BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gasifikasi -...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gasifikasi -...
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Gasifikasi
Gasifikasi adalah pengkonversian energi dari wujud padat menjadi gas secara
thermokimia. Secara umum, proses gasifikasi melibatkan empat tahapan proses berupa
drying, pyrolisis, oksidasi parsial dan reduksi. Drying merupakan tahapan pertama dari
proses gasifikasi, yaitu proses penguapan kandungan air didalam biomassa melalui
pemberian sejumlah panas pada interval suhu 100 ~ 3000C. Pada drying ini, biomassa
tidak mengalami penguraian unsur-unsur kimianya (dekomposisi kimia), tetapi hanya
terjadi pelepasan kandungan air dalam bentuk uap air. Proses drying dilanjutkan dengan
dekomposisi termal kandungan volatile matter berupa gas dan menyisakan arang karbon,
dimana proses ini biasa disebut sebagai pirolisis. Proses pyrolisis merupakan proses
eksoterm yang melepas sejumlah panas pada interval suhu 300 ~ 900 0C. Selanjutnya
sisa arang karbon akan mengalami proses oksidasi parsial, dimana proses ini merupakan
proses eksoterm yang melepas sejumlah panas pada interval suhu diatas 9000C. Panas
yang dilepas dari proses oksidasi parsial ini digunakan untuk mengatasi kebutuhan panas
dari reaksi reduksi endotermis dan untuk memecah hidrokarbon yang telah terbentuk
selama proses pirolisis. Proses reduksi gas CO2 dan H2O ini terjadi pada interval suhu
400 ~ 900 0C. Reduksi gas CO2 melalui reaksi kesetimbangan Boudouard equilibrium
reaction dan reduksi gas H2O melalui reaksi kesetimbangan water-gas reaction, dimana
reaksi-reaksi tersebut secara dominan dipengaruhi oleh suhu dan tekanan.
Produk gas terdiri atas karbonmonoksida (CO), karbondioksida (CO2), hidrogen
(H2), metan (CH4), sedikit hidrokarbon berantai lebih tinggi (etena, etana), air, nitrogen
(apabila menggunakan udara sebagai oksidan), dan berbagai kontaminan seperti partikel
arang, debu, tar, hidrokarbon rantai tinggi, alkali, amoniak, asam, dan senyawa-senyawa
sejenisnya.
2.2 Teknologi Co-Gasifikasi Batu Bara dan Biomassa
5
Teknologi co-gasifikasi adalah gasifikasi bersama antara dua jenis bahan bakar,
dalam hal ini adalah bahan bakar utama berupa batu bara dan biomassa sampah organik
pertanian, perkebunan, dan rumah tangga. Teknologi ini diterapkan untuk menghasilkan
karakteristik gas yang ramah lingkungan. Sampah/biomassa memiliki kandungan sulfur
dan nitrogen yang sangat rendah sehingga pembakarannya menghasilkan SO2 dan NOx
yang rendah pula.
2.3 Reaktor Gasifikasi
Saat ini terdapat 3 (tiga) jenis utama reaktor gasifikasi yaitu reaktor unggun
bergerak (moving bed), reaktor unggun terfluidakan (fluidized bed), dan reaktor
entrained flow. Ketiga jenis reaktor tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan
masing-masing yang akan diuraikan pada sub bab berikutnya.
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kelemahan Gasifier
Jenis gasifier Kelebihan Kelemahan
Updraft
Gasifier
a. menghasilkan pembakaran yang
sangat bersih
b. lebih mudah dioperasikan
c. arang yang dihasilkan lebih
sedikit
a. menghasilkan sedikit
metan
b. tidak dapat beroperasi
secara kontinyu
c. gas yang dihasilkan
tidak kontinyu
Downdraft
Gasifier
a. dapat beroperasi secara
kontinyu
b. suhu gas tinggi
a. tar yang dihasilkan
lebih banyak
b. produksi asap terlalu
banyak selama operasi
c. menghasilkan arang
lebih banyak
Crossdraft
Gasifier
a. suhu gas yang keluar tinggi
b. reduksi CO2 rendah
a. komposisi gas yang
dihasilkan kurang
6
c. kecepatan gas tinggi
d. tempat penyimpanan,
pembakaran dan zona reduksi
terpisah
e. kemampuan pengoperasiannya
sangat bagus
f. waktu mulai lebih cepat
bagus
b. gas CO yang dihasilkan
tinggi, gas H rendah
c. gas metan yang
dihasilkan juga rendah
Fluidized bed
Gasifier
a. reaktor mempunyai
kemampuan untuk memproses
fluida dalam jumlah yang besar
b. pengendalian temperatur lebih
baik
c. pencampuran (mixing) yang
bagus untuk katalis dan reaktan
a. rancang bangunannya
kompleks sehingga
biaya pembuatannys
mahal
b. jarang digunakan di
dalam laboratorium
2.3.1 Moving Bed Gasifier
a. Downdraft Gasifier
Udara masuk menyebabkan pirolisis (flaming pyrolisis) biomassa. Proses ini
mengkonsumsi uap-uap minyak dan menghasilkan gas reduksi partial CO, CO2, H2 dan
H20, serta sedikit metan sekitar 0,1%. Gas panas bereaksi dengan arang untuk
mereduksi gas lebih lanjut dan meninggalkan sekitar 2-5% abu arang. Berdasar gas yang
perlukan untuk proses gasifikasi, terdapat gasifikasi udara dan gasifikasi uap. Gafisikasi
udara, dimana gas yang digunakan untuk proses gasifikasi adalah udara. Gasifikasi uap,
gas digunakan untuk proses adalah uap.
7
Gambar 2.1 Downdraft Gasifier
(Sumber: Tasliman, 2008)
b. Updraft Gasifier
Pada tipe ini udara masuk melalui arah bawah dan mengoksidasi arang secara
parsial untuk menghasilkan CO dan H2 (jika digunakan uap) dan ditambah N2 (jika
digunakan udara). Gas ini kemudian bertemu dengan biomassa. Gas yang sangat panas
tersebut mempirolisa biomassa, menghasilkan karbon padatan (arang), uap air dan 10-
20% uap minyak pada temperatur 100-4000C, tergantung pada kadar air biomassa.
Selanjutnya arang akan dioksidasi parsial oleh udara dan menghasilkan gas.
Gambar 2.2 Updraft gasifier
(Sumber: Tasliman, 2008)
8
c. Crossdraft Gasifier
Mungkin gasifikasi tipe cross-draft lebih menguntungkan dari pada updraft dan
down-draft gasifier. Keuntungannya seperti suhu gas yang keluar tinggi, reduksi CO2
yang rendah dan kecepatan gas yang tinggi yang dikarenakan desainnya. Tidak seperti
down-draft dan up-drat gasifier, tempat penyimpanan, pembakaran, dan zona reduksi
pada cross-draft gasifier terpisah. Untuk desain bahan bakar yang terbatas untuk
pengoperasian rendah abu bahan bakar seperti kayu, batu bara, limbah pertanian.
Kemampuan pengoperasiannya sangat bagus, menyebabkan konsentrasi sebagian zona
beroperasi diatas suhu 200oC. Waktu mulai (start up) 5-10 menit jauh lebih cepat
daripada down-draft dan up-draft gasifier. Pada cross-draft dapat menghasilkan
temperatur yang relatif tinggi, komposisi gas yang dihasilkan kurang baik seperti
tingginya gas CO dan rendahnya gas hidrogen serta gas metana.
Gambar 2.3 Crossdraft Gasifier
(Sumber: Tasliman, 2008)
2.3.2 Fluidized Bed Reaktor
Gasifikasi fluidised bed ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi masalah
operasional pada gasifikasi moving bed yang menghasilkan kadar abu yang tinggi, tetapi
sangat cocok untuk kapasitas lebih besar (lebih besar dari 10 MWth) pada umumnya.
Fitur dari gasifikasi fluidised bed dapat dibandingkan dengan pembakaran fluidised bed.
Dibandingkan dengan moving bed gasifiers yang temperatur gasifikasinya relatif rendah
9
sekitar 750-900°C. Dalam moving bed gasifiers suhu di zona perapian mungkin setinggi
1200°C, dalam gasifiers arang suhunya bahkan 1500°C. Bahan bakar ini dimasukkan ke
dalam pasir panas yang dalam keadaan suspensi (fluidised bed gelembung) atau sirkulasi
(sirkulasi fluidised bed). Bed berperilaku kurang lebih seperti fluida dan ditandai
dengan turbulensi yang tinggi. Pencampuran partikel bahan bakar yang sangat cepat
dengan material bed, sehingga dalam pirolisis cepat dan jumlah gas pirolisis yang relatif
besar. Karena suhu rendah konversi tar tidak terlalu tinggi.
Gambar 2.4 Fluidised bed gasifiers
Tabel 2.2 Aspek-aspek Teknis Gasifikasi menggunakan Fluidized Bed
(Sumber: Exploration of the possibilities for production of Fischer Tropsch liquid and
power via biomass gasification, Tijmensen, 2002)
10
2.3.3 Reaktor Entrained Flow
Reaktor entrained flow dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu slagging dan non
slagging. Di dalam gasifier slagging, komponen-komponen yang terbentuk dari parikel
debu dapat meleleh di dalam gasifier, mengalir turun di sepanjang dinding reaktor, dan
meninggalkan reaktor dalam bentuk slag cair. Secara umum, laju alir massa slag
sekurang-kurangnya 6 % dari laju alir bahan bakar untuk memastikan proses berjalan
dengan baik. Di dalam gasifier non slagging, dinding reaktor tetap bersih dari slag. Jenis
gasifier ini cocok untuk umpan yang kandungan partikel debu nya tidak terlalu tinggi.
Skema reaktor entrained flow diberikan pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 reaktor entrained flow
(Sumber: Biomass Thermochemical Conversion, Paul Grabowski, 2004)
Kelakuan partikel debu yang dihasilkan oleh biomassa diteliti secara detail oleh
Boerrigter dkk. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa partikel debu yang dihasilkan
oleh biomassa, khususnya biomassa kayu, sulit meleleh pada temperatur operasi gasifier
entrained flow (1300-1500 oC). Hal tersebut disebabkan kenyataan bahwa partikel debu
tersebut banyak mengandung CaO. Oleh karena itu gasifier non slagging sepertinya
menjadi pilihan utama untuk proses gasifikasi, juga dengan pertimbangan bahwa jenis
gasifier ini lebih murah. Akan tetapi gasifier entrained flow jenis slagging lebih disukai
untuk operasi gasifikasi dengan umpan biomassa. Alasan yang paling penting adalah (1)
11
pelelehan sebagian kecil komponen partikel debu tidak akan pernah dapat dihindari dan
(2) gasifier entrained flow jenis slagging lebih fleksibel terhadap jenis biomassa yang
akan digunakan.
Fleksibilitas jenis umpan ini bahkan dapat diperluas hingga ke batu bara.
Penambahan agen fluks seperti silica atau clay diperlukan. Selain itu recycle slag juga
diperlukan. Penggunaan reaktor entrained flow jenis slagging untuk batu bara sudah
dapat diaplikasikan. Oleh karena itu, penambahan material fluks menyebabkan slag yang
dihasilkan melalui gasifikasi biomassa menjadi mirip dengan slag yang dihasilkan oleh
gasifikasi batu bara. Sehingga tidak terdapat permasalahan untuk proses gasifikasi itu
sendiri apabila umpan yang digunakan bukan batu bara, melainkan biomassa.
Akan tetapi tantangan utama yang timbul adalah dalam hal pengumpanan
biomassa. Sebagaimana telah dikaji oleh peneliti-peneliti di seluruh dunia, proses
gasifikasi dapat terjadi pada tekanan yang berbeda, melalui proses pemanasan langsung
ataupun tidak langsung, serta menggunakan udara atau oksigen.
2.4 Dasar Proses Gasifikasi
2.4.1 Zona Pengeringan
Bahan bakar padat dimasukkan ke dalam gasifier di atas. Hal ini tidak perlu
menggunakan peralatan pengumpanan bahan bakar yang kompleks, karena sejumlah
kecil kebocoran udara dapat ditoleransi di tempat ini. Sebagai akibat dari perpindahan
panas dari bagian bawah gasifier, pengeringan bahan bakar biomassa terjadi di bagian
bungker. Uap air akan mengalir ke bawah dan menambah uap air yang terbentuk di zona
oksidasi. Bagian dari itu dapat direduksi menjadi hidrogen dan sisanya akan berakhir
sebagai kelembaban dalam gas.
2.4.2 Zona Pirolisis
Tidak seperti pembakaran, pirolisis adalah dekomposisi termal suatu bahan bakar
padat. Dengan menaikkan suhu, transformasi struktur bahan bakar padat ditingkatkan.
Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan, tar dan arang.
12
Komponen utama campuran gas-gas tersebut adalah H2, CO, CO2, H2O, CH4 dan
hidrokarbon lainnya. Fraksi tar termasuk senyawa organik berat yang mana adalah gas
ketika dilepaskan selama pirolisis atau sebagai tetes cair (liquid drops). Arang (char)
disusun terutama terdiri dari karbon dan adanya materi mineral pada bahan bakar padat
(Badeau dan Levi, 2009). Proses pirolisis terjadi pada suhu 150o sampai dengan 800oC
(Surjosatyo dan Vidian, 2004).
2.4.3 Zona Oksidasi
Zona pembakaran (oksidasi) dibentuk pada tingkat di mana oksigen (udara)
dimasukkan. Reaksi dengan oksigen sangat eksotermik dan mengakibatkan kenaikan
tajam suhu sampai 1200-1500°C. Sebagaimana disebutkan di atas, fungsi penting dari
zona oksidasi, selain penghasil panas, adalah untuk mengkonversi dan mengoksidasi
hampir semua produk terkondensasi dari zona pirolisis. Untuk menghindari titik-titik
dingin di zona oksidasi, kecepatan udara masuk dan geometri reaktor harus dipilih
dengan baik. Umumnya dua metode yang digunakan untuk mendapatkan suhu distribusi:
1) mengurangi luas penampang pada ketinggian tertentu dari reaktor (konsep
"tenggorokan").
2) penyebaran nozel inlet udara di atas lingkar mengurangi cross-sectional area,
atau alternatif menggunakan inlet udara sentral dengan perangkat
penyemprotan.
2.4.4 Zona Reduksi
Produk reaksi dari zona oksidasi (gas panas dan bara arang ) bergerak turun
ke zona reduksi. Di zona ini masuk panas sensible dari gas dan arang dikonversi
sebanyak mungkin menjadi energi kimia dari gas produser. Produk akhir dari reaksi
kimia yang terjadi di zona reduksi adalah gas mudah terbakar yang dapat digunakan
sebagai bahan bakar gas dalam pembakar dan setelah pembuangan abu dan pendinginan
cocok motor bakar dalam.
Abu yang dihasilkan dari gasifikasi biomassa kadang-kadang harus dibuang dari
gasifier. Karena biasanya timbul perapian di dasar peralatan. dan dengan demikian
13
membantu untuk mencegah penyumbatan yang dapat menyebabkan obstruksi aliran gas.
Berikut adalah reaksi kimia yang terjadi pada zona tersebut :
1. Boudouard reaction:
C + CO2 → 2 CO – 172,58 (KJ/mol)………………………………………(2.1)
2. Water-gas reaction :
C + H2O → CO + H2 – 131,38 (KJ/kg mol)…………………………….....(2.2)
3. Shift conversion:
CO + H2O → CO2 + H2 + 41,98 (KJ/kmol)……………………………..…(2.3)
4. Methanation :
C+2H2 →CH4+ 70.90 (KJ/mol karbon)……………………………………(2.4)
2.5 Parameter – parameter Penting Dalam Proses Gasifikasi
Menurut Belonio (2005), parameter – parameter penting dalam proses gasifikasi
adalah:
1) Temperatur gasifikasi
Temperatur gasifikasi harus tinggi karena dalam tahap pertama gasifikasi
adalah pengeringan untuk menguapkan kandungan air dalam batu bara dan
biomassa agar menghasilkan gas yang bersih. Temperatur yang tinggi juga dapat
berpengaruh dalam menghasilkan gas yang mudah terbakar. Sehingga untuk
mempertahankan temperatur, maka tangki reaktor diisolasi dengan bata tahan api
agar tidak ada panas yang keluar ke lingkungan sehingga efisiensi reaktor menjadi
baik.
2) Spesific Gasification Rate (SGR)
SGR mengindikasikan banyaknya biomassa rata-rata yang dapat tergasifikasi
dalam gasifier. Jika SGR semakin besar maka proses gasifikasi tidak berjalan
secara sempurna, sebaliknya jika SGR semakin kecil maka proses gasifikasi
berjalan lambat. SGR dapat dihitung dengan cara :
SGR = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑥 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 …………………………..……(2.5)
14
3) FCR (Fuel Consumtion Rate)
Laju bahan bakar biomassa yang dibutuhkan pada proses gasifikasi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
FCR = Qn
HV fxeg.............................................................................................(2.6)
Atau untuk hasil yang telah diketahui :
FCR= 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒃𝒊𝒐𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒈𝒂𝒔𝒊𝒇𝒊𝒌𝒂𝒔𝒊
𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒐𝒑𝒆𝒓𝒂𝒔𝒊(kg/dt)....................................................(2.7)
Dimana :
FCR = Tingkat konsumsi bahan bakar (kg/hr)
Qn = Heat energi needed (Kcal/hr)
HVf = Heating value of fuel (Kcal/kg)
εg = Efisiensi gasifier
4) GFR (Gas Fuel Ratio).
GFR (Gas Fuel Ratio) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
GFR = 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑠 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑒𝑟
𝐹𝐶𝑅 ………………………………(2.8)
5) % Char
% char adalah perbandingan banyaknya arang yang dihasilkan dengan
banyaknya biomassa yang dibutuhkan. % char dapat dihitung menggunakan
rumus:
% char = 𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎𝑥100% ……...……….…….…........….(2.9)
6) Waktu konsumsi bahan bakar
Hal ini mengacu pada total waktu yang dibutuhkan untuk benar-benar
mengubah menjadi gas dari bahan bakar padat di dalam reaktor. Ini termasuk
waktu untuk menyalakan bahan bakar dan waktu untuk menghasilkan gas,
15
ditambah waktu untuk benar-benar membakar semua bahan bakar dalam reaktor.
Kepadatan dari bahan bakar padat (ρ), volume reaktor (Vr), dan konsumsi bahan
bakar tingkat (FCR) adalah faktor yang digunakan dalam menentukan total waktu
untuk mengkonsumsi bahan bakar padat dalam reaktor. Seperti ditunjukkan di
bawah, ini dapat dihitung menggunakan rumus :
T = 𝜌 𝑥 𝑉𝑟
𝐹𝐶𝑅 ……………………………………………………………....(2.10)
Dimana:
FCR = Tingkat konsumsi bahan bakar (kg/jam)
T = Waktu konsumsi bahan bakar (jam)
𝜌 = Massa jenis bahan bakar (kg/m3)
Vr = Volume reaktor (m³)
7) Jumlah udara dibutuhkan untuk gasifikasi
Hal ini mengacu pada laju aliran udara yang diperlukan untuk mengubah bahan
bakar padat menjadi gas . Hal ini sangat penting dalam menentukan ukuran kipas
angin atau blower yang dibutuhkan untuk reaktor di gasifying. Seperti
ditunjukkan, ini dapat hanya ditentukan dengan menggunakan tingkat konsumsi
bahan bakar (FCR), udara stoikiometri dari bahan bakar (SA), dan rasio
ekuevalensi (ε) untuk gasifying 0,3 sampai 0,4. Seperti ditunjukkan, ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
AFR = 𝜀 𝑥 𝐹𝐶𝑅 𝑥 𝑆𝐴
𝜌𝑎 …….……………………...…………………………(2.11)
Dimana:
AFR = Air Fuel Rate (tingkat aliran udara) (m3/jam)
FCR = Tingkat konsumsi bahan bakar (kg/jam)
𝜌𝑎 = Massa jenis udara (1,25 kg/m3)
ε = Rasio ekuivalensi (0,3-0,4)
SA = Udara stoikiometri dari bahan bakar padat
16
8) Massa jenis bahan bakar
Massa jenis bahan bakar adalah spesifik massa suatu biomassa pervolumenya.
Massa jenis dapat dihitung dengan persamaan :
𝜌=𝑚
𝑣(𝑘𝑔
𝑚3⁄ )................................................................................................(2.12)
Dimana :
𝜌 = massa jenis (kg/m3)
m = massa bahan/bahan bakar (kg)
v = volume bahan/bahan bakar (m3)
2.6 Efisiensi Gas Hasil Gasifikasi
Efisiensi (η) gas hasil gasifikasi adalah kemampuan bahan bakar untuk
tergasifikasi atau cepat habis selama proses gasifikasi dan menghasilkan gas yang layak
untuk digunakan. 𝑞𝑔 dapat diperkirakan dari nilai-nilai pemanasan konstituen gas dan
komposisinya. untuk aplikasi termal, gas tidak didinginkan sebelum pembakaran dan
panas yang masuk akal gas juga berguna. efisiensi gas panas, 𝜂𝑔𝑒𝑓𝑓 digunakan untuk
aplikasi tersebut dan didefinisikan.
Kebutuhan udara = total kebutuhan
Massa
N2 dari udara = kandungan N2 pada massa x kebutuhan udara
Total N2 = N2 dari udara+ N2 cangkang kelapa+ N2 batubara
berat molekul
Jumlah N2 diproduksi = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 N2
N2 dari hasil gas
Energi CO = jumlah N2 di produksi x produksi CO x HHV CO
Energi H2 = jumlah N2 di produksi x produksi H2 x HHV H2
Energi CH4 = jumlah N2 di produksi x produksi CH4 x HHV CH4
Energi total = energi CO + energi H2 + energi CH4
17
Energi awal = energi bahan bakar batubara + energi bahan bakar cangkang kelapa
Efisiensi (η) = energi total
energi awal x 100%…………..........………...........……............(2.13)
2.7 Fluidisasi
2.7.1 Pengertian dan Rumus-rumus Umum Fluidisasi
Fluidisasi adalah suatu operasi dimana hamparan zat padat diperlakukan seperti
fluida (Basu dan Scott, 1991). Di dalam kondisi terfluidisasi, gaya gravitasi pada butiran
– butiran zat padat diimbangi oleh gaya seret dari fluida yang bekerja padanya.Bila gas
atau cairan dilewatkan pada unggun partikel padat pada kecepatan rendah dari bawah ke
atas, unggun tidak bergerak. Jika kecepatan fluida berangsur – angsur naik, partikel itu
akhirnya akan mulai bergerak dan melayang di dalam fluida. Pada keadaan tersebut
penurunan tekanan di sepanjang unggun dinyatakan dalam persamaan berikut :
𝛥𝑃 𝑔𝑐
𝜌𝐿=
1−ε
ε ³
𝑆𝑝
𝑣𝑝[
𝑘¹µ𝑉𝑜(1−ε )sp
𝜌 𝑣𝑝+ 𝑘₂𝑉𝑜²]………………………………………..………………………………..(2.14)
Dimana:
ΔP = penurunan tekanan
K1 = tetapan
µ = viskositas gas
V0 = kecepatan semu
ε = fraksi kosong, tergantung distribusi ukuran dan bentuk partikel
Sp = luas permukaan satu partikel
L = kedalaman total hamparan
P = densitas
Vp = volume satu partikel
18
Dengan memasukkan data empiris untuk k1 dan k2 serta memasukkan faktor
sperifitas partikel didapatkan :
𝛥𝑃𝑔𝑐
𝐿
𝜙𝐷𝑝
𝜌𝑉𝑜²
ɛ
1−ɛ=
150(1−ɛ)
𝜙𝑠 𝐷𝑝 𝑉𝑜 𝜌/µ+ 1,75……. …………………………………(2.15)
Dimana:
Φ = sferisitas atau kebolaan
Persamaan tersebut disebut persamaan ERGUN. Bila kecepatan fluida yang melewati
unggun dinaikkan maka perbedaan tekanan di sepanjang unggun akan meningkat pula.
Pada saat perbedaan tekanan sama dengan berat unggun dibagi luas penampang. Pada
saat tersebut unggun akan mulai bergerak dan melayanglayang ke atas. Partikel-partikel
padat ini akan bergerak-gerak dan mempunyai perilaku sebagai fluida. Keadaan unggun
seperti ini dikenal sebagai unggun terfluidakan (fluidized bed).
2.7.2 Fraksi Ruang Kosong (voidage)
𝑣𝑜𝑖𝑑𝑎𝑔𝑒 (𝜀) = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑒𝑑 − 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑒𝑑
= 1 − 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑒𝑑
𝜀 = 1 − 𝑉𝑠
𝑉𝑏
= 1 − 𝑚𝑠/𝜌𝑠
𝑚𝑏/𝜌𝑏
(ms ~ mb)
𝑣𝑜𝑖𝑑𝑎𝑔𝑒 (𝜀) = 1 − 𝜌𝑏
𝜌𝑠 ........................................................(2.16)
2.7.3 Kecepatan Minimum Fluidisasi
19
Langkah pertama adalah menentukan fraksi ruang kosong (εmf) yang terjadi di
dalam bed (hamparan) dengan mengunakan persamaan sebagai berikut:
𝜀𝑚𝑓 = [0,071
𝜑]
1
3..........................................................................................................(2.17)
dimana: φ = faktor kebolaan pasir silika
Untuk menentukan Sferisitas partikel dapat digunakan persamaan dibawah ini:
4
1. 3 mfs ……………………………………………….…………………(2.18)
Dimana :
s = Sferisitas atau kebolaan
𝜀𝑚𝑓 = Porositas minimum untuk fluidisasi
Setelah dihitung porositas minimum kemudian kita bisa menghitung bilangan
Archimedes¸ Ar :
𝐴𝑟 = 𝑔 𝑥 𝑑𝑝
3 𝑥 𝜌𝑔 𝑥 (𝜌𝑝−𝜌𝑔)
(𝜇)2 ...……………………………………………………………………………….(2.19)
Dimana : Ar = bilangan Archimedes
g = percepatan gravitasi bumi (m/detik)
dp = diameter partikel pasir silika (m)
ρg = densitas udara (kg/m3)
ρp = densitas pasir silika (kg/m3)
μ = viskositas udara (kg/m.detik)
Untuk menentukan Reynold number fluidisasi minimumnya dapat digunakan
persamaan seperti dibawah ini :
2
332Re
75,1Re
)1(150 mf
mf
mf
mf
mfAr
………………………..………………………….…….(2.20)
Secara teoritis, jika nilai akurasi yang cukup untuk εmf dan rata-rata diameter
partikel (Dp) dapat diperoleh, maka persamaan (2.3) dapat digunakan untuk menghitung
kecepatan minimum fluidisasi (Umf), diekspresikan dalam istilah Ar dan Remf. Botterill
20
et. al (1982) telah melakukan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa εmf
bervariasi terhadap temperatur hamparan dalam suatu wadah kompleks dan tidak dapat
diprediksi dengan mudah ketika partikel berada dalam kisaran ukuran 40 – 500 μm dan
kerapatan 1400 – 4000 kg/m3. Sebaliknya, semakin besar dan semakin rapat suatu
partikel, dimana bilangan Ar ≥ 26000 dan Remf ≥ 12,5 tidak menunjukkan adanya
peningkatan εmf dengan temperatur hamparan. Untuk itu permasalahan dalam
meramalkan kecepatan minimum fluidisasi tetap ada. Kecepatan minimum fluidisasi
dapat dihitung dengan persamaan :
pg
mf
mfD
U
Re …………………..……………………….……………………(2.21)
2.7.4 Kecepatan Semu
Kecepatan semu (Uo) didefinisikan sebagai laju aliran volume udara dibagi dengan
luas penampang hamparan (Basu dan Scott, 1991). Jadi kecepatan semu (Uo) dapat
ditentukan dengan rumusan sebagai berikut :
Uo = 𝑉𝑢
𝐴𝑏.........................................................................................................(2.22)
Dimana :
Vu = Laju aliran volume udara (m3/menit)
Ab = Luas penampang hamparan (m2)
Kecepatan semu (Uo) ditentukan nilainya berada diantara kecepatan minimum
fluidisasi (Umf) dan kecepatan terminal (Ut), sehingga laju aliran volume udara sebagai
agen gasifikasi dapat dihitung.
2.7.4 Volume dan Luas Permukaan Padatan
Volume solids adalah:
Vs = mass/density………………………….……………………………....(2.23)
Luas permukaan solids adalah:
As = 6.Vs/φ.dm ……………..…………….………………………………..(2.24)
2.8 Pembakaran Bahan Bakar
21
2.8.1 Nilai Pembakaran
Bila di dalam 1 kg bahan bakar yang terdiri dari C kg karbon, H kg Hidrogen, O
kg Oksigen, S kg Belerang, N kg Nitrogen, A kg abu, W kilogram air maka dapat
dihitung nilai pembakaran atau heating value dari bahan bakar tersebut, yaitu jumlah
panas yang dihasilkan dari pembakaran yang sempurna dari 1kg bahan bakar yang
dimaksud. Berdasarkan buku ketel uap (Djokosetyardjo, 1989) tentang pembakaran
bahan bakar rumus untuk mentukan heating value adalah sebagai berikut:
Qhigh = 33915 C + 144033 ( H - O/8 ) + 10648 S (kJ/kg) ……………..……..…(2.25)
Qlow = 33915 C + 121423 ( H - O/8 ) + 10648 S – 2512(W + 9 x O/8) (kJ/kg) …....(2.26)
Qhigh = nilai pembakaran tertinggi atau highest heating value, yang dalam hal ini
uap air yang terbentuk dari hasil pembakaran dicairkan terlebih dahulu, sehingga panas
pengembunannya turut dihitung serta dinilai sebagai panas pembakaran yang terbentuk.
Qlow = nilai pembakaran terendah atau lowest heating value, yang dalam hal ini
uap air yang terbentuk dari hasil pembakaran tidak perlu dicairkan terlebih dahulu,
sehingga panas pengembunannya tidak turut dihitung serta tidak dinilai sebagai panas
pembakaran yang terbentuk.
2.8.2 Jumlah Udara Pembakaran
Jika susunan bahan bakar diketahui, maka dapat dihitung jumlah kebutuhan udara
pembakaran untuk pembakaran sempurna. Sebelum menghitung kebutuhan udara
pembakaran, terlebih dahulu menghitung oksigen yang diperlukan untuk setiap
kandungan C dan H yang mengikat oksigen dalam pembakaran.
Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan:
C + O2 →CO2
12 kg C + 32 kg O2 →44 kg CO2
1kg C + 32/12 O2 → 44/12 CO2
1kg C + 2,67 O2→ 3,67 CO2 ………………………...…………………….(2.27)
22
Hidrogen (H) terbakar menjadi H20 menurut persamaan:
4 H + O2 → 2H2O
4 kg H + 32 O2 → 36 kg H2O
1kg H + 8kg O2 → 9 kg H2O ……………………………………………..(2.28)
Belerang (S) terbakar berdasarakan persamaan:
S + O2 → SO2
32 kg S + 32 kg O2 → 64 kg SO2
1 kg S + 1 kg O2 → 2 kg SO2 ……………………………………….…….(2.29)
Dari perhitungan diatas kemudian dijumlahkan jumlah kebutuhan oksigennya
maka kebutuhan udara stoikiometri (SA) dari bahan bakar padat dapat dihitung dengan
persamaan :
Kebutuhan oksigen Stoikiometri (SA) = kebutuhan oksigen H + kebutuhan oksigen C +
kebutuhan oksigen S – kandungan O……………………………………………...(2.30)
Untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna, kebutuhan oksigen pembakaran
ditambah 30 % dari kebutuhan oksigen teoritis (excess air). Excess air antara 20 – 30 %.
Maka kebutuhan oksigen untuk pembakaran sempurna dapat dihitung :
Kebutuhan oksigen total = kebutuhan oksigen + (excess air x kebutuhan
oksigen)…………………………………………(2.31)
Kemudian kebutuhan udara pembakaran dapat dihitung. Dalam udara, umumnya
kadar oksigen yang terkandung antara 21 – 23 % maka dari perbandingan udara dan
bahan bakar didapat kebutuhan udara sebesar :
Kebutuhan udara pembakaran = % 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
% 𝑂2 𝑑𝑖 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 x kebutuhan oksigen total…………...(2.32)
Untuk proses gasifikasi kebutuhan oksigen yang digunakan adalah kebutuhan
oksigen stoikiometri (SA).
2.9 Batubara
23
2.9.1 Pengertian Batubara
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil atau batuan sedimen yang dapat
terbakar, terbentuk dari endapan organik, sisa – sisa tumbuhan dan terbentuk melalui
proses pembatubaraan. Unsur – unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen. Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk
bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit. Pembentukan batu bara memerlukan kondisi
tertentu dan hanya terjadi pada era tertentu sepanjang sejarah geologi. Batu bara berasal
dari beberapa jenis tumbuhan seperti alga, silofita, pteridofita, gimnospermae, dan
angiospermae. Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh
tekanan, panas, dan waktu, batubara dibagi menjadi 5 tipe, yaitu antrasit, bituminus, sub-
bituminus, lignit, dan gambut.
Batu Bara merupakan salah satu sumber daya alam yang dihasilkan Indonesia dari
aktivitas pertambangan. Tahun 2010 produksi batu bara di Indonesia mencapai 325 juta
ton. Batu bara merupakan bahan tambang strategis dalam penyediaan sumber energi
suatu negara dikarenakan harga minyak dunia yang semakin tinggi. Produksi batu bara
Indonesia diperkirakan akan mengalami kenaikan di masa yang akan datang. Prediksi
kenaikan produksi batu bara di Indonesia didominasi oleh batu bara peringkat rendah
(lignit) yaitu sekitar (60-70)% dari total cadangan batu bara. Batu bara kualitas rendah
belum banyak dieksploitasi karena masih mengalami kendala dalam transportasi dan
pemanfaatan. Batubara peringkat rendah mempunyai kandungan air total cukup tinggi
sehingga nilai kalor menjadi rendah. Oleh karena itu diperlukan teknologi khusus, salah
satunya adalah pengeringan dengan sistem fluidized bed untuk memanfaatkan batu bara
peringkat rendah agar dapat digunakan sebagai pengganti batu bara peringkat tinggi
yang cadangannya sudah mulai menipis.
2.9.2 Analisis Batubara
Ada dua metode untuk menganalisis batubara, yaitu dengan cara analisis ultimate
dan analisis proximate. Analisis ultimate adalah menganalisis seluruh elemen komponen
batubara, padat atau gas. Sedangkan analisis proximate adalah meganalisis hanya fixed
carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus
24
dilakukan dilaboratorium dengan peralatan yang lengkap dan oleh para ahli kimia yang
terampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang
sederhana.
a) Analisis proximate
Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah
menguap, abu, dan kadar air dalam batubara. Jumlah fixed carbon dan bahan yang
mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas batubara. Fixed
carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran.
Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya
penyalaan bahan bakar. Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan
grate tungku, volum pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistem handling
abu pada tungku.
b) Analisis ultimate
Analsis ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur- unsur
seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll. Analisis ini berguna dalam
penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pembakaran dan volume serta
komposisi gas pembakaran. Informasi ini diperlukan untuk perhitungan suhu nyala
dan perancangan saluran gas buang dll. Contoh analisis ultimate dan proximate
batubara dapat diberikan dalam tabel di bawah.
Tabel 2.3 Analisis Proximate dan UIltimate Batu Bara
(Sumber: The Encyclopedia Of Hearth)
Parameter-parameter tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
i. Fixed carbon
25
Fixed carbon adalah bahan bakar padat yang tertinggal dalam tungku setelah bahan
yang mudah menguap didistilasi. Kandungan utamanya adalah karbon. Selain
mengandung karbon, fixed carbon juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan
nitrogen yang tidak terbawa gas. Fixed carbon memberikan perkiraan kasar
terhadap nilai panas batubara.
% Fixed carbon = 100% – (% moisture + % ash + % volatile)………….…(2.33)
ii. Bahan yang mudah menguap (volatile matter)
Bahan yang mudah menguap dalam batubara adalah metan, hidrokarbon, hydrogen,
karbon monoksida, dan gas-gas yang tidak mudah terbakar, seperti karbon dioksida
dan nitrogen. Bahan yang mudah menguap merupakan indeks dari kandunagnbahan
bakar bentuk gas didalam batubara. Kandunag bahan yang mudah menguap berkisar
antara 20 hingga 35%. Bahan yang mudah menguap:
Berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu
memudahkan penyalaan batubara.
Mengatur batas minimum pada tinggi dan volum tungku.
Mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek distribusi.
Mempengaruhi kebutuhan minyak bakar sekunder.
% 𝑉𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙𝑒 =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 − % 𝑚𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒………………………...……(2.34)
iii. Kadar abu
Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar antara
5% hingga 40%. Abu:
Mengurangi kapasitas handling dan pembakaran.
Meningkatkan biaya handling.
Mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler.
Menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan.
26
𝐴𝑠ℎ =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑗𝑖𝑎𝑛 𝑚𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒𝑥 100(%)..............................................(2.35)
iv. Kadar air
Kandungan air dalam batubara harus diangkut, di-handling dan disimpan bersama-
sama batubara. Kadar air akan menurunkan kandungan panas per kg batubara, dan
kandungannya berkisar antara 0,5 hingga 10%. Kadar air:
Meningkatkan kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan berlebih dari
uap.
Membantu pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu.
Membantu radiasi transfer panas.
% 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙𝑥 100 (%)……………………..……(2.36)
v. Kadar Sulfur
Pada umumnya berkisar pada 0,5 hingga 0,8%. Sulfur:
Mempengaruhi kecenderungan teradinya penggumpalan dan penyumbatan
Mengakibatkan korosi pada cerobong dan peralatan lain seperti pemanas udara
dan economizers
Membatasi suhu gas buang yang keluar
c). Analisis nilai kalor
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nilai kalor yang mampu dibangkitkan dari
setiap sampel bahan bakar yang diuji menggunakan bom kalori meter. Hasil
pengukuran diperoleh dari selisih pengukuran T1 dan T2 antara asam benzoat
(benzoid acid). Nilai kalor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
𝑐 =𝐵𝑒𝑛𝑧𝑜𝑖𝑑𝑎𝑐𝑖𝑑 (𝑐𝑎𝑙
𝑔𝑟⁄ )
𝑚1(𝑔𝑟)𝑥 ∆𝑇1( 𝐶)𝑂 = ⋯ (𝑐𝑎𝑙𝐶𝑂⁄ )….…………......…………............(2.37)
Dengan sampel bahan uji seperti persamaan :
27
𝑄𝑐 =𝐶(
𝑐𝑎𝑙
𝑐𝑂 ) .∆𝑇2 ( 𝑐𝑂 )
𝑚2 (𝑔𝑟)= ⋯ (𝑐𝑎𝑙
𝑔𝑟⁄ )…………….…………………..........(2.38)
2.10 Biomassa
2.10.1 Pengertian Biomassa
Biomassa adalah sebuah nama yang diberikan untuk material yang tersisa dari
suatu tanaman atau hewan seperti serbuk kayu dari hutan, sekam padi dan jerami padi
dari pertanian serta limbah organik manusia dan hewan. Energi yang terkandung dalam
biomassa berasal dari matahari. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara
ditransformasi menjadi molekul karbon lain misalnya, gula dan selulosa dalam
tumbuhan. Energi kimia yang tersimpan dalam tanaman dan hewan diakibatkan karena
memakan tumbuhan atau hewan lain maka dari itu didalam kotorannya terdapat suatu
energi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dengan kata lain energi ini
dikenal dengan nama bio-energi.
Ketika biomassa dibakar maka energi akan terlepas, umumnya energi yang
dilepaskan dalam bentuk panas. Karbon pada biomassa bereaksi dengan oksigen diudara
sehingga membentuk karbondioksida. Apabila dibakar sempurna jumlah karbondioksida
yang dihasilkan akan sama dengan jumlah yang diserap dari udara saat tanaman tersebut
tumbuh. Biomassa yang terdapat di alam bebas akan dibiarkan begitu saja di tanah dan
akan terurai dalam waktu yang sangat lama, melepaskan karbondioksida dan energi
yang tersimpan secara perlahan – lahan. Dengan membakar biomassa, energi yang
tersimpan akan dengan cepat terlepas dan dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu proses
konversi biomassa sangat bagus untuk menjadikan energi yang berguna meniru proses
alam dengan laju yang lebih cepat. Biomassa dapat digunakan langsung misalnya
membakar kayu digunakan untuk pemanasan, memasak, dan dapat juga digunakan untuk
produksi biofuel cair (biodiesel dan alkohol), atau biogas yang dapat digunakan sebagai
pengganti bahan bakar fosil. Misalnya alkohol dari tebu dapat digunakan sebagai
pengganti bahan bakar bensin atau biogas dari kotoran hewan yang dapat digunakan
sebagai bahan pengganti gas alam.
28
2.10.2 Pemanfaatan Energi Biomassa
Agar biomassa ini dapat digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan
teknologi untuk mengkonversi biomassa tersebut. Ada beberapa teknologi untuk
mengkonversikan biomassa, dijelaskan pada Gambar 2.6. Teknologi konversi biomassa
tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi
biomassa dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.
Gambar 2.6 Teknologi Konversi Biomassa (Sumber : Anonim, 2006)
Secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi termokimiawi dan konversi
biokimiawi. Berikut adalah proses yang biasanya dipakai untuk memanfaatkan
biomassa.
1. Biobriket.
Briket adalah cara yang digunakan untuk mengkonversikan energi biomassa ke
bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan atau dipadatkan sehingga
bentuknya menjadi lebih teratur. Briket yang terkenal adalah briket batubara
namun tidak hanya batubara saja yang bisa dibuat menjadi brike namun biomassa
lain seperti sekam padi, arang sekam, serbuk kayu, dan limbah-limbah biomassa
lainnya dapat dijadikan briket.
2. Gasifikasi.
29
Secara sederhana, gasifikasi biomassa dapat didefinisikan sebagai proses
konversi bahan selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi bahan
bakar. Gas tersebut dipergunakan sebagai bahan bakar motor untuk menggerakan
generator pembangkit listrik. Gasifikasi merupakan salah satu alternatif dalam
rangka program penghematan dan diversifikasi energi. Selain itu gasifikasi akan
membantu mengatasi masalah penanganan dan pemanfaatan limbah pertanian,
perkebunan dan kehutanan. Ada tiga bagian utama perangkat dari gasifikasi, yaitu
: (a) unit pengkonversi bahan baku (umpan) menjadi gas, disebut reaktor gasifikasi
atau gasifier, (b) unit pemurnian gas, (c) unit pemanfaatan gas.
3. Pirolisa.
Pirolisa adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas (pyro) pada suhu yang
lebih dari 150oC. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses, yaitu
pirolisa primer dan pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi
pada bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang
terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer. Penting diingat bahwa
pirolisa adalah penguraian karena panas, sehingga keberadaan O2 dihindari pada
proses tersebut karena akan memicu reaksi pembakaran, dengan kata lain oksigen
tidak diperlukan dalam proses pirolisa.
4. Liquification
Liquification merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cair dengan
proses kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari padat ke
cair dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan dan
pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan. Pada bidang energi
liquification tejadi pada batubara dan gas berubah bentuk menjadi cair untuk
menghemat transportasi dan memudahkan dalam pemanfaatannya.
5. Biokimia
Pemanfaatan energi biomassa yang lain adalah dengan cara proses biokimia.
Contoh proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah hidrolisis,
fermentasi dan anaerobic digestion. Anaerobic digestion adalah penguraian bahan
organik atau selulosa menjadi CH4 dan gas lain melalui proses biokimia. Selain
30
anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong dalam
konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau glukosa dapat
difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan CO2. Akan tetapi, karbohidrat
harus mengalami penguraian (hidrolisa) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol
hasil fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi dan tidak sesuai
untuk pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol ini harus
didestilasi untuk mencapai kadar etanol di atas 99.5%.
6. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah proses kimiawi yang mempertukarkan grup alkoksi
pada senyawa ester dengan alkohol.
2.11 Sabut Kelapa
Sabut kelapa merupakan salah satu hasil sampingan dari buah kelapa yang berupa
serat-serat kasar. Sabut kelapa menyusun sekitar 35% dari total bobot buah kelapa.
Secara tradisional serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk pembuatan sapu, keset,
tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika kimia dan
kesadaran masyarakat untuk kembali ke bahan alami membuat serat sabut kelapa
dimanfaatkan menjadi bahan baku industry karpet, jok, dan dashboard kendaraan, kasur
dan bantal. Serat sabut kelapa juga bisa dimanfaatkan untuk pengendali erosi. Komposisi
kimia dari sabut kelapa terdiri dari lignin, pyroligneous acid, gas, arang, tannin dan
potassium.
2.12 Pasir Silika
Material hamparan (bed material) yang digunakan pada gasifikasi fluidized bed
sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya proses fluidisasi yang dihasilkan.
Material hamparan adalah suatu jenis bahan yang digunakan pada sistem gasifikasi
fluidized bed sebagai media fluidisasi dan media penyimpan panas. Pada gasifikasi
fluidized bed, material hamparan ini akan difluidisasi dengan menggunakan dorongan
agen gasifikasi seperti udara, oksigen, uap atau campurannya. Jenis material hamparan
yang sering digunakan pada gasifikasi adalah pasir silika, limestone dan dolomite.
31
Dalam studi ini akan digunakan pasir silika (quartz sand) sebagai material
hamparan,. karena memiliki kalor jenis (specific heat), merupakan material yang sangat
baik dalam menyimpan kalor. Semakin kecil nilai kalor jenis suatu material, maka akan
semakin mudah untuk menaikkan suhu material tersebut. Pasir silika memiliki titik lebur
yang tinggi sampai mencapai 1800oC, sehingga sangat cocok digunakan untuk aplikasi
gasifikasi fluidized bed. Disamping untuk material hamparan pada gasifikasi fluidized
bed, pasir silika banyak digunakan dalam industri semen, gelas, pengecoran besi baja,
keramik dan lain-lain.
2.13 Gas Produser
Gas produser adalah campuran dari gas-gas yang dihasilkan oleh proses gasifikasi
dari material organik seperti biomassa. Gas produser disusun dari gas karbon monoksida
(CO), gas hydrogen (H2), gas karbondioksida (CO2), gas hidrokarbon (HC)
(Tchobanoglous, 1993; Malik dkk, 2008). Gas produser yang dihasilkan pada proses
gasifikasi dipengaruhi oleh jenis biomassa, jenis agen gasifikasi dan suhu operasi.
Tabel 2.4 Rata-rata komposisi gas produser dengan agen gasifikasi yang berbeda
Agen gasifikasi H2 CO CH4 CO2
Udara 15% 20% 2% 15%
Oksigen 40% 40% - 20%
Uap air (steam) 40% 25% 8% 25%
(Sumber : Zuberbuhler, 2005)