BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

26
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah Menurut Jaya (1999 :11), keuangan daerah adalah seluruh tatanan perangkat kelembagaan dan kebijaksanaan anggaran daerah yang meliputi pendapatan dan belanja daerah. Menurut Mamesah (1995 :16), keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimulai dalam penjelasan Pasal 156 Ayat 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Hak daerah tersebut meliputi :

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Keuangan Daerah

Menurut Jaya (1999 :11), keuangan daerah adalah seluruh tatanan perangkat

kelembagaan dan kebijaksanaan anggaran daerah yang meliputi pendapatan dan

belanja daerah. Menurut Mamesah (1995 :16), keuangan daerah adalah semua hak

dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik

berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum

dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak lain sesuai

dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimulai dalam penjelasan Pasal 156

Ayat 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, keuangan

daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang

dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang

berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Hak daerah tersebut

meliputi :

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

2

1) Hak menarik pajak daerah,

2) Hak untuk menarik retribusi daerah,

3) Hak mengadakan pinjaman, dan

4) Hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pasar.

Sedangkan kewajiban daerah meliputi :

1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia,

2) Memajukan kesejahteraan umum,

3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

4) Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian

abadi dan keadilan sosial.

Berdasarkan pengertian diatas, pada prinsipnya keuangan daerah mengandung

unsur pokok yaitu hak daerah, kewajiban daerah dan kekayaan yang berhubungan

dengan hak dan kewajiban tersebut.Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah

segala hak yang melekat pada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang digunakan dalam usaha pemerintahan daerah mengisi kas daerah.Kewajiban

daerah juga merupakan bagian pelaksanaan tugas-tugas pemerintah pusat sesuai

dengan UUD 1945.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

3

2.1.2 Ruang lingkup Keuangan Daerah

Ruang lingkup keuangan daerah ini berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan

Pemerintah No. 58 Tahun 2005 yang mengacu pada ruang lingkup keuangan negara

menurut Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003, bedanya pada ruang lingkup keuangan

daerah tidak ada ruang lingkup yang menyangkut kekayaan pihak lain yang diperoleh

dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.Menurut Abdul Halim

(2002:7) mengemukakan bahwa ruang lingkup keuangan daerah sendiri atas

keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan

Yang termasuk keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah.

Di pihak lain, keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD).

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan tentang ruang lingkup keuangan daerah

adalah sebagai berikut :

1) Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta

melakukan pinjaman,

2) Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerinth daerah dan

membayar tagihan pihak ketiga,

3) Penerimaan daerah,

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

4

4) Pengeluaran daerah,

5) Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat

berharga, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah,

6) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan atau kepentingan umum.

Bendahara daerah adalah mereka yang ditugaskan untuk menerima,

menyimpan, membayar atau menyerahkan uang daerah, surat berharga, barang-

barang milik daerah dan tanggungjawab kepada kepala daerah.Sebagaimana halnya

dengan sistem Pengurusan Keuangan Negara, pada Pengurusan Keuangan Daerah

terdiri dari :

(1) Pengurus Umum (Pengurusan Administrasi)

Mengandung hak pengurusan serta memberikan Perintah Menagih dan

Perintah Membayar.Pelaksanaan pengurusan umum ini membawa akibat

pengeluaran dari mendatangkan penerimaan guna menutup pengeluaran-

pengeluaran daerah.

(2) Pengurus Khusus (Pengurus Bendahara)

Mengandung unsur kewajiban yaitu menerima, menyimpan,

mengeluarkan atau membayar uang atau yang disamakan dengan uang

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

5

dan barang milik daerah dan selanjutnya mempertanggungjawabkan

kepada kepala daerah.

Akan tetapi dengan mengingat prinsip-prinsip organisasi dalam rangka

efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di daerah, maka wewenang

pengurus tersebut, masing-masing dilakukan secara terpisah antara pejabat otorisator,

ordinasi dan satuan-satuan instansi yang ditunjuk sebagai bendahara.

2.1.3 Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan keuangan daerah adalah seluruh kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan

pengawasan keuangan daerah (Halim, 2007: 330). Penyelenggaraan fungsi

pemerintah daerah akan terlaksana secara optimal jika penyelenggaraan urusan

pemerintah diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada

daerah, dengan mengacu pada undang-undang tentang perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah yang besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan

pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Menurut Pasal 1 Ayat 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58

Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan sebagai berikut :

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

6

Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan

pengawasan keuangan daerah.

Pengertian terebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Perencanaan Pengelolaan keuangan Daerah

Yang harus diperhatikan dalam perencanaan adalah :

(1) Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta

indikator kinerja yang ingin dicapai.

(2) Penetapan prioritas kegiatan dan perhitungan beban kerja, serta

penetapan harga satuan yang rasional.

2) Pelaksanaan dan Penatausahaan Keuangan Daerah

Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintah

daerah adalah juga pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan

daerah.Selanjutnya kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh kepala satuan kerja

pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan

dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna

anggaran/barang daerah dibawah koordinasi sekretaris daerah. Pemisahan ini

akan memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang dan

tanggungjawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

7

mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas

pemerintah.

3) Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan

transparan, pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban

berupa : laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas

laporan keuangan. Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan

Standar Akuntansi Pemerintah.Sebelum dilaporkan kepada masyarakat

melalui DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa terlebih dahulu oleh BPK.

4) Pengawasan

Pengawasan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada ketentuan

peraturan perundang-undangan. Dasar hukum yang mendasari pelaksanaan

pengelolaan keuangan daerah adalah Permendagri No. 59 Tahun 2007 dan

Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah.Mardiasmo (2000 : 3) mengatakan bahwa dalam pemberdayaan

pemerintah daerah ini, maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam

pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah adalah :

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

8

(1) Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan

publik (public oriented);

(2) Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumya

dan anggaran daerah pada khususnya;

(3) Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para

partisipan yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD,

KDH, Sekda dan perangkat daerah lainnya;

(4) Kerangka hukum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan

pengelolaan keuangan daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar,

value for money, transparansi dan akuntabilitas;

(5) Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KDH dan PNS

Daerah, baik rasio maupun dasar pertimbangannya;

(6) Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja,

dan anggaran multi-tahunan;

(7) Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih

profesional;

(8) Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran

DPRD, peran akuntan publik dalam pengawasan, pemberian opini

dan rating kinerja anggaran, dan transparansi informasi anggaran

kepada publik;

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

9

(9) Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan,

peran asosiasi, dan peran anggota masyarakat guna pengembangan

profesionalisme aparat pemerintah daerah;

(10) Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk

menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan

komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan informasi.

Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan

daerah itu sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk

(1989 : 279-280) adalah sebagai berikut.

(1) Tanggung jawab (accountability). Pemerintah daerah harus

mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang

yang berkepentingan sah, lembaga atau orang itu adalah pemerintah

pusat, DPRD, kepala daerah dan masyarakat umum.

(2) Mampu memenuhi kewajiban keuangan. Keuangan daerah harus

ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua

kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang

maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan.

(3) Kejujuran. Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah

pada prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang benar-benar

jujur dan dapat dipercaya.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

10

(4) Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency). Merupakan tata

cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga

memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk

mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-

rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.

(5) Pengendalian. Aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas

pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan

tersebut dapat tercapai.

Pengelolaan keuangan daerah terdiri atas pengurusan umum dan pengurusan

khusus, Pengurusan umum berkaitan dengan APBD, sedangkan pengurusan khusus

berkaitan dengan barang inventaris daerah Abdul Halim (2002:9). Pengelolaan

Keuangan Daerah dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan

daerah.Kepala daerah selaku kepala pemerintahan daerah adalah pemegang

kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam

kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kepala daerah perlu menetapkan

pejabat-pejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan pengelolaan

keuangan daerah

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

11

2.1.4 Anggaran Pedapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah

suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 8 tentang Keuangan

Negara).

Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola

dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka

pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang

berkaitan dengan pelaksanaan dekonsentrasi atau tugas pembantuan tidak dicatat

dalam APBD.

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun

anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan

semua belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran

tertentu.Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target

yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan

yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai

jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar

pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan

pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

12

APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang

mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi

biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD

merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap

sumber pendapatan.Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang

telah ditetapkan.Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan

merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja.Jadi, realisasi belanja tidak boleh

melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan.Penganggaran pengeluaran

harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang

cukup.Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas

beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk

membiayai pengeluaran tersebut.

2.1.5 Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, fungsi APBD adalah sebagai berikut :

1) Fungsi Otorisasi : Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan

pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

2) Fungsi Perencanaan : Anggaran daerah merupakan pedoman bagi

manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

13

3) Fungsi Pengawasan : Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai

apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan.

4) Fungsi Alokasi : Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi

pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi

dan efektivitas perekonomian.

5) Fungsi Distribusi : Anggaran daerah harus mengandung

arti/memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan

6) Fungsi Stabilisasi : Anggaran daerah harus mengandung arti/harus

menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan

fundamental perekonomian.

2.1.6 Prinsip-prinsip Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan anggaran

daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan anggaran negara/daerah sebagaimana

bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

yaitu :

1) Kesatuan :Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja

Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

14

2) Universalitas : Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan

ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.

3) Tahunan : Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu

tahun tertentu.

4) Spesialitas : Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan

terinci secara jelas peruntukannya.

5) Akrual : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani

untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan

anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun

sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas.

6) Kas : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani

pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah.

2.1.7 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :

1) Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah adalah penambahan dalam manfaat ekonomi selama

periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset/aktiva,

atau pengurangan utang/kewajiban yang mengakibatkan penambahan ekuitas

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

15

dana yang berasal dari kontribusi peserta ekuitas dana (Abdul Halim, 2002 :

66).

Pendapatan Daerah adalah arus masuk bruto manfaat ekonomi yang

timbul dari aktivitas atau kegiatan operasi entitas pemerintah selama satu

periode yang mengakibatkan penambahan ekuitas dan yang bukan berasal

dari pinjaman yang harus dikembalikan (Indra Bastian dan Gatot

Soepriyanto, 2002 : 82-83).

Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening

Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan

hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh

daerah. Pendapatan asli daerah terdiri atas:

(1) Pajak daerah;

(2) Retribusi daerah;

(3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

(4) Lain-lain PAD yang sah, terdiri dari :

a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang

tidak dipisahkan;

c. Jasa giro;

d. Pendapatan bunga;

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

16

e. Tuntutan ganti rugi;

f. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

dan;

g. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

(5) Dana Perimbangan; terdiri dari :

a. Dana Bagi Hasil

b. Dana Alokasi Umum (DAU), dan

c. Dana Alokasi Khusus (DAK)

(6) Lain-lain pendapatan daerah yang sah, meliputi hibah, dana darurat,

dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah

yang merupakan bagian dari Lain-lain Pendapatan daerah yang sah

merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal

dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar

negeri yang tidak mengikat

2) Belanja Daerah

Belanja daerah merupakan penurunan dalam manfaat ekonomi selama

periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau deplesi aset, atau

terjadinya utang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain yang

berkaitan dengan distribusi kepada para peserta ekuitas dana (Abdul Halim,

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

17

2002 : 73). Menurut PP RI No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah diungkapkan pengertian belanja

yaitu: Belanja Daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode

tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah.

Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah

meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang

mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam

satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh

daerah.Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang

terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan

perundang-undangan.Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi,

fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja.Klasifikasi belanja menurut

organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.

Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari:

(1) Klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan

(2) Klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.

Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan

menurut kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

18

klasifikasi belanja menurut fungsi pengelolaan negara digunakan untuk tujuan

keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari:

(1) Pelayanan umum;

(2) Ketertiban dan keamanan;

(3) Ekonomi;

(4) Lingkungan hidup;

(5) Perumahan dan fasilitas umum;

(6) Kesehatan;

(7) Pariwisata dan budaya;

(8) Agama;

(9) Pendidikan; serta

(10) Perlindungan sosial.

Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan klasifikasi

belanja menurut jenis belanja terdiri dari:

(1) Belanja pegawai;

(2) Belanja barang dan jasa;

(3) Belanja modal;

(4) Bunga;

(5) Subsidi;

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

19

(6) Hibah;

(7) Bantuan sosial;

(8) Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan

(9) Belanja tidak terduga.

3) Pembiayaan

Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar

kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun

anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari penerimaan pembiayaan dan

pengeluaran pembiayaan.

Penerimaan pembiayaan mencakup:

(1) SiLPA tahun anggaran sebelumnya;

(2) Pencairan dana cadangan;

(3) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

(4) Penerimaan pinjaman; dan

(5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman.

(6) Pengeluaran pembiayaan mencakup:

a. Pembentukan dana cadangan;

b. Penyertaan modal pemerintah daerah;

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

20

c. Pembayaran pokok utang; dan

d. Pemberian pinjaman.

(7) Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan

terhadap pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus

dapat menutup defisit anggaran.

Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus

anggaran, tapi apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut defisit anggaran.

Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus atau jumlah defisit anggaran.

2.1.8 Analisis Laporan Keuangan

Menurut Soemarso (2006 : 430), analisis laporan keuangan adalah hubungan

antara suatu angka dalam laporan keuangan dengan angka lain yang mempunyai

makna atau dapat menjelaskan arah perubahan (trend) suatu fenomena. Menurut Drs.

Djarwanto P.S, analisis laporan keuangan merupakan suatu proses analisis terhadap

laporan keuangan, dengan tujuan untuk memberikan tambahan informasi kepada para

pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sehingga kualitas

keputusan yang diambil akan menjadi lebih baik.Menurut Ikatan Akuntan Indonesia,

analisis laporan keuangan adalah analisis terhadap neraca dan perhitungan rugi laba

serta segala keterangan-keterangan yang dimuat dalam lampiran-lampiran nya untuk

mengetahui gambaran tentang posisi keuangan dan perkembangan usaha perusahaan

yang bersangkutan.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

21

Analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan

berdasarkan laporan keuangan yang tersedia.Dalam mengadakan analisis keuangan

memerlukan ukuran tertentu.Ukuran yang sering digunakan adalah rasio. Erich

Helfert (2000 :49) mengartikan rasio adalah suatu angka yang menunjukkan

hubungan suatu unsur dengan unsur lainnya dalam laporan keuangan. Sedangkan

Slamet Munawir (1995:64) menjelaskan rasio sebagai hubungan atau perimbangan

antara satu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.

Selayaknya laporan keuangan sektor swasta yang berorientasi pada laba, pada

sektor publikyaitu laporan keuangan pemerintahpun memiliki alat ukur rasio

diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Rasio Kemandirian

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan

suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan

dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi

sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian

ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah dibandingkan

dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (pihak

ekstern) antara lain : Bagi hasil pajak, Bagi hasil Bukan Pajak Sumber Daya

Alam, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat dan

Dana Pinjaman (Widodo, 2001 : 262).

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

22

π‘…π‘Žπ‘ π‘–π‘œ πΎπ‘’π‘šπ‘Žπ‘›π‘‘π‘–π‘Ÿπ‘–π‘Žπ‘› =π‘ƒπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› π‘Žπ‘ π‘™π‘– π‘‘π‘Žπ‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Ž

π΅π‘Žπ‘›π‘‘π‘’π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘–π‘›π‘‘π‘Žβ„Ž π‘π‘’π‘ π‘Žπ‘‘ π‘₯ 100%

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap

sumber dana ekstern. Semakin tinggi resiko kemandirian mengandung arti

bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern semakin

rendah dan demikian pula sebaliknya.Rasio kemandirian juga

menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan

daerah.Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi

masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan

komponen utama pendapatan asli daerah.Semakin tinggi masyarakat

membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan bahwa timgkat

kesejahteraan masyarakat semakin tinggi.

Tabel 2.1Pola Hubungan Tingkat Kemampuan Daerah

Kemampuan Keuangan Kemandirian (%) Pola hubungan

Rendah sekali

Rendah

Sedang

Tinggi

0%-25%

25%-50%

50%-75%

75%-100%

Instruktif

Konsultatif

Partisipatif

Delegatif

Sumber : Abdul Halim (2002 : 169)

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

23

2) Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi Fiskal merupakan komponen utama dari desentralisasi.

Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan

mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor

publik, maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan

yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi

Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman, maupun Subsidi / Bantuan dari

Pemerintah Pusat.

π‘…π‘Žπ‘ π‘–π‘œ π·π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘—π‘Žπ‘‘ π·π‘’π‘ π‘’π‘›π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘™π‘–π‘ π‘Žπ‘ π‘– πΉπ‘–π‘ π‘˜π‘Žπ‘™ =π‘ƒπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› 𝐴𝑠𝑙𝑖 π·π‘Žπ‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Ž

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘ƒπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› π‘₯ 100%

Tabel 2.2Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal

% Kemampuan Keuangan Daerah

0,00-10,00 Sangat Kurang

10,01-20,00 Kurang

20,01-30,00 Cukup

30,01-40,00 Sedang

40,01-50,00 Baik

>50,00 Sangat baik

Sumber : Anita Wulandari (2001 : 22)

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

24

3) Rasio Indeks Kemampuan Rutin

Indeks Kemampuan Rutin merupakan proporsi antara PAD dengan

pengeluaran rutin tanpa transfer dari pemerintah pusat (Kuncoro,1997).

Sedangkan dalam menilai Indeks Kemampuan Rutin daerah (IKR) dengan

menggunakan skala menurut Tumilar (1997 : 15) sebagaimana yang terlihat

dalam tabel 2.4 sebagai berikut :

Tabel 2.3Skala Interval Indeks Kemampuan Rutin

% Kemampuan Keuangan Daerah

0,00-20,00 Sangat Kurang

20,01-40,00 Kurang

40,01-60,00 Cukup

60,01-80,00 Baik

80,01-100 Sangat baik

Sumber : Anita Wulandari (2001 : 22)

π‘…π‘Žπ‘ π‘–π‘œ πΌπ‘›π‘‘π‘’π‘˜π‘  πΎπ‘’π‘šπ‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘Žπ‘› 𝑅𝑒𝑑𝑖𝑛 = π΅π‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘—π‘Ž 𝑅𝑒𝑑𝑖𝑛

π‘ƒπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› 𝐴𝑠𝑙𝑖 π·π‘Žπ‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Žπ‘₯ 100%

4) Rasio Belanja Rutin dan Belanja Modal

Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal

adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

25

sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari

satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya

pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat,

serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Dalam SAP, belanja modal

dapat diaktegorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu:

(1) Belanja modal tanah;

(2) Belanja modal peralatan dan mesin;

(3) Belanja modal gedung dan bangunan;

(4) Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan; dan

(5) Belanja modal fisik lainnya

Mardiasmo (2002 : 185) mendefinisikan belanja aparatur daerah adalah

belanja belanja yang berupa belanja administrasi umum, belanja operasi dan

belanja pemeliharaan.

Keserasian ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah

memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja

pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang

dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase belanja pembangunan yang

digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat

cenderung semakin kecil. Secara sederhana rasio keserasian ini dapat

diformulasikan sebagai berikut (Widodo, 2001 : 262)

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah

26

π‘…π‘Žπ‘ π‘–π‘œ π΅π‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘—π‘Ž 𝑅𝑒𝑑𝑖𝑛 π‘‡π‘’π‘Ÿβ„Žπ‘Žπ‘‘π‘Žπ‘ 𝐴𝑃𝐡𝐷 = π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π΅π‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘—π‘Ž 𝑅𝑒𝑑𝑖𝑛

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑃𝐡𝐷π‘₯100%

π‘…π‘Žπ‘ π‘–π‘œ π΅π‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘—π‘Ž π‘€π‘œπ‘‘ π‘Žπ‘™ π‘‡π‘’π‘Ÿβ„Žπ‘Žπ‘‘π‘Žπ‘ 𝐴𝑃𝐡𝐷 = π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π΅π‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘—π‘Ž π‘€π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑃𝐡𝐷π‘₯100%

Menurut Widodo (2001 : 261), adapun pihak-pihaknya yang berkepentingan

dengan rasio keuangan pada APBD ini adalah :

1) DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat).

2) Pemerintah eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD

berikutnya.

3) Pemerintah pusat/provinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan

pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.

4) Masyarakat dan kreditur, sebagai pihak yang akan turut memiliki saham

pemerintah daerah, bersedia memberi pinjaman ataupun membeli

obligasi.