA4 akibat kelelahan

lapisan aspal (Bina Marga, 2013 : 37):

Kerusakan lapisan aspal ESAaspal = ESA4

= TMlapisanaspal . ESA4

Dimana :

ESAaspal =jumlah pengulangan sumbu standar untuk desain lapisan aspal total

dengan tebal lebih besar dari 50 mm (tidak berlaku untuk lapisan yang

tipis).

ESA4 =jumlah pengulangan sumbu standar dihitung dengan menggunakan rumus

pangkat 4 yang digunakan untuk desain pondasi jalan.

ESA4 = Equivalent Standard Axle – Pangkat 4

ESAasphalt = Equivalent Standard Axle for Asphalt (Pangkat 5)

TMasphalt = Traffic Multiplier untuk desain lapisan beraspal

2.3.2 Jenis Perkerasan

Seperti diketahui ruas jalan di perkotaan dapat menggunakan perkerasan lentur

maupun perkerasan kaku. Susunan yang biasa dipergunakan untuk kedua jenis

perkerasan dapat dilihat pada gambar 2.3 (Bina Marga Nomor 02/M/BM/2013).

Gambar 2.3 Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur, (Bina Marga, 2013).

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

11

Jenis material yang dapat digunakan untuk lapis-lapis perkerasan lentur antara lain

(Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013):

a. Lapis pondasi bawah, dapat berupa tanah yang distabilisasi (semen, kapur, aspal,

dan bahan kimia), lapis pondasi bawah agregat, dan lapis pondasi bawah agregat

beraspal (Laston bawah / ATSB).

b. Lapis pondasi atas, dapat berupa lapis pondasi atas agregat (gradasi rapat), lapis

pondasi atas beraspal (Laston atas/ATB).

c. Lapis permukaan struktural dapat berupa lapis aspal beton (LASTON) dan lapis

penetrasi (LAPEN).

d. Lapis permukaan non struktural, dapat berupa pelaburan aspal (BURAS) labur

aspal satu lapis (BURTU), lapis aspal dua lapis (BURDA), lapis tipis aspal beton

(Lataston/HRS), Latasir.

Lapisan-lapisan yang digunakan untuk perkerasan kaku antara lain (Manual Desain

Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013):

a. Lapis antara tanah dasar dan lapis permukaan digunakan lapis pondasi bawah

agregat dengan pengikat semen (CTSB).

b. Lapis permukaan yang berupa Slab Beton Semen.

2.4 Tipe-tipe Kerusakan Perkerasan Lentur

Tipe-tipe kerusakan yang akan disampaikan dengan photo-photo berikut ini

mengacu pada tipe-tipe kerusakan yang disarankan oleh Bina Marga (1995), Shahin

(1994), Lavin (2003), RRL (1968), Yoder dan Witzcak (1975), dan buku-buku

katalog tentang kerusakan perkerasan. Dari beberapa acuan tersebut, pada

umumnya pembagian tipe-tipe kerusakan berbeda-beda. (Hardiyatmo, 2015)

Jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur (aspal), pada umumnya diklasifikasikan

sebagai berikut (Hardiyatmo, 2015):

1) Kerusakan tekstur permukaan: butiran lepas, agregat licin, kegemukan,

stripping, dan terkelupas.

2) Kerusakan lubang, persilangan jalan rel dan tambalan.

3) Deformasi: amblas, bergelombang, sungkur, alur, benjol, mengembang dan

turun.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

12

4) Kerusakan di pinggir perkerasan: pinggir pecah/retak dan bahu turun.

5) Retak: melintang, memanjang, diagonal, blok, reflektif, kulit buaya, dan

bentuk bulan sabit.

2.4.1 Deformasi

Deformasi merupakan perubahan permukaan jalan dari profil aslinya (setelah

pembangunan). Deformasi merupakan salah satu kerusakan penting dari kondisi

perkerasan, karena mempengaruhi kualitas kenyamanan lalu lintas (genangan air

yang mempengaruhi kekesatan permukaan, kekasaran). Mengacu pada

AUSTROADS (1987) dan Shahin (1994), beberapa macam tipe deformasi

perkerasan lentur dijelaskan dalam Gambar 2.4 berikut ini (Hardiyatmo, 2015):

1. Bergelombang (corrugation)

2. Amblas (depression)

3. Alur (rutting)

4. Mengembang (swell)

5. Sungkur (shoving)

6. Benjol dan turun (bump and sags)

Gambar 2.4 Tipe-tipe deformasi pada permukaan aspal (Hardiyatmo, 2015).

2.4.1.1 Bergelombang (Corrugation)

Bergelombang atau keriting merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh

terjadinya deformasi plastis yang menghasilkan beberapa gelombang-gelombang

melintang maupun tegak lurus arah perkerasan aspal. Gelombang biasa terjadi pada

titik-titik yang mengalami banyak tegangan horisontal tinngi, yang mana lalu lintas

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

13

mulai berhenti dan bergerak. Keriting biasanya terjadi akibat kendaraan mengerem

saat turun yang biasanya terjadi pada jalan di bukit, atau pada belokan tajam dan

pada persimpangan. Resiko yang akan terjadi selanjutnya akibat jalan

bergelombang yaitu area yang mengalami keriting akan semakin meluas, selain itu

juga mengurangi kenyamanan dan keselamatan dalam berkendaraan. Kerusakan

bergelombang dapat dilihat pada Gambar 2.5 (Hardiyatmo, 2015).

Gambar 2.5 Kerusakan gelombang, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Kedalaman maksimum dibawah straight-edge, panjang 1,2 m.

2. Panjang perkerasan yang dipengaruhi kerusakan tersebut.

3. Jarak dari puncak ke puncak gelombang keriting.

Kemungkinan cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Perbaikan untuk jalan bergelombang paling baik dilakukan dengan cara

menambal di seluruh kedalaman.

2. Kerusakan keriting dangkal bisa dibongkar dengan mesin pengupas (pavement

milling machine), kemudian diikuti dengan cara memberikan lapis ulang

tambahan (overlay) dari campuran aspal yang panas HMA (hox mix) supaya

struktur perkerasan lebih kuat.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.1 (Hardiyatmo, 2015)

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

14

Tabel 2.1 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan

gelombang (corrugation)

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Gelombang mengakibatkan sedikit

gangguan kenyamanan kendaraan.

Belum perlu diperbaiki

M Gelombang mengakibatkan agak banyak

mengganggu kenyamana kendaraan.

Rekonstruksi

H Gelombang mengakibatkan banyak

gangguan kenyamanan kendaraan.

Rekonstruksi

Sumber : Hardiyatmo, 2015

2.4.1.2 Amblas (Depression)

Amblas merupakan penurunan perkerasan yang biasanya terjadi pada area

terbatas yang mungkin bisa diikuti dengan retakan. Penurunan yang terjadi dapat

ditandai dengan adanya genangan air pada permukaan perkerasan yang dapat

membahayakan lalu lintas yang melewatinya. Resiko yang akan terjadi selanjutnya

yaitu dapat memicu terjadinya retakan, mengurangi kenyamanan dan keselamatan

kendaraan, dan dapat mengakibatkan hydroplaning apabila amblas digenangi air.

Penurunan perkerasan berbentuk amblas dapat di lihat pada Gambar 2.6.

(Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.6 Penurunan perkerasan berbentuk amblas, Sumber : Hardiyatmo,

2015.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

15

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Kedalaman maksimum di bawah straight-edge, panjang 1,2 m. Straight-edge

dengan panjang 1,2 m mungkin belum cukup untuk mengukur kedalaman

penuh dari amblas. lebih baik menggunakan Straight-edge yang panjangnya

3 m atau ditarik dengan benang.

2. Luas daerah yang mengalami amblas.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. perawatan permukaan (surface treatment) atau micro surfacing.

2. untuk area kerusakan yang besar, perbaikan bisa dilakukan dengan menambal

kulitnya (permukaan), atau menambal pada seluruh kedalaman.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.2. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.2 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan

amblas (depression).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Kedalaman maksimum amblas ½ - 1 in.

(13 – 25 mm)

Belum perlu diperbaiki

M Kedalaman maksimum amblas 1- 2 in. (13

– 25 mm)

Penambalan dangkal, parsial

atau seluruh kedalaman

H Kedalaman amblas > 2 in. (51 mm) Penambalan dangkal, parsial

atau seluruh kedalaman

Sumber : Hardiyatmo, 2015

2.4.1.3 Alur (Rutting)

Alur merupakan deformasi permukaan aspal dalam bentuk turunnya

perkerasan ke arah memanjang jalan pada lintasan roda kendaraan. Permukaan jalan

yang membentuk alur-alur terjadi disebabkan oleh beban lalu lintas yang berulang

pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Biasanya alur baru terlihat nampak jelas

ketika sedang hujan dan ketika terjadi genangan air didalamnya. Resiko yang akan

terjadi yaitu terjadi kenaikan perkerasan yang berlebihan disisi alur, mengurangi

kenyamanan dan keselamatan kendaraan, selain itu apabila alur digenangi air alur

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

16

akan semakin meluas dan dapat mengakibatkan kecelakaan kendaraan. Alur pada

lintasan roda dapat dilihat pada Gambar 2.7. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.7 Alur pada lintasan roda, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Kedalaman maksimum di bawah straight-edge yang panjangnya 1,2 m, dan

dipasang melintang.

2. Panjang alur

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Jika penyebab terjadinya alur karena lemahnya lapis pondasi (base) atau

tanah dasar, pembangunan kembali perkerasan secara total mungkin

diperlukan, termasuk juga penambalan drainase, terutama jika air merupakan

salah satu faktor utama penyebab kerusakan.

2. Jika penyebabnya dipermukaan, perbaaikan permanen diperlukan dengan

menambal di seluruh kedalaman atau memberikan lapis tambahan (ovelay)

campuran aspal panas (hot mix) dengan perataan dan pelapisan permukaan.

Perbaikan alur dengan cara menambal permukaan dimaksudkan untuk

perbaikan sementara.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.3. (Hardiyatmo, 2015)

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

17

Tabel 2.3 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan

alur (rutting)

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in.

(6 – 16 mm)

Belum perlu diperbaiki; mill

dan lapisan tambahan.

M Kedalaman alur rata-rata ½ - 1 in.

(13 – 25,5 mm)

Penambalan dangkal, parsial

atau seluruh kedalaman;

mill dan lapisan tambahan.

H Kedalaman alur rata-rata > 1 in.

(>25,4 mm)

Penambalan dangkal, parsial

atau seluruh kedalaman;

mill dan lapisan tambahan.

Sumber : Hardiyatmo, 2015

2.4.1.4 Mengembang (Swell)

Mengembang merupakan gerakan ke atas lokal dari perkerasan yang

disebabkan pengembangan (atau pembekuan air) dari tanah dasar atau dari bagian

struktur perkerasan. Perkerasan yang naik disebabkan oleh tanah dasar yang

mengembang sehingga mengakibatkan retaknya permukaan aspal. Resiko

selanjutnya yang terjadi yaitu mengurangi kenyamanan dan membahayakan

keselamatan kendaraan dan memicu terjadinya retakan. Naiknya tanah dasar akibat

pengembangan yang menghasilkan retak parah di permukaaan perkerasan dapat

dilihat pada Gambar 2.8. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.8 Kerusakan Mengembang, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

18

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Ketinggian maksimum cembungan diukur dari puncaknya, dengan

menggunakan straight-edge yang panjangnya 1,2 m atau lebih..

2. Luas kerusakan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Pembongkaran total area yang rusak dan menggantikannya dengan material

baru.

2. Menambal kedalaman.

3. Perataan permukaan dengan cara menimbunnya dengan material baru.

4. Untuk perbaikan permanen, maka dilakukan cara-cara yang bertujuan untuk

menstabilkan kadar air didalam zona struktur perkerasan.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikkannya ditunjukkan dalam Tabel 2.4. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.4 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan

pengembangan (swell).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk

perbaikan

L Pengembangan menyebabkan sedikit

gangguan kenyamanan kendaraan. Kerusakan

ini sulit dilihat, tapi dapat dideteksi dengan

berkendaraan cepat. Gerakan ke atas terjadi

bila ada pengembangan.

Belum perlu

diperbaiki.

M Pengembangan menyebabkan cukup gangguan

kenyamanan kendaraan.

Belum perlu

diperbaiki;

rekonstruksi.

H Pengembangan menyebabkan gangguan besar

pada kenyamanan kendaraan.

Rekonstruksi.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

19

2.4.1.5 Sungkur (Shoving)

Sungkur merupakan perpindahan permanen secara lokal dan memanjang dari

permukaan perkerasan yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Ketika lalu lintas

mendorong perkerasan, maka mendadak timbul gelombang pendek di

permukaannya. Sungkur melintang dapat timbul juga karena gerakan lalu lintas

membelok. Biasanya sungkur juga dapat terjadi pada perkerasan aspal yang

berbatasan dengan perkerasan beton semen Portland (PCC). Perkerasan beton

semakin bertambah panjang (oleh kenaikan suhu) dan menekan perkerasan aspal,

sehingga akibatnya terjadi sungkur. Resiko selanjutnya area yang mengalami

sungkur meluas, mengurangi kenyamanan dan keselamatan kendaraan, dan memicu

terjadinya retakan dan air masuk ke dalam perkerasan. Sungkur akibat beban lalu

lintas berat dapat dilihat pada Gambar 2.9. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.9 Kerusakan Sungkur, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Ketinggian maksimum cembungan diukur dari puncaknya, dengan

menggunakan straight-edge yang panjangnya 1,2 m.

2. Luas kerusakan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Sungkur dangkal bisa dibongkar dengan mesin pengupas (pavement milling

machine), yang diikuti dengan lapis tambahan campuran aspal panas (hot

mix) agar memberikan kekuatan yang cukup pada perkerasan.

2. Perbaikan yang paling baik sebaiknya dengan menambal di seluruh

kedalaman.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

20

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.5. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.5 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan

perbaikan sungkur (shoving).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Sungkur menyebabkan sedikit

gangguan kenyamanan kendraan.

Belum perlu diperbaiki;

mill.

M Sungkur menyebabkan cukup

gangguan kendaraan.

Mill; penambalan parsial

atau seluruh kedalaman.

H Sungkur menyebabkan gangguan

besar pada kenyamanan kendaraan.

Mill; penambalan parsial

atau seluruh kedalaman.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.4.1.6 Benjol dan turun (Bump dan Sags)

Benjol merupakan perpindahan atau gerakan ke atas, yang bersifat lokal dan

kecil, dari permukaan perkerasan aspal. Penurunan (sags) yang juga berukuran

kecil, adalah gerakan ke bawah dari permukaan perkerasan (Shahin, 1994).

Kerusakan benjol beda dengan kerusakan sungkur, yang mana kerusakan sungkur

disebabkan oleh perkerasan yang tidak stabil. Resiko lanjutan dari kerusakan

tersebut yaitu mengurangi kenyamanan dan keselamatan kendaraan. Adapun benjol

dengan kerusakan sedang dapat dilihat pada Gambar 2.10. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.10 Benjol dengan tingkat kerusakan sedang, Sumber : Hardiyatmo,

2015.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

21

Data yang diperlukan untuk perbaikan. (Hardiyatmo, 2015)

Mengurangi kenyamanan dan keselamatan kendaraan.

Cara perbaikan. (Hardiyatmo, 2015)

1. cold mill.

2. Pelapisan tambahan (overlay).

3. Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.6. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.6 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan

benjol dan turun (bump and sags).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Benjol dan melengkung menyebabkan

sedikit gangguan kenyamanan

kendaraan.

Belum perlu diperbaiki.

M Benjol dan melengkung agak

mengganggukenyamanan kendaraan.

Cold mill; penambalan

dangkal, parsial atau

seluruh kedalaman.

H Benjol dan melengkung mengakibatkan

banyak gangguan kenyamanan

kendaraan.

Cold mill; penambalan

dangkal, parsial atau

seluruh kedalaman; lapisan

tambahan.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.4.2 Retak (Crack)

Retak yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor dan melibatkan mekanisme

yang kompleks. Retak bisa terjadi apabila tegangan tarik yang terjadi pada lapisan

aspal melampau tegangan tarik maksimum yang dapat ditahan oleh perkerasan

tersebut. Perkerasan yang disitu kurang kuat itu tidak mempunyai tahanan terhadap

tegangan tarik yang tinggi. Dalam perancangan, untuk menghitung sebuah tebal

perkerasan maka perkerasan dianggap sebagai bahan yang isotropis dan elastis.

Tegangan dan regangan tarik akan terjadi terutama di bagian bawah lapisan dan

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

22

hanya sebagian kecil yang terjadi dibagian atasnya, oleh akibat beban lalu lintas.

Untuk mencegah terjadinya retak yang terlalu dini, maka faktor-faktor yang perlu

diperhatikan dalam perancangan campuran, seperti berikut ini (Hardiyatmo, 2015):

1. Kadar aspal efektif atau optimum.

2. Tebal lapisan film aspal atau Bitumen Film Thickness (BFT), dan rongga

terisi aspal atau Voids Filled with Binder (VFB), dan rongga dalam mineral

agregat Voids in the Minerals Aggregate (VMA) harus diperhatikan.

3. Sifat rheologi aspal, misalnya penetrasi, kekentalan dan indeks penetrasi.

Pada perkerasan lentur retak dibedakan menurut bentuknya (Hardiyatmo, 2015):

1. Retak memanjang (longitudinal craks).

2. Retak melintang (transverse cracks).

3. Retak diagonal (diagonal cracks).

4. Retak berkelok-kelok (meandering).

5. Retak reflektif sambungan (joint reflective cracks).

6. Retak blok (block cracks).

7. Retak kulit buaya (alligator cracks).

8. Retak slip (slippage cracks) atau retak bentuk bulan sabit (crescent shape

cracks).

2.4.2.1 Retak memanjang ( Longitudinal Cracks)

Kerusakan retak yang berbentuk memanjang pada suatu perkerasan jalan dapat

terjadi dalam bentuk berderet yang sejajar atau bentuk tunggal, dan biasanya sedikit

bercabang. Terjadinya retak memanjang disebabkan karena labilnya lapisan

pendukung dari struktur perkerasan. Resiko lanjutan yang akan terjadi yaitu retak

akan meluas ke seluruh area perkerasan, retak dengan celah yang terlalu besar

memungkinkan air masuk ke lapis pondasi dan tanah dasar sehingga melemahkan

lapisan pendukung perkerasan, selain itu juga mengganggu kenyamanan dan

keselamatan lalu lintas. Adapun gambar retak memanjang dapat dilihat pada

Gambar 2.11. (Hardiyatmo, 2015)

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

23

Gambar 2.11 Retak memanjang, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Jarak retakan.

2. Panjang dan lebar retak yang dominan.

3. Luas daerah kerusakan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

Cara perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada tingkat kerusakannya

dan ukuran kerusakan.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan pada Tabel 2.7. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.7 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan perbaikan retak

memanjang (Longitudinal Cracks).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in.

(10mm) atau,

2. Retak terisi sembarang lebar

(pengisi kondisi bagus).

Belum perlu diperbaiki;

pengisian retak (seal

cracks) > 1/8 in.

M Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Retak tak terisi, lebar 3/8 - 3 in. (10

– 76 mm)

Penutupan retak.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

24

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

2. Retak tak terisi, sembarang lebar

sampai 3 in. (76 mm) dikelilingi retak

acak ringan.

3. Retak terisi, sembarang lebar

dikelilingi retak agak acak.

H Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Sembarang retak terisi atau tak terisi

dikelilingi oleh retak acak,

kerusakan sedang sampai tinggi.

2. Retak tak terisi > 3 in. (76 mm).

3. Retak sembarang lebar, dengan

beberapa inci di sekitar retakan,

pecah.

Penutupan retakan;

penambalan kedalaman

parsial.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.4.2.2 Retak melintang (Transverse Cracks)

Retak melintang adalah retakan tunggal (tidak bersambung satu sama lain) yang

melintang perkerasan. Biasanya retak akibat beban berjarak lebar dan mendekati

sama, yaitu sekitar 15 – 20 m. Retak melintang awalnya nampak sebagai retak

rambut, dan dengan berjalannya waktu akan semakin lebar. Retak melintang

biasanya juga dapat terjadi karena akibat gerakan perkerasan akibat perubahan

temperatur dan penuaan akibat penyusutan aspal sebagai bahan pengikat. Resiko

lanjutan yang akan terjadi yaitu retak akan meluas ke area perkerasan, retakan yng

memiliki retakan terlalu besar memungkinkan air akan masuk ke lapis pondasi dan

tanah dasar sehingga melemahkan lapisan pendukung perkerasan, dan juga

mengganggu kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun retak melintang

dapat dilihat pada Gambar 2.12. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.7 Lanjutan

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

25

Gambar 2.12 Retak melintang, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Jarak retakan.

2. Luas daerah kerusakan.

3. Panjang dan lebar yang dominan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

Perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada tingkat kerusakan dan

ukursan kerusakan. Pemeliharaan dapat dilakukan dengan mengisi retakan akan

mereduksi air yang masuk ke dalam perkerasan. Selain itu juga dapat mencegah

berkembangnya pecahan di bagian pinggir retakan. (Hardiyatmo, 2015)

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya sama dengan retak memanjang dapat dilihat pada Tabel 2.7.

(Hardiyatmo, 2015)

2.4.2.3 Retak diagonal (Diagonal Cracks)

Retak diagonal merupakan retakan yang tidak bersambungan satu sama lainnya

yang arahnya diagonal terhadap perkerasan. Retak diagonal timbul akibat beban

kendaraan yang bekerja paling pinggir perkerasan yang mempunyai dukungan

tanah dasar buruk. Akibat beban kendaraan tanah dasar akan mengalami penurunan,

atau daya dukung tanah rendah akibat butiran halus tanah pada bagian pinggir

perkerasan terpompa. resiko lanjutan yang akan terjadi yaitu retak akan meluas ke

seluruh area perkerasan, retakan yang memiliki celah besar memungkinkan air akan

masuk ke dalam lapisan pondasi dan tanah dasar sehingga melemahkan lapisan

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

26

pendukung perkerasan, dan juga mengganggu kenyamanan dan keselamatan lalu

lintas. Adapun retak diagonal dapat dilihat pada Gambar 2.13. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.13 Retak diagonal, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Luas daerah kerusakan.

2. Panjang dan lebar yang dominan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

Perbaikan atau penutupan retakan dapat di dasarkan pada tingkat kerusakan dan

ukuran kerusakannya.

Secara pendekatan, tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan

pemilihan perbaikan sama dengan retak memanjang dan melintang, sehingga dapat

dipakai Tabel 2.7. (Hardiyatmo, 2015)

2.4.2.4 Retak berkelok-kelok (Meandering Cracks).

Retak berkelok-kelok merupakan retak yang tidak saling berhubungan, arahnya

bervariasi, dan polanya tidak teratur. Resiko selanjutnya yang akan terjadi yaitu

retak akan meluas ke seluruh area perkerasan, retakan yang memiliki celah besar

memungkinkan air akan masuk ke dalam lapisan pondasi dan tanah dasar sehingga

melemahkan lapisan pendukung perkerasan, dan juga mengganggu kenyamanan

dan keselamatan lalu lintas. Adapun retak diagonal dapat dilihat pada Gambar 2.14.

(Hardiyatmo, 2015)

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

27

Gambar 2.14 Retak berkelok-kelok, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Luas daerah kerusakan.

2. Panjang dan lebar yang dominan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

Perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada tingkat kerusakan dan ukuran

kerusakan.

Secara pendekatan, tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan

pemilihan perbaikan sama dengan retak memanjang dan melintang, sehingga dapat

dipakai Tabel 2.7. (Hardiyatmo, 2015)

2.4.2.5 Retak reflektif sambungan (Joint Reflective Cracks)

Kerusakan retak reflektif sambungan ini biasanya terjadi pada permukaan

perkerasan aspal yang telah dihambarkan di atas perkerasan beton semen portland

(Portland Cement Concrete, PCC). Retak ini terjadi pada lapis tambahan (overlay)

aspal, dimana retak pada lapisan lama belum sempurna diperbaiki. Pola retak dapat

ke arah melintang, memanjang, diagonal atau membentuk blok. Resiko lanjutan

yang akan terjadi yaitu retak akan meluas ke seluruh area perkerasan dan

mengganggu kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun pola retak refleksi

pada lapis permukaan aspal dari perkerasan beton yang diberi lapis tambahan dapat

dilihat pada Gambar 2.15 berikut ini. (Hardiyatmo, 2015)

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

28

Gambar 2.15 Pola retak refleksi sambungan, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Luas daerah kerusakan.

2. Panjang dan lebar yang dominan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Penambalan di kedalaman parsial.

2. Perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada tingkat kerusakannya

dan ukuran kerusakan.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PC, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya dapat di lihat pada Tabel 2.8. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.8 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan

perbaikan retak reflektif sambungan (joint reflection cracking).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in.

(10mm)

2. Retak terisi sembarang lebar

(pengisi kondisi bagus).

pengisian retak (seal

cracks) > 1/8 in.

M Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 - 3 in.

(10 – 76 mm)

Penutupan retak;

penambalan kedalaman

parsial.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

29

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

2. Retak tak terisi, sembarang lebar

sampai 3 in. (76 mm) dikelilingi retak

acak ringan.

3. Retak terisi, sembarang lebar

dikelilingi retak acak ringan.

H Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Sembarang retak terisi atau tak terisi

dikelilingi oleh retak acak,

kerusakan sedang sampai tinggi.

2. Retak tak terisi > 3 in. (76 mm).

3. Retak sembarang lebar, dengan

beberapa inci di sekitar retakan,

pecah.

Penambalan kedalaman

parsial; rekonstruksi

sambungan.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.4.2.6 Retak kulit buaya (Alligator Cracks)

Retak kulit buaya merupakan retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang

bersegi banyak (poligon) kecil-kecil menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah

lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak kulit buaya disebabkan kare

na perkerasan mengalami kelelahan dari lapis permukaan atau lapis pondasi akibat

beban lalu lintas yang berulang-ulang. Retak kulit buaya hanya terjadi pada daerah

yang di pengaruhi beban kendaraan secara berulang-ulang seperti pada lintasan

roda. Pada daerah yang mengalami retak, biasanya diikuti atau tidak diikuti oleh

penurunan, dan dapat terjadi dimana saja dalam area permukaan perkerasan. Resiko

lanjutan yang akan terjadi yaitu retak akan meluas ke seluruh area perkerasan,

menganggu kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun retak kulit buaya

dapat dilihat pada Gambar 2.16. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.8 Lanjutan

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

30

Gambar 2.16 Retak kulit buaya, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Luas daerah kerusakan.

2. Lebar retak yang dominan.

3. Lebar sel yang dominan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Lapis tambahan (overlay).

2. Penambalan parsial atau di seluruh kedalaman.

3. Apabila kerusakan akibat drainasenya buruk, maka harus diperbaiki.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya dapat dilihat pada Tabel 2.9. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.9 Tingkat kerusakan aspal, identifikasi dan pemilihan perbaikan retak

kulit buaya (alligator cracking).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Halus, retak rambut/halus memanjang

sejajar satu dengan yang lain, dengan

atau tanpa berhubungan satu sama lain.

Retakan tidak mengalami gompal*.

Belum perlu diperbaiki;

penutup perbaikan; lapisan

tambahan (overlay).

M Retak kulit buaya ringan terus

berkembang ke dalam pola atau jaringan

retakan yang diikuti gompal ringan.

Penambalan parsial, atau

di seluruh kedalaman;

lapisan tambahan;

rekonstruksi.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

31

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

H Jaringan dan pola retak telah berlanjut,

sehingga pecahan-pecahan dapat

diketahui dengan mudah, dan terjadi

gompal di pinggir. Beberapa pecahan

mengalami rocking akibat lalu lintas.

Penambalan kedalaman

parsial; lapisan tambahan;

rekonstruksi.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.4.2.7 Retak blok (Block Cracks)

Retak blok merupakan retak yang berbentuk blok-blok besar yang saling

bersambung, dengan ukuran sisi blok 0,20 – 3 meter, dan dapat membentuk sudut

atau pojok yang tajam. Retak blok biasanya juga disebut retak susut, karena retak

ini terjadi akibat penyusutan perkerasan. Retak susut dapat disebabkan oleh

perubahan volume atau penyusutan dari perkerasan aspal, lapis pondasi atau lapis

pondasi bawah. Retak blok sering terjadi pada area yang luas pada perkerasan aspal,

tapi terkadang hanya terjadi pada area yang jarang dilalui lalu lintas. Resiko

lanjutan yang akan terjadi yaitu, retak akan meluas ke seluruh area perkerasan dan

mengganggu kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun retak blok dapat

dilihat pada Gambar 2.17. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.17 Retak blok, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Tabel 2.9 Lanjutan

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

32

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Luas daerah kerusakan.

2. Lebar retak yang dominan.

3. Lebar sel yang dominan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Pengkasaran dengan pemanas (heater scarify) dan lapis tambahan (overlay).

2. Retak dapat ditutup dengan larutan pengisi. Retak yang besar diisi dengan

larutan emulsi aspal yang diikuti dengan penanganan permukaan atau larutan

pengisi.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya dapat dilihat dalam Tabel 2.10. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.10 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan

retak blok (block cracking).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Retak didefinisikan oleh retak dengan

tingkat kerusakan rendah.

Penutupan retak (seal

cracks) bila retak melebihi

3 mm (1/8”); penutup

permukaan.

M Blok didefinisikan oleh retak dengan

tingkat kerusakan sedang.

Penutupan retak (seal

cracks); mengembalikan

permukaan; dikasarkan

dengan pemanas dan lapis

tambahan.

H Blok didefinisikan oleh retak dengan

tingkat kerusakan tinggi.

Penutupan retak (seal

cracks); mengembalikan

permukaan; dikasarkan

dengan pemanas dan lapis

tambahan.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

33

2.4.2.8 Retak slip (Slippage Cracks) atau retak bentuk bulan sabit (Crescent

Shape Cracks)

Retak slip atau retak yang berbentuk bulan sabit yang diakibatkan oleh gaya-

gaya horisontal yang berasal dari kendaraan. Retak slip terjadi diakibatkan oleh

kurangnya ikatan antara lapisan permukaan dengan lapisan dibawahnya, sehingga

terjadi pergelinciran. Retakan slip biasanya terjadi pada tempat-tempat kendaraan

mengerem, yaitu pada saat turun dari bukit. Resiko lanjutan yang akan terjadi yaitu

retak akan meluas ke seluruh area perkerasan dan juga dapat mengganggu

kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun retak berbentuk bulat sabit atau

retak slip dapat dilihat pada Gambar 2.18. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.18 Retak berbentuk bulan sabit, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Luas daerah keruskan.

2. Lebar retak yang dominan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

Membongkar lapisan aspal yang rusak, kemudian dilakukan penambalan

permukaan.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya dapat dilihat dalam Tabel 2.11. (Hardiyatmo, 2015)

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

34

Tabel 2.11 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan

retak slip/bentuk bulan sabit (slippage cracking/crescent shape).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Retak rata-rata lebar < 3/8 in. (10mm). Belum perlu perbaikan;

penambalan parsial.

M Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Retak rata-rata 3/8 – 1,5 in. (10 – 38

mm)

2. Area disekitar retakan pecah, ke

dalam pecahan-pecahan terikat.

Penambalan parsial.

H Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Retak rata-rata > 1/2 in. (>38 mm)

2. Area disekitar retakan pecah, ke

dalam pecahan-pecahan mudah

terbongkar.

Penambalan parsial.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.4.3 Kerusakan di pinggir perkerasan

Kerusakan dipinggir perkerasan merupakan retak yang terjadi di sepanjang

pertemuan antara permukaan perkerasan aspal dan bahu jalan, terlebih apabila bahu

jalan tidak tertutup. Akibat dari kerusakan pinggir (Hardiyatmo, 2015):

a. Air masuk kedalam lapis pondasi (base).

b. Lebar perkerasan berkurang.

c. Kehilangan kenyamanan kendaraan, dan dan bisa mengakibatkan

kecelakaan.

d. Terjadi erosi pada bahu jalan karena terjadi alur di pinggir perkerasan.

Mengacu pada AUSTROADS (1987), kerusakan dipinggir perkerasan aspal

dapat dibedakan menjadi beberapa macam berikut ini:

1. Retak pinggir (edge cracking) / pinggir pecah (edge breaks)

2. Pinggir turun (edge drop-off).

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

35

2.4.3.1 Retak Pinggir (Edge Cracking)

Retak pinggir biasanya terjadi sejajar dan terkadang melengkung dipinggir

perkerasan dengan jarak berkisar 0,3 – 0,6 m dari pinggir. Retak ini terjadi

diakibatkan karena dukungan material pada bahu yang lemah atau kelembaban air

yang terlalu tinggi. Resiko yang akan terjadi yaitu, air akan masuk pada lapis

pondasi, akan terjadi alur di pinggir dapat mengakibatkan erosi pada bahu jalan,

dan kehilangan kenyamanan kendaraan dan dapat menyebabkan kecelakaan.

Adapun retak pinggir dapat dilihat pada Gambar 2.19. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.19 Retak pinggir, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Panjang retakan.

2. Lebar retak maksimum.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Penambalan parsial.

2. Jika yang jadi penyebab kerusakan pecah itu air, maka harus dibuatkan

drainase.

3. Penutupan retakan / penutupan permukaan.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan pada Tabel 2.12. (Hardiyatmo, 2015)

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

36

Tabel 2.12 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan

perbaikan retak pinggir (edge cracking).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Retak sedikit sampai dengan tanpa

pecahan atau butiran lepas.

Belum perlu perbaikan;

penutupan retak untuk

retakan > 1/8 in. (3 mm).

M Retak sedang dengan beberapa pecahan

dan butiran lepas.

Penutup retak;

Penambalan parsial.

H Banyak pecahan atau butiran lepas di

sepanjang tepi perkerasan.

Penambalan parsial.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.4.3.2 Jalur/ Bahu turun (Lane/Shoulder Drop-off)

Jalur/bahu jalan turun merupakan beda elevasi antar pinggir perkerasan dan

bahu jalan. Hal tersebut tidak penting dipertimbangkan bila selisih tinggi bahu dan

perkerasan kurang dari 10 – 15 mm. Resiko lanjutan yang terjadi yaitu, air akan

masuk ke dalam lapis pondasi, terjadinya alur dipingir dapat mengakibatkan erosi

pada bahu jalan, dan juga kehilangan kenyamanan kendaraan, dan dapat

menyebakan kecelakaan. Adapun bahu jalan turun terhadap perkerasan aspal dapat

dilihat pada Gambar 2.20. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.20 Bahu jalan turun terhadap perkerasan, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

37

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Panjang yang dipengaruhi oleh penurunan.

2. Tinggi penurunan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Untuk beda tinggi yang besar, bahu jalan harus ditinggikan dengan lapis

tambahan (overlay).

2. Apabila bahu jalan tidak diperkeras, maka dibongkar dan material yang

jelek diganti dengan material yang lebih bagus dan dipadatkan.

3. Jika drainasenya yang buruk, maka harus dibuatkan lagi drainase yang lebih

baik.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan pada Tabel 2.13. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.13 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan

perbaikan jalur/bahu jalan turun (lane/shoulder drop-off).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Beda elevasi antara pinggir perkerasan

dan bahu jalan 1 -2 in. (25 – 51 mm).

Perataan kembali dan bahu

diurug agar elevasi sama

dengan tinggi jalan. M Beda elevasi > 2 - 4 in. (51 – 102 mm).

H Beda elevasi > 4 in. (102 mm).

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.3.3 Kerusakan tekstur perkerasan

Kerusakan tekstur permukaan adalah kehilangan material perkerasan secara

berangsur-angsur dari lapis permukaan ke arah bawah. Perkerasan akan nampak

seakan pecah menjadi beberapa bagian-bagian kecil seperti, pengelupasan akibat

terbakar sinar matahari, atau mempunyai garis-garis goresan yang sejajar. Beberapa

kerusakan yang tidak diperbaiki akan mengakibatkan berkurangnya kualitas

strutkur perkerasan.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

38

Kerusakan tekstur permukaan aspal dapat dibedakan menjadi (Hardiyatmo, 2015) :

1. Kegemukan (bleeding)

2. Butiran lepas (raveling)

3. Stripping.

4. Agregat licin (polished aggregate)

5. Terkelupas (delamination)

2.3.3.1 Butiran lepas dan pelapukan (Weathering and Raveling)

Butiran lepas (raveling) dan pelapukan merupakan disintegrasi permukaan

perkerasan aspal melalui pelepasan partikel agregat yang berkelanjutan, yang

berawal dari permukaan perkerasan menuju ke bawah atau dari pinggir kedalaman

lepasnya butiran biasanya terjadi akibat beban lalu lintas di musim hujan yaitu,

ketika kekakuan bahan pengikat aspal tinggi. Resiko yang akan terjadi, air dapat

masuk ke dalam lapis permukaan, butiran lepas meluas ke seluruh area perkerasan,

dan kendaraan mudah tergelincir. Adapun rusaknya permukaan perkerasan akibat

butiran lepas (raveling) dapat dilihat pada Gambar 2.21. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.21 Kerusakan butiran lepas (raveling), Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

Luas daerah kerusakan dalam m2.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

Perawatan permukaan dengan menggunakan chip seal atau slurry seal.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikan ditunjukkan pada Tabel 2.14. (Hardiyatmo, 2015)

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

39

Tabel 2.14 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan

perbaikan pelapukan dan butiran lepas (weathering and raveling).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Agregat atau bahan pengikat mulai

lepas. Di beberapa tempat, permukaan

mulai berlubang. Jika ada tumpahan

oli; genangan oli dapat terlihat, tapi

permukaannya keras, tak dapat

ditembus mata uang logam.

Belum perlu perbaikan;

penutupan permukaan;

perawatan permukaan.

M* Agregat atau pegikat lepas. Tekstur

permukaan agak kasar dan berlubang.

Jika ada tumpahan oli permukaannya

lunak, dan dapat ditembus mata uang

logam.

Penutupan permukaan;

perawatan permukaan;

lapisan tambahan.

H* Agregat atau pengikat telah banyak

lepas,. Tekstur permukaan sangat kasar

dan mengakibatkan banyak lubang.

Diameter luasan lubang < 4 in. (10

mm) dan kedalaman ½ in. (13 mm).

Luas lubang lebih besar dari ukuran ini,

dihitung sebagai kerusakan lubang

(pothole). Jika ada tumpahan oli

permukaannya lunak, pengikat aspal

telah hilang ikatannya sehingga agregat

menjadi longgar.

Penutupan permukaan;

lapisan tambahan; recycle;

rekonstruksi.

*Bila lokal, yaitu akibat tumpahan oli, maka ditambal secara parsial.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

40

2.4.4.2 Kegemukan (Bleeding/Flushing)

Kegemukan merupakan hasil dari aspal pengikat yang berlebihan, yang

berimigrasi ke atas permukaan perkerasan. Kegemukan juga menyebabkan

tenggelamnya agregat (parsial maupun keseluruhan) ke dalam pengikat aspal yang

menyebabkan berkurangnya kontak antara ban kendaraan dan batuan. Resiko

lanjutan yang terjadi yaitu akan kehilangan kenyamanan dalam berkendaraan.

Adapun kegemukan karena kadar aspal terlalu tinggi dapat dilihat Gambar 2.22.

(Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.22 Kegemukan karena kadar aspal tinggi, Sumber: Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Luas daerah kerusakan.

2. Persen area kerikil/batuan yang terbenam.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Apabila kegemukan ringan, perawatan dilakukan dengan agregat seal coat,

dengan menggunakan agregat yang mudah menyerap.

2. Pemberian pasir panas atau batu saring panas mengimbangi kelebihan aspal.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifiksi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.15. (Hardiyatmo, 2015)

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

41

Tabel 2.15 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan

perbaikan kegemukan (bleeding).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Kegemukan terjadi hanya pada derajat

rendah, dan nampak hanya beberapa

hari dalam setahun. Aspal tidak

melekat pada sepatu atau roda

kendaraan.

Belum perlu perbaikan.

M Kegemukan telah mengakibatkan aspal

melekat pada sepatu atau roda

kendaraan, paling tidak bebrapa minggu

dalam setahun.

Tambahkan pasir/agregat

dan padatkan.

H Kegemukan telah begitu nyata dan

banyak aspal melekat pada sepatu dan

roda kendaraan, paling tidak lebih dari

bebrapa minggu dalam setahun.

Tambahkan pasir/agregat

dan padatkan.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.4.4.3 Agregate Licin (Polished Aggregate)

Agregat licin merupakan licinnya permukaan bagian atas perkerasan akibat

ausnya agregat dipermukaan. Resiko lanjutan yang akan terjadi yaitu kan

mengganggu kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun agregat licin akibat

aus dapat dilihat pada Gambar 2.23. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.23 Agregat licin akibat aus, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

42

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

Luas daerah kerusakan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Membersihkan bahan-bahan yang bisa membuat aus agregat di lapisan

permukaan.

2. Pelapisan ulang (overlay).

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan pada Tabel 2.16. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.16 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan

perbaikan agregat licin (polished aggregate).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

Tidak ada definisi kerusakan. Tetapi,

derajat keliciinan harus nampak

signifikan, sebelum dilibatkan dalam

survei kondisi dan dinilai sebagai

kerusakan.

Belum perlu diperbaiki;

peraatan permukaan; mill

dan lapisan tambahan.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.4.4.4 Pengelupasan (Delamination)

Pengelupasan merupakan kerusakan permukaan yang terjadi oleh akibat

terkelupasnya lapisan aus dari permukaan perkerasan. Resiko lanjutan yang akan

terjadi yaitu akan menyebabkan genangan air hujan, dan juga dapat mengganggu

kenyamanan lalu lintas. Adapun kerusakan pengelupasan dapat dilihat pada

Gambar 2.24. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.24 Pengelupasan (delamination), Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

43

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

Luas daerah kerusakan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

Pengahamparan lapis tambahan (overlay).

2.4.4.5 Stripping

Stripping merupakan suatu kondisi hilangnya agregat kasar dari bahan penutup

yang disemprotkan, yang kemudian menyebabkan bahan pengikat dalam kontak

langsung dengan ban. Pada musim panas, aspal biasanya dapat tercabut dan melekat

ke ban kendaraan. Rekiso lanjutan yang akan terjadi yaitu, meluasnya area yang

mengalami stripping dan juga berkurangnya kenyamanan dan keselamatan

kendaraan. Adapun stripping dapat dilihat pada Gambar 2.25. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.25 Stripping, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Luas daerah kerusakan.

2. Persen kerikil/batuan dalam area rusak.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

Penghamparan lapis tambahan (overlay) tipis.

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

44

2.4.5 Lubang (Potholes)

Lubang merupakan lekukan atau lubang di permukaan perkerasan akibat

hilangnya lapis aus dan material lapis pondasi (base). Kerusakan lubang yang kecil

biasanya berdiameter kurang dari 0,9 m dan dan berbentuk mangkuk. Lubang dapat

terjadi akibat galian utilitas atau tambalan di area perkerasan yang telah ada.

Lubang terjadi ketika beban lalu lintas menggerus bagian-bagian kecil permukaan

perkerasan sehingga air bisa masuk. Air yang masuk kedalam lubang dan lapis

pondasi akan mempercepat kerusakan jalan. Resiko lanjutan yang terjadi yaitu,

lubang atau kerusakan akan meluas karena air dapat masuk ke dalam lapis

permukaan dan juga hilangnya kenyamanan kendaraan, dan dapat mengakibatkan

kecelakaan. Adapun lubang yang tergenang air akibat drainase buruk dapat dilihat

pada Gambar 2.26. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.26 Kerusakan Lubang, Sumber: Hardiyatmo, 2015.

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Luas lubang.

2. Kedalaman lubang.

3. Jumlah lubang.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Perbaikan sementara dapat dilakukan dengan cara membersihkan lubang dan

mengisinya dengan campuran aspal dingin yang khusus untuk tambalan.

2. Perbaikan permanen dilakukan dengan penambalan di seluruh kedalaman.

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

45

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan pada Tabel 2.17. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.17 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan

perbaikan lubang (photoles).

Kedalaman

maksimum

Diameter rata-rata lubang

4 – 8 in.

(102 – 203 mm)

8 – 18 in.

(203 -457 mm)

18 – 30 in.

(457 – 762 mm)

½ - 1 in.

(12,7 – 25,4 mm)

L L M

>1 – 2 in.

(25,4 – 50,8 mm)

L M H

>2 in.

(50,8 mm)

M M H

L : Belum perlu diperbaiki; penambalan parsial atau diseluruh kedalaman.

M : Penambalan parsial atau diseluruh kedalaman.

H : Penambalan di seluruh kedalaman.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.4.6 Tambalan dan tambalan galian utillitas (Patching and Utility Cut

Patching)

Tambalan (patch) merupakan penutup bagian perkerasan yang mengalami

perbaikan. Kerusakan tambalan dapat diikuti/tidak diikuti oleh hilangnya

kenyamanan kendaraan (kegagalan fungsional) atau rusaknya struktur perkerasan.

Kerusakan tambalan dapat terjadi karena permukaannya yang menonjol atau

amblas terhadap permukaan perkerasan. Resiko lanjutan yang akan terjadi yaitu

tambalan yang amblas meluas dan kehilangan kenyamanan kendaraan. Adapun

tambalan dapat dilihat pada Gambar 2.27. (Hardiyatmo, 2015)

Gambar 2.27 Tambalan, Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

46

Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Jumlah tambalan dalam area yang diperhatikan.

2. Luas masing-masing tambalan.

Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)

1. Dilakukan penambalan permukaan untuk perbaikan sementara.

2. Perbaikan atau penggantian tambalan di seluruh kedalaman untuk perbaikan

permanen.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan

perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.18. (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.18 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan

tambalan dan tambalan galian utilitas (patching and utility cut patching).

Tingkat

kerusakan

Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan

L Tambalan dalam kondisi baik dan

memuaskan. Kenyamanan kendaraan di

nilai terganggu sedikit atau lebih baik.

Belum perlu perbaikan.

M Tambalan sedikit rusak dan/ atau

kenyamanan kendaraan agak terganggu.

Belum perlu diperbaiki;

tambalan dibongkar.

H Tambalan sangat rusak dan atau

kenyamanan kendaraan sangat

terganggu.

Tambahkan dibongkar.

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

2.5 Penilaian Kondisi Jalan Menurut Bina Marga

Penilaian kondisi jalan dengan metode Bina Marga yaitu dengan cara manual

melakukan pengamatan visual dan dengan mengidentifikasi sesuai dengan jenis dan

tingkat kerusakannnya. Manual survei kondisi jalan mencakup ketentuan umum

dan ketentuan teknis, didalam ketentuan umum dan ketentuan teknis memuat

metode survei kondisi jalan (Bina Marga, 2011).

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

47

Gambar 2.28 Tinjauan Permukaan Jalan (Kementerian Pekerja Umum, 2011)

Penentuan nilai kondisi jalan dilakukan dengan menjumlahkan setiap angka dan

nilai untuk masing-masing keadaan kerusakan. Perhitungan urutan prioritas (UP)

kondisi merupakan fungsi dari kelas LHR (Lalu lintas Harian Rata-rata) dan nilai

kondisi jalannya, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Bina

Marga, 2011):

UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan) (1)

Keterangan :

kelas LHR = kelas lalu lintas untuk pekerjaan pemeliharaan. (ditunjukan

pada Tabel 2.19)

Urutan prioritas 0 – 3, menandakan bahwa jalan harus dimasukkan dalam

program peningkatan.

Urutan prioritas 4 – 6, menandakan bahwa jalan perlu dimasukkan dalam

program pemeliharaan berkala.

Urutan prioritas > 7, menandakan bahwa jalan tersebut cukup dimasukkan dalam

program pemeliharan rutin.

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

48

Tabel 2.19 Kelas Lalu Lintas untuk Pekerjaan Pemeliharaan

Kelas Lalu

Lintas LHR

0 < 20

1 20 – 50

2 50 – 200

3 200 – 500

4 500 - 2.000

5 2.000 - 5.000

6 5.000 - 20.000

7 20.000 - 50.000

8 > 50.000

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2011

Pemeliharaan jalan merupakan kegiatan atau upaya penanganan jalan, berupa

pencegahan, perawatan, dan perbaikan yang diperlukan untuk mempertahankan

kondisi jalan agar tetap berfungsi secara optimal untuk melayani lalu lintas

sehingga umur rencana yang ditetapkan bisa tercapai. (Kementerian PU, 2011)

Jalan dengan kondisi pelayanan yang baik adalah ruas-ruas jalan dengan kondisi

baik atau sedang sesuai umur rencana yang diperhitungkan serta mengikuti suatu

standar tertentu. (Kementerian PU, 2011)

Prosedur Metode Bina Marga (Kementerian PU, 2011)

1. Tetapkan jenis jalan dan kelas jalan

2. Hitung LHR untuk jalan yang disurvey dan tetapkan nilai kelas jalan dengan

menggunakan Tabel 2.19

3. Mentabelkan hasil survei dan pengelompokkan data sesuai dengan jenis

kerusakan.

4. Menghitung parameter untuk setiap jenis kerusakan dan melakukan penilaian

terhadap setiap jenis kerusakan berdasarkan Tabel 2.20

Page 46: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

49

Tabel 2.20 Tabel Penentuan Angka Kondisi Berdasarkan Jenis Kerusakan

Jenis Kerusakan Tipe Angka

Retak-retak

(Cracking) Buaya 5

Acak 4

Melintang 3

Memanjang 1

Tidak Ada 1

Lebar > 2 mm 3

Lebar 1 - 2 mm 2

Lebar < 1 mm 1

Tidak Ada 0

Luas > 30% 3

Luas 10% - 30% 2

Luas < 10% 1

Tidak Ada 0

Alur Kedalaman > 20 mm 7

Kedalaman 11-20 mm 5

Kedalaman 6-10 mm 3

Kedalaman 0-5 mm 1

Tidak Ada 0

Tambalan dan

Lubang Luas > 30% 3

Luas 20 - 30% 2

Luas 10 - 20% 1

Luas <10% 0

Kekasaran

Permukaan Disintegration 4

Pelepasan Butir 3

Rough 2

Fatty 1

Close Texture 0

Amblas > 5/100 m 4

2- 5/100 m 2

0 - 2/100 m 1

Tidak Ada 0

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2011

5. Menjumlahkan setiap angka untuk semua jenis kerusakan, dan menetapkan

nilai kondisi jalan berdasarkan Tabel 2.21

Page 47: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

50

Tabel 2.21 Penetapan Nilai Kondisi Jalan Berdasarkan Total Angka Kerusakan

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2011

6. Menghitung nilai prioritas kondisi jalan dengan menggunakan persamaan

berikut :

Nilai Prioritas = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan) (2)

2.6 Penilaian Kondisi Jalan dengan Pavement Condition Index (PCI)

Perhitungan dengan mengunakan metode PCI yaitu pengamatan dilakukan

secara visual dengan mengidentifikasi kerusakan yang ada di lapangan. Data yang

di dapat dari survei memeberikan suatu penyelesaian masalah kerusakan yang lebih

mudah jika dibandingkan dengan metode SDI karena dalam pencatatan data jenis

kerusakan dan tingkat keparahan kerusakan jalan lebih detail. (Hardiyatmo, 2015)

Pengelompokan klasifikasi kondisi jalan berdasarkan nilai PCI disajikan dalam

Tabel 2.22 (Hardiyatmo, 2015)

Tabel 2.22 Hubungan Nilai PCI dengan Tingkat Kondisi Jalan.

Nilai PCI Kondisi Jalan

86 – 100 SEMPURNA (excellent)

71 – 85 SANGAT BAIK (very good)

56 – 70 BAIK (good)

41 – 55 SEDANG (fair)

26 – 40 BURUK (poor)

10 – 25 SANGAT BURUK (very poor)

0 – 10 GAGAL (failed)

Sumber : Hardiyatmo, 2015.

Total Angka Kerusakan Nilai Kondisi

Jalan

26 - 29 9

22 – 25 8

19 – 21 7

16 – 18 6

13 – 15 5

10 – 12 4

7 – 9 3

4 – 6 2

0 – 3 1

Page 48: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

51

Prosedur Metode PCI (Hardiyatmo, 2015)

1. Menetapkan deduct value

a. Jumlahkan total tiap tipe kerusakan pada masing-masing tingkat

keparahan.

b. Bagi hasil perhitungan a) dengan total ruas jalan untuk mencari

keraparan (density) yang dirumuskan sebagai berikut:.

Kerapatan (density) (%) = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔

𝐴𝑥 100%

c. Menentukan deduct value untuk masing-masing tipe kerusakan dan

kombinasi tingkat keparahan berdasarkan Gambar 2.29 kurva

penentuan deduct value.

Gambar 2.29 kurva penentu deduct value, Sumber: Hardiyatmo,2015.

2. Menentukan nilai izin dari deduct (m)

a. Jika hanya satu deduct value dengan nilai > 5 untuk lapangan udara dan

> 2 untuk jalan, maka total deduct value digunakan sebagai corrected

deduct value, jika tidak maka dilanjutkan pada tahap berikut ini,

b. Urutkan deduct value dari nilai terbesar,

c. Menentukan nilai m dengan menggunakan rumus :

m = 1 + (9/98)*(100 – HDV) (3)

Page 49: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

52

Dimana : m = nilai izin deduct

HDV = nilai tertinggi dari deduct.

d. Masing-masing deduct value dikurangkan terhadap m. Jika jumlah nilai

hasil pengurangan yang lebih kecil dari m ada maka semua deduct value

dapat digunakan.

3. Menentukan CDV Maksimum (Corrected Deduct Value)

a. Menentukan jumlah nilai deduct yang lebih besar dari 2 (q).

b. Menentukan nilai total deduct dengan menjumlahkan tiap nilai deduct.

c. Menentukan CDV dari perhitungan a) dan b) dengan menggunakan

kurva koreksi nilai deduct, seperti tersaji pada Gambar 2.30

Gambar 2.30 Hubungan Antara Total Deduct Value (TDV) dan CDV.

Sumber: Hardiyatmo, 2015.

d. Nilai deduct terkecil dikurangkan terhadap 2.0 kemudian ulangi

langkah a) sampai c) hingga memperoleh nilai q = 1.

e. CDV maksimum adalah CDV terbesar pada proses iterasi diatas.

4. Menghitung PCI (Pavement Condition Index) dengan rumus :

PCI = 100 – CDVmaks (4)

Page 50: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

53

2.7 Penanganan Jalan

Penanganan yang diterapkan pada suatu ruas jalan tergantung dari identifikasi

yang dilakukan. Penanganan dapat dilakukan terhadap perkerasan dan atau

geometrik jalan, serta pada struktur jembatan. (Bina Marga, No.

018/T/BNKT/1990).

Jenis-jenis penanganan jalan menurut Tata Cara Penyusunan Progam

Pemeliharaan Jalan Kota No. 018/T/BNKT/1990 yaitu sebagai berikut :

a. Pemeliharaan jalan adalah penanganan jalan yang meliputi perawatan,

rehabilitasi, penunjangan, dan peningkatan.

b. Pemeliharaan rutin adalah penanganan yang diberikan hanya terhadap lapis

permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (Riding

Quality), tanpa meningkatkan kekuatan struktural, dan dilakukan sepanjang

tahun.

c. Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan yang dilakukan terhadap jalan pada

waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya meningkatkan

kemampuan struktural.

d. Peningkatan maksud peningkatan adalah penanganan jalan guna memperbaiki

pelayanan jalan yang berupa peningkatan struktural dan atau geometriknya agar

mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan.

Penanganan Kerusakan

1. Metode Perbaikan P1 (Penebaran Pasir)

a. Jenis kerusakan

Lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan.

b. Langkah penanganan

1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.

2. Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki.

3. Membersihkan daerah dengan air compressor.

4. Menebarkan pasir kasar atau agregat halu dengan tebal > 10 mm di atas

permukaan yang rusak.

Page 51: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

54

5. Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan (berat 1 – 2 ton) sampai diperoleh

permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95.

6. Membersihkan tempat pekerjaan dari sisa bahan dan alat pengaman.

7. Demobiltas.

2. Metode Perbaikan P2 (Laburan Aspal Setempat)

a. Jenis kerusakan

1. Kerusakan tepi bahu jalan beraspal.

2. Retak kulit buaya dengan lebar < 2 mm.

3. Retak melintang, retak diagonal dan retak memanjang dengan lebar retak < 2mm.

4. Terkelupas.

b. Langkah penanganan

1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.

2. Memberikan tanda pasa jalan yang akan diperbaiki.

3. Membersihkan daerah dengan air compressor.

4. Menebarkan pasir kasar atau agregat halus dengan tebal 5 mm di atas permukaan

yang rusak hingga rata.

5. Melakukan pemadatan dengan mesin pneumatic sampai diperoleh permukaan

yang rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95 %.

6. Membersihkan tempat pekerjaan dari sisa bahan dan alat pengaman.

3. Metode Perbaikan P3 (Melapisi Retak)

a. Jenis kerusakan

Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan < 3 mm.

b. Langkah penanganan

1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.

2. Memberikan tanda pasa jalan yang akan diperbaiki.

3. Membersihkan daerah dengan air compressor.

4. Membuat campuran aspal emulsi dan pasir kasa dengan menggunakan Concrete

Mixer dengan komposisi sebagai berikut : Pasir 20 Liter , Aspal emulsi 6 Liter.

5. Menyemprotkan tack coat dengan aspal emulsi jenis RC (0,2 lt/m) di daerah yang

akan diperbaiki.

Page 52: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

55

6. Menebarkan dan meratakan campuran aspak di atas permukaan yang terkena

kerusakan hingga rata.

7. Melakukan kepadatan ringan (1 – 2 ton) sampai diperoleh permukaan yang

rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95 %.

8. Membersihkan tempat pekerjaan dari sisa bahan dan alat pengaman.

4. Metode Perbaikan P4 (Pengisian Retak)

a. Jenis kerusakan

Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retak < 3 mm.

b. Langkah penanganan

1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.

2. Memberikan tanda pasa jalan yang akan diperbaiki.

3. Membersihkan daerah dengan air compressor.

4. Mengisi retakan dengan dengan aspal tack back (2 lt/m2) menggunakan aspal

spayer.

5. Menebarkan pasir kasar atau agregat halus dengan tebal > 10 mm di atas

permukaan yang rusak.

6. Melakukan pemadatan dengan baby roller minimal 3 lintasan.

7. Mengangkat kembali rambu pengaman dan beersihkan lokasi dari sisa bahan.

8. Demobilitas

5. Metode Perbaikan P5 (Penambalan Lubang)

a. Jenis kerusakan

1. Lubang dengan kedalaman > 50 mm.

2. Retak kulit buaya ukuran > 3 mm.

3. Bergelombang dengan kedalaman > 30 mm.

4. Alur dengan kedalaman > 30 mm.

5. Amblas dengan kedalaman > 50 mm.

6. Kerusakan tepi perkerasan jalan

b. Langkah penanganan

1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.

2. Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki.

Page 53: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

56

3. Menggali material sampai mencapai material di bawahnya (biasanya kedalaman

pekerjaan jalan 150 – 200 mm, harus diperbaiki).

4. Membersihkan daerah yang diperbaiki dengan air compressor.

5. Memeriksa kadar air optimum material pekerjaan jalan yang ada. Menambahkan

air jika kering hingga keadaan optimum. Menggali material jika basah dan

biarkan sampai kering.

6. Memadatkan dasar galian dengan menggunakan pemadat tangan

7. Mengisi galian dengan bahan pondasi agregat yaitu kelas A atau kelas B (tebal

maksimum 15 cm), kemudian memadatkan agregat dalam keadaan kadar

optimum air sampai kepadatan maksimum.

8. Menyemprotkan lapis serap ikat (pengikat) prime coat jenis RS dengan takaran

0,5 lt/m2. Untuk Cut Back jenis MC-30 atau 0,8 lt/ m2 untuk aspal emulsi.

9. Mengaduk agregat untuk campuran dingin dalam Concrete Mixer dengan

perbandingan agregat kasar dan halus 1,5 : 1. Kapasitas maksimum aspalt mixer

kira-kira 0,1 m3. Untuk campuran dingin, menambahkan semua agregat 0,1 m3

sebelum aspal. Menambahkan aspal dan mengaduk selama 4 menit siapkan

campuran aspal dingin secukupnya untuk keseuruhan dari pekerjaan ini.

10. Menebarkan dan memadatkan campuran aspal dingin dengan tebal maksimum

40 mm sampai diperoleh permukaan yang rata dengan menggunakan alat perata.

11. Memadatkan dengan Baby Roller minimum 5 lintasan, material ditambahkan

jika diperlukan.

12. Membersihkan lapangan dan memeriksa peralatan dengan permukaan yang ada.

6. Metode Perbaikan P6 (Perataan)

a. Jenis kerusakan

1. Lubang dengan kedalaman < 50 mm.

2. Bergelombang dengan kedalaman < 30 mm.

3. Lokasi penurunan dengan kedalaman < 50 mm.

4. Alur dengan kedalaman < 30 mm.

5. Jembul dengan kedalaman < 50 mm.

6. Kerusakan tepi perkerasanjalan

Page 54: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf · lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur

57

b. Langkah penanganan

1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.

2. Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki.

3. Membersihkan daerah yang diperbaiki dengan air compressor.

4. Menyemprotkan tack coat dari jenis RS pada daerah kerusakan 0,5 lt/m2 untuk

aspal emulsi atau 0,2 lt/m2 untuk cut back dengan aspalt ketlle/ kaleng

berlubang.

5. Mengaduk agregat untuk campuran dingin dengan perbandingan 1,5 agregat

kasar : 1,0 agregat halus. Kapasitas maksimum mixer kira-kira 0,1 m3. Untuk

campuran dingin ditambahkan agregat 0,1 m3 sebelum aspal.

6. Menambahkan material aspal dan m engaduk selama 4 menit. Siapkan campuran

aspal dingin kelas A, kelas C, kelas E, atau campuran aspal beton secukupnya

sampai pekerjaan selesai.

7. Menghamparkan campuran aspal dingin pada permukaan yang telah ditandai,

sampai ketebalan diatas permukaan minimum 10 mm.

8. Memadatkan dengan Baby Roller (minimum 5 lintasan) sampai diperoleh

kepadatan optimum.