BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan umum 2.2 Pembagian ...eprints.umm.ac.id/53809/3/BAB II.pdf ·...
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan umum
Menurut penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Tentang Jalan No. 38
Tahun 2004, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, dibawah permukaan tanah
dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel.
2.2 Pembagian Kelas Jalan
Adapun klasifikasi jalan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985
dan Undang-undang Republik Indonesia No. 38 Tentang Jalan dapat dibedakan
sebagai berikut:
1. Jalan Arteri
Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata tinggi, perjalanan jarak jauh, dan
jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara efisien.
a. Jalan arteri primer
Jalan arteri primer merupakan jalan yang menghubungkan secara efisien
antar kota jenjang pertama atau antar pusat kegiatan nasional dengan kota
jenjang kedua atau pusat kegiatan wilayah. Sistem jaringan primer disusun
berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah ditingkat nasional, dengan menghubungkan
semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
b. Jalan arteri sekunder
Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer
dengan kawasan sekunder pertama atau dengan menghubungkan kawasan
sesama sekunder pertama yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
5
seefesien, dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam
kota. Didaerah perkotaan juga disebut sebagai jalan protokol.
2. Jalan kolektor
Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri kecepatan rata-rata sedang, perjalanan
jarak sedang, dan jumlah jalan yang masuk dibatasi.
a. Jalan kolektor primer
Jalan kolektor primer adalah jalan yang dikembangkan untuk melayani dan
menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau kota jenjang
ketiga atau antar pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal dan atau
kawasan-kawasan berskala kecil dan pelabuhan pengumpan lokal.
b. Jalan kolektor sekunder
Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan
atau pembagian dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata sedang, perjalanan jarak
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk masyarakat di dalam kota.
3. Jalan lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
umum setempat dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata rendah, perjalanan jarak
dekat, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
a. Jalan lokal primer
Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara efeisien pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah
dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal atau pusat kegiatan
lokal dengan pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan serta antar
pusat kegiatan lingkungan.
b. Jalan lokal sekunder
Jalan lokal sekunder adalah menhubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
6
Menurut UU No. 22 tahun 2009 Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas
berdasarkan :
a) Fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan
jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan,.
b) Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan
bermotor.
Pengelompokkan jalan menurut UU No. 22 tahun 2009 kelas jalan sebagaimana
dimaksud pada ketentuan diatas terdiri atas :
a. Jalan kelas I
Jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat
ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (ssepuluh) ton.
b. Jalan kelas II
Jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling
tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8
(delapan) ton.
c. Jalan kelas III
Jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling
tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan)
ton.
d. Jalan kelas khusus
Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar
melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000
(delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus)
milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
7
Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang jalan. Ketentuan lebih
lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985.
Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan berdasarkan Undang-undang No. 22
tahun 2009 Pasal 20 dilakukan oleh:
1. Pemerintah, untuk jalan Nasional.
2. Pemerintah provinsi, untuk jalan Provinsi.
3. Pemerintah kabupaten, untuk jalan Kabupaten.
4. Pemerintah kota, untuk jalan Kota.
2.3 Perkerasan Jalan
Perkerasan merupakan campuran agregat seperti batu kali atau batu pecah atau
batu belah dengan bahan pengikat seperti aspal, semen, ataupun tanah liat yang
digunakan untuk menahan beban lalu lintas dalam pembuatan jalan. Berdasarkan
bahan ikat perkerasan dikelommpokkan menjadi dua macam yaitu perkerasan
lentur (Flexible Pavement), dan perkerasan kaku (Rigid Pavement). Perkerasan
lentur yaitu perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, sehingga pada saat
panas sifatnya akan lentur. Perkerasan kaku yaitu perkerasan yang menggunakan
bahan ikat semen yang biasanya dikenal dengan jalan beton, sifat dari jalan beton
sehinnga lapisan atas nya adalah pelat beton yang mana sifat lapisan utama yang
berupa plat beton adalah memikul sebagian besar beban lalu lintas diatasnya
(Sukirman S, 1999).
Menurut Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tentang
Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013 ada beberapa jenis struktur
perkerasan yang diterapkan dalam desain struktur perkerasan baru yaitu :
1. struktur perkerasan pada tanah asli.
2. struktur perkerasan timbunan, dan
3. struktur perkerasan galian.
Adapun tipikal struktur perkerasan dapat dilihat pada gambar 2.1 dan 2.2
8
Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat) pada Permukaan Tanah Asli
(At Grade)
Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat) Timbunan.
Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat) Galian.
Gambar 2.1 Komponen Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat)
(Bina Marga, 2013:3)
9
Struktur Perkerasan Kaku pada Permukaan Tanah Asli (At Grade).
Struktur Perkerasan Kaku (Lalu Lintas Berat) Timbunan.
Struktur Perkerasan Kaku Galian.
Gambar 2.2 Komponen Struktur Perkerasan Kaku (Bina Marga, 2013:4)
2.3.1 Kerusakan perkerasan
Kerusakan Perkerasan jalan menunjukkan suatu kondisi dimana fungsional dan
struktural tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga sudah tidak mampu
memberikan pelayanan yang optimal terhadap lalu lintas yang melintasi jalan
tersebut. Jalan yang rusak akan mengakibatkan terhambatnya arus transportasi lalu
lintas dan juga mengakibatkan bertambahnya biaya operasional kendaraan karena
kerusakan transportasi akibat jalan rusak. Menurut Heddy R. Agah, umumnya
10
kerusakan jalan banyak disebabkan oleh perilaku pengguna jalan, kesalahan
perencanaan dan pelaksanaan (Sukirman S, 1999).
Kerusakan yang diakibatkan oleh lalu lintas yang dinyatakan dalam ESA4
memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan kerusakan akibat kelelahan
lapisan aspal (asphalt fatigue) akibat overloading yang signifikan. (Bina Marga,
2013 : 37)
Traffic multipiler (TM) digunakan untuk mengoreksi ESA4 akibat kelelahan
lapisan aspal (Bina Marga, 2013 : 37):
Kerusakan lapisan aspal ESAaspal = ESA4
= TMlapisanaspal . ESA4
Dimana :
ESAaspal =jumlah pengulangan sumbu standar untuk desain lapisan aspal total
dengan tebal lebih besar dari 50 mm (tidak berlaku untuk lapisan yang
tipis).
ESA4 =jumlah pengulangan sumbu standar dihitung dengan menggunakan rumus
pangkat 4 yang digunakan untuk desain pondasi jalan.
ESA4 = Equivalent Standard Axle – Pangkat 4
ESAasphalt = Equivalent Standard Axle for Asphalt (Pangkat 5)
TMasphalt = Traffic Multiplier untuk desain lapisan beraspal
2.3.2 Jenis Perkerasan
Seperti diketahui ruas jalan di perkotaan dapat menggunakan perkerasan lentur
maupun perkerasan kaku. Susunan yang biasa dipergunakan untuk kedua jenis
perkerasan dapat dilihat pada gambar 2.3 (Bina Marga Nomor 02/M/BM/2013).
Gambar 2.3 Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur, (Bina Marga, 2013).
11
Jenis material yang dapat digunakan untuk lapis-lapis perkerasan lentur antara lain
(Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013):
a. Lapis pondasi bawah, dapat berupa tanah yang distabilisasi (semen, kapur, aspal,
dan bahan kimia), lapis pondasi bawah agregat, dan lapis pondasi bawah agregat
beraspal (Laston bawah / ATSB).
b. Lapis pondasi atas, dapat berupa lapis pondasi atas agregat (gradasi rapat), lapis
pondasi atas beraspal (Laston atas/ATB).
c. Lapis permukaan struktural dapat berupa lapis aspal beton (LASTON) dan lapis
penetrasi (LAPEN).
d. Lapis permukaan non struktural, dapat berupa pelaburan aspal (BURAS) labur
aspal satu lapis (BURTU), lapis aspal dua lapis (BURDA), lapis tipis aspal beton
(Lataston/HRS), Latasir.
Lapisan-lapisan yang digunakan untuk perkerasan kaku antara lain (Manual Desain
Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013):
a. Lapis antara tanah dasar dan lapis permukaan digunakan lapis pondasi bawah
agregat dengan pengikat semen (CTSB).
b. Lapis permukaan yang berupa Slab Beton Semen.
2.4 Tipe-tipe Kerusakan Perkerasan Lentur
Tipe-tipe kerusakan yang akan disampaikan dengan photo-photo berikut ini
mengacu pada tipe-tipe kerusakan yang disarankan oleh Bina Marga (1995), Shahin
(1994), Lavin (2003), RRL (1968), Yoder dan Witzcak (1975), dan buku-buku
katalog tentang kerusakan perkerasan. Dari beberapa acuan tersebut, pada
umumnya pembagian tipe-tipe kerusakan berbeda-beda. (Hardiyatmo, 2015)
Jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur (aspal), pada umumnya diklasifikasikan
sebagai berikut (Hardiyatmo, 2015):
1) Kerusakan tekstur permukaan: butiran lepas, agregat licin, kegemukan,
stripping, dan terkelupas.
2) Kerusakan lubang, persilangan jalan rel dan tambalan.
3) Deformasi: amblas, bergelombang, sungkur, alur, benjol, mengembang dan
turun.
12
4) Kerusakan di pinggir perkerasan: pinggir pecah/retak dan bahu turun.
5) Retak: melintang, memanjang, diagonal, blok, reflektif, kulit buaya, dan
bentuk bulan sabit.
2.4.1 Deformasi
Deformasi merupakan perubahan permukaan jalan dari profil aslinya (setelah
pembangunan). Deformasi merupakan salah satu kerusakan penting dari kondisi
perkerasan, karena mempengaruhi kualitas kenyamanan lalu lintas (genangan air
yang mempengaruhi kekesatan permukaan, kekasaran). Mengacu pada
AUSTROADS (1987) dan Shahin (1994), beberapa macam tipe deformasi
perkerasan lentur dijelaskan dalam Gambar 2.4 berikut ini (Hardiyatmo, 2015):
1. Bergelombang (corrugation)
2. Amblas (depression)
3. Alur (rutting)
4. Mengembang (swell)
5. Sungkur (shoving)
6. Benjol dan turun (bump and sags)
Gambar 2.4 Tipe-tipe deformasi pada permukaan aspal (Hardiyatmo, 2015).
2.4.1.1 Bergelombang (Corrugation)
Bergelombang atau keriting merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh
terjadinya deformasi plastis yang menghasilkan beberapa gelombang-gelombang
melintang maupun tegak lurus arah perkerasan aspal. Gelombang biasa terjadi pada
titik-titik yang mengalami banyak tegangan horisontal tinngi, yang mana lalu lintas
13
mulai berhenti dan bergerak. Keriting biasanya terjadi akibat kendaraan mengerem
saat turun yang biasanya terjadi pada jalan di bukit, atau pada belokan tajam dan
pada persimpangan. Resiko yang akan terjadi selanjutnya akibat jalan
bergelombang yaitu area yang mengalami keriting akan semakin meluas, selain itu
juga mengurangi kenyamanan dan keselamatan dalam berkendaraan. Kerusakan
bergelombang dapat dilihat pada Gambar 2.5 (Hardiyatmo, 2015).
Gambar 2.5 Kerusakan gelombang, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Kedalaman maksimum dibawah straight-edge, panjang 1,2 m.
2. Panjang perkerasan yang dipengaruhi kerusakan tersebut.
3. Jarak dari puncak ke puncak gelombang keriting.
Kemungkinan cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Perbaikan untuk jalan bergelombang paling baik dilakukan dengan cara
menambal di seluruh kedalaman.
2. Kerusakan keriting dangkal bisa dibongkar dengan mesin pengupas (pavement
milling machine), kemudian diikuti dengan cara memberikan lapis ulang
tambahan (overlay) dari campuran aspal yang panas HMA (hox mix) supaya
struktur perkerasan lebih kuat.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.1 (Hardiyatmo, 2015)
14
Tabel 2.1 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan
gelombang (corrugation)
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Gelombang mengakibatkan sedikit
gangguan kenyamanan kendaraan.
Belum perlu diperbaiki
M Gelombang mengakibatkan agak banyak
mengganggu kenyamana kendaraan.
Rekonstruksi
H Gelombang mengakibatkan banyak
gangguan kenyamanan kendaraan.
Rekonstruksi
Sumber : Hardiyatmo, 2015
2.4.1.2 Amblas (Depression)
Amblas merupakan penurunan perkerasan yang biasanya terjadi pada area
terbatas yang mungkin bisa diikuti dengan retakan. Penurunan yang terjadi dapat
ditandai dengan adanya genangan air pada permukaan perkerasan yang dapat
membahayakan lalu lintas yang melewatinya. Resiko yang akan terjadi selanjutnya
yaitu dapat memicu terjadinya retakan, mengurangi kenyamanan dan keselamatan
kendaraan, dan dapat mengakibatkan hydroplaning apabila amblas digenangi air.
Penurunan perkerasan berbentuk amblas dapat di lihat pada Gambar 2.6.
(Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.6 Penurunan perkerasan berbentuk amblas, Sumber : Hardiyatmo,
2015.
15
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Kedalaman maksimum di bawah straight-edge, panjang 1,2 m. Straight-edge
dengan panjang 1,2 m mungkin belum cukup untuk mengukur kedalaman
penuh dari amblas. lebih baik menggunakan Straight-edge yang panjangnya
3 m atau ditarik dengan benang.
2. Luas daerah yang mengalami amblas.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. perawatan permukaan (surface treatment) atau micro surfacing.
2. untuk area kerusakan yang besar, perbaikan bisa dilakukan dengan menambal
kulitnya (permukaan), atau menambal pada seluruh kedalaman.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.2. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.2 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan
amblas (depression).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Kedalaman maksimum amblas ½ - 1 in.
(13 – 25 mm)
Belum perlu diperbaiki
M Kedalaman maksimum amblas 1- 2 in. (13
– 25 mm)
Penambalan dangkal, parsial
atau seluruh kedalaman
H Kedalaman amblas > 2 in. (51 mm) Penambalan dangkal, parsial
atau seluruh kedalaman
Sumber : Hardiyatmo, 2015
2.4.1.3 Alur (Rutting)
Alur merupakan deformasi permukaan aspal dalam bentuk turunnya
perkerasan ke arah memanjang jalan pada lintasan roda kendaraan. Permukaan jalan
yang membentuk alur-alur terjadi disebabkan oleh beban lalu lintas yang berulang
pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Biasanya alur baru terlihat nampak jelas
ketika sedang hujan dan ketika terjadi genangan air didalamnya. Resiko yang akan
terjadi yaitu terjadi kenaikan perkerasan yang berlebihan disisi alur, mengurangi
kenyamanan dan keselamatan kendaraan, selain itu apabila alur digenangi air alur
16
akan semakin meluas dan dapat mengakibatkan kecelakaan kendaraan. Alur pada
lintasan roda dapat dilihat pada Gambar 2.7. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.7 Alur pada lintasan roda, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Kedalaman maksimum di bawah straight-edge yang panjangnya 1,2 m, dan
dipasang melintang.
2. Panjang alur
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Jika penyebab terjadinya alur karena lemahnya lapis pondasi (base) atau
tanah dasar, pembangunan kembali perkerasan secara total mungkin
diperlukan, termasuk juga penambalan drainase, terutama jika air merupakan
salah satu faktor utama penyebab kerusakan.
2. Jika penyebabnya dipermukaan, perbaaikan permanen diperlukan dengan
menambal di seluruh kedalaman atau memberikan lapis tambahan (ovelay)
campuran aspal panas (hot mix) dengan perataan dan pelapisan permukaan.
Perbaikan alur dengan cara menambal permukaan dimaksudkan untuk
perbaikan sementara.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.3. (Hardiyatmo, 2015)
17
Tabel 2.3 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan
alur (rutting)
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in.
(6 – 16 mm)
Belum perlu diperbaiki; mill
dan lapisan tambahan.
M Kedalaman alur rata-rata ½ - 1 in.
(13 – 25,5 mm)
Penambalan dangkal, parsial
atau seluruh kedalaman;
mill dan lapisan tambahan.
H Kedalaman alur rata-rata > 1 in.
(>25,4 mm)
Penambalan dangkal, parsial
atau seluruh kedalaman;
mill dan lapisan tambahan.
Sumber : Hardiyatmo, 2015
2.4.1.4 Mengembang (Swell)
Mengembang merupakan gerakan ke atas lokal dari perkerasan yang
disebabkan pengembangan (atau pembekuan air) dari tanah dasar atau dari bagian
struktur perkerasan. Perkerasan yang naik disebabkan oleh tanah dasar yang
mengembang sehingga mengakibatkan retaknya permukaan aspal. Resiko
selanjutnya yang terjadi yaitu mengurangi kenyamanan dan membahayakan
keselamatan kendaraan dan memicu terjadinya retakan. Naiknya tanah dasar akibat
pengembangan yang menghasilkan retak parah di permukaaan perkerasan dapat
dilihat pada Gambar 2.8. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.8 Kerusakan Mengembang, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
18
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Ketinggian maksimum cembungan diukur dari puncaknya, dengan
menggunakan straight-edge yang panjangnya 1,2 m atau lebih..
2. Luas kerusakan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Pembongkaran total area yang rusak dan menggantikannya dengan material
baru.
2. Menambal kedalaman.
3. Perataan permukaan dengan cara menimbunnya dengan material baru.
4. Untuk perbaikan permanen, maka dilakukan cara-cara yang bertujuan untuk
menstabilkan kadar air didalam zona struktur perkerasan.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikkannya ditunjukkan dalam Tabel 2.4. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.4 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan
pengembangan (swell).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk
perbaikan
L Pengembangan menyebabkan sedikit
gangguan kenyamanan kendaraan. Kerusakan
ini sulit dilihat, tapi dapat dideteksi dengan
berkendaraan cepat. Gerakan ke atas terjadi
bila ada pengembangan.
Belum perlu
diperbaiki.
M Pengembangan menyebabkan cukup gangguan
kenyamanan kendaraan.
Belum perlu
diperbaiki;
rekonstruksi.
H Pengembangan menyebabkan gangguan besar
pada kenyamanan kendaraan.
Rekonstruksi.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
19
2.4.1.5 Sungkur (Shoving)
Sungkur merupakan perpindahan permanen secara lokal dan memanjang dari
permukaan perkerasan yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Ketika lalu lintas
mendorong perkerasan, maka mendadak timbul gelombang pendek di
permukaannya. Sungkur melintang dapat timbul juga karena gerakan lalu lintas
membelok. Biasanya sungkur juga dapat terjadi pada perkerasan aspal yang
berbatasan dengan perkerasan beton semen Portland (PCC). Perkerasan beton
semakin bertambah panjang (oleh kenaikan suhu) dan menekan perkerasan aspal,
sehingga akibatnya terjadi sungkur. Resiko selanjutnya area yang mengalami
sungkur meluas, mengurangi kenyamanan dan keselamatan kendaraan, dan memicu
terjadinya retakan dan air masuk ke dalam perkerasan. Sungkur akibat beban lalu
lintas berat dapat dilihat pada Gambar 2.9. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.9 Kerusakan Sungkur, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Ketinggian maksimum cembungan diukur dari puncaknya, dengan
menggunakan straight-edge yang panjangnya 1,2 m.
2. Luas kerusakan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Sungkur dangkal bisa dibongkar dengan mesin pengupas (pavement milling
machine), yang diikuti dengan lapis tambahan campuran aspal panas (hot
mix) agar memberikan kekuatan yang cukup pada perkerasan.
2. Perbaikan yang paling baik sebaiknya dengan menambal di seluruh
kedalaman.
20
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.5. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.5 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan
perbaikan sungkur (shoving).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Sungkur menyebabkan sedikit
gangguan kenyamanan kendraan.
Belum perlu diperbaiki;
mill.
M Sungkur menyebabkan cukup
gangguan kendaraan.
Mill; penambalan parsial
atau seluruh kedalaman.
H Sungkur menyebabkan gangguan
besar pada kenyamanan kendaraan.
Mill; penambalan parsial
atau seluruh kedalaman.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.4.1.6 Benjol dan turun (Bump dan Sags)
Benjol merupakan perpindahan atau gerakan ke atas, yang bersifat lokal dan
kecil, dari permukaan perkerasan aspal. Penurunan (sags) yang juga berukuran
kecil, adalah gerakan ke bawah dari permukaan perkerasan (Shahin, 1994).
Kerusakan benjol beda dengan kerusakan sungkur, yang mana kerusakan sungkur
disebabkan oleh perkerasan yang tidak stabil. Resiko lanjutan dari kerusakan
tersebut yaitu mengurangi kenyamanan dan keselamatan kendaraan. Adapun benjol
dengan kerusakan sedang dapat dilihat pada Gambar 2.10. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.10 Benjol dengan tingkat kerusakan sedang, Sumber : Hardiyatmo,
2015.
21
Data yang diperlukan untuk perbaikan. (Hardiyatmo, 2015)
Mengurangi kenyamanan dan keselamatan kendaraan.
Cara perbaikan. (Hardiyatmo, 2015)
1. cold mill.
2. Pelapisan tambahan (overlay).
3. Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.6. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.6 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan
benjol dan turun (bump and sags).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Benjol dan melengkung menyebabkan
sedikit gangguan kenyamanan
kendaraan.
Belum perlu diperbaiki.
M Benjol dan melengkung agak
mengganggukenyamanan kendaraan.
Cold mill; penambalan
dangkal, parsial atau
seluruh kedalaman.
H Benjol dan melengkung mengakibatkan
banyak gangguan kenyamanan
kendaraan.
Cold mill; penambalan
dangkal, parsial atau
seluruh kedalaman; lapisan
tambahan.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.4.2 Retak (Crack)
Retak yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor dan melibatkan mekanisme
yang kompleks. Retak bisa terjadi apabila tegangan tarik yang terjadi pada lapisan
aspal melampau tegangan tarik maksimum yang dapat ditahan oleh perkerasan
tersebut. Perkerasan yang disitu kurang kuat itu tidak mempunyai tahanan terhadap
tegangan tarik yang tinggi. Dalam perancangan, untuk menghitung sebuah tebal
perkerasan maka perkerasan dianggap sebagai bahan yang isotropis dan elastis.
Tegangan dan regangan tarik akan terjadi terutama di bagian bawah lapisan dan
22
hanya sebagian kecil yang terjadi dibagian atasnya, oleh akibat beban lalu lintas.
Untuk mencegah terjadinya retak yang terlalu dini, maka faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam perancangan campuran, seperti berikut ini (Hardiyatmo, 2015):
1. Kadar aspal efektif atau optimum.
2. Tebal lapisan film aspal atau Bitumen Film Thickness (BFT), dan rongga
terisi aspal atau Voids Filled with Binder (VFB), dan rongga dalam mineral
agregat Voids in the Minerals Aggregate (VMA) harus diperhatikan.
3. Sifat rheologi aspal, misalnya penetrasi, kekentalan dan indeks penetrasi.
Pada perkerasan lentur retak dibedakan menurut bentuknya (Hardiyatmo, 2015):
1. Retak memanjang (longitudinal craks).
2. Retak melintang (transverse cracks).
3. Retak diagonal (diagonal cracks).
4. Retak berkelok-kelok (meandering).
5. Retak reflektif sambungan (joint reflective cracks).
6. Retak blok (block cracks).
7. Retak kulit buaya (alligator cracks).
8. Retak slip (slippage cracks) atau retak bentuk bulan sabit (crescent shape
cracks).
2.4.2.1 Retak memanjang ( Longitudinal Cracks)
Kerusakan retak yang berbentuk memanjang pada suatu perkerasan jalan dapat
terjadi dalam bentuk berderet yang sejajar atau bentuk tunggal, dan biasanya sedikit
bercabang. Terjadinya retak memanjang disebabkan karena labilnya lapisan
pendukung dari struktur perkerasan. Resiko lanjutan yang akan terjadi yaitu retak
akan meluas ke seluruh area perkerasan, retak dengan celah yang terlalu besar
memungkinkan air masuk ke lapis pondasi dan tanah dasar sehingga melemahkan
lapisan pendukung perkerasan, selain itu juga mengganggu kenyamanan dan
keselamatan lalu lintas. Adapun gambar retak memanjang dapat dilihat pada
Gambar 2.11. (Hardiyatmo, 2015)
23
Gambar 2.11 Retak memanjang, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Jarak retakan.
2. Panjang dan lebar retak yang dominan.
3. Luas daerah kerusakan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
Cara perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada tingkat kerusakannya
dan ukuran kerusakan.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan pada Tabel 2.7. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.7 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan perbaikan retak
memanjang (Longitudinal Cracks).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in.
(10mm) atau,
2. Retak terisi sembarang lebar
(pengisi kondisi bagus).
Belum perlu diperbaiki;
pengisian retak (seal
cracks) > 1/8 in.
M Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar 3/8 - 3 in. (10
– 76 mm)
Penutupan retak.
24
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
2. Retak tak terisi, sembarang lebar
sampai 3 in. (76 mm) dikelilingi retak
acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar
dikelilingi retak agak acak.
H Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Sembarang retak terisi atau tak terisi
dikelilingi oleh retak acak,
kerusakan sedang sampai tinggi.
2. Retak tak terisi > 3 in. (76 mm).
3. Retak sembarang lebar, dengan
beberapa inci di sekitar retakan,
pecah.
Penutupan retakan;
penambalan kedalaman
parsial.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.4.2.2 Retak melintang (Transverse Cracks)
Retak melintang adalah retakan tunggal (tidak bersambung satu sama lain) yang
melintang perkerasan. Biasanya retak akibat beban berjarak lebar dan mendekati
sama, yaitu sekitar 15 – 20 m. Retak melintang awalnya nampak sebagai retak
rambut, dan dengan berjalannya waktu akan semakin lebar. Retak melintang
biasanya juga dapat terjadi karena akibat gerakan perkerasan akibat perubahan
temperatur dan penuaan akibat penyusutan aspal sebagai bahan pengikat. Resiko
lanjutan yang akan terjadi yaitu retak akan meluas ke area perkerasan, retakan yng
memiliki retakan terlalu besar memungkinkan air akan masuk ke lapis pondasi dan
tanah dasar sehingga melemahkan lapisan pendukung perkerasan, dan juga
mengganggu kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun retak melintang
dapat dilihat pada Gambar 2.12. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.7 Lanjutan
25
Gambar 2.12 Retak melintang, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Jarak retakan.
2. Luas daerah kerusakan.
3. Panjang dan lebar yang dominan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
Perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada tingkat kerusakan dan
ukursan kerusakan. Pemeliharaan dapat dilakukan dengan mengisi retakan akan
mereduksi air yang masuk ke dalam perkerasan. Selain itu juga dapat mencegah
berkembangnya pecahan di bagian pinggir retakan. (Hardiyatmo, 2015)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya sama dengan retak memanjang dapat dilihat pada Tabel 2.7.
(Hardiyatmo, 2015)
2.4.2.3 Retak diagonal (Diagonal Cracks)
Retak diagonal merupakan retakan yang tidak bersambungan satu sama lainnya
yang arahnya diagonal terhadap perkerasan. Retak diagonal timbul akibat beban
kendaraan yang bekerja paling pinggir perkerasan yang mempunyai dukungan
tanah dasar buruk. Akibat beban kendaraan tanah dasar akan mengalami penurunan,
atau daya dukung tanah rendah akibat butiran halus tanah pada bagian pinggir
perkerasan terpompa. resiko lanjutan yang akan terjadi yaitu retak akan meluas ke
seluruh area perkerasan, retakan yang memiliki celah besar memungkinkan air akan
masuk ke dalam lapisan pondasi dan tanah dasar sehingga melemahkan lapisan
26
pendukung perkerasan, dan juga mengganggu kenyamanan dan keselamatan lalu
lintas. Adapun retak diagonal dapat dilihat pada Gambar 2.13. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.13 Retak diagonal, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Luas daerah kerusakan.
2. Panjang dan lebar yang dominan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
Perbaikan atau penutupan retakan dapat di dasarkan pada tingkat kerusakan dan
ukuran kerusakannya.
Secara pendekatan, tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan
pemilihan perbaikan sama dengan retak memanjang dan melintang, sehingga dapat
dipakai Tabel 2.7. (Hardiyatmo, 2015)
2.4.2.4 Retak berkelok-kelok (Meandering Cracks).
Retak berkelok-kelok merupakan retak yang tidak saling berhubungan, arahnya
bervariasi, dan polanya tidak teratur. Resiko selanjutnya yang akan terjadi yaitu
retak akan meluas ke seluruh area perkerasan, retakan yang memiliki celah besar
memungkinkan air akan masuk ke dalam lapisan pondasi dan tanah dasar sehingga
melemahkan lapisan pendukung perkerasan, dan juga mengganggu kenyamanan
dan keselamatan lalu lintas. Adapun retak diagonal dapat dilihat pada Gambar 2.14.
(Hardiyatmo, 2015)
27
Gambar 2.14 Retak berkelok-kelok, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Luas daerah kerusakan.
2. Panjang dan lebar yang dominan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
Perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada tingkat kerusakan dan ukuran
kerusakan.
Secara pendekatan, tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan
pemilihan perbaikan sama dengan retak memanjang dan melintang, sehingga dapat
dipakai Tabel 2.7. (Hardiyatmo, 2015)
2.4.2.5 Retak reflektif sambungan (Joint Reflective Cracks)
Kerusakan retak reflektif sambungan ini biasanya terjadi pada permukaan
perkerasan aspal yang telah dihambarkan di atas perkerasan beton semen portland
(Portland Cement Concrete, PCC). Retak ini terjadi pada lapis tambahan (overlay)
aspal, dimana retak pada lapisan lama belum sempurna diperbaiki. Pola retak dapat
ke arah melintang, memanjang, diagonal atau membentuk blok. Resiko lanjutan
yang akan terjadi yaitu retak akan meluas ke seluruh area perkerasan dan
mengganggu kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun pola retak refleksi
pada lapis permukaan aspal dari perkerasan beton yang diberi lapis tambahan dapat
dilihat pada Gambar 2.15 berikut ini. (Hardiyatmo, 2015)
28
Gambar 2.15 Pola retak refleksi sambungan, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Luas daerah kerusakan.
2. Panjang dan lebar yang dominan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Penambalan di kedalaman parsial.
2. Perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada tingkat kerusakannya
dan ukuran kerusakan.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PC, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya dapat di lihat pada Tabel 2.8. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.8 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan
perbaikan retak reflektif sambungan (joint reflection cracking).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in.
(10mm)
2. Retak terisi sembarang lebar
(pengisi kondisi bagus).
pengisian retak (seal
cracks) > 1/8 in.
M Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 - 3 in.
(10 – 76 mm)
Penutupan retak;
penambalan kedalaman
parsial.
29
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
2. Retak tak terisi, sembarang lebar
sampai 3 in. (76 mm) dikelilingi retak
acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar
dikelilingi retak acak ringan.
H Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Sembarang retak terisi atau tak terisi
dikelilingi oleh retak acak,
kerusakan sedang sampai tinggi.
2. Retak tak terisi > 3 in. (76 mm).
3. Retak sembarang lebar, dengan
beberapa inci di sekitar retakan,
pecah.
Penambalan kedalaman
parsial; rekonstruksi
sambungan.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.4.2.6 Retak kulit buaya (Alligator Cracks)
Retak kulit buaya merupakan retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang
bersegi banyak (poligon) kecil-kecil menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah
lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak kulit buaya disebabkan kare
na perkerasan mengalami kelelahan dari lapis permukaan atau lapis pondasi akibat
beban lalu lintas yang berulang-ulang. Retak kulit buaya hanya terjadi pada daerah
yang di pengaruhi beban kendaraan secara berulang-ulang seperti pada lintasan
roda. Pada daerah yang mengalami retak, biasanya diikuti atau tidak diikuti oleh
penurunan, dan dapat terjadi dimana saja dalam area permukaan perkerasan. Resiko
lanjutan yang akan terjadi yaitu retak akan meluas ke seluruh area perkerasan,
menganggu kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun retak kulit buaya
dapat dilihat pada Gambar 2.16. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.8 Lanjutan
30
Gambar 2.16 Retak kulit buaya, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Luas daerah kerusakan.
2. Lebar retak yang dominan.
3. Lebar sel yang dominan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Lapis tambahan (overlay).
2. Penambalan parsial atau di seluruh kedalaman.
3. Apabila kerusakan akibat drainasenya buruk, maka harus diperbaiki.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya dapat dilihat pada Tabel 2.9. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.9 Tingkat kerusakan aspal, identifikasi dan pemilihan perbaikan retak
kulit buaya (alligator cracking).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Halus, retak rambut/halus memanjang
sejajar satu dengan yang lain, dengan
atau tanpa berhubungan satu sama lain.
Retakan tidak mengalami gompal*.
Belum perlu diperbaiki;
penutup perbaikan; lapisan
tambahan (overlay).
M Retak kulit buaya ringan terus
berkembang ke dalam pola atau jaringan
retakan yang diikuti gompal ringan.
Penambalan parsial, atau
di seluruh kedalaman;
lapisan tambahan;
rekonstruksi.
31
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
H Jaringan dan pola retak telah berlanjut,
sehingga pecahan-pecahan dapat
diketahui dengan mudah, dan terjadi
gompal di pinggir. Beberapa pecahan
mengalami rocking akibat lalu lintas.
Penambalan kedalaman
parsial; lapisan tambahan;
rekonstruksi.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.4.2.7 Retak blok (Block Cracks)
Retak blok merupakan retak yang berbentuk blok-blok besar yang saling
bersambung, dengan ukuran sisi blok 0,20 – 3 meter, dan dapat membentuk sudut
atau pojok yang tajam. Retak blok biasanya juga disebut retak susut, karena retak
ini terjadi akibat penyusutan perkerasan. Retak susut dapat disebabkan oleh
perubahan volume atau penyusutan dari perkerasan aspal, lapis pondasi atau lapis
pondasi bawah. Retak blok sering terjadi pada area yang luas pada perkerasan aspal,
tapi terkadang hanya terjadi pada area yang jarang dilalui lalu lintas. Resiko
lanjutan yang akan terjadi yaitu, retak akan meluas ke seluruh area perkerasan dan
mengganggu kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun retak blok dapat
dilihat pada Gambar 2.17. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.17 Retak blok, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Tabel 2.9 Lanjutan
32
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Luas daerah kerusakan.
2. Lebar retak yang dominan.
3. Lebar sel yang dominan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Pengkasaran dengan pemanas (heater scarify) dan lapis tambahan (overlay).
2. Retak dapat ditutup dengan larutan pengisi. Retak yang besar diisi dengan
larutan emulsi aspal yang diikuti dengan penanganan permukaan atau larutan
pengisi.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya dapat dilihat dalam Tabel 2.10. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.10 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan
retak blok (block cracking).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Retak didefinisikan oleh retak dengan
tingkat kerusakan rendah.
Penutupan retak (seal
cracks) bila retak melebihi
3 mm (1/8”); penutup
permukaan.
M Blok didefinisikan oleh retak dengan
tingkat kerusakan sedang.
Penutupan retak (seal
cracks); mengembalikan
permukaan; dikasarkan
dengan pemanas dan lapis
tambahan.
H Blok didefinisikan oleh retak dengan
tingkat kerusakan tinggi.
Penutupan retak (seal
cracks); mengembalikan
permukaan; dikasarkan
dengan pemanas dan lapis
tambahan.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
33
2.4.2.8 Retak slip (Slippage Cracks) atau retak bentuk bulan sabit (Crescent
Shape Cracks)
Retak slip atau retak yang berbentuk bulan sabit yang diakibatkan oleh gaya-
gaya horisontal yang berasal dari kendaraan. Retak slip terjadi diakibatkan oleh
kurangnya ikatan antara lapisan permukaan dengan lapisan dibawahnya, sehingga
terjadi pergelinciran. Retakan slip biasanya terjadi pada tempat-tempat kendaraan
mengerem, yaitu pada saat turun dari bukit. Resiko lanjutan yang akan terjadi yaitu
retak akan meluas ke seluruh area perkerasan dan juga dapat mengganggu
kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun retak berbentuk bulat sabit atau
retak slip dapat dilihat pada Gambar 2.18. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.18 Retak berbentuk bulan sabit, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Luas daerah keruskan.
2. Lebar retak yang dominan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
Membongkar lapisan aspal yang rusak, kemudian dilakukan penambalan
permukaan.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya dapat dilihat dalam Tabel 2.11. (Hardiyatmo, 2015)
34
Tabel 2.11 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan
retak slip/bentuk bulan sabit (slippage cracking/crescent shape).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Retak rata-rata lebar < 3/8 in. (10mm). Belum perlu perbaikan;
penambalan parsial.
M Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak rata-rata 3/8 – 1,5 in. (10 – 38
mm)
2. Area disekitar retakan pecah, ke
dalam pecahan-pecahan terikat.
Penambalan parsial.
H Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak rata-rata > 1/2 in. (>38 mm)
2. Area disekitar retakan pecah, ke
dalam pecahan-pecahan mudah
terbongkar.
Penambalan parsial.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.4.3 Kerusakan di pinggir perkerasan
Kerusakan dipinggir perkerasan merupakan retak yang terjadi di sepanjang
pertemuan antara permukaan perkerasan aspal dan bahu jalan, terlebih apabila bahu
jalan tidak tertutup. Akibat dari kerusakan pinggir (Hardiyatmo, 2015):
a. Air masuk kedalam lapis pondasi (base).
b. Lebar perkerasan berkurang.
c. Kehilangan kenyamanan kendaraan, dan dan bisa mengakibatkan
kecelakaan.
d. Terjadi erosi pada bahu jalan karena terjadi alur di pinggir perkerasan.
Mengacu pada AUSTROADS (1987), kerusakan dipinggir perkerasan aspal
dapat dibedakan menjadi beberapa macam berikut ini:
1. Retak pinggir (edge cracking) / pinggir pecah (edge breaks)
2. Pinggir turun (edge drop-off).
35
2.4.3.1 Retak Pinggir (Edge Cracking)
Retak pinggir biasanya terjadi sejajar dan terkadang melengkung dipinggir
perkerasan dengan jarak berkisar 0,3 – 0,6 m dari pinggir. Retak ini terjadi
diakibatkan karena dukungan material pada bahu yang lemah atau kelembaban air
yang terlalu tinggi. Resiko yang akan terjadi yaitu, air akan masuk pada lapis
pondasi, akan terjadi alur di pinggir dapat mengakibatkan erosi pada bahu jalan,
dan kehilangan kenyamanan kendaraan dan dapat menyebabkan kecelakaan.
Adapun retak pinggir dapat dilihat pada Gambar 2.19. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.19 Retak pinggir, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Panjang retakan.
2. Lebar retak maksimum.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Penambalan parsial.
2. Jika yang jadi penyebab kerusakan pecah itu air, maka harus dibuatkan
drainase.
3. Penutupan retakan / penutupan permukaan.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan pada Tabel 2.12. (Hardiyatmo, 2015)
36
Tabel 2.12 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan
perbaikan retak pinggir (edge cracking).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Retak sedikit sampai dengan tanpa
pecahan atau butiran lepas.
Belum perlu perbaikan;
penutupan retak untuk
retakan > 1/8 in. (3 mm).
M Retak sedang dengan beberapa pecahan
dan butiran lepas.
Penutup retak;
Penambalan parsial.
H Banyak pecahan atau butiran lepas di
sepanjang tepi perkerasan.
Penambalan parsial.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.4.3.2 Jalur/ Bahu turun (Lane/Shoulder Drop-off)
Jalur/bahu jalan turun merupakan beda elevasi antar pinggir perkerasan dan
bahu jalan. Hal tersebut tidak penting dipertimbangkan bila selisih tinggi bahu dan
perkerasan kurang dari 10 – 15 mm. Resiko lanjutan yang terjadi yaitu, air akan
masuk ke dalam lapis pondasi, terjadinya alur dipingir dapat mengakibatkan erosi
pada bahu jalan, dan juga kehilangan kenyamanan kendaraan, dan dapat
menyebakan kecelakaan. Adapun bahu jalan turun terhadap perkerasan aspal dapat
dilihat pada Gambar 2.20. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.20 Bahu jalan turun terhadap perkerasan, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
37
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Panjang yang dipengaruhi oleh penurunan.
2. Tinggi penurunan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Untuk beda tinggi yang besar, bahu jalan harus ditinggikan dengan lapis
tambahan (overlay).
2. Apabila bahu jalan tidak diperkeras, maka dibongkar dan material yang
jelek diganti dengan material yang lebih bagus dan dipadatkan.
3. Jika drainasenya yang buruk, maka harus dibuatkan lagi drainase yang lebih
baik.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan pada Tabel 2.13. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.13 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan
perbaikan jalur/bahu jalan turun (lane/shoulder drop-off).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Beda elevasi antara pinggir perkerasan
dan bahu jalan 1 -2 in. (25 – 51 mm).
Perataan kembali dan bahu
diurug agar elevasi sama
dengan tinggi jalan. M Beda elevasi > 2 - 4 in. (51 – 102 mm).
H Beda elevasi > 4 in. (102 mm).
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.3.3 Kerusakan tekstur perkerasan
Kerusakan tekstur permukaan adalah kehilangan material perkerasan secara
berangsur-angsur dari lapis permukaan ke arah bawah. Perkerasan akan nampak
seakan pecah menjadi beberapa bagian-bagian kecil seperti, pengelupasan akibat
terbakar sinar matahari, atau mempunyai garis-garis goresan yang sejajar. Beberapa
kerusakan yang tidak diperbaiki akan mengakibatkan berkurangnya kualitas
strutkur perkerasan.
38
Kerusakan tekstur permukaan aspal dapat dibedakan menjadi (Hardiyatmo, 2015) :
1. Kegemukan (bleeding)
2. Butiran lepas (raveling)
3. Stripping.
4. Agregat licin (polished aggregate)
5. Terkelupas (delamination)
2.3.3.1 Butiran lepas dan pelapukan (Weathering and Raveling)
Butiran lepas (raveling) dan pelapukan merupakan disintegrasi permukaan
perkerasan aspal melalui pelepasan partikel agregat yang berkelanjutan, yang
berawal dari permukaan perkerasan menuju ke bawah atau dari pinggir kedalaman
lepasnya butiran biasanya terjadi akibat beban lalu lintas di musim hujan yaitu,
ketika kekakuan bahan pengikat aspal tinggi. Resiko yang akan terjadi, air dapat
masuk ke dalam lapis permukaan, butiran lepas meluas ke seluruh area perkerasan,
dan kendaraan mudah tergelincir. Adapun rusaknya permukaan perkerasan akibat
butiran lepas (raveling) dapat dilihat pada Gambar 2.21. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.21 Kerusakan butiran lepas (raveling), Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
Luas daerah kerusakan dalam m2.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
Perawatan permukaan dengan menggunakan chip seal atau slurry seal.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikan ditunjukkan pada Tabel 2.14. (Hardiyatmo, 2015)
39
Tabel 2.14 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan
perbaikan pelapukan dan butiran lepas (weathering and raveling).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Agregat atau bahan pengikat mulai
lepas. Di beberapa tempat, permukaan
mulai berlubang. Jika ada tumpahan
oli; genangan oli dapat terlihat, tapi
permukaannya keras, tak dapat
ditembus mata uang logam.
Belum perlu perbaikan;
penutupan permukaan;
perawatan permukaan.
M* Agregat atau pegikat lepas. Tekstur
permukaan agak kasar dan berlubang.
Jika ada tumpahan oli permukaannya
lunak, dan dapat ditembus mata uang
logam.
Penutupan permukaan;
perawatan permukaan;
lapisan tambahan.
H* Agregat atau pengikat telah banyak
lepas,. Tekstur permukaan sangat kasar
dan mengakibatkan banyak lubang.
Diameter luasan lubang < 4 in. (10
mm) dan kedalaman ½ in. (13 mm).
Luas lubang lebih besar dari ukuran ini,
dihitung sebagai kerusakan lubang
(pothole). Jika ada tumpahan oli
permukaannya lunak, pengikat aspal
telah hilang ikatannya sehingga agregat
menjadi longgar.
Penutupan permukaan;
lapisan tambahan; recycle;
rekonstruksi.
*Bila lokal, yaitu akibat tumpahan oli, maka ditambal secara parsial.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
40
2.4.4.2 Kegemukan (Bleeding/Flushing)
Kegemukan merupakan hasil dari aspal pengikat yang berlebihan, yang
berimigrasi ke atas permukaan perkerasan. Kegemukan juga menyebabkan
tenggelamnya agregat (parsial maupun keseluruhan) ke dalam pengikat aspal yang
menyebabkan berkurangnya kontak antara ban kendaraan dan batuan. Resiko
lanjutan yang terjadi yaitu akan kehilangan kenyamanan dalam berkendaraan.
Adapun kegemukan karena kadar aspal terlalu tinggi dapat dilihat Gambar 2.22.
(Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.22 Kegemukan karena kadar aspal tinggi, Sumber: Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Luas daerah kerusakan.
2. Persen area kerikil/batuan yang terbenam.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Apabila kegemukan ringan, perawatan dilakukan dengan agregat seal coat,
dengan menggunakan agregat yang mudah menyerap.
2. Pemberian pasir panas atau batu saring panas mengimbangi kelebihan aspal.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifiksi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.15. (Hardiyatmo, 2015)
41
Tabel 2.15 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan
perbaikan kegemukan (bleeding).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Kegemukan terjadi hanya pada derajat
rendah, dan nampak hanya beberapa
hari dalam setahun. Aspal tidak
melekat pada sepatu atau roda
kendaraan.
Belum perlu perbaikan.
M Kegemukan telah mengakibatkan aspal
melekat pada sepatu atau roda
kendaraan, paling tidak bebrapa minggu
dalam setahun.
Tambahkan pasir/agregat
dan padatkan.
H Kegemukan telah begitu nyata dan
banyak aspal melekat pada sepatu dan
roda kendaraan, paling tidak lebih dari
bebrapa minggu dalam setahun.
Tambahkan pasir/agregat
dan padatkan.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.4.4.3 Agregate Licin (Polished Aggregate)
Agregat licin merupakan licinnya permukaan bagian atas perkerasan akibat
ausnya agregat dipermukaan. Resiko lanjutan yang akan terjadi yaitu kan
mengganggu kenyamanan dan keselamatan lalu lintas. Adapun agregat licin akibat
aus dapat dilihat pada Gambar 2.23. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.23 Agregat licin akibat aus, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
42
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
Luas daerah kerusakan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Membersihkan bahan-bahan yang bisa membuat aus agregat di lapisan
permukaan.
2. Pelapisan ulang (overlay).
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan pada Tabel 2.16. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.16 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan
perbaikan agregat licin (polished aggregate).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
Tidak ada definisi kerusakan. Tetapi,
derajat keliciinan harus nampak
signifikan, sebelum dilibatkan dalam
survei kondisi dan dinilai sebagai
kerusakan.
Belum perlu diperbaiki;
peraatan permukaan; mill
dan lapisan tambahan.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.4.4.4 Pengelupasan (Delamination)
Pengelupasan merupakan kerusakan permukaan yang terjadi oleh akibat
terkelupasnya lapisan aus dari permukaan perkerasan. Resiko lanjutan yang akan
terjadi yaitu akan menyebabkan genangan air hujan, dan juga dapat mengganggu
kenyamanan lalu lintas. Adapun kerusakan pengelupasan dapat dilihat pada
Gambar 2.24. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.24 Pengelupasan (delamination), Sumber : Hardiyatmo, 2015.
43
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
Luas daerah kerusakan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
Pengahamparan lapis tambahan (overlay).
2.4.4.5 Stripping
Stripping merupakan suatu kondisi hilangnya agregat kasar dari bahan penutup
yang disemprotkan, yang kemudian menyebabkan bahan pengikat dalam kontak
langsung dengan ban. Pada musim panas, aspal biasanya dapat tercabut dan melekat
ke ban kendaraan. Rekiso lanjutan yang akan terjadi yaitu, meluasnya area yang
mengalami stripping dan juga berkurangnya kenyamanan dan keselamatan
kendaraan. Adapun stripping dapat dilihat pada Gambar 2.25. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.25 Stripping, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Luas daerah kerusakan.
2. Persen kerikil/batuan dalam area rusak.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
Penghamparan lapis tambahan (overlay) tipis.
44
2.4.5 Lubang (Potholes)
Lubang merupakan lekukan atau lubang di permukaan perkerasan akibat
hilangnya lapis aus dan material lapis pondasi (base). Kerusakan lubang yang kecil
biasanya berdiameter kurang dari 0,9 m dan dan berbentuk mangkuk. Lubang dapat
terjadi akibat galian utilitas atau tambalan di area perkerasan yang telah ada.
Lubang terjadi ketika beban lalu lintas menggerus bagian-bagian kecil permukaan
perkerasan sehingga air bisa masuk. Air yang masuk kedalam lubang dan lapis
pondasi akan mempercepat kerusakan jalan. Resiko lanjutan yang terjadi yaitu,
lubang atau kerusakan akan meluas karena air dapat masuk ke dalam lapis
permukaan dan juga hilangnya kenyamanan kendaraan, dan dapat mengakibatkan
kecelakaan. Adapun lubang yang tergenang air akibat drainase buruk dapat dilihat
pada Gambar 2.26. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.26 Kerusakan Lubang, Sumber: Hardiyatmo, 2015.
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Luas lubang.
2. Kedalaman lubang.
3. Jumlah lubang.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Perbaikan sementara dapat dilakukan dengan cara membersihkan lubang dan
mengisinya dengan campuran aspal dingin yang khusus untuk tambalan.
2. Perbaikan permanen dilakukan dengan penambalan di seluruh kedalaman.
45
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan pada Tabel 2.17. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.17 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pemilihan
perbaikan lubang (photoles).
Kedalaman
maksimum
Diameter rata-rata lubang
4 – 8 in.
(102 – 203 mm)
8 – 18 in.
(203 -457 mm)
18 – 30 in.
(457 – 762 mm)
½ - 1 in.
(12,7 – 25,4 mm)
L L M
>1 – 2 in.
(25,4 – 50,8 mm)
L M H
>2 in.
(50,8 mm)
M M H
L : Belum perlu diperbaiki; penambalan parsial atau diseluruh kedalaman.
M : Penambalan parsial atau diseluruh kedalaman.
H : Penambalan di seluruh kedalaman.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.4.6 Tambalan dan tambalan galian utillitas (Patching and Utility Cut
Patching)
Tambalan (patch) merupakan penutup bagian perkerasan yang mengalami
perbaikan. Kerusakan tambalan dapat diikuti/tidak diikuti oleh hilangnya
kenyamanan kendaraan (kegagalan fungsional) atau rusaknya struktur perkerasan.
Kerusakan tambalan dapat terjadi karena permukaannya yang menonjol atau
amblas terhadap permukaan perkerasan. Resiko lanjutan yang akan terjadi yaitu
tambalan yang amblas meluas dan kehilangan kenyamanan kendaraan. Adapun
tambalan dapat dilihat pada Gambar 2.27. (Hardiyatmo, 2015)
Gambar 2.27 Tambalan, Sumber : Hardiyatmo, 2015.
46
Data yang diperlukan untuk perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Jumlah tambalan dalam area yang diperhatikan.
2. Luas masing-masing tambalan.
Cara perbaikan (Hardiyatmo, 2015)
1. Dilakukan penambalan permukaan untuk perbaikan sementara.
2. Perbaikan atau penggantian tambalan di seluruh kedalaman untuk perbaikan
permanen.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
perbaikannya ditunjukkan dalam Tabel 2.18. (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.18 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan
tambalan dan tambalan galian utilitas (patching and utility cut patching).
Tingkat
kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Tambalan dalam kondisi baik dan
memuaskan. Kenyamanan kendaraan di
nilai terganggu sedikit atau lebih baik.
Belum perlu perbaikan.
M Tambalan sedikit rusak dan/ atau
kenyamanan kendaraan agak terganggu.
Belum perlu diperbaiki;
tambalan dibongkar.
H Tambalan sangat rusak dan atau
kenyamanan kendaraan sangat
terganggu.
Tambahkan dibongkar.
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
2.5 Penilaian Kondisi Jalan Menurut Bina Marga
Penilaian kondisi jalan dengan metode Bina Marga yaitu dengan cara manual
melakukan pengamatan visual dan dengan mengidentifikasi sesuai dengan jenis dan
tingkat kerusakannnya. Manual survei kondisi jalan mencakup ketentuan umum
dan ketentuan teknis, didalam ketentuan umum dan ketentuan teknis memuat
metode survei kondisi jalan (Bina Marga, 2011).
47
Gambar 2.28 Tinjauan Permukaan Jalan (Kementerian Pekerja Umum, 2011)
Penentuan nilai kondisi jalan dilakukan dengan menjumlahkan setiap angka dan
nilai untuk masing-masing keadaan kerusakan. Perhitungan urutan prioritas (UP)
kondisi merupakan fungsi dari kelas LHR (Lalu lintas Harian Rata-rata) dan nilai
kondisi jalannya, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Bina
Marga, 2011):
UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan) (1)
Keterangan :
kelas LHR = kelas lalu lintas untuk pekerjaan pemeliharaan. (ditunjukan
pada Tabel 2.19)
Urutan prioritas 0 – 3, menandakan bahwa jalan harus dimasukkan dalam
program peningkatan.
Urutan prioritas 4 – 6, menandakan bahwa jalan perlu dimasukkan dalam
program pemeliharaan berkala.
Urutan prioritas > 7, menandakan bahwa jalan tersebut cukup dimasukkan dalam
program pemeliharan rutin.
48
Tabel 2.19 Kelas Lalu Lintas untuk Pekerjaan Pemeliharaan
Kelas Lalu
Lintas LHR
0 < 20
1 20 – 50
2 50 – 200
3 200 – 500
4 500 - 2.000
5 2.000 - 5.000
6 5.000 - 20.000
7 20.000 - 50.000
8 > 50.000
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2011
Pemeliharaan jalan merupakan kegiatan atau upaya penanganan jalan, berupa
pencegahan, perawatan, dan perbaikan yang diperlukan untuk mempertahankan
kondisi jalan agar tetap berfungsi secara optimal untuk melayani lalu lintas
sehingga umur rencana yang ditetapkan bisa tercapai. (Kementerian PU, 2011)
Jalan dengan kondisi pelayanan yang baik adalah ruas-ruas jalan dengan kondisi
baik atau sedang sesuai umur rencana yang diperhitungkan serta mengikuti suatu
standar tertentu. (Kementerian PU, 2011)
Prosedur Metode Bina Marga (Kementerian PU, 2011)
1. Tetapkan jenis jalan dan kelas jalan
2. Hitung LHR untuk jalan yang disurvey dan tetapkan nilai kelas jalan dengan
menggunakan Tabel 2.19
3. Mentabelkan hasil survei dan pengelompokkan data sesuai dengan jenis
kerusakan.
4. Menghitung parameter untuk setiap jenis kerusakan dan melakukan penilaian
terhadap setiap jenis kerusakan berdasarkan Tabel 2.20
49
Tabel 2.20 Tabel Penentuan Angka Kondisi Berdasarkan Jenis Kerusakan
Jenis Kerusakan Tipe Angka
Retak-retak
(Cracking) Buaya 5
Acak 4
Melintang 3
Memanjang 1
Tidak Ada 1
Lebar > 2 mm 3
Lebar 1 - 2 mm 2
Lebar < 1 mm 1
Tidak Ada 0
Luas > 30% 3
Luas 10% - 30% 2
Luas < 10% 1
Tidak Ada 0
Alur Kedalaman > 20 mm 7
Kedalaman 11-20 mm 5
Kedalaman 6-10 mm 3
Kedalaman 0-5 mm 1
Tidak Ada 0
Tambalan dan
Lubang Luas > 30% 3
Luas 20 - 30% 2
Luas 10 - 20% 1
Luas <10% 0
Kekasaran
Permukaan Disintegration 4
Pelepasan Butir 3
Rough 2
Fatty 1
Close Texture 0
Amblas > 5/100 m 4
2- 5/100 m 2
0 - 2/100 m 1
Tidak Ada 0
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2011
5. Menjumlahkan setiap angka untuk semua jenis kerusakan, dan menetapkan
nilai kondisi jalan berdasarkan Tabel 2.21
50
Tabel 2.21 Penetapan Nilai Kondisi Jalan Berdasarkan Total Angka Kerusakan
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, 2011
6. Menghitung nilai prioritas kondisi jalan dengan menggunakan persamaan
berikut :
Nilai Prioritas = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan) (2)
2.6 Penilaian Kondisi Jalan dengan Pavement Condition Index (PCI)
Perhitungan dengan mengunakan metode PCI yaitu pengamatan dilakukan
secara visual dengan mengidentifikasi kerusakan yang ada di lapangan. Data yang
di dapat dari survei memeberikan suatu penyelesaian masalah kerusakan yang lebih
mudah jika dibandingkan dengan metode SDI karena dalam pencatatan data jenis
kerusakan dan tingkat keparahan kerusakan jalan lebih detail. (Hardiyatmo, 2015)
Pengelompokan klasifikasi kondisi jalan berdasarkan nilai PCI disajikan dalam
Tabel 2.22 (Hardiyatmo, 2015)
Tabel 2.22 Hubungan Nilai PCI dengan Tingkat Kondisi Jalan.
Nilai PCI Kondisi Jalan
86 – 100 SEMPURNA (excellent)
71 – 85 SANGAT BAIK (very good)
56 – 70 BAIK (good)
41 – 55 SEDANG (fair)
26 – 40 BURUK (poor)
10 – 25 SANGAT BURUK (very poor)
0 – 10 GAGAL (failed)
Sumber : Hardiyatmo, 2015.
Total Angka Kerusakan Nilai Kondisi
Jalan
26 - 29 9
22 – 25 8
19 – 21 7
16 – 18 6
13 – 15 5
10 – 12 4
7 – 9 3
4 – 6 2
0 – 3 1
51
Prosedur Metode PCI (Hardiyatmo, 2015)
1. Menetapkan deduct value
a. Jumlahkan total tiap tipe kerusakan pada masing-masing tingkat
keparahan.
b. Bagi hasil perhitungan a) dengan total ruas jalan untuk mencari
keraparan (density) yang dirumuskan sebagai berikut:.
Kerapatan (density) (%) = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔
𝐴𝑥 100%
c. Menentukan deduct value untuk masing-masing tipe kerusakan dan
kombinasi tingkat keparahan berdasarkan Gambar 2.29 kurva
penentuan deduct value.
Gambar 2.29 kurva penentu deduct value, Sumber: Hardiyatmo,2015.
2. Menentukan nilai izin dari deduct (m)
a. Jika hanya satu deduct value dengan nilai > 5 untuk lapangan udara dan
> 2 untuk jalan, maka total deduct value digunakan sebagai corrected
deduct value, jika tidak maka dilanjutkan pada tahap berikut ini,
b. Urutkan deduct value dari nilai terbesar,
c. Menentukan nilai m dengan menggunakan rumus :
m = 1 + (9/98)*(100 – HDV) (3)
52
Dimana : m = nilai izin deduct
HDV = nilai tertinggi dari deduct.
d. Masing-masing deduct value dikurangkan terhadap m. Jika jumlah nilai
hasil pengurangan yang lebih kecil dari m ada maka semua deduct value
dapat digunakan.
3. Menentukan CDV Maksimum (Corrected Deduct Value)
a. Menentukan jumlah nilai deduct yang lebih besar dari 2 (q).
b. Menentukan nilai total deduct dengan menjumlahkan tiap nilai deduct.
c. Menentukan CDV dari perhitungan a) dan b) dengan menggunakan
kurva koreksi nilai deduct, seperti tersaji pada Gambar 2.30
Gambar 2.30 Hubungan Antara Total Deduct Value (TDV) dan CDV.
Sumber: Hardiyatmo, 2015.
d. Nilai deduct terkecil dikurangkan terhadap 2.0 kemudian ulangi
langkah a) sampai c) hingga memperoleh nilai q = 1.
e. CDV maksimum adalah CDV terbesar pada proses iterasi diatas.
4. Menghitung PCI (Pavement Condition Index) dengan rumus :
PCI = 100 – CDVmaks (4)
53
2.7 Penanganan Jalan
Penanganan yang diterapkan pada suatu ruas jalan tergantung dari identifikasi
yang dilakukan. Penanganan dapat dilakukan terhadap perkerasan dan atau
geometrik jalan, serta pada struktur jembatan. (Bina Marga, No.
018/T/BNKT/1990).
Jenis-jenis penanganan jalan menurut Tata Cara Penyusunan Progam
Pemeliharaan Jalan Kota No. 018/T/BNKT/1990 yaitu sebagai berikut :
a. Pemeliharaan jalan adalah penanganan jalan yang meliputi perawatan,
rehabilitasi, penunjangan, dan peningkatan.
b. Pemeliharaan rutin adalah penanganan yang diberikan hanya terhadap lapis
permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (Riding
Quality), tanpa meningkatkan kekuatan struktural, dan dilakukan sepanjang
tahun.
c. Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan yang dilakukan terhadap jalan pada
waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya meningkatkan
kemampuan struktural.
d. Peningkatan maksud peningkatan adalah penanganan jalan guna memperbaiki
pelayanan jalan yang berupa peningkatan struktural dan atau geometriknya agar
mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan.
Penanganan Kerusakan
1. Metode Perbaikan P1 (Penebaran Pasir)
a. Jenis kerusakan
Lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan.
b. Langkah penanganan
1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.
2. Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki.
3. Membersihkan daerah dengan air compressor.
4. Menebarkan pasir kasar atau agregat halu dengan tebal > 10 mm di atas
permukaan yang rusak.
54
5. Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan (berat 1 – 2 ton) sampai diperoleh
permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95.
6. Membersihkan tempat pekerjaan dari sisa bahan dan alat pengaman.
7. Demobiltas.
2. Metode Perbaikan P2 (Laburan Aspal Setempat)
a. Jenis kerusakan
1. Kerusakan tepi bahu jalan beraspal.
2. Retak kulit buaya dengan lebar < 2 mm.
3. Retak melintang, retak diagonal dan retak memanjang dengan lebar retak < 2mm.
4. Terkelupas.
b. Langkah penanganan
1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.
2. Memberikan tanda pasa jalan yang akan diperbaiki.
3. Membersihkan daerah dengan air compressor.
4. Menebarkan pasir kasar atau agregat halus dengan tebal 5 mm di atas permukaan
yang rusak hingga rata.
5. Melakukan pemadatan dengan mesin pneumatic sampai diperoleh permukaan
yang rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95 %.
6. Membersihkan tempat pekerjaan dari sisa bahan dan alat pengaman.
3. Metode Perbaikan P3 (Melapisi Retak)
a. Jenis kerusakan
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan < 3 mm.
b. Langkah penanganan
1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.
2. Memberikan tanda pasa jalan yang akan diperbaiki.
3. Membersihkan daerah dengan air compressor.
4. Membuat campuran aspal emulsi dan pasir kasa dengan menggunakan Concrete
Mixer dengan komposisi sebagai berikut : Pasir 20 Liter , Aspal emulsi 6 Liter.
5. Menyemprotkan tack coat dengan aspal emulsi jenis RC (0,2 lt/m) di daerah yang
akan diperbaiki.
55
6. Menebarkan dan meratakan campuran aspak di atas permukaan yang terkena
kerusakan hingga rata.
7. Melakukan kepadatan ringan (1 – 2 ton) sampai diperoleh permukaan yang
rata dan mempunyai kepadatan optimal yaitu mencapai 95 %.
8. Membersihkan tempat pekerjaan dari sisa bahan dan alat pengaman.
4. Metode Perbaikan P4 (Pengisian Retak)
a. Jenis kerusakan
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retak < 3 mm.
b. Langkah penanganan
1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.
2. Memberikan tanda pasa jalan yang akan diperbaiki.
3. Membersihkan daerah dengan air compressor.
4. Mengisi retakan dengan dengan aspal tack back (2 lt/m2) menggunakan aspal
spayer.
5. Menebarkan pasir kasar atau agregat halus dengan tebal > 10 mm di atas
permukaan yang rusak.
6. Melakukan pemadatan dengan baby roller minimal 3 lintasan.
7. Mengangkat kembali rambu pengaman dan beersihkan lokasi dari sisa bahan.
8. Demobilitas
5. Metode Perbaikan P5 (Penambalan Lubang)
a. Jenis kerusakan
1. Lubang dengan kedalaman > 50 mm.
2. Retak kulit buaya ukuran > 3 mm.
3. Bergelombang dengan kedalaman > 30 mm.
4. Alur dengan kedalaman > 30 mm.
5. Amblas dengan kedalaman > 50 mm.
6. Kerusakan tepi perkerasan jalan
b. Langkah penanganan
1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.
2. Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki.
56
3. Menggali material sampai mencapai material di bawahnya (biasanya kedalaman
pekerjaan jalan 150 – 200 mm, harus diperbaiki).
4. Membersihkan daerah yang diperbaiki dengan air compressor.
5. Memeriksa kadar air optimum material pekerjaan jalan yang ada. Menambahkan
air jika kering hingga keadaan optimum. Menggali material jika basah dan
biarkan sampai kering.
6. Memadatkan dasar galian dengan menggunakan pemadat tangan
7. Mengisi galian dengan bahan pondasi agregat yaitu kelas A atau kelas B (tebal
maksimum 15 cm), kemudian memadatkan agregat dalam keadaan kadar
optimum air sampai kepadatan maksimum.
8. Menyemprotkan lapis serap ikat (pengikat) prime coat jenis RS dengan takaran
0,5 lt/m2. Untuk Cut Back jenis MC-30 atau 0,8 lt/ m2 untuk aspal emulsi.
9. Mengaduk agregat untuk campuran dingin dalam Concrete Mixer dengan
perbandingan agregat kasar dan halus 1,5 : 1. Kapasitas maksimum aspalt mixer
kira-kira 0,1 m3. Untuk campuran dingin, menambahkan semua agregat 0,1 m3
sebelum aspal. Menambahkan aspal dan mengaduk selama 4 menit siapkan
campuran aspal dingin secukupnya untuk keseuruhan dari pekerjaan ini.
10. Menebarkan dan memadatkan campuran aspal dingin dengan tebal maksimum
40 mm sampai diperoleh permukaan yang rata dengan menggunakan alat perata.
11. Memadatkan dengan Baby Roller minimum 5 lintasan, material ditambahkan
jika diperlukan.
12. Membersihkan lapangan dan memeriksa peralatan dengan permukaan yang ada.
6. Metode Perbaikan P6 (Perataan)
a. Jenis kerusakan
1. Lubang dengan kedalaman < 50 mm.
2. Bergelombang dengan kedalaman < 30 mm.
3. Lokasi penurunan dengan kedalaman < 50 mm.
4. Alur dengan kedalaman < 30 mm.
5. Jembul dengan kedalaman < 50 mm.
6. Kerusakan tepi perkerasanjalan
57
b. Langkah penanganan
1. Memobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.
2. Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki.
3. Membersihkan daerah yang diperbaiki dengan air compressor.
4. Menyemprotkan tack coat dari jenis RS pada daerah kerusakan 0,5 lt/m2 untuk
aspal emulsi atau 0,2 lt/m2 untuk cut back dengan aspalt ketlle/ kaleng
berlubang.
5. Mengaduk agregat untuk campuran dingin dengan perbandingan 1,5 agregat
kasar : 1,0 agregat halus. Kapasitas maksimum mixer kira-kira 0,1 m3. Untuk
campuran dingin ditambahkan agregat 0,1 m3 sebelum aspal.
6. Menambahkan material aspal dan m engaduk selama 4 menit. Siapkan campuran
aspal dingin kelas A, kelas C, kelas E, atau campuran aspal beton secukupnya
sampai pekerjaan selesai.
7. Menghamparkan campuran aspal dingin pada permukaan yang telah ditandai,
sampai ketebalan diatas permukaan minimum 10 mm.
8. Memadatkan dengan Baby Roller (minimum 5 lintasan) sampai diperoleh
kepadatan optimum.